• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8    

2.1 Pola Konsumsi

Pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam, jumlah, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. (Sulistyoningsih, 2011).

Pola konsumsi yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola konsumsi adalah faktor ekonomi dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011):

1. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pekerjaan orang tua dan pendapatan keluarga. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

Meningkatnya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif pola konsumsinya sehari-hari,

(2)

sehingga pemilihan suatu bahan lebih didasarkan kepada pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk mengonsumsi makanan impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza, hamburger dan lain-lain, telah meningkat tajam terutama di kalangan muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas. 2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya tehadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dengan keluarga sangat berpengaruh besar terhadap pola konsumsi seseorang, kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebisaan makan yang terdapat dalam keluarga.

Lingkungan sekolah, termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola konsumsi, khususnya bagi siswa sekolah. Anak-anak yang mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola konsumsi yang baik pada anak. Sekolah di luar negeri menerapkan kegiatan makan siang bersama di sekolah. Hal ini akan membentuk pola konsumsi yang positif pada anak, karena anak dibiasakan memiliki pola konsumsi teratur, memenuhi kebutuhan biologis pencernaan dengan mengonsumsi makanan bergizi, tidak hanya asal kenyang dengan jajanan.

(3)

Pola konsumsi anak juga dipengaruhi oleh media massa dan lingkungan (guru, teman sebaya). Anak-anak ingin mencoba makanan-makanan yang di iklankan di media televisi. Pengaruh teman sebaya juga menjadi lebih besar karena anak usia sekolah lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya. Peningkatan pengaruh teman sebaya berdampak terhadap perilaku perihal pola dan jenis makanan pilihan mereka. Anak secara tiba-tiba meminta suatu jenis makanan baru atau menolak makanan pilihan mereka terdahulu, akibat rekomendasi dari teman-teman sebayanya. Pengaruh guru juga besar terhadap sikap seorang anak terhadap jenis dan pola konsumsi. Apa yang dipelajari di dalam kelas tentang kesehatan dan makanan bergizi harus ditunjang dengan makanan yang tersedia di kantin sekolah (Sulistyoningsih, 2011).

Pola konsumsi suatu rumah tangga berkaitan erat dengan ketahanan pangan. Suatu rumah tangga yang tahan pangan akan memiliki pola konsumsi yang baik. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan dalam suatu rumah tangga yang tercemin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Susilaningrum dan Salamah, 2009).

Indikator-indikator yang digunakan dalam menentukan ketahanan suatu rumah tangga salah satunya menggunakan indikator FAO. Menurut FAO, indikator ketahanan pangan terdiri dari (Susilaningrum dan Salamah, 2009):

1. Kecukupan ketersediaan pangan

2. Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun

(4)

3. Aksesbilitas atau keterjangkauan terhadap pangan 4. Kualitas atau keamanan pangan

Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan yang baik jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari untuk makanan pokok beras dan 365 hari untuk makanan pokok jagung) dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut (Susilaningrum dan Salamah, 2009).

Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok. Tetapi adakalanya suatu rumah tangga tidak makan sebanyak 3 (tiga) kali sehari, kondisi ini semata-mata merupakan suatu strategi rumah tangga agar persediaan makanan pokok mereka tidak segera habis (Susilaningrum dan Salamah, 2009).

2.1.1 Ikan Laut

Ikan laut mengandung sejumlah nutrisi penting bagi tubuh. Antara lain asam amino esensial,vitamin A, B6, B12, thiamin, riboflavin, niacin, dan folacin. Ikan laut juga mengandung mineral yang tinggi. Kandungan mineralnya antara lain kalsium, fosfor, magnesium, sodium, besi, dan fluor (Nizel,1981). Mineral tersebut ikut menjadi bagian dalam komposisi enamel dan dentin. Komposisi

(5)

mineral tersebut akan berpengaruh terhadap resistensi permukaan gigi terhadap terjadinya proses karies (Suwelo, 1992).

Pola konsumsi ikan laut dalam jumlah tinggi asumsinya akan mempengaruhi asupan mineral ke dalam tubuh dalam jumlah yang relatif besar. Menurut pernyataan Soetomo,2002 : bahwa berat badan ikan segar yang dapat dikonsumsi adalah sebesar 68 persen dari total berat badannya. Sehingga asumsinya asupan gizi dari ikan laut yang masuk ke dalam tubuh tersebut juga cukup tinggi.

