1
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris dan hampir sebagian penduduk
bermatapencaharian petani, dikarenakan keadaan tanah di Indonesia yang begitu
subur. Seiring dengan perkembangan yang ada di Indonesia, laju pertumbuhan
pendudukpun semakin pesat. Hal ini menimbulkan masalah yang cukup penting
yang harus dihadapi oleh pemerintah, khususnya dinegara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia. Laju pertumbuhan yang cukup cepat
mengakibatkan meledaknya jumlah penduduk yang berpengaruh pada jumlah
angkatan kerja. Jumlah penduduk yang semakin besar berdampak pada
kesempatan dalam memperoleh pekerjaan yang semakin sedikit. Di Indonesia,
kebanyakan penduduknya bermatapencaharian petani. Adanya pertambahan
penduduk yang sangat pesat ini menyebabkan tanah pertanian yang ada tidak
dapat lagi mencukupi. Akibatnya, hasil usaha tidak lagi dapat mencukupi
kebutuhan keluarga dan tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada.
Hal tersebut yang mendorong mereka untuk bekerja di luar sektor pertanian.1
Industri skala kecil di Indonesia merupakan bahan yang terus-menerus
dibahas dan merupakan pokok perhatian pemerintah. Keberadaan industri kecil
mempunyai arti penting, baik secara ekonomi maupun politik. Pembangunan
industri kecil dan menengah, termasuk industri kerajinan serta industri rumah
1 M. Husein Sawit., “Kerajinan Rakyat Dan Masa Depannya: DAS
tangga, perlu didorong dan dibina menjadi usaha yang makin berkembang dan
efisien, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas
lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mampu meningkatkan peranannya
dalam menyediakan barang dan jasa dan berbagai komponen untuk memenuhi
keperluan masyarakat. Industri kecil rumah tangga sebagai salah satu pekerjaan
sampingan masyarakat desa ternyata mampu menampung tenaga kerja yang
setengah mengganggur dari sektor pertanian, membantu kehidupan petani selain
juga dapat mengatasi pengangguran di desa.2
Dengan semakin besarnya peran industri kecil dan kerajinan di dalam
masyarakat pedesaan, maka diharapkan akan mampu melahirkan hasil ganda bagi
masyarakat desa, yaitu pertumbuhan ekonomi desa secara rasional dan semakin
terbentuknya ide modernisasi, seperti masuknya teknologi baru, karena pengusaha
industri kecil tidak hanya dilihat dari pengusaha belaka, melainkan juga diembeli
dengan simbol ideal, yaitu sebagai agen of change dan juga agen of
modernization di kalangan masyarakat desa.3
Pembangunan desa yang mandiri tidak dapat dilepaskan dari ada atau tidak
adanya kelas menengah di dalam masyarakat pedesaan. Lembaga Pengembangan
Swadaya Masyarakat (LPSM) mengisi kekosongan kelas menengah di pedesaan.
LPSM dapat menjadi penggerak semangat kemandirian dalam masyarakat
pedesaan dengan cara memberikan alternatif baru dalam pembangunan pedesaan,
2 M. Dawam Rahardjo., Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan
Kesempatan Kerja, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hlm. 83.
3Fachry Ali., “Pengusaha Industri Kecil dan Perubahan Sosial Desa”,
BERITA INDUSTRI, Buletin Resmi Departemen Perindustrian, Tahun XV Juni No. 3 1982, hlm. 18.
