• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATA PELAJARAN AGAMA DALAM KURIKULUM SEK (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATA PELAJARAN AGAMA DALAM KURIKULUM SEK (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MATA PELAJARAN AGAMA DALAM KURIKULUM SEKOLAH DASAR

Oleh: Agus Ruswandi1

ABSTRAK

Pendidikan Agama Islam di dalam GBPP PAI adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam dengan disertai dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa. Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global. Mata Pelajaran Agama Islam (PAI) perlu perhatian khusus dari berbagai pihak termasuk para pemangku kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah untuk menunjukkan eksistensi urgensinya mata pelajaran agama bagi peserta didik. Untuk mempertegas peran PAI tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, mata pelajaran PAI bukanlah mata pelajaran suplemen, kedua PAI harus lebih berorientasi kepada pengamalan dari pada pengetahuan dan pemahaman. Ketiga, PAI diharapkan mampu bekerja sama dengan seluruh komponen sekolah, baik dengan unsur pimpinan maupun dengan sesama guru bidang studi lain, keempat PAI harus mampu mewarnai mata pelajaran lain. Kemampuan PAI dalam mewarnai mata pelajaran lain diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berbasiskan agama, tentu dilakukan oleh guru yang beragama Islam. Dan kelima partisipasi perguruan tinggi umum (PTU) dalam mempersiapkan guru berwawasan agama sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya. Selama ini, PAI di PTU hanya dalam bentuk Mata Kuliah Umum (MKU) dengan materi-materi dasar keislaman.

Kata Kunci :

Mata Pelajaran Agama Islam, Penambahan, Kurikulum A. Pendahuluan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Quran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.

1

(2)

Hal yang menarik mengenai ungkapan seorang ilmuwan fisika terkenal, yaitu Albert Einstein yang mengemukakan bahwa: ”science without religion is

blind, religion without science is lame”, yang artinya kurang lebih “ilmu tanpa

agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh”. Einstein sendiri menyadari bahwa antara ilmu dan agama memiliki kaitan yang kuat dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Jauh lamanya sebelum Albert Einstein menyebutkan hal itu, agama Islam juga memandang penting antara ilmu dan agama. Bahkan wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW justru mengandung perintah untuk menguasai ilmu dengan landasan iman melalui proses membaca sebagaimana dalam surat al-'Alaq ayat 1 sampai 5.

Perihal urgensi agama bagi peserta didik terlihat dalam dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah:

"...untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Dari kutipan di atas, kriteria pertama dan utama dalam rumusan tujuan tersebut adalah manusia yang beriman dan bertakwa kepada TYME serta berakhlak mulia. Rumusan ini menunjukkan sistem pendidikan kita justru meletakkan agama lebih dahulu dari pada ilmu pengetahuan.

(3)

melakukan tindak pidana korupsi, gratifikasi dan lain-lain? Maka disinilah perlunya peran agama sebagai tameng dari pendidikan yang lainnya.

Munculnya fenomena di atas sering kali melahirkan pandangan negatif terhadap pendidikan agama. Pendidikan agama, termasuk PAI, dinilai gagal mewujudkan kepribadian peserta didik yang religius dengan karakter iman, ilmu, dan amal secara integral. Terutama di sekolah, dengan tatap muka yang relatif terbatas, PAI dianggap kurang berperan mewujudkan tujuan pendidikan yang religius. Padahal, minat masyarakat terhadap sekolah umum jauh lebih besar, karena dianggap lebih menjanjikan peluang kerja dan kesuksesan di masa mendatang.

Berdasarkan pengalaman penulis, ketika ada kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki (misalnya: asusila) yang terjadi pada siswa di sekolah biasanya yang jadi sasaran adalah guru agama dan guru PPKn. Hal ini muncul karena masih

punya anggapan „peran agama‟ sangat mendukung dan berpengaruh terhadap

perilaku siswa. Hal ini tentu menjadi dilematis bagi guru karena tugas guru tersebut hanya 2 jam per minggu untuk mengajarkan agama kepada para siswa.

Jadi, suatu hal yang wajar jika „secara sepihak‟ penulis memaklumi

ketidakberhasilan guru mendidik agama bagi para peserta didik karena kondisi yang seperti itu. Penulis tidak tahu secara pasti kenapa mata pelajaran agama jam pelajarannya hanya 2 jam. Dari beberapa perubahan kurikulum yang telah dilakukan ternyata tidak memberikan dampak yang signifikan. Kemudian saat ini

telah diberlakukan lagi kurikulum yang baru atau disebut “kurikulum 2013”. Lagu

bagaimana mata pelajaran agama Islam dalam konsep kurikulum 2013? Pada artikel ini penulis akan mengkaji dan menganalisis mengenai mata pelajaran Agama dalam Kurikulum 2013.

B. Pembahasan

1. Agama dan Urgensinya bagi Manusia

Banyak ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu “a” yang berarti “tidak “dan “gama” yang berarti “kacau”. Maka agama berarti tidak

kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai sesuatu yang gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup bersama (Ismail, 1997: 28).

Ada beberapa istilah lain dari agama, antara lain religi, religion (Inggris), religie (Belanda) religio/relegare (Latin) dan dien (Arab). Kata religion (bahasa Inggris) dan religie (bahasa Belanda) adalah berasal dari bahasa induk dari kedua

bahasa tersebut, yaitu bahasa Latin “religio” dari akar kata “relegare”yang berarti

mengikat (D. Kahmad, 2002: 13).

Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al-din dan almillah. Kata

al-din sendiri mengandung berbagai arti. Ia bisa berarti al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), al-izz (kejayaan), al-dzull (kehinaan), alikrah (pemaksaan),

(4)

Keagamaan merupakan bentuk respon manusia terhadap hal-hal yang sakral dan keanekaan agama yang bisa dilacak pada setiap zaman, tempat, budaya dan peradaban menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk percaya pada Tuhan. Dalam Al-Qur`an, kecenderungan alamiah itu disebut fitrah. Karena fitrah inilah, manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan instrinsik untuk beragama. Dalam Al Qur`an surat Al-Rum ayat 30 Allah SWT berfirman:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,2

Fitrah Allah, maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

Di dalam Al-Qur`an ada dua terminologi agama, yaitu Al-din, dan millah. Kata al-din terulang sebanyak 96 kali yang tersebar pada 44 surat, sedangkan kata millah sebanyak 15 kali yang tersebar pada 11 surat kata al-din mempunyai banyak arti, antara lain ketundukan, ketaatan, perhitungan, balasan, agama juga berarti bahwa seseorang bersikap tunduk dan taat serta akan diperhitungkan seluruh amalnya yang atas dasar itu ia memperoleh balasan dan ganjaran. (Al Baqi, 1999: 329-330) Kata beragama menurut Quraish Shihab adalah sebagai upaya manusia untuk mencontoh sifat - sifat yang suci (Q. Shihab, 1999: 210).

Mengenai fungsi agama bagi manusia, Jalaluddin menyebutkan delapan fungsi agama bagi manusia yaitu:

a. Berfungsi edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus patuhi. Agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang, keduanya memiliki latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

b. Berfungsi penyelamat

Manusia menginginkan kesalamatan. Keselamatan meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan agama. Keselamatan yang diberikan agama adalah keselamatan yang meliputi dua alam, yakni dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui penegenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.

c. Berfungsi sebagai Pendamaian

Melalui agama seseorang yang berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi

2

(5)

hilang dari batinnya jika seorang pelanggar telah menebus dosanya melaui tobat, pensucian atau penebusan dosa.

b. Berfungsi sebagai kontrol sosial

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara individu maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagi norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas sosial secara individu maupun kelompok.

c. Berfungsi sebagai pemupuk solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh.

d. Berfungsi transformatif

Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimannya kadangkala mampu mengubah kesetiaan kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu. e. Berfungsi kreatif

Agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga demi kepentingan orang lain. Penganut agama tidak hanya disuruh bekerja secara rutin, akan tetapi juga dituntut melakukan inovasi dan penemuan baru.

f. Berfungsi sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat duniawi namun juga yang bersifat ukhrawi. Segala usaha tersebut selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, dilakukan secara tulus ihlas karena dan untuk Allah adalah ibadah.

2. Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar

Pendidikan Agama Islam di dalam GBPP PAI adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam dengan disertai dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa (Muhaimin, 2008: 76)

Berdasarkan pernyataan tersebut, Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atas pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam Q.S Al-Mujadilah:11 Allah berfirman:

(6)

kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut: a. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan

bimbingan, pengajaran dan latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan, dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengmalan terhadap ajaran agama Islam.

c. Pendidik pendidikan agama Islam (PAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

d. Pembelajaran pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancarkan ke luar dalam hubungan keseharian dengan manusia lain baik seagama ataupun yang tidak seagama, serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional dan bahkan ukhuwah Islamiah (Muhaimin, 2008: 76)

Tujuan pendidikan agama Islam dalam arti sederhana adalah merealisasikan manusia muslim yang beriman dan bertaqwa serta berilmu pengetahuan yang mampu mengabadikan diri kepada Allah dan selalu mengerjakan perintah Nya dan menjauhi larangan Nya.

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, taqwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

Maka dalam hal ini Pendidikan Agama Islam di SD bertujuan untuk: a. Menumbuhkembangkan Akhlak melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

(7)

personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah (BSNP, 2008: 44-45).

3. Mata Pelajaran Agama dan Kurikulum Pendidikan

Pada tulisan ini, penulis lebih mengarah kepada hal yang berhubungan dengan bobot mata pelajaran Agama di sekolah dasar. Agar lebih mudah memahami secara detail mengenai bobot secara kuantitatif, penulis sajikan perbandingan struktur kurikulum dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2013. Sebagai contoh penulis tampilkan untuk tingkat sekolah dasar saja.

Tabe1 1 Perbandingan Bobot Mata Pelajaran di Tingkat Sekolah Dasar No Komponen Mata

Pelajaran

1994 KBK

I II III IV V VI I II III IV V VI 1 Pend. Agama 2 2 2 2 2 2

T

em

at

ik

3 3 3 3 2 Pend. Pancasila

dan

Kewarganegaraan

2 2 2 2 2 2 - - - -

3 Bahasa Indonesia 10 10 10 8 8 8 5 5 5 5 4 Matematika 10 10 10 8 8 8 5 5 5 5

5 IPA - - 3 6 6 6 4 4 4 4

6 IPS - - 3 5 5 5 4 4 4 4

7 Ker. Tangan & Kesenian

2 2 2 2 2 2 4 4 4 4

8 Pend. Jasmani & Kes.

2 2 2 2 2 2 4 4 4 4

9 Muatan Lokal 2 2 4 5 7 7 - - - - 10 Pengembangan

Diri

- - - 2 2 2 2

Jumlah 30 30 38 40 42 42 27 27 31 31 31 31

No Komponen Mata Pelajaran

2006/ KTSP 2013

I II III IV V VI I II III IV V VI 1 Pend. Agama

T

E

M

A

T

IK

3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 Pend. Pancasila

dan

Kewarganegaraan

2 2 2 5 6 6 6 6 6

3 Bahasa Indonesia 5 5 5 8 8 10 10 10 10 4 Matematika 5 5 5 5 6 6 6 6 6

5 IPA 4 4 4 - - - -

6 IPS 3 3 3 - - - -

(8)

Kesenian

8 Pend. Jasmani & Kes.

4 4 4 4 4 4 4 4 4 9 Muatan Lokal 2 2 2 - - - - 10 Pengembangan

Diri

2 2 2 - - - - Jumlah 26 27 28 32 32 32 30 32 34 36 36 36 Sumber: kemdikbud 2012 (Dalam seminar pembekalan calon Asesor PLPG

bersama Prof. Dr. Syawal Goeltom, M.Pd. di Unpas Bandung)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa perubahan bobot mata pelajaran agama tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada kurikulum tahun 1999, mata pelajaran agama di Sekolah Dasar hanya 2 jam pelajaran per minggu untuk kelas I sampai kelas VI. Kemudian sedikit mengalami perubahan pada kurikulum KBK yaitu pada kelas I dan II diplot secara tematik sedangkan untuk kelas III, IV, V dan VI menjadi 3 jam pelajaran per minggu. Pada kurikulum tahun 2006 atau KTSP kelas I, II dan III diplot secara tematik, sementara untuk kelas IV, V dan VI masih tetap sama yaitu 3 jam pelajaran per minggu. Pada kurikulum 2013 jumlah mata pelajaran agama meningkat menjadi 4 jam pelajaran per minggu untuk semua kelas. Hal ini harus disambut baik oleh semua pihak termasuk guru mata pelajaran Agama, karena dengan porsi mata pelajaran Agama yang lebih banyak diharapkan bisa memberikan kontribusi positif bagi perilaku anak didik di sekolah. Namun demikian, penulis sendiri berpendapat bahwa jumlah 4 jam pelajaran itu untuk sekolah umum dianggap masih sedikit apabila dibandingkan dengan urgensi mata pelajaran agama itu sendiri.

Agar lebih mudah memahami perbandingan jumlah jam pelajaran agama dengan mata pelajaran lainnya, penulis formulasikana pada grafik di bawah ini.

0 10 20 30 40 50 60

1994 2004 2006 2013

12 12 12

(9)

Grafik 1

Perbandingan Bobot Jam Pelajaran Agama dengan Mata Pelajaran Lainnya dalam empat kali perubahan kurikulum

Pada prinsipnya mata pelajaran agama mengalami peningkatan walaupun dianggap tidak siginifikan, namun demikian peningkatan itu apabila dibandingkan dengan bobot jam pelajaran mata pelajaran lainnya (misalnya bahasa Indonesia) tentu masih terlalu jauh perbandingannya. Salah satu perbandingan misalnya pada kurikulum 2013, mata pelajaran agama totalnya 24 jam pelajaran untuk semua kelas sedangkan untuk bahasa Indonesia 56 jam dan MTK dan PPKn 35 jam pelajaran. Hal ini pun tidak sebandingan dengan kebutuhan agama bagi peserta didik sebagaimana yang dijelaskan pada pendahuluan di atas.

Mata Pelajaran Agama Islam (PAI) perlu perhatian khusus dari berbagai pihak termasuk para pemangku kebijakan pemerintah. Tujuannya adalah untuk menunjukkan eksistensi urgensinya mata pelajaran agama bagi peserta didik. Untuk mempertegas peran PAI tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, PAI bukanlah mata pelajaran tambahan (suplement), akan tetapi sebagai mata pelajaran inti. Selama ini ada kesan bahwa PAI hanyalah mata pelajaran tambahan, apalagi ketika PAI tidak masuk dalam Ujian Nasional (UN). Akibatnya, peserta didik kurang termotivasi untuk mengikuti pembelaran PAI dengan baik. Padahal PAI merupakan mata pelajaran inti. Sebagai mata pelajaran inti, pihak sekolah diharapkan memberi perhatian lebih terhadap PAI. Perhatian itu dapat diwujudkan dengan merumuskan dan menetapkan bebarapa aturan (regulasi) yang mendukung penerapan PAI, sehingga sekolah tersebut bernuansa agamis, bukan saja dalam bentuk formal, akan tetapi terjadinya proses penanaman nilai-nilai keberagamaan dalam perilaku dan kepribadian peserta didik. Selain itu, sekolah juga diharapkan menjadikan pendidikan agama sebagai bagian dari visi misi sekolah sehingga berbagai kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari nilai-nilai agama.

(10)

Ketiga, PAI diharapkan mampu bekerja sama dengan seluruh komponen sekolah, baik dengan unsur pimpinan maupun dengan sesama guru bidang studi lain. Kerja sama ini penting dilakukan, khususnya dalam upaya penerapan sikap keberagamaan yang baik. Bentuk kerja sama itu dapat diwujudkan dengan kepedulian dan keikutsertaan guru lain untuk menerapkan ajaran agama di sekolah, seperti pelaksanaan shalat zhuhur berjamaah di sekolah, menegakkan disiplin, membudayakan senyum, sapa dan salam, membudayakan kebersihan, dan sebagainya. Artinya, setiap guru dan komponen sekolah harus berupaya menjadi teladan bagi peserta didik dalam hal pengamalan ajaran agama. Selain itu, kerja sama juga diperlukan dalam menerapkan regulasi/aturan-aturan yang telah dibuat sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Dengan demikian, mengamalkan ajaran agama sejatinya tidak hanya tugas dan tanggung jawab guru agama, akan tetapi tanggung jawab bersama guru-guru, pegawai serta komponen lainnya yang terlibat langsung di sekolah, khususnya yang beragama Islam dalam menerapkan ajaran Islam.

Keempat, PAI harus mampu mewarnai mata pelajaran lain. Kemampuan PAI dalam mewarnai mata pelajaran lain diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berbasiskan agama, tentu dilakukan oleh guru yang beragama Islam. Artinya setiap guru yang beragama Islam, meskipun mengasuh mata pelajaran selain PAI, seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan sebagainya diharapkan mampu mengajarkannya dengan pendekatan agama. Hal ini bisa dilakukan, mengingat seluruh mata pelajaran yang diajarkan di sekolah pada dasarnya termasuk dalam kategori pendidikan Islam. Bahkan al-Qur'an sebagai sumber ajaran Islam, mengandung isyarat-isyarat ilmiah serta beragam ilmu pengetahuan, termasuk berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini. Karenanya, guru mata pelajaran selain PAI tersebut diharapkan mampu menggali isyarat-isyarat al-Qur'an tersebut lalu mengintegrasikannya dalam pembelajaran materi yang dibimbingnya. Kemudian guru-guru yang beragama Islam itu pun pada dasarnya telah mengetahui konsep-konsep ajaran Islam, meskipun dalam bentuk ilmu dasar.

Kelima, partisipasi perguruan tinggi umum (PTU) dalam mempersiapkan guru berwawasan agama sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya. Selama ini, PAI di PTU hanya dalam bentuk Mata Kuliah Umum (MKU) dengan materi-materi dasar keislaman. Sebaiknya, di samping PAI sebagai MKU, materi PAI yang berkenaan dengan spesifikasi keilmuan masing-masing fakultas/jurusan juga patut diberikan. Khususnya fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, masing-masing jurusan diberikan pula mata kuliah PAI yang sesuai dengan materi jurusannya masing-masing. Dengan begitu, diharapkan mereka memiliki wawasan ilmu keislaman sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimilikinya sehingga kelak menjadi bekal baginya sebagai guru mata pelajaran di sekolah untuk menerapkan pembelajaran berbasis agama. Partisipasi PTU seperti ini sangat diharapkan untuk memenuhi upaya keempat di atas.

(11)

manusia secara komprehensif, holistik, dan universal, termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ketika ilmu dimiliki dan dikembangkan berlandaskan kepada ajaran agama Islam, niscaya ilmu itu akan mendatangkan manfaat dan terhindar dari mudharat. Akhirnya bangsa ini pun dapat tampil lebih terhormat dan bermartabat serta mampu tampil terdepan, paling tidak sejajar dengan negera-negara maju lainnya.

C. Daftar Pustaka

BSNP, (2008) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Depdiknas. Dadang Kahmad, (2002) Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Faisal Ismail, (1997) Paradigma Kebudayaan Islam:Studi Kritis dan Refleksi Historis, Jogyakarta: Titian Ilahi Press.

Kemdikbud, (2013) Impelementasi Kurikulum 2013, dalam pelatihan Asesor dan Calon Asesor PLPG Rayon 134 Unpas bersama Prof. Dr. H. Syawal Goeltoem, M.Pd.

Muhaimin, dkk, (2008) Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhammad Fuad `Abd Al Baqi, (1999) Al Mu`jam Al-Mufahras li Al-Fadz Al Qur`an Al Karim, Al Qahirah: Daar Al Hadits.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 14 Juni 1913 pemerintah kolonial Belanda membentuk badan kepurbakalaan yang dinamakan Oudheidkundige Dienst (biasa disingkat OD), sehingga penanganan atas

Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daearh yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil

Kita perlu menginstall beberapa library yang nantinya akan digunakan untuk disimpan dalam database MySQL sehingga kita bisa melihat, pencarian, dan profil peristiwa. Untuk

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa aplikasi CAT yang dikombinasikan dengan IRT model 4PL dapat mengukur kemampuan peserta tes lebih singkat atau cepat dan juga

(1) Selain Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, untuk memperkaya Kebudayaan Nasional Indonesia, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah memberikan

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent , yaitu variabel tingkat suku bunga, pendapatan, usia, pendidikan dan lokasi perumahan mempunyai pengaruh yang

Ia menjelaskan kepada kita semua bahwa umat manusia dalam hidup bukan untuk menyia- nyiakan tubuh kita melainkan untuk memuliakan tubuh yang juga tempat Allah bersemayam dalam

• Dalam analisis untuk menentukan momen pada rangka atau struktur menerus, panjang bentang harus diambil sebesar jarak pusat ke pusat komponen struktur