• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS METODE PENYIAPAN BIBIT, INOKULAN MIKORIZA DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS METODE PENYIAPAN BIBIT, INOKULAN MIKORIZA DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON

Abstrak

Penelitian bertujuan menilai efektivitas metode penyiapan bibit, inokulan mikoriza, dan pupuk dalam meningkatkan pertumbuhan dan mengubah karakteritik medium tumbuh bibit jati Solomon (Tectona grandis L.f). Penelitian dilaksanakan dengan metode petak-petak terbagi dengan rancangan acak kelompok lengkap. Petak utama ialah metode penyiapan bibit (polybag vs akar telanjang. Anak petak ialah inokulasi mikoriza G. etunicatum (dengan dan tanpa inokulasi). Anak-anak petak ialah pupuk (pupuk NPK vs vermikompos). Seluruh kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan pupuk vermikompos meng-hasilkan pertumbuhan bibit jati Solomon umur 26 minggu setelah tanam yang lebih baik pada sistem polybag maupun akar telanjang dibandingkan dengan pupuk NPK. Vermikompos juga dapat meningkatkan kesuburan medium tumbuh, ditinjau dari gatra aktivitas biologi dan karakteristik kimia, bibit jati Solomon yang diperbanyak dengan sistem akar telanjang.

Kata kunci: G. etunicatum, T. grandis, vermikompos, bibit akar telanjang Abstract

The study was aimed to investigate the seedling preparation methods and mycorrhizal inoculation in increasing of Solomon teak (Tectona grandis L.f) seedling growth and characteristic changes of growth medium. The research was conducted in split-split plot design with three replications. The main plot was seedling preparation method (polybag vs bareroot). Sub plot was G. etunicatum inoculation (with and without). Sub-sub plot was two sources of nutrient (NPK fertilizer and vermicompost). The results showed that vermicompost application gave better effects on growth of 26 weeks old Solomon teak seedling grown on either bareroot or polybag in comparison to NPK. Vermicompost also gave better result in increasing growth medium fertility in terms of biological activity and chemical characteristics of teak seedling growth medium in bareroot system. Keywords: G. etunicatum, T. grandis, vermicompost, bare root seedling

Pendahuluan

Jati (Tectona grandis L.f) merupakan pohon penghasil kayu utama dunia dan sebagian besar dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan serta mudah dibudidayakan. Persemaian jati berperan penting untuk produksi bahan tanaman. Mutu bahan tanaman jati tidak saja menentukan keberhasilan pertumbuhan di

(2)

lapangan, akan tetapi juga menjamin bagusnya keragaan pertumbuhan dan hasil kayu pada periode berikutnya. Upaya meningkatkan mutu bibit memerlukan keahlian khusus, diantaranya ialah perencanaan komponen utama pembibitan seperti mutu benih, media pertumbuhan yang tepat, wadah/pot, kesehatan dan perlindungan persemaian. Manipulasi bahan tanaman, misalnya melalui perlakuan akar telanjang pada bedengan, merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki pola perakaran dan kinerja bibit jati (Hartmann et al. 1997). Pola perakaran merupakan indikator yang baik untuk respons pertumbuhan bibit jati terhadap kesuburan media pertumbuhan dan kondisi lingkungannya.

Bibit jati dapat diproduksi di persemaian menggunakan polybag sebagai wadah atau sistem akar telanjang di persemaian. Kadar hara dan bahan organik medium tumbuh berpengaruh penting terhadap pertumbuhan bibit jati. Kadar bahan organik dan hara media pertumbuhan bibit jati dapat diperbaiki dengan cara pemberian pupuk organik, misalnya vermikompos, yang memiliki berbagai sifat menguntungkan bagi tanah (Mitchell & Alter 1993; Ndegwa & Thompson 2001; Ferreras et al. 2006) dan pertumbuhan tanaman (Manna et al. 2003; Bachman & Metzger 2008; Padmavathiamma et al. 2008) tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan vermikompos belum merupakan praktek yang umum dilakukan dalam pengelolaan persemaian jati di Indonesia dan oleh karena itu perlu dievaluasi manfaatnya sebagai bagian tak terpisahkan dari pengelolaan persemaian.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan jasad hidup yang sejarah evolusinya jauh lebih tua dibandingkan dengan tanaman darat. Simbion obligat tersebut ditengarai telah ada semenjak 600 juta tahun yang lalu dan memiliki tugas utama membantu tanaman menangkal berbagai cekaman biotik dan abiotik sehingga mempengaruhi hasil interaksi tanah-tanaman-lingkungan (Smith & Read 2008; Vosátka & Albrechtová 2009). Namun demikian hasil akhir interaksi demikian ditentukan oleh jenis FMA, jenis tanaman, sistem budidaya tanaman, dan lingkungan (Smith & Read 2008; Hoeksema et al. 2010).

(3)

Cukup banyak bukti yang menunjukkan peran FMA dalam membantu pertumbuhan dan kebugaran tanaman pada tanah terdegradasi (Allen et al. 2005) atau tanaman yang ditumbuhkan dalam rumah kaca (Davies et al. 2001). Fungi MA meningkatkan pasokan hara ke tanaman (khususnya P) (Harrison et al. 2002), memperbaiki agregasi tanah tererosi (Rillig et al. 2002), mengurangi dampak cekaman lengas (Augé et al. 2007), menangkal unsur beracun (González-Chávez et al. 2004), meningkatkan penangkapan karbon di rizosfir (Rillig et al. 2006), dan meningkatkan aktivitas jasad renik di rizosfir (Duponnois et al. 2005). Peningkatan daya hidup tanaman akibat serangan jasad pengganggu juga telah dilaporkan pada berbagai jenis tanaman (Budi et al. 1999; Pozo et al. 2002).

Inokulasi jenis FMA yang tepat akan menjamin para produsen bibit jati mendapatkan bibit jati bermutu tinggi. Manfaat FMA untuk meningkatkan keragaan bibit jati telah dilaporkan sebelumnya oleh para peneliti (Rajan et al. 2000; Turjaman et al. 2003; Irianto et al. 2003; Sangaji 2004; Suwandi et al. 2006; Corryanti et al. 2007; Arif et al. 2009) dengan hasil yang berbeda-beda bergantung kepada provenan jati, jenis FMA, dan perlakuan yang diberikan. Namun demikian penelitian mengenai manfaat FMA untuk memperbaiki kesuburan medium tumbuh, khususnya yang menyangkut indikator biologi dan kimia masih jarang dilakukan di Indonesia. Dewasa ini perlu diketahui karakteristik bibit jati dan tanah yang dengan cepat merespon metoda pembibitan dan inokulasi mikoriza untuk memastikan apakah kedua hal tersebut dapat dipraktekkan atau tidak. Indikator biokimia tanah yang berkaitan dengan aktivitas jasad renik dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu tanah. Penelitian penggunaan parameter demikian khususnya sebagai indikator mutu media pertumbuhan bibit jati masih sangat sedikit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan menilai efektivitas interaksi metoda penyiapan bibit, inokulasi FMA G. etunicatum dan penambahan pupuk terhadap parameter pertumbuhan bibit jati dan parameter kesuburan medium tumbuh bibit jati di persemaian.

(4)

Bahan dan Metode

Bahan. Percobaan penanaman dilaksanakan di persemaian yang berlokasi di Semplak, Bogor menggunakan bibit jati (T. grandis L.f) provenan Solomon hasil perbanyakan dengan kultur jaringan dan telah diaklimatisasi dengan kondisi di lapangan (Gambar 21). Inokulan mikoriza berupa campuran media zeolit, substrat vermikompos, akar kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) yang dikolonisasi oleh G. etunicatum, dan spora G. etunicatum. Medium tumbuh bibit jati merupakan campuran pasir dan tanah steril dengan abu sekam padi dengan nisbah 3:1:1 dengan karakteristik sebagai berikut: pH (H2O) 5.5, C organik 0.47%, N total 0.05%, P

Bray I 4.9 mg kg-1, Ca 3.21 me/100 g, Mg 2.05 me/100 g, K 0.46 me/100 g, kapasitas tukar kation 10.71 me/100 g, kejenuhan basa 55.4%, Al 0.32 me/100 g, Cu 0.5 μg g-1, Zn 14.6 μg g-1, Mn 86.4 μg g-1, Fe 63.1 μg g-1

, daya hantar listrik 160 dS m-1 pasir 46%, debu 13.1 %, liat 41%. Tipologi demikian menunjukkan media tanam tergolong agak masam dan berkesuburan rendah dengan unsur pembatas kadar N, P dan K namun dengan kadar unsur mikro yang cukup. Dazomet digunakan sebagai fumigan untuk meniadakan potensi mikoriza pribumi.

Gambar 21 Aklimatisasi bibit jati Solomon hasil perbanyakan melalui kultur jaringan.

Pelaksanaan Percobaan. Metode penyiapan bibit yang digunakan ialah menggunakan polybag dan bibit akar telanjang yang masing-masing menggunakan polybag dan kotak kayu berukuran 50 cm x 50 cm x 15 m (P x L x T) (Gambar 22).

(5)

Setiap polybag berisi 5 kg medium tumbuh dan satu bibit, lima polybag disiapkan untuk setiap kombinasi perlakuan. Setiap kotak kayu berisi 60 kg medium tumbuh dan 12 bibit jati. Untuk setiap bibit ditambahkan 1 g pupuk NPK (10-10-10) dan 10 g inokulan mikoriza. Bibit jati dalam media ditumbuhkan selama 20 minggu di persemaian, akar bibit jati dalam kotak kayu dipotong pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam.

Gambar 22 Penanaman bibit jati dalam polybag (kiri) dan akar telanjang kanan).

Medium tumbuh dalam polybag dan kotak kayu disiram dengan air sampai jenuh kemudian dibuat lubang tanaman. Ke bagian bawah lubang tanam diletakkan 10 g inokulan mikoriza dan di bagian atasnya kemudian diletakkan bibit jati (tinggi 1 – 2 cm) yang diproduksi melalui kultur jaringan dan yang telah diaklimatisasikan di lapangan. Lubang tanam ditutup dengan medium tumbuh sambil dicampur dengan 1 g pupuk buatan dan media kemudian ditekan agar bibit tidak mudah goyah. Untuk perlakuan tanpa inokulan mikoriza diberikan 1 g inokulan mikoriza yang telah disterilkan dengan Dazomet. Seluruh bibit kemudian ditumbuhkan selama 26 minggu di persemaian dan tidak diberikan pupuk apapun.

Pengamatan. Karakterisasi medium tumbuh dilakukan sebelum percobaan meliputi pH dan daya hantar listrik (DHL), KTK, kadar N total dan P tersedia, bahan organik dan sebaran butir. pH dan DHL diukur pada suspensi tanah nisbah 1:5 (bobot/volume). Nitrogen total dengan metode Kjeldahl, P tersedia diukur

(6)

secara kolorimetri menggunakan sedangkan total kation tertukar dengan ekstraksi ammonium asetat (Prasetyo et al. 2005). Tinggi, garis tengah batang, dan jumlah daun diamati setiap bulan yang dilakukan mulai umur 2 MST. Kolonisasi mikoriza pada akar bibit umur 4 MST diamati dengan metode Vierheilig et al. (1998) dimodifikasi. Akar segar setelah dipotong dan dicuci bersih, kemudian direndam selama 12 jam dalam larutan KOH 10% (bobot/volume), keesokan harinya akar dicuci bersih dengan air mengalir dan kemudian direndam selama 12 jam dalam campuran cuka komersial dengan 2.5% tinta Quink biru. Kolonisasi diukur berdasarkan proporsi bidang pandang bermikoriza dengan total bidang pandang yang diamati. Pada umur 26 MST tanaman dibongkar, bagian atas tanaman dan akar dipisahkan untuk kemudian dilakukan pengukuran biomassa tanaman, kadar hara pada daun dan akar bibit jati, indeks mutu bibit, kadar C organik, biomassa jasad renik, respirasi, dan aktivitas fosfatase alkalin tanah. Bobot kering tanaman ditimbang pasca pengeringan dalam oven bersuhu 80 ºC selama 24 jam Indeks kekokohan bibit dinilai berdasarkan nisbah tinggi dengan garis tengah bibit, nisbah tajuk akar dihitung berdasarkan proporsi bobot kering tajuk dengan akar untuk kemudian digunakan dalam menilai indeks mutu bibit (Hendromono (2003) :

Indeks Mutu Bibit = Bobot Kering Total (g)

Indeks Kekokohan Bibit �mmcm�+Nisbah Tajuk Akar Kadar hara ditetapkan sesuai dengan pedoman analisis Balai Penelitian Tanah Bogor (Prasetyo et al. 2005). Biomassa jasad renik ditetapkan dengan metoda fumigasi ekstraksi (Vance et al. 1987). Aktivitas fosfatase diukurkan dengan substrat p-nitrophenyl phosphate disodium (PNPP, 0.115 M) (Tabatabai & Bremner 1969). Respirasi medium tumbuh diukur berdasarkan evolusi CO2 pada contoh

medium segar (Anas 1989).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data. Percobaan dilaksanakan secara petak-petak terbagi (split-split plot) menggunakan rancangan dasar acak kelompok lengkap. Petak utama ialah metoda penyiapan bibit (metode akar telanjang dan metode konvensional dengan polybag). Anak petak ialah pemberian inokulan mikoriza arbuskula G. etunicatum (tanpa dan dengan inokulan). Anak-anak petak

(7)

ialah pemberian pupuk (NPK dan vermikompos). Seluruh kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk diuji dengan sidik ragam sedangkan perbandingan antar rerata perlakuan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (n < 6) atau Uji Jarak Berganda Duncan (n > 6) pada p < 0.05. Model sidik ragam yang digunakan ialah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + δil + βj + (αβ)ij + ζ ijl + γk + (αγ)ik + (βγ)jk + (αβγ)ijk + ρl+ εijkl

yang :

i = 1, 2 = faktor petak utama (metode penyiapan bibit) j = 1, 2, 3 = faktor anak petak (pemberian inokulan FMA) k = 1, 2, …..5 = faktor anak-anak petak (pemberian pupuk)

Yijkl = nilai pengamatan respon akibat faktor petak utama taraf ke i, faktor anak

petak taraf ke j, faktor anak-anak petak ke k dan pengelompokan taraf ke l µ = rerata umum

αi = pengaruh utama faktor petak utama pada taraf ke i

ρl = pengaruh pengelompokan

δil = pengaruh acak akibat faktor petak utama taraf ke i dan pengelompokan ke l

βj = pengaruh utama faktor anak petak pada taraf ke j

(αβ)ij = pengaruh interaksi faktor petak utama taraf ke i dan faktor anak petak

taraf ke j

ζ jl = pengaruh acak akibat faktor anak petak taraf ke j dan pengelompokan ke l

γk = pengaruh utama faktor anak-anak petak pada taraf ke k

(αγ)ik = pengaruh interaksi faktor petak utama taraf ke i dan faktor anak-anak

petak taraf ke k

(βγ)jk = pengaruh interaksi faktor anak petak taraf ke j dan faktor anak-anak petak

taraf ke k

(αβγ)ijk = pengaruh interaksi faktor petak utama taraf ke i, faktor anak petak taraf

ke j, dan faktor anak-anak petak taraf ke k εijkl = pengaruh galat percobaan

(8)

Hasil dan Pembahasan Hasil

Tinggi dan Garis Tengah Bibit Jati Umur 4 – 26 MST. Keragaan bibit jati selama 26 MST di persemaian tampak berbeda satu dengan yang lain bergantung kepada perlakuan yang diberikan. Bibit jati bermikoriza di sistem akar telanjang (Gambar 23 A & B) memiliki rerata tinggi yang kurang lebih sama dengan yang tidak bermikoriza (Gambar 23 D & E). Sebaliknya, bibit jati bermikoriza di polybag (Gambar 24 A & B) tampak lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak bermikoriza (Gambar 24 D & E).

Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit jati umur 2 – 26 minggu setelah tanam (MST) (Tabel 22). Interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza berpengaruh nyata pada umur 2 – 18 MST sedangkan faktor tunggal inokulasi mikoriza berpengaruh nyata pada umur 2 – 26 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap garis tengah batang bibit jati umur 6 – 8 dan 14 - 20 MST (Tabel 23). Inokulasi mikoriza berpengaruh nyata pada umur 4 – 26 MST sedangkan interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza berpengaruh nyata pada umur 2 – 18 MST. Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap tinggi bibit jati dipengaruhi oleh metode penyiapan bibitnya. Inokulasi mikoriza tidak mempengaruhi tinggi bibit jati pada sistem akar telanjang namun berpengaruh terhadap tinggi bibit pada sistem polybag.

(9)

Gambar 23 Keragaan bibit jati Solomon umur 26 MST pada sistem akar telanjang yang diinokulasi mikoriza (A& B), tidak diinokulasi mikoriza (D & E), dipupuk NPK (A & D) dan vermikompos (B & E)

Gambar 24 Keragaan bibit jati Solomon umur 26 MST pada sistem polybag yang diinokulasi mikoriza (A&B), tidak diinokulasi mikoriza (D & E), diberi pupuk NPK (A & D) dan vermikompos (B & E).

(10)

Tabel 22 Rekapitulasi nilai F hitung tinggi bibit jati umur 2 – 26 MST.

Perlakuan Tinggi bibit pada umur 2 – 26 (MST)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Metode (Me) 20.79 * 22.95 * 0.11 tn 0.07 tn 0.44 tn 0.49 tn 0.32 tn 0.02 tn 0.06 tn 0.27 tn 0.17 tn 0.09 tn 0.85 tn Mikoriza (M) 1.70 tn 37.78 ** 6.13 tn 7.85 * 18.18 * 6.81 tn 11.26 * 16.93 * 16.98 * 17.68 * 22.14 ** 16.80 * 8.81 * M * Me 8.91 * 0.86 tn 10.13 * 6.28 tn 11.64 * 8.32 * 9.30 * 9.34 * 8.34 * 7.07 tn 7.03 tn 7.66 tn 4.67 tn Pupuk (P) 15.25 ** 25.55 ** 40.03 ** 15.93 ** 16.64 ** 9.88 * 17.02 ** 18.89 ** 22.53 ** 24.13 ** 25.01 ** 18.59 ** 13.96 ** P * Me 0.21 tn 0.78 tn 0.24 tn 0.12 tn 0.34 tn 0.06 tn 0.04 tn 0.01 tn 0.00 tn 0.17 tn 0.03 tn 0.11 tn 0.30 tn P * M 0.03 tn 0.00 tn 0.66 tn 1.41 tn 3.06 tn 3.44 tn 5.15 tn 5.27 tn 6.44 * 7.70 * 10.65 * 10.05 * 8.81 * P * M * Me 0.59 tn 0.20 tn 1.29 tn 0.55 tn 1.85 tn 2.86 tn 2.72 tn 3.66 tn 3.93 tn 4.14 tn 4.43 tn 4.67 tn 4.36 tn KK (%) 17 8 12 7 13 6 6 11 16 16 18 18 14 λ Box Cox - 0.54 - 0.98 - 0.34 - 0.67 - 0.29 - 0.36 - 0.82 - 1.34 - 1.53 - 1.95 - 1.80 - 1.25 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

(11)

Tabel 23 Rekapitulasi nilai F hitung garis tengah batang bibit jati umur 2 – 26 MST.

Perlakuan Garis tengah batang bibit pada umur 2 – 26 (MST)

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Metode (Me) 0.25 tn 5.68 tn 0.07 tn 0.86 tn 0.48 tn 0.43 tn 0.99 tn 1.64 tn 2.78 tn 3.32 tn 4.54 tn 20.24 * 1515.57 ** Mikoriza (M) 0.10 tn 1.71 tn 4.86 tn 6.13 tn 6.50 tn 8.25 * 6.02 tn 5.49 tn 4.79 tn 3.34 tn 1.44 tn 0.90 tn 0.30 tn M * Me 0.10 tn 27.43 ** 23.89 ** 21.49 ** 8.65 * 12.92 * 12.31 * 12.91 * 12.83 * 10.99 * 8.73 * 15.45 * 22.83 ** Pupuk (P) 1.47 tn 12.50 ** 26.63 ** 28.17 ** 33.92 ** 14.92 ** 17.17 ** 13.45 ** 9.94 * 5.17 tn 2.42 tn 2.67 tn 1.61 tn P * Me 0.53 tn 0.22 tn 0.17 tn 0.05 tn 0.69 tn 0.20 tn 0.67 tn 1.37 tn 2.67 tn 2.27 tn 1.44 tn 0.56 tn 0.14 tn P * M 4.76 tn 0.89 tn 6.84 * 3.13 tn 6.23 * 14.45 ** 17.84 ** 16.73 ** 18.17 ** 10.37 * 7.46 * 4.69 tn 2.38 tn P * M * Me 1.47 tn 2.72 tn 13.30 ** 6.44 * 3.77 tn 5.31 tn 7.30 * 7.35 * 9.56 * 6.30 * 5.15 tn 0.99 tn 0.00 tn KK (%) 5 7 3 2 1 8 6 3 1 1 4 5 7 λ Box Cox - - - 0.49 - 0.24 - 0.07 - 0.73 - 0.78 - 0.46 - 0.11 0.11 0.55 0.75 - Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

(12)

Faktor tunggal inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati tertinggi (26.45 cm) (Gambar 25). Inokulasi mikoriza pada sistem polybag menghasilkan bibit jati tertinggi (26.62 cm) sedangkan yang tidak diinokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati berpenampilan terpendek (21.84 cm) (Gambar 26).

5.37 a 10.78 a 16.70 a 21.46 a 23.28 a 24.36 a 26.45 a 5.67 a 10.53 a 15.03 b 18.71 b 20.30 b 21.48 b 23.58 b 0 5 10 15 20 25 30 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 T in g g i b ib it g ( cm ) Umur bibit (MST) Mikoriza Tanpa mikoriza 0 5.26 11.06 14.39 17.05 20.23 22.24 25.18 26.44 26.62 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 T in g g i b ib it ( cm ) Umur bibit (MST) B + M B - M P + M P - M

Gambar 25 Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap tinggi bibit jati umur 2 – 26 minggu setelah tanam.

Gambar 26 Pengaruh metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza terhadap tinggi bibit jati umur 2 – 26 MST (B = akar telanjang, P = polybag, + M = diinokulasi mikoriza, - M = tanpa mikoriza)

(13)

Pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit umur 2 – 26 MST namun interaksi inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk baru berpengaruh nyata pada umur 18 – 26 MST. Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap tinggi bibit jati dipengaruhi oleh pupuk yang diberikan. Pengaruh pupuk, khususnya vermi-kompos, lebih dominan dibandingkan dengan pengaruh inokulasi mikoriza. Medium tumbuh yang diberi pupuk vermikompos, dengan atau tanpa inokulasi mikoriza, menghasilkan bibit jati yang penampilannya paling tinggi (26.85 cm) sedangkan pemberian pupuk NPK saja tanpa inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati yang paling pendek (23.18 cm) (Gambar 27). Kombinasi vermikompos dengan inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati berpenampilan tertinggi (27.80 cm) sedangkan pemupukan NPK tanpa inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati berpenampilan terpendek (20.36 cm) (Gambar 28).

Penanaman bibit jati pada polybag dan diinokulasi mikoriza menghasilkan bibit yang garis tengah batangnya terbesar (0.95 cm) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 29). Inokulasi mikoriza pada sistem akar telanjang tidak meningkatkan garis tengah batang bibit jati. Pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap garis tengah bibit umur 4 – 18 MST, pupuk NPK dan vermikompos menghasilkan garis tengah batang bibit jati yang sama pada umur

4.79 b 8.94 b 13.52 b 17.67 b 19.57 b 21.02 b 23.18 b 6,.5 a 12.38 a 18.22 a 22.49 a 24.01 a 24.82 a 26.85 a 0 5 10 15 20 25 30 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 T in g g i b ib it ( cm ) Umur bibit (MST) NPK Vermikompos

(14)

26 MST (Gambar 30). Interaksi inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk hanya berpengaruh nyata pada umur 18 – 26 MST. Perlakuan vermikompos tanpa inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati yang garis tengah batangnya terbesar (0.92 cm) sedangkan pemupukan NPK saja menghasilkan garis tengah batang terkecil (0.86 cm) (Gambar 31).

Gambar 28 Pengaruh inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk terhadap tinggi bibit jati umur 2 – 26 MST (M = mikoriza, TM = tanpa mikoriza)

0 6.79 8.35 12.65 19.22 22.98 23.42 23.99 27.80 0 4.97 8.36 11.60 15.09 16.91 18.25 20.36 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 T in g g i b ib it ( cm ) Umur bibit (MST) M + NPK M + Vermikompos TM + NPK TM + Vermikompos 0.19 0.28 0.40 0.52 0.60 0.67 0.82 0.19 0.34 0.51 0.66 0.75 0.82 0.95 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 G a ri s te ng a h ba ta ng bi bi t ( cm ) Umur (MST) B + M B - M P + M P - M

Gambar 29 Pengaruh metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza terhadap garis tengah batang bibit jati umur 2 – 26 MST

(15)

Bobot Kering, Panjang Akar, Kolonisasi Mikoriza dan Aktivitas Fosfatase Bibit Jati Umur 4 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering bibit, panjang akar primer, dan aktivitas enzim fosfatase alkalin akar jati umur 4

0,19 a 0,28 b 0,38 b 0,53 b 0,63 b 0,72 a 0,87 a 0,19 a 0,32 a 0,46 a 0,59 a 0,67 a 0,75 a 0,90 a 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 G ar is t en gah b at an g bi bi t ( cm ) Umur bibit (MST) NPK Vermikompos 0.19 0.26 0.33 0.46 0.57 0.68 0.86 0.18 0.32 0.45 0.60 0.68 0.76 0.92 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 G ar is t en gah b at an g b ib it ( mm) Umur bibit (MST) FMA + NPK FMA + Vermikompos NPK

Gambar 30 Pengaruh pemberian pupuk terhadap garis tengah batang bibit jati umur 2 – 26 MST.

Gambar 31 Pengaruh inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk terhadap garis tengah batang bibit jati umur 2 – 26 MST.

(16)

MST (Tabel 24). Kolonisasi mikoriza arbuskula pada akar bibit jati hanya dipengaruhi oleh inokulasi mikoriza.

Tabel 24 Rekapitulasi nilai F hitung bobot kering bibit, panjang akar primer, kolonisasi mikoriza arbuskula, dan aktivitas enzim fosfatase asam dan alkalin di akar bibit jati umur 4 MST.