Kandungan ikan laut yang berperan penting untuk memperkuat struktur tulang dan gigi adalah kalsium dan fluor. Ikan yang banyak mengandung fluor, yaitu ikan yang bertulang halus seperti sarden, ikan salem, dll. Daging ikan mengandung fluor sekitar 1 ppm, sedangkan kulit dan tulang ikan mengandung lebih dari itu. Jumlah fluor dalam ikan segar adalah sebesar 7 – 12 ppm. Kandungan fluor tersebut akan membentuk kristal-kristal enamel menjadi lebih keras dan pengaruhnya terhadap bakteri akan mencegah tumbuh dan berkembangnya bakteri penyebab karies (Sofyan, 2001).

2.1.2 Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Sigit, 2012).

(6)

jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga menggantikan jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu di rombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Rizatullah, 2010).

Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50 % dari berat kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein, dan dalam tenunan segar sekitar 20 %. Fungsi protein bagi tubuh adalah sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Rizatullah, 2010).

Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam pembuluh darah. Sifat atmosfer protein dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Rizatullah,2010).

Karies gigi dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi dan berserat. Makanan dengan kandungan gizi tinggi juga dapat mengurangi terjadinya karies. Contoh makanan yang mengandung protein adalah daging, kacang-kacangan, sayur dan buah. Makanan tersebut berbentuk padat, karena makanan tersebut berbentuk padat maka tidak akan melekat pada gigi.

(7)

Mengunyah makanan padat dan makanan fibrous lainnya dapat secara efektif menyingkirkan debris makanan dari rongga mulut. Menyingkirkan debris dapat mengurangi terjadinya plak yang dapat membuat gigi berlubang atau karies (Yusuf,2011).

2.1.3 Karbohidrat

Karbohidrat adalah satu atau beberapa senyawa kimia termasuk gula, pati, dan serat yang mengandung atom C, H dan O dengan rumus kimia Cn(H2O)n. Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, kalau yang didapat belum 80% berasal dari karbohidrat (Sigit, 2012).

Karbohidrat dalam tubuh manusia bermanfaat untuk keperluan tubuh, antara lain (Sigit, 2012):

1) Sumber energi utama yang diperlukan untuk gerak, 1 gram karbohidrat setara dengan 4 kilo kalori/kcal.

2) Pembentuk cadangan sumber energi, kelebihan karbohidrat dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan sumber energi yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan.

3) Memberi rasa senang, karena karbohidrat mempunyai volume yang besar dengan adannya selullosa akan memberikan perasaan kenyang.

Apa yang dimakan dan diminum oleh anak berdampak pada kesehatan giginya. Jajanan manis adalah makanan kesukaan terbesar pada anak-anak. Jajanan manis tersebut dapat membantu membentuk asam yang merusak gigi. Tindakan pencegahan pada karies lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula. Mengurangi makanan yang

(8)

manis dan lengket serta menjalankan waktu makan tiga kali secara teratur untuk menghindari makanan kecil dalam keseharian anak (Yusuf,2011).

Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produknya yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak dapat terjadi secara kebetulan melaikan terbentuk melalui serangkaian tahapan, jika email yang bersih terpapar dirongga mulut maka akan di tutupi oleh lapisan organik amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri dari atas glokoprotein yang diendapkan dalam saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi. Bakteri yang semula menghuni pelikel terutama yang berbentuk kokus yang paling banyak adalah streptococcus. Organisme tersebut tumbuh berkembangbiak dan mengeluarkan gel ekstra-sel yang lengket dan akan menjerat berbagai bentuk bakteri yang lain. Streptococcus mutans dan laktobacilus merupakan kuman yang kariogenik karena mampu segera memfermentasi dari karbohidrat menjadi masa asam menempel pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi email jika tidak dibersihkan.

Karbohidrat yang menempel pada permukaan gigi membutuhkan waktu berubah menjadi masa asam yang mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati relatif tidak berbahaya karena tidak di cerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkang karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap ke dalam plak dan metabolisme. Dengan demikian makanan dan minuman yang

(9)

mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7 di butuhkan waktu 30 – 60 menit. Oleh karena itu konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email.

