• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat Yang Beragama Islam Di Hadapan Notaris Menurut Ketentuan Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat Yang Beragama Islam Di Hadapan Notaris Menurut Ketentuan Hukum Islam"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sangat diperlukan pembinaan sejak dini bagi anak yang berlangsung secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak. Membentuk suatu keluarga kemudian melanjutkan keturunan merupakan hak dari setiap orang. Konsekuensi dari adanya suatu hak adalah timbulnya suatu kewajiban, yakni kewajiban antara suami isteri dan kewajiban antara orang tua dan anak. Bagi setiap keluarga, anak merupakan sebuah anugerah yang paling ditunggu–tunggu kehadirannya, karena dengan hadirnya seoarang anak akan melengkapi kebahagiaan sebuah keluarga. Anak merupakan sebuah harapan bagi kedua orang tuanya. Keberadaan anak adalah wujud keberlangsungan sebuah keluarga.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa ”perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”1Menurut rumusan pasal tersebut dapat diketahui bahwa dari perkawinan diharapkan akan lahir keturunan (anak) sebagai penerus dalam keluarganya, sehingga orang tua berkewajiban

(2)

memelihara serta mendidiknya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Keinginan mengembangkan keturunan adalah naluri setiap manusia, untuk kepentingan itu manusia perlu melakukan pernikahan, dimana dari pernikahan tersebut terjalinlah sebuah ikatan suami isteri yang pada gilirannya terbentuk sebuah keluarga berikut keturunannya berupa anak-anak, dengan demikian kehadiran anak tidak hanya dipandang sebagai konsekuensi adanya hubungan biologis antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tetapi lebih dari itu, juga merupakan keinginan yang sudah melembaga sebagai naluri setiap manusia.

Lahirnya seorang anak dalam sebuah keluarga sangat ditunggu, rasanya kurang lengkap sebuah keluarga tanpa kehadiran seorang anak. Bahkan, dalam kasus tertentu tanpa kehadiran seorang anak dianggap sebagai aib yang menimbulkan rasa kurang percaya diri bagi pasangan suami isteri. Dalam keadaan demikian berbagai perasaan dan pikiran akan timbul dan pada tataran tertentu tidak jarang perasaan dan pikiran tersebut berubah menjadi kecemasan. Kecemasan tersebut selanjutnya diekspresikan oleh salah satu pihak atau kedua pihak, suami isteri.

(3)

bisa memiliki anak dengan cara mengadopsi atau mengangkat anak. Anak yang akan diangkat nantinya disebut sebagai anak angkat.

Pengangkatan anak disini merupakan alternatif untuk menyelamatkan perkawinan atau untuk mencapai kebahagiaan rumah tangga, karena tujuan dari perkawinan yang dilakukan, pada dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan, yaitu anak. Begitu pentingnya hal keturunan (anak) ini, sehingga menimbulkan berbagai peristiwa hukum, misalnya ketiadaan keturunan data menyebabkan perceraian, poligami dan pengangkatan anak yang merupakan beberapa peristiwa hukum yang terjadi karena alasan di dalam perkawinan itu tidak memperoleh keturunan (walaupun bukan satu-satunya alasan). Tingginya frekuensi perceraian, poligami dan pengangkatan anak yang dilakukan didalam masyarakat mungkin merupakan akibat dari perkawinan yang tidak menghasilkan keturunan, dikarenakan tujuan perkawinan itu tidak tercapai.”2

Pengangkatan anak pada hakikatnya harus dipandang sebagai upaya untuk meniru alam dengan menciptakan keturunan secara buatan atau artificial (adoption naturam imitator), sehingga Rabel menyatakan “no institution can be designed as adoption, unless it makes the child legitimate in relation to the adopting parent.”3 Jika pada mulanya yaitu dalam sistem dimana pengangkatan anak dipandang semata-mata sebagai cara untuk melanjutkan keturunan, akibat-akibat pengangkatan

2 Soerjono Soekanto & Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1983), hlm. 275

(4)

demikian mendalam, hingga memutuskan hubungan antar anak angkat dengan orang tua asalnya (adoptio plena), dengan perkembangan fungsi pengangkatan anak itu, maka anak angkat tidak lagi dianggap seratus persen sebagai anak sendiri dari orang tua angkatnya, melainkan dengan akibat yang terbatas, misalnya sekedar menimbulkan hubungan pada pemeliharaan dan pendidikan saja (adoptio minus plena).

Secara umum pengangkatan anak menurut hukum adalah pengalihan anak terhadap orang tua angkat dari orang tua kandung secara keseluruhan dan dilakukan menurut adat setempat agar sah. Jadi orang tua kandung sudah lepas tangan terhadap anak itu, dan tanggung jawab beralih kepada orang yang mengangkatnya. Dibedakan terlebih dahulu antara anak angkat, anak pungut dan anak asuh. Perbedaan dari ketiganya yakni sebagai berikut:

1. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. 2. Anak pungut adalah anak orang lain yang di anggap anak sendiri oleh orang tua

yang memungutnya dengan resmi menurut hukum adat setempat, dengan tujuan untuk melangsungkan keturunan dan atau pemeliharaan harta keluarga rumah tangga.

(5)

karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.4

Lembaga pengangkatan anak ini merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan sekaligus memerlukan suatu ketertiban dan ketuntasan dalam mekanisme pelaksanaannya. Lembaga kemasyarakatan yang juga mempunyai fungsi sosial yang tidak kecil artinya terhadap keluarga dan dampaknya kepada masyarakat keseluruhan, maka eksistensi pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum perlu mendapatkan tempat yang lebih jelas. Hal ini mengingat bahwa pengangkatan anak ini disamping telah dikenal dan dilakukan di Indonesia yang semula bertujuan untuk meneruskan garis keturunan dalam suatu keluarga akan tetapi dewasa ini pengangkatan anak telah dilakukan pula demi kemanusiaan, terlebih-lebih dalam perkembangan kemajuan sekarang yang dibarengi pula efek negatifnya, maka peran lembaga pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum sangat besar artinya.

Anak merupakan generasi penerus yang sangat diharapkan dapat meneruskan pembangunan suatu bangsa. Adanya lembaga pengangkatan anak yang minimal melingkupi dua subjek yang berkepentingan, yakni orang tua yang mengangkat di satu pihak dan si anak yang diangkat dilain pihak, dengan berbagai variasi latar belakang pengangkatan anak itu sendiri adalah jelas menggambarkan bahwa pengangkatan anak sebagai suatu lembaga yang dibutuhkan masyarakat yang padanya

4Churry Elmoena, Pengertian Anak Pungut,

(6)

terdapat berbagai kepentingan. Disinilah perlunya berperan misi ketertiban dalam berbagai kepentingan, sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan tepat.

Hukum perdata di Indonesia hingga sekarang masih mengalami pluralisme, dimana hukum perdata masih berdasarkan penggolongan penduduk Indonesia menurut pembagian yang dilakukan oleh pemerintah hindia belanda pada masa dahulu, dan untuk tiap-tiap golongan penduduk itu berlaku sistem hukum perdata yang berbeda.5 Masing-masing sistem hukum yang berlaku di Indonesia mempunyai sikap-sikap sendiri terhadap pengangkatan anak (meskipun tidak diabaikan ada juga persamaannya), baik mengenai eksistensi, bentuk maupun isi dari lembaga pengangkatan anak, sehingga dalam sistem hukum Indonesia soal pengangkatan anak, terdapat peraturan yang tidak sama untuk seluruh golongan penduduk.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak memuat satu ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak angkat ini, yang ada hanya adalah ketentuan tentang pengakuan anak luar kawin, yaitu seperti yang diatur dalam Buku I BW Bab XII Bagian Ketiga, Pasal 280 sampai 289, tentang pengakuan terhadap anak-anak luar kawin. Ketentuan ini boleh di katakan tidak ada sama sekali hubungannya dengan masalah adopsi ini, oleh karena itu, KUH Perdata tidak mengenal hal pengangkatan anak ini, maka bagi orang-orang Belanda sampai kini tidak dapat mengangkat anak secara sah, hanya diterima baik oleh Staten Generaal Nederlandsebuah undang-undang adopsi.

(7)

Landasan pemikiran diterimanya undang-undang tersebut adalah bahwa setelah Perang Dunia II, dimana seluruh Eropa timbul golongan manusia baru, orang tua yang telah kehilangan anak yang tidak bisa mendapatkan anak baru lagi secara wajar, anak-anak piatu yang telah kehilangan orang tuanya dalam peperangan, dan lahir banyak anak luar perkawinan. Atas landasan itulah, maka Staten Generaal Nederlandtelah menerima baik sebuah undang-undang adopsi (adoptie wet)tersebut yang membuka kemungkinan terbatas untuk adopsi ini.6

Adopsi merupakan salah satu perbuatan manusia termaksud perbuatan perdata yang merupakan bagian hukum kekeluargaan, dengan ini melibatkan persoalan dari setiap yang berkaitan dengan hubungan manusia. Bagaimana pun jumlah lembaga adopsi ini mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri, yang harus beranjak kearah kemajuan. Dengan demikian, karena tuntutan masyarakat walaupun KUH Perdata. Tidak mengatur tentang adopsi ini, maka pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk membuat aturan yang terdiri tentang adopsi ini. Karena itulah di keluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917, khususnya Pasal 5 sampai Pasal 15.7

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang bagian mutlak oleh undang-undang dimasukkan dalam bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht), yaitu di dalam Pasal 913, 914, 916 dan seterusnya. Suami istri menurut undang-undang mendapatkan

6 Rosmawati, Hak Mewaris Anak Angkat Menurut BW, (Majalah Al-Risalah: Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012), hlm. 222

(8)

bagian sama besarnya dengan bagian seorang anak sah sebagai ahli waris, tetapi dia tidak berhak atas bagian mutlak(legitieme portie), karena suami istri tidak termasuk garis lurus, baik keatas maupun kebawah seperti halnya juga saudara-saudara dari pewaris tidak berhak mendapatkanlegitieme portieatau bagian mutlak.8

Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari adat kebiasaan muslim di Indonesia dan telah merambah dalam praktik melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya undang-undang yang mengatur secara khusus, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, dimana pada Pasal 171 huruf h, secara definitif disebutkan bahwa “anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.”

Definisi anak angkat dalam kompilasi hukum Islam tersebut, jika diperbandingkan dengan definisi anak angkat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memiliki kesamaan substansi. Pasal 1 angka 9 dinyatakan bahwa “anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.”

(9)

Dalam proses pengangkatan anak, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengangkatan anak yang mencangkup jenis pengangkatan anak, syarat-syarat, tata cara pengangkatan anak, pengawasan pelaksanaan pengangkatan anak dan pelaporan. Hal penting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut merupakan kemajuan kearah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup di tengah-tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak itu di kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat.

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan, sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.9 Suasana pluralistis hukum kewarisan, pada kenyataannya masih tetap mewarnai sistem dan penerapan hukum kewarisan di Indonesia.10 Seperti yang diketahui, sampai saat ini di Indonesia masih

9M. Idris Ramulyo,Suatu Perbandingan Antara Ajaran Syafi’i Dan Wasiat Wajib Di Mesir

Tentang Pembagian Harta Warisan Untuk Cucu Menurut Islam, Majalah Hukum dan Pembangunan No. 2 Thn. XII Maret 1982, (Jakarta: FH UI, 1982), hlm. 154

10 Sigit Budhiarto, Perkembangan Politik Hukum Di Indonesia Dan Pengaruhnya Serta

Solusinya Terhadap Berlakunya Hukum Waris Positif,

(10)

mengenal tiga macam sistem hukum waris sebagai hukum positif, yaitu sistem hukum waris KUH Perdata, sistem hukum waris adat dan sistem hukum waris Islam. Padahal sebagai negara yang telah lama merdeka sudah pada tempatnya apabila hukum kewarisan yang berlaku di dalam masyarakat berbentuk kodifikasi dan unifikasi.11

Lahirnya Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, pada Pasal 49 mengenai penghapusan pilihan hukum. Adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 semakin menambah kejelasan politik hukum nasional dengan mempertegas kewenangan dari pengadilan agama, sehingga peta hukum waris positif di Indonesia dapat di interpretasikan menjadi:

a. Hukum waris perdata berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama non Islam baik keturunan Eropa maupun keturunan Tionghoa, menjadi kewenangan Pengadilan Negeri.

b. Hukum waris adat berlaku bagi warga negara Indonesia bumiputera atau Indonesia asli yang beragama non Islam, menjadi kewenangan pengadilan negeri c. Hukum waris Islam berlaku bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa,

keturunan timur asing Tionghoa dan timur asing lainnya, bumiputera atau Indonesia asli yang beragama Islam, menjadi kewenangan pengadilan agama.12

Wasiat merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari hukum waris. Pengertian wasiat ialah pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang

(11)

dilakukan terhadap hartanya setelah meninggal dunia.13 Wasiat yang demikian berkaitan dengan hak kekuasaan (tanggung jawab) yang akan dijalankan setelah seseorang meninggal dunia, misal seseorang berwasiat kepada orang lain agar menolong mendidik anaknya kelak, membayar hutang atau mengembalikan barang yang pernah dipinjamnya.

Pada dasarnya wasiat merupakan kewajiban moral bagi seseorang untuk memenuhi hak orang lain atau kerabatnya, sedangkan orang tersebut tidak termasuk keluarga yang memperoleh bagian waris. Menurut Pasal 171 huruf (f) KHI, yang dimaksud dengan wasiat adalah pemberian sesuatu kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah meninggal dunia.14

KUH Perdata menyebut wasiat dengan testament (kehendak terakhir), bahwa apa yang dikehendaki seseorang akan terselenggara apabila telah meninggal dunia, dan juga dalam arti surat yang memuat tentang ketetapan hal tersebut. Sehingga

testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, yang mana hal tersebut dapat dicabut kembali.15

Pelaksanaan wasiat antara hukum Islam dan KUH Perdata terdapat berbagai perbedaan didalamnya. Yahya Harahap mengatakan bahwa perbedaan yang timbul antara wasiat tersebut terletak pada tertulis atau tidak tertulisnya surat wasiat

13Sajuti Thalib,Hukum Kewarisan I

slam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 104 14 Amir Hamzah dan A. Rachmad Budiono, Hukum Kewarisan Dalam Kompilasi Hukum

Islam, (Malang: IKIP, 1994), hlm. 180

(12)

dihadapan notaris, sedangan menurut hukum Islam dapat berbentuk lisan dan tulisan.16

Warisan adalah peninggalan benda pusaka yang memiliki nilai tawar ketika orang telah meninggal bagi ahli warisnya. Warisan kadang-kadang menjadi akar dari pertengkaran jika tidak dibagikan dengan baik dan seadil-adilnya. Apalagi orang yang meninggal memiliki saudara dan seorang anak angkat yang tidak memiliki hubungan darah. Anak angkat ini biasanya menjadi tonggak perseteruan di antara saudara-saudara orang yang meninggal. Maka dari itu, hukum kewarisan bagi anak angkat ada bagian-bagian tersendiri yang memang mengaturnya. Misalkan wasiat wajibah oleh yang mengasuhnya mengenai harta kepemilikannya bagi anak angkatnya. Namun di Indonesia wasiatwajibahini masih terasa asing.

Wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak tergantung kepada kemauan atau kehendak yang meninggal dunia. Wasiat ini tetap harus dilaksanakan, baik diucapkan atau tidak diucapkan, baik dikehendaki atau tidak dikehendaki oleh yang meninggal dunia. Jadi, pelaksanaan wasiat tersebut tidak memerlukan bukti bahwa wasiat tersebut diucapkan, ditulis, atau dikehendaki, tetapi pelaksanaannya didasarkan pada alasan-alasan hukum yang membenarkan bahwa wasiat tersebut harus dilaksanakan.17

Istilah wasiat wajibah ini sebenarnya penemuan baru abad dua puluh. Sedangkan wasiat wajibah yang dikaitkan dengan anak atau orang tua angkat

16 Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 167

17Ahmad Junaidi, Wasiat Wajibah Pergumulan Antara Hukum Adat Dan Hukum Islam Di

(13)

merupakan penemuan Indonesia. Dalam kasus lain, wasiat wajibah dimasukkan ke dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Tapi, tujuan wasiat wajibah dimasukkan ke dalam KHI adalah untuk melakukan pendekatan kompromi dengan hukum adat. Hal ini dilakukan bukan hanya sebatas pengambilan nilai-nilai hukum adat untuk diangkat dan dijadikan ketentuan hukum Islam. Pendekatan kompromi ini, termasuk juga dalam hal memadukan pengembangan nilai-nilai hukum Islam yang sudah ada sumber hukumnya dengan nilai-nilai hukum adat. Tujuannya agar ketentuan hukum Islam itu lebih dekat dengan kesadaran hidup masyarakat. Hal ini dapat dikatakan sebagai Islamisasi hukum adat sekaligus seiring dengan upaya mendekatkan hukum adat ke dalam hukum Islam.18

Istilah wasiat wajibah pertama kali diperkenalkan oleh Ibn Hazm yang menyatakan bahwa bagi tiap-tiap orang yang akan meninggal dan memiliki harta kekayaan, terutama kepada kerabat yang tidak memperoleh bagian warisan, karena kedudukan sebagai hamba, kekafirannya, atau ada hal yang menghalangi mereka dari hak kewarisan atau karena memang tidak berhak atas warisan.19 Ada beberapa hal yang menjadi tujuan pengangkatan anak yang menyebabkan timbulnya sebuah wasiat

wajibah ini, antara lain yaitu untuk meneruskan keturunan manakala dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan, dan salah satu jalan yang positif serta manusiawi terhadap naluri kehadiran seorang anak dalam keluarga setelah bertahun-tahun dikaruniai anak.

(14)

Selain itu juga bertujuan untuk menambah jumlah anggota keluarga, dengan maksud agar si anak angkat mendapat pendidikan yang baik, untuk mempererat hubungan keluarga. Di sisi lain juga merupakan suatu kewajiban bagi orang yang mampu terhadap anak yang tidak mempunyai orang tua, sebagai misi kemanusiaan dan pengamalan ajaran agama.20

Perkembangannya pengangkatan anak ini bukan hanya sekedar pemisahan hubungan yuridis dengan orang tua kandungnya, namun pada saat ini permasalahan anak angkat sudah berkembang kepada masalah pembagian harta warisan. Keberadaan anak angkat dalam pewarisan di Indonesia pada saat ini masih menjadi polemik yang selalu diperbincangkan, baik dalam kalangan politisi, para akademisi, dan para penegak hukum. Simpang siurnya masalah pembagian harta dan kedudukan anak angkat dalam hal mewarisi baik secara Islam maupun secara ketentuan hukum perdata di antisipasi oleh orang tua angkat dengan membuat surat wasiat wajibah dihadapan notaris untuk memberikan hartanya kepada anak angkatnya.

Perlu ditekankan bahwa dalam penelitian ini hal pokok yang akan di bahas adalah mengenai peranan notaris dalam membuat akta wasiat wajibah yang harus sesuai ketentuan undang-undang dan tidak boleh melakukan penyelundupan dan penyelewengan hukum dalam pembuatan akta wasiat wajibah bagi anak angkat tersebut, maka berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diberi judul “Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat Yang Beragama Islam Di Hadapan Notaris Menurut Ketentuan Hukum Islam.”

(15)

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pertanyaan mengenai objek empirik yang akan diteliti dan jelas batas-batasnya serta dapa diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya. Pada penelitian ini adapun yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimana kaidah dasar pemberian harta warisan melalui wasiat wajibah bagi

anak angkat yang beragama Islam?

2. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai pembuat akta wasiat wajibah apabila terjadi sengketa mengenai bagian anak angkat yang beragama Islam?

3. Bagaimana akibat hukum jika pembagian harta warisan dengan wasiat wajibah kepada anak angkat yang beragama Islam melebihi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

C. Tujuan Penelitian

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum khususnya hukum yang mengatur tentang wasiat wajibah bagi anak angkat. Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kaidah dasar pemberian harta warisan melalui wasiat wajibah bagi anak angkat yang beragama Islam.

(16)

3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum jika pembagian harta warisan dengan wasiat wajibah kepada anak angkat yang beragama Islam melebihi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari tujuan penelitian yang telah diuraikan diatas, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis dimana penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum waris di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis dimana diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada hak anak angkat dalam setiap proses pewarisan yang terjadi di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

(17)

demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan fakultas hukum universitas sumatera utara khususnya dilingkungan magister kenotariatan dan magister ilmu hukum juga telah dilakukan dan dilewati, namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain:

1. Penulis : Erwansyah

Judul : Kewarisan Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Staatblad 1917 No. 129 (Penelitian pada Pengadilan Agama Medan).

Perumusan Masalah:

1) Bagaimana prosedur pengangkatan anak dalam Kompilasi Hukum Islam dan

Staatblad1917 No. 129?

2) Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Kompilasi Hukum Islam danStaatblad1917 No. 129?

3) Bagaimana kewarisan anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam dan

Staatblad1917 No. 129? 2. Penulis : Adawiyah

Judul : Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam.

(18)

1) Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

2) Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

3) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia?

3. Penulis : Rahmat Jhowanda

Judul : Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Aceh (Studi Kabupaten Aceh Barat)

Perumusan Masalah:

1) Bagaimana cara dan syarat pengangkatan anak dilihat dari kultur budaya masyarakat aceh?

2) Bagaimana hubungan hukum antara anak angkat dan orang tua kandungnya pada masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Barat?

3) Bagaimana hak mewaris dari anak angkat dalam hukum waris adat, pada masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Barat?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

(19)

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.21 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa “keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.22

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami mengenai kedudukan harta anak angkat dalam pewarisan yang dibuat melalui surat wasiat wajibah yang dimana aktanya dibuat dihadapan notaris.

Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori kepastian hukum. Istilah kepastian hukum dalam tataran teori hukum tidak memiliki pengertian yang tunggal. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah pendapat yang berusaha menjelaskan arti dari istilah tersebut dengan argumen dan perspektif tertentu, baik dalam pengertian yang sempit maupun luas. Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya dapat dijawab secara normatif, dan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara

(20)

jelas dan logis. Jelas, dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma, dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.23

Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Pendapat ini dapat dikategorikan sebagai pendapat yang berpandangan legal positivism karena lebih melihat kepastian hukum dari sisi kepastian perundang-undangan. Kepastian hukum harus diindikasikan oleh adanya ketentuan peraturan yang tidak menimbulkan

multitafsir terhadap formulasi gramatikal dan antinomi antar peraturan, sehingga menciptakan keadaan hukum yang tidak membawa kebingungan ketika hendak diterapkan atau ditegakkan oleh aparat penegak hukum.

Pada konsep ajaran prirotas baku mengemukakan bahwa tiga ide dasar hukum atau tiga tujuan utama hukum adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.24

Keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan dalam arti yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Kemanfaatan atau finalitas

23Yance Arizona, Kepastian Hukum, http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/, (diakses tanggal 21 Februari 2014)

(21)

menggambarkan isi hukum karena isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut. Kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus di taati.25

Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada prinsip the binding for precedent (stare decisis) dalam sistem common law dan the persuasive for precedent (yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas. Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusan-putusan terdahulu.26

Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum menjaga agar masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri

(eigenrichting). Berdasarkan teori hukum yang ada maka tujuan hukum yang utama adalah untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, ketertiban dan perdamaian.27

Ahmad Ali memberikan makna yang lebih luas tentang kepastian hukum. Ahmad Ali menjabarkan pendapatnya tentang kepastian hukum, dengan menyatakan: Kepastian hukum selalu berkaitan dengan hal-hal seperti:

25Ibid., hlm. 162 26Ibid., hlm. 294

(22)

a. Adanya sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, bukan berdasarkan putusan sesaat untuk hal-hal tertentu.

b. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik. c. Peraturan tersebut tidak berlaku surut.

d. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum. e. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.

f. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. g. Tidak boleh sering diubah-ubah.

h. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.28

Teori perlindungan hukum juga digunakan dalam penulisan tesis ini. Menurut Satjipto Raharjo hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.29

Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.30 Menurut Muchsin perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang

28Ahmad Ali,Op. Cit., hlm. 294

29

Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V 2000), hlm. 53

(23)

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.31

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.32Perlindungan hukum bagi seluruh rakyat adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan pancasila. Adapun elemen dan ciri-ciri negara hukum pancasila ialah:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan.

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara. c. Prinsip penyelesian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan

sarana terakhir.

31 Muchsin, Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Thesis, Magister Ilmu Hukum (Pascasarjana: Universitas Sebelas Maret, 2003), hlm. 14

(24)

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah diarahkan kepada:33

1) Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa atau sedapat mungkin mengurangi terjadinya sengketa, dalam hubungan ini sarana perlindungan hukumpreventifpatut diutamakan daripada sarana perlindunganrepresif. 2) Usaha-usaha untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat

dengan cara musyawarah.

Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir, peradilan hendaklah merupakan ultimum remedium dan peradilan bukan forum konfrontasi sehingga peradilan harus mencerminkan suasana damai dan tentram terutama melalui hubungan acaranya. Fungsi teori perlindungan hukum dalam penulisan tesis ini adalah untuk melindungi hak-hak anak angkat dalam harta warisan mengingat banyaknya pelaksanaan pemberian harta warisan tidak sesuai dengan ketentuan UU Perkawinan dan KHI. Selain itu dalam hal lebihnya bagian anak angkat seringkali menjadi persengketaan dimana anak angkat digugat oleh anak kandung dari pewaris dikarenakan isi dari suatu wasiat wajibah yang dibuat lebih banyak memuat bagian anak angkat, yang berujung pada persengketaan antara anak angkat dan anak kandung pewaris, sehingga dalam hal ini diperlukanlah perlindungan hukum.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan

(25)

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang di generalisasi dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.34 Maka dalam penelitian ini disusun berberapa defenisi operasional dari konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:

a. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. b. Orang tua adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan

biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu atau ayah dapat diberikan untuk perempuan atau pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.

c. Orang tua angkat adalah seorang suami atau istri yang ingin memiliki anak dari orang lain yang disahkan melalui putusan pengadilan dikarenakan suami atau istri tersebut tidak ada keturunan. Orang tua angkat berkewajiban memelihara, merawat, memberikan pendidikan yang baik, dan memenuhi setiap kebutuhan perkembangan anak.

d. Pengangkatan anak menurut hukum adalah pengalihan anak terhadap orang tua angkat dari orang tua kandung secara keseluruhan dan dilakukan menurut hukum

(26)

Islam agar sah. Jadi orang tua kandung sudah lepas tangan terhadap anak itu, dan tanggung jawab beralih kepada orang yang mengangkatnya.

e. Hukum keluarga adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam sebuah keluarga, dimana hukum keluarga diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

f. Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaiman dimaksud dalam undang-undang.

g. Ahli waris merupakan orang yang menerima harta warisan dari pewaris, dimana ketentuan mengenai ahli waris dalam hukum waris adat, hukum waris perdata, dan hukum waris Islam memiliki konsep yang berbeda.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten. Metodelogis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.35

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif atau doktriner.

(27)

Penelitian hukum normatif atau doktriner yaitu metode penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder atau dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.36 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung kemudian dianalisis dan dilakukan pengambilan kesimpulan.37

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah penggunaan cara atau metode pendekatan apa yang akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan. Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan, yaitu penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan

36

(28)

undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.38

Metode pendekatan ini digunakan dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam hal hubungan antara yang satu dengan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

3. Sumber Data

Pada penelitian hukum normatif data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep, teori dan informasi serta pemikiran konseptual.39Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah, beberapa sumber internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti.

38

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 93

(29)

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh). Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data melalui membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.40

5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu:

40 Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan

(30)

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembuatan wasiat wajibah bagi anak angkat yang beragama Islam.

b. Memilih bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan.

c. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

d. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaidah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut.41

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.42

41Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 225

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman genetik RTBV dari tiga daerah endemis virus tungro di Indonesia berdasarkan sekuen basa nukleotida dan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh sedimentasi terhadap pertumbuhan Gracilaria sp.peneltian dilakukan bulan Juni sampai Desember 2005 Metode

Bastanta dkk pada tahun 2001 di Kabupaten Mandailing Natal yang membandingkan efikasi kombinasi klorokuin dan pirimetamin-sulfadoksin dibandingkan pirimetamin- sulfadoksin

Dalam penelitian ini di- lakukan dengan menggabungkan antara model matematik heuristik permintaan dinamis Pujawan dan Silver [5] dan model matematik sistem rantai

Dari proses pengujian inilah yang diketahui menjadi iterasi (perulangan) setiap ada perbaikan terhadap sistem dan atau program yang dibuat untuk mendapatkan hasil yang sesuai

Guru menyiapkan media gambar yang berkaitan dengan tema agar tujuan pembelajaran dapat tercapaib. (Select Method, Media, And Material)

d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah

Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab