• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF | Achir | Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika SOLUSI 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF | Achir | Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika SOLUSI 1 PB"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.I No.5 September 2017 37 ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DITINJAU DARI

GAYA KOGNITIF

Yaumil Sitta Achir1), Budi Usodo2), Rubono Setiawan3)

1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta 2),3) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta

1)yaumilsitta@gmail.com2)budi_usodo@yahoo.com

3)rubono.matematika@staff.uns.ac.id

Alamat Instansi:

Gedung D Lt. 1 FKIP UNS, Jalan Ir. Sutami No. 36A, Jawa Tengah 57126

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan dan mengetahui tingkat komunikasi matematis secara tertulis siswa yang memiliki gaya kognitif

Field Independent (FI) dan Field Dependent (FD) kelas VIII SMP Negeri 16

Surakarta dalam pemecahan masalah matematika pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ditentukan dengan sampel bertujuan yakni masing-masing dua peserta didik dengan gaya kognitif FD dan FI. Teknik analisis data menggunakan tiga kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi waktu. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh informasi bahwa: (1) Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa dengan gaya kognitif FD sebagai berikut: (a) Mampu menjelaskan situasi/ permasalahan, (b) Tidak mampu menyajikan permasalahan ke dalam model matematika dengan tepat, (c) Mampu menggunakan representasi matematika dari informasi yang tersaji secara utuh, (d) Belum mampu melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah dengan tuntas, (e) Tidak mampu mendapatkan solusi dari pekerjaannya, (f) Tidak mampu menafsirkan solusi yang ia peroleh. Siswa FD berada pada level 1-2, artinya siswa FD memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis termasuk dalam kategori rendah-sedang. (2) Kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa FI sebagai berikut: (a) Mampu menjelaskan situasi/ permasalahan, (b) Mampu menyajikan permasalahan ke dalam model matematika dengan tepat, (c) Mampu menggunakan representasi matematika dari informasi yang tersaji secara utuh maupun terpisah, (d) Mampu menggunakan konsep dan strategi yang ia pilih, (e) Mampu melaksanakan langkah-langkah komputasi dalam pemecahan masalah, (f) Mampu mendapatkan solusi dari pekerjaannya, (g) Mampu menafsirkan solusi matematika yang ia peroleh. Siswa FI berada pada level 3-4, artinya siswa FI memiliki kemampuan komunikasi matematis tertulis termasuk dalam kategori tinggi-sangat tinggi.

(2)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 38 PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terlepas dari suatu komunikasi. Komunikasi dapat

berlangsung antar individu,

kelompok, sosial, dan lain

sebagainya. Komunikasi adalah pertukaran verbal dari pemikiran dan gagasan[Mor]. Dengan kata lain, komunikasi merupakan penyampaian pesan secara lisan maupun tulisan. Pada kegiatan belajar mengajar, kemampuan komunikasi sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan pembelajaran, salah satunya dalam

pembelajaran matematika

sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 tanggal 11 November

2004 tentang Penilaian

Perkembangan Anak Didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) bahwa aspek penilaian matematika dalam rapor dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu: (1) pemahaman konsep, (2) penalaran dan komunikasi, serta (3) pemecahan masalah. Latar belakang pada lampiran dokumen Standar Isi Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan

fokus dalam pembelajaran

matematika. … dalam setiap

kesempatan, pembelajaran

matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual

problem). Sistem Persamaan Linear

Dua Variabel (SPLDV) merupakan salah satu materi matematika yang menyajikan masalah sesuai situasi yang ada (contextual problem), yaitu

permasalahan sederhana yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Melalui soal cerita yang mengangkat permasalahan

sehari-hari ini, siswa dituntut untuk mengomunikasikan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa matematika dan menafsirkan hasil perhitungan yang dilakukan sesuai permasalahan yang diberi untuk memperoleh suatu pemecahan.

Berdasarkan hasil observasi peneliti di kelas VIII B dan VIII D SMP N 16 Surakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dan wawancara dengan guru pengampu matematika kelas tersebut, diperoleh informasi secara umum bahwa kemampuan komunikasi matematika peserta didik kelas VIII SMP N 16 Surakarta masih rendah. Berikut hasil observasi yang diperoleh: (1) Sebagian besar peserta didik tidak menuliskan apa yang diketahui dan

ditanyakan, serta tidak

memodelmatematikakan masalah

kontekstual yang ada, (2) Sebagian besar peserta didik tidak menjelaskan konsep dan strategi yang mereka gunakan dalam pemecahan masalah, (3) Sebagian besar siswa tidak

menafsirkan solusi masalah

matematika yang ia peroleh kembali ke dalam masalah kontekstual.

Kemampuan komunikasi matematis pun berkaitan dengan gaya kognitif. Hal ini dikarenakan gaya kognitif berpengaruh terhadap pemrosesan informasi dalam otak

siswa sehingga akan terjadi

(3)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 39

Independent (FI) dan gaya kognitif

Field Dependent (FD).

Dari hal-hal yang telah diuraikan di atas, muncul pemikiran

untuk mengadakan penelitian

mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari gaya kognitif di SMP Negeri 16 Surakarta dalam memecahkan masalah pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa yang memiliki gaya kognitif FD dan FI kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta dalam pemecahan masalah matematika pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

KAJIAN PUSTAKA

Suatu masalah melibatkan paling sedikit tiga komponen, yakni (1) suatu keadaan sekarang atau yang tengah dihadapi, (2) keadaan atau tujuan yang diinginkan, dan (3) prosedur atau aturan yang akan

ditempuh menurut pendekatan

algoritmik atau heuristic [6]. Salah satu masalah yang dihadapi oleh anak-anak, terutama oleh anak-anak

di sekolah adalah masalah

matematika. Masalah matematika didefinisikan sebagai situasi yang

dihadapi individu untuk

mendapatkan solusi tetapi tidak tersedia akses terhadap langkah untuk mendapatkan solusi tersebut [2]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah matematika sering dijumpai dalam bentuk soal

matematika yang mempunyai

tantangan tersendiri dalam

penyelesaiannya sehingga individu

harus memikirkan langkah yang tepat untuk menyelesaikannya.

Pemecahan masalah matematika mempunyai dua makna, yaitu (1) Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang

digunakan untuk menemukan

kembali (reinvention) dan

memahami materi, konsep, serta prinsip matematika, (2) Pemecahan masalah sebagai kegiatan yang

meliputi; mengidentifikasikan

kecukupan data untuk pemecahan

masalah pembuatan model

matematika dari suatu situasi atau

masalah sehari-hari dan

penyelesaiannya, memilih dan

menerapkan strategi untuk

menyelesaikan masalah matematika dan atau diluar matematika,

menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, dan memeriksa kebenaran hasil atau jawaban, serta menerapkan matematika secara bermakna [7].

Pemecahan masalah dapat

dipandang sebagai proses

komunikasi. Hal ini dikarenakan siswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya dalam pemecahan masalah yang diberikan. Dalam pemecahan masalah terdapat tiga aspek yang diukur yaitu pemahaman, strategi penalaran dan prosedur, dan komunikasi [9].

Komunikasi merupakan

proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan maksud tertentu [3]. Selain itu,

komunikasi merupakan proses

(4)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 40 yang memudahkan peralihan maksud

tersebut [3].

Komunikasi matematika

merupakan salah satu tujuan

pembelajaran matematika dan

menjadi salah satu standar

kompetensi lulusan siswa sekolah dasar sampai menengah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dalam bidang matematika yang secara lengkap disajikan sebagai berikut: 1) Memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar

konsep, dan mengaplikasikan konsep dan algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam

membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika, 3)

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika,

menyelesaikan model, dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengkomunikasikan gagasan tentang simbol, tabel, diagram, atau media lain, 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pemecahan masalah.

Sedangkan, dalam NCTM

dinyatakan bahwa standar

komunikasi matematis adalah

penekanan pengajaran matematika pada kemampuan siswa dalam hal [5]: a) Mengorganisasikan dan

mengkonsolidasikan berfikir

matematis (mathematical thinking) mereka melalui komunikasi, b)

Mengkomunikasikan mathematical

thinking mereka secara koheren

(tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain; c) Mengalisis dan mengevaluasi berfikir matematis (mathematical thinking) dan strategi yang dipakai orang lain; d) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar.

Pada penelitian ini, dibahas mengenai komunikasi matematika

secara tertulis. Kemampuan

komunikasi matematis secara tertulis merupakan kemampuan peserta didik dalam menulis notasi/simbol secara sistematis hingga menemukan hasil

akhir, dan menggunakan

notasi/simbol tersebut sesuai dengan penerapannya.

Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Siswa mampu menjelaskan

situasi permasalahan serta

menyajikannya dalam model matematika

b. Siswa mampu membuat

representasi matematis (gambar, persamaan, grafik) secara tepat untuk mengomunikasikan ide-ide matematisnya

c. Siswa mampu menggunakan

konsep dan strategi pemecahan masalah secara tepat dan sistematis

d. Siswa mampu melaksanakan

langkah-langkah pemecahan

masalah secara tepat dan sistematis untuk mendapatkan solusi berdasarkan strategi yang dipilih

e. Siswa mampu menafsirkan solusi

masalah matematika yang

diperoleh

(5)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 41 Untuk mengetahui dipenuhinya indikator tersebut, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Pola Rubrik Penilaian Ketercapaian Indikator Level

Pencapaian Deskripsi Level Kategori

0 Siswa tidak mengerjakan apapun, tidak ada upaya

yang dilakukan, jawaban siswa tidak jelas atau salah. Sangat Rendah

1 Jawaban tidak jelas, siswa hanya menjelaskan situasi/

permasalahan dan membuat representasi matematis namun ada banyak kesalahan pada pekerjaannya sehingga menunjukkan siswa tidak mengerti bagaimana memecahkannya. Langkah-langkah yang dituliskan tidak urut atau sulit untuk dimengerti. Tidak

jelas menghubungkan pemecahan dengan

permasalahan.

Rendah

2 Penjelasan tidak cukup, yakni siswa mampu

menyajikan permasalahan dalam model matematika, membuat representasi matematis secara tepat, namun belum mampu menggunakan konsep dan strategi dengan tepat, prosedur yang dilakukan sudah mendekati jawaban yang benar tetapi terdapat banyak kesalahan.

Sedang

3 a. Penjelasan cukup dan secara umum jelas, yakni

siswa mampu menyajikan situasi permasalahan dalam model matematika, membuat representasi matematis secara tepat, menggunakan konsep secara tepat, serta menafsirkan solusi yang diperoleh, namun ada sedikit kesalahan dalam prosedur atau ada langkah yang hilang yang menyebabkan solusi yang diperoleh tidak tepat, atau

b. Penjelasan cukup dan secara umum jelas, yakni siswa mampu menyajikan situasi permasalahan

dalam model matematika, menggunakan

representasi matematis secara tepat, menjelaskan konsep dan langkah-langkah secara tepat, namun siswa tidak menafsirkan solusi masalah yang diperoleh

Tinggi

4 Jawaban benar dan lengkap, jelas dan dapat

memberikan alasan yang logis, yakni siswa mampu menyajikan situasi permasalahan dalam model matematika, membuat representasi matematis secara tepat, menggunakan konsep dan strategi secara sistematis, melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah secara tepat, serta menafsirkan solusi yang diperoleh.

(6)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 42 Dalam menghadapi masalah yang

ada, setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Adapun dalam menghadapi masalah matematika, setiap siswa memiliki gaya kognitif yang berbeda.

Cognitive berasal dari kata cognition

yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti luas,

cognition (kognisi) ialah perolehan,

penataan, dan penggunaan

pengetahuan [8]. Gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam penggunaan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi) [1]. Gaya kognitif dalam penelitian ini dikategorikan menjadi gaya kognitif

Field Dependent (FD) dan Field

Independent (FI) berdasarkan

pengkategorian yang dibuat oleh Witkin et al.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan

pendekatan penelitian yaitu metode

deskriptif kualitatif mengenai

komunikasi matematis siswa dalam pemecahan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel (spldv) ditinjau dari gaya kognitif. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII B SMP N 16 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. Data dalam penelitian ini berupa data kemampuan komunikasi matematis secara tertulis siswa dengan sumber data utama yaitu data hasil pekerjaan siswa dalam memecahkan masalah matematika materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII B SMP N 16 Surakarta Tahun

Ajaran 2015/2016 yang dipilih berdasarkan hasil pengkategorian gaya kognitif dan kemampuan awal siswa, kemudian dipilih subjek penelitian menggunakan purposive

sampling untuk dilakukan

wawancara berbasis tugas. Pada penelitian ini didapatkan 2 subjek dengan kategori FD dan 2 subjek dengan kategori FI.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes dan wawancara, yaitu 1) dilakukan tes gaya kognitif untuk mengkategorikan siswa ke dalam gaya kognitif FI atau FD; 2) melihat kemampuan awal siswa berdasarkan hasil ujian matematika tengah semester ganjil; 3) memilih subjek untuk dilakukan wawancara berbasis

tugas dengan teknik purposive

sampling.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Sedangkan instrumen bantu dalam penelitian ini berupa hasil tes gaya kognitif dan wawancara berbasis tugas. Untuk menguji keabsahan suatu data digunakan teknik validasi data yaitu triangulasi waktu. Dalam penelitian ini, triangulasi waktu digunakan untuk membandingkan data hasil tes pemecahan masalah I dan tes pemecahan masalah II. Apabila data dari hasil tes pemecahan masalah I dengan tes pemecahan masalah II terjadi kecocokan, maka data dari subjek penelitian tersebut dapat digunakan sehingga dapat ditarik simpulan.

(7)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 43

kognitif, menentukan subjek

wawancara, melakukan wawancara dan validasi data; tahap analisis data dimana pada tahap ini peneliti melakukan reduksi data, menyajikan data, serta menarik kesimpulan; dan tahap penyusunan laporan penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil

pengelompokkan haya kognitif, mencari subjek dengan kemampuan awal yang setara, serta konsultasi pada guru mata pelajaran matematika SMP N 16 Surakarta, proses

penentuan subjek penelitian

selanjutnya diambil beberapa siswa dengan teknik purposive sampling, sehingga didapatkan 4 siswa yang dijadikan subjek penelitian, 2 diantaranya memiliki gaya kognitif FD dan 2 lainnya memiliki gaya kognitifFI.

Data yang diperoleh

selanjutnya dipaparkan, triangulasi, dan dianalisis berdasarkan indikator

ketercapaian kemampuan

komunikasi matematis.

Dari rangkaian prosedut tersebut di atas, didapat tiap subjek

memiliki tingkat kemampuan

komunikasi matematis yang berbeda. Subjek 1 FD hanya mencapai level 1 yaitu masuk dalam kategori rendah, subjek 2 FD mencapai level 2 yaitu kategori sedang, subjek 1 FI mencapai level 3 yaitu kategori tinggi, dan subjek 2 FI mencapai level 4 yaitu kategori sangat tinggi.

Dari hasil kedua subjek kategori gaya kognitif FD tersebut, diperoleh kesamaan karakteristik dari kedua subjek FD yaitu :

a. Mampu menjelaskan situasi/

permasalahan dengan

menyatakan hal-hal yang

diketahui dan ditanyakan.

Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 1

b. Tidak mampu menyajikan

permasalahan ke dalam model matematika dengan tepat. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 2

c. Mampu menggunakan

representasi matematika dari informasi yang tersaji secara

utuh. Berikut merupakan

penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 3

d. Tidak mampu mendapatkan

solusi akhir dari hasil

pekerjaannya. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

(8)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 44 e. Tidak mampu menafsirkan solusi

matematika yang ia peroleh. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 5

Hasil analisis pada siswa FD sesuai dengan teori Witkin yang menyatakan bahwa gaya kognitif FD

memiliki karakteristik sebagai

berikut: kesulitan memproses

informasi, cenderung hanya

menerima informasi yang diberikan dan tidak mampu mengorganisasi kembali, persepsi kuat ketika dimanipulasi sesuai konteksnya

namun lemah ketika terjadi

perubahan konteks, sulit fokus pada satu aspek cenderung mengikuti tujuan yang sudah ada, menganalisis pola menjadi bagian-bagian yang berbeda, serta memandang objek secara global dan menyatu dengan lingkungan sekitar. Selain itu, siswa dengan gaya kognitif FD berorientasi sosial sehingga tampak baik hati, ramah, bijaksana, baik budi dan penuh kasih saying terhadap individu lain serta mengutamakan motivasi eksternal dan berpikir secara global [10].

Dari hasil kedua subjek kategori gaya kognitif FI tersebut, diperoleh kesamaan karakteristik dari dua subjek FIyaitu :

a. Mampu menyatakan hal-hal yang

diketahui dan dinyatakan dari

permasalahan secara tepat.

Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 6

b. Mampu membuat pemodelan

matematika. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 7

c. Mampu merepresentasikan

informasi yang utuh maupun yang terpisah dari informasi pada masalah ke dalam model matematika dengan tepat. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 8

d. Mampu menggunakan konsep

dan strategi yang ia pilih. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

(9)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 45

e. Mampu melaksanakan

langkah-langkah komputasi dalam

pemecahan masalah secara tepat

dan sistematis. Berikut

merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 10

f. Mampu mendapatkan solusi yang

tepat dari hasil pekerjaannya. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 11

g. Mampu menafsirkan solusi

matematika yang diperoleh

kembali ke permasalahan

kontekstual. Berikut merupakan penjelasan siswa terkait hal tersebut:

Gambar 12

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Witkin yang menyatakan bahwa gaya kognitif FI

memiliki karakteristik sebagai

berikut: berpikir secara analitis dan

mampu memproses informasi,

mampu mengorganisasi objek yang

belum terorganisir dan

mereorganisasi objek yang sudah terorganisir, serta dapat menganalisis untuk memisahkan objek dari lingkungan sekitar sehingga persepsi tidak terpengaruh jika terjadi perubahan konteks dan menunjukkan bagian-bagian terpisah dari pola

keseluruhan dan mampu

menganalisis pola ke dalam komponen-komponennya. Selain itu, siswa dengan gaya kognitif FI

berorientasi impersonal,

mengutamakan motivasi internal, lebih terpengaruh oleh penguatan internal, memandang objek terdiri dari bagian-bagian diskrit dan terpisah dari lingkungan [10].

Dengan demikian, gaya

kognitif mempengaruhi cara

seseorang untuk memproses

informasi seperti ketika

mengomunikasikan ide/ gagasan dalam pemecahan masalah.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Pratiwi (2013) yang menyimpulkan siswa dengan gaya kognitif FI lebih baik daripada siswa dengan gaya kognitif FD dalam kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kemampuan komunikasi

matematis siswa dengan gaya kognitif FD sebagai berikut : a. Mampu menjelaskan situasi/

permasalahan dengan

menyatakan hal-hal yang diketahui dan ditanyakan

b. Tidak mampu menyajikan

(10)

Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 46

c. Mampu menggunakan

representasi matematika dari informasi yang tersaji secara utuh

d. Belum mampu melaksanakan

langkah-langkah pemecahan masalah dengan tuntas

e. Tidak mampu mendapatkan

solusi akhir dari hasil pekerjaannya

h. Tidak mampu menafsirkan

solusi matematika yang ia peroleh

Kemampuan siswa

dengan gaya kognitif FD berada pada rentang level 1-2, hal ini

menunjukkan bahwa siswa

dengan gaya kognitif FD

memiliki kemampuan

komunikasi matematis tertulis termasuk dalam kategori rendah-sedang.

2. Kemampuan komunikasi

matematis siswa dengan gaya kognitif FI sebagai berikut : a. Mampu menjelaskan situasi/

permasalahan dengan

menyatakan hal-hal yang diketahui dan dinyatakan dari permasalahan secara tepat

b. Mampu menyajikan

permasalahan ke dalam model matematika dengan tepat.

c. Mampu menggunakan

representasi matematika dari informasi yang tersaji secara utuh maupun yang terpisah dari informasi pada masalah ke dalam model matematika dengan tepat.

d. Mampu menggunakan

konsep dan strategi yang ia pilih

e. Mampu melaksanakan

langkah-langkah komputasi

dalam pemecahan masalah secara tepat dan sistematis

f. Mampu mendapatkan solusi

yang tepat dari hasil pekerjaannya

g. Mampu menafsirkan solusi

matematika yang diperoleh kembali ke permasalahan kontekstual.

Kemampuan siswa

dengan gaya kognitif FI berada pada rentang level 3-4, hal ini

menunjukkan bahwa siswa

dengan gaya kognitif FI memiliki

kemampuan komunikasi

matematis tertulis termasuk dalam kategori tinggi-sangat tinggi.

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi Guru Matematika

a. Guru matematika

hendaknya lebih

membimbing siswa FD

dalam menganalisis

informasi yang tersaji

pada soal dalam

mengomunikasikan ide-ide matematisnya secara tertulis, sedangkan siswa dengan gaya kognitif FI agar lebih dibimbing dalam mengembangkan

argumen saat

mengomunikasikan ide matematis secara tertulis.

b. Guru matematika

hendaknya memberikan

evaluasi pembelajaran

(11)

ide-Jurnal Pendidikan Matematika dan Matematika (JPMM) Solusi Vol.II No.2 September 2017 47 ide matematisnya secara

tertulis sehingga siswa tidak hanya berorientasi kepada hasil.

2. Bagi peneliti lain

Bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sejenis dengan penelitian ini dapat meneliti

kemampuan komunikasi

matematis siswa FI secara lisan. Hal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang deskripsi kemampuan siswa FI dalam memberikan argumentasi secara lisan, apakah siswa FI dapat memberikan argumentasi secara lisan lebih lengkap dan jelas dibanding argumentasi secara tertulisnya atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Desmita. (2009). Psikologi

Perkembangan Peserta

Didik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

[2] Kantowski, M.G. (1981).

Problem Solving.

Mathematics Education

Research, Implication for 80’s. Virginia: Association

for Supervision and

Curriculum Development. [3] Liliweri, A. (2007). Dasar-Dasar

Komunikasi Kesehatan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [4] Moleong, L.J. (2012). Metode

Penelitian Kualitatif (Edisi

Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

[5] National Council Of Teachers

Mathematics. (2000).

Principles and Standards for

Sbhool Mathematics.

Virginia: NCTM inc.

[6] Suharman. (2005). Psikologi

Kognitif. Surabaya: Srikandi.

[7] Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah National Seminar

ON Science And

Mathematics. FMPA-UPI

incoorperation with JICA. Dirjen Dikti Depdiknas. 25 Analisis Kemampuan Siswa dalam Mengkomunikasikan Pemecahan Masalah Non Rutin pada Materi Segiempat

ditinjau dari Adversity

Quotient (AQ). Skripsi Tidak

Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. [10] Witkin, H.A., Moore, C.A.,

Goodenough, D.R., dan Cox,

P. W. (1977).

Field-dependent and

Field-independent Cognitive Style

and their Educational

Implications. Review of

Gambar

Tabel 1 berikut: Untuk mengetahui dipenuhinya indikator tersebut, dapat dilihat pada Tabel 1 Pola Rubrik Penilaian Ketercapaian Indikator
  Gambar 6 b. Mampu membuat
Gambar 10 berorientasi

Referensi

Dokumen terkait

Tinjauan kota berdasarkan jumlah penduduk adalah daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk

Gambar 5a, 5b dan 5c memperlihatkan hasil foto mikrostruktur dengan peralatan SEM terhadap bahan serbuk barium heksaferit sebelum dan setelah proses milling selama 30 jam. Dari

Implementasi kegiatan pemantauan dampak terhadap tanah dan air (teknis sipil dan vegetatif) telah dilaksanakan sebanyak 4 (Empat) kegiatan dari seharusnya 6 (enam)

In general, there are three stages in neural network classification for change detection: Firstly, the educational process using input data. Note that, in order to

penyebaran parasit Cichlidogyrus sp., pada insang ikan nila terutama di Danau Limboto belum banyak dikaji, khususnya tingkat prevalensi serta intensitas serangannya

Penanggulangan pada sumber gas hydrogen sulfide yang berasal dari sumber atau aktivitas yang tidak bergerak seperti industry dan Tempat Pembuangan Akhir

Gerak kaki pada gaya dada saat ini adalah gerakan kaki yang cenderung membentuk gerak kaki dolpin (whip kick) , dimana pada saatfase istirahat yaitu fase ketika kedua tungkai

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim katalase pada kelenjar submandibularis Rattus norvegicus strain wistar akibat