Karbohidrat dan jajanan kariogenik akan lebih susah dibersihkan dari rongga mulut, karena makanan tersebut dapat melekat pada gigi. Setelah mengkonsumsi karbohidrat dan jajanan manis dan tidak segera dibersihkan akan membentuk plak atau kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada permukaan gigi. Plak tersebut memegang peranan penting dalam kerusakan jaringan keras gigi. Kerusakan jaringan keras gigi dari mikroorganisme ini sangat mampu membuat asam dari karbohidrat dan dapat menempel pada permukaan gigi sehingga susah dibersihkan dan dapat menyebabkan karies gigi (Yusuf,2011).

2.2 Karies Gigi

Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar gigi yang dapat dicegah. Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies pada individu atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung terjadinya karies pada suatu periode tertentu. Risiko karies bervariasi pada setiap individu tergantung pada keseimbangan faktor pencetus dan penghambat terjadinya karies (Angela,2005).

Satu dari lima anak usia 2-4 tahun mengalami kerusakan pada gigi susu maupun gigi tetap, dan hampir satu diantara dua anak berusia antara 6-8 tahun

(10)

mengalami kerusakan pada gigi tetap atau gigi primernya. Makanan “sticky” (lengket) yang berisi karbohidrat seperti kismis dan permen karet, merupakan penyebab karies yang kuat. Lemak dan protein dapat merupakan pelindung terhadap lapisan enamel. Risiko terjadinya karies gigi dapat diperkecil dengan memilih makanan ringan yang merupakan kombinasi antara karbohidrat, protein dan lemak. Kumur-kumur sesudah makan, atau lebih baik lagi menggosok gigi secara teratur juga menurunkan terjadinya karies gigi. Air minum yang mengandung fluoride sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan fluor (Sulistyoningsih, 2011).

Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Seperti diketahui bahwa email adalah bagian terkeras dari gigi, bahkan paling keras dan padat diseluruh tubuh. Sisa makanan yang manis (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan menumpuk menjadi plak, dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan yang manis tersebut akan menghasilkan asam dan jika dibiarkan dalam jangka panjang dapat melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demneralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email (Firdaus,2011).

2.2.1 Mekanisme karies

Proses terjadinya karies dipengaruhi oleh empat faktor utama yang berperan dalam proses terjadinya karies yaitu, host, mikroorganisme, substrat, dan waktu. Keempat faktor tersebut akan bekerjasama dan saling mendukung satu sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat misalnya sukrosa kemudian hasil dari fermentasi tersebut menghasilkan asam, sehingga

(11)

menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1-3 menit sampai pH 4,5-5.0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam waktu 30-60 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus-menerus maka akan menyebabkan demineralisasi email gigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh bakteri streptococcus mutans dan lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies gigi (Sartika, 2008).

Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi sedangkan lactobacillus sp, berperan dalam pada proses perkembangan dan kelanjutan karies gigi dengan tanda pertamakali terjadinya karies yaitu terlihat white spot pada permukaan email kemudian proses ini akan berjalan secara perlahan-lahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast, dan apabila karies telah mencapai dentin dan tidak dilakukan pencegahan atau pengobatan proses karies berlanjut ke pulpa (Soesilo et all, 2005).

2.2.2 Faktor – faktor yang mempercepat terjadinya karies 1. Permukaan gigi

Plak yang mengandung bakteri merupakan awal terbentuknya karies oleh karena itu gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin terkena karies seperti pada gigi molar 1 terdapat pit dan fissure.

2. Waktu

Waktu sangat berpengaruh terhadap terjadinya karies, substrat yang menempel pada permukaan gigi apabila tidak dibersihkan akan difermentasi oleh bakteri menjadi masa asam dalam waktu tertentu. Karies gigi merupakan penyakit

(12)

kronis, kerusakan berjalan dalam periode bulan atau tahun. Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik adalah kurang lebih 6 bulan. Kecepatan kerusakan gigi anak-anak (gigi sulung) lebih tinggi sedangkan kecepatan kerusakan gigi penderita xerostomia (Soesilo et all, 2005).

3. Keturunan

Dari 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak–anak dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup baik. Disamping itu dari 46 pasang orang tua dengan presentase karies yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang dengan presentase karies sedang selebihnya 40 pasang lagi dengan presentase karies yang tinggi. Tapi dengan teknik pencegahan karies yang demikian maju pada akhir– akhir ini, sebenarnya faktor keturunan dalam proses terjadinya karies tersebut telah dapat di kurangi.

4. Umur

Umur digunakan dalam salah satu faktor predisposisi terjadinya karies yang terdiri dalam 3 fase umur (Sartika, 2008) :

1. Fase I gigi bercampur ,disini molar 1 paling sering terkena karies karna gigi ini gigi yang paling pertama tumbuh

2. Fase II pubertas (remaja) umur antara 14-20 tahun yaitu masa pubertas terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Inilah yang menyebabkan presentase karies lebih tinggi pada fase ini.

3. Fase III antara 40-50 tahun pada umur ini sudah terjadi retraksi atau menurunya gusi dan papilla sehingga, sisa–sisa makanan sering lebih

(13)

sukar dibersihkan,sehingga yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab terjadinya karies.

5. Saliva

Pengaruh saliva terhadap gigi sudah lama diketahui terutama pengaruh terhadap karies gigi. Saliva ini dikeluarkan oleh kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis, selama 24 jam saliva dikeluarkan ketiga kelenjar tersbut diatas sebanyak 1000-2500 ml.Kelenjar submandibularis mengeluarkan 40% dan kelenjar parotis 26%. Pada malam hari pengeluaran saliva lebih sedikit, secara mekanis saliva berfungsi untuk membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Dalam saliva terdapat enzim-enzim yang bersifat bakteriostatis yang dapat membuat beberapa bakteri mulut menjadi tidak berbahaya, oleh karena itu seseorang yang hiposalivasi atau terkena xerostomia akan lebih rentan terkena karies (Suwelo, 1992 dan Pengestu, 2007).

Beberapa fungsi saliva adalah sebagai buffer yang membantu menetralkan pH plak sesudah makan, sehingga mengurangi waktu terjadinya demineralisasi, sebagai pembersih sisa-sisa makanan serta membantu proses penelanan makanan, dan berfungsi sebagai barier misalnya terhadap asam hasil fermentasi sisa-sisa makanan (Supartinah,2003).

Plak yang menempel erat di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator kebersihan mulut. Indikator kebersihan mulut pada anak yang lebih sederhana dapat digunakan oral hygiene index simplified (OHIS) dari Green dan Vermillon. Skor indeks OHIS adalah skor 0,0–1,2 dikatakan kebersihan mulut baik, skor 1,3–3,0 kebersihan mulut sedang dan 3,1–6,0 kebersihan mulut buruk. Anak yang berisiko karies tinggi mempunyai oral hygiene yang buruk ditandai

(14)

dengan adanya plak pada gigi anterior disebabkan jarang melakukan kontrol plak.

Aliran saliva berhubungan dengan volume dan pH saliva Seseorang yang hiposalivasi menyebabkan viskositas saliva menurun. Dengan menurunnya jumlah saliva dapat menyebabkan keringnya rongga mulut sehingga kebersihan gigi dan mulut menurun. Kebersihan gigi dan mulut tersebut menurun di karenakan pembersihan plak yang kurang maksimal karena kurangnya air flow saliva. Plak tersebut akan semakin menumpuk dan menyebabkan karies gigi. Semakin tinggi viskositas saliva maka semakin tinggi air flow dan dapat mengurangi terjadinya plak, sehingga mengurangi terjadinya karies (Supartinah,2003).

2.3 Tingkat Keparahan Karies Gigi

Indeks DMF-T dibuat oleh Henry Klein, Carrole E. Palmer, dan J.W. Knutson pada 1938. Indeks ini dibuat berdasarkan fakta bahwa jaringan keras gigi tidak memiliki kemampuan self-healing dan karies meninggalkan jejak/bekas berupa lubang. Gigi akan tetap berlubang atau dapat dirawat dengan ekstraksi atau penambalan. Decayed, Missing, Filled Teeth Index (DMF-T) tergolong indeks yang irreversible. DMF-T mendeskripsikan tingkat keparahan karies gigi individual. DMF-T secara numerik menunjukkan prevalensi karies dan diukur dengan menghitung jumlah gigi (T) yang berlubang (D), hilang/tidak ada karena karies (M), dan ditambal karena karies (F) (Marya, 2011).

Gigi yang diperiksa pada DMF-T adalah seluruh gigi permanen (32 gigi, jika semua gigi molar ketiga erupsi), yang didasarkan pada modifikasi WHO. Gigi yang tidak diperiksa adalah: gigi yang tidak erupsi, supernumerary teeth, gigi hilang karena sebab kongenital, gigi diekstraksi bukan karena karies, gigi ditambal bukan karena karies, gigi sulung yang persisten (jika gigi pemanennya

(15)

sudah erupsi, gigi permanen ini dihitung). Bila pada gigi terdapat beberapa tambalan, tetap dihitung sebagai satu tambalan untuk satu gigi. D, M, dan F harus dihitung secara terpisah (Marya, 2011).

Metode pemeriksaan indeks DMF-T menggunakan kaca mulut dan pencahayaan yang cukup untuk akses visual, dan sonde untuk pengecekan lesi karies. DMF-T individual didapatkan dari menjumlahkan D, M, dan F pada seluruh gigi seseorang. DMF-T kelompok didapatkan dari menjumlahkan DMF-T individual masing-masing anggota kelompok, lalu dibagi jumlah anggota kelompok (Marya, 2011).

Indeks DMF-T untuk gigi sulung dibuat oleh Grubbel pada 1944, yang disebut “decayed, extracted, filled teeth index” atau disingkat “def-T”. Indeks ini memeriksa seluruh gigi sulung (20 gigi) dengan menghitung jumlah gigi (T) yang berlubang (d), diekstraksi/diindikasikan untuk diekstraksi karena karies (e), dan ditambal karena karies (f). Gigi yang tidak diperiksa adalah: gigi yang tidak erupsi, gigi hilang karena sebab kongenital, gigi ditambal bukan karena karies, dan supernumerary teeth (Marya, 2011).

Prosedur dan kriteri pengukuran sama dengan indeks DMF-T. def-T individual didapatkan dari menjumlahkan d, e, dan f pada seluruh gigi seseorang. def-T kelompok didapatkan dari menjumlahkan def-T individual masing-masing anggota kelompok, lalu dibagi jumlah anggota kelompok. Pada anak dengan geligi pergantian, DMF-T dan def-T dihitung secara terpisah (Marya, 2011).

WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T berupa derajat interval sebagai berikut (Noviani, 2010) :

(16)

2. Rendah : 1,2 – 2,6 3. Moderat : 2,7 – 4,4 4. Tinggi : 4,5 – 6,5 5. Sangat Tinggi : > 6,5

2.4 Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut

Indeks ini dibuat oleh John C. Greene dan Jack R. Vermillion pada tahun 1964. Indeks ini merupakan metode yang cepat untuk mengevaluasi kebersihan rongga mulut pada kelompok-kelompok populasi, tetapi sensitivitasnya lebih rendah jika dibandingkan dengan original Oral Hygiene index (OHI-S). Perbedaan terhadap original OHI adalah pada jumlah gigi yang diperiksa, metode memilih permukaan gigi yang diperiksa, dan menghitung skor (Marya, 2011).

Gigi yang diperiksa pada OHI-S berjumlah 6 gigi, yaitu 4 gigi posterior dan 2 gigi anterior. Gigi posterior yang diperiksa adalah gigi molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah, gigi anterior yang diperiksa adalah gigi insisivus pertama kanan rahang atas dan insisivus pertama kiri rahang bawah. Jika tidak memiliki gigi molar pertama permanen, dapat diperiksa gigi molar kedua. Jika tidak terdapat gigi insisivus pertama kanan rahang atas dan insisivus pertama kiri rahang bawah, dapat diperiksa gigi senama pada sisi yang berlawanan (melewati garis median). Gigi yang diperiksa hanya gigi permanen yang sudah erupsi sempurna (Marya, 2011).

Permukaan gigi yang diperiksa pada OHI-S, yaitu: bagian bukal pada kedua gigi molar pertama rahang atas, bagian lingual pada kedua gigi molar pertama rahang bawah, dan bagian labial pada gigi insisivus pertama kanan rahang atas dan insisivus pertama kiri rahang bawah. Metode pemeriksaan adalah

(17)

dengan menghitung debris dan kalkulus dengan melewatkan sonde pada permukaan gigi yang diperiksa. Sonde digerakkan dari insisal/oklusal ke margin gingiva (Marya, 2011).

Skor debris (DI-S) dihitung dengan menjumlahkan debris pada masing-masing permukaan gigi yang diperiksa, lalu dibagi jumlah gigi yang diperiksa. Skor kalkulus (CI-S) dihitung dengan menjumlahkan kalkulus pada masing-masing permukaan gigi yang diperiksa, lalu dibagi jumlah gigi yang diperiksa. OHI-S individual didapatkan dari menjumlahkan DI-S dan CI-S. OHI-S kelompok diapatkan dari menjumlahkan OHI-S individual masing-masing anggota kelompok, lalu dibagi jumlah anggota kelompok. Pada OHI-S, skor terburuk adalah 6 (Marya, 2011).

Tabel 2.3 Kriteria skor DI-S (Marya, 2011)

Skor Kriteria

0 Tidak ada debris atau stain

1 Debris halus atau stain tanpa debris menutupi tidak lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa

2 Debris halus atau stain tanpa debris menutupi lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa, tetapi tidak lebih dari 2/3 bagian

3 Debris halus atau stain tanpa debris menutupi lebih dari 2/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa

Tabel 2.4 Kriteria skor CI-S (Marya, 2011)

Skor Kriteria

0 Tidak ada kalkulus

1 Kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa

2 Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa, tetapi tidak lebih dari 2/3 bagian; dan/atau adanya flek kalkulus

subgingival pada bagian servikal gigi

3 Kalkulus supragingival menutupi lebih dari 2/3 bagian permukaan gigi yang diperiksa dan/atau adanya band kalkulus subgingival pada bagian servikal gigi

Tabel 2.5 Interpretasi skor DI-S dan CI-S (Marya, 2011) 0-0,6 baik

0,7-1,8 sedang 1,9-3 buruk

(18)

Tabel 2.6 Interpretasi skor OHI-S (Marya, 2011) 0-1,2 Baik

1,3-3 Sedang 3,1-6 Buruk

2.5 Frekuensi Menyikat gigi

Kesehatan gigi individu atau masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan individu atau masyarakat tersebut. Perilaku kesehatan gigi yang baik misalnya kebiasaan menyikat gigi secara teratur akan mempengaruhi kondisi kesehatan gigi dan mulut terhadap terjadinya karies gigi (Warni, 2009).

American Dental Association (ADA) menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara teratur, minimal dua kali sehari yaitu setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam dengan lama menyikat gigi 2-3 menit (Yusuf,2011).

Ada beberapa cara menyikat gigi dengan tepat dan dapat di aplikasikan sebagai panduan menyikat gigi (Riyanti, 2005):

1. Metode Vertikal 2. Metode Roll 3. Metode Charter 4. Metode Bass

Metode yang paling sederhana yang biasa diaplikasikan adalah metode vertikal yaitu menyikat gigi dengan lembut secara vertikal dari gingiva ke gigi. Metode ini juga dapat memijat gingiva sehingga sirkulasi darah lancar dan gingiva menjadi bersih.

Pada prinsipnya terdapat empat pola dasar gerakan menyikat gigi yaitu metode vertikal, horizontal, berputar (rotasi), dan bergetar (vibrasi). Gerakan

(19)

menyikat gigi yang baik digunakan anak-anak adalah metode horizontal. Frekuensi dan cara menyikat gigi dapat mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut. Cara menyikat gigi yang benar dapat mengurangi plak yang menempel pada gigi, sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi (Yusuf,2011).

2.6 Masyarakat Pesisir

Menurut Kusnadi (2009), dalam perspektif stratifikasi sosial ekonomi, masyarakat pesisir bukanlah masyarakat yang homogen. Masyarakat pesisir terbentuk oleh kelompok-kelompok sosial yang beragam. Dilihat dari aspek interaksi masyarakat dengan sumber daya ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir terkelompok sebagai berikut:

1. Pemanfaatan langsung sumber daya lingkungan, seperti nelayan (yang pokok), pembudi daya ikan di perairan pantai (dengan jarring apung atau keramba), pembudidaya rumput laut atau mutiara, dan petambak. 2. Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya seperti pemindang,

pengering ikan, pengasap, pengusaha terasi atau kerupuk ikan atau tepung ikan dan sebagainya.

3. Penunjang kegiatan ekonomi perikanan, seperti pemilik toko atau warung, pemilik bengkel (montir dan las), pengusaha angkutan, tukang perahu dan buruh kasar.

Tingkat keragaman (heterogenitas) kelompok-kelompok sosial yang ada dipengaruhi oleh tingkat perkembangan desa-desa pesisir. Desa-desa pesisir atau desa-desa nelayan yang sudah berkembang lebih maju dan memungkinkan terjadinya diversifikasi kegiatan ekonomi, tingkat keragaman kelompok-kelompok sosialnya lebih kompleks daripada desa-desa pesisir yang belum

(20)

berkembang atau terisolasi secara geografis. Di desa-desa pesisir yang sudah berkembang biasanya dinamika sosial berlangsung secara intensif.

Selanjutnya Kusnadi (2009) mengatakan, di desa-desa pesisir yang memiliki potensi perikanan tangkap (laut) cukup besar dan memberi peluang mata pecaharian bagi sebagian besar masyarakat pesisir melakukan kegiatan pengangkapan, masyarakat atau kelompok sosial nelayan merupakan pilar sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir. Karena masyarakat nelayan berposisi sebagai produsen perikanan tangkap, maka kontribusi mereka terhadap dinamika sosial ekonomi lokal sangatlah besar. Peluang kerja di sektor perikanan tangkap ini tidak hanya memberi manfaat secara sosial ekonomi kepada masyarakat lokal, tetapi juga kepada masyarakat desa lain di daerah hulu yang berbatasan dengan desa nelayan tersebut.

Karena masyarakat nelayan merupakan unsur sosial yang sangat penting dalam struktur masyarakat pesisir, maka kebudayaan yang mereka miliki mewarnai karakteristik kebudayaan atau perilaku sosial budaya masyarakat pesisir secara umum. Karakteristik yang menjadi ciri-ciri sosial budaya masyarakat nelayan adalah sebagai berikut: memiliki struktur relasi patron-klien yang sangat kuat, etos kerja tinggi, memanfaatkan kemampuan diri dan adaptasi optimal, kompetitif dan berorientasi prestasi, apresiatif terhadap keahlian, kekayaan dan kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial tinggi, sistem pembagian kerja berbasis gender (laut menjadi ranah laki-laki dan darat adalah ranah kaum perempuan), dan berperilaku konsumtif (Kusnadi, 2009).

Masyarakat pesisir yang memiliki potensi perikanan tangkap (laut) cukup besar dan memberi peluang mata pecaharian bagi sebagian besar masyarakat

(21)

pesisir melakukan kegiatan pengangkapan. Salah satu hasil tangkapan adalah ikan laut. Ikan laut tersebut di jual dan sisa ikan yang tidak terjual akan di konsumsi oleh masyarakat itu sendiri (kusnadi, 2009). Ikan laut yang sering dikonsumsi mengandung banyak nutrisi dan mineral. Salah satu kandungan mineral adalah kalsium dan fluor. Kandungan mineral tersebut akan membentuk kristal-kristal enamel menjadi lebih keras dan mencegah tumbuh dan berkembang penyebab karies (Sofyan, 2001).

Gambar

Tabel 2.3 Kriteria skor DI-S (Marya, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

*$lusi dari permasalahan yang terakhir yaitu dengan )ara mengadakan kegiatan umat bersih. "al ini bertujuan agar mush$la disini kembali terawat dan dapat dimanfaatkan

Penerapan melalui pendekatan metode dan asumsi yang sesuai dengan distribusi dari data return akan menghasilkan pengukuran Value at Risk ( VaR ) yang akurat untuk

Sehubungan dengan tindakan yang mengarah pada intimidasi tersebut, diketahui bahwa pada responden pria dalam penelitian ini diketahui memiliki dimensi sikap peran gender (sex

Waste transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream. Berdasarkan Tabel I.4 diketahui

Selain fokus pada 3 (tiga) fungsi keluarga tersebut, terdapat peluang untuk mengembangkan strategi pemberantasan korupsi di level keluarga dengan melakukan optimalisasi

pelaku yang telah melakukan tindakan main hakim sendiri terhadap korban yang diduga kuat telah melakukan tindak pidana kejahatan, dipersamakan dengan pelaku

Golongan pangkat yang sudah berhak memakai baju sikepan ini adalah para putra dan sentanadalem yang sudah berpangkat Bupati Riya Nginggil dengan gelar Kangjeng Raden

Setelah kapal cikar kiri, badan kapal terasa semakin miring kanan lebih kurang 30º, melihat kondisi tersebut, Nakhoda memerintahkan Mualim III untuk bersiap-siap meninggalkan