Sumber Keragaman Bobot kering bibit Panjang akar primer Kolonisasi mikoriza Aktivitas fosfatase alkalin Asam Alkalin Metode (Me) 278.47 ** 2378.68 ** 0.06 tn 94.37 * 78.11 * Mikoriza (M) 22.39 ** 1.22 tn 200.45 ** 41.55 ** 8.11 * M * Me 14.42 * 29.91 ** 5.41 tn 1.44 tn 15.42 * Pupuk (P) 9.82 * 4.18 tn 0.95 tn 2.74 tn 0.76 tn P * Me 10.74 * 2.28 tn 2.34 tn 0.01 tn 0.12 tn P * M 15.41 ** 16.71 ** 0.24 tn 4.05 tn 76.48 ** P * M * Me 22.25 ** 15.15 ** 1.66 tn 3.00 tn 56.56 ** KK (%) 5 10 19 15 1 λ Box Cox - 0.43 - 0.7 0.4 - 0.10 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

Metode akar telanjang menghasilkan bibit dengan bobot kering (230.33 mg), panjang akar primer (22.77 cm), dan aktivitas fosfatase alkalin (2960.24 µg g-1 jam-1) yang tertinggi dibandingkan dengan sistem polybag (Tabel 25). Pemberian vermikompos dengan mikoriza atau pupuk NPK tanpa mikoriza menghasilkan bobot kering bibit yang berbeda tidak nyata (230.33 mg vs 239.33 mg). Inokulasi mikoriza, baik dengan pemberian vermikompos atau pupuk NPK, menghasilkan panjang akar primer yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mikoriza (22.77 dan 22.53 cm vs 19.03 dan 18.53 cm). Aktivitas alkalin fosfatase akar pada sistem akar telanjang tidak dipengaruhi oleh pemberian mikoriza dan pupuk. Aktivitas fosfatase alkalin akar pada sistem polybag yang diinokulasi mikoriza lebih tinggi dari yang tanpa inokulasi dan yang diberi pupuk NPK lebih tinggi dari yang diberi vermikompos. Akar bibit jati yang diinokulasi mikoriza memiliki kolonisasi mikoriza (13%) yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi (2%).

(17)

Tabel 25 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk ter-hadap bobot kering, panjang akar primer, dan aktivitas enzim fosfatase alkalin akar bibit jati umur 4 MST.

Metode Penyiapan Bibit Mikoriza Pupuk Bobot kering bibit (mg) Panjang akar primer (cm) Aktivitas fosfatase alkalin akar (µg g-1 jam-1) Akar telanjang Mikoriza NPK 88.00 d 10.47 c 2475.38 a Vermikompos 108.67 cd 13.50 c 1332.46 b Tanpa NPK 103.67 d 18.50 b 812.40 c Vermikompos 141.00 bc 10.60 c 1588.21 b Polybag Mikoriza NPK 148.33 b 22.77 a 2649.43 a Vermikompos 230.33 a 22.53 a 2569.73 a Tanpa NPK 239.33 a 19.03 b 2715.36 a Vermikompos 155.00 b 18.53 b 2960.24 a

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%

Bobot kering dan mutu bibit umur 26 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza dan pemberian pupuk berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar primer, bobot kering akar total, dan bobot kering total bibit jati umur 26 MST (Tabel 26). Metode penyiapan bibit berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk, akar, dan total bibit jati umur 26 MST. Inokulasi mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap bobot kering total bibit jati umur 26 MST. Pemupukan berpengaruh tidak nyata terhadap bobot kering tajuk namun berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dan bobot kering total bibit. Bobot kering tajuk (12.57 g), bobot kering akar primer (10.21 g), bobot kering akar total (15.32 g) dan bobot kering total bibit (27.88 g) tertinggi dihasilkan oleh sistem polybag yang diinokulasi mikoriza dan diberi pupuk NPK (Tabel 27).

(18)

Tabel 26 Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk terhadap bobot kering bibit jati umur 26 MST.

Sumber Keragaman

Bobot Kering

Tajuk Akar Akar Total Bibit total

Primer Lateral Metode (Me) 19.02 * 49.50 * 9.81 tn 32.19 * 168.75 ** Mikoriza (M) 3.94 tn 7.35 tn 3.06 tn 6.70 tn 12.50 * M * Me 60.29 ** 18.22 * 22.56 ** 24.51 ** 220.50 ** Pupuk (P) 0.00 tn 14.17 ** 5.36 * 37.96 ** 8.17 ** P * Me 0.17 tn 1.14 tn 0.60 tn 4.88 tn 0.17 tn P * M 31.38 ** 38.20 ** 1.17 tn 48.65 ** 28.17 ** P * M * Me 8.57 * 18.24 ** 2.88 tn 31.14 ** 13.50 ** KK (%) 6 3 1 2 1 λ Box Cox - 0.49 0.08 0.35 -0.14 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

Tabel 27 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk terhadap bobot kering bibit bibit jati umur 26 MST.

Metode Penyiapan Bibit Mikoriza Pupuk Bobot kering (g) Tajuk Akar Primer Akar Total Bibit total Akar telanjang Mikoriza NPK 7.94 de 3.17 e 5.84 e 13.78 f Vermikompos 7.26 e 3.52 de 6.79 d 14.05 f Tanpa NPK 8.94 cd 3.29 e 6.34 d 15.28 e Vermikompos 9.46 c 4.08 d 7.72 c 17.18 d Polybag Mikoriza NPK 12.57 a 10.21 a 15.32 a 27.88 a Vermikompos 10.77 b 8.75 b 13.34 a 24.11 b Tanpa NPK 7.95 de 6.16 c 9.43 c 17.38 d Vermikompos 9.97 bc 8.34 b 12.70 b 22.66 c

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%

Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza dan pemupukan berpengaruh tidak nyata terhadap komponen mutu jati umur 26 MST (Tabel 28). Metode penyiapan bibit berpengaruh nyata hanya terhadap garis tengah batang dan Indeks Mutu Bibit, inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap tinggi dan Indeks Kekokohan Bibit, dan interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi

(19)

mikoriza berpengaruh nyata terhadap garis tengah batang dan Indeks Mutu Bibit. Pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit dan nisbah tajuk akar. Interaksi pemupukan dan metode penyiapan bibit berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit. Bobot kering akar leteral (4.85 g), garis tengah batang (0.95 cm), dan Indeks Mutu Bibit (0.92) tertinggi dihasilkan oleh sistem polybag yang diinokulasi mikoriza (Tabel 29).

