• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lingkungan pertumbuhan tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lingkungan pertumbuhan tanaman"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suhu dan Tanaman

Faktor suhu sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lingkungan pertumbuhan tanaman dijaga untuk berada atau mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Syakur et al, 2011)

Belakangan ini, penelitian yang menggunakan pendekatan antara Agronomi dan Klimatologi berkembang dengan pesat. Sebabnya ialah karena data klimatologi dapat lebih mempertajam dan melengkapi pembahasan tentang hubungan antar parameter-parameter biologi yang di peroleh dari percobaan-percobaan agronomi (Chambers, 1977 dalam Ismal, 1983).

Temperatur (suhu) adalah salah satu sifat tanah yang sangat penting secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan juga terhadap kelembapan, aerasi, stuktur, aktifitas mikroba, dan enzimetik, dekomposisi serasah atau sisa tanaman dan ketersidian hara-hara tanaman. Tenperatur tanah merupakan salah satu faktor tumbuh tanaman yang penting sebagaimana halnya air, udara dan unsur hara. Proses kehidupan bebijian, akar tanaman dan mikroba tanah secara langsung dipengaruhi oleh temperatur tanah (Safrizal, 2011).

Diantara faktor iklim, suhu merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan utama dalam proses pertumbuhan karena suhu dapat pula mempengaruhi aktifitas metabolisme tanaman. Pengaruhnya terutama pada proses yang

(2)

menyangkut reaksi thermokimia. Heddy (1987) menyatakan bahwa ada tiga fungsi fisiologis yang dipengaruhi oleh suhu, yaitu metabolisme, asimilasi dan pernafasan.

Menurut Ismal et al (1982) laju pertumbuhan tanaman akan bergerak linier dengan kenaikan suhu mendekati suhu optimum, akan tetapi meluncur cepat dengan kenaikan suhu diatasnya. Walaupun peningkatan suhu dapat meningkatkan energi kimia, akan tetapi jika peningkatan suhu diatas suhu optimum dapat pula mengganggu aktivitas enzim di dalam jaringan tanaman. Resultan dari keduanya akan mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan diatas suhu optimum.

Suhu memperngaruhi tanaman dalam beberapa aktivitas fisiologi tanaman seperti pertumbuhan akar, serapan unsur hara dan air dalam tanah, fotosintesis, respirasi dan translokasi fotosintat (Lenisastri, 2000). Suhu udara dan atau suhu tanah berpengaruh terhadap tanaman melalui proses metabolisme dalam tubuh tanaman, yang tercermin dalam berbagai karakter seperti: laju pertumbuhan, dormansi benih dan kuncup serta perkecambahan, pembungaan, pertumbuhan buah dan pendewasaan/pematangan jaringan atau organ tanaman.

Besarnya suhu optimum tanaman tergantung pada jenis dan adaptasi tanaman. Tanaman C3 mempunyai suhu fotosintesa efektif lebih rendah dibandingkan dengan C4. Hal ini ada kaitannya dengan kegiatan enzim RuDP-karbosilase (C3) dan PEP-karboksilase (C4) yang mempunyai kisaran suhu optimum berbeda. Selain itu Bjorkman, 1981 (dalam Ismal, 1983) melaporkan bahwa pengaruh suhu terhadap karakteristik laju fotosintesa ditentukan pula oleh

(3)

adaptasi tanaman. Suhu dapat menjadi faktor penghambat terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kalau terlalu rendah atau tinggi dari suhu optimum pada masing-masing tahapan pertumbuhan (fenologi) nya.

2.2. Metode jumlah satuan panas (Heat Unit)

Konsep metode akumulasi satuan panas (Heat unit) didasarkan pada teori bahwa perkembangan tanaman tergantung pada jumlah panas yang diakumulasi selama masa pertumbuhan. Jumlah panas yang dibutuhkan oleh tanaman setiap hari sangat tergantung dari suhu rata-rata udara, dimana suhu udara tersebut harus melebihi satu derajat di atas suhu dasar tanaman tertentu (Miller et al.,2001 dalam

Melati, 2011).

Metode jumlah panas pada hakikatnya adalah pengungkapan tentang hubungan antara pertumbuhan tanaman dengan suhu lingkungannya. Pendekatannya dalam ha1 ini, menganggap suhu sebagai faktor yang mewakili penggunaan energi oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Metode satuan panas adalah jawaban dari pertanyaan yang sering timbul selama ini, yaitu bagaimana caranya menyatakan konsep tentang adanya hubungan antara suhu dan pertumbuhan tanaman secara kuantitatif. Sampai saat ini, metode jumlah panas merupakan metode yang paling praktis untuk menentukan umur dan saat panen yang dapat digunakan berdasarkan pendekatan secara klimatologis dan agronomis. Diluarnegeri metode ini populer dengan isitilah 'heat unit', thermal unit 'atau growing degree days' (Polii, 2003).

(4)

2.2.1 Cara Menghitung Jumlah Satuan Panas

Menurut Ismal (1981) cara menghitung jumlah satuan panas suatu tanaman adalah dengan menjumlahkan satuan panas harian mulai saat tanam sampai matang fisiologis. Untuk memperoleh satuan panas harian, di mulai dengan mencari suhu rata-rata pada hari tersebut. Kemudian dikurangi dengan suhu dasar fisiologis tanaman. Hasilnya ialah satuan panas selama periode 24 jam. Satuan suhu dinyatakan dalam derajat celcius.

Satuan panas setiap harinya dicatat, mulai saat tanam sampai mencapai kematangan yang diinginkan. Jumlahnya selama periode tersebut adalah jumlah satuan panas yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai periode yang dipertimbangkan.

Secara matematik perhitungan tersebut dapat dinyatakan dengan formula (Ismal, 1981):

Formula 1 (SP0)

SP0 - tb

Keterangan : SP0 = Akumulasi panas sampai hari ke - n (oCd) Tmax = Suhu maksimal harian (oC)

Tmin = Suhu minimum harian (oC) Tb = suhu dasar (oC)

i = Hari setelah tanam

(5)

Suhu rata-rata harian adalah gambaran keadaan suhu pada periode tertentu. Suhu rata-rata bulanan, setahun dan tahunan dibentuk dari suhu rata-rata harian sebagai satuan dasar. Formulasi untuk mencari suhu rata-rata dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu:

1) Rata-rata dari pembacaan suhu selama 24 jam

2) Rata-rata pembacaan pada waktu yang berbeda. menggunakan waktu pembacaan pada jam 07.00, 13.30 dan 17.30.

Yang penting pula diketahui dalam menentukan jumlah satuan panas suatu tanaman adalah suhu dasarnya. Suhu dasar adalah suhu dimana tanaman terhenti aktifitas pertumbuhannya dibawah suhu tersebut. Suhu dasar tersebut ditentukan dengan penelitian-penelitian. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa suhu dasar jagung 10 oC (Ismal, 1981).

Dewasa ini perhitungan satuan panas menggunakan derajad Celcius, dengan demikian angka-angka satuan panas semakin lebih sederhana.

2.2.2. Penggunaan Umum Metode Jumlah Panas

Metode jumlah panas ini banyak digunakan oleh pengusaha yang bergerak di bidang pertanian. Kematangan tanaman sebagai bahan mentah industri harus seragam. Untuk itu perlu diketahui tahapan perkembangan tanaman agar dapat diberitahukan kepada petugas lapangan, kapan melakukan kegiatan pemeliharaan dan panen sehingga didapat bahan mentah yang memenuhi syarat. Hal lain yang penting pula adalah penyebaran panen yang merata pada iklim yang tidak seragam. Metode ini banyak digunakan oleh pemulia tanaman untuk menentukan kapan tanaman mengeluarkan bunga. Menurut Kiniry (1991) sistem derajat hari

(6)

(Degree Day) atau waktu termal unit (Daily Thermal Unit) telah digunakan untuk simulasi semua proses pertumbuhan kecuali induksi fotoperiode.

Metode satuan panas telah digunakan di berbagai daerah. Seperti di Brazilia penggunaannya terutama pada tanaman coklat cultivar Catonggo untuk menentukan saat panen setelah penyerbukan. Suhu dasar yang digunakan adalah 10OC (Ismal, 1983). 13 tahun belakangan ini di Malawi (Airika Tengah) giat dicobakan simulasi untuk mengetahui produksi teh. Penggunaan metode jumlah panas adalah untuk melacak perkembangan tanaman. Hal ini mudah dilakukan karena perkembangan pucuk-pucuk teh untuk dapat dipanen memerlukan jumlah panas tertentu dengan suhu dasar 100C (Bahar, 2009)

Oleh karena tanaman membutuhkan jumlah panas yang relatif sama untuk mencapai kematangan yang dinginkan maka metode jumlah panas dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Penerapannya di lapangan tidak sulit karena pelaksanaannya mudah dan murah. Oleh sebab itu metode penentuan umur dengan satuan waktu (hari) mulai ditinggalkan di daerah sedang, karena sering kurang tepat akibat adanya keragaman suhu rata-rata harian setiap musim tanam. Keragaman tersebut menyebabkan jumlah hari untuk dapat dipanen atau mencapai perkembangan tertentu tidak selalu sama bahkan jauh berbeda (Ismal, 1981).

Walaupun demikian, ada juga kelemahan metode ini antara lain menurut Ismal et al (1982) adalah karena faktor-faktor iklim yang juga berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman seperti kadar air tanah, radiasi surya, suhu yang ekstrim tinggi dan rendah, serta iklim mikro tidak

(7)

diperhitungkan. Selain itu suhu dasar untuk semua tahapan perkembangan dianggap sama.

Meskipun ada beberapa keberatan dalam penggunaan metode jumlah panas ini, dengan menambahkan perlakuan-perlakuan tertentu sehingga faktor-faktor lainnya berada dalam keadaan optimum, atau memasukkan suatu faktor-faktor koreksi terhadap rumus yang digunakan, maka keberatan-keberatan dan kelemahan metode ini dapat dikurangi. Oleh sebab metode jumlah panas telah diteliti secara luas. Disebabkan metode ini lebih memenuhi kebutuhan praktikum dan belum ada metode lain yang dapat menggantikan dan mengatasi efisiensinya, maka metode ini terus berkembang.

2.3. Fenologi Tanaman Jagung

Perubahan fenologi pertumbuhan dan produksi suatu tanaman merupakan fenomena yang su-dah lazim ketika terjadi perubahan lingkungan tumbuh yang sangat besar (Nur et al, 2010). Analisis pertumbuhan tanaman merupakan Fenologi penelaahan tentang pola waktu yang berhubungan dengan fase-fase perkembangan (sub period) akibat pengaruh lingkungan. Fenologi merupakan karakter yang paling penting yang terlibat dalam adaptasi tanaman terhadap lingkungan tumbuh mereka (Sadras dan Tra’pani, 1999 dalam Nur et al 2010). Perkembangan tanaman merupakan rangkaian proses dan kejadian ontogenetik termasuk pertumbuhan atau perkembangan periode dan diferensiasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi serta morfologi jaringan dan organ tanaman (Bahar, 2009). Perkembangan tanaman yang dinyatakan dengan perubahan fase keadaan tanaman dikenal dengan istilah fenologi yang dibatasi

(8)

dengan fase perkembangan kemajuan dari pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Menurut Sudjana, 1991 pertumbuhan tanaman jagung dapat dibagi ke dalam 5 periode pertumbuhan yaitu : Periode tanaman sampai Muncul (Emergence), Periode keluar malai (Tassel), Periode keluar rambut (Silk), Periode pembentukan biji (Blister) dan periode pengeringan (Matang fisiologis).

Subekti et al, (2008) membagi perkembangan tanaman jagung atas sepuluh stadium sehubungan dengan pengelolaannya. Akan tetapi pada dasarnya dapat dibagi atas saat tanam, perkecambahan biji, muncul (emergence), inisiasi bunga jantan, munculnya bunga jantan, munculnya bunga betina atau anthesis dan matang fisiologis.

Sudjana et al, (1991), Untuk pertumbuhan yang baik, tanaman jagung memerlukan air dan suhu yang cukup tinggi. Musa, (1998) menambahkan bahwa jagung memerlukan suhu panas dan lembab mulai waktu tanam sampai periode akhir pembuahan.

2.3.1. Fase pertumbuhan tanaman jagung

Tahapan pertumbuhan tanaman jagung dapat ditentukan dengan cara menganalisis fase pertumbuhan tanaman. Metode yang umum digunakan adalah metode leaf collar, yaitu menentukan fase pertumbuhan berdasarkan jumlah daun yang tidak lagi membungkus batang atau telah terbuka sempurna selama fase vegetatif, termasuk daun pertama yang muncul, round-tipped leaf (subekti et al,

2008). Metode penentuan fase pertumbuhan perlu diketahui dalam budi daya tanaman.

(9)

Pada umumnya tanaman jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun jarak waktu antar tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. fase Pertumbuhan jagung dapat digolongkan ke dalam beberapa tahapan (Subekti, et al, 2008) yaitu :

Fase perkecambahan

Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliams et al, 1999 dalam Subekti et al; 2008). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikel

Sumber : Subekti et al, 2008.

(10)

muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah.

Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa fase berikut:

Sumber : Subekti et al. 2008.

Gambar 2 : Fase pertumbuhan tanaman jagung

Menurut Hanway, 1991 (dalam Gollu, 2000) bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung secara garis besar dikelompokkan menjadi:

Fase Ve/Emergence (Muncul di atas tanah)

Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam.

(11)

Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih. Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.

Fase v3-v5 (jumlah daun terbuka sempurna 3-5 helai)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10–18 hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan.

Fase v6-v10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10 helai daun).

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18-35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai, tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman.

(12)

Fase v11 - v16 ( jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah perkecambahan. Tanaman tumbuh dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relative sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitive terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil.

Perkembangan fase vegetatif sejalan dengan perkembangan jumlah daun. Sehingganya jumlah daun dapat dijadikan sebagai pegangan untuk menentukan periode vegetatif tanaman jagung. Pertambahan jumlah daun ini sangat dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan. Humphries dan Wheler, 1963 (dalam

Gardner et al, 1991) menyatakan bahwa jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan

Fase tasseling (berbunga jantan)

Fase tasseling biasanya berkisar antara 42-45 hari, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum munculnya bunga betina (Silk/rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, dimana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari (Pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dan bagian vegetative tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N,P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90%.

(13)

Pengaruh panjang hari terhadap induksi pembungaan lebih dipengaruhi oleh genotip dan temperatur daripada faktor-faktor lingkungan lainnya (Thomas dan Raper dalam Gardner et al, 1991)

Fase R1 (silking)

Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah Tasseling. Penyerbukan (Polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam utnuk mencapai sel telur (ovule), dimana pembuahan (Fertilization) akan berlangsung membentuk biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5 -3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu gulme, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit.

Fase R2 (blister)

Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari setelah silking, rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hamper sempurna, biji sudah mulai Nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai

(14)

diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun sampai panen.

Fase R3 (masak susu)

Fase ini terbentuk 18-22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (berganutng pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80%.

Fase R4 (dough)

Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah siliking. Bagian dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.

Fase R5 (pengerasan biji)

Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking, seluruh biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti. Kadar air biji 55%.

Fase R6 (masak fisiologi)

Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada tahapan ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan spati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat kehitaman.

(15)

Pembentukan lapisan hitam (Black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (Stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100%.

Ismal (1983) berpendapat bahwa suhu tanah dan adanya air yang cukup pada periode tanam sampai muncul di atas permukaan tanah sangat menentukan.. Selang waktu antara tanam sampai muncul antar berbagai varietas hampir sama, tetapi cenderung lebih pendek pada varietas yang telah adaptif di tempat tersebut.

Selang waktu antara muncul sampai berbunga untuk berbagai varietas beragam (Gollu, 2000). Varietas genjah selangnya lebih pendek dibandingkan dengan tengahan dan lebih panjang lagi untuk varietas dalam (Shaw dan Thom, 1951 dalam Ismal, 1983).

Menurut Wiroatmodjo (1976) keadaan lingkungan selama pengisian biji sangat menpengaruhi produksi. Sebabnya ialah karena proses fisiologis untuk mendapatkan fotosintat yang akan ditranslokasikan ke tempat penyimpanan (Sink) berupa tongkol, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Suhu sangat berperan dalam ha1 ini karena erat hubungannya dengan proses-proses fisiologis tersebut, terutama yang berhubungan dengan reaksi Thermo-Kimia.

Shaw dan Thom 1951 (dalam Ismal, 1983) melaporkan bahwa selang waktu antara berbunga dan matang fisiologis antar varietas yang diuji relatif

(16)

konstan dari tahun ke tahun. Selama faktor lingkungan berada dalam keadaan normal, produksi akan semakin tinggi dengan semakin panjangnya masa pengisian biji.

2.3.2. Penggunaan Metode Jumlah Panas untuk Tanaman Jagung

Untuk menjelaskan perkembangan fenologi tanaman jagung, metode satuan panas merupakan factor yang peru dilibatkan di dalamnya. Ismal et al

(1981) menyatakan bahwa suhu merupakan satu faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan fenologi tanaman.

Metode klasik yang digunakan untuk menentukan umur dan kematangan biji jagung ialah metode satuan waktu (hari) Akan tetapi setelah beberapa pengalaman menunjukkan bahwa metode ini kurang tepat, maka orang beralih kepada metode lain. Menurut laporan Smith dan Newman, 1969 (dalam Ismal, 1983), pada tahun lima puluhan di Indiana Amerika Serikat petani-petani masih menggunakan metode ini untuk untuk melakukan panen. Jagung di sana biasa dipanen pada umur 135 hari dengan kandungan air 30 persen. Akan tetapi pada tahun 1958 dan 1967, ternyata pada umur 135 hari tersebut, jagung belum mencapai pertumbuhan dan kematangan yang normal. Penyebab utama terjadinya ha1 tersebut adalah karena suhu rata-rata harian saat itu jauh lebih rendah. Semenjak itu metode jumlah panas yang mengaitkan suhu rata-rata harian sebagai dasar perhitungan mulai diterapkan menggantikan satuan waktu. Ternyata kemudian berdasarkan hasil-hasil penelitian metode jumlah panas tidak saja dapat menentukan saat matang, bahkan dapat juga untuk tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan tertentu.

(17)

Peramalan tentang tahap-tahap pertumbuhan tanaman jagung sangat menarik perhatian para peneliti, terutama pemulia tanaman, Untuk melakukan persilangan buatan, kapan saatnya tanam mengeluarkan bunga jantan dan betina, perlu diketahui. Dari pengalaman dan hasil-hasil penelitian ternyata bahwa metode jumlah panas merupahan metode yang praktis dan terbaik untuk maksud-maksud tersebut. Tidaklah mengherankan bahwa penggunaan metode ini untuk tanaman jagung berkembang dengan pesat dan penelitian untuk menguji keakuratannya bermunculan.

Gambar

Gambar 2   : Fase pertumbuhan tanaman jagung

Referensi

Dokumen terkait

Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Mahkamah Agung Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan Badan Urusan Administrasi.. 22.373.375.000

Sedangkan dari hasil uji Chi-Square dapat diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara cara melakukan hubungan seks dengan penyakit IMS, karena nilai P value

Judul Tesis : HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN STATUS KESEHATAN DENGAN GEJALA DEPRESI PADA LANSIA YANG TINGGAL DI UPT PELAYANAN SOSIAL WILAYAH BINJAI MEDAN TAHUN

Dalam perancangan atau pengembangan film animasi 3 dimensi “Handban kemenangan” menggunakan Block diagram. Block Diagram ini menjelaskan tentang tahap – tahapan

Tgl Bln Th Mata Pelajaran Tempat Tugas LPTK/PTAI Nomor Peserta. No Nama

Sejak ditetapkan RRI sebagai lembaga yang dapat menerima pendapatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan

“Berdasar pengalaman kami menyusun program pemulihan,bisa saya sebutkan bahwa ada beberapa alat bantu atau tool box yang sering dipakai oleh penderita gangguan

Jenis masalah yang timbul dalam penelitian ini : adakah Hubungan Antara Pengelolaan Koperasi Sekolah Dengan Budaya Menabung Siswa di MTs Negeri Kawunglarang