• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

Laporan Kasus

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disusun oleh:

Rahman Wahyudin Sensi 70 2008 043

Dosen Pembimbing: dr. Ayus Astoni, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD. PALEMBANG BARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

(2)

2

BAB I PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung (Davis, R., 2000).

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal penyakit. Namun bagi kepentingan praktis, gagal jantung kronis didefinisikan sebagaji sindrom klinis yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda-tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat (Davis, R., 2000).

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam

(3)

3 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama (Maggioni, A., 2005).

Penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat Barat, sementara penyakit katub jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di negara berkembang. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti.

(4)

4

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI

Nama : Tn. Y

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 38 tahun

Alamat : Pemulutan

Pekerjaan : Petani Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

MRS : 13 September 2012

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Sesak nafas yang semakin memburuk sejak 2 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak ± 1 bulan SMRS os merasakan kedua kakinya bengkak. Sesak nafas (-), batuk (-). ± 2 minggu SMRS os merasakan keluhan kaki bengak semakin berat. Bengkak bukan hanya dikaki tetapi juga diperut dan di skrotum. Sesak nafas (-), batuk (-), os juga mersakan mudah mudah capek. Os belum berobat.

Sejak ± 1 minggu SMRS os mengeluh sesak nafas sesak napas. Sesak muncul pertama kali saat os habis mengangkat air dalam jarak 100m. Sebelumnya os tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama. Sesak napas juga muncul saat os berbaring sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur. Di malam hari os sering terbangun tiba-tiba karena sesak napas. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Perut semakin membesar, Mengi (-). Nyeri dada (-). Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental, tidak berdarah. Mual (-). Muntah (-). Nyeri ulu hati (-).

(5)

5 Sejak ± 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas yang bertambah berat. Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada meskipun os beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring.. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Mengi (-). Nyeri dada (-). Batuk (+), berdahak (+) putih kental, tidak berdarah. Sembab pergelangan kaki dan perut (+) semakin membesar. Demam (-). BAK biasa. BAB biasa. Lalu os memutuskan berobat ke RSUD Palembang Bari.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat darah tinggi disangkal.  Riwayat nyeri dada disangkal.

 Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal.  Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal.

 Riwayat pernah menggunakan obat bawah lidah disangkal  Riwayat pernah makan obat selama 6 bulan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita sudah menikah. Penderita bekerja sebagai petani. Status sosial ekonomi kurang.

PEMERIKSAAN FISIK (tgl 13 September 2012) Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit Keadaan sakit : sakit sedang Kesadaran : compos mentis Dehidrasi : (-)

(6)

6 Nadi : 100 x/menit, irreguler

Pernafasan : 32 kali per menit, thoracoabdominal

Suhu : 36,7o C

Keadaan Spesifik Kepala

Bentuk bulat, simetris, deformitas tidak ada, perdarahan temporal tidak ada, dan nyeri tekan tidak ada.

Mata

Eksoftalmus dan Endoftalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak ada, gerakan bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan baik.

Hidung

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik. Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan dan perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.

Telinga

Pada liang telinga tidak ada kelainan, pendengaran baik.

Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau pernapasan yang khas tidak ada.

(7)

7

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, hipertrofi otot sternokleidomastoideus (-), pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2) cm H2O.

Dada

Bentuk thorax normal simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar, retraksi dinding thorax tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider nevi.

Paru-paru

Inspeksi : Statis, dinamis simetris Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di kedua basal paru, wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis terlihat, trill terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea aksilaris anterior sinistra ICS VI

Perkusi : Batas atas jantung ICS II

Batas kanan jantung linea sternalis dextra ICS VI Batas kiri jantung linea aksilaris sinistra ICS VI Auskultasi : HR: 110x/m, iregular, murmur (+), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-),Hepar dan Lien tidak teraba.

(8)

8 Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital : edema, tampak makula eritem dilapiasi skuama kasar.

Ekstremitas Atas

Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada, nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi, tremor tidak ada, edema pada kedua lengan dan tangan tidak ada.

Ekstremitas Bawah

Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak ada, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni, eutrophi, varices tidak dijumpai, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak ada, turgor cukup, edema pretibial ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 12 September 2012

Hasil Pemeriksaan Hematologi No Pemeriksaan Hasil 1 Hemoglobin 10,9 g/dl 3 Hematokrit 36 vol% 4 Leukosit 9.900/ul 5 Trombosit 142.000/ul 7 Hitung jenis 0/3/2/85/4/6%

(9)

9

(10)

10 Deskripsi:

Irama sinus, frekuensi 100x/menit ireguler Interval PR normal (140 mdtk)

Durasi QRS normal (120 mdtk)

Perubahan denyut per denyut progresif pada interval R-R

Sumbu jantung deviasi ke kanan (Gelombang S negatif pada sadapan I) Inversi gelombang T (pada sadapan I, II, AvF)

Kesan : Takikardi, Atrial fibrilasi, Infark miokard, hipertrofi ventrikel

Pemeriksaan Radiologi:

(11)

11

Deskripsi:

Tulang-tulang normal, jantung tidak dapat dinilai

paru-paru corakan bronkovaskular tidak dapat dinilai terdapat hiperlusen dibasal paru.

Sudut costophrenicus tumpul

(12)

12 Penatalaksanaan : Non Farmakologis : - Istirahat - Oksigen 2-3 liter Farmakologis : - IVFD 20 gtt x/m. Mikro. - ISDN 3x1 - Spironolakton 2 x 2,5 mg - Furosemid tab 2 x 1 mg - Levofloxacin 2 x 1mg - Ambroxol Syr 3x1 cth - Rethapyl 2x1/2 Prognosis

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia ad malam

Diagnosis Akhir :

(13)

13

BAB III ANALISIS KASUS

3.1 Definisi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan - perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda-tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut (Dumitru, I., 2010).

3.2 Epidemiologi

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan

(14)

14 oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti (Maggioni, A., 2005).

3.3 Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung (Rodeheffer, R., 2005).

Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung (Jackson, G., 2000).

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif

(15)

15 dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel (Rodeheffer, R., 2005).

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan (Rodeheffer, R., 2005).

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

(16)

16 seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

3.4 Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan New York Heart Association (Santoso, A., 2007). Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

 Derajat I : Tanpa gagal jantung

 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3

galop

dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.

 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan

paru.

 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang

berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien

(17)

17 dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

 Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)  Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)  Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)  Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Pembahagian menurut New York Heart Association adalah berdasarkan fungsional jantung yaitu:

 Kelas 1 : Penderita dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

 Kelas 2 : Penderita tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

 Kelas 3: Penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

 Kelas 4 : Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring

(18)

18

(19)

19

3.6 Manifestasi Klinis

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.

(20)

20 Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).

Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.

Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan

(21)

21 bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.

Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)

Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme

Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama melakukan aktivitas (paling sering), saat istirahat, atau saat tidur, yang mungkin datang tiba-tiba dan membangunkan. Pasien sering mengalami kesulitan bernapas sambil berbaring datar dan mungkin perlu untuk menopang tubuh bagian atas dan kepala di dua bantal. Pasien

Darah dikatakan “backs up” di

pembuluh darah paru (pembuluh darah yang kembali dari paru ke jantung) karena jantung tidak dapat

mengkompensasi suplai darah.Hal ini menyebabkan cairan bocor ke paru-paru.

(22)

22 sering mengeluh

bangun lelah atau merasa cemas dan gelisah.

Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang

menghasilkan lendir darah-diwarnai putih atau pink. Cairan menumpuk di paru-paru (lihat di atas).

Penumpukan kelebihan cairan dalam jaringan tubuh (edema)

Bengkak pada

pergelangan kaki, kaki atau perut atau

penambahan berat badan.

Aliran darah dari jantung yang melambat tertahan dan menyebabkan cairan untuk menumpuk dalam jaringan. Ginjal kurang mampu membuang natrium dan air, juga

menyebabkan retensi cairan di dalam jaringan.

Kelelahan Perasaan lelah

sepanjang waktu dan kesulitan dengan kegiatan sehari-hari, seperti belanja, naik tangga, membawa belanjaan atau berjalan.

Jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk

memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.

Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau sakit perut.

Sistem pencernaan menerima darah yang kurang, menyebabkan masalah dengan pencernaan. Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori

dan perasaan menjadi disorientasi.

Perubahan pada tingkat zat tertentu dalam darah, seperti sodium, dapat menyebabkan kebingungan. Peningkatan denyut jantung Jantung

berdebar-debar, yang merasa

Untuk "menebus" kerugian dalam

(23)

23 seperti jantung Anda

balap atau berdenyut.

memompa kapasitas, jantung berdetak lebih cepat.

( American Heart Association, 2011)

Gambar menunjukkan gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti

Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.

(24)

24 Kriteria Mayor:

· Paroksismal nocturnal dyspnea · Distensi vena pada leher · Rales

· Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada) · Edema paru akut

· S3 ( Suara jantung ketiga )

· Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan) · Hepatojugular refluks

· Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

Kriteria Minor:

· Bilateral ankle edema · Batuk nokturnal

· Dyspnea pada aktivitas biasa · Hepatomegali

· Efusi pleura

· Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam · Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)

Pada pasien ini didapatkan tiga kriteria mayor. Pertama terdapatnya paroksismal nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil pemeriksaan fisik perkusi jantung, didapatkan adanya pembesaran jantung. Batas jantung kanan terdapat pada linea sternalis dekstra, batas kiri pada linea axillaris anterior sinistra, dan batas atas pada ICS II. Namun pada pemeriksaan fotothorax kardiomegali sulit dinilai. Ketiga terdapat peninggian tekanan vena jugularis yaitu (5+0) cmH2O. Keempat adanya efusi plura dextra dan sinistra yang menandakan adanya edema paru akut.

Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan bilateral angkle edema batuk malam hari. Kedua terdapatnya dispnea d’effort yang didapatkan dari hasil

(25)

25 anamnesis pasien mengeluh mudah lelah dengan aktifitas ringan. ketiga berdasarkan pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pleural effusion. Oleh karena itu pada pasien ini kami simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah CHF.

Gambar

Foto thorax:
Gambar menunjukkan gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF

Referensi

Dokumen terkait

Apabila berakhirnya Masa Jabatan, maka kendaraan tersebut dikembalikan ke Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Kantor Pelayanan Perizinan dan selanjutnya akan

Kedua, mengasihi berarti peduli (Care each other) ukuran yang dipakai untuk kebaikan diri kita, itu juga yang kita kenakan kepada orang yang kita kasihi,

Teori tersebut mengacu pada perilaku atau tindakan yang muncul pada setiap individu untuk mempertahankan hubungan seperti hubungan dengan teman dekat maupun hubungan dengan

Manfaat dari penelitian ini antara lain adalah ; 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan melalui suatu penelitian ilmiah

Nilai parameter farmakokinetika tetrasiklin (rerata±SD) setelah pemberian tetrasiklin oral 63 mg/kg BB (kelompok 1), pemberian 2 mL jus pisang ambon 1 jam sebelum

• Sistem berkas dan akses adalah Cara untuk membentuk suatu arsip / file.. dan cara pencarian

Hasil dari penelitian ini adalah (1) tari Baris Katekok Jago adalah warisan budaya lokal yang sudah ada sejak tahun 1927, bertempat di Pura Dalem Gegelang atas prakarsa”

Mohon kehadiran Pengurus Inti Pelkat PKP & PKB serta Tim Kerja Perayaan Natal 2013 & Tahun Baru 2014 Pelkat PKP & PKB dalam pertemuan dengan Ketua III PHMJ yang akan