• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALEKSIA TANPA AGRAFIA KARENA STROKE INFARK PADA DISTRIBUSI ARTERI SEREBRI POSTERIOR KIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALEKSIA TANPA AGRAFIA KARENA STROKE INFARK PADA DISTRIBUSI ARTERI SEREBRI POSTERIOR KIRI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan kasus

ALEKSIA TANPA AGRAFIA KARENA STROKE INFARK PADA

DISTRIBUSI ARTERI SEREBRI POSTERIOR KIRI

Tjipto Harijono*

ABSTRACT

Alexia without agraphia also known as occipital alexia or pure alexia, patient retain the ability to write, but are unable to read, (even words that they have just written) and oven have right homonymous hemianopia. A 56 year old right handed man, suddenly he had difficulty in reading, but he could write, right homonymous hemianopia, calour naming deficit, and CT scan shows infarct in temporal, left medial occipital and splenium .

Keywords: Alexia without agraphia- splenium ABSTRAK

Aleksia tanpa agrafia disebut juga aleksia oksipital atau aleksia murni (pure alexia): pasien masih dapat menulis, tetapi tidak dapat membaca ( kata-kata yang baru ia tulis) dan sering kali disertai hemianopia homonym kanan. Seorang pria 56 tahun tidak kidal, tiba-tiba kesulitan dalam membaca, tetapi masih dapat menulis, hemianopsia homonim kanan, gangguan dalam memberi nama warna dan gambaran CT Scan didapatkan infark di daerah temporal, oksipital medial kiri dan splenium.

Kata kunci: Aleksia tanpa agrafia-splenium *SMF Neurologi BLUD RSU Banyumas

PENDAHULUAN

Aleksia adalah kehilangan atau gangguan untuk mengerti kata-kata yang ditulis atau dicetak disebabkan oleh suatu kelainan di otak1. Aleksia mulai diselidiki oleh Dejerine dalam tahun 1891 dengan pengajuan 2 kasus stroke. Kasus pertama menunjukan gejala afasia, aleksia dan agrafia, pada perjalanan penyakit gejala afasia menghilang, gejala yang masih ada aleksia dan agrafia. Pada pemeriksaan postmortem didapatkan kelainan pada girus angularis. Kasus kedua menunjukan gangguan dalam membaca, akan tetapi masih dapat menulis dengan baik, juga ditemukan hemianopsia homonym kanan dan pada post mortem ditemukan oklusi pada arteri serebral posterior kiri dengan kelainan infark di lobus oksipital medial kiri dan daerah bagian splenium korpus kalosum1,2

(2)

klasik diskoneksi; pasien dapat menulis tetapi tidak dapat membaca, juga kata-kata yang baru saja ditulisnya sendiri, tidak dapat ia baca dan kadang-kadang disertai adanya hemianopsia homonym kanan3. Kemampuan untuk mengeja masih baik, ia masih mengenal huruf – huruf secara terpisah. Kalau sebuah kata dieja dengan keras oleh pemeriksa, maka pasien masih mengenal kata tersebut, juga pasien mengalami kesulitan menyebut warna. Aleksia tanpa agrafia merupakan kasus yang jarang dijumpai dalam klinik1.

Aleksia murni (Pure Alexia) sebagai sindroma diskoneksi, dimana terisolasinya girus angularis kiri dengan ke dua kortek visual( gambar 1c). Karena pusat bahasa tidak dapat menerima stimulus visual, sehingga pasien tidak dapat membaca. Tetapi masih dapat menulis, berbicara dan memahami pembicaraan, hal ini disebabkan lesi perifir di luar daerah bahasa. Dikatakan aleksia murni, karena tidak ada hubungannya dengan gangguan bahasa lainnya4.

Lesi yang menimbulkan aleksia tanpa agrafia umumnya suatu okulsi arteri serebri posterior di hemisferium dominan dengan infark pada lobus oksipital medial ( paling sering subtansia alba dari girus lingual dan fusiformis.). Girus angularis tidak mengalami kelainan, akan tetapi adanya infark menghalangi stimulus visual (huruf) untuk mencapai girus tersebut1. Girus angularis merupakan kortek asosiasi penyatuan informasi visual dan auditorik yang diperlukan untuk membaca dan menulis5

. LAPORAN KASUS

Pasien CH laki-laki umur 56 tahun tidak kidal, pekerjaan swasta, datang ke klinik Penyakit Saraf RS Banyumas dengan keluhan tiba-tiba merasa sulit dalam membaca, tetapi dapat menulis, pasien juga mengeluh tidak dapat menyebut nama warna , riwayat TIA 5 tahun yang lalu, hipertensi sejak 5 tahun yang lalu berobat tidak teratur. Dari hasil pemeriksaan tensi darah 160/90 mmHg, tidak didapatkan adanya hemiparesis, maupun hemiestesia, terdapat hemianopsia homonim dekstra. Test kemampuan modalitas bahasa: bicara spontan normal, penamaan benda baik, pengertian auditorik baik, pengulangan baik, kemampuan menulis baik, kemampuan membaca terganggu (kurang). Hasil MMSE 25, hasil pemeriksan penunjang: darah rutin dalam batas normal, gula darah, kolesterol, trigliserid dan asam urat dalam batas normal, pemeriksan CT scan didapatkan infark di daerah temporal, oksipital medial kiri dan korpus kalosum bagian posterior (splenium).

(3)

Gambar 2. CT scan : infark di temporal, oksipital medial kiri dan korpus kalosum bagian posterior (splenium)

Test kemamapuan membaca dan menulis: pasien dapat membaca / mengenali huruf , tetapi dengan waktu relatif lama, rata- rata waktu yang diperlukan untuk mengenali satu huruf 2,7 detik, rata-rata waktu diperlukan untuk mengenali satu angka 5,9 detik , membaca satu kata (4 huruf) seperti ( saya, suka, baca, nasi, roda) diperlukan waktu rata-rata6,4 detik, membaca kata terdiri dari 3 huruf seperti (kir, jam, kit, bom, bir, cat) diperlukan rata-rata untuk satu kata 7,5 detik, membaca kata yang terdiri dari 5 huruf seperti (kertas waktu, bonus , kerja, lomba ), diperlukan rata-rata untuk satu kata 8,2 detik , membaca kata yang terdapat dua huruf hidup berdekatan seperti ( naik, diam, leak, mual, bias) diperlukan waktu rata-rata untuk satu kata 12 detik. Sering terdapat salah baca, dalam membaca 10 kata , terdapat 3 sampai 5 kata yang salah baca . Untuk membaca kalimat tipe A ( lampiran ) rata-rata untuk satu kalimat diperlukan waktu 30 detik. Untuk kalimat tipe B (lampiran) diperlukan waktu rata-rata untuk satu kalimat 1 menit. Sebagai pembanding untuk membaca kalimat tipe A, pada pasien stroke tanpa ada gangguan dalam membaca, diperlukan waktu rata-rata satu kalimat 0,6 detik, dan untuk kalimat tipe B diperlukan waktu rata-rata 1detik. Didalam membaca huruf kadang kadang pasien CH menggunakan jarinya mengikuti bentuk huruf yang akan dibaca, dengan cara tersebut pasien baru dapat membaca huruf dengan benar. Membaca kata seperti kata saya, pasien membaca secara huruf demi huruf (s a y a) baru dapat membaca kata tersebut. Didalam membaca simbol matematika seperti ( +, -, :, X, = ) diperlukan waktu rata-rata 1,3 detik. Mengambil huruf, pasien dapat dengan benar mengambil huruf atau angka yang diperintahkan, dengan waktu rata-rata 6,6 detik untuk satu huruf dan 6,8 detik untuk satu angka. Pasien dapat menyalin tulisan dengan benar, juga dapat menulis dengan cepat dan benar, kalimat yang dibacakan oleh pemeriksa, tetapi pasien mengalami kesulitan untuk membaca kembali kalimat yang baru ia tulis, kemampuan untuk mengeja masih baik. Pasien cukup baik membaca huruf tunggal walaupun dengan waktu yang lama, bila membaca kata atau kalimat pasien mengalami kesulitan, dan kadang salah baca. Mengenal warna, pasien tidak dapat mengenal semua

(4)

dibaca) dan latihan mengenali warna di Instalasi Rehabilitasi Medis 3 kali dalam seminggu selama 3 bulan. Ada kemajuan cukup baik yaitu dalam menyebut/mengenal warna, pasien dapat menyebut warna ( merah, putih, biru, merah, hitam, kuning, kuning muda, merah muda, ping, ungu, coklat, oranye), warna abu-abu masih kadang-kadang salah. Kecepatan membaca huruf, kata dan kalimat terdapat peningkatan, dalam akurasi membaca juga terdapat peningkatan. Dalam membaca satu huruf diperlukan waktu rata-rata 1,2 detik, membaca satu angka rata-rata-rata-rata 1,2 detik, membaca kata yang terdiri 4 huruf, rata-rata 1 kata dalam 4,9 detik, membaca kata yang terdiri dari 3 huruf, rata-rata 1 kata dalam 6,4 detik, membaca kata yang terdiri dari 5 huruf, rata-rata 1 kata dalam 5,6 detik, membaca kata yang terdapat 2 huruf hidup berdekatan, rata-rata satu kata dalan 4,1 detik. Membaca kalimat tipe A rata-rata satu kalimat dalam 10,4 detik, untuk kalimat tipe B rata-rata satu kalimat dalam 12,8 detik. Dalam membaca 10 kata terdapat 0 sampai 2 kata yang salah baca. Bila pasien kecapaian atau kurang konsentrasi, sering salah baca dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk membaca suatu huruf atau kata.

Membaca/mengenali Sebelum Sesudah latihan

HURUF 2,7 detik 1,2 detik

ANGKA 5,9 detik 1,2 detik

KATA 3 huruf 7,5 detik 6,4 detik KATA 4 huruf 6,4 detik 4,9 detik KATA 5 huruf 8,2 detik 5,6 detik KALIMAT tipe A 30 detik 10,4 detik KALIMAT tipe B 60 detik 12,8 detik WARNA Tidak dapat mengenal

semua warna

mengenal semua warna, kecuali warna abu-abu

Tabel : kemampuan membaca dan mengenali warna sebelum dan sesudah latihan

DISKUSI

Pada pasien tuan CH dapat membaca dan mengenal huruf tunggal, tetapi mengalami kesulitan untuk membaca kata-kata, atau kalimat. Pasien dapat menulis dengan baik ( baik secara dikte ataupun menyalin), sehingga disebut aleksia tanpa agrafia, juga terdapat gangguan dalam mengenali warna, gangguan dalam penglihatan berupa hemianopsia homonim dextra, dan pada pemeriksan CT scan didapatkan infark di daerah temporo-oksipital medial kiri dan korpus kalosum bagian posterior (splenium). Infark di daerah tersebut akibat tersumbatnya arteri serebri posterior. Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris, dimana arteri ini memberi aliran darah ke pedenkulus serebri, ke daerah talamus bagian posterior, ke hipokampus, ke kalkarinus atau kortek oksipital medial, splenium dari korpus kalosum6,7 dan ke lobus temporalis medialis 6(gambar 3dan 4).

(5)

Gambar 3. cabang proksimal a. Serebri posterior Gambar 4. cabang distal a. Serebri posterior

Menurut dalil dari Foix dan Masson yang dikutip oleh Benson ada dua sindroma akibat sumbatan di daerah arteri serebri posterior yaitu: a) sindroma posterior dengan gejala: hemianopsia homonim dan aleksia, b) sindroma anterior dengan gejala: hemiparesis, gangguan sensorik, jika pada daerah hemisferium dominan akan menyebabkan gangguan dalam penamaan6. Pada pasien CH termasuk dalam sindroma posterior, karena terdapat gejala berupa aleksia dan hemianopsia homonim kanan. Benson melaporkan kasus aleksia tanpa agrafia dengan hemianopsia dekstra, hemiplegi dekstra, hemihipestesi dekstra dan gangguan penamaan. Kasus aleksia tanpa agrafia sangat tidak lazim disertai adanya hemiparesis dekstra maupun hemihipestesia dekstra, disini terjadi sumbatan pada pangkal arteri serebri posterior dekat dengan arteri basilaris, yang menyebabkan hemiplegi ( cabang pedenkularis), hemihipestesia (cabang talamus), hemianopsia homonim (cabang kalkarinus), aleksia tanpa agrafia (cabang kalkarinus dan cabang splenium), gangguan memori dan anomia (cabang hipokampus)6 .

Ada 4 type aleksia murni menurut Greenblatt yaitu splenooksipital dengan hemianopsia, splenooksipital tanpa hemianopsia, subangular dengan hemianopsia dan subanguler tanpa hemianopsia, dimana ke empat bentuk lesi tersebut yang dapat menjelaskan adanya diskoneksi antara kortek angularis kiri dengan kortek visual primer bilateral8. Pada pasien CH termasuk tipe splenooksipital dengan hemianopsia. Greenblatt melaporkan kasus seorang wanita umur 40 tahun yang menjalani operasi reseksi malformasi pembuluh darah di daerah bagian dalam dari insula posterior kiri. Setelah operasi pasien mengalami sindroma aleksia tanpa agrafia dan tanpa hemianopsia. Analisa setelah operasi menunjukan bahwa lesi pada pasien ini betul-betul di daerah sub angularis kiri8. Kasus yang dilaporkan Greenblatt ini termasuk dalam tipe aleksia subangularis tanpa hemianopsia.

Gangguan lapangan pandang homonim sangat sering berhubung dengan aleksia murni (pure alexia). Menurut Left selama 40 tahun terdapat 120 kasus aleksia murni yang dilaporkan dalam kepustakaan, tetapi hanya 107 kasus dari 120 kasus yang memenuhi kriteria. Dari 107 kasus dengan aleksia murni, didapatkan 98 kasus dengan gangguan

(6)

hemianopsia, yang pernah dilaporkan penyebabnya infark, 3 kasus akibat perdarahan intraserebral primer, 3 kasus akibat tumor, 1 kasus akibat abses9.

Penyebab dari aleksia tanpa agrafia pada kasus disini disebabkan oleh infark pada daerah distribusi arteri serebri posterior kiri. Dari tinjauan kepustakaan, penyebab paling sering dari aleksia tanpa agrafia adalah stroke iskemik pada distribusi arteri serebri posterior, kemudian menyusul stroke perdarahan intraserebral 9,10. Penyebab lain yang pernah dilaporkan, tumor otak9, multipel sclerosis11, eklamsi post partum12, abses serebri9, toksoplama ensefalitis pada pasien HIV13, status epileptikus non konvulsif 14, diseksi arteri karotis interna yang meluas ke arteri serebri posterior15,neurocysticercosis16, post operasi reseksi malformasi di daerah insula posterior kiri8.

Pada pasien CH disamping ada aleksia tanpa agrafia dan hemianopsia homonim kanan, juga terdapat gangguan dalam penamaan warna (agnosia warna). Aleksia tanpa agrafia dengan hemianopsia homonim dapat juga tanpa harus disertai gangguan dalam penamaan warna. Hal ini disebabkan penamaan huruf (membaca huruf), mempunyai lokasi yang berbeda dengan penamaan warna. Penamaan huruf (membaca huruf) terletak di bagian bawah dari komisura ( splenium ) dan kortek peristriata, sedangkan serabut-serabut saraf di bagian dorsal dari splenium untuk penamaan warna17. Kasus aleksia tanpa agrafia dengan hemianopsia homonim tanpa disertai gangguan penamaan warna pernah dilaporkan, dimana pasien tersebut terdapat infark di daerah lobus oksipital kiri, satu pertiga bagian bawah dari forsep mayor dan splenium dari korpus kalosum17. Vincent dan kawan-kawan, melaporkan kasus aleksia tanpa agrafia, tanpa hemianopsia dan juga tanpa kelainan dalam penamaan warna, akibat adanya meningioma di tentorium serebeli yang menekan bagian bawah dari pertemuan antara temporal dan oksipital (temporal-occipital junction). Sehingga informasi dari area oksipital kanan terputus dengan area asosiasi bahasa verbal visual (visual language verbal association area)

dimana melibatkan bagian ventral dari splenium. Diduga untuk penamaan warna tergantung dari sistim asosiasi oksipital yang lebih dorsal. Sedangkan bagian kortek asosiasi ventro oksipital penting didalam membaca huruf18.

Pada aleksia tanpa agrafia, terjadi gangguan yang berat dalam mengenali kata tunggal, tetapi sistim pengenalan huruf sedikit atau banyak masih utuh, sehingga pasien masih dapat membaca dengan cara huruf demi huruf (latter by latter). Pada pasien aleksia murni, mungkian pada awalnya sebagai aleksia global (kesulitan atau tidak dapat membaca huruf)19. Pada pasien CH di dalam membaca huruf relatif masih baik walaupun dalam mengenali huruf membutuhkan waktu yang lama, rata-rata satu huruf 2,7 detik. Terdapat kesulitan dalam membaca kata tunggal dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk membaca suatu kata tunggal, misal dalam membaca kata tunggal yang terdiri 3 huruf memerlukan waktu 7,5 detik. Left melaporkan pasien dengan aleksia murni, kecepatan membaca kata tunggal yang terdiri dari 3 haruf 1495 milidetik (1,495detik)19. Strategi yang digunakan untuk membaca kata oleh pasien CH yaitu dengan membaca huruf demi huruf (latter by latter ), kadang-kadang pasien menggunakan jarinya mengikuti bentuk huruf yang akan dibaca, dengan cara tersebut pasien baru dapat membaca huruf dengan benar. Strategi membaca dengan menggunakan jari pasien untuk pura-pura menyalin huruf-huruf pada kata dan kalimat ( motor coss-cuing strategy), sangat akurat dan kecepatan membaca meningkat dua kali setelah 4 minggu latihan dengan menggunakan strategi tersebut20. Latihan menggunakan strategi taktil-kinestetik (menulis dengan pena pada telapak tanggan kiri huruf yang akan dibaca), akan

(7)

meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam membaca21. Pasien CH setelah menjalani latihan di Instalasi Rehabilitasi Medis selama 3 bulan terdapat banyak kemajuan, pasien dapat menyebut warna-warna yang diperlihatkan kecuali warna ungu, dalam hal membaca ada kemajuan setelah berlatih menggunakan metode menggunakan jari untuk pura-pura menyalin huruf yang akan dibaca. Pasien CH dapat membaca kata/kalimat lebih cepat dan tepat (akurat) dibanding sebelum latihan. Pasien aleksia murni dengan lesi pada sistim spleno-lingual mungkin dapat baik kembali dalam membaca, sedangkan lesi pada sistim spleno-kuniatus gangguan membaca akan menetap22.

Lampiran

Kalimat tipe A Kalimat Tipe B

Saya suka sate Deni beli donat Kuda lari ke sana Reni naik kuda Baju Tono baru Toni makan gulai Tina baca buku Desi minum kopi panas Bibi beli nasi Rumah itu besar sekali Bola Boni lima Kucing sedang tidur Topi didi biru Ronin mandi di sungai Kata ada 2 huruf

hidup berdekatan

Kata 3 huruf Kata 4 huruf Kata 5 huruf

Naik itu Saya bonus

Diam kir Baca kertas

Leak bom Suka kerja

Mual bir Biru lomba

Bias cat Sapu kapal

Sauh Tir Sama pasar

Ruas ini Roti kapak

Kuat aku jari hadir

Puas pus dasi lapar

Liat tas nasi pasar

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumoputra S. Afasia:ganguan berbahasa. Balai penerbit FK UI jakarta 1992.

2. Ben-Shachar M, Dougherty RF, and Wandell BA. White matter pathways in reading. Current opinion in neurobiology 2007; 17 :258-270.

3. Quint DJ, Gilmore JL. Alexia Without Agrafia. Neuroradiology 1992;34: 210-214. 4. Montant M, Behrmann M. Pure Alexia. Neurocase 2000; 6 :265-294.

5. Strub RL, Black FW. The mental status examination in Neurology. F.A Davis company, Philadelphia, 2000 :66-68.

6. Benson FD, Tomlinson EB. Hemiplegic Syndrome of the Posterior Cerebral Atery. Stroke 1971; 2: 559-564.

(8)

11. Mao-Dreyer Y, Panich H. Alexia without agraphia in multiple sclerosis : case report with magnetic resonance imaging localization. Mult Scler, 2004; 10:705-707.

12. Sabet HY, Blake P, Nguyen D. Alexia without agraphia in a postpartum eclamptic patient with factor V Leiden deficiency. AJNR Am J Neuroradial 2004; 25: 419-420.

13. Lusher C, Horber FF. Transitory alexia without agraphia in an HIV positive patient suffering from toxoplasma encephalitis: a case report. Eur Neurol. 1992; 32: 26-27.

14. Ekrem Kutluay , Burak Pakoz , Alper Yuksel , Ahmad Beydoun. Nonconvulsive status epilepticus manifesting as pure alexia (alexia without agraphia). Epilepsy & Behavior 2007; 10:626-628. 15. Campos CR, Fregni F, Massaro AR. Pure alexia and hemianopia related to dissection of the

internal carotid artery. Cerebrovasc Dis.2003;15:151-152.

16. Verma A, Singh NN, Misra S. Transitory alexia without agraphia: disconnection syndrome due to neurocysticercosis. Neurology India 2004;52:378-379.

17. Ajax E, Schenkenberg T, Koestejanetz M. Alexia without agraphia and the inferior splenium. Neurology 1977; 27 : 685-688.

18. Vincent FM, Sadowsky CH, Saunders RL, Reeves AG. Alexia without agraphia, hemianopsia, or colour-naming defect: a disconection syndrome. Neurology 1977; 27: 689-691.

19. Left AP, Spitsyna G, Plant GT, Wise RJS. Structural anatomy of pure and hemianopix alexia. Journal Neurol Neurosurg Psychiatry 2006; 77: 1004-1007.

20. Maher LM, Clayton MC, Barett AM, et al. Rehabilitation of case of pure alexia: exploiting residual abilities. Journal of the International Neuropsychological Society 1998; 4:636-647. 21. Lott S N, Fridman RB. Can treatment for Pure Alexia improve letter-by-lettter reading speed

without sacrificing accuracy. Brain and language 1999;67:188-201.

22. Kurachi M, Yamaguchi N, Inasaka T, Torli H. Recovery from alexia without agraphia: report of an autopsy. Cortex 1979; 15: 297-312.

Referensi

Dokumen terkait