• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Heritage memiliki pengertian yang cukup luas. dalam kamus Oxford, heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahun tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter mereka. Sedangkan di dalam kamus inggris-indonesia susunan John M Echols dan Hasan Shadily, Heritage memiliki arti warisan atau pusaka.

Heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam. (Heritage: management, interpretation, identity, Peter Howard) dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa selama ini warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik, seperti berbagai benda yang tersimpan dalam museum. Padahal setiap budaya juga memiliki latar belakang kehidupan yang bisa dijadikan warisan tersendiri.

Benda Cagar Budaya adalah : benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya yang sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

Atau benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.

(2)

2 Sedangkan Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda Cagar Budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya. (Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 5 Tahun 1992)

Pentingnya perlindungan dan pelestarian warisan budaya dan sejarah ini juga menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat internasional. Hal ini dapat dilihat dalam Laporan Kongres PBB ke-VII tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana di Navana, Cuba, tanggal 27 Agustus s/d 7 September 1990, yang antara lain menyangkut : Pencurian/penyelundupan barang-barang kebudayaan berharga; Kelengkapan peraturan perundang-undangan dalam rangka memberikan perlindungan dengan barang-barang peninggalan budaya; dan Perlawanan terhadap lalu lintas internasional atas barang-barang.

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya. Tujuan pelestarian benda-benda kuno adalah agar masyarakat dapat memahami sejarah, sekaligus juga menghargai karya cipta yang melekat pada benda kuno, sedangkan kecintaan nasional terhadap benda-benda kuno akan menumbuhkan harga diri bangsa. Pemahaman sejarah tanpa bentuk nyata akan sulit menumbuhkan kebanggaan nasional.

Berdasarkan Undang Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, nama “Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta” berubah menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menghilangkan kata Provinsi.

(3)

3 Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki entitas atau tata pemerintahan berbasis cultural, sekaligus identitas local berupa nilai religi, nilai spiritual, nilai filosofis, nilai estetika, nilai perjuangan, nilai kesejarahan, dan nilai budaya yang menggambarkan segi keistemewaan Yogyakarta sehingga harus dijaga kelestariannya. ( Perda DIY No 6 Tahun 2012)

Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat begitu banyak warisan pusaka, budaya maupun Cagar Budaya yang tersebar di berbagai wilayah administrasi pemerintahan. Dimana Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi lima wilayah administrasi, yaitu : Kabupaten Bantul di sisi selatan, Kabupaten Sleman di sisi utara, Kabupaten Kulonprogo di sisi barat, kabupaten Gunungkidul disisi timur dan Kota Yogyakarta tengah.

Memiliki begitu banyaknya warisan budaya dan Cagar Budaya, tentunya harus dijaga dan dilestarikan sebagai kebanggaan dan sebagai identitas kewilayaan dimata nasional maupun internasional.

Secara konseptual Rencana Umum Tata Ruang merupakan dasar bagi terselenggaranya pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana didalamanya terkandung upaya pelestarian lingkungan dan pelestarian benda Cagar Budaya antara lain dengan ditetapkannya daerah Kotagede sebagai daerah Cagar Budaya.

Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu di lindungi dan di lestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri

(4)

4 bangsa, daerah dan kepentingan nasional. (UU no.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya)

Pada awalnya Kotagede merupakan nama kota yang merupakan Ibukota Kerajaan Mataram Islam. Wilayah Kotagede terbagi kedalam dua Kabupaten yaitu Kabupaten Yogyakarta dan Kabupaten Bantul, yang keduanya mempunyai peranan penting untuk membangun dan melestarikan keberadaan Cagar Budaya yang terkandung di dalam wilayah Kotagede.

Letak Kotagede sekitar 10 kilometer ke arah tenggara dari pusat kota Yogyakarta. Luas wilayah Kotagede yaitu 3,07 km dengan rincian Kelurahan Prenggan seluas 0,99 km terdiri dari 13 RW dan 57 RT, Kelurahan Purbayan seluas 0.83 km terdiri dari 14 RW dan 59 RT, serta Kelurahan Rejowinangun seluas 1,25 km terdiri dari 13 RW dan 49 RT. Kotagede memiliki batas batas lahan sebagai berikut : sebelah Barat berbatasan dengan Umbulharjo, sebelah Utara berbatasan dengan Banguntapan, sebelah Timur berbatasan dengan Banguntapan dan sebelah Selatan berbatasan dengan Banguntapan.

Kehidupan Masyarakat Kotagede sebagai kawasan Cagar Budaya mempunyai kesatuan sosiologis dan antropologis. Memasuki Kotagede kita merasakan suasana yang berbeda dari bagian-bagian kota yang lain. Yang paling mudah dikenali adalah ruang dan bangunan yang ada di sepanjang jalur-jalur utama kawasan ini. Koridor yang relatif sempit menjadikan interaksi yang intensif antara ruang sirkulasi - baik untuk pejalan kaki maupun pengemudi kendaraan dengan wajah-wajah bangunan di kiri kanannya. Semakin kita masuk

(5)

5 ke dalam kampung kita akan merasakan ruang dan bangunan yang terjalin dengan pola yang sangat kaya. Lorong-lorong yang mepet berbatas tembok tinggi yang di tempat lain sering dipahami sebagai ungkapan keangkuhan, tiba-tiba berseling dengan gerbang dan pelataran rumah yang dengan ramah mempersilakan kita untuk melintas atau bahkan singgah. Sampai saat ini masyarakat Kotagede dalam kegitan sosial sehari-hari sangat solid dalam kesatuan tersebut.

Dikarenakan letak geografis Kotagede berada di 2 wilayah kabupaten maka penanganan pembangunan tersebut dilakukan antara dua pemerintahan, dimana terdapat tanggung jawab yang berada di tingkat kabupaten Kota Yogyakarta dan di Kabupaten Bantul. Dalam hal ini kewenangan untuk penanganannya pun terbagi menjadi dua, yaitu : Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu mengolah dan membangun kawasan Kotagede yang masuk wilayah Kota Yogyakarta, sedangkan Kabupaten Bantul hanya bisa mengolah dan membangun wilayah Kotagede yang masuk kedalam wilayah Kabupaten Bantul. Hal ini merupakan suatu kendala bagi perkembangan dan pelestarian lingkungan wilayah Kotagede. Kenyataan yang terjadi saat ini adalah, banyak pihak luar pemerintah yang lebih konsen terhadap upaya pelestarian lingkungan dan Cagar Budaya.

Wujud dari sebuah kesatuan wilayah Kotagede yang tak terpisahkan tak lepas dari peran serta masyarakat yang begitu solid menjaganya. Pada masa diberikanya Otonomi daerah yang seluas luasnya, kewenangan tingkat

(6)

6 Kabupaten dan Kota relatif bertambah besar, demikian juga kian terasanya dimana mereka harus menghadapi dua kebijakan yang berbeda untuk satu kawasan Kotagede.

Kawasan Kotagede dinyatakan sebagai salah satu dari 100 situs paling terancam di dunia, menyusul dinominasikannya Kotagede Heritage District ke

World Monument Fund oleh Jogja Heritage Society sebagai World Endangered

Sites, Penetapan dilakukan pada 6 juni Di new York, (Situs Dunia dalam Bahaya), 26 Maret 2010.

Sebagai Kota warisan (Heritage) yang telah ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya, Kotagede sangat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Berbagai situs, pusaka, saujan dan budaya terdapat didalamnya. Tatanan sosialis budaya masyarakat yang begitu harmonis turut serta melengkapai keunikan wilayah Kotagede.

Hanya saja dalam kenyataan di lapangan masih banyak masyarakat setempat yang kurang turut serta memanfaatkan dengan ditetapkannya kawasan Kotagede sebagai kawasan Cagar Budaya, misalnya masih banyak kegiatan penjualan rumah joglo yang notabene bentuk beserta tatanan rumah joglo sebagai salah satu warisan budaya yang ada di Kotagede, ini menunjukan kurang perhatian terhadap kelestarian budaya, saujana dan artefak asli kawasan Kotagede. Selain hal tersebut masih banyak juga tindakan tindakan vandalisme, dimana banyak situs situs budaya yang dinding pagarnya terdapat corat-coret maupun tempelan iklan. Hal ini menyebabkan situs budaya menjadi terlihat

(7)

7 kotor. Hal ini sangat bertolak belakang dengan ketetapan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No: 326/KPTS/1995 tentang Pembentukan Desa/Kelurahan Cagar Budaya di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, menyusun Rencana Induk Pengembangan dan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya, mengadakan rehabilitasi, rekonstruksi dan konservasi, melakukan koordinasi, pembinaan, dan bertindak sebagai fasilitator dalam pelestarian peninggalan nonfisik, meningkatkan peran masyarakat, serta menyusun Rancangan Perda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya.

Kegiatan pariwisata yang merebak sejak awal 1970-an memberi daya hidup baru bagi kawasan unik ini. Akan tetapi, tampaknya aktivitas kunjungan ini belum mampu memulihkan kehidupan atau merevitalisasi sepenuhnya Kawasan Kotagede. Salah satu aset pariwisata yang diminati adalah bangunan beratap joglo, terutama wisatawan mancanegara. Namun akhir akhir ini keberadaan rumah joglo di kawasan Kotagede semakin berkurang, Menurut catatan Organisasi Pengelola Kawasan Pusaka (OPKP) Kotagede, selama 2005-2009, setidaknya 56 bangunan tradisional khas Kotagede lenyap. Rinciannya, 25 bangunan hancur karena gempa bumi tahun 2006 dan 31 lainnya dijual dan dipindahkan ke luar daerah Kotagede. Kecepatan hilangnya bangunan tradisional meningkat drastis daripada tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, sepanjang 1985- 2005, jumlah bangunan tradisional yang hilang dari kawasan itu tercatat 20 buah. saat ini masih tersisa sekitar 150 rumah joglo kuno buatan tahun 1800-an yang masih berada di Kotagede. Tidak mustahil jumlahnya akan

(8)

8 terus menyusut karena faktor ekonomi dan waris. “Calo barang antik begitu kuat dan solid, dan bahkan melibatkan orang asing,”. (KOMPAS Senin, 9 November 2009 | 03:02 , www. Kompas.com).

Fenomena ini terjadi di beberapa wilayah Kotagede. Menurut catatan, di seluruh Kawasan Cagar Budaya Kotagede, jumlah rumah tradisional yang dibeli dan dibawa ke luar kawasan itu melonjak tajam. Hal ini sungguh mengkhawatirkan dibandingkan dengan kondisi sebelum gempa. Ketika itu, transaksi jual-beli rumah tradisional hanya terjadi 10 kali dalam rentang waktu yang cukup lama, yakni tiga tahun.

Namun, pascagempa, sejak 2006 hingga kini, rumah joglo tua yang dijual naik drastis menjadi 31 rumah. Jadi, jika dirata-rata ada sekitar 10 rumah joglo kuno tiap tahun berpindah tempat. Rumah-rumah penuh sejarah itu dibawa keluar Kotagede, bahkan hingga ke luar negeri. (Pandji R Hadinoto dalam www.jakarta45.com)

Hampir semua bangunan tua serta tatanan kegiatan yang dimiliki di Kotagede ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagai Cagar Budaya. Kotagede menyimpan kurang lebih 1700 bangunan kuno yang didirikan mulai tahun 1700 hingga 1930 Masehi. Kotagede yang merupakan kawasan permukiman padat memiliki banyak pusaka, baik pusaka alam, pusaka budaya maupun pusaka saujana

(9)

9 Pemaparan diatas mungkin terdengar miris, disatu sisi pemerintah mengharapkan agar masyarakat Kotagede tidak menjual aset budaya seperti Rumah Joglo, tapi di sisi lain masyarakat tersebut juga membutuhkan biaya hidup.

Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh masyarakat, pemerintah maupun LSM untuk melestarikan bangunan dan lingkungan di Kotagede, meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan mengembangkan kehidupan yang layak di Kotagede. Namun demikian, upaya-upaya tersebut masih terasa parsial dan sporadis sehingga belum efektif dalam memberikan dampak yang diinginkan.

Kekurangefektifan tersebut terutama diakibatkan oleh kurangnya keterpaduan antar berbagai upaya dan rencana yang diprakarsai oleh pihak-pihak yang berbeda sehingga satu sama lain tidak terfokus untuk tujuan tertentu dan saling terkait secara sinergis dalam kerangka kerja tertentu.

Selain itu apakah manfaat yang di dapat dari masyarakat setempat. Apakah mereka mendapatakan hak atau imbalan yang setimpal dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan serta tatanan kehidupan mereka, baik dari segi sosialis maupun antropologis. jika pemerintah membuat peraturan untuk menjaga kawasan budaya atau aset budaya, tapi apakah masyarakat mendapatkan imbalan atau ganti rugi terhadap waktu dan tenaga demi menjaga aset aset budaya tersebut.

(10)

10 I.2. Permasalahan

Keharusan bagi negara dan seluruh rakyat Indonesia untuk melindungi dan melestarikan benda Cagar Budaya sudah tertuang pada Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Pengaturan cagar budaya dapat ditarik dasar hukumnnya pada Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”

Berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, dirumuskan bahwa pemerintah Indonesia berkewajiban “melaksanakan kebijakan memaju-kan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Rumusan ini mejadi pedoman dalam menyusun fasal-fasal berisi perintah, larangan, anjuran, pengaturan, dan hukuman yang menguntungkan masyarakat. Isu tentang adaptive reuse, good governance, desentraliasi kewenangan, atau hak-hak publik selalu mewarnai kalimat dan susunan pasal Undang-Undang Cagar Budaya.

Cagar Budaya juga penting artinya bagi sejarah, pendidikan dan kelangsungan negara Indonesia. Dalam Undang Undang Cagar Budaya telah disebutkan, tujuan pelestarian Cagar Budaya tak hanya untuk menjaga keberadaan benda bersejarah. Tetapi juga menyangkut upaya meningkatkan harkat dan martabat bangsa, mempertahankan identitas bangsa, mempromosikan nilai sejarah bangsa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(11)

11 Negara sebagai pemilik dan pelindung benda CB juga perlu menjalin kerjasama internasional seluas-luasnya. Hal tersebut penting karena benda Cagar Budaya tidak hanya milik sebuah bangsa tapi juga memiliki pengaruh terhadap kemanusiaan dunia.

Pengaruhnya yang besar terhadap kehidupan manusia juga mempertegas budaya, termasuk benda Cagar Budaya menjadi identitas yang memiliki kekuatan. Budaya bisa dikatakan sebagai sifat sebuah bangsa. Budaya juga menjadi kekuatan bangsa untuk mandiri dan bertahan.

Dalam rangka tindakan pelestarian Kawasan Cagar Budaya oleh pemerintah sebagai institusi tertinggi dari sebuah wilayah. Tentunya sudah melakukan berbagai upaya dalam rangka perlindungan dan pelestarian situs Cagar Budaya. Dalam hal ini Kotagede berada pada dua otoritas pemerintahan, yaitu antara pemerintah Kotamadya dan Pemerintah Kabupaten Bantul. Bebeapa upaya perlindungan dan pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede antara lain rekonstruksi pasca gempa 27 mei 2006, disusunnya RUU Cagar Budaya, program program pendampingan masyarakat sebagai tindakan Goverment Social Responsibility.

Pemerintah juga telah menyususn peraturan peraturan tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya dan Benda Cagar Budaya, perda yang mengatur tentang keterpaduan dan keseragaman kaidah dalam proses pengelolaan terhadap KCB maupun BCB yang memuat keselarasan antar kepentingan sektor

(12)

12 Permasalahan yang terjadi, sampai saat ini bagaimana peran pemerintah terhadap upaya pelestarian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya yang dirasa sudah mulai menurun, banyak selentingan-selentingan yang mengatakan bahwa pemerintah hanya berhenti sampai program rekonstruksi pasca gempa terhadap bangunan bangunan pusaka.

Lalu bagaimana pemerintah melakukan upaya pelestarian dan perlindungan terhadap beberapn permasalahan yang terjadi di Kawasan Cagar Budaya Kotagede .

Atas dasar inilah peneliti memiliki pertanyaan :

1. Bagaimana peran pemerintah dalam upaya pelestarian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya Kotagede sesuai dengan yang tercant dalam Undang Undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010.

2. Program program apa saja yang telah dilakukan pemerintah guna melakukan upaya pelestarian dan perlindungan kawasan Cagar Budaya Kotagede.

I.3. Tujuan dan Sasaran

Melihat latar belakang dan perumusan masalah seperti tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah dalam rangka menelusuri dan mengetahui peran pemerintah dalam upaya menjaga, melindungi dan melestarikan kawasan Cagar Budaya Kotagede apakah sudah sesuai dengan apa yang telah tercantum dalam Undang Undang Cagar Budaya.

Kawasan Kotagede merupakan kawasan yang strategis dalam pengembangan bidang ekonomi dan pariwisata, mengalami perkembangan kota

(13)

13 yang bersifat spontan serta cenderung mengabaikan kaidah-kaidah konservasi sehingga tingkat pengendalian terhadap kawasan ini sangat lemah. Hal ini terlihat pada perubahan tata ruang, tata bangunan dan pemanfaatan lahan. Pemanfaatan ruang kawasan bagi kegiatan ekonomi yang tidak terkendali akibat tidak adanya guideline yang jelas tentang peraturan bangunan khusus menjadikan kawasan Kotagede berkembang secara alamiah, mengakibatkan hilangnya bangunan-bangunan Cagar Budaya yang dilindungi. Perubahan-perubahan akibat meningkatnya tuntutan perkembangan ekonomi, apabila tidak diatur dan dikendalikan akan menghilangkan karakter/citra kawasan.

Berdasarkan pemaparan seperti tersebut diatas maka yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui peran pemerintah dalam upaya pelesetarian Kawasan Cagar Budaya, sesuai dengan Undang Undang Cagar Budaya.

2. Program apa saja yang telah dilakukan pemerintah guna menjaga dan melestarikan kawsan Cagar Budaya kawasan Kotagede.

3. Sesuaikah program program yang dilakukan pemerintah dengan kaidah kaidah penanganan Kawasan Cagar Budaya.

I.4. Manfaat Penelitian

Melihat latar belakang dan perumusan masalah seperti tersebut diatas, Dengan melakukan penelitian yang berhubungan dengan upaya pemerintah dalam melindungi dan melestarikan kawasan Cagar Budaya Kotagede maka

(14)

14 terdapat manfaat yang dapat diperoleh oleh masyarakat maupun pihak pihak terkait. Manfaat yang dapat diperoleh antara lain:

1. Bagi Pemerintah, dengan mengetahui faktor-faktor dan kaidah dalam pelestarian Cagar Budaya maka Pemerintah diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai apa yang harus dilakukan guna meningkatkan upaya pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede. 2. Manfaat penelitian ini diharapkan bagi masyarakat dapat digunakan

untuk membantu mengembangkan cara pandang, kemampuan, kepercayaan diri serta komitmen masyarakat untuk ikut berperan serta dalam upaya pelestarian situs dan pusaka yang ada di Kawasan Kotagede.

3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan, akan mengetahui program keberlanjutan apa saja yang akan dilakukan guna berupaya melestarikan dan melindungi Kawasan Cagar Budaya Kotagede.

4. Bagi pengembangan ilmu dan pemerhati Cagar Budaya akan memberikan wawasan baru mengenai pelestarian Kawasan Cagar Budaya khususnya yang berkaitan dengan pengembangkan upaya pelestarian Kawasan Cagar Budaya.

I.5. Ruang Lingkup Penelitian

Melihat latar belakang dan perumusan masalah seperti tersebut diatas, Lingkup penelitian ini dilakukan di wilayah Kotagede yang secara administratif berada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Kota Yogyakarta meliputi

(15)

15 Kecamatan Kotagede yaitu Kelurahan Prenggan, Purbayan, dan Rejowinangun. Kabupaten Bantul meliputi Kecamatan Banguntapan yaitu Desa Jagalan dan Singosaren.

Berdasar konsentrasi Cagar Budaya yang terletak di Kotagede maka kawasan tersebut dibagi menjadi kawasan inti yang meliputi Desa Jagalan,

Kalurahan Purbayan dan Kalurahan Prenggan; serta kawasan

perluasan/pendukung: yang meliputi Desa Singosaren dan Kalurahan Rejowinangun.

Kotagede telah ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya oleh World Monument Fund. Dalam hal ini difokuskan pada Peran pemerintah terhadap pelestarian Cagar Budaya, khususnya di wilayah Kotagede dan program apa saja yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah apakah sudah merujuk pada kaidah dan tatalaku yang berlaku dalam proses pelestarian Cagar Budaya. Dengan fokus pada era pasca bencana gempa Yogyakarta tahun 2006.

I.6. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian di Kawasan Kotagede, DI Yogyakarta telah banyak dilakukan. Adapun penelitian yang terkait dengan kawasan pusaka dan Cagar Budaya adalah

 Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan pusaka di Nagari Balimbing Batusangkar (Fobra Rika – 2007-MPKD UGM)

(16)

16 Penelitian untuk mengkaji Peran Pemerintah dalam upaya pelestarian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya Kotagede berdasarkan Undang Undang Cagar Budaya no 11 tahun 2010, sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang melakukannya. Perbedaan fokus kajian, teori dan metode penelitian yang di pakai akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula.

Pengelolaan kawasan masyarakat ~ Masyarakat lokal ~Pendatang ~Pemerintah Karakteristik Kawasan Analisis Konsep

Referensi

Dokumen terkait

 Mahasiswa bisa membuat perencanaan batang tekan dengan memperhitungkan semua persyaratan sesuai dengan peraturan yang dipakai. 1, 2,

Selain itu social networking (jejaring sosial) memiliki pengaruh sebesar 34,4% untuk membentuk brand loyalty (loyalitas merek) dan brand trust (kepercayaan merek)

PEMBUATAN FILM PENDEK TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA DENGAN TEKNIK CONTINUITY EDITING SEBAGAI UPAYA.. PENYADARAN

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai tingkat kinerja karyawan di PT.Inti (Persero) Bandung pada divisi Operasional Celco Produksi dan

Berdasar Tabel 5, proporsi kenaikan belanja pegawai selama lima tahun terakhir (71,35%) lebih besar dari proporsi kenaikan belanja modal (69,20%) dan sangat jauh

Sedangkan pada siklus II jumlah siswa yang kurang melakukan aktifitas kurang menunjang selama proses pembelajaran telah menurun yakni sebanyak 2 siswa kurang aktif

Tujuan penelitian ini adalah; (1) Untuk mengetahui motivasi belajar bahasa Arab siswa sebelum menggunakan model CTL , (2) Untuk mengetahui motivasi belajar bahasa

respondents who were able to make monthly payment in. terms of the amount of their monthly income and