baik kepada masyarakat desa maupun kepada pihak pemerintah.4 Industri kecil pedesaan sebagai bentuk kelembagaan yang mampu menyerap tenaga kerja yang
begitu banyak dari keseluruhan kesempatan kerja di bidang industri, perlu
mendapat perhatian yang lebih besar dari pemerintah. Sebagaimana ditekankan
oleh pemerintah dalam setiap pencanangan Program Pembangunan Lima Tahun
atau Repelita, di situ selalu disinggung keterkaitan antara sektor pertanian dan
sektor industri. Dalam rangka mengemban misi pemerataan, maka pemerintah
disarankan banyak melaksanakan hasrat politiknya itu, terutama dalam
kesempatan bekerja dan berusaha.5
Industri kecil dan rumah tangga merupakan kegiatan di sektor informal
yang memiliki peran aktif dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan. Industri kecil ini memiliki arti suatu bentuk usaha yang
mempekerjakan lima sampai sepuluh orang.6 Di samping itu, industri kecil dapat
didefinisikan perusahaan yang melakukan pengolahan suatu barang sampai hasil
produksi barang aneka rupa dengan tangan, mesin ataupun secara kimia. Industri
kecil bisa dikatakan sebagai usaha dalam bentuk tradisional.
4 Loekman Soetrisno., “Negara Dan Peranannnya Dalam Menciptakan
Pembangunan Desa Yang Mandiri”, Prisma No.1, (Tahun xvii edisi Januari
1998), hlm. 25.
5 Rivanov Ardiyansyah., 2008, “Dinamika Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengrajin Ketupat Desa Baturan Kecamatan Colomadu Karanganyar Tahun
1993-2003”,SkripsiSurakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Negeri
Sebelas Maret, hlm. 2.
6 Irsan Azhary Saleh., Industri Kecil: Sebuah Tinjauan Dan
Industri merupakan suatu usaha manusia dalam menggabungkan
bahan-bahan dari lingkungan menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia.7
Industrialisasi adalah proses meningkatnya kesempatan suatu masyarakat dan
bangsa secara keseluruhan untuk memproduksi aneka rupa barang kebutuhan
masyarakat.8 Industri kecil sendiri memiliki peranan penting dalam dunia
ketenaga kerjaan dan sebisa mungkin dilakukan usaha untuk mengembangkannya.
Hal ini dikarenakan potensi alamiyah yang besar dalam memberi andil bagi
masalah kesempatan kerja, sehingga dalam proses produksinya banyak
memerlukan tenaga kerja, di samping itu industri kecil tidak memerlukan modal
yang besar.9 Kehadiran industri kecil tersebut secara tidak langsung akan
mempengaruhi kehidupan masyarakatnya yang menyebabkan terjadinya
perubahan di dalam aspek-aspek struktur sosial, etos kerja, dimensi kesenjangan,
pembaharuan, dan moderenisasi.10 Di samping itu, terjadinya pola kehidupan
masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya, sehingga menimbulkan ide
pembaharuan dan modernisasi yang dapat menyebabkan mobilitas sosial. Adanya
pergeseran dari sektor pertanian ke sektor kerajinan menandakan adanya sifat
kelenturan masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan stuktur sosial yang baru.
Salah satu industri kecil yang mempengaruhi kehidupan masyarakatnya yang
7 Eko Punto Hendro.,Ketika Tenun Mengubah Troso, (Semarang: Bendera,
2000), hlm. 21.
8 Alan B Mountjoy., Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga,
(Jakarta: PT. Bina Aksara, 1983), hlm. 62.
9 M. Dawam Rahardjo., “Teknologi Tepat Guna Bagi Industri Pedesaan”,
Prisma No. 6, (1979), hlm. 13.
10Schrool., Moderanisasi Dinamika Pembangunan, (Jakarta: PT.
menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat adalah kerajinan eceng
gondok yang berada di Desa Kebondowo.
Desa Kebondowo yang terletak di wilayah Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang ini merupakan daerah sentra industri kerajinan eceng
gondok yang keberadaannya membawa pergeseran terhadap perkembangan sosial
dan ekonomi masyarakat daerah tersebut. Keberadaan eceng gondok yang
dianggap pengganggu di Rawa Pening membuat para masyarakat bergerak untuk
mengurangi keberadaan eceng gondok yang ada di rawa. Tanaman eceng gondok
selain mengurangi keindahan rawa juga mengganggu aktivitas bagi para pencari
ikan di rawa. Selain itu, tanaman ini juga menggaggu aktivitas bagi para
wisatawan yang ingin berkeliling rawa menggunakan perahu. Akibat dari yang
ditimbulkan itulah para masyarakat berusaha untuk mengurangi tanaman eceng
gondok yang ada di rawa dengan cara mengambilnya kemudian dikeringkan untuk
dijual dan dijadikan kerajinan.
Awalnya para petani eceng gondok ini hanya mengambilnya dari rawa
kemudian mengeringkannya untuk dijual ke Yogyakarta. Setelah berdirinya KUUP Karya Muda “Syarina Production”, eceng gondok dari Rawa Pening bukan
hanya dijual secara basah ataupun kering namun juga diolah dan dijual dalam
bentuk kerajinan. Ditinjau dari segi target pemasaran menjangkau pasar yang
lebih luas, sehingga peran pedagang perantara menonjol. Produk kerajinan yang
dihasilkan inipun bermacam-macam, di antaranya tas, tempat sampah, dan dalam
Kerajinan eceng gondok memberikan dampak yang besar bagi Desa
Kebondowo. Hal tersebut dapat dilihat dari makin berkembangnya kerajinan
eceng gondok, sehingga dapat menyerap tenaga kerja sekitar daerah tersebut dan
dari daerah lainnya. Hal yang dapat dibanggakan adalah pemasaran dari kerajinan
ini telah sampai ke luar negeri, seperti Malaysia, Singapore, dan Dubai.11
Perhatian pemerintah terhadap industri kecil dan kerajinan rakyat dapat
dikatakan cukup besar. Hal tersebut terlihat dengan terbentuknya industri kecil,
dan usaha yang dilakukan dalam membantu mengembangkan kerajinan eceng
gondok ini adalah dengan melakukan pembinaan dan juga pelatihan, memberi
bantuan modal dan juga menjalin kerja sama dengan para pengusaha besar untuk
pemasaran.12
Adanya keterlibatan pemerintah dalam mengembangkan industri kecil
memang sangat dibutuhkan. Mengingat ada sebagian industri kecil dan kerajinan
yang tidak dapat berkembang bahkan sampai berhenti produksinya karena
kurangnya perhatian dari pemerintah. Dalam pengembangan industri kecil diperlukan adanya sistem “bapak angkat” di mana industri kecil dapat dibina dan
dikembangkan sesuai dengan tujuannya. Pada dasarnya, industri kecil ini
diharapkan mampu mengubah perekonomian yang ada di masyarakat dari
ekonomi tradisional menuju ke arah ekonomi modern dan tercipta masyarakat
11 Wawancara dengan Bapak Slamet Triamanto selaku pemimpin KUPP
Karya Muda “Syarina Production”, tanggal 27 Maret 2016, di KUPP Karya Muda “Syarina Production”, pukul 10.00 WIB.
12 Siti Yun Afifah., 2014,“Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo
Tahun 1996-2012 (Studi Sejarah Ekonomi Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan
Nanggulan)”,Skripsi Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Univesitas Negeri
dengan pertumbuhan ekonomi yang merata sesuai dengan keinginan seluruh
masyarakat Indonesia.13
Alasan pengambilan batasan temporal tahun 2004 sampai dengan 2011
adalah pada 2004 merupakan awal berdirinya salah satu kerajinan eceng gondok
yang berada di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang
yang yang dirintis oleh Bapak Slamet Triamanto dan diberi nama KUPP (Kelompok Usaha Pemuda Produktif) Karya Muda “Syarina Production”,
sedangkan tahun 2011 merupakan awal berdirinya Kampoeng Rawa yang
merupakan tempat wisata yang ada di Rawa Pening sekaligus sebagai tempat
penampung hasil eceng gondok kering dan basah dari para pencari eceng gondok
dan penampung kerajinan eceng gondok dari Desa Kebondowo.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi munculnya kerajinan eceng gondok di Desa
Kebonbowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun
2004-2011?
2. Bagaimana perkembangan kerajinan eceng gondok di Desa Kebondowo,
Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun 2004-2011?
3. Bagaimana dampak dari kerajinan eceng gondok bagi masyarakat di Desa
Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun
2004-2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya kerajinan di Desa
Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun
2004-2011.
2. Untuk mengetahui perkembangan kerajinan enceng gondok di Desa
Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun
2004-2011.
3. Untuk mengetahui dampak dari adanya kerajinan yang ada di Desa
Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang tahun
2004-2011.
D. Manfaat Penelitian
Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang
bersifat teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan dan wawasan yang luas tentang sejarah sosial dan ekonomi yang ada
di Indonesia.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan pendidikan dan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian
ekonomi masyarakat di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten
Semarang.
E. Kajian Pustaka
M. Dawam Rahardjo dalam bukunya yang berjudul Tranformasi
Pertanian Industrialisasi dan Kesempatan Kerja (1984) membatasi peranan
industri kecil bagi pembangunan ekonomi, kedudukan industri di beberapa
negara. Industri kecil dan dimensi pemerataan dan selanjutnya juga membahas
industri kecil dan kerajinan rumah tangga di Indonesia yang dasar dari
perekonomian Indonesia dewasa ini. Indutri kecil dan kerajinan rakyat sebagai
salah satu pekerjaan sampingan masyarakat desa dapat menampung tenaga kerja
yang setengah menganggur dari sektor pertanian seperti yang dijelaskan Allan
Gibert dan Josef Gugler dalam bukunya Urbainasi Dan Kemiskinan Di Dunia
Ketiga. Selain itu M. Dawam Rahardjo juga mengatakan bahwa industri kecil dan
kerajinan rakyat pada umumnya terletak di pedesaan dapat bertahan, karena
membantu kehidupan para petani.
Pada umumnya industri kecil dan kerajinan rumah tangga diusahakan oleh
keluarga dengan jumlah tenaga kerja yang tidak tetap. Menurut I nyoman Barata (1982), “Berdasarkan sensus kecil pada tahun 1974/1975 jumlah tenaga kerja
yang dipekerjakan pada industri kecil berkisar antara 1-4 orang”. Arah pentingnya
sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga ternyata mampu menyerap
tenaga kerja dengan sistem padat karya. Hal tersebut dapat membantu pemerintah
dalam mengatasi masalah kesempatan kerja dalam besarnya arus urbanisasi dari
menambah pendapatan keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Mubyanto
(1983), bahwa tujuan kebijaksanaan memajukan industri kecil bukanlah
semata-mata meningkatkan nilai-nilai out put atau nilai tambah sektor kecil, tetapi lebih
membantu menciptakan kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan
bagi masyarakat miskin di daerah pedesaan. Buku ini sangat berguna sebagai
bahan perbandingan dan juga sebagai bahan acuan untuk dapat mengetahui
tentang perkembangan industri dan dampak perubahan sosial masyarakat.
Soedjito Sosrodiharjo, dalam bukunya Transformasi Sosial menuju
Masyarakat Industri (1986), berpendapat family sistem (sistem kerja) merupakan
dasar terbentuknya industri pedesaan, dalam hal ini yang dimaksud dengan family
adalah keluarga dalam arti batin atau keluarga dalam arti kerabat. Selanjutnya
family sistem tersebut menghasilkan apa yang disebut labour intensive industri di
mana modal paling utama adalah tenaga kerja dan bahan mentah diperoleh dari
perkalangan sendiri atau tempat yang berdekatan meskipun uang turut
menentukan tetapi dibandingkan dengan kedua modal di atas modal uang sangat
terbatas atau sangat kecil jumlahnya. Sebagai akibat dari jenis industri tersebut
lebih lanjut dikemukakan oleh Soedjipto, akan menimbulkan serentetan rumah
tangga akan melakukan jenis pekerjaan yang sama secara bersama-sama pula atau
belum terdapat spesialisasi kerja. Sifat usaha tersebut pada dasarnya adalah
pekerjaan sambilan juga bersifat usaha keluarga, yaitu setiap pekerjaan selalu
dikerjakan oleh seluruh anggota keluarga.
Secara khusus buku ini tidak membahas secara menyeluruh mengenai
bentuk usaha yang bersifat kerajinan atau industri kecil. Dari pembahasan tersebut
Disebutkan bahwa perubahan-perubahan masyarakat berjumlah sama menurut
pola setahap demi setahap dalam sikap dan tingkah laku anggota-anggota
masyarakat, bukan dalam pendapat serta produksi seperti biasanya ditunjukkan
oleh ahli ekonomi dalam analisa-analisa tentang proses pertumbuhan. Buku ini
sangat berguna sebagai bahan perbandingan dan juga sebagai bahan acuan untuk
dapat mengetahui tentang perkembangan industri dan dampak perubahan sosial
masyarakat.
Sosiologi Pedesaan karya Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo tahun 1992. Buku
ini menjelaskan tentang konsepsi sosial budaya yang dijadikan pedoman bertindak
oleh masyarakat. Buku ini juga menyoroti tentang keadaan alam di pedesaan yang
ada di Indonesia yang berasal dari penelitian langsung kemasyarakatan pedesaan.
Buku ini mengupas tentang proses-proses sosial yang ada di dalam masyarakat
pedesaan baik itu proses pembaharuan antar pola kebudayaan, kerja sama, dan
struktur sosial yang ada di dalam masyarakat pedesaan. Pembahasan tentang
konsepsi sistem status dan pelapisan masyarakat juga dijelaskan dalam buku ini,
yaitu hubungan antara masyarakat yang terjadi di pedesaan, arti keluarga dan
peranan wanita serta dua jenis proses yang secara khusus disoroti (komunikasi
disatu pihak dalam pola tradisional, hubungan bapak dan pengikut, dilain pihak
lewat media massa). Selain itu, pada akhir bab mengupas tentang
masalah-masalah yang timbul pada masyarakat pedesaan baik itu petani gurem dan buruh
tanah tak bertanah dengan golongan masyarakat pedesaan. Buku ini sangat
berguna sebagai bahan perbandingan dan juga sebagai bahan acuan untuk dapat
Astrid Susanto, dalam bukunya yang berjudul Perubahan Sosiologi dan
Perubahan Sosial (1999), Perubahan masyarakat dalam arti luas diartikan sebagai
perubahan atau perkembangan dalam arti positif maupun negatif. Besar kecilnya
pengaruh yang menyebabkan perubahan di pedesaan itu tergantung pada besar
kecilnya pengaruh yang masuk ke desa tersebut. Negara-negara berkembang
biasanya adalah negara-negara bekas jajahan, sejak memperoleh kemerdekaannya
mereka harus menentukan nasibnya sendiri dalam segala bidang. Hal ini
merupakan permulaan dari perubahan besar-besaran dalam bidang mental, sosial,
dan politik. Buku ini sangat berguna untuk mengetahui
permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat di pedesaan.
Skripsi yang berjudul “Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo
Tahun 1996-2012 (Studi Sejarah Ekonomi Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan
Nanggulan)” karya Siti Yun Afifah Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan
Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret. Skripsi tersebut menguraikan tentang
perkembangan industri serat alam yang menyangkut strategi pemerintah dalam
pemberdayaan masyarakat di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan,
Kabupaten Kulon Progo. Pada skripsi ini dijelaskan bahwa perkembangan
ekonomi masyarakat desa diarahkan pada kerajinan serat alam dan juga dibahas
mengenai dampak perubahan sosial masyarakat Desa Tanjungharjo, Kecamatan
Nanggulan. Skripsi ini sangat berguna sebagai bahan perbandingan dan juga
sebagai bahan acuan untuk dapat mengetahui tentang perkembangan industri dan
F. Metode Penelitian
Suatu penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode agar apa yang
dibuat dan dikerjakan masuk dalam suatu sistem yang terencana dan teratur.
Metode sejarah memerlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan agar hasil
dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode juga erat
kaitannya dengan prosedur, proses atau teknik yang sistematis untuk melakukan
penelitian disiplin tertentu. Hal itu bertujuan agar mendapat objek penelitian.14
Memahami peristiwa-peristiwa pada masa lampau sebagai fakta sejarah
masih memerlukan tahapan proses. Penelitian sejarah menggunakan pandangan
yang didasarkan pada metode sejarah. Metode sejarah merupakan metode
kegiatan mungumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman dan
peninggalan masa lampau, kemudian merekonstruksi data-data yang diperoleh
tersebut sehingga menghasilkan suatu historiografi (penulisan sejarah).15
Metode sejarah memiliki empat tahapan, yaitu : heuristik, kritik sumber,
interpretasi, dan historiografi.
1. Heuristik
Tahapan heuristik adalah tahapan pencarian, penemuan, pengumpulan
sumber atau data-data yang diperlukan. Penelitian dan penulisan skripsi ini
menggunakan metode pengumpulan sumber melalui wawancara dan studi
14Suhartono W. Pranoto., Teori & Metodologi Sejarah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010), hlm. 11.
15Louis Gottshalk., Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia
pustaka. Sumber tersebut tentunya yang berkaitan dengan masalah kerajinan
eceng gondok yang berada di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang.
a. Wawancara
Teknik wawancara digunakan oleh untuk mendapat keterangan yang
diperlukan dalam penelitian mengingat keterbatasan dokumen yang tertulis yang
dapat penulis temukan dalam penelitian. Pemilihan informan dilakukan untuk
mendapatkan keterangan mengenai diri pribadi, pendirian ataupun pandangan dari
individu yang diwawancarai.16 Wawancara dilakukan dengan Susilo (Kepala Desa
Kebondowo), Saiful (pegawai Balai Desa Kebondowo), dengan pemilik usaha
kerajinan eceng gondok yaitu, Slamet Triamanto, selain itu wawancara juga
dilakukan dengan parapekerja kerajinan eceng gondok, antara lain: Diah Eka Sari
(Sekretaris), Ahmad amsori (Bendahara), Marmi (Penyedia Bahan Baku Eceng
gondok), Supriyanto (Pegawai), Maskun (Pegawai), dan Mahmudi (Pegawai).
Wawancara juga dilakukan kepada Pemimpin Kampoeng Rawa yaitu Agus
Sumarno dan Kepala PLTA Jelok Supomo Budoyo, serta Sudirman sebagai
pegawai PLTA Jelok. Wawancara yang dilakukan dengan informan-informan
tersebut bertujuan menggali atau mencari informasi data-data pribadi dan
keterangan-keterangan lisan dari subyek yang diwawancarai, dengan
bercakap-cakap dan bertatap muka.
16 Koentjaraningrat., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT.
b. Studi Pustaka
Studi ini menggunakan arsip karena dalam metodologi disiplin sejarah,
posisi arsip sebagai sumber sejarah menempati kedudukan yang tertinggi
dibanding sumber lainnya, dan bisa dikatakan sebagai sumber primer. Hal itu
didasarkan karena arsip diciptakan pada masa yang sezaman, juga sebagai
first-hand knowledge yang kredibilitasnya dapat diandalkan. Dalam tahap ini,
arsip-arsip yang diperoleh antara lain : monografi dan demografi Desa Kebondowo,
Peta Desa Kebondowo, Peta Kecamatan Banyubiru, AD/ART Kampoeng Rawa,
dan Akta pendirian Kampoeng Rawa.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka ialah teknik pengumpulan data dengan menggunakan
literature dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan data
sekunder yang baru sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh melalui
wawancara pada sumber data penelitian. Sumber studi pustaka berupa buku,
majalah dan situs yang berkaitan dengan masalah penelitian, kemudian membaca,
menyeleksi, menelaah dan mengolahnya untuk dituliskan ke dalam bentuk
penulisan skripsi. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Prodi Ilmu Sejarah,
Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret dan Perpustakaan
2. Kritik Sumber
Tahapan kritik sumber yaitu usaha mencari keotentikan data yang
diperoleh melalui kritik intern maupun ekstern.17 Hal itu dilakukan dengan tujuan
mencari kebenaran dari sumber-sumber sejarah yang terkumpul setelah
diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian dan penulisan skripsi
a. Kritik Intern
Kritik intern dilakukan untuk mencari kevalidan dari isi sumber, sehingga
nantinya dapat ditentukan layak tidaknya isi sumber tersebut untuk dijadikan
sebagai bahan penelitian. Pengujian terhadap aspek isi dari sumber sangat
menentukan agar nantinya diperoleh data-data yang terpercaya.
b. Kritik Ekstern
Kritik ekstern digunakan untuk mencari keabsahan sumber atau otentitas.
Kritik eksternal ini dimaksudkan sebagai kritik atas asal-usul dari sumber dan
suatu pemeriksaan keaslian atas sumber sejarah apakah sumber itu telah diubah
atau tidak.18
3. Interpretasi
Tahapan interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang
dimunculkan dari sumber-sumber yang telah terseleksi melalui kritik sumber.
Tujuan dari interpretasi ialah menyatukan fakta-fakta yang diperoleh melalui data
dan sumber sejarah (wawancara), kemudian fakta tersebut disusun bersama
17 Dudung Abdurrahman., Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58.
18 Sjamsuddin. H., Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm.
teori kedalam interpretasi yang menyeluruh. Dalam tahap ini digunakan
pendekatan interdisipliner, yaitu bentuk pendekatan dalam penelitian sejarah yang
menggunakan bantuan disiplin ilmu lain dengan tujuan mempertajam analisis.
Beberapa ilmu yang digunakan sebagai ilmu bantu dalam pembahasan tersebut
diantaranya ilmu sosiologi, dan ilmu ekonomi. Ilmu sosiologi dipergunakan untk
membahas perubahan-perubahan yang terjadi sehubungan dengan penerapan
teknologi terhadap kerajinan eceng gondok. Ilmu ekonomi digunakan untuk
melihat kehidupan ekonomi serta tindakan-tindakan ekonomi pengusaha kerajinan
eceng gondok dalam memajukan usahanya.
4. Historiografi
Tahapan historiografi yaitu tahapan terakhir dari serangkaian tahapan,
mulai dari tahap heuristik, kritik sumber, intepretasi sampai pada tahap penulisan
sejarah. Penulisan sejarah dihasilkan melalui pemikiran kritis dan analisis dari
fakta-fakta yang telah disusun melalui proses pengujian dan penelitian terhadap
sumber-sumber sejarah, yang kemudian disajikan menjadi sebuah tulisan sejarah
berupa skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk lebih memudahkan memahami
dan mempelajari penulisan ini, yang akan diuraikan dalam bab-bab secara
Bab I, Pendahuluan, mencakup latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, maanfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, membahas tentang deskripsi wilayah penelitian, antara lain: Desa
Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, PLTA Jelok, dan
Kampoeng Rawa.
Bab III, dalam bab ini dibahas muncul dan berkembangnya kerajinan
eceng gondok di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang
tahun 2004-2007 dan pada tahun 2007-2011.
Bab IV, membahas dampak dari adanya kerajinan eceng gondok bagi
masyarakat di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang
tahun 2004-2011.
Bab V, merupakan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah
dibahas sekaligus jawaban atas pertanyaan dalam permasalahan yang