BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Terdapat beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi mengapa
kepemimpinan kepala daerah penting dan menarik untuk dipelajari. Sepanjang
sejarah, sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda, masa pendudukan Jepang dan
setelah proklamasi kemerdekaan, serta masa orde baru dan era reformasi dewasa ini,
kedudukan dan peranan kepala daerah dengan beragam penyebutan seperti Gubernur,
Bupati, Walikota, telah menunjukkan eksistensinya, baik sebagai pemimpin
organisasi pemerintahan dalam mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat
maupun dalam memimpin organisasi administrasi pemerintahan.
Dalam memutar roda organisasi pemerintahan, pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan, serta dalam menghadapi konflik, gejolak dan permasalahan
pemerintahan di daerah, kepala daerah secara terus menerus diperhadapkan oleh
pelbagai tuntutan dan tantangan, baik secara internal maupun eksternal, yang harus
direspon dan diantisipasi, sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan
kompetensi kepala daerah. Kepemimpinan kepala daerah sangat strategis mengingat
kepala daerah merupakan komponen signifikan bagi keberhasilan pembangunan
nasional, karena pemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan
nasional atau negara. Efektivitas pemerintahan negara tergantung pada efektivitas
Sebagaimana halnya pemimpin organisasi lainnya, kepala daerah juga
diperhadapkan pada berbagai keadaan dan tantangan dalam memimpin organisasi
administrasi daerah. Tantangan tersebut yaitu bagaimana kepala daerah mewujudkan
otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab sebagai suatu paradigma baru, yang
didukung oleh kualitas sumber daya aparatur yang prima, sumber alam, sumber
keuangan, serta sarana dan prasarana yang memadai, yang mampu meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan dan kehidupan masyarakat melalui program dan
strategi pelayanan dan pemberdayaan.1
Dalam banyak literatur, kepemimpinan (leadership) jika di tinjau dari
etimologi berasal dari kata pimpin atau “lead”. Kepemimpinan merupakan ilmu
terapan dari ilmu-ilmu sosial. Joseph C. Rost berpendapat bahwa kepemimpinan
adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan
pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan
bersamanya. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang
terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan, dan
perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan
pengikutnya (bawahan).2
Osborne dan Gaebler berpendapat paradigma pemerintahan yang baru adalah
bahwa pemerintahan dihadapkan pada bergesernya sistem pemerintahan yang
digerakkan oleh misi, selain itu pemerintah dituntut untuk memahami dan
memusatkan perhatian pada keluaran (output) yang efisien dan bukan kepada
1 Triantoro Safaria. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 2. 2
masukan (semata-mata pada kenaikan anggaran pertahun). Osborne dan Gaebler
berpendapat bahwa pemerintah hendaknya berperilaku seperti dunia perusahaan yang
melihat masyarakat sebagai pelanggan yang harus dilayani sebaik mungkin.3
Begitupun didalam pengelolaan keseharian tata kepemerintahan dijumpai
cukup banyak persoalan seperti yang paling menonjol dalam soal-soal korupsi, mafia
hukum, dan indikasi konflik kebijakan, juga terkait dalam hubungan pusat dan
daerah. Ada persoalan di dalam hubungan nasional dengan sub nasional, baik secara
terstruktur maupun dalam konfigurasi kelembagaan negara dan masyarakat.
Reformasi di bidang politik, ekonomi dan hukum termasuk pemerintahan di
dalamnya berlangsung sejak Mei 1998 sebagai akumulasi masyarakat dengan
tuntutan pokok yaitu demokrasi. Melalui reformasi diperoleh konsensus politik
seperti kebebasan berserikat dan berpendapat, kebebasan pers, melepaskan tahanan
politik, amandemen UUD 1945, perubahan sistem politik, sistem pemilu dan Meski telah melewati satu dasawarsa reformasi Indonesia, masih dirasakan
bahwa reformasi belum memberikan rasa kepuasan kepada masyarakat dengan
berbagai indikasi di lapangan. Masih muncul berbagai persoalan dengan ciri
indikatif, seperti gejala anarkis (lekas marah dan memaksakan kehendak), gejala
pemilahan sosial (konflik horisontal maupun vertikal) yang muncul dalam kehidupan
keseharian dimasyarakat. Didalam penyelenggaraan pemerintahan muncul pula
berbagai indikasi yang memberikan alasan gambaran ketidakpuasan masyarakat
seperti gejala disharmoni dalam hubungan tata kelembagaan negara serta dalam
hubungan pusat dan daerah.
3
penyelenggaraan pemilu, pertumbuhan secara luas gerakan sosial kemasyarakatan,
perkembangan judicial review, penataan ulang kelembagaan negara, check and
balanceantar lembaga (tinggi) negara, pengaturan ulang kekuasaan legislatif,
eksekutif dan kekuasaan kehakiman, pengaturan kebijakan moneter (bank sentral)
dan kebijakan desentralisasi.4
Agenda desentralisasi yang dilaksanakan dalam bentuk otonomi daerah 1998
mendapat dukungan penuh secara politis. Pada perkembangannya hingga saat ini
telah menimbulkan berbagai ekses seperti dicirikan dengan berkembang
daerah-daerah secara beragam dan mendorong kesenjangan ekonomi, indikasi
ethno-nasionalisme dan gejala pemilahan sosial sampai pada indikasi separatisme. Ekses
dari implementasi otonomi daerahdimaksud diantaranya telah sampai pada kondisi
yang mengkhawatirkan, tidak saja mengkhawatirkan atas gejala separatisme dan Demokratisasi di Indonesia sejak reformasi 1998 juga dicirikan oleh konsensus
politik desentralisasi atau agenda otonomi daerah. Dengan mempertimbangkan
bahwa praktik keseharian dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan berpemeritahan
serta kehidupan bermasyarakat yang direfleksikan dalam hubungan dengan
syarat-syarat berpemerintahan dan dalam hubungan antara negara dengan masyarakat,
dimana berarti negara hadir di tengah masyarakat. Maka pendekatan sistem
pemerintahan menjadi penting sebagai entry pointdalam melakukan re-orientasi
reformasi Indonesia, diantaranya yang utama, dengan pendekatan hubungan pusat
daerah yang telah ada konsensus politiknya dalam kebijakan politik desentralisasi.
4Dikutip dari laporan Kajian Pemantapan Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Kementerian Koordinator Politik
pemilahan sosial, tetapi secara sistemik akan menyulitkan keberadaan NKRI.
Fenomena yang harus diwaspadai atas berbagai persoalan dan ekses tersebut dapat
dirangkum dalam satu perpektif persoalan yaitu ketimpangan dalam hubungan
pusat-daerah.5
Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan
pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada
masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi
lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil
apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat
menjadi lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia
yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang baru
hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan membaiknya
perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya di
Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama harapan
tersebut akan menjadi kenyataan. Selain itu juga semangat reformasi dan perubahan
diberbagai bidang serta dorongan dan dampak dari proses demokratisasi telah
menggugah pemerintah bersama dengan parlemen untuk melahirkan dua
undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah
yang luas dan bertanggung jawab.
5
kewenangan tersebut akan berakhir dengan semakin meningkatnya peranserta
masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator.
Didalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan
daerah adalah "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan
Republik Indonesia.” Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang
pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat. Adapun
kewenangan daerah yang terdapat dalam undang-undang yaitu :6
1. Mengelola sumberdaya nasional yang tersedia diwilayahnya dan
bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundangan.
2. Mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai kearah laut lepas dan
berwenang melakukan:
- ekplorasi, ekploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut;
- pengaturan kepentingan administratif;
- pengaturan tata ruang;
- penegakan hukum; dan
- perbantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
3. Melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun,
gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan.
4. Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD.
5. Melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar negeri
dengan persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri.
6. Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah.
7. Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah.
8. Menetapkan APBD.
9. Melakukan kerjasama antar daerah atau badan lain, dan dapat membentuk
Badan Kerjasama baik dengan mitra didalam maupun diluar negeri.
10. Menetapkan pengelolaan Kawasan Perkotaan.
11. Pemerintahan kota/kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat
membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan.
12. Membentuk, menghapus, dan menggabungkan desa yang ada di
wilayahnya atas usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD.
13. Mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa.
14. Membentuk Satuan Polisi Pamong Praja.
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini
merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia dengan luas 265,1 km² setelah Jakarta
dan Surabaya. Kota ini juga merupakan kota terbesar di luar Pulau Jawa. Medan juga
yang padat yaitu 2.121.053 penduduk pada tahun 2013. Kota Medan juga
menyandang status sebagai kota Metropolitan, hal ini boleh dilihat dari segi fisik
banyaknya bangunan atau gedung tinggi seperti perkantoran dan pusat perbelanjaan
dan hiburan, sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang semakin canggih
dan masih banyak lagi.7
Kota Medan sebagai kota sentral ekonomi di daerah Sumatera Utara adalah
kota yang mempunyai perkembangan yang tumbuh dengan pesat. Pemerintah harus
menyediakan sarana dan prasarana kota untuk menunjang kelancaran dari
pertumbuhan Kota Medan itu sendiri. Penduduk suatu kota memegang peranan yang
sangat penting dalam setiap kajian studi perkotaan. Hal ini disebabkan karena
perkembangan penduduk kota baik yang menyangkut kuantitas maupun kualitas
merupakan faktor utama dari eksistensi kota itu sendiri. Seiring berkembangnya
beragam aktivitas perkotaan, memicu pertumbuhan penduduk sebagai sarana
pelaksanaannya. Pertumbuhan penduduk dalam suatu wilayah perkotaan selalu
diikuti oleh peningkatan kebutuhan ruang. Semakin tinggi jumlah penduduk maka
semakin tinggi pula kebutuhan akan ruang kota, oleh karena itu penduduk menjadi
salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terbesar bagi terbentuknya aktivitas
perkotaan. Terdapat berbagai macam aktivitas yang menjadi ciri perkotaan, antara
lain permukiman, industri, komersial, dan lain-lain.8
Oleh karena fungsi dan peranan yang diemban oleh Kota Medan tersebut
membawa konsekuensi yang cukup besar bagi perkembangan kota sehingga
tidakmenutup kemungkinan terjadi permasalahan-permasalahan kota metropolitan
pada umumnya, seperti urbanisasi, kemacetan, kepadatan penduduk,
ketidaknyamanan dan lain sebagainya. Pemerintah harus memiliki tanggung jawab
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Pemerintah harus menjaga
konsistensi perkembangan Kota Medan dengan strategi perkotaan nasional dan
menciptakan keserasian perkembangan Kota Medan dengan wilayah sekitarnya.
Menciptakan keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah.
Beberapa tokoh yang pernahmemimpin sebagai Walikota Medan sejak masa
reformasi adalah Drs. H. Abdillah, Ak, MBA yang menjabat sejak 1 April 2000
hingga 20 Agustus 2008. Walikota selanjutnya adalahDrs. H. Afifuddin Lubis, M.Si
yang menjabat sejak 20 Agustus 2008 hingga 22 Juli 2009. Walikota selanjutnya
adalah Drs. Rahudman Harahap, MM yang menjabat sejak 16 Juli 2010 hingga
15 Mei 2013. Hingga saat ini adalah Dzulmi Eldin. Dzulmi Eldinatau yang lebih
sering disapa Bang Eldin lahir di Medan pada tanggal 4 Juli 1960 dari pasangan T.
Syahrum Amir (Alm) seorang keturunan melayu yang lahir di Medan dan sang ibu
Raidah Lubis (Almh) yang berdarah batak yang juga lahir di Medan.
Dzulmi Eldin adalah Wali Kota Medan yang menjabat sejak 18 Juni 2014.Drs.
H. T. Dzulmi Eldin S, M.Si pernah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Medan sejak
26 Juli 2010 hingga 15 Mei 2013 dan Plt. Wali Kota Medan yang menjabat sejak 15
Mei 2013 hingga 18 Juni 2014. Drs H.T Dzulmi Eldin S Msi, dilantik menjadi Wali
Kota Medan defenitif sisa masa bhakti 2010-2015 di Gedung DPRD Medan pada
Gatot Pujonugroho, ST atas Nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
melalui Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kota Medan9
Penelitian ini akan mengeksplorasi kepemimpinan walikota medan dalam
konsep Good Governance, yaitu konsep pemerintahan yang baik.Konsep Good
Governance adalah nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat dan
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Adapun
Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat ke-13 dalam Indonesia Governance
Index (IGI) 2012-2013. IGI merupakan alat ukur untuk melihat kinerja tata kelola
pemerintahan di daerah. Data dari Kemitraan Partnership, Provinsi Sumatera Utara
menempati indeks tata kelola pemerintahan dengan skor 5,94. Adapun enam prinsip
penilaian adalah partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan
efisiensi. Kategori yang di nilai adalah pemerintah, birokrasi, masyarakat sipil dan
ekonomi masyarakat. Provinsi dengan indeks paling tinggi adalah D.I Yogyakarta
dengan skor 6,8. Sedangkan provinsi dengan indeks paling rendah adalah Maluku
Utara dengan skor 4,4.
.
10
Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Good governance adalah
memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta
dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga
pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya,
hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam
menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan
meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara
aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk
bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, memandang good governance sebagai suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan,
yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi agent of change dari
suatu masyarakat berkembang di dalam negara berkembang. Agent of change dan
karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan yang
berencana), maka disebut juga agent of development. Agent of development diartikan
pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah
mendorong melalui kebijakan-kebijakan dan program-program, proyek-proyek,
bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran penting. Dengan
perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor swasta. Kebijaksanaan
dan persetujuan penanaman modal di tangan pemerintah. Dalam good governance
peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga masyarakat dan terutama sektor
usaha atau swasta yang berperan dalam good governance. Pemerintah bertindak
sebagai regulator dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif dan
melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha.11
11
Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo adalah suatu konsep
pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sector public oleh pemerintahan
yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang menyebut Good Governance
adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid
dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu
Bank dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan
konstruktif di antara negara, sektor dan masyarakat.12
12
Singarimbun, Masri, dan Sofyan Effendi. 1993. Metode Penelitian survai. Jakarta: LP3ES. hal. 17. United Nations Development Program (UNDP) mendefenisikan governance
sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola
urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”. Selanjutnya
berdasarkan pemahaman kita atas pengertian governance tadi maka penambahan kata
sifat good dalam governance bisa diartikan sebagai tata pemerintahan yang baik atau
positif. Letak sifat baik atau positif itu adalah manakala ada pengerahan sumber daya
secara maksimal dari potensi yang dimiliki dari masing-masing aktor tersebut atas
Good Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki
ciri-ciri atau indikator tertentu. Berikut ini adalah beberapa macam konsep Good
Governance.13
13
Dr. Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang baik). Bandung: Mandar Maju. hal.7-8.
Pertama, Participation atau partisipasi yaitu keterlibatan masyarakat
dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi seperti ini
dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara
konstruktif. Kedua, Rule of law atau kerangka hukum yaitu kerangka hukum harus
adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia. Ketiga,
Transparency atau transparansi yaitu transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara
langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat
dipahami dan dapat dipantau. Keempat, Responsiveness atau cepat tanggap yaitu
lembaga-lembaga pubik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder. Kelima,
Consensus orientation atau orientasi konsensus yaitu berorientasi pada kepentingan
masyarakat yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur. Keenam,
Equity atau keadilan yaitu setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesejahteraan dan keadilan. Ketujuh, Effecktiveness and Efficiency atau
efektivitas dan efisiensi yaitu pengelolaan sumber manusia dilakukan secara efisien
dan efektif. Kedelapan, Accountability atau akuntabilitas yaitu pertanggungjawaban
kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan. Kesembilan, Strategic vision atau
visi strategis yaitu penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki
Pengelolan dan pengendalian yang baik dari suatu organisasi dalam hal ini
organisasi publik menyangkut pencapaian tujuan organisasi secara bersama-sama
yaitu untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi,
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif. Dengan
pengertian lain Good Governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih, transparan, akuntabel oleh organisasi-organisasi pemerintah seperti organisasi
publik pemerintah Kota Medan yang mencakup kepemimpinan, stuktur organisasi
dan sumber daya manusianya. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya maka penulis
mencoba untuk menganalisis kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai walikota Medan
yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel.
Hal inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian tentang
Kepemimpinan Dzulmi Eldin Sebagai Walikota Medan Berdasarkan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada bagian latar belakang diatas maka dapat
dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu, Bagaimana Kepemimpinan Dzulmi
Eldin menjalankan kepemimpinannya di Kota Medan berdasarkan Prinsip Tata
1.3. Pembatasan Masalah
Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan
tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan masalah.
Adapun masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana tipe kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai Walikota Medan?
2. Bagaimana kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai Walikota Medan
berdasarkan dengan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengeksplorasi tipe kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai Walikota
Medan.
2. Untuk menganalisis kepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai Walikota Medan
berdasarkan dengan Prinsip Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik khususnya teori
kepemimpinan dan konsep good governance yang dapat memberikan
kontribusi pemikiran mengenai kepemimpinan Walikota Medan berdasarkan
2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam kajian
tentangkepemimpinan Dzulmi Eldin sebagai Walikota Medan berdasarkan
dengan Prinsip Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik.Serta dapat menjadi
referensi bagi departemen Ilmu Politik FISIP USU.
3. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat
Kota Medan secara khusus dalam memahami kepemimpinan Dzulmi Eldin
sebagai Walikota Medan berdasarkan dengan Prinsip Tata Kelola
Kepemerintahan yang Baik.
1.6. Kerangka Teori dan Konsep 1.6.1.Kepemimpinan
Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan
oleh kepemimpinan. Kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan
otoritas dan pembuatan keputusan. Lebih jauh lagi George R. Terry merumuskan
bahwa kepemimpinan itu adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi. Aktivitas memimpin pada hakikatnya meliputi
suatu hubungan dan adanya satu orang yang mempengaruhi orang-orang lain agar
mereka mau bekerja ke arah pencapaian sasaran tertentu. Konsep kepemimpinan dan
kekuasaan sebagai terjemahan dari power telah menurunkan suatu minat yang
menarik untuk senantiasa didiskusikan sepanjang evolusi pertumbuhan pemikiran
Konsep kekuasaan amat dekat dengan konsep kepemimpinan. Kekuasaan
merupakan sarana bagi pemimpin untuk mempengaruhi perilaku
pengikut-pengikutnya14. Hersey, Blanchard dan Netemeyer merasakan bahwa
pemimpin-pemimpin itu hendaknya tidak hanya menilai perilaku kepemimpin-pemimpinan mereka agar
mengerti bagaimana sebenarnya mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi
mereka juga harus mengamati posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaannya.
Proses kepemimpinan dipengaruhi juga oleh situasi sesaat, berarti untuk
mewujudkan kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan
penyesuaian-penyesuaian. Adapun perilaku atau gaya kepemimpinan itu antara lain15
2. Otokrasi Yang Disempurnakan (Benevolent Autocrat).
:
1. Otokrasi (Autocrat).
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri pada pelaksanaan
tugas merupakan kegiatan terpenting. Pelaksanaan tugas tidak boleh keliru, salah,
atau menyimpang dari intruksi. Inisiatif dan kreativitas orang-orang yang dipimpin
dimatikan, karena dipandang menyimpang dari intruksi. Kurang memperhatikan
hubungan manusiawi, baik antara pemimpin dan orang yang dipimpin. Kurang
mempercayai orang lain termasuk anggota kelompok atau organisasinya.
Orang-orang dipimpinnya diperlakukan sekedar pelaksana kehendak pemimpin, sukar
memberikan maaf pada bawahan, karena hanya menuntut ketaatan/kepatuhan buta.
14
R.M. Stogdill. 1974. Handbook of Leadership.Dalam buku Dr. Sedarmayanti. 2003. Good Governance
(Kepemerintahan yang baik). Bandung: Mandar Maju. hal. 11-14.
15Prof. Dr. H. Hadari Nawawi. 2004. Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri pada pemimpin
berorientasi pada hasil, dengan tidak sekedar memerintah, tetapi juga berusaha
memberikan motivasi agar tumbuh kesediaan melaksanakan perintah. Tugas orang
yang dipimpin adalah melaksanakan dan mentaati perintah, namun pemimpin
memiliki kemampuan dalam memberikan petunjuk cara mengerjakan perintah secara
efektif dan efisien. Pemimpin kurang yakin pada diri sendiri, sehingga memiliki
kecenderungan lebih baik memanfaatkan orang lain untuk menangani keputusannya,
daripada mengalami kesalahan bilamana ditanganinya sendiri.
3. Birokrat (Bureaucrat)
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri pada bekerja harus
sesuai dan mengikuti secara ketat semua peraturan, prosedur, dan mekanisme yang
sudah diterapkan. Menuntut ketaatan pada perintah pimpinan yang lebih tinggi.
Pemimpin berusaha agar lingkungan dan situasi kerja sesuai dengan aturan-aturan
teoritis dalam mewujudkan kepemimpinan formal. Kurang aktif dalam melaksanakan
tugas-tugas dan bersifat saling menunggu. Gagasan-gagasan tidak berorientasi pada
peningkatan produktivitas tetapi lebih diarahkan pada mengatur tata hubungan kerja.
4. Pelindung dan Penyelamat (Missionary).
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri pada pemimpin
berkepribadian ramah dan murah senyum. Pemimpin selalu berusaha secara aktif
mencegah pertentangan, menghindari perdebatan, dan konflik-konflik dengan orang
lain. Melaksanakan tugas-tugas secara santai agar dapat menghindari tekanan
emosional. Memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi dalam menghormati,
5. Memajukan dan Mengembangkan Organisasi (Deploper)
Perilaku atau gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri mahir dalam
berorganisasi terutama dalam mewujudkan dan membina kerja sama dalam rangka
mencapai tujuan bersama. Bekerja secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab
dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasinya. Mampu
mempercayai orang lain dalam bekerja. Cenderung pada usaha menciptakan
hubungan manusiawi yang efektif yang terarah pada mewujudkan dan membina
kerja sama dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Meyakini bahwa
orang-orang yang diberi pelimpahan wewenang mampu melakukan pengendalian diri
dalam menjalankan wewenang yang diterimanya.
6. Eksekutif (Pelaksana).
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri dalam bekerja dengan
asumsi bahwa orang lain dapat bekerja, sama baiknya dengan dirinya. Cenderung
mementingkan kualitas dalam melaksanakan tugas. Berdisiplin dalam melaksanakan
tugas, sehingga sangat menyakinkan dan bahkan disegani oleh orang-orang yang
dipimpin. Berusaha menumbuhkan partisipasi aktif orang-orang yang dipimpin.
Memiliki semangat, moral, loyalitas, dan dedikasi kerja yang tinggi. Mampu
menumbuhkan rasa aman dalam bekerja dan mempunyai perhatian yang positif
dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
7. Kompromi (Compromiser).
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri cenderung senang
suka mengambil muka, berpura-pura, bahkan penjilat. Membebankan pada
keikutsertaan anggota dalam membuat keputusan, sehingga tanggung jawab harus
dipikul bersama-sama. Cenderung selalu menilai untung rugi bagi dirinya, sebelum
mulai melaksanakan tugas. Cenderung tidak berusaha mengerjakan tugas secara baik.
Mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang dipimpin, namun
hanya dimanfaatkan dan diperalat agar mau bekerja yang memungkinkan dirinya
dinilai positif oleh pimpinan yang lebih tinggi. Memberikan motivasi kerja secara
selektif atau setengah hati.
8. Pembelot (Deserter).
Perilaku/gaya kepemimpinan yang menunjukkan ciri-ciri menghindar dari
tugas dan tanggung jawab. Hanya melibatkan diri pada tugas-tugas yang ringan,
mudah, dan tidak banyak menggunakan energi. Suka menyendiri dan kurang
menyukai pergaulan. Cenderung suka mengabaikan orang lain, tetapi senang
menyabot, karena didasari iri hati jika melihat orang lain lebih sukses. Mudah
menyerah menghadapi kesulitan dan bekerja hanya untuk mencapai hasil yang
minimal.
Setiap pemimpin adalah seseorang yang diharapkan melaksanakan beberapa
jenis kekuasaan di dalam atau di atas suatu organisasi. Adapun macam tipe dalam
kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin di seluruh dunia antara lain16
1. Tipe Kepemimpinan Otoriter.
:
16
Tipe ini menunjukkan perilaku yang dominan berupa perilaku kepemimpinan
otokrasi. Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau
sekelompok kecil orang yang diantara mereka tetap ada seseorang yang paling
berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kemampuan bawahan
selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa
diperintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang
sebagai satu-satunya yang paling benar. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain
harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan
digunakan untuk menekan bawahan dengan mempergunakan sanksi atau hukuman
sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut
dan kepatuhan yang bersifat kaku.
2. Kepemimpinan Bebas (Laissez Faire).
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter.
Dilihat dari segi perilaku tipe kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku
kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot
(deserter). Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan
dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil
keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan
masing-masing, baik perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagi penasihat, yang dilakukan
dengan memberikan kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota
kelompok yang memerlukannya. Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun
menetapkan suatu keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka
kepemimpinan dan keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi.
Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam
tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling
menunggu dan bahkan saling salah-menyalahkan atau lempar-melempar jika
dimintai pertanggungjawaban.
3. Tipe Kepemimpinan Demokratis.
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan
terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Tipe ini diwujudkan dominasi perilaku
sebagai pelindung dang penyelamat dan perilaku memajukan dan mengembangkan
organisasi/kelompok. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang
dipimpinnya sebagai subyek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya,
seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
kreativitas, inisiatif, dan lain-lainnya yang berbeda-beda antara yang satu dengan
yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar. Berdasarkan prinsip tersebut,
proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas
bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, disamping
memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan
bertanggung jawab. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan sangat
masing-masing. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara pasti sumbangan
yang dapat diberikannya untuk mencapai tujuan kelompok/organisasinya.
4. Tipe kepemimpinan Kharismatik.
Tipe kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan
menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan
dalam sifat/aspek kepribadian yang dimiliki pemimpin, sehingga menimbulkan rasa
hormat, segan, dan kepatuhan pada orang-orang yang dipimpinnya. Dengan kata lain
pemimpin diterima sebagai seseorang yang istimewa oleh orang-orang yang
dipimpinnya, karena pengaruh kepribadiannya yang dapat menimbulkan
kepercayaan, sehingga semua pendapat dan keputusannya dipatuhi secara rela dan
ikhlas.
5. Tipe Kepemimpinan Pengayom (Headmanship).
Tipe kepemimpinan ini yang menempatkan seseorang Kepala pada dasarnya
berfungsi sebagaimana layaknya seorang kepala keluarga. Pemimpin memiliki
kesediaan dan kesungguhan dalam menganyomi anggotanya, dengan berbuat segala
sesuatu yang layak dan diperlukan organisasinya. Kepemimpinan dijalankan dengan
melakukan kegiatan peloporan, kesediaan, berkurban, pengabdian, melindungi, dan
selalu melibatkan diri dalam usaha memecahkan masalah perseorangan atau
kelompok. Pemimpin dihormati dan disegani karena posisinya sebagai orang yang
dibutuhkan dalam membina kehidupan kelompok/organisasi, yang tanpa pamrih
6. Tipe Pemimpin Ahli (Expert).
Tipe kepemimpinan ini bertolak dari asumsi bahwa kepemimpinan akan
berlangsung efektif dan efisien, bilamana dipimpin oleh seseorang yang memiliki
keterampilan atau keahlian tertentu yang sesuai dengan bidang garapan atau yang
dikelola oleh organisasi kelompoknya. Keterampilan dan keahlian itu mungkin
diperoleh melalui lembaga pendidikan formal, dan mungkin pula dari pengalaman
dalam bekerja atau berorganisasi.
7. Tipe Kepemimpinan Organisatoris dan Administrator.
Tipe ini dijalankan oleh para pemimpin yang senang dan memiliki kemampuan
mewujudkan dan membina kerja sama, yang pelaksanaannya berlangsung secara
sistematis dan terarah pada tujuan yang jelas. Pemimpin bekerja secara berencana,
bertahap dan tertib. Musyawarah untuk memperoleh data/masukan, terus dibina dan
dikembangkan baiksecara formal maupun informal. Keputusan-keputusan yang
dihasilkan dari musyawarah didukung oleh data dan informasi-informasi konkrit,
yang telah diproses melalui analisis secara rasional. Dengan demikian berarti juga
keputusan-keputusan yang ditetapkan, merupakan hasil yang matang dan tidak
mudah berubah-ubah.
8. Tipe Kepemimpinan Agitator.
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk
tekanan-tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan menimbulkan dan
memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk
luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya
dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri.
Dalam arti yang luas kepemimpinan dapat dipergunakan setiap orang dan tidak
hanya terbatas berlaku dalam suatu organisasi atau kantor tertentu. Kepemimpinan
adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi
perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.17 Kepemimpinan bisa terjadi
dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi
perilaku orang-orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu.
Kepemimpinansebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan
pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin
mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi, yakni: struktur pembuatan inisiatif
(initiating structure), dan perhatian (consideration). Struktur pembuatan inisiatif ini
menunjukkan kepada perilaku pemimpin di dalam menentukan hubungan kerja
antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya di dalam menciptakan pola
organisasi, saluran komunikasi, dan prosedur kerja yang jelas. Adapun perilaku
perhatian (consideration) menggambarkan perilaku pemimpin yang menunjukkan
kesetiakawanan, bersahabat, saling mempercayai, dan kehangatan di dalam
hubungan kerja antara pemimpin dan anggota stafnya. 18
Pada saat yang bagaimanapun jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi
perilaku orang lain, bahwa kegiatan semacam itu telah melibatkan seseorang ke
17 Miftah Thoha. 1995. Kepemimpinan dalam Suatu Manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hal. 9. 18
dalam aktivitas kepemimpinan. Ada tujuh model kepemimpinan dalam pembuatan
keputusan19
1) Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada
bawahannya. , yaitu:
2) Pemimpin menjual keputusan.
3) Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang
pertayaan-pertayaan.
4) Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat
diubah.
5) Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran, dan membuat
keputusan.
6) Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan
untuk membuat keputusan.
7) Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam
batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan.
G.R. Terry dalam bukunya “Principles of Management” mengemukakan teori
sosial/sifat kepemimpinan. Adapun sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki oleh
seorang pemimpin dapat disebut sebagai berikut.20
1) Intelegensi.
19Ibid. hal. 52.
20
Orang umumnya beranggapan bahwa tingkat intelegensi seorang individu
memberikan petunjuk tentang kemungkinan-kemungkinan baginya untuk
berhasil sebagai seorang pemimpin (hingga suatu tingkat intelegensi tertentu).
2) Inisiatif.
Hal ini terdiri dari dua bagian yaitu: Pertama, kemampuan untuk bertindak
sendiri dan mengatur tindakan-tindakan. Kedua, kemampuan untuk melihat
arah tindakan yang tidak terlihat oleh pihak lain.
3) Energi atau Rangsangan.
Salah satu diantara ciri pemimpin yang menonjol adalah bahwa ia adalah lebih
energik dalam usaha mencapai tujuan yaitu energi mental dan fisik diperlukan.
4) Kedewasaan Emosional.
Seorang pemimpin dapat diandalkan persistensi dan objektivitas. Artinya dapat
diandalkan janji-janjinya mengenai apa yang akan dilaksanakannya. Ia bersedia
bekerja lama dan menyebarluaskan sikap enthusiasme di antara pengikutnya. Ia
mengetahui apa yang ingin dicapainya hari ini, tahun depan atau 5 tahun yang
akan datang.
5) Persuasif.
Tidak terdapat adanya kepemimpinan tanpa persetujuan pihak yang akan
dipimpin. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, seorang pemimpin biasanya
harus menggunakan persuasi.
6) Skill Komunikatif.
Seorang pemimpin pandai berbicara dan dapat menulis dengan jelas serta
pendapat-pendapat orang lain dan mengambil inti-sari dari pernyataan dari pihak lain.
Seorang pemimpin menggunakan komunikasi dengan tepat untuk tujuan-tujuan
persuasif, informatif serta stimulif.
7) Kepercayaan pada Diri Sendiri.
Seorang pemimpin adalah seorang yang cukup matang dan ia tidak banyak
memiliki sifat-sifat anti-sosial. Ia berkeyakinan bahwa ia dapat menghadapi
secara berhasil di kebanyakan situasi yang dihadapinya.
8) Perseptif.
Sifat ini berhubungan dengan kemampuan untuk mendalami ciri-ciri dan
kelakuan orang-orang lain, dan terutama pihak bawahannya. Hal tersebut juga
mencakup kemampuan untuk memproyeksikan diri sendiri secara mental dan
emosional ke dalam posisi orang lain.
9) Kreatifitas.
Kapasitas untuk bersifat orisinal, untuk memikirkan cara-cara baru untuk
merintis jalan baru sama sekali, guna memecahkan sebuah masalah.
10) Partisipasi Sosial.
Seorang pemimpin mengerti manusia dan ia mengetahui pula kekuatan serta
kelemahan mereka. Ia menyesuaikan diri dengan berbagai kelompok dan ia
memiliki kemampuan untuk berhadapan dengan orang-orang dari kalangan
manapun juga dan ia pun berkemampuan untuk melakukan konservasi tentang
1.6.2. Konsep Good Governance (Pemerintahan yang Baik)
Konsep Good Governance adalah nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau
kehendak rakyat dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam
pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial. Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Karenanya
memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara
pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang
disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan
ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta
berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas
lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu
berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan
politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas
tersebut.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, memandang good governance sebagai suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan,
yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi agent of change dari
suatu masyarakat berkembang di dalam negara berkembang. Agent of change dan
karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi planned change (perubahan yang
berencana), maka disebut juga agent of development. Agent of development diartikan
pendorong proses pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah
proyek-proyek, bahkan industri-industri, dan peran perencanaan dan anggaran penting.
Dengan perencanaan dan anggaran juga menstimulusi investasi sektor swasta.
Kebijaksanaan dan persetujuan penanaman modal di tangan pemerintah. Dalam good
governance peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga citizen, masyarakat dan
terutama sektor usaha/swasta yang berperan dalam good governance. Pemerintah
bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar untuk menciptakan iklim yang kondusif
dan melakukan investasi prasarana yang mendukung dunia usaha.21
Pengertian Good Governance menurut Mardiasmo adalah suatu konsep
pendekatan yang berorientasi kepada pembangunan sector public oleh pemerintahan
yang baik. Lebih lanjut menurut Bank Dunia yang dikutip Wahab menyebut Good
Governance adalah suatu konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dan investasi yang langka dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan. Selain itu
Bank dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai hubungan sinergis dan
konstruktif di antara negara, sektor dan masyarakat.22
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam
praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang
baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan
yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi
21Nugroho,D, Rian. 2004. Op Cit. hal. 54. 22
pelayanan publik. Dalam hal ini, warga masyarakat daerah didorong untuk
berpartisipasi secara konstruktif dalam pengambilan kebijakan di daerah. selain itu,
penegakan hukum dilaksanakan guna mendukung otonomi daerah dalam konsepsi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga, para pengambil kebijakan di daerah
bertanggungjawab kepada publik dalam menentukan arah kebijakan daerah sehingga
tidak ada satu lembaga publik apa pun di daerah yang tidak berada di dalam
jangkauan pengawasan publik.
Dalam menerapkan prinsip good governance ini, seluruh aparatur
penyelenggara pemerintahan daerah dituntut mempunyai perspektif good
governance. Prinsip ini sebenarnya sejalan dengan asas umum pemerintahan yang
baik yang selama ini menjadi sandaran dalam penyelenggaraan pemerintahan umum
di Indonesia. Asas ini menghubungkan esensi norma hukum dan norma etika yang
merupakan norma tidak tertulis. Aparatur pemerintahan daerah dituntut memahami
kedua esensi norma tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan hukum
dan etika di dalam masyarakat daerah. Demikian juga dalam pengambilan kebijakan
dan keputusan di daerah, arah tindakan aktif dan positif pemerintah daerah haruslah
berlandaskan pada penyelenggaraan kepentingan umum. Sudah menjadi tugas
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk menjaga kepentingan umum tersebut
guna mencapai harapan daerah dalam rangka memperkuat kesatuan bangsa.
Kepentingan umum ini juga pada hakikatnya mencakup kepentingan nasional dalam
arti bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia. Landasan kepentingan umum inilah
pengambilan kebijakan. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan eksistensi
pemerintahan negara secara keseluruhan sehingga daerah tidak dapat
mengabaikannya demi alasan apapun. Kepentingan umum dalam rangka mengatasi
kepentingan individu tidak diakui eksistensinya sebagai hakikat pribadi manusia,
akan tetapi hak individu tersebut tetap dihormati sepanjang diformulasikan terhadap
kepentingan yang lebih luas23
• Participation atau partisipasi.keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi seperti ini
dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstruktif. .
United Nations Development Program (UNDP) mendefenisikan pemerintahan
yang baik sebagai hubungan yang sinergis dan kontruktif di antara negara, sektor
swasta dan masyarakat. Berdasarkan defenisi tersebut, memberikan beberapa
karakteristik pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu:
• Rule of lawatau kerangka hukum. Kerangka hukum harus adil dan
dilaksanakan tanpa perbedaan, terutama hukum hak asasi manusia.
• Transparency atau transparansi. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik
secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan. Informasi
harus dapat dipahami dan dapat dipantau.
23
• Responsivenessatau cepat tanggap. Lembaga-lembaga publik harus cepat
tanggap dalam melayani stakeholder.
• Consensus orientationatau orientasi konsensus. Berorientasi pada kepentingan
masyarakat yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.
• Equity atau keadilan. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
• Effecktiveness and Efficiency atau efektivitas dan efisiensi. Pengelolaan sumber
manusia dilakukan secara efisien dan efektif.
• Accountabilityatau akuntabilitas. Pertanggungjawaban kepada publik atas
setiap aktivitas yang dilakukan.
• Strategic visionatau visi strategis. Penyelenggaraan pemerintahan dan
masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.24
1.7. Metode Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Metodologi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana peneliti
dalam menggambarkan tentang tata cara pengumpulan data yang diperlukan serta
analisis data. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling
bahkan populasi dan sampling-nya sangat terbatas. Jika data yang sudah terkumpul
sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu
24
mancari sampling lainnya. di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman
kualitas bukan banyaknya kuantitas data.25
1.7.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan
realitas sosial yang kompleks yang ada di masyarakat. Menjelaskan masalah-masalah
atau objek tertentu secara rinci.26
1.7.2. Lokasi Penelitian
Lokasi peneltian dalam penelitian ini adalah di Kota Medan.
1.7.3.Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode
mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah
memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data.27
25
Rachmat Kriyantono. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 56-57.
26Ida B Mantra. 2004. Filsafat Penelitian Dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal. 38. 27
Moh Nazir. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. hal. 174.
a. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari objek atau lokasi
penelitian. Dalam hal ini, perolehan data dilakukan dengan cara wawancara.
Wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab atara pihak
pencari informasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan28
b. Studi kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan
sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini
penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta
tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
.
Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini adalah: 1) Bagian
Umum Setda Kota Medan. 2) Anggota DPRD Kota Medan yaituAndi
Lumban Gaol, SH. 3)Anggota DPRD Kota Medan yaitu Asmui Lubis, S.PdI.
4)Anggota DPRD Kota Medan yaitu Waginto S.T, M.T. 5) Tokoh
Masyarakat yaitu Sekretaris DPD IPK Kota Medan Bapak Drs. Brando
Simanjuntak.6) Tokoh Masyarakat yakni Sekretaris Pemuda Pancasila MPC
Kota Medan ialah Achmad Bachori, S.T, M.T .
1.7.4. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan analisa data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisanya pada
sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif yaitu cara berpikir untuk
28Hadari Nwawi dan Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yoakarta: Gajah Mada
menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat
individual.29 Analisa pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan
metode ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud adalah prosedur atau cara untuk
mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis.30
1.8.Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian,
kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : PROFIL KOTA MEDAN DAN DZULMI ELDIN
Dalam bab ini penulis akan memaparkan uraian teoritis mengenai
profil dan sejarah Kota Medan dan Dzulmi Eldin sebagai Walikota
Medan.
BAB III :ANALISIS KEPEMIMPINAN DZULMI ELDIN SEBAGAI
WALIKOTA MEDAN BERDASARKAN PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
Dalam bab ini berisipenyajian data dan analisis data-data yang
diperoleh dari lapangan mengenaikepemimpinan Dzulmi Eldin
29Ibid. hal. 12.
30
sebagai Walikota Medan berdasarkan Prinsip Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis
data dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah