• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komitmen Terhadap Organisasi Ditinjau Dari Kesejahteraan Psikologis Pekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komitmen Terhadap Organisasi Ditinjau Dari Kesejahteraan Psikologis Pekerja"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

Komitmen Terhadap Organisasi Ditinjau Dari Kesejahteraan Psikologis

Pekerja

Annisa dan Zulkarnain*

Departemen Psikologi Industri & Organisasi Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara zulkarnain3@usu.ac.id

Human resource plays an important role in determining the progress and success of the organization. Therefore, the organization should continue to improve and develop the skills and competencies of employees as much as possible. One of important aspect that should be improved is the employees’ organizational commitment. Organizational commitment can be realized if employees feel their needs fulfilled by the organization, through improving of psychological well-being. This study was aimed to ditermine the correlation between psychological well-being and employees’ organizational commitment. Subjects in this study were 161 of plantation employees in Medan. Data was collected using psychological wellbeing scale and the scale of organizational commitment. Data were statistically analyzed using Pearson product moment and showed that a significance correlation between psychological well-being and employees’ organizational commitment. To find out the determinants of employees’ organizational commitment, a stepwise regression method was used. The implication of this study is that it does contribute to understanding of the ways by which the management can endeavor to increase employees’ organizational commitment based on the needs of the employee and the needs of the organization.

Keywords: human resources, organizational commitment, psychological well- being.

Pendahuluan

Sumber daya utama dari sebuah organisasi adalah manusia, sehingga kemampuan dan kompetensi karyawan harus menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangan semaksimal mungkin (Wingnyowiyoto, 2002). Pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri dan organisasi dikarenakan pekerja merupakan sumber penggerak utama baik dalam

organisasi publik maupun organisasi swasta. Pekerjalah yang memainkan peranan dalam menentukan kemajuan, kelancaran, keuntungan dan keberhasilan organisasi (Zulkarnain, 2011).

Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penentu yang berperan penting dalam memberikan konstribusi kearah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien (Cholil & Riani, 2003), tetapi pada

(2)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

kenyataannya, kualitas SDM di Indonesia sendiri menurut data dari human development indeks (HDI) pada tahun 2010 menempati urutan ke 108 dari 152 negara di dunia. Hasil ini masih mengecewakan.

Untuk menjadi organisasi yang efektif dan efisien, salah satu cara yang dapat dilakukan ialah dengan memastikan bahwa terdapat semangat kerja, komitmen serta kepuasan pada karyawan itu sendiri (Tella, Ayeni & Popoola, 2007). Karyawan akan memberikan apa yang ada dalam dirinya kepada organisasi, dan sebaliknya mereka juga akan menuntut supaya organisasi memberikan apa yang menjadi keinginannya. Sumbangan tersebut seperti usaha, keterampilan, loyalitas, kreativitas serta lainnya yang membuat individu tersebut menjadi sumber daya bagi organisasi. Hal tersebut membuat organisasi memberikan imbalan kepada karyawan tersebut. Imbalan dapat berupa gaji, fasilitas, status, keamanan kerja, dan sebagainya. Bagi karyawan, imbalan yang diberikan organisasi dapat memuaskan satu atau lebih kebutuhannya. Jika adanya keseimbangan antara harapan dan kenyataan, akan membuat karyawan terpuaskan dan menunjukan hubungan yang positif dengan organisasi yang pada akhirnya mengarah pada terbentuknya komitmen (Aktami, 2008).

Komitmen organisasi di karakteristik kan dengan meyakini dan menerima tujuan dan nilai yang dimiliki oleh organisasi, kesediaan untuk berusaha dengan

sungguh-sungguh demi organisasi, serta mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi (Meyer & Allen dalam Choong, Wong & Lau 2011). Meyer dan Allen (dalam Chungtai & Zafar, 2006) juga mencatat setidaknya ada tiga keyakinan yang terbukti memiliki hubungan yang kuat dengan komitmen organisasi, yaitu kepercayaan bahwa organisasi mendukung, memperlaku kan karyawan secara adil dan memperhatikan harga diri serta kompetensi karyawan.

Karyawan dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasi sangat penting untuk dimiliki oleh sebuah organisasi karena tanpa adanya komitmen pada organisasi yang kuat, organisasi tersebut tidak akan berjalan dengan maksimal. Selain itu, komitmen karyawan yang tinggi akan membuat karyawan tersebut lebih stabil dan produktif dalam bekerja sehingga pada akhirnya akan lebih membawa keuntungan bagi organisasi (Greenberg & Baron dalam Sopiah 2008). Sebaliknya komitmen yang rendah akan menyebabkan kesulitan pada organisasi, karyawan tidak akan memberikan yang terbaik kepada organisasi dan dapat dengan mudah keluar dari organisasi (Teresia & Suyasa, 2008). Hal-hal yang dilakukan oleh organisasi juga berpengaruh penting terhadap komitmen karyawan, yang pada akhirnya mempengaruhi keputusannya untuk bergabung dan memajukan organisasinya atau memilih tempat kerja yang lain yang lebih menjanjikan. Maka suatu perusahaan harus dapat meningkatkan

(3)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

komitmen karyawannya (Sjabadhyni, Graito & Wutun, 2001).

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan komitmen organisasi karyawan, salah satunya ialah dengan mengkaji ulang hal-hal yang berhubungan dengan apa yang telah mereka dapatkan dari tempat kerja, seperti bagaimana kepuasan akan pembayaran, bagaimana lingkungan kerja, budaya organisasi, sikap atasan dan pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja (Armansyah, 2002). Serta kepuasan kerja dan kohesivitas kelompok (Oktaviansyah, 2008).

Disebutkan bahwa kondisi dari lingkungan kerja merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan komitmen organisasi karyawan. Kondisi dan lingkungan kerja yang baik dikatakan dapat memberikan dukungan kepada para karyawan sehingga ada kecenderungan akan tercapai suatu kepuasan kerja yang menguntungkan bagi perusahaan (Nasution & Rodhiah, 2008). Pengalaman kerja dan lingkungan kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi utama yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi. Sejauh mana individu merasa bahwa tempat mereka bekerja memperhatikan minat maupun kesejahteraannya dan sejauh mana individu merasa diperlukan dalam mencapai misi dari organisasi tersebutlah yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen (Mowday, Porter & Steers, 1982).

Berdasarkan pendapat tersebut, salah satu hal yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi karyawan ialah kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai kesuksesan seorang pekerja (Zulkarnain, 2011). Dalam UU 13/2003 memberikan pengertian tentang kesejahteraan karyawan yaitu suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Ketika sebuah organisasi dapat meningkatkan kesejahteraan karyawannya, maka karyawan dapat menempatkan diri mereka sebaik mungkin ke dalam pekerjaan mereka, memberikan keuntungan bagi perusahaan, dan menghasilkan karya yang lebih kreatif dan inovatif sehingga dapat meningkatakan laju perusahaan secara keseluruhan (Davis, 2012).

Kesejahteraan terdiri dari kesejahteraan fisik dan kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis berkaitan dengan apa yang dirasakan individu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Kesejahteraan psikologis ini dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being (Ryff & Singer dalam Tenggara, Zamralita & Suyasa, 2008).

(4)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

Ryff (dalam Sumule & Taganing, 2008) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu variabel psikologis yang mengukur tentang kondisi sejahtera seorang individu dalam hidupnya. Ia juga mendefenisikan kesejahteraan psikologi sebagai suatu keadaan ketika individu dapat berfungsi optimal dan dapat menerima segi positif dan negatif diri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mengontrol prilaku nya sendiri, mampu mengendalikan lingkungan, memiliki tujuan hidup, serta memiliki keinginan untuk terus mengembangkan potensi diri.

Memperhatikan kesejahteraan psikologis dari karyawan adalah hal yang sangat penting bagi organisasi karena dapat mempengaruhi bagaimana prilaku karyawan itu sendiri, bagaimana pengambilan keputusan yang dilakukan, serta interaksinya dengan rekan kerja (Warr dalam Rasulzada, 2007). Selanjutnya Harter, Schmid, dan Keyes (2003) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi akan lebih kooperatif, memiliki tingkat absensi yang rendah, tepat waktu dan efisien, serta dapat bekerja lebih lama pada suatu perusahaan. King dan Diener (2005) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis tinggi akan lebih bahagia dalam pekerjaan dan kehidupan rumah tangganya.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kesejahteraan psikologis telah banyak

dilakukan, seperti yang dilakukan Cropanzo dan Wright (2000), mereka melaporkan bahwa ada korelasi positif antara kesejahteraan psikologis dengan tingkat performansi kerja. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zamralita dan Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara kepuasan kerja dengan kesejahteraan psikologis.

Menurut Robin (2005) pekerjaan yang dilakukan karyawan bukan sekedar kegiatan yang berhubungan dengan kertas, membuat program, atau menunggu pelanggan. Pekerjaan juga menuntut adanya interaksi yang baik antara sesama rekan kerja maupun dengan atasan. Selain itu karyawan juga harus mengikuti kebijakan dan peraturan dalam organisasi, serta diminta untuk selalu memperlihatkan kinerja yang baik walaupun terkadang mereka harus bekerja pada lingkungan yang kurang ideal, sehingga dalam hal ini pekerjaan juga berhubungan dengan masalah kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh individu (Robbins dalam Tenggara, Zamralita, & Suyasa, 2008).

Harter, Schmid, dan Keyes (2002) menyatakan dalam sudut pandang kesejahteraan psikologis, ketika terdapat perasaan yang positif pada diri karyawan, hal ini menandakan kesehatan mental karyawan tersebut, dan nantinya akan dapat menghasilkan karyawan yang lebih bahagia dan produktif. Dengan demikian ketika seorang karyawan memiliki kesejahteraan

(5)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

psikologis yang tinggi, ia akan lebih koperatif, tepat waktu dan efisien, jarang absen dan bertahan dalam suatu pekerjaan lebih lama.

Ketika individu memiliki kondisi kesejahteraan psikologis yang baik maka ia mampu berfungsi dengan baik. Dengan demikian, individu akan optimal dalam mengerjakan segala tugas dan tanggung jawabnya sebagai individu serta memiliki hubungan yang positif dengan orang lain. Selain itu individu juga mampu berpegang pada keyakinannnya, mampu menangani lingkungan disekitarnya, dan secara umum menjadi manusia yang lebih baik dalam hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis karyawan dengan komitmen karyawan terhadap organisasi.

Komitmen Terhadap Organisasi dan Kesejahteraan Psikologis

Komitmen organisasi merupakan salah satu kunci penting yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Aktami, 2008). Begitu pentingnya, sampai ada beberapa organisasi yang menjadikan komitmen sebagai suatu syarat untuk menduduki suatu jabatan didalam organisasi. Meskipun komitmen merupakan sesuatu yang sudah umum, tetapi masih ada organisasi yang belum mengertahui

pentingnya komitmen karyawan dalam suatu organisasi. Padahal komitmen berkontribusi penting dalam menciptakan kondisi kerja yang kondusif sehingga berpengaruh kepada terciptanya organisasi yang efektif dan efisien (Kuntjoro, 2002).

Karyawan yang mempunyai komitmen kepada organisasi, biasanya mereka menunjukan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap tugasnya, memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta sangat loyal terhadap perusahaan (Aktami, 2008). Dengan adanya komitmen dalam diri individu maka semakin tinggi kepeduliannya terhadap organisasi sehingga individu tersebut akan terus berusaha untuk menjadikan organisasinya kearah yang lebih baik (Abdullah & Arisanti, 2010).

Selanjutnya menurut Armansyah (2002) dalam membangun komitmen karyawan juga perlu memperhatikan beberapa faktor, seperti bagaimana kepuasan akan pembayaran, bagaimana lingkungan kerja, budaya organisasi, sikap atasan dan pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja. Feinstein dan Vondrasek (2001) menambahkan bahwa kepuasan akan kesempatan promosi juga merupakan faktor penentu komitmen karyawan terhadap organisasi. Alwi (2001) juga menambahkan partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi juga dapat meningkatkan komitmen karyawan. Knights dan Kennedy (2005) menjelaskan bahwa komunikasi dan

(6)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

kenyamanan bekerja merupakan penentu komitmen karyawan terhadap organisasi mereka. Dilain pihak, Straus (dalam Alwi, 2001) mengatakan membangun komitmen karyawan sangat terkait dengan bagaimana komitmen organisasi itu sendiri terhadap para karyawannya. Sejauh mana individu merasa bahwa organisasi tempat mereka bekerja memperhatikan minat maupun kesejahteraan nya dan sejauh mana individu merasa diperlukan dalam mencapai misi dari organisasi adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi komitmen (Mowday, Porter & Steers, 1982)

Robbins (dalam Tenggara, Zamralita, & Suayasa, 2008) juga menyatakan bahwa dalam bekerja tentu akan terjadi interaksi baik dengan sesama rekan kerja maupun atasan. Selain itu karyawan juga harus mengikuti kebijakan dan peraturan dalam organisasi, serta diminta untuk selalu memperlihatkan kinerja yang baik walaupun terkadang mereka harus bekerja pada lingkungan yang kurang ideal, sehingga dalam hal ini pekerjaan sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan psikologis yang dimiliki oleh individu. Briner (2000) juga menyatakan bahwa lingkungan kerja dapat memiliki dampak positif maupun negatif pada kesejahteraan psikologis karyawan.

Ketika individu memiliki kondisi kesejahteraan psikologis yang baik maka ia mampu berfungsi dengan baik. Dengan demikian, ia akan optimal dalam mengerjakan

segala tugas dan tanggung jawabnya sebagai individu dan ia memiliki hubungan-hubungan yang positif dengan orang lain. Selain itu individu juga mampu berpegang pada keyakinannnya, mampu menangani lingkungan disekitarnya, dan secara umum menjadi manusia yang lebih baik dalam hidupnya. Tingkat kesejahteraan psikologis seseorang akan berguna dalam komitmen individu, produktivitas kerja individu, target-target dalam pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja (Horn, Taris, Schaufeli & Schreurs, 2004).

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

H1 : Ada hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi

H2 : Ada hubungan antara dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi

Metode penelitian

Dalam penelitian ini variabel kesejahteraan psikologis sebagai variabel bebas dan komitmen terhadap organisasi sebagai variabel tergantung. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap yang bekerja di perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan telah memiliki pengalaman bekerja minimal 1 tahun.

(7)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62 Instrumen pengukuran

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala komitmen terhadap organisasi yang digunakan dalam penelitian disusun berdasarkan aspek- yang meliputi: identifikasi, keterlibatan dan loyalitas (Mowday et al, dalam Aktami, 2008). Subjek diminta untuk merespon lima pilihan respon skala mulai dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Skor yang lebih tinggi akan menunjukkan tingginya komitmen terhadap organisasi. Skala ini terdiri dari 28 item dan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach adalah 0,911. Sedangkan skala kesejahteraan psikologis yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan multidimensional kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995) dan terdiri dari enam dimensi, yaitu; penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Subjek diminta untuk merespon lima pilihan respon skala mulai dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Skor yang lebih tinggi akan menunjukkan tingginya tingkat kesejahteraan psikologis. Skala ini terdiri dari 28 item dan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach adalah 0,897.

Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan psikologis dan komitmen terhadap organisasi, maka metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesa penelitian adalah analisis korelasi Pearson. Selanjutnya, untuk menentukan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi, metode analisis regresi stepwise digunakan.

Hasil

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian statistik yang menggunakan teknik korelasi Pearson dengan bantuan SPSS for Windows versi 17.0 seperti yang tertera pada Tabel 1, didapatkan r = 0,469 dengan p < 0.000. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi pada pekerja perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor kesejahteraan psikologis maka semakin tinggi skor komitmen terhadap organisasi. Hasil korelasi Pearson juga menunjukkan adanya hubungan antara dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi. Hasil keseluruhan dapat dilihat pada tabel 1.

(8)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

Tabel 1. Korelasi kesejahteraan psikologi, dimensi kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi

Variabel Bebas Komitmen terhadap Organisasi

Kesejahteraan Psikologis a. penerimaan diri

b. hubungan positif dengan orang lain c. otonomi d. penguasaan lingkungan e. tujuan hidup f. pertumbuhan pribadi .469** .325** .428** .210** .446** .296** .235** ** p<0.01

Untuk mendapatkan dimensi kesejahteraan psikologis yang menjadi penentu dari komitmen terhadap organisasi, analisis regresi stepwise digunakan. Berdasarkan hasil analisis regresi stepwise, ada dua dimensi dari kesejahteraan psikologis sebagai prediktor terhadap komitmen terhadap organisasi. Kedua dimensi tersebut adalah yaitu penguasaan lingkungan dan

hubungan positif. Dari nilai koefisien determinasi (R2 = 0.252), menunjukkan bahwa kedua dimensi tersebut dapat menjelaskan 25.2% varian komitmen terhadap organisasi. Ini berarti komitmen terhadap organisasi dipengaruhi oleh kedua dimensi dari kesejahteraan psikologis. Hasil secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil estimasi regresi terhadap model B (Unstandardized Coefficients) Std. Error Beta (Standardized Coefficients) t Constant 62.694 7.097 8.833** Penguasaan Lingkungan 1.129 .296 .306 3.816** Hubungan positif 1.474 .438 .270 3.367** ** p<0.01, R = .502; R2 = 0.252

Berdasarkan hasil estimasi regresi diperoleh β0 adalah 62.694, β1 adalah 1.129

dan β2 adalah 1.474. Dengan demikian

persamaan model regresi adalah: Y (komitmen terhadap organisasi) = 62.694 +

1.129 (Penguasaan Lingkungan) + 1.474 (hubungan positif) + e

(9)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62 Bahasan

Hasil penelitian pada sampel karyawan yang bekerja di perkebunan menunjukkan bahwa ada hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen karyawan terhadap organisasi (r = 0,469 dan p < 0,05). Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor kesejahteraan psikologis maka semakin tinggi pula skor pada komitmen karyawan terhadap organisasi, Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen karyawan terhadap organisasi.

Pertama, Cherington (dalam Teresia & Suyasa, 2008) menyatakan bahwa salah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi adalah bagaimana pengalaman kerja karyawan tersebut. Pengalaman kerja meliputi sikap positif dari rekan kerja, merasa organisasi dapat memenuhi keinginannya dan merasa dirinya penting bagi organisasi. Dengana danya pengalaman kerja, pekerja akan lebih mampu untuk bisa menguasai dan memahami lingkungan kerjanya. Kesejahteraan psikologis disini berkaitan dengan apa yang individu rasakan dalam menjalani aktifitas nya sehari-hari, termasuk pengalaman ketika berada di tempat kerja.

Kedua, Menurut Lew (2011) komitmen dikembangkan berdasarkan pada bentuk hubungan yang bersifat exchange theory, yaitu melihat adanya hubungan timbal balik

antara pemenuhan kebutuhan karyawan yang diterima ditempat kerja dengan kontribusi yang telah diberikan kepada perusahaan. Bila karyawan loyal terhadap tempat kerja, maka perusahaan wajib memberikan ganjaran yang sesuai. Kesesuaian ganjaraan dengan kontribusi membuat karyawan termotivasi untuk tetap berusaha memelihara kinerjanya. Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu kebutuhan karyawan yang harus dipenuhi oleh organisasi. Karyawan yang memiliki kondisi kesejahteraan psikologis tinggi akan berfungsi lebih optimal dalam pekerjaannya (Horn et al, 2004).

Ketiga, hasil penelitian ini menunjuk kan bahwa kesejahteraan psikologis ternyata menjadi salah satu faktor yang berperan dalam komitmen terhadap organisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harter, Schmid, dan Keyes (2003) yang juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik akan menjadi karyawan yang lebih kooperatif, memiliki tingkat absensi yang rendah, tepat waktu dan efisien, serta dapat bekerja lebih lama pada suatu perusahaan. Ketika karyawan berprilaku sesuai dengan nilai organisasi yang pada akhirnya akan membawa keuntungan kepada organisasi, hal ini merupakan suatu bentuk komitmen karyawan terhadap organisasi (Dongoran, 2001). Selanjutnya menurut Zulkarnain (2011), aspek manusia sebagai pekerja lebih di utamakan pada kesejahteraan, karena kesejahteraan merupakan hal yang

(10)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

sangat penting dalam mencapai kesuksesan seorang pekerja. Karyawan yang tidak terpenuhi kesejahteraannya di tempat kerja menyebabkan timbulnya keinginan untuk pindah dari perusahaan (Harter, Schmidt & Hayes, 2002).

Keempat, kesejahteraan psikologis berhubungan dengan komitmen terhadap organisasi, dapat dilihat dari salah satu dimensi didalam kesejahteraan psikologis yaitu positive relation to others, dimana dikatakan bahwa individu mampu untuk membina hubungan interpersonal yang baik, individu memiliki perasaan simpati dan hubungan persahabatan yang mendalam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hellriegel, Slocum dan Woodman (2001) bahwa komitmen terhadap organisasi akan meningkat ketika karyawan memilki hubungan yang erat dengan rekan kerja.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Tenggara, Zamralita dan Suyaya (2008) untuk menguji hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kesejahteraan psikologis dengan kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi kesejahteraan psikologis karyawan maka semakin tinggi pula kepuasan kerjanya. Ketika karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi , karyawan tersebut juga akan mengembangkan kepercayaan yang positif dan kelekatan yang

kuat terhadap organisasinya. Ketika terdapat kepercayaan yang positif dan perasaan kelekatan pada organisasi, hal ini akan menumbuhkan komitmen karyawan yang akan diwujudkan dalam bentuk loyalitas terhadap organisasi tersebut (Djastuti, 2011).

Simpulan

Organisasi dapat memberikan kontribusi pada pengembangan karywan dengan menyediakan informasi yang terstruktur, teratur dan mudah dipahami. Memberikan kesempatan pada karyawan untuk memperoleh pengalaman kerja yang baik sehingga karyawan dapat mengaktualisasikan dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan mendukung ide-ide dan inovasi karyawan, serta melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan. Manajemen juga harus memastikan bahwa karyawan dilengkapi dengan pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya lainnya sehingga ada keseimbangan dalam beban tugas yang harus ditangani. Karyawan akan menganggap pekerjaan mereka sebagai bermakna ketika tingkat kemandirian diperbolehkan dalam pelaksanaan tugas mereka. Partisipasi dalam pengambilan keputusan akan meningkatkan perasaan karyawan dan akan berkontribusi bagi pengembangan diri mereka. Hasil penelitian ini mendukung bahwa kesejahteraan di tempat kerja, akan membantu karyawan

(11)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

melakukan apa yang tepat bagi mereka dengan menjalankan tugas-tugas mereka dengan bergembira. Kesedian diri karyawan untuk komit dan loyal pada organisasi berhubungan dengan sejauh mana mereka

percaya bahwa iklim organisasi, gaji, penghargaan, pertumbu- han pribadi dan keluarga sejalan dengan harapan mereka.

Pustaka Acuan

Abdullah & Arisanti, H. (2010). Pengaruh budaya organisasi, komitmen organisasi dan akuntabilitas publik terhadap kinerja organisasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 9(2), 118-134. Aktami, B. (2008) Kontribusi kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap komitmen karyawan.

Paper. Universitas Gunadarma.

Alwi, S. (2001). Manajemen sumber daya manusia strategi keunggulan kompetitif (Edisi pertama). Yogyakarta: BPFE.

Armansyah, (2002) Komitmen organisasi dan imbalan finansial. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis,2(2),15-22.

Briner, R. B. (2000). Relationship between work environment, psychological environtments and psychological well-being. Occupational medicine, 50(5), 299-303.

Cholil, M. & Riani, A. (2003). Hubungan kepuasan kerja dan karakteristik individual dengan komitmen organisasional tenaga dosen ekonomi perguruan tinggi Surakarta. Jurnal Perspektif, Universitas Sebelas Maret.

Chong, Y., Wong, K., & Lau, T. (2011). Intrinsic motivation and organizational commitment in the Malaysian private higher education institution: An empirical study. Journal of Art, Science & Commerce, 2 (4), 41.

Chughtai, A. A., & Zafar, S. (2006). Antecedents and consequences of organizational commitment smong pakistani university teachers. Applied Human Resource Management Research, 11(1), 39-64.

Cropanzano, R., & Wright, T. (2000) .Psychological well-being and job satisfaction as predictors of job performance. Journal of occupational health psychology. 5(1),84-94.

Davis, C., O (2012). Perlunya psikologi positif d tempat kerja. [Online] (diakses tanggal 21 Maret 2012) www.psikologizone.com/perlunya-psikologi-positif-di-tempat-kerja/065115450. Djastuti, I. (2011). Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap komitmen organisasi karyawan

tingkat managerial perusahaan jasa konstruksi di Jawa tengah. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(1), 1-19.

(12)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

Feinstein, A. H & Vondrasek, D. (2001). A study of relationship between job satisfaction and organizational commitment among restaurant employees. Journal of hospitality, tourism, and Leisure Science.

Harter, J. K., Schmidt, F.L., & Keyes, C.L.M. (2003). Well‐being in the workplace and its relationship to business outcomes: A review of the Gallup studies. In C.L.M. Keyes and J Haidt (Eds) Flourishing, Positive Psychology and the Life Well‐lived. Washington DC, USA: American Psychological Society.

Hellriegel, D. Slocum, Jr. J. W. & Woodman, R.W. (2001). Organizational Behaviour (9th Edition). Sydney: Thomson Learners.

Horn, J.E.V., Taris, T.W., Schaufeli, W.B., & Schreurs, P.J.G. (2004). The structure of occupational wellbeing: A study among dutch teachers. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77, 365-375.

King, J. & Diener, E. (2005). The benefits of frequent positive affect: Does happiness lead to success?. Psychological Bulletin, 131, 803–855.

Knight, J. A., & Kennedy, B. J. (2005). Psychological Constract Violation: Impact on job satisfaction and organizationalcommitment among Australian senior public servants. Journal applied H.R.M. Research, 10(2), 57-72.

Kuntjoro, Z.S. 2002. Komitmen Organisasi. (diakses tanggal 20 maret 2012).

http://www.epsikologi.com/masalah/250702.htm

Lew, T.Y. 2011. (2011). Affective organizational commitment and turnover intention of academics in Malaysia. International Conference on Business and Economics Research, 1, 100-114.

Mowday, R.T, Porter, L. & Stress, R.M. (1982). Employee-organisation linkages: The psychology of commitment, absenteeism and turnover. New York: Academic Press.

Nasution, H & Rodhiah. (2008). Analisis hubungan antara lingkungan dengan kepuasan kerja dosen tetap FE Untar. Jurnal manajemen, 12(1) 57-69.

Oktaviansyah, D.A. (2008). Hubungan antara kohesivitas kelompok dengan komitmen terhadap

organisasi pada karyawan universitas muhammadiyah Surakarta. Indegenous. Jurnal Ilmiah

Berkala Psikologi. 10(1), 58-67.

Robbins, S. P. (2005). Organinizational behavior (11th ed.). New Jersey: Pearson Education. Rasulzada. F (2007) Organizational Creativity and Psychological Wellbeing, Departement of

Psychology Work & Organizational Psychology Division Lund University, Sweden.

Ryff, C., & Keyes C.L.M., (1995) The structure of psychological well-being revisited. J Personality and Social Psychology 69(4),719-727

Sjabadhyni, B. Graito & Wutun R.R. (2001). Pengembangan Kualitas SDM dari Perspektif Psikologi. Jakarta: Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI.

(13)

INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI.

Sumule, P. R & Taganing, K. (2008) Psychological Wellbeing To The Teacher That Work In Foundation Papua Pesat Nabire. Papers. Universitas Gunadarma.

Tella, A, Ayeni, C.O., & Popoola, S.O. (2007). Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria. Library Philosophy and Practice, 1-16.

Tenggara, H., Zamralita., & Suyasa, S. (2008) Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan Psikologis Karyawan, Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 10(1), 96-115

Teresia & Suyasa S. (2008). Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behaviour pada Karyawan Call Center di PT. X. Phronesis. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 10(2), 154 – 157.

Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Wingnyowitoto, S. (2002). Leadership-Followership (Hubungan dinamis kepemimpinan-keanakbuahan sebagai kunci sukses organisasi). Jakarta: Penerbit PPM.

Zulkarnain. 2011. Dampak Burnout Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja Pada Pekerja Public Service. Prosiding Seminar Ilmiah (pp.338 – 346), Dies Natalis USU ke 59.

Gambar

Tabel 1. Korelasi kesejahteraan psikologi, dimensi kesejahteraan psikologis dengan  komitmen terhadap organisasi

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan wajah bergantung dari lima facial processes (disebut juga dengan prominences) yang terbentuk pada minggu ke-4, yaitu the single frontonasal

Berat badan yang besar akan membuat beban pada otot jantung saat berkontraksi me- mompa darah menuju atau dari jantung (Ganong, 2008).Para ahli fisiologi telah

Hasil uji fisik dan mekanik kertas dari pelakuan NaOH dan CaO, kertas perlakuan NaOH memiliki indeks tarik dan indeks sobek yang lebih tinggi dibandingkan

Setelah proses pengiriman surat pengajuan cuti ke bagian personalia di setujui dan ditanda tangani oleh Kepala Bagian Personalia, maka pihak dari bagian

Dengan nama retribusi atas penerbitan surat pengukuran dan pendaftaran kapal dan izin berlayar dipungut retribusi sebagai pembayaran atas penerbitan surat pengukuran dan

Ketertarikan siswa untuk menggunakan GeoGame dalam mempelajari materi Geografi selain peta, atlas, dan globe...297 Tabel 4.10.. Ketertarikan siswa terhadap pengunaan perangkat

Dengan proses pembandingan dan perancangan bentuk serta bahan yang akan dipakai maka model yang cocok adalah ke r amba tenggelam.. Dengan pertimbangan ekonomis

Berdasarkan landasan teori penulis mendapatkan hipotesis bahwa terdapat perbedaan profil disolusi kurkumin dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit dengan berbagai