Tabel 28 Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk terhadap mutu bibit jati umur 26 MST. Sumber Keragaman Tinggi bibit Garis tengah batang Nisbah Tajuk akar Indeks Kekokohan Bibit Indeks Mutu Bibit Metode (Me) 0.86 tn 931.04 ** 8.30 tn 2.28 tn 64.34 * Mikoriza (M) 8.99 * 0.32 tn 0.41 tn 8.39 * 1.14 tn M * Me 4.49 tn 24.31 ** 0.51 tn 0.55 tn 16.41 * Pupuk (P) 14.20 ** 1.50 tn 18.71 ** 4.51 tn 0.03 tn P * Me 0.33 tn 0.14 tn 3.84 tn 0.11 tn 0.26 tn P * M 8.98 * 2.70 tn 0.00 tn 2.07 tn 1.40 tn P * M * Me 4.46 tn 0.00 tn 2.30 tn 1.69 tn 0.26 tn KK (%) 14 7 5 4 2 λ Box Cox -1.25 - -0.89 -0.29 -0.12 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

Tabel 29 Interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza terhadap bobot kering akar lateral dan garis tengah batang bibit jati umur 26 MST.

Metode

Penyiapan Bibit Mikoriza

Bobot kering akar lateral (g) Garis tengah batang (mm) Indeks Mutu Bibit

Akar telanjang Mikoriza 2.97 c 8.15 c 3.15 c

Tanpa Mikoriza 3.34 bc 8.74 b 3.83 d

Polybag Mikoriza 4.85 a 9.52 a 7.27 a

Tanpa Mikoriza 3.81 b 9.05 ab 6.24 b

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada taraf nyata 5%

Serapan Hara Bibit Jati Umur 26 MST. Metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza arbuskula dan pemberian pupuk berinteraksi tidak nyata

(20)

terhadap serapan hara N, P dan K namun berpengaruh nyata terhadap serapan hara Fe, Mn, dan Zn bibit jati umur 26 MST (Tabel 30). Serapan hara N hanya dipengaruhi oleh interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza. Serapan hara P dipengaruhi oleh interaksi interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza, metode penyiapan bibit dan pemupukan, dan inokulasi mikoriza dan pemupukan. Serapan K dipengaruhi oleh metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza, dan pemupukan dan inokulasi mikoriza.

Serapan hara N, P dan K pada bibit akar telanjang bermikoriza lebih rendah dibandingkan dengan bibit jati tidak bermikoriza (Tabel 31). Hal tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya bobot kering bibit jati bermikoriza dan bukan oleh kadar haranya. Kadar hara N, P, dan K bibit jati bermikoriza sesungguhnya lebih tinggi dibandingkan dengan bibit jati tidak bermikoriza. Sebaliknya, bibit jati bermikoriza pada polybag menyerap lebih banyak unsur hara N, P dan K dibandingkan dengan yang tidak bermikoriza. Serapan hara N, P dan K tertinggi masing-masing sebesar 207.24, 79.97 dan 189.14 mg dihasilkan oleh bibit jati bermikoriza pada polybag.

Tabel 30 Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk terhadap serapan hara (mg) makro dan mikro bibit jati umur 26 MST.

Perlakuan N P K Fe Mn Zn Metode (Me) 2.02 tn 3.00 ** 1.47 tn 24.14 * 76.30 * 990.32 ** Mikoriza (M) 0.17 tn 10.73 * 10.03 * 0.62 tn 48.69 ** 7.45 tn M * Me 66.09 ** 32.33 ** 61.45 ** 5.61 tn 70.33 ** 97.11 ** Pupuk (P) 0.12 tn 0.33 tn 1.67 tn 22.28 ** 62.79 ** 20.85 tn P * Me 0.31 tn 11.93 ** 4.24 tn 0.49 tn 4.99 tn 9.04 * P * M 1.57 tn 15.08 ** 17.44 ** 8.20 * 41.40 ** 9.33 * P * M * Me 0.22 tn 4.93 tn 0.35 tn 19.46 ** 7.711 * 8.57 * KK (%) 4 6 5 3 3 7 λ Box Cox 0.20 -0.76 -0.85 -0.19 -0.46 0.55 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

(21)

Tabel 31 Interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza terhadap serapan unsur hara makro N, P dan K bibit jati umur 26 MST.

Metode Penyiapan

Bibit Mikoriza

Serapan hara (mg)

N P K

Akar telanjang Mikoriza 151.88 b 69.77 b 146.17 c

Tanpa Mikoriza 200.26 a 75.13 ab 159.14 b

Polybag Mikoriza 207.24 a 79.97 a 189.14 a

Tanpa Mikoriza 163.23 b 61.65 c 152.81 bc

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji BNT pada taraf nyata 5%

Bibit jati yang ditumbuhkan pada polybag lebih banyak menyerap hara Fe, Mn, dan Zn dibandingkan dengan pada akar telanjang (Tabel 32). Bibit jati dalam polybag yang diberi vermikompos umumnya lebih banyak menyerap hara Fe, Mn dan Zn dibandingkan dengan yang diberi pupuk NPK. Inokulasi mikoriza hanya mempengaruhi peningkatan serapan Mn. Serapan Fe tertinggi (5.15 mg) dihasilkan oleh bibit jati tidak bermikoriza di polybag yang diberi vermikompos. Serapan hara Mn tertinggi (1.59 mg) dihasilkan oleh bibit jati bermikoriza di polybag yang dipupuk NPK sedangkan serapan hara Zn tertinggi (18.83 mg) dihasilkan oleh bibit jati tidak bermikoriza di polybag yang diberi vermikompos. Tabel 32 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk

terhadap serapan unsur hara mikro Fe, Mn, dan Zn bibit jati umur 26 MST.

Metode

Penyiapan Bibit Mikoriza Pupuk

Serapan hara (mg) Fe Mn Zn Akar telanjang Mikoriza NPK 2.12 d 0.81 d 5.78 c Vermikompos 3.14 bc 0.96 c 6.38 c Tanpa NPK 2.94 bcd 0.78 d 10.20 b Vermikompos 3.54 b 1.10 b 11.15 b Polybag Mikoriza NPK 3.92 ab 1.59 a 17.27 a Vermikompos 3.47 b 1.41 a 18.35 a Tanpa NPK 2.17 cd 0.77 d 10.30 b Vermikompos 5.15 a 1.14 b 18.83 a

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%

(22)

Kadar Hara dan Kolonisasi Mikoriza Akar Bibit Jati Umur 26 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk berpengaruh tidak nyata terhadap kadar hara N dan P namun berpengaruh nyata terhadap kolonisasi mikoriza pada akar bibit jati umur 26 MST (Tabel 33). Interaksi metode penyiapan bibit dan inokulasi mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap kadar P akar bibit jati umur 26 MST. Akar jati pada sistem akar telanjang memiliki kadar hara N yang lebih rendah dan kadar P yang lebih tinggi namun kolonisasi mikorizanya sama dengan akar di polybag. Inokulasi mikoriza menghasilkan serapan hara N dan P serta kolonisasi mikoriza yang lebih tinggi di akar bibit jati umur 26 MST dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi mikoriza.. Pemberian vermikompos menghasilkan akar dengan kadar hara N yang sama dengan yang diberi pupuk NPK namun menghasilkan akar dengan kadar hara P dan kolonisasi mikoriza yang lebih tinggi.

Tabel 33 Rerata kadar N dan P dan kolonisasi mikoriza pada akar bibit jati umur 26 MST.

Sumber keragaman N (%) P (%) Kolonisasi mikoriza (%)

Metode penyiapan bibit

Polybag 0.95 a 0.19 b 79 a Akar telanjang 0.81 b 0.28 a 77 a Inokulasi mikoriza Mikoriza 0.91 a 0.28 a 87 a Tanpa mikoriza 0.85 a 0.19 b 70 b Pupuk NPK 0.90 a 0.22 b 76 b Vermikompos 0.86 a 0.26 a 81 a F hitung Metode (Me) 37.81 * 30.63 * 2.04 tn Mikoriza (M) 2.30 tn 20.52 * 287.58 ** M * Me 3.76 tn 15.26 * 2.42 tn Pupuk (P) 1.09 tn 6.83 * 14.86 ** P * Me 0.16 tn 4.48 tn 3.61 tn P * M 1.09 tn 0.02 tn 0,75 tn P * M * Me 2.29 tn 0.45 tn 10.02 ** KK (%) 9 6 5 λ Box Cox -0.69 - 0.61 - Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

(23)

Inokulasi mikoriza menghasilkan kolonisasi mikoriza tertinggi pada akar bibit jati yang ditumbuhkan dalam polybag dan akar telanjang baik yang diberi pupuk NPK maupun vermikompos (Tabel 34). Adanya kolonisasi mikoriza pada perlakuan tanpa inokulasi menunjukkan fumigasi tidak sepenuhnya berhasil meniadakan potensi inokulum medium tumbuh bibit jati yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 34 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk terhadap kolonisasi mikoriza pada akar bibit jati umur 26 MST.

Metode penyiapan bibit Inokulasi mikoriza Pemupukan

NPK Vermikompos

Akar telanjang Mikoriza 87 ab 83 b

Tanpa 75 c 64 e

Polybag Mikoriza 93 a 84 ab

Tanpa 68 de 71 cd

Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

Rerata yang sama diikuti huruf sama menunjukkan berbeda tidak nyata dengan Uji Duncan pada taraf nyata 5%

Karakteristik Biologi Medium tumbuh Bibit Jati Umur 26 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza arbuskula dan pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap total fungi, respirasi tanah, dan aktivitas fosfatase alkalin medium tumbuh bibit jati umur 26 MST (Tabel 35).

Tabel 35 Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk terhadap populasi dan aktivitas biologi medium tumbuh bibit jati umur 26 MST.

Perlakuan Total jasad

renik Total fungi

Kadar C biomassa Respirasi tanah Fosfatase asam Fosfatase alkalin Metode (Me) 20.57 * 184.10 ** 17.27 tn 0.11 tn 11.01 tn 42.44 * Mikoriza (M) 5.73 tn 27.99 ** 2.50 tn 0.38 tn 16.84 * 29.18 ** M * Me 4.56 tn 0.51 tn 1.34 tn 0.00 tn 2.66 tn 18.19 ** Pupuk (P) 166.06 ** 71.34 ** 75.61 ** 6.89 * 5.85 * 0.26 tn P * Me 2.05 tn 5.73 * 2.08 tn 0.00 tn 15.95 ** 12.69 ** P * M 6.16 * 15.27 ** 3.28 tn 0.04 tn 10.00 * 30.03 ** P * M * Me 2.95 tn 95.90 ** 0.21 tn 6.53 * 1.45 tn 18.32 ** KK (%) 1 8 16 12 12 1 λ Box Cox - 0.04 0.63 0.72 - 1.08 0.71 - 0.1 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

(24)

Medium tumbuh yang diberi vermikompos pada umumnya mememiliki aktivitas biologi yang lebih tinggi yang ditunjukkan dengan lebih tingginya populasi total fungi, kadar C biomassa jasad renik, respirasi medium, dan aktivitas fosfatase asam dan alkalin dibandingkan dengan yang diberi pupuk NPK (Tabel 36). Perlakuan akar telanjang yang diinokulasi mikoriza dan diberi pupuk vermikompos menghasil total fungi (18.17x104 SPK g-1), respirasi (6.51 Mg C-CO2 kg-1 hari-1), aktivitas fosfatase alkalin (30.01 μg g-1 jam-1) tertinggi pada

medium tumbuh bibit jati Solomon umur 26 MST. Inokulasi mikoriza menghasilkan rerata total fungi, respirasi, dan aktivitas alkalin fosfatase akar masing-masing sebesar 12.28x104 SPK g-1, 5.89 Mg C-CO2 kg-1 hari-1, dan 20.40

μg g-1

jam-1 sedangkan tanpa inokulasi sebesar 7.69 x104 SPK g-1, 5.97 Mg C-CO2 kg-1 hari-1, dan 17.09 μg g-1 jam-1. Informasi demikian menunjukkan

inokulasi FMA meningkatkan total fungi dan aktivitas alkalin fosfatase akar namun tidak mempengaruhi respirasi.

Tabel 36 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk terhadap total fungi, respirasi, dan aktivitas fosfatase alkalin medium tumbuh bibit jati umur 26 MST.

Metode Penyiapan Bibit Mikoriza Pupuk Total fungi (104 SPK g-1) Respirasi (Mg C-CO2 kg-1 hari-1) Aktivitas alkalin fosfatase (μg g-1 jam-1) Akar telanjang Mikoriza NPK 15.07 bc 5.09 b 23.19 b Vermikompos 18.17 a 6.91 a 30.01 a Tanpa NPK 6.71 d 5.94 ab 14.73 cd Vermikompos 15.53 ab 6.06 ab 23.59 b Polybag Mikoriza NPK 3.39 e 5.78 ab 14.10 d Vermikompos 12.50 c 5.77 ab 17.09 c Tanpa NPK 2.84 e 5.37 b 14.17 d Vermikompos 5.68 d 6.51 ab 15.86 cd

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 5%

(25)

Karakteristik Kimia Medium Tumbuh Bibit Jati Umur 26 MST. Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemupukan pengaruh nyata terhadap kadar N total, P tersedia, dan C organik namun ber-pengaruh tidak nyata terhadap kapasitas tukar kation medium tumbuh bibit jati umur 26 MST (Tabel 37).

Tabel 37 Rekapitulasi nilai F hitung pengaruh metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pemberian pupuk terhadap karakteristik kimia medium tumbuh bibit jati umur 26 MST.

Perlakuan N total P tersedia Corganik Kapasitas tukar kation Metode (Me) 357.94 ** 160.17 ** 28.34 * 206.71 ** Mikoriza (M) 0.22 tn 52.44 ** 1.13 tn 1.13 tn M * Me 1.05 tn 1.37 tn 1.32 tn 3.34 tn Pupuk (P) 0.33 tn 11.33 ** 98.10 ** 41.63 ** P * Me 0.93 tn 37.80 ** 8.55 * 0.82 tn P * M 0.04 tn 0.01 tn 10.18 * 0.09 tn P * M * Me 9.91 * 9.30 * 17.20 ** 0.03 tn KK (%) 10 5 7 2 λ Box Cox 0.89 - 0.79 - 0.66 Keterangan : ** = p < 0.01, * = p < 0.05, tn = p > 0.05

Metode penyiapan bibit pengaruhnya konsisten terhadap kadar N total, P tersedia, dan C organik maupun kapasitas tukar kation medium tumbuh bibit jati. Inokulasi mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap kadar P medium tumbuh bibit jati sedangkan pemberian pupuk berpengaruh nyata terhadap kadar P tersedia, C organik dan kapasitas tukar kation medium tumbuh bibit jati. Medium tumbuh bibit jati umur 26 MST dengan sistem akar telanjang memiliki kadar N total, P tersedia, dan C organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium tumbuh dalam polybag (Tabel 38).

Inokulasi mikoriza meningkatkan kadar P tersedia dalam media bibit jati, namun peningkatannya tidak dramatis karena hanya mencapai 6%. Pemberian vermikompos umumnya menghasilkan media dengan kadar hara N total, P tersedia, C organik dan KTK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

(26)

pupuk NPK. Medium tumbuh bibit jati sistem akar telanjang yang diinokulasi mikoriza dan diberi vermikompos memiliki kadar N total (0.12%), P tersedia (18.78 mg kg-1 tanah) dan C organik (1.2%) yang tertinggi.

Tabel 38 Interaksi metode penyiapan bibit, inokulasi mikoriza, dan pupuk terhadap kadar N total, P tersedia, dan C organik medium tumbuh bibit jati umur 26 MST.

Metode Penyiapan

Bibit

Mikoriza Pupuk Kadar N

total (%) Kadar P tersedia (mg kg-1) Kadar C organik (%) Akar telanjang Mikoriza NPK 0.12 a 17.26 b 0.93 b Vermikompos 0.12 a 18.78 a 1.20 a Tanpa NPK 0.12 a 15.06 c 0.96 b Vermikompos 0.10 b 15.12 c 1.16 a Polybag Mikoriza NPK 0.09 b 11.11 d 0.66 c Vermikompos 0.07 b 14.44 c 0.83 b Tanpa NPK 0.08 b 9.81 e 0.55 c Vermikompos 0.09 b 11.50 d 1.21 a

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Uji Duncan pada taraf nyata 95%

Pembahasan

Pada penelitian ini terlihat adanya kolonisasi FMA pada akar bibit yang tidak diinokulasi FMA. Hal tersebut menunjukkan Dazomet tidak sepenuhnya berhasil menghilangkan potensi propagul mikoriza indigenous dalam medium tumbuh yang digunakan. Namun demikian propagul mikoriza dalam medium tumbuh tersebut lebih lambat perkembangannya dibandingkan dengan mikoriza asal inokulan yang digunakan dalam penelitian ini. Sampai umur 26 MST mikoriza indigenous hanya mampu menghasilkan kolonisasi sebesar 70% atau tergolong tinggi sedangkan G. etunicatum yang diinokulasikan menghasilkan kolonisasi yang nyata (p > 0.01) lebih tinggi yaitu sebesar 87% (Tabel 33) atau tergolong sangat tinggi berdasarkan kriteria Rajapakse dan Miller (1992, dimodifikasi). Hal tersebut menunjukkan FMA indigenous tidak selalu lebih baik dibandingkan dengan FMA introduksi.

(27)

Pemangkasan akar pada bibit akar telanjang sehingga mengurangi panjang akar primer dan pada akhirnya berdampak negatif terhadap bobot kering total bibit umur 4 MST (Tabel 25). Penurunan bobot kering menjadi semakin besar jika bibit akar telanjang diinokulasi dengan FMA. Inokulasi FMA pada bibit akar telanjang menghasilkan rerata bobot kering bibit sebesar 98.34 g sedangkan jika tidak diinokulasi FMA menghasilkan rerata bobot kering bibit sebesar 122.34 g. Bibit jati harus lebih banyak mengalokasikan karbon untuk pembentukan akar baru sekaligus membentuk simbiosis dengan FMA. Sebaliknya, pada bibit dalam polybag karena tidak mengalami pemangkasan akar maka hanya mengalokasikan sebagian karbon hasil fotosintesis ke FMA saja sehingga inokulasi FMA tidak menghasilkan perbedaan bobot kering total bibit umur 4 MST.

Dampak negatif kolonisasi mikoriza pada pertumbuhan awal tanaman telah dilaporkan oleh peneliti lain (Bethlenfalvay et al. 1982; Koide 1985; Johnson et al. 1997). Penurunan biomassa demikian dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya kadar P tersedia dalam tanah yang tinggi (Mosse et al. 1973), persaingan mendapatkan karbon antara tanaman dengan FMA pada kondisi intensitas cahaya rendah (Buwalda & Goh 1982), dan adanya perbedaan pola alokasi biomassa antara tanaman bermikoriza dan tidak bermikoriza (Smith & Read 2008). Namun demikian, hal tersebut tidak berlaku pada penelitian ini karena kadar P media dan cahaya bukan merupakan faktor pembatas. Medium tumbuh yang digunakan memiliki kadar P rendah yaitu 4.9 mg kg-1. Pemberian pupuk juga tidak dengan serta merta meningkatkan kadar P sampai pada batas berlebihan. Cahaya juga bukan merupakan faktor pembatas mengingat percobaan dilakukan dalam keadaan udara terbuka di lapangan. Perbedaan pola alokasi karbon juga bukan merupakan faktor penyebab mengingat yang diukur ialah biomassa tajuk secara keseluruhan. Kompatibilitas FMA G, etunicatum dengan bibit jati provenan Solomon mungkin merupakan penyebab hal tersebut. Setiap kombinasi jenis FMA dengan tanaman inang tertentu dilaporkan memiliki pola translokasi karbon yang spesifik sehingga mempengaruhi produksi biomassa tanaman mitra simbiosis FMA (Smith & Read

(28)

2008; Smith et al. 2009). Simbiosis yang tidak efisien memanfaatkan karbon dapat menurunkan biomassa bibit jati. Kolonisasi mikoriza dapat menghasilkan pengaruh yang positif, netral, atau negatif tergantung kepada jenis FMA, tanaman, dan lingkungan tumbuhnya (Johnson et al. 1997; Hoeksema et al. 2010).

Dampak negatif kolonisasi mikoriza pada sistem akar telanjang ternyata tidak dapat dipulihkan dengan semakin bertambahnya waktu. Hal tersebut terlihat dari lebih rendahnya bobot kering bibit akar telanjang umur 26 MST yang diinokulasi FMA dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi FMA (Tabel 27). Kolonisasi FMA berkorelasi negatif dengan bobot kