• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Kerjasama Bongkar Muat Kapal Antara Pemilik Barang Dengan Perusahaan Bongkar Muat (Studi Perjanjian PT Sentana Adidaya Pratama Dan PT Bhanda Ghara Persero Medan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perjanjian Kerjasama Bongkar Muat Kapal Antara Pemilik Barang Dengan Perusahaan Bongkar Muat (Studi Perjanjian PT Sentana Adidaya Pratama Dan PT Bhanda Ghara Persero Medan)."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BONGKAR MUAT KAPAL ANTARA

PT SAP DAN PT. BHANDA GHARA REKSA PERSERO

A. Lahirnya Kontrak Kerjasama

1. Hukum Kontrak Di Indonesia

Di Indonesia, sumber hukum kontrak yang berasal dari undang-undang yang

dibuat oleh pemerintah melalui persetujuan DPR antara lain:46

a) Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang merupakan produk dari Pemerintah Hindia Belanda yang diatur dalam Stb 1847 Nomor 23.

b) KUH Perdata yang merupakan produk Pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi, diatur dalam Buku III KUH Perdata.

c) KUH Dagang

d) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang diatur dalam undang-undang ini meliputi ketentuan umum, azas dan tujuan, perjanjian yang dilarang, posisi dominan, komisi pengawas persaingan usaha, tata cara penanganan perkara dan sanksi;

e) UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 1 ayat (5) dan Pasal 22 tentang pengaturan kontrak kerja konstruksi;

f) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbiterase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa

g) UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional yang meliputi ketentuan umum, pembuatan perjanjian internasional, pengesahan, pemberlakukan penyimpanan dan pengakhiran perjanjian internasional.

Sumber hukum tertulis tersebut diatas dilahirkan dari azas hukum yang hidup

dan berakar ditengah masyarakat dan nilai-nilai yang dipilih sebagai pedoman

kehidupan bersama. Azas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak yang

menjadi latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap

(2)

sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan

hakim yang merupakan hukum positif.47Azas hukum pada umumnya bersifat dinamis

mengikuti khaedah hukumnya dan khaedah hukum akan berubah mengikuti

perkembangan masyarakat.

Sama halnya dengan kontrak juga didasari dari adanya azas-azas yang penting

yang mempengaruhi hukum kontrak. Oleh karena itu hukum kontrak mengenal lima

azas penting yaitu:48

a) Azas Kebebasan Berkontrak

Azas kebebasan berkontrak adalah suatu azas yang memberikan kebebasan para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, untuk menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, persyaratan perjanjian dan untuk menentukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun lisan. Azas ini berkembang dari faham individualisme dimana setiap orang bebas memperoleh apa yang dikehendakinya demikian halnya dalam berkontrak diwujudkan dalam kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi dalam kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat. Sebagai akibatnya paham ini memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada golongan ekonomi yang kuat untuk menguasai golongan ekonomi yang lemah. Meskipun demikian terdapat pembatasan terhadap azas kebebasan berkontrak tercermin dari adanya intervensi hakim dalam menilai apakah kontrak yang dibuat bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.49

b) Azas Konsesualisme

Azas ini merupakan azas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan ini merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Hal ini sejalan dengan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata yang berkaitan dengan bentuk perjanjian.

c) AzasPacta Sunt Servanda

47Sudikno Mertokusumo,Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hal 5.

48Salim HS,op.cit, hal 9.

(3)

Azas ini disebut juga dengan azas kepastian hukum yang berkaitan dengan akibat perjanjian. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Artinya bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya undang-undang.

d) Azas Itikad Baik

Azas ini merupakan azas bagi para pihak untuk melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan atau kemauan baik dari para pihak. Hal ini sejalan dengan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Azas itikad baik ini harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek serta memberikan penilaian yang terletak pada akal sehat dan keadilan secara ojektif menurut norma-norma hukum.

e) Azas Kepribadian (Personalitas)

Azas ini merupakan azas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja artinya seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini sejalan dengan Pasal 1340 KUH Perdata bahwa perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Pada Pasal 1315 KUH Perdata disebutkan pula bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Namun demikian, ketentuan ini masih ada kekecualian dalam Pasal 1317 KUH Perdata bahwa perjanjian dapat pula diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Disamping itu pada Pasal 1318 KUH Perdata perjanjian juga dapat mengatur dirinya sendiri, kepentingan ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Disamping kelima azas tersebut diatas terdapat delapan azas yang dilahirkan

dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diadakan pada tahun 1995 yaitu:50

a) Azas Kepercayaan: bahwa setiap orang yang akan mengdakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan dinatara mereka dibelakang hari; b) Azas Persamaan Hukum: bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian

mempunyai kedudukan, hak san kewajiban yang sama dalam hukum;

c) Azas Keseimbangan: bahwa kedua belah pihak harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian sesuai dengan hak dan kewajibannya secara seimbang;

d) Azas Kepastian Hukum: bahwa perjanjian ini mengandung kepastian hukum dan dengan adanya perjanjian tersebut maka perjanjian itu adalah sebagai undang-undangn dan mengikat bagi para pihak pembuatnya;

(4)

e) Azas Moral: ini terikat kepada perikatan yang wajar dimana perbuatan seseorang secara sukarela yang didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya;

f) Azas Kepatutan: yang tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang berkaitan dengan isi perjanjian;

g) Azas Kebiasaan: Azas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian dimana perjanjian tidak hanya mengikat kepada apa yang secara tegas diatur tetapi juga kepada hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti;

h) Azas Perlindungan: bahwa para pihak dilindungi oleh hukum.

Sumber hukum kontrak dapat dibedakan berdasarkan sistem hukum yang

mengaturnya yaitu civil law dan common law. Civil law dibedakan menjadi dua yaitu

sumber hukum materil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materil ialah

tempat dari mana hukum itu diambil misalnya: hubungan sosial, kekuatan politik,

situasi sosial ekonomi, politik, tradisi, hasil penelitian ilmiah, perkembangan

internasional dan keadaan geografis. Sumber hukum formil merupakan tempat

memperoleh kekuatan hukum misalnya undang-undang, perjanjian antar negara,

yurisprudensi dan kebiasaan.51

Sumber hukum common law yang berasal dari Amerika, dibagi menjadi dua

kategori yaitu: sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Sumber hukum

primer merupakan sumber hukum yang utama meliputi: keputusan pengadilan

(judicial opinion), statuta (statutory law) dan peraturan lainnya sedangkan sumber

hukum sekunder adalah restatement dan legal comentary. Seiring dengan

perkembangan zaman dan menuju ke era perdagangan internasional sangat diperlukan

adanya perubahan-perubahan yang dapat mendukung transaksi-transaksi internasional

apalagi dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015 nanti yang

(5)

menjadikan hukum kontrak sebagai bidang hukum yang sangat penting dalam sektor

perdagangan di kawasan ASEAN.52 Perubahan-perubahan yang diharapkan adalah

menyangkut prinsip dan aturan umum antara lain yang ada di dalam CISG dan

UPICCs sebagai rujukan agar hukum kontrak Indonesia lebih compatible dengan

hukum kontrak negara ASEAN lainnya dan dengan hukum kontrak internasional.

Bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tertulis dan lisan.

Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan

sedangkan perjanjian lisan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara

lisan.53Perjanjian tertulis terdiri dari 3 bentuk yaitu: perjanjian dibawah tangan yang

ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian dengan saksi

notaris untuk melegalisir tandatangan para pihak dan perjanjian yang dibuat

dihadapan dan oleh notaris. Jenis perjanjian kerjasama yang terjadi antara PT SAP

dan PT BGR Persero adalah kontrak dalam bentuk perjanjian dibawah tangan dimana

yang menandatangani hanyalah kedua belah pihak saja. Meskipun demikian

kekuatannya adalah mengikat bagi para pihak yang mengdakan kontrak.

2. Para Pihak Dalam Kontrak

Pada dasarnya setiap orang dapat melakukan kontrak dengan siapa saja yang

dikehendakinya sepanjang orang tersebut tidak bertentang dengan undang-undang

untuk melakukan kontrak. Kontrak ini berfungsi untuk memberikan kepastian hukum

52Subianta Mandala,Pembaharuan Hukum Kontrak Indonesia Dalam Kerangka Harmonisasi

Hukum Kontrak ASEAN, Jurnal Rechtvinding, Media Pembinaan Hukum Nasional Volume 1 Nomor 2, Agustus 2012, hal 295.

(6)

bagi para pihak (fungsi yurudis).54Para Pihak dalam kontrak kerjasama ini adalah PT

SAP dan PT BGR Persero dimana kedua belah pihak adalah merupakan badan hukum

yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan masing-masing.

KUH Perdata mengatur mengenai pihak-pihak dalam perjanjian di dalam

Pasal 1315, Pasal 1340, Pasal 1317 dan Pasal 1318. Subjek perjanjian adalah

pihak-pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian.55KUH Perdata membedakan

3 golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:

a) Para pihak yang mengdakan perjanjian itu sendiri;

b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya c) Pihak ketiga.

Disamping itu pihak-pihak dalam kontrak ini dapat berupa orang atau badan

hukum antara lain:56

a) Seorang yang cakap bertindak melakukan kontrak dengan bertindak untuk dan atas namanya sendiri dengan bertindak untuk kepentingan sendiri dalam hal membuat kontrak;

b) Seseorang yang bertindak atas namanya sendiri namun untuk kepentingan orang lain jika ia merupakan seorang wali yang bertindak atau melakukan kontrak untuk kepentingan anak dibawah perwaliannya;

c) Seseorang yang bertindak untuk dan atas nama orang lain selaku pemegang kuasa dari orang lain untuk melakukan kontrak

d) Apabila pihak yang melakukan kontrak itu adalah badan usaha Firma maka yang mewakili badan usaha tersebut adalah setiap orang yang menjadi anggota sekutu;

e) Apabila badan hukumnya adalah persekutuan komanditer (CV) maka yang berhak mewakili adalah para sekutu pengurusnya;

f) Apabila yang melakukan kontrak adalah badan hukum maka yang berhak mewakili kontrak adalah orang-orang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut.

54Ibid, hal 35

55

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar,Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal 70.

(7)

Untuk terpenuhinya suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; dimaksudkan bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak yang dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara para pihak antara lain dalam bentuk penawaran oleh pihak yang menawarkan dan penerimaan oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Dalam penelitian ini penawaran diberikan oleh PT BGR Persero selaku pelaksana pekerjaan dengan memberikan penawaran pekerjaan berupa penawaran harga atas jasa pekerjaan dan hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawabnya sebagai pelaksana pekerjaan dan dipihak lain PT. SAP menerima penawaran tersebut dengan menyetujui harga atas jasa yang diminta oleh PT BGR Persero dengan menentukan hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawabnya. Kata sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan, paksaan atau penipuan (Pasal 1321 KUH Perdata).

1) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; pada dasarnya setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap (Pasal 1329 KUH Perdata). PT SAP dan PT BGR Persero adalah merupakan subjek hukum dalam perjanjian ini merupakan para pihak yang cakap bertindak dalam hukum. Dalam pasal 1330 KUH Perdata mereka yang tidak cakap melakukan suatu perjanjian adalah:

2) Orang yang belum dewasa;

3) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

4) Orang perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

b) Adanya suatu hal tertentu; artinya bahwa objek perjanjian harus jelas dan dapat ditentukan. Dalam hal ini objek perjanjian adalah kerjasama untuk melakukan bongkar muat kapal. Undang-undang tidak mempermasalahkan dan tidak memberikan batasan mengenai jumlah asalkan dikemudian hari jumlah tersebut dapat dihitung.

(8)

3. Momentum Terjadinya Kontrak

Di dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara jelas tentang momentum

terjadinya kontrak. Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan cukup dengan adanya

konsensus para pihak. Meskipun demikian secara umum terdapat beberapa teori yang

membahas mengenai kapan terjadinya kontrak antara lain:57

a) Teori Pernyataan (Uitingstheorie) Menurut teori ini kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.

b) Teori Pengiriman (Verzendingtheori) Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan jawaban akseptasi lewat pos atau telegram.

c) Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie) Menurut teori ini bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan mengetahui adanya penerimaan tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).

d) Teori Penerimaan (Ontvangtheorie) Menurut teori ini kesepakatan lahir pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) KUH Perdata dikenal adanya asas

konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat

terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang

diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bersifat

konsensual sedangkan yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak

atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Kontrak dalam hal ini

adalah ekspresi persetujuan keinginan dan “keinginan dengan disesuaikan berguna

untuk dihormati.”58 Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya

(toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Mariam Darus

57Salim HS,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal 40.

(9)

Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang

disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang

menawarkan dinamakan tawaran (offerte).59 Pernyataan pihak yang menerima

penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak

yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat

dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.

Perjanjian menganut azas “kebebasan” dalam hal membuat perjanjian, azas ini

dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Atau dengan kata lain bahwa tiap perjanjian mengikat kedua belah

pihak.60 Pada Pasal 1233: “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan,

baik karena undang-undang.”

Menurut UU No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pasal 22 ayat (2)

kontrak minimal harus terdiri atas:

a) Para pihak

b) Rumusan pekerjaan c) Nilai pekerjaan

d) Masa pertanggungan/pemeliharaan e) Tenaga ahli

f) Hak dan kewajiban g) Cara pembayaran h) Cedera janji

i) Penyelesaian perselisihan j) Pemutusan kontrak kerja k) Keadaan memaksa

59 Mariam Darus Bad

rulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenandar,Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal 71.

(10)

l) Perlindungan pekerja m) Aspek lingkungan

Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak

yang akan membuat kontrak antara lain:61

a) Kewenangan hukum para pihak; b) Perpajakan;

c) Alas hak yang sah; d) Masalah keagrariaan; e) Penyelesaian sengketa; f) Pengakhiran kontrak; g) Bentuk perjanjian standar.

Sejalan dengan hal tersebut diatas maka ada beberapa hal yang juga perlu

diperhatikan oleh para pihak pada saat pra penyusunan kontrak yaitu:

a) Identifikasi para pihak serta kewenangannya sebagai pihak dalam mengadakan suatu kontrak, dalam hal badan hukum biasanya ditentukan secara rinci di dalam anggaran dasarnya;

b) Penelitian awal aspek terkait, ini perlu dilakukan supaya kontrak yang ditandatangani dapat menampung semua keinginan yang terinci secara jelas, konsekuensi yuridis dan normatifnya sehingga dalam penyusunan kontrak tersebut dapat disimpulkan hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak terkait pembayaran, ganti rugi dan perpajakannya;

c) Pembuatan Memorandum of Understanding (MOU), meskipun tidak dikenal dalam hukum konvensional Indonesia tetapi secara praktek sering terjadi dimana MOU merupakan kontrak secara simple berisi hal-hal pokok, yang berlaku sebagai pendahuluan dari suatu kontrak dan tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban yang memaksa didalamnya.

d) Negosiasi adalah merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal. Ada dua corak negosiasi yaituposition bargainerdanhard position bargainer(keras).

(11)

Oleh karena itu penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan

sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak.

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Prakontrak i. Negosiasi;

ii. Memorandum of Understanding (MoU); iii. Studi kelayakan;

iv. Negosiasi (lanjutan).

b) Kontrak

i. Penulisan naskah awal kontrak; ii. Perbaikan naskah kontrak; iii. Penulisan naskah akhir; iv. Penandatanganan.

c) Pasca kontrak i. Pelaksanaan; ii. Penafsiran;

iii. Penyelesaian sengketa.

Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam

menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan

bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar

dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa,

baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.

Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas. Pada bagian inti dari

sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk

pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak paling banyak

mengatur secara detail hak dan kewajiban pihak-pihak dan bebagai janji atau

(12)

telah tertampung di dalam bagian isi tersebut, baru dirumuskan penutupan dengan

menuliskan kata-kata penutup.

Sebagai gambaran untuk penjabaran atas tahap-tahap tersebut diatas dapat

diaplikasikan dalam kontrak kerjasama antara PT SAP dengan PT. BGR Persero

dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a) Prakontrak:

i. Tahap negosiasi, adalah tahap komunikasi dua arah untuk mencapai

kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan yang dilatarbelakangi

perbedaan kepentingan.62 Tahap didahului dengan adanya objek pekerjaan

yang akan diberikan oleh PT SAP kepada penerima pekerjaan yaitu PT.

BGR Persero ditandai dengan permintaan penawaran dari beberapa

Perusahaan Bongkar Muat/Ekspedisi Muatan Kapal Laut (PBM/EMKL)

perihal pekerjaan yang akan dilaksanakan sebagai pembanding. Adanya

proses tawar-menawar baik dengan pertemuan secara langsung atau email

mengenai apa-apa saja yang menjadi garis besar rincian pekerjaan dan

tarifnya. Pada proses ini juga dilakukan penentuan garis besar hal-hal yang

menjadi hak dan tanggung jawab masing-masing pihak dan apa-apa saja

yang menjadi sanksi atau akibat-akibat yang akan dikenakan apabila salah

satu pihak tidak dapat memenuhi atau melaksanakan sesuai dengan apa

yang diperjanjikan bersama;63

ii. Memorandum of Understanding (MoU) adalah dokumen yang memuat

saling pengertian diantara para pihak sebelum perjanjian dibuat, isi MoU

62Ibid, hal 124

(13)

harus dimasukkan ke dalam kontrak sehingga mempunyai kekuatan

mengikat;64 ditandai dengan ada kesepakatan awal antara para pihak maka

PT BGR Persero akan menuangkan kesepatan awal tersebut kedalam suatu

bentukdraftkontrak perjanjian kerjasama yaitu: Pihak Pertama (dalam hal

ini adalah PT. BGR Persero) dengan Pihak Kedua (dalam hal ini PT

SAP).65

iii. Studi kelayakan; dalam hal perjanjian kerjasama yang telah dilakukan

berulang-ulang maka terhadap studi kelayakan biasanya ditandai dengan

kelengkapan dokumen-dokumen para pihak;

iv. Negosiasi (lanjutan), ini biasanya terjadi apabila belum ditemukan titik

sepakat antara kedua belah pihak perihal pasal-pasal tertentu dari kontrak

tersebut.

b) Kontrak (Penyusunan Kontrak):66

i. Penulisan naskah awal;draftkontrak yang disampaikan kemudian direview

oleh pihak kedua untuk kemudian disesuaikan dengan

kebutuhan-kebutuhannya selaku importir dan pemilik barang.

ii. Perbaikan naskah; Ini bisa terjadi beberapa kali, apabila ada perubahan

baik berupa tambahan atau pengurangan maka pihak kedua akan

menyampaikan kembali perubahan-perubahan yang dimaksud kepada

pihak pertama

64Erman Rajagukguk,Kontrak Dagang Internasional dalam Praktek di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1994), hal 4.

65Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lai Lai, Manager Operasional PT Sentana Adidaya Pratama, pada hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2014, jam 14.00 WIB.

(14)

iii. Penulisan naskah akhir; apabila terjadi kata sepakat maka apa-apa yang

telah disepakati dalam pembahasan-pembahasan sebelumnya dituangkan

dalam bentuk kontrak/perjanjian kerjasama yang sudah final dan

masing-masing dibubuhi materai dan ditandatangani oleh para pihak.

iv. Penandatanganan. Kontrak ini dipersiapkan sebanyak 4 (dua) set yaitu

masing-masing 2 asli yang dibubuhi materai dan 2 fotokopi asli yang tidak

bermaterai untuk masing-masing disimpan oleh para pihak sebagaifile.67

c) Pasca kontrak:

i. Pelaksanaan; tahap ini adalah tahap dimana pekerjaan tersebut dimulai oleh

pihak penerima pekerjaan dalam hal ini PT. BGR Persero;

ii. Penafsiran; kadangkala kontrak yang disusun tidak jelas/tidak lengkap

sehingga diperlukan penafsiran. Berkaitan dengan hal ini undang-undang

telah memberikan rambu-rambu penerapannya pada Pasal 1342 - Pasal

1351 KUH Perdata menentukan sejauh mana penafsiran dapat dilaksanakan

dengan memperhatikan antara lain: kata-kata yang dipergunakan dalam

kontrak, keadaan dan tempat dibuatnya kontrak, maksud para pihak, sifat

kontrak yang bersangkutan dan kebiasaan setempat.68 Pada tahap ini

terhadap perjanjian kerjasama antara PT. SAP dan PT BGR Persero apabila

ada kendala-kendala dilapangan yang tidak tercantum secara tegas dalam

67 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lai Lai, Manager Operasional PT Sentana Adidaya Pratama, pada hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2014, jam 14.00 WIB.

(15)

kontrak maka diambilah penafsiran tertentu dengan mempertimbangkan

hak dan kewajiban masing-masing pihak.69

iii. Penyelesaian sengketa, tahap ini adalah tahap dimana ditemukan suatu

sengketa atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

dimana salah satu pihak merasa tidak puas atau dirugikan sehingga

menimbulkan sengketa dan dilakukan penyelesaian melalui suatu proses.

Pilihan hukum yang dilakukan antara para pihak dalam perjanjian

kerjasama ini adalah penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri

Medan yang akan dibahas pada Bab selanjutnya.

4. Prinsip Keadilan Sebagai Landasan Dalam Kontrak Kerjasama Bongkar Muat (KontrakHandling).

Kontrak menjadi penting seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan

ekonomi saat ini. Dalam penyerahan pekerjaan antara PT. SAP dengan PT. BGR

Persero diperlukan suatu wujud kesepakatan tertulis dalam bentuk kontrak yang

berperan sebagai perwujudan kesepakatan bersama dari para pihak. Dengan

mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan dalam pembuatan kontrak tersebut

berarti apa yang telah menjadi kesepakatan para pihak seharusnya telah memenuhi

keadilan bagi kedua pihak. Selanjutnya kontrak yang telah disepakati tersebut

tersebut akan menjadi undang-undang bagi para pembuatnya. Kontrak tersebut dalam

(16)

hal ini adalah ekspresi persetujuan keinginan dan keinginan dengan disesuaikan

berguna untuk dihormati.70

Tercapainya kata sepakat yang tertuang ke dalam kontrak kerjasama

khususnya pada Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa PT. SAP menyatakan setuju

dan bersedia untuk menyerahkan pekerjaan handling dan PT BGR Persero juga telah

menyatakan persetujuannya untuk menerima pekerjaan tersebut tersebut adalah

sekaligus merupakan pengakuan prinsip-prinsip keadilan di dalam kontrak kerjasama

bongkar muat itu sendiri (Pasal 1320 KUH Perdata).

Prinsip umum dalam penerapan konsep keadilan adalah para individu

dihadapan yang lainnya berhak atas kedudukan relatif berupa kesetaraan atau

ketidaksetaraan tertentu.71 Keadilan merupakan dasar aturan hukum dan oleh aturan

hukum berarti semata-mata bukanlah legalitas formal menjamin keteraturan dan

konsistensi dalam pelaksanaan peraturan tetapi keadilan substantif yang berdasarkan

pada pengenalan supremasi nilai kepribadian seseorang dan institusi menyediakan

bingkai kerja untuk ekspresi yang paling penuh.72 Keadilan dalam perasaan yang

paling luas terdiri dari tata tertib hubungan manusia berdasarkan prinsip umum

keadilan yang diterapkan. Keadilan dapat dipandang dari berbagai defenisi, ada yang

mengaitkan keadilan dengan peraturan politik negara, sehingga apa yang menjadi

ukuran tentang apa yang menjadi hak atau bukan senantiasa didasarkan pada ukuran

70Morris Ginsberg,Keadilan Dalam Masyarakat, (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), hal 133. 71 H.L.A Hart, Konsep Hukum, Diterjemahkan oleh M. Khozim, (Bandung: Nusa Media, 2011), hal 246.

(17)

yang telah ditentukan oleh negara. Ada juga yang memandang keadilan sebagai

wujud kemauan yang sifatnya tetap dan terus menerus, untuk memberikan apa yang

menjadi hak bagi setiap orang, ada juga yang melihat keadilan sebagai pembenaran

pelaksanaan hukum yang diperlawankan dengan kesewenang-wenangan.73

Keadilan merupakan sesuatu yang abstrak, subjektif karena keadilan

bagaimanapun menyangkut nilai etis yang dianut oleh masing-masing individu.74

Keadilan berlawanan dengan pelanggaran hukum, penyimpangan, ketidaktetapan,

ketidakpastian, keputusan yang tidak terduga, tidak dibatasi oleh peraturan, sikap

memihak dalam penerapan aturan, aturan yang memihak atau sewenang-wenang

melibatkan diskriminasi yang tidak berdasar yaitu diskriminasi yang berdasarkan

perbedaan yang tidak relevan.75Keterkaitan antara keadilan dan ketidakadilan dalam

pemberian ganti rugi dengan prinsip ‘perlakukan hal-hal yang serupa dengan cara

yang serupa dan hal-hal yang berbeda dengan cara yang berbeda’ terletak pada

keyakinan moral bahwa mereka yang dikenai hukum juga memiliki hak timbal balik

agar orang lain tidak menimpakan tindakan tertentu yang merugikan mereka. Struktur

hak dan kewajiban semacam ini yang mencegah terjadinya kerugian yang besar

dalam masyarakat sosial.76Dalam hal ini teori keadilan dapat memeriksa apakah hak

dan kewajiban yang diterima dalam suatu masyarakat dalam prinsip keadilan formal

untuk membersihkan dari elemen-eleman kesewenangan, diskriminasi yang tak

73Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) hal 221-222. 74Ibid, hal 217

(18)

berdasarkan pada perbedaan yang relevan.77 Keadilan adalah untuk melindungi

kebaikan dasar dan untuk menyediakan kondisi nilai yang lebih tinggi, jadi inti dari

gagasan keadilan bukanlah pembalasan jasa tetapi penghindaran dari

kesewenang-wenangan dan lebih utama yaitu penghilangan kekuatan yang sewenang-wenang.

Azas ialah suatu alam pikiran yang dirumuskan secara luas dan yang

mendasari adanya suatu norma hukum. Azas berbunyi sangat luas, norma sudah

mulai konkrit yang biasa disebut “aturan” dan norma hukum sudah menjurus

kesesuatu yang konkrit yang terwujud dalam peraturan positif.78Keadilan merupakan

azas atau landasan yang dapat dipergunakan sebagai dasar pemikiran dan

pertimbangan dalam membuat suatu kontrak antara PT SAP dan PT BGR Persero,

dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan tersebut maka dituangkan ke dalam

pasal-pasal dalam kontrak handling berdasarkan kata sepakat dari masing-masing

pihak.

B. Perjanjian Kerjasama Sebagai Pemenuhan Keseimbangan Hak dan Kewajiban

1. Pengertian Dan Keseimbangan Antara Hak Dan Kewajiban

Hak didefenisikan sebagai suatu tuntutan atau dapat juga dibuat oleh atau atas

nama seorang individu atau kelompok pada beberapa kondisi atau kekuasaan.79 Hak

adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak

lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki

77Morris Ginsberg,op.cit, hal 43.

(19)

pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan

untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb),

kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau

martabat).80 Dengan hak yang dimilikinya, seseorang dapat mewujudkan apa yang

menjadi keinginan dan kepentingannya. Misalnya, hak mendapat pendidikan dasar,

hak mendapat rasa aman. Namun, kekuasaan untuk memperoleh hak tersebut tetap

dibatasi dibatasi oleh undang-undang. Hak yang terkandung dalam suatu perjanjian

kerjasama adalah hak nisbi atau hak relatif yang memberikan wewenang kepada

seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya

seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu.81

Kewajiban adalah pemenuhan kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh

hukum.82 Jika tidak dilaksanakan dapat mendatangkan sanksi bagi yang misalnya,

wajib mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan wajib membayar pajak. Tidak selalu

kewajiban satu orang sepadan dengan hak orang lain. Kewajiban tidak selalu perlu

dikaitkan dengan hak, bisa juga kewajiban dikaitkan dengan tanggung jawab, karena

tanggung jawab pula merupakan kerangka acuan untuk membahas kewajiban.

Dengan demikian, pengertian "tanggung jawab" mengandung juga pengertian

"kewajiban."

80Wikipedia Ensiklopedia Bebas, 15 Maret 2014, Hak, http://id.wikipedia.org/wiki/Hak, (diakses tanggal 20 Juni 2014).

81

(20)

Sejalan dengan persyaratan formal keadilan maka prinsip-prinsip hak dapat

dilihat sebagai berikut:83

a. Prinsip penghilangan kesewenangan b. Prinsip Kesamaan sebanding

c. Prinsip pertimbangan yang sama d. Prinsip kebaikan umum

Khususnya dalam penentuan hak dan kewajiban dalam perlindungan

kepentingan sosial dan para individu peranan hukum bekerja sedemikian rupa sebab

hukum secara tegas akan menentukan hak dan kewajiban antara mereka yang

melakukan perjanjian dan dihubungkan dengan kesatuan (pemerintah) dengan

kepentingan para individu. Segala perbuatan yang dilakukan secara sengaja untuk

menimbulkan hak dan kewajiban dinamakan perbuatan hukum.84 Perbuatan hukum

yang dilakukan dalam hal perjanjian kerjasama adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh dua pihak yaitu perbuatan hukum yang menimbulkan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak secara timbal balik. Perbuatan hukum

dalam bentuk perjanjian kerjasama melahirkan suatu peristiwa hukum dan

menimbulkan akibat hukum. Peristiwa hukum adalah semua peristiwa atau kejadian

yang dapat menimbulkan akibat hukum.85 Akibat hukum ialah suatu akibat yang

ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum.

Peranan hukum dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan

kepentingan sosial bagi para individu mencerminkan bekerjanya hukum dalam

83Morris Ginsberg,Keadilan Dalam Masyarakat, (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), hal 66. 84Hasim Purba,Suatu Ped

(21)

masyarakat sehingga dapat berlangsung tertib dan teratur karena hukum akan

menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka yang mengadakan

hubungan misalkan perjanjian, serta bagaimana tugas dam kewajiban serta wewenang

dihubungkan dengan kepentingan para individu sehingga tidak terjadi ketegangan

atau ketidakteraturan.86 Dalam pergaulan hidup manusia tiap-tiap individu atau

kelompok selalu melakukan perbuatan-perbuatan untuk memenuhi kepentingannya.

Hak dan kewajiban adalah konsep kunci dalam yurisprudensi dan etika yang

sama dimana hak berisi tuntutan pada kondisi baik dan kewajiban diharapkan untuk

menyumbang menjadi baik.87 Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia

mempunyai suatu keistimewaan tersebut; adanya suatu kewajiban pada seseorang

berarti bahwa diminta daripadanya suatu sikap atau tindakan yang sesuai dengan

keistimewaan yang ada pada orang lain.88 Dalam suatu perjanjian kerjasama

keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak merupakan hal yang utama

sebagai dasar pertimbangan lahirnya perjanjian kerjasama tersebut. Pelaksanaan hak

dan kewajiban haruslah berjalan seimbang. Artinya, para pihak tidak boleh terus

menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban. Perjanjian merupakan perbuatan hukum

yang bersegi dua yaitu tiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh

kehendak dari dua subjek hukum, dua pihak atau lebih (Pasal 1313 KUH Perdata).89

86Hasim Purba,op.cit, hal 124.

87Morris Ginsberg,Keadilan Dalam Masyarakat, (Bantul: Pondok Edukasi, 2003), hal 62 88Theo Hujibers,Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) hal 95.

89Hasim Purba,Suatu Ped

(22)

Dalam hal hubungan antara hak dan kewajiban ada istilah tanggung gugat

(liability) ini merujuk kepada posisi seseorang atau badan hukum yang dipandang

harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah adanya peristiwa

hukum atau tindakan hukum yang melanggar kesepakatan tertentu yang menimbulkan

kerugian kepada orang atau badan hukum.90

Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang

menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat

perjanjian. Suatu hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang telah

ditentukan oleh Undang-Undang sehingga kalau dilanggar akan berakibat bahwa

orang-orang yang melanggar itu dapat dituntut dimuka pengadilan.91 Dengan kata

lain, para pihak terikat untuk mematuhi perjanjian yang telah mereka buat tersebut

sekaligus dengan hak dan kewajiban yang timbul akibat terjadinya perjanjian

tersebut. Hak tersebut dilindungi hukum berkaitan dengan kepentingan yaitu

merupakan tuntutan dari salah satu pihak yang diharapkan untuk dipenuhi.

Kepentingan tersebut pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan

dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya.

Dalam setiap hak terdapat empat unsur, yaitu subyek hukum, obyek hukum,

hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan

hukum. Disisi lain kewajiban menimbulkan suatu beban yang bersifat kontraktual.

Hak dan kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum antara dua pihak yang

90Peter Mahmud Marzuki,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal 258.

(23)

didasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi, selama hubungan hukum yang

lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban

kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya. Sebaliknya, apa

yang dinamakan tanggung jawab adalah beban yang bersifat moral. Pada dasarnya,

sejak lahirnya kewajiban sudah lahir pula tanggung jawab.

Menurut Herlien Budiono92, faktor-faktor yang mempengaruhi

keseimbangan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pada umumnya

adalah sebagai berikut:

a. Pengharapan yang objektif

Syarat “keseimbangan” sebagai “tujuan keempat” dicapai melalui kepatutan

sosial, eksistensi imateriil yang dicapai dalam jiwa keseimbangan. Dalam suatu

perjanjian, kepentingan individu dan masyarakat akan bersamaan dijamin oleh hukum

objektif. Perjanjian yang dari sudut substansi atau maksud dan tujuannya ternyata

bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum batal demi hukum (nietig) dan

pada prinsipnya hal serupa akan berlaku berkenaan dengan perjanjian yang

bertentangan dengan undang-undang; jelas bahwa kepatutan sosial tidak terwujud

melalui perjanjian demikian. Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya mencapai

suatu keadaan seimbang yang sebagai sebagai akibat darinya harus

memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan,

dalam konteks asas keseimbangan, bukan semata menegaskan fakta dan keadaan,

92Herlien Budiono,Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum

(24)

melainkan lebih dari itu berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal perjanjian

dimaksud.

Dalam tercipta atau terbentuknya perjanjian, ketidakseimbangan bisa muncul

sebagai akibat perilaku para pihak sendiri ataupun sebagai konsekuensi dari substansi

(muatan isi) perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Dalam pembentukan perjanjian,

pembentukan kehendak orang yang berbuat sebagaimana yang dituangkan

melalui pembentukan pengharapan mempunyai peranan penting. Bahkan dapat

disimpulkan bahwa walaupun kehendak merupakan “kehendak subyektif”, namun

kehendak ini tidak niscaya merupakan kehendak dengan maksud-maksud egois.

Dari landas pikiran para pihak dapat diketahui bilakah pengharapan masa depan

bersifat objektif ataukah justru mengandung pengorbanan pihak lawan yang

berakibat sedemikian sehingga pengharapan masa depan tersebut tidak berujung pada

ketidakseimbangan. Pencapaian keadaan seimbang mengimplikasikan, dalam konteks

pengharapan masa depan yang objektif, upaya mencegah dirugikannya salah satu

pihak.

b. Kesetaraan para pihak

Dalam perjanjian timbal balik kualitas dari prestasi yang diperjanjikan timbal

balik ditempatkan dalam konteks penilaian subjektif secara bertimbal balik –

akan dijustifikasi oleh tertib hukum. Kendatipun demikian, perjanjian harus

segera “ditolak”, ketika tampak bahwa kedudukan faktual salah satu pihak

terhadap pihak lainnya adalah lebih kuat dan kedudukan tidak seimbang ini

(25)

Akibat ketidaksetaraan prestasi dalam perjanjian timbal balik ialah

ketidakseimbangan. Jika kedudukan lebih kuat tersebut berpengaruh terhadap

perhubungan prestasi satu dengan lainnya, dan hal mana mengacaukan

keseimbangan dalam perjanjian, hal ini bagi pihak yang dirugikan akan

merupakan alasan untuk mengajukan tuntutan ketidakabsahan perjanjian.

Sepanjang prestasi yang dijanjikan bertimbal balik mengandaikan kesetaraan,

maka bila terjadi ketidakseimbangan, perhatian akan diberikan terhadap kesetaraan

yang terkait pada cara bagaimana perjanjian terbentuk, dan tidak pada hasil

akhir dari prestasi yang ditawarkan secara bertimbal balik.

Faktor-faktor yang dapat mengganggu keseimbangan perjanjian ialah:

cara terbentuk perjanjian yang melibatkan pihak-pihak yang berkedudukan tidak

setara dan/atau ketidaksetaraan prestasi-prestasi yang dijanjikan timbal balik.

Pada prinsipnya, dengan melandaskan diri pada asas-asas pokok hukum kontrak dan

asas keseimbangan, faktor yang menentukan bukanlah kesetaraan prestasi yang

diperjanjikan, melainkan kesetaraan para pihak, yakni jika keadilan pertukaran

perjanjianlah yang hendak dijunjung tinggi.

2. Analisa Pemenuhan Keseimbangan antara PT. Sentana Adidata Pratama dengan PT BGR Persero dalam Perjanjian Kerjasama Bongkat Muat di Pelabuhan Belawan

Konsep keseimbangan begitu penting dalam penyusunan suatu kontrak,

khususnya kontrak kerjasama bongkar muat antara PT. SAP dan PT BGR Persero

karena tahapan inilah yang menjadi dasar dalam pemenuhan prestasi. Makna

(26)

“seimbang” (even-wicht) menunjuk pada pengertian suatu “keadaan pembagian beban

di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang.” Di dalam konteks studi

“keseimbangan” dimengerti sebagai “keadaan hening atau keselarasan karena

dari pelbagai gaya yang bekerja tidak satu pun mendominasi yang lainnya, atau

karena tidak satu elemen menguasai lainnya.93

Konsep keseimbangan dituangkan menjadi suatu asas hukum dalam hukum

kontrak yakni asas keseimbangan. Asas hukum berfungsi sebagai pondasi yang

memberikan arah, tujuan serta penilaian fundamental, mengandung nilai-nilai dan

tuntutan-tuntutan etis.94 Posisi para pihak dalam perjanjian kerjasama bongkar muat

antara PT SAP dan PT BGR Persero atau biasa dikenal dengan istilah Kontrak

Handling harus diupayakan seimbang dalam menentukan hak dan kewajiban dari

para pihak. Keseimbangan yang diharapkan oleh para pihak adalah berasal dari

kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya dengan memenuhi unsur-unsur

keadilan dan undang-undang antara lain Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Oleh karena itu, apabila terdapat posisi yang tidak seimbang di antara para

pihak, maka hal ini harus ditolak karena akan berpengaruh terhadap substansi

maupun maksud dan tujuan dibuatnya kontrak itu ialah:

a) lebih mengarah pada keseimbangan posisi para pihak, artinya dalam hubungan

kontraktual tersebut posisi para pihak diberi muatan keseimbangan.

93ibid, hal 304.

(27)

b) kesamaan pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual

seolah-olah tanpa memperhatikan proses yang berlangsung dalam penentuan hasil

akhir akhir pembagian tersebut.

c) keseimbangan seolah sekadar merupakan hasil akhir dari sebuah proses.

d) intervensi negara merupakan instrumen memaksa dan mengikat agar terwujud

keseimbangan posisi para pihak.

e) pada dasarnya keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai pada syarat

dan kondisi yang sama (ceteris paribus).

Konsep keseimbangan awal yang diharapkan dalam kontrak kerjasama

bongkar muat (handling) antara PT. SAP dan PT BGR Persero dapat dilihat pada

bagian awal dari kontrak tersebut dimana disebutkan bahwa PIHAK PERTAMA

(dalam hal ini PT SAP) dan PIHAK KEDUA (dalam hal ini PT BGR Persero) telah

sepakat dengan defenisi, jumlah dan jenis pekerjaan (Pasal 1), pelaksanaan pekerjaan

(Pasal 3), waktu pelaksanaan dan kapasitas bagging (Pasal 4) dan toleransi susut

(Pasal 5) serta biaya atau jasa yang dikenakan atas pekerjaan tersebut (Pasal 6).

Penjelasan pasal demi pasal dan dikaitkan dengan pelaksanaan Kontrak

Kerjasama tersebut pada kenyataannya masih belum mencerminkan konsep

keseimbangan seperti yang telah disepakati oleh para pihak. Hal ini tercermin pada

saat dilakukan eksekusi berupa pemenuhan hak dan kewajiban yaitu pelaksanaan

pekerjaan masih terdapat kendala-kendala yang belum mencerminkan keseimbangan

dan keadilan bagi kedua belah pihak. Ketidakseimbangan yang dimaksud dapat

(28)

Kewajiban PT BGR:

Terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai kewajiban dari PT BGR

Persero yaitu:

1. Pasal 1.1: Jumlah Dan Jenis Pekerjaan

a. Melaksanakan penyelesaian dokumen pembongkaran pupuk.

b. Melakukan pembongkaran pupuk dari lambung kapal keatas truck yang disaksikan oleh PIHAK PERTAMA dan Surveyor yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA.

c. Melakukan pembongkaran dari atas truck ke gudang penyimpanan yang telah ditentukan.

d. Memasukan pupuk ke dalam karung atau bagging dan menimbang dengan berat @50 kg per karung (limapuluh kilogram/karung) netto lengkap dengan inner plastik dan dijahit dengan benang 3 warna yang disusun dalam bentuk stapelan di dalam gudang penyimpanan.

Analisis:

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian yang dimaksud

adalah suatu perbuatan dimana satu pihak mengikatkan diri dengan pihak lain

terhadap suatu pekerjaan. Dalam hal ini pekerjaan yang dimaksud haruslah

dilakukan sesuai dengan apa yang diperjanjian oleh para pihak. Berdasarkan

hasil wawancara dengan Managemen PT SAP bahwa pada kenyataannya

terhadap Pasal 1.1 huruf d diatas, masih ditemukan pekerjaan yang tidak

sesuai dengan yang diperjanjian dimana berat karung yang belum standar

@50kg hal ini terlihat dari banyaknya claim customer yang merujuk kepada

kurangnya berat dari pupuk yang dikarungkan tersebut. Hal ini sudah barang

tentu merugikan pemilik barang karena biasanya customer yang menerima

barang yang kurang dari yang seharusnya akan mengclaim langsung dari

(29)

terlaksana dengan baik sehingga ada kalanya ditemukan pupuk yang sudah

mengeras pada saat delivery ke customer.95 Untuk itu konsep keseimbangan

yang bertujuan untuk menghindari kerugian pada prosesnya tidak dapat

terlaksana dengan baik sehingga tujuan yang diharapkan tidak dapat tercapai

karena asas keseimbangan yang seharusnya sangat berperan dalam

menentukan posisi dari para pihak agar dianggap adil dan tidak berat sebelah

tidak dapat tercapai.96 Dengan demikian tidak dapat terpenuhi struktur

keseimbangan hak dan kewajiban untuk mencegah terjadinya kerugian yang

besar dalam masyarakat sosial.97

2. Pasal 2: Penyerahan Dokumen

2.3 PIHAK KEDUA berkewajiban untuk menyerahkan kepada PIHAK PERTAMA laporan harian (daily report) hasil pembongkaran dan penyerahan pupuk ke gudang.

2.4 Apabila pekerjaan handling pupuk sebagaimana yang ditetapkan dalam surat perjanjian ini telah selesai dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA wajib menyerahkan kepada PIHAK PERTAMA selambat lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) hari dokumen-dokumen sebagai berikut:

a) Dokumen pembongkaran kapal (Statement of FactdanTime Sheet). b) Berita Acara Pemakaian Karung/Goni.

c) Berita Acara Rampung (BAR) penyerahan pupuk ke gudang penyimpanan yang ditanda tangani oleh kepala gudang PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA

Analisis:

Menurut hasil wawancara dengan pihak PT SAP bahwa pada

pelaksanaanya dalam hal penyerahan dokumen Berita Acara Rampung (BAR)

95Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lai Lai, Manager Operasional PT Sentana Adidaya Pratama, pada hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2014, jam 14.00 WIB

96Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal 25.

(30)

dari Pihak Kedua kepada pihak pertama membutuhkan waktu lebih dari 5 hari

karena proses pengarungan yang memakan waktu cukup lama di gudang hal

ini disebabkan oleh karena adanya hambatan-hambatan yang berkaitan dengan

proses pengarungan misalnya karena buruh yang tidak tersedia, peralatan di

gudang atau karena karungnya belum tersedia.98

3. Pasal 3: Pelaksanaan Pekerjaan

3.1 PIHAK KEDUA setuju untuk mengupayakan pembongkaran dengan kapasitas bongkar rata rata minimum 2.000 metrik ton (dua ribu metrik ton) perhari dengan ketentuan 1 (satu) hari adalah 24 jam (duapuluh empat jam) dengan memakai 4 (empat) unit crane kapal dan pupuk yang akan dibongkar terbagi rata di empat palka atau kapasitas pembongkaran rata-rata minimum 500 (lima ratus) metrik ton perhari / 1 (satu) unit crane kapal dalam keadaan crane berfungsi dengan baik dengan kondisi WWDSHEXUU (Wheater Working Days Sunday and Holidays Excepted Unless Used) kecuali pada saat gangguan cuaca atau sebab sebab lain diluar jangkauan pihak kedua atau force majure

3.3 Biaya yang timbul sehubungan dengan penggunaan alat alat mekanik di dalam palka kapal sebagaimana yang dimaksud ayat 2 (dua) pasal ini adalah menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA

3.4 Pelaksanaan handling pupuk dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA selambat-lambatnya 6 (enam) jam setelah kapal sandar dikade dan apabila dalam jangka waktu tersebut diatas PIHAK KEDUA belum melaksanakan pembongkaran maka segala biaya-biaya yang timbul akibat keterlambatan tersebut adalah menjadi beban PIHAK KEDUA

4. Pasal 4: Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Dan KapasitasBagging

4.1 PIHAK KEDUA diwajibkan untuk melaksanakan proses pemasukan Pupuk kedalam karung (bagging) dengan hati-hati dengan tidak boleh menggunakan peralatan yang dapat menimbulkan kebocoran pada karung Pupuk.

4.2 PIHAK KEDUA berkewajiban untuk melaksanakan pekerjaan pemasukan pupuk dalam karung (bagging) dengan kapasitas rata rata bagging minimum 400 mt/hari (empat ratus metrik ton perhari) tidak termasuk hari Sabtu dan Minggu serta hari besar /libur umum yang ditetapkan oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4.3 PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA setuju dan sepakat bahwa proses pemasukan pupuk kedalam karung/bagging di gudang dimulai 1 (satu) hari setelah pembongkaran berlangsung.

(31)

Analisis:

Pada prinsipnya Pasal 3 dan Pasal 4 sudah berjalan sesuai dengan kesepakatan

para pihak tetapi meskipun demikian ada kalanya ditemukan permasalahan

pembongkaran dari kapal yang belum tercapai secara maksimal karena

faktor-faktor ketidak tersediaan alat berat yang memadai dan buruh yang kurang

profesional dalam menangani pekerjaan bongkaran tersebut.99 Tidak tercapainya

target yang telah ditentukan pada pasal-pasal diatas apabila dapat dibuktikan

karena kelalaian dari PT BGR selaku pelaksana pekerjaan maka akan dianggap

sebagai wanprestasi dan apabila timbul kerugian karenanya akan menjadi beban

dari PT BGR, sebaliknya apabila kerugian tidak disebabkan oleh karena kelalaian

PT BGR melainkan karena kelalaian PT SAP maka kerugian yang timbul tidak

dapat dibebankan kepada PT BGR. Pasal ini sejalan dengan aturan dalam KUH

Perdata Pasal 1243 yang menyatakan bahwa apabila salah satu pihak dalam

perikatan telah dinyatakan lalai atau tidak dapat memenuhi apa yang diwajibkan

dalam suatu waktu tertentu yang telah disepakati maka diwajibkan untuk

memberikan ganti rugi berikut bunganya. Perihal wanprestasi akan dijelaskan

lebih lanjut pada Bab berikutnya.

5. Pasal 5: Toleransi Susut

5.1 PIHAK PERTAMA bersedia untuk memberikan toleransi susut di dalam pelaksanaan Handling Pupuk kepada PIHAK KEDUA maksimum 0,1% (nol koma satu persen) yang dihitung dari Timbangan di Gudang BGR Belawan

(32)

5.2 Apabila susut yang melebihi batas toleransi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini maka sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA dan langsung dipotong dari pembayaran biaya

handlingpupuk yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA.

Analisis:

Pada ayat 5.1 pengaturan toleransi susut hanya berdasarkan 1 acuran

timbangan saja yaitu timbangan di gudang BGR Belawan, sehingga para pihak

menginterpretasikan/menafsirkan angka penerimaan tersebut adalah angka yang

benar. Padahal untuk mendapatkan data yang lebih akurat seharusnya dilakukan

proses penimbangan di dua tempat yang berbeda sehingga diperoleh data

pembanding yang mewakili angka tempat pengiriman awal menuju ke tempat

pengiriman akhir sehingga dapat diketahui kehilangan atau kekurangan barang

pada saat pengiriman. Disamping itu akan sangat sulit untuk membuktikan

kehilangan barang oleh pihak PT BGR karena data yang dimiliki hanya sepihak

saja. Akibatnya ini juga akan merugikan pemilik barang sehingga apa yang

diharapkan dari konsep keseimbangan juga tidak dapat terpenuhi dengan baik.

Dalam hal ini menurut Herlien Budiono sebagai tujuan dari kontrak itu yakni

yang diturunkan dari asas laras (harmoni) di dalam hukum adat, dimana tujuan

kontrak ialah mencapai keseimbangan antara kepentingan sendiri dan

kepentingan terkait dari pihak lawan belum tercapai dengan baik.100

6. Pasal 9:Force Majeure

9.2 Atas pemberitahuan PIHAK KEDUA baik secara lisan maupun tulisan tentang keadaan force majure tersebut, maka PIHAK PERTAMA harus

100Herlien Budiono,Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia-Hukum

(33)

segera memberikan jawaban secara tertulis mengenai keadaan yang dianggap force majeure tersebut dalam jangka waktu 1 X 24 jam terhitung sejak surat pemberitahuan tersebut diterima oleh PIHAK PERTAMA.

9.3 Bila keadaanforce majeure dimaksud ditolak PIHAK PERTAMA maka PIHAK KEDUA berkewajiban menunjukkan bukti-bukti otentik ataupun surat keterangan dari pihak instansi terkait atau juga pemberitaan di mediamasa berlaku juga sebagai bukti bahwa benar-benar terjadi peristiwaforce majeure.

Analisis:

Istilah force majeure tidak ada ditemukan di dalam KUH Perdata, tetapi

dalam Pasal 1245 KUH Perdata mengatur bahwa para pihak tidak harus

membayar biaya kerugian dan bunga apabila salah satu pihak berhalangan

berprestasi akibat dari kejadian memaksa atau kejadian yang tidak terduga atau

akibat hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. KUH Perdata

tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang disebut sebagai keadaan memaksa, hal

tidak terduga dan perbuatan yang terlarang tersebut. Berkaitan dengan

pelaksanaan perjanjian kerjasama ini perihal force majeure ini belum pernah

terjadi sepanjang kerjasama ini dilakukan, pembahasan mengenai lebih lanjut

mengenai pentingnya dicantumkan force majeure ini akan dijelaskan pada Bab

selanjutnya.

Hak PT BGR:

1. Pasal 6.1: Pembayaran

(34)

Analisis:

Dalam prakteknya bahwa pada umumnya pembayaran belum dapat

dilaksanakan sesuai dengan apa yang disebutkan pada Pasal 6 ayat (1) ini karena

Nota Tagihan terlambat diterima karena adanya kesalahan-kesalahan pada Nota

Tagihan tersebut. Sementara itu pihak SAP dalam melakukan pembayaran tidak

dapat dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah nota tagihan

diterima dengan benar. Hal ini disebabkan karena adanya kendala-kendala antara

lain misalnya kesalahan sistem atau tidak ada pimpinan yang berhak untuk

menandatangani giro pembayaran tersebut sehingga menimbulkan keterlambatan

bayar kepada pihak PT BGR Persero.

Menurut Pasal 1250 KUH Perdata, terhadap keterlambatan pembayaran ini

pihak PT BGR Persero dapat menuntut atau memintakan sejumlah pembayaran

berupa bunga sebagai ganti kerugian akibat adanya keterlambatan tersebut sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian terhadap kondisi

seperti ini masih dapat diterima dengan baik oleh kedua belah pihak tanpa perlu

dikenakan denda dengan pertimbangan hubungan kerjasama yang baik.101Hal ini

sejalan dengan dengan pejelasan dari pendapat ahli bahwa dalam dunia kontrak

bisnis para pengusaha saling tergantung dan membutuhkan jaringan yang

berkesinambungan sehingga dapat meretakkan hubungan, norma, etika dan

(35)

konsepsi rasa hormat yang dianut oleh para pengusaha sehingga hal yang sifatnya

masih bisa ditolerir tidak akan dituntut lebih jauh.102

2. Pasal 7.2: Cara pembayaran

Cara pembayaran terdiri dari 3 tahap yaitu:

a. Pembayaran Tahap I (pertama) sebesar 50% (lima puluh persen) dihitung berdasarkan jumlah pupuk yang tercantum dalam B/L (Bill of Lading) dilakukan setelah kapal tiba di Belawan dan PIHAK KEDUA menyerahkan kwitansi tagihan, faktur pajak dan fotokopi surat perjanjian handling sebagai bukti yang sah untuk penagihan kepada PIHAK PERTAMA.

b. Pembayaran Tahap II (kedua) sebesar 30% (tigapuluh persen) dihitung berdasarkan volume/kwantitas pupuk yang tercantum dalam B/L setelah pembongkaran pupuk dari lambung/atas kapal selesai dilaksanakan (kapal meninggalkan kade) dan PIHAK KEDUA menyerahkan kwitansi tagihan dan faktur pajak sebagai bukti yang syah untuk penagihan kepada PIHAK PERTAMA.

c. Pembayaran Tahap III sebesar seluruh sisa dari yang seharusnya ditagih yang dihitung berdasarkan total kwantitas yang tercantum dalam BAR yang ditandatangani oleh PIHAK PERTAMA atau wakilnya dengan PIHAK KEDUA setelah dipotong dengan :

i. Klaim pemakaian karung/goni yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) pergoni

ii. Kelebihan pembayaran biaya handling pupuk sehubungan atas perhitungan kuantitas Pupuk yang tercantum dalam BAR (Berita Acara Rampung) dengan B/L (Bill Of Lading)

Analisis:

Sejauh ini perihal pembayaran sebagai kompensasi atas pelaksanaan prestasi

sudah terlaksana dengan baik, meskipun kadangkala ada terjadi keterlambatan

pembayaran hal ini disebabkan oleh karena adanya system atau internal prosedur

yang membutuhkan waktu lebih lama. Dan dalam hal ini kedua belah pihak dapat

menerimanya dengan baik. Berkaitan dengan klaim, apabila ada, telah disepakati

(36)

akan dipotong langsung dari nilai pembayaran yang dilakukan oleh PT SAP

sesuai dengan ketetapan kontrak.

3. Pasal 8: Pemutusan Perjanjian

8.1 PIHAK PERTAMA berhak secara sepihak dan seketika memutuskan perjanjian ini setelah memberitahukan tertulis kepada PIHAK KEDUA, dalam hal PIHAK KEDUA:

a. Tidak mampu atau lalai untuk melaksanakan pekerjaan handling

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian ini

b. Melanggar ketentuan yang telah disepakati bersama dalam perjanjian ini sehingga menimbulkan kerugian bagi PIHAK PERTAMA

c. Menyerahkan pelaksanaan pekerjaan handling pupuk ini kepada pihak lain tanpa persetujuan dari PIHAK PERTAMA

Analisis:

Sampai saat ini belum pernah ada terjadi pemutusan kontrak dengan

alasan-alasan apapun meskipun demikian ketentuan pasal ini tetap harus dicantumkan di

dalam kontrak sebab uatu kontrak yang baik selalu terdapat klausul mengenai cara

dan akibat-akibat pemutusan kontrak. Disamping itu KUH Perdata pada Pasal 1266

menentukan bahwa ada 3 syarat untuk berhasilnya pemutusan kontrak yaitu: (1) harus

ada persetujuan timbal balik, (2) harus ada wanprestasi dan pernyataan lalai, (3) harus

dimintakan putusan hakim dimana tiap-tiap pihak yang akan mengakhiri kontrak

berada pada yuridikasi atas kontrak tersebut. Maksud dari ketentuan ini adalah untuk

melindungi yang lemah.103 Kesepakatan kedua belah pihak untuk mencantumkan

pasal ini juga adalah merupakan wujud dari keseimbangan di didalam kontrak

kerjasama ini.

(37)

Kewajiban PT SAP:

1. Pasal 1:

1.1 (d) Menyediakan karung untuk pengantongan sebelum kapal tiba atau paling lambat sebelum proses pengarungan dimulai.

1.2 Jumlah pupuk yang diserahkan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA untuk dilakukanhandlingadalah sebagai berikut:

a. Jenis Pupuk b. Jumlah Pupuk c. Nama Kapal

d. No/TglBill Of Lading(BL) e. Lokasi Penumpukan

f. Pelabuhan Bongkar

g. ETA (estimate time arrival) di Pelabuhan Belawan 2. Pasal 2: Penyerahan Dokumen

2.1 PIHAK PERTAMA berkewajiban untuk menyerahkan kepada PIHAK KEDUA:

a. Surat Kuasa b. Invoice.

c. Packing List

d. Bill Of Lading(B/L) e. PIB dan SSP.

f. Certificate Of Insurance

g. Certificate Of Origin

h. API yang telah dilegaliser i. Importir Terdaftar Pupuk (IT)

j. Standard Nasional Indonesia (SNI), setelah diuji dan diproses di Jakarta

k. Surat Pendaftaran Barang (SPB), setelah diuji dan diproses di Jakarta 2.2 Selambat lambatnya 3 hari sebelum kapal sandar di Pelabuhan Belawan

dokumen-dokumen tersebut pada ayat 1 (satu) pasal ini harus sudah diterima PIHAK KEDUA kecuali point j dan k.

Analisis:

Pada Pasal 1 dan Pasal 2, secara luas telah disebutkan hal-hal yang menjadi

kewajiban dari PT. SAP, meskipun tidak secara spesifik disebutkan tetapi adalah

merupakan kewajiban dari PT SAP selaku pemberi pekerjaan untuk

(38)

oleh PT BGR Persero dalam pelaksanaan pekerjaan kontrak handling tersebut,

termasuk Surat Kuasa, data-data perusahaan dan lain-lain. Disisi lain, PT BGR

Persero selaku penerima pekerjaan meskipun tidak dicantumkan secera tegas

didalam Kontrak wajib memberikan data-data perusahaan untuk kelengkapan

admistrasi seperti pembayaran dan lain-lain. Ini merupakan salah satu bentuk dari

interpretasi isi kontrak yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Mengenai

sejauh mana interpretasi yang diperbolehkan oleh peraturan undang-undang akan

dibahas lebih lanjut dibawah ini. Pemenuhan hak dan kewajiban dari PT BGR

Persero dan PT SAP harus sejalan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata

dimana perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.

3. Pasal 3: Pelaksanaan Pekerjaan

3.3 Apabila crane kapal rusak dan harus menggunakan crane darat maka biaya yang timbul menjadi tanggung jawab PIHAK PERTAMA

3.4. Segala biaya-biaya yang timbul akibat keterlambatan armada tersebut adalah menjadi beban PIHAK PERTAMA apabila armada/ alat angkut PIHAK PERTAMA belum tersedia di kade dimana kapal sandar

4. Pasal 4: Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Dan KapasitasBagging

4.4 Apabila pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan melebihi batas waktu atau tertunda yang diakibatkan adanya kesalahan oleh PIHAK PERTAMA, maka segala akibat yang timbul menjadi tanggung-jawab PIHAK PERTAMA, penyebab keterlambatan pekerjaan dimaksud antara lain:

a. Gudang disegel oleh Bea & Cukai akibat dokumen pendukung (impor) tidak lengkap.

b. Penyediaan sparebags tidak mencukupi kebutuhan dan tidak tepat waktu.

c. Pupuk tidak bisa dibagging karena menggumpal, mengeras atau terkontaminasi dengan material yang lain.

(39)

Analisis:

Pasal ini ditafsirkan bahwa apabila terjadi keterlambatan akibat adanya ayat a,

b, c, d diatas adalah merupakan beban resiko dari pemilik barang sedangkan pada

kenyataannya khusus untuk ayat c bahwa kondisi pupuk yang mengeras atau

menggumpal biasanya terjadi karena kesalahan proses pengarungan karena

tercampur bahan lain seperti tanah, air atau bahan lainnya yang mengakibatkan

perubahan mutu barang. Disisi lain memang kadangkala ketersediaan sparebags

juga mengalami kekurangan karena adanya keterlambatan pengiriman dari

supplier karung.104

Menurut KUH Perdata pada Pasal 1366 dinyatakan bahwa setiap orang

bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan

perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau

kesembronoannya, artinya bahwa terhadap kerugian yang terjadi akibat

kesembronoan atau kelalaian salah satu pihak dapat dimintakan

pertanggungjawabannya. Sejauh mana pertanggungjawaban yang diharapkan oleh

pihak yang dirugikan adalah berdasarkan nilai kerugian yang diakibatkan oleh

kelalaian atau kesembronoan tersebut.

5. Pasal 5: Toleransi Susut

5.1 PIHAK PERTAMA bersedia untuk memberikan toleransi susut di dalam pelaksanaan handling pupuk kepada PIHAK KEDUA maksimum 0.1% (nol koma satu persen) yang dihitung dari Timbangan Gudang BGR Belawan

(40)

5.2 Apabila susut yang melebihi batas toleransi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini maka sepenuhnya akan menjadi tanggungjawab PIHAK KEDUA dan langsung dipotong dari pembayaran biaya Handling Pupuk yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA

Analisis:

Pada Pasal 5.1 bahwa pengaturan toleransi susut hanya berdasarkan 1 acuran

timbangan saja yaitu timbangan di gudang BGR Belawan, padahal untuk

mendapatkan data yang lebih akurat seharusnya dilakukan proses penimbangan di

dua tempat yang berbeda sehingga diperoleh data pembanding yang mewakili

angka tempat pengiriman awal menuju ke tempat pengiriman akhir. Hal ini

menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kerugian terhadap pemilik barang

yang tidak dapat diidentifikasikan sehingga mengakibatkan hilang/berkurangnya

objek dari kontrak tersebut. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa kerugian

yang ditimbulkan akibat kelalaian salah satu pihak merupakan kelalaian dan dapat

dikategorikan sebagai wanprestasi sehingga dapat dituntut ganti rugi atasnya

(Pasal 1366 KUH Perdata).

6. Pasal 6: Biaya Handling

6.1 Melakukan pembayaran senilai dengan yang disepakati sesuai dengan tahap-tahap yang ditentukan dalam Pasal 7 dengan mempertimbangkan klaim susut dan klaim pemakaian karung yang hilang.

7. Pasal 8: Pemutusan Perjanjian

8.2 Dalam hal pemutusan Perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 (satu) pasal ini maka PIHAK PERTAMA Wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK KEDUA tentang pemutusan perjanjian tersebut dengan mengemukakan alasan terjadinya pemutusan perjanjian sesuai dengan pasal-pasal kontrak.

(41)

8. Pasal 9:Force Majeure

9.2 Atas pemberitahuan PIHAK KEDUA baik secara lisan maupun tulisan tentang keadaanforce majeuretersebut, maka PIHAK PERTAMA harus segera memberikan jawaban secara tertulis mengenai keadaan yang dianggapforce majeuretersebut dalam jangka waktu 1x24 jam terhitung sejak surat pemberitahuan tersebut diterima oleh PIHAK PERTAMA. Analisis:

Pada Pasal 6, 8 dan 9 adalah merupakan bagian dari kewajiban yang harus

dipenuhi sesuai dengan kesepakatan awal dari pekerjaan tersebut menyangkut

biaya, perihal pemberitahuan secara tertulis apabila terjadi pemutusan kontrak

atau force majeure. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata

mengenai hapusnya perikatan karena adanya pembayaran dan mengenai force

majeure diatur pada Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata. Pada pelaksaannya

hal ini sudah berjalan dengan baik dan tidak pernah ditemukan

permasalahannya.105

Hak PT SAP:

Secara keseluruhan bahwa SADP berhak untuk menerima hasil dari pekerjaan tersebut dalam bentuk pupuk yang telah dikarungkan dalam kemasan @50kg/karung, tersusun rapi di gudang milik BGR berikut dengan pengaturan stock holder (penyimpanan barang digudang) sampai kepada proses pengeluaran dari gudang.

Berdasarkan uraian pasal demi pasal diatas telah disebutkan apa yang menjadi

hak dan tanggung jawab bagi kedua belah pihak dan analisa pasal-pasal tersebut

berdasarkan KUH Perdata. Meskipun demikian pada saat pelaksanaan kontrak

kerjasama tersebut tetap ditemukan kendala-kendala yang tidak disebutkan secara

(42)

rinci di dalam kontrak. Hal ini disebabkan oleh karena kendala-kendala tersebut

berada diluar dari kondisi yang seharusnya diharapkan oleh kedua belah pihak.

Kontrak ini merupakan konsep awal telah disetujui oleh kedua belah pihak

karena adanya proses penawaran dan penerimaan sehingga sudah mengarah kepada

azas proposionalitas, dimana apa yang menjadi penawaran oleh salah satu pihak telah

diterima oleh pihak lain karena apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya telah

seimbang. Dengan kata lain bahwa pembentukan suatu kontrak komersil yang

dilandasi oleh pertukaran hak dan kewajiban para pihak secara proporsional akan

menghasilkan kontrak yang fair. Untuk itu proporsionalitas pertukaran hak dan

kewajiban dapat dicermati dalam klausul-klausul kontrak yang disepakati oleh para

pihak.106

Makna azas proporsionalitas dalam kontrak harus beranjak dari makna

filosofis keadilan dimana kontrak yang ideal seharusnya mampu mewadahi

pertukaran kepentingan para pihak secara fair pada setiap fase tahapan kontrak. Oleh

karena itu perlu dicermati adanya fase penting yang harus dilalui para pihak dalam

proses pembentukan kontrak yaitu negosiasi. Negosiasi dalam kontrak komersial

merupakan perwujudan penerapan azas proporsionalitas dengan menganut pola win

win menuju tahapan pembentukan kontrak untuk merumuskan pertukaran hak dan

kewajiban para pihak yang mengikat dan wajib dipenuhi.107 Ketidakseimbangan itu

106 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak

Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal 200.

(43)

muncul pada saat pelaksanaan eksekusi kontrak berupa pemenuhan hak dan

kewajiban para pihak di lapangan. Oleh sebab itu masih diperlukan sinkornisasi

antara isi perjanjian dengan pelaksanaan perjanjian tersebut.

Untuk mengetahui sifat serta luasnya hak dan kewajiban yang timbul dari

hubungan kontraktual menekankan pada 2 aspek utama:

a) Interpretasi (penafsiran) terhadap sifat serta luasnya hak dan kewajiban

kontraktual; sebagai contoh sebagaimana yang terlaksana pada kontrak

kerjasama tersebut diatas bahwa pada Pasal 1 ayat (1).

b) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sifat serta luasnya hak dan

kewajiban kontraktual jika dihubungkan dengan Pasal 1339 KUH Perdata

meliputi:

i. Faktor otonom (terkait daya mengikatnya kontrak sesuai dengan apa

yang disepakati).

ii. Faktor heteronom (faktor yang berasal dari luar para pihak sebagai

antisipasi apabila muncul permasalahan dalam pelaksanaan kontrak

dapat diantisipasi), terdiri dari: undang-undang, kebiasaan, syarat yang

biasa diperjanjikan dan kepatutan. Hal ini berkaitan dengan pihak lain

seperti buruh, pihak kapal, pemilik angkutan, alat berat dan lain-lain.

Vollmar mengingatkan pentingnya interpretasi, mengingat bahasa yang

dipergunakan oleh undang-undang, termasuk kontrak sulit untuk mewujudkan

Referensi

Dokumen terkait

Asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan atau membuat perjanjian hanya dapat membuat perjanjian tersebut untuk kepentingan perseorangan atau dirinya

Persaingan pasar bebas yang terjadi saat ini dimana terdapat syarat-syarat perjanjian dalam hubungan bisnis seperti perjanjian kerjasama jasa pengelolaan mobil tangki merupakan