• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Kimia Tanah pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Kimia Tanah pada Areal Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser Chapter III V"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 sampai Juni

2017.Pengambilan contoh tanah dilakukan di areal resort di Sei Betung Taman

Nasional Gunung Leuser.Analisis sifat kimia contoh tanah di lakukan di

Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan Sumatera Utara.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel tanah dari areal

resot Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser, bahan pengujian tanah untuk

analisa tanah di laboratorium seperti akuades, K2Cr2O7, H2SO4, H3PO4, FeSO4,

NH4OAc, paraffin cair, NaOH, indikator conway, dan pereaksi nessler.

Alat yang digunakan dalam penelitian terbagi dua yaitu alat yang

digunakan untuk pengambilan contoh tanah seperti tali raffia, kantong plastik,

kertas label, meteran, parang, cangkul, gunting, alat tulis dan kamera. Alat yang

digunakan untuk analisa tanah di laboratorium yaitu ayakan 10 mesh, erlenmeyer,

shaker, gelas ukur, botol kocok, pH meter, tabung sentrifuse, tabung reaksi, kertas

(2)

C. Metode Penelitian

1. Lokasi Pengambilan Sampel Tanah

Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanah areal restorasi sei

betung Taman Nasional Gunung Leuser.Sebagai pembanding diambil contoh

tanah dari hutan primer dantanah lahan kelapa sawit Sei Betung Taman Nasional

Gunung Leuser.

2. Pengambilan Sampel Tanah

Pada setiap lokasi pengambilan sampel tanah dibuat 3 petak dengan

masing-masing ukuran 20 x 20 m, lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di

areal restorasi, areal hutan primer dan areal tanah kelapa sawit, Jarak antara petak

adalah 200-300 meter.Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal. Pada

setiap titik diambil ± 500 g tanah dengan kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm pada

tanah bekas areal restorasi Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser dan tanah

pembanding yaitu tanah dari hutan primer dan tanah bekas tanaman kelapa sawit

Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser. Contoh tanah yang diambil dari

setiap titik tersebut dicampurkan secara merata dan ditempatkan pada plastik yang

bersih kemudian tanah dikompositkan.Perlakuan selanjutnya adalah

mengering-udarakan tanah tersebut sebelum dilakukan analisa tanah di laboratorium.

3. Parameter

Parameter yang diamati untuk sifat kimia tanah yaitu pH tanah, C-organik,

KTK, N total, P tersedia, P Total, Kalium dapat ditukar (K-dd), Kalsium dapat

(3)

4. Prosedur penelitian

a. pH Tanah

Metode yang digunakan untuk mengukur pH tanah adalah metode pH

meter. Tanah sebanayak 10 gr dimasukkan ke dalam botol kocok, sebanyak 3

botol, kemudian ditambahkan aquades sebanyak 25 ml. Botol yang berisi tanah

dan aquades tersebut dikocok menggunakan shaker selama 10 menit, kemudian

diukur pH-nyamengggunakan pH meter (Balai Penelitian Tanah, 2005).

b. Bahan Organik

Metode yang digunakan untuk menetapkan bahan organik tanah adalah

metode Walkley&Black (Prijono, 2013). Timbang 0.5 gr tanah yang telah lolos

ayakan 0.5 mm dan masukkan labu erlenmeyer 500 ml. Pipet 10 ml K2Cr2O7 1N

ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 20 ml H2SO4 pekat ke dalam

labu erlenmeyer dan kemudian digoyangkan supaya tanah bereaksi

sempurna.Biarkan campuran tersebut selama 30 menit.Penambahan H2SO4

dilakukan di ruang asam. Sebuah blanko (tanpa tanah) dikerjakan dengan cara

yang sama. Kemudian campuran tadi diencerkan dengan H2O 200 ml dan

tambahkan 10 ml H3PO4 85%, tambahkan indikator difenilamina 30 tetes.Setelah

itu larutan dapat dititrasi dengan FeSO4, 7H2O 1N melalui buret.Titrasi dihentikan

ditandai perubahan dari warna gelap menjadi hijau terang, demikian juga dengan

blanko. Kemudian dihitung:

% C = 5 (1-T/S) x 0,78 (untuk tanah 0,5 gr)

(4)

c. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Metode yang digunakan untuk menetapkan KTK tanah adalah metode

perkolasi NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan KTK (Prijono, 2013) adalah

sebagai berikut:

1. Ditimbang 5 gr contoh tanah kering udara dan dimasukkan ke dalam tabung

sentrifuse 100 ml.

2. Ditambahkan 20 ml larutan NH4OAc. Diaduk dengan pengaduk gelas sampai

merata dan dibiarkan selama 24 jam.

3. Diaduk kembali lalu disentrifuse selama 10 menit sampai 15 menit dengan

kecepatan 2.500 rpm.

4. Ekstrak NH4OAc didekantasi, disaring lewat saringan dan hasil filtrasi

ditampung di dalam labu ukur 100 ml.

5. Penambahan NH4OAc diulangi sampai 4 kali.Setiap kali penambahan diaduk

merata, disentrifuse dan ekstraknya didekantasi ke dalam labu ukur 100 ml.

6. Ditambahkan 20 ml alkohol 80% ke dalam larutan dan kemudian diaduk dan

disentrifuse kembali.

7. Ditambahkan pereaksi nessler dan 5-6 tetes indikator Conwai.

8. Dibuat blanko dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna hijau.

9. Dihitung:

KTK (me/gr) = ml blanko −contoh tanah x N NaOH X 100

(5)

d. Nitrogen Total

Metode yang digunakan untuk menetapkan N Total tanah adalah metode

Kjehdal. Prosedur penetapan N-Total (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah

sebagai berikut:

a) Tahapan destruksi

1. Ditimbang 2 gr tanah, tempatkan di tabung digester .

2. Ditambahkan 2 gr katalis campuran dan tambahkan H2O 10 ml; kemudian

tambahkan lagi 10 ml campuran H2SO4 – asam salisilat. Biarkan semalaman.

3. Destruksi pada alat digester dengan suhu rendah dan dinaikkan secara

bertahap hingga larutan jernih (temperatur < 200oC). Setelah larutan jernih

suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit.

4. Didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O.

b) Tahapan destilasi

1. Ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi.

2. Pipet 25 ml H3BO3 4%, tempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan tambahkan 3

tetes indikator campuran; dan tempatkan sebagai penampung hasil destilasi.

3. Ditambahkan NaOH 40% ± 25 ml ke tabung destilasi dan langsung didestilasi.

4. Ditampung hasil destilasi di erlenmeyer yang berisi H3BO3. Destilasi

dihentikan bila larutan di erlenmeyer berwarna hijau dan volumenya ±75 ml

5. Dititrasi hasil destilasi dengan HCl 0,02 N. Titik akhir titrasi ditandai oleh

perubahan warna dari hijau menjadi merah.

6. Perhitungan;

N (%) = ml HCL x N HCL x 14 x 100

(6)

e. Fosfat Tersedia (P Tersedia)

Metode yang digunakan untuk menetapkan P tersedia adalah metode

Bray-I. Prosedur penetapan P tersedia (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah sebagai

berikut:

1. Ditimbang 2 gr contoh tanah dan tempatkan pada gelas erlenmeyer 250 cc.

2. Ditambahkan larutan Bray I sebanyak 20 ml dan digoncang dengan

menggunakan shaker selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring.

3. Pipet filtrate sebanyak 5 ml dan masukkan dalam tabung reaksi.

4. Ditambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml. Biarkan selama 5 menit.

5. Diukur transmitan pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm.

6. Pada saat yang bersamaan pipet filtrat juga masing-masing 5 ml larutan standar

P 0– 0,5 – 1,0 – 2,0 – 3,0 – 4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi, kemudian

tambahkan 10 ml pereaksi fosfat B.

7. Diukur juga transmitan standar spektrofotometer dengan panjang gelombang

yangsama yaitu 600 nm.

8. Dihitung:

P tersedia (ppm)= ppm pelarut x 20

2 x faktor pengencer (bila ada)

f. Fosfat Total (P Total)

Metode yang digunakan untuk menetapkan P total adalah metode

spektrofotometer. Prosedur penetapan P total (Balai Penelitian Tanah, 2005)

adalah sebagai berikut:

1. Ditimbang 5 gr tanah halus (lolos ayakan 2,0 mm) kering udara.

2. Ditambahkan 25 ml HCl 25 % dan dikocok selama 6 jam dengan pengocok

(7)

3. Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dan biarkan 24 jam bila larutan

keruh.

4. Pipet 1 ml ektraksi tanah, tambahkan 19 ml HCl 25% dengan pipet atau

buret, kemudian kocok dengan baik.

5. Pipet 5 ml ekstraksi tanah dari pengenceran tersebut, dimasukkan ke dalam

tabung reaksi 50 ml, tambahkan 25 ml akuades dan 8 ml pereaksi B.

6. Ditambahkan akuades sampai tanda batas. Dikocok sampai bercampur dengan

baik.

7. Didiamkan selama 30 menit, kemudian dibaca pada spektrometer dengan

panjang gelombang 720 nm.

g. K-dd

Metode yang digunakan untuk menetapkan kalium (K) adalah metode

NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan kalium (Balai Penelitian Tanah, 2005)

adalah sebagai berikut:

1. Dibaca pada flame fotometer filtrat contoh yang diperoleh dari penjenuhan

tanah dengan NH4OAc 1 N (pada penetapan KTK).

2. Dibaca larutan deret standard K pada flame fotometer.

3. Dibuat kurva standard hubungan antara pembacaan dengan konsentrasi

larutan standard. Hitung konsentrasi K contoh dari kurva standard.

Kadar K tanah=A (100+ka )

(8)

h. Calsium (Ca)

Metode yang digunakan untuk menetapkan kalsium (Ca) adalah metode

NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan Ca (Balai Penelitian Tanah, 2005) adalah

sebagai berikut:

1. Pipet 10 ml ekstrak tanah (filtrat hasil penjenuhan tanah dengan NH4OAc N pH

7,0) dan dituangkan ke dalam cawan porselin atau gelas beker 100 ml).

2. Diuapkan hingga kering di atas hot plate pada suhu ±150oC atau dengan

penangas air.

3. Ditambahkan ± 5 ml aqua-regia (campuran 3 HCl pekat : 1 HNO3 pekat),

diuapkan serta keringkan di atas hot plate atau dengan penangas air.

4. Gangguan oleh bahan organik dan NH4OAc dapat juga dihilangkan dengan

menempatkan filtrat yang telah diuapkan dan dikeringkan di atas hot plate ke

dalam tanur listrik 500oC selama 15 menit dan bilamana endapan masih keruh,

tambahkan beberapa ml aqua-regia, uapkan dan keringkan di atas hot plate.

5. Dilarutkan endapan dengan 2 ml HCl 6 N dan tuangkan ke dalam labu ukur 25

ml, tambahkan akuades hingga garis batas.

6. Pipet 5 ml filtrat bebas bahan organik dan NH4OAc ke dalam labu

erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan air hingga volume akhir ± 25 ml.

7. Ditambahkan 10 tetes Calcon 0,4%, 10 tetes KCN 1%, 10 tetes trethanolamin,

dan 2,5 ml NaOH 2,5 N.

8. Dititrasi dengan larutan standar EDTA ± 0,01 N hingga terjadi perubahan

warna dari violet menjadi biru.

9. Dihitung Ca2+ dengan rumus:

Ca

²

+

(

��

100 �� tanah kering oven ) = (ml EDTA) 15000

100+�.�

(9)

i. Mg-dd

Metode yang digunakan untuk menetapkan magnesium (Mg) adalah

metode NH4OAc 1 N pH 7. Prosedur penetapan Mg (Balai Penelitian Tanah,

2005) adalah sebagai berikut:

1. Diekstrak tanah dengan menggunakan NH4OAc pH 7,0.

2. Di ambil 10 ml ekstrak tanah dengan pipet (filtrat hasil penjenuhan tanah

dengan NH4OAc pH 7) dan dituangkan ke dalam cawan porselin atau beaker

glass 100 ml.

3. Diuapkan hingga kering di atas hot plate pada suhu ± 150oC atau dengan

penangas air.

4. Ditambahkan ± 5 ml aqua-regia (campuran 3 bagian HCl pekat dan 1 bagian

HNO3 pekat), diuapkan serta dikeringkan di atas penangas air atau hot plate.

5. Dihilangkan gangguan oleh bahan organik dan NH4OAc pH 7,0 dengan jalan

menempatkan filtrat yang telah diuapkan dan dikeringkan di atas hot plate ke

dalam tanur listrik 500oC selama 15 menit dan bilamana endapan masih keruh,

ditambahkan beberapa ml aqua-regia, uapkan, dan keringkan di atas hot plate.

6. Dilarutkan endapan dengan 2 ml HCl 6 N dan tuangkan ke dalam labu ukur 25

ml, tambahkan aquades hingga garis batas.

7. Dimasukkan 5 ml filtrat bebas bahan organik dan NH4OAc ke dalam

erlenmeyer 125 ml. Ditambahkan air suling hingga volume akhir adalah ±25

ml.

8. Ditambahkan 5 ml larutan penyangga NH4Cl – NH4OH.

9. Ditambahkan 20 tetes larutan KCN 1%.

(10)

11. Dititrasi dengan EDTA. Perhatikan perubahan warna dari violet menjadi biru

atau hijau.

12. Hitung Mg²+ dengan rumus:

Mg2+ (me/100gr BKO) = (ml EDTA Ca) x N EDTA x 1500 (100+�.�)

(11)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah

1. pH Tanah

Nilai pH Tanah merupakan negatif logaritma dari konsentrasi ion

hidrogen. Nilai pH Tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau

alkali, tetapi juga memberikan informasi tetang sifat-sifat tanah yang lain,

ketersedian fosfor, status kation-kation basa , status kation atau unsur racun dan

sebagainya. Hasil pengukuran pH Tanah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis pH Tanah

Contoh Tanah pH Kriteria*

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa contoh tanah restorasi (0-5

cm) memiliki kriteria pH yang masam dan pada contoh tanah restorasi (5-20 cm)

dan tanah hutan primer pada kedalaman 0-5 dan 5-20 cm memiliki kriteria pH

yang sangat masam. Hal ini disebabkan tanah hutan memiliki tipe vegetasi yang

berbeda antara lain pada tanah restorasi terdapat jenis vegetasi Macaranga indica

sedangkan pada tanah hutan primer terdapat jenis vegetasi Agathis

dammarasehingga jenis vegetasi yang berbeda akan memperoleh serasah yang

berbeda pula dan sangat mempengaruhi proses dekomposisi yang terus

berlangsung sehingga tanah menjadi masam. Sebagai hasilnya, tipe vegetasi yang

(12)

perbedaan dari serasah yang ada di bawah tegakkan vegetasi tersebut. Hal tersebut

sesuai dengan penelitian Soepardi (1983), yang menyatakan bahwa proses

dekomposisi bahan organik yang terus berlangsung akan menghasilkan

asam-asam organik maupun asam-asam anorganik, sehingga menimbulkan suasana asam-asam, dan

didukung oleh pernyataan Rini et al. (2009) nilai pH tanah yang masih tergolong

sangat asam diduga karena adanya proses dekomposisi yang sedang berlanjut

pada lahan restorasi, menyatakan bahwa proses dekomposisi yang sedang terjadi

pada lahan restorasi menghasilkan asam-asam organik yang bersifat asam.Hasil

penelitian Suwondoet al. (2012), yang menyatakan bahwa hutan transisi yang di

konversi menjadi perkebunan kelapa sawit hingga lebih dari 10 tahun mengalami

peningkatan pH tanah namun masih tergolong asam.

Menurut hasil pengamatan jenis tanah dan ciri tanah yang terdapat pada

areal restorasi dan hutan primer, tanah tersebut tergolong dalam jenis tanah

Podsolik Merah Kuning (PMK) dimana tanah Podsolik Merah Kuning memiliki

pH rendah, mudah mengalami pencucian oleh air hujan bahkan memang sering

dimanfaatkan untuk perkebunan. Pernyataan ini didukung oleh Indrihastuti (2004)

yang menyatakan bahwa Tanah PMK adalah tanah yang mempunyai

perkembangan profil, konsistensi teguh, bereaksi masam, dengan tingkat

kejenuhan basa rendah. Podsolik merupakan segolongan tanah yang mengalami

perkembangn profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga

kuning dengan kedalaman satu hingga dua meter, dan didukung oleh pernyataan

Harjosoet al. (2002) Tanah PMK mempunyai sifat peka terhadap erosi, pH tanah

yangrendah, kandungan Al yang tinggi,kandungan bahan organik yang rendah,

(13)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 1 pada tanah bekas kelapa

sawit diperoleh nilai ph tanah 7,3 pada tanah kedalaman (0-5 cm) dan pada tanah

kedalaman (5-20 cm) diperoleh nilai ph tanah 7,2 dimana tanah bekas kelapa

sawit memiliki nilai kriteria pH netral, hal ini disebabkan karena adanya proses

pemupukan yang dilakukan oleh masyakat setempat. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sugiyono et al. (2005), pemupukan pada tanaman kelapa sawit dapat

memperbaiki lahan petani dalam meningkatkan tandan buah kelapa sawit, apalagi

bila di barengi dengan pupuk anorganik. Pernyataan ini didukung oleh Pahan

(2007), bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan hara

bagi tanaman. Pemberian bahan organik sebagai pupuk memberikan pengaruh

yang sangat kompleks bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit, karena

kemampuannya memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah.

2. C-Organik dan KTK

Bahan Organik tanah adalah semua bahan organik di dalam tanah baik

yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah)

hanya menyumbang kurang dari 5% dari total bahan organik. Jumlah dan sifat

bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan

membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah. Bahan organik

menentukan komposisi dan mobilitas kation yang terjerap, warna tanah,

keseimbangan panas, konsistensi, kerapatan partikel, kerapatan isi, sumber hara,

pemantap agregat, karakteristik air, dan aktifitas organisme tanah (Mukhlis,

(14)

Tabel 2. Hasil Analisis C-Organik dan KTK

Contoh Tanah C-organik

%

Kriteria* KTK Kriteria*

Tanah Restorasi (0-5 cm) 4,22 Tinggi 12,41 Rendah

Tanah Restorasi (5-20 cm) 2,15 Sedang 14,30 Rendah

Tanah Hutan Primer (0-5 cm) 4,85 Tinggi 16,25 Rendah Tanah Hutan Primer (5-20cm) 2,84 Sedang 15,19 Rendah

Tanah Sawit (0-5 cm) 1,20 Rendah 17,33 Sedang

Tanah Sawit (5-20cm) 0,99 Sangat rendah 18,27 Sedang *sumber : Hardjowigeno. 2007

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa tanah

yang memiliki C-Organik yang paling rendah adalah pada tanah sawit (5-20 cm)

yaitu 0,99% (sangat rendah) dan C-Organik yang paling tinggi adalah pada tanah

primer (0-5 cm) dan pada tanah restorasi (0-5 cm) yaitu 4,85% dan 4,22%

(tinggi), sedangkan nilai C-Organik pada tanah primer dan restorasi (5-20 cm)

yaitu 2,84% dan 2,15% (sedang). Hal ini disebabkan oleh kandungan C-organik

yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang

tersedia dalam tanah Njurumana et al. (2008) karena pada tegakan kelapa sawit

tidak memiliki banyaknya serasah seperti pada vegetasi tanah restorasi dan tanah

hutan primer. Faktor yang mempengaruhi rendahnya C-organik dalam tanah yaitu

disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi yang berbeda pada tegakan

yang tumbuh pada lahan tersebut. Dikemukakan oleh Munawar (2013) bahwa

bahan organik tanah adalah seluruh karbon di dalam tanah yang berasal dari sisa

tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati. Kebanyakan sumber bahan

organik tanah adalah jaringan tanaman/tumbuhan. Berbeda sumber dan jumlah

bahan organik tersebut akan berbeda pula pengaruhnya terhadap bahan organik

(15)

Penyebaran nilai C-organik pada ke tiga lahan tergolong beragam yaitu

sangat rendah, rendah sampai sedang dan tinggi kisaran 0,99 % sampai 4,85%.

Keadaan ini disebabkan karena tanah pada lokasi penelitian khususnya di areal

restorasi dan areal hutan primer terdapat berbagai jenis vegetasi pepohonan yang

ditanaman sehingga menyebabkan proses dekomposisi seperti yang kita ketahui

bahwasanya semakin banyak bahan organik yang terdapat di dalam tanah maka

dapat meningkatkan KTK tanah. Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian

atas merupakan tempat akumulasi bahan-bahan organik. Jatuhnya dedaunan,

ranting dan batang dari vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama.

Menurut Wasis (2012), pembukaan lahan dengan perambahan hutan juga

berdampak menurunkan jumlah kandungan bahan organik tanah terutama

C-Organik, N Total dan P. Bahan organik tanah, juga dapat membantu

meningkatkan kesuburan tanah, karena bahan organik dapat menjadi sumber

unsur hara termasuk N, P, K dan semua unsur mikro esensial yang diperlukan

tanaman Sutarta et al.(2006).

Kandungan C-organik tanah selain dapat menentukan besarnya nilai KTK

tanah juga sangat menentukan penambahan unsur hara yang dikandungnya seperti

N, P, K, Ca, Mg, S serta unsur mikro. Pemberian bahan organik tidak hanya

menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga dapat menciptakan kondisi yang

sesuai untuk tanaman dan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar,

memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH tanah, KTK, dan serapan

(16)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa KTK tanah tergolong rendah hingga

sedang. Nilai KTK tanah sangat beragam serta tergantung pada sifat dan ciri tanah

tersebut. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau

jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan

(Hardjowigeno 2007).Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitian Barek

(2013), bahwa nilai KTK pada tipe penggunaan lahan hutan primer pada

kedalaman ≤ 10 cm, lebih tinggi dibanding dengan kedalaman 10-20 cm.

Kemudian hal ini disebabkan gugus fungsional yang telah mengalami ionisasi

dimana akan menghasilkan sejumlah muatan negatif pada permukaan koloid tanah

dan juga adanya dekomposisi bahan organik yang dapat menghasilkan humus

yang kemudian KTK meningkat. Tingginya nilai KTK tanah tersebut dapat

disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik tanah sebagian akibat dari

kegiatan fisik di badan tanah.

Jumlah kapasitas pertukaran kation tergantung pada adanya muatan negatif

pada partikel tanah dan sangat berkorelasi dengan jumlah luas permukaan partikel,

terutama pada lempung koloid dan bahan organik. Kenyataan menunjukkan

bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnya pun

berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu

sendiri Hakim et al (1986).

3. Nitrogen (N) Total

Nitrogen (N) merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan. Di dalam tanaman, nitrogen

(17)

enzim essensial untuk kehidupan tanaman Munawar (2013). Penetapan N total

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis nilai Nitrogen (N) Total

Contoh Tanah N total % Kriteria*

Tanah Restorasi (0-5 cm) 0,34 Sedang

Tanah Restorasi (5-20 cm) 0,23 Sedang

Tanah Hutan Primer (0-5 cm) 0,48 Sedang

Tanah Hutan Primer (5-20cm) 0,32 Sedang

Tanah Sawit (0-5 cm) 0,13 Rendah

Tanah Sawit (5-20cm) 0,09 Sangat rendah

*sumber : Hardjowigeno. 2007

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa tanah

restorasi dan hutan primer dengan kedalaman yang sama 0-5 cm dan 5-20 cm

memiliki kriteria sedang, beda halnya dengan tanah di areal sawit yang memiliki

kriteria rendah di kedalaman 0-5 cm bahkan sangat rendah di kedalaman 5-20 cm,

Hal ini disebabkan bahwasanya tanah di areal sawit mengakibatkan

mikroorganisme perombak bahan organik tanah dan penambat N belum dapat

bekerja secara optimal dan Bahrami et al.(2010), menerangkan bahwa degradasi

bahan organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh terhadap

ketersediaan N-total dalam tanah dan pelepah sawit sangat sukar untuk mengalami

dekomposisi, sedangkan pada areal restorasi dan hutan primer terdapat proses

dekomposisi dari banyaknya serasah yang berguguranmengalami proses

dekomposisi yang terjadi sangat cepat dan terus menerus.

Foth(1994) mengatakan bahwa Tanaman kelapa sawit lebih sering

mengalami kekurangan nitrogen (N) Hal ini disebabkan karena 97-99% dari N di

tanah berada sebagai kompleks organik dan lambat tersedia bagi tanaman melalui

dekomposisi mikroorganisme.Selain itu, curah hujan juga mempengaruhi

(18)

tercuci dan menguap sehingga sedikit ditemukan dalam tanah. Hal ini sesuai

dengan Killham (1994) yang menyatakan bahwa nitrat merupakan hasil proses

mineralisasi mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke atmosfer dalam

bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas).

4. Fosfor (P) total dan P-tersedia

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara

makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen

dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (Key of life).

Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion

ortofosfat sekunder (H PO4=). Penetapan Fosfor (P) total dan P-tersedia disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis P-total dan P-tersedia

Contoh Tanah P total

ppm

Kriteria* P tersedia ppm

Kriteria* Tanah Restorasi (0-5 cm) 270,56 Sangat tinggi 1,89 Sangat rendah Tanah Restorasi (5-20 cm) 185,92 Sangat tinggi 1,07 Sangat rendah Tanah Hutan Primer (0-5 cm) 274,35 Sangat tinggi 1,48 Sangat rendah Tanah Hutan Primer (5-20cm) 206,49 Sangat tinggi 0,81 Sangat rendah Tanah Sawit (0-5 cm) 975,45 Sangat tinggi 82,28 Sangat tinggi Tanah Sawit (5-20cm) 877,53 Sangat tinggi 83,66 Sangat tinggi *sumber : Hardjowigeno. 2007

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa

keenam contoh tanah memiliki kriteria P Total yang sama yaitu sangat tinggi. Hal

ini disebabkan tanah restorasi dan tanah hutan primer yang menjadi sumber P

telah mengalami dekomposisi. Sesuai yang dikatakan Hardjowigeno (2007)Unsur

Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan

mineral-mineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang

(19)

menyatakan bahwa umumnya P yang diserap tanaman dalam bentuk ion

anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik kering tanaman. Fosfor

ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman.

Kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif

adalah 0,3%-0,5% dari berat kering tanaman. Beda hal nya ditanah sawit yang

mengalami nilai Fosfor yang sangat tinggi ditanah dengan kedalaman 0-5 cm

yaitu 975,45 ppm dan di kedalaman 5-20 cm yaitu 877,53 ppm. Hal ini

disebabkan sesuai dengan pH tanah yang dimiliki oleh tanah sawit yang memiliki

pH tanah berkisar 6-7, sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) Ketersediaan

unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6,00–7,00. Sebagai tambahan pada pH

tanah dan faktor-faktor yang ada hubungannya, bahan organik dan

mikroorganisme mempengaruhi tersedianya fosfor anorganik yang tampak nyata

sekali (Buckman dan Brady, 1982).

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa tanah

yang memiliki P-tersedia yang paling rendah adalah pada tanah restorasi (0-5 cm)

dan (5-20 cm) yaitu 1,89 ppm dan 1,07 ppm (sangat rendah) sama halnya dengan

tanah hutan primer (0-5 cm) dan (5-20 cm) yaitu 1,48 ppm dan 0,81 ppm (sangat

rendah). P-tersedia yang paling tinggi adalah tanah sawit (0-5 cm) dan (5-20 cm)

yaitu 82,28 ppm dan 83,66 ppm (sangat tinggi). Adrinal (2012) mengemukakan

bahwa Semakin baiknya kondisi hara tanah tanah terutama P-tersedia ini diduga

karena meningkatnya pH tanahnya, rendahnya ketersediaan P dalam tanah juga

kemungkinan disebabkan kurangnya bahan-bahan organik hasil dekomposisi yang

menyebabkan kurangnya terhadap ketersediaan humus yang menyuplai terhadap

(20)

Faktor lain yang dapat menghambat ketersediaan P adalah kegiatan

organisme yang kurang maksimal, pH tanah yang relatif asam dan alkalis, serta

jumlah dan dekomposisi bahan organik yang sedikit. Al dan Fe oksida dapat

mengikat P sehingga ketersedian P rendah, begitu juga dengan KTK dan bahan

organik, dan hal ini yang menyebabkan tanah menjadi miskin hara

Herviyanti(2012). Hal ini sesuai dengan Buckman dan Brady (1982) yang

menyatakan bahwa unsur fosfor (P) diserap dalam bentuk H2PO4- , HPO4

2-ditentukan oleh pH tanah. Ketersediaan P akan menurun bila pH tanah lebih

rendah dari 5,5 atau lebih tinggi dari 7. Penurunan nilai P-tersedia juga terjadi

akibat pencucian hara, terangkutnya hara oleh tanaman, subsiden atau pemadatan

dan rendahnya nilai pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar et al.(2001)

dalam Oksana (2012) yang menerangkan bahwa perubahan tingkat kesuburan

tanah pada lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit disebabkan

oleh terangkutnya unsur hara oleh tanaman saat produksi (panen).Selain proses

pencucian rendahnya pH juga menyebabkan rendahnya kandungan P-tersedia

tanah (Pandjaitan & Soedodo, 1999).

5. Kalium (K), Calsium (Ca), dan Magnesium (Mg)

Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium

mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium tergolong

unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman,

maupun dalam xylem dan floem.Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan

dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Menurut Marchner (1986), kalium

berperanan terhadap lebih dari 50 enzim baik secara langsung maupun tidak

(21)

relatife banyak dan diserap dalam bentuk ion Ca++. Kalsium terutama terdapat

dalam daun dan sering dapat mengendap berupa Kristal kalsium oksalat.

Magnesium (Mg) merupakan unsur penting dalam tanaman sebagai penyusun

klorofil. Penetapan nilai K, Ca, dan Mg disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis nilai Kalium (K), Calsium (Ca) dan Magnesium (Mg)

Contoh tanah K m.e/100g Kriteria* Ca

Tanah Hutan Primer (5-20cm) 0,30 Sedang 0,28 Sangat

rendah 0,29

Sangat rendah

Tanah Sawit (0-5 cm) 3,01 Sangat tinggi 4,99 Sedang 2,93 Tinggi

Tanah Sawit (5-20cm) 2,93 Sangat tinggi 3,40 Rendah 2,08 Tinggi *sumber : Hardjowigeno. 2007

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tanah

restorasi dan hutan primer di kedalaman (0-5 cm) memiliki kriteria (tinggi),

namun di tanah restorasi dan hutan primer di kedalaman (5-20 cm) memiliki

kriteria (sedang). Hal ini disebabkan karena unsur Kalium (K) berasal dari mineral

primer dan mineral sekunder. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2005) kadar

unsur K dalam larutan tanah merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari

hasil pelarutan mineral-mineral K. Tertukarnya K dari permukaan koloid-koloid

tanah dan K hasil mineralisasi bahan organik/pupuk dengan kehilangan akibat

adanya serapan tanaman (immobilisasi), K-terfiksasi akibat terjerap oleh ruang

dalam koloid-koloid dan pelindian.

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa tanah

yang memiliki kriteria yang paling tinggi terdapat pada tanah sawit (0-5 cm) dan

(5-20) cm dimana tanah sawit memiliki kriteria (sangat tinggi). Hal ini disebabkan

unsur hara K tinggi, karena memang unsur hara ini pada kerak bumi atau pada

(22)

tanah, kadar hara K makin rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yamani

(2012) Mengatakan bahwa pada analisis Kalium yang dilakukan diareal

perkebunan sawit lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan lahan

restorasi, hal ini disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K menurun

secara drastis, sesaat setelah lahan hutan ditebang.

Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa

kandungan kalsium pada tanah restorasi tergolong rendah sampai sangat rendah

(0-5 cm dan 5-20 cm) pada tanah hutan primer tergolong sangat rendah (0-5 cm

dan 5-20 cm). Tanah restorasi dan hutan primer hanya mengandung sedikit

kalsium dan magnesium. Hal ini sesuai dengan (Leiwakabessy dan Wahyudi,

2003) yang mengatakan Calsium diserap tanaman dalam bentuk Ca2+. Ca2+ dalam

larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh

kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder

dan tercuci. Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah dari

pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca dan Mg tanah

adalah curah hujan yang tinggi yang sangat berpengaruh pada drainase tanah dan

pelindian sehingga Ca dan Mg mudah mengalami pencucian. Faktor lain yang

mempengaruhi ketersedian Ca dan Mg dalam tanah adalah cadangan Ca dan Mg

di dalam tanah, KTK tanah, persentase kejenuhan basa, dan pH tanah, sedangkan

pada tanah sawit kriteria Mg tergolong (tinggi), hal ini disebabkan karena

tanaman sawit mengandung minyak. Sesuai dengan Agustina (2004) yang

mengatakan bahwa magnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam

(23)

magnesium juga berfungsi sebagai sistem enzim dan pembentukan minyak

(Hardjowigeno, 2007). Hakim et al. (1986) meyatakan bahwa sumber utama

magnesium tanah adalah hancuran mineral-mineral primer yang mengandung

magnesium. Kadar magnesium tanah berkisar antara 1,93%–2,10% dari total berat

tanah.

6. Tingkat Kesuburan Tanah seluruh parameter pH, C-organik, KTK, N-total, P

total, P-tersedia, K, Ca, dan Mg.

Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu

pr

Produk tanaman berupa buah, biji, daun, umbi, getah, akar, batang, dan naungan.

Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor

pembentuk tanah yang ada di lokasi tersebut, yaitu Bahan induk, iklim, relief,

organism, dan waktu. Penetapan Ph pH, C-organik, KTK, N-total, P total,

P-tersedia, K, Ca, dan Mg disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6. Hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah.

Contoh

Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil

parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan hutan primer berupa pH

tanah memiliki kriteria masam hingga sangat masam hal ini disebabkan karena

(24)

dihasilkan masam, dan berdasarkan ciri dari tanah restorasi dan hutan primer yang

disebut sebagai Tanah Podsolik Merah Kuning pada dasarnya tanah PMK

memiliki pH tanah yang rendah. Pada analisis KTK diperoleh kriteria keseluruhan

tergolong rendah, tinggi rendahnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri

tanah itu sendiri. Namun, pada parameter P-total diperoleh kriteria keseluruhan

tergolong sangat tinggi sedangkan pada P-tersedia tergolong sangat rendah hal ini

dikarenakan tanah restorasi dan tanah hutan primer yang menjadi sumber P telah

mengalami dekomposisi dan bahwa umumnya P yang diserap tanaman dalam

bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik kering

tanaman. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman.

Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil

parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan hutan primer berupa kation

basa dimana Calsium dan Magnesium tergolong kriteria rendah bahkan sangat

rendah faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca dan Mg tanah adalah curah

hujan yang tinggi yang sangat berpengaruh pada drainase tanah dan pelindian

sehingga Ca dan Mg mudah mengalami pencucian. Faktor lain yang

mempengaruhi ketersedian Ca dan Mg dalam tanah adalah cadangan Ca dan Mg

di dalam tanah, KTK tanah, persentase kejenuhan basa, dan pH tanah.

Berdasarkan ciri tanah yg tergolong Tanah Podsolik Merah Kuning bahwasanya

PMK memiliki karakteristik kation basa yang rendah.

Berdasarkan hasil analisis Tabel Tingkat Kesuburan Tanah diperoleh hasil

parameter sifat kimia tanah antara tanah restorasi dan tanah sawit dilihat dari pH

tanah pada tanah sawit terogolong netral sedangkan tanah primer tergolong rendah

(25)

pemupukan yang dilakukan warga setempat. Pupuk mempengaruhi tanah tersebut

menjadi netral, pemupukan pada tanaman kelapa sawit dapat memperbaiki lahan

petani dalam meningkatkan tandan buah kelapa sawit. Dilihat dari parameter

C-organik pada tanah tanah restorasi dengan kedalaman 0-5 memiliki kriteria tinggi

dan kedalaman 0-20 memiliki kriteria sedang hal ini disebabkan karena tanah

pada lokasi areal restorasi terdapat berbagai jenis vegetasi pepohonan yang

ditanaman sehingga menyebabkan proses dekomposisi dan dengan banyaknya

serasah pada permukaan tanah mempengaruhi tinggi rendahnya C-organik. Beda

hal nya di tanah sawit yang tergolong rendah bahkan sampai sangat rendah hal ini

disebabkan karena pada tanah oleh kandungan C-organik yang rendah merupakan

indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah karena

pada tegakan kelapa sawit tidak memiliki banyaknya serasah seperti pada vegetasi

tanah restorasi dan tanah hutan primer. Faktor yang mempengaruhi rendahnya

C-organik dalam tanah yaitu disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi

yang berbeda pada tegakan yang tumbuh pada lahan tersebut.

Dilihat dari parameter sifat kimia tanah KTK pada tanah restorasi

tergolong rendah sedangkan pada tanah sawit tergolong sedang hal ini disebabkan

karena besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau

jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan,

kemudian N-total pada tanah restorasi tergolong sedang sedangkan pada tanah

sawit tergolong rendah bahkan sangat rendah hal ini disebabkan bahwa degradasi

bahan organik yang terjadi pada perkebunan sangat berpengaruh terhadap

ketersediaan N-total dalam tanah dan pelepah sawit sangat sukar untuk mengalami

(26)

dekomposisi dari banyaknya serasah yang berguguranmengalami proses

dekomposisi yang terjadi sangat cepat dan terus menerus.

Dilihat dari parameter P-total pada tanah restorasi dan tanah sawit

keseleruhan tergolong kriteria sangat tinggi hal ini disebabkan karena Unsur

Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan

mineral-mineral di dalam tanah. Beda hal nya parameter P-tersedia pada tanah restorasi

tergolong sangat rendah sedangkan pada tanah sawit tergolong sangat tinggi hal

ini disebabkan bahwa semakin baiknya kondisi hara tanah tanah terutama

P-tersedia ini diduga karena meningkatnya pH tanahnya, rendahnya keP-tersediaan P

dalam tanah juga kemungkinan disebabkan kurangnya bahan-bahan organik hasil

dekomposisi yang menyebabkan kurangnya terhadap ketersediaan humus yang

menyuplai terhadap ketersediaan P.

Dilihat dari parameter Kalium pada tanah restorasi tergolong kriteria

sedang sampai tinggi dan pada tanah sawit tergolong kriteria sangat tinngi hal ini

disebabkan oleh alih guna lahan menyebabkan nilai K menurun secara drastis,

sesaat setelah lahan hutan ditebang. Dilihat dari parameter Calsium dan

Magnesium pada tanah restorasi tergolong kriteria rendah bahkan sangat rendah

sedangkan pada tanah sawit tergolong rendah sampai sedang tidak jauh berbeda

dari kriteria tanah restorasi hal ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi

ketersediaan Ca dan Mg tanah adalah curah hujan yang tinggi yang sangat

berpengaruh pada drainase tanah dan pelindian sehingga Ca dan Mg mudah

mengalami pencucian serta pH tanah juga mempengaruhi rendahnya kalsium,

sedangkan parameter Magnesium pada tanah sawit tergolong kriteria tinggi hal ini

(27)

merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji berkadar minyak

tinggi yang mengandung lesitin. Selain itu magnesium juga berfungsi sebagai

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sifat kimia tanah di areal restorasi Taman Nasional Gunung Leuser

memiliki sifat kimia tanah relatif sama dengan tanah hutan primer.

Saran

Perlu adanya masukan ataupun usulan terhadap pemerintah setempat untuk

melestarikan Hutan restorasi, untuk mempertahankan kelestarian sifat-sifat tanah

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis pH Tanah
Tabel 2. Hasil Analisis C-Organik dan KTK
Tabel 3. Hasil Analisis nilai Nitrogen (N) Total
Tabel 4. Hasil Analisis P-total dan P-tersedia
+3

Referensi

Dokumen terkait

maka dapat dinyatakan bahwa Ho di tolak dan Ha diterima sehingga penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara motivasi belajar dan kedisiplinan belajar

Diulangi perlakuan sebanyak 5 kali dengan dengan rasio diameter puli yang berbeda.. Pengukuran diameter:

Keperawatan, dan lebih dari separuh perawat pada level junior nurse atau PK 1,(2) implementasi asesmen kompetensi di ruang rawat inap RSUD Cengkareng mempunyai

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tiap siklusnya terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan ( planning ), pelaksanaan ( acting ), pengamatan

siswa mampu mengikuti pelajaran dengan baik dan mencapai nilai

7) Peserta didik menuliskan simpulan tentang para tokoh ilmuwan muslim ahli kimia pada masa Bani Umayyah 8) Peserta didik menyimpulkan ibrah dari

[r]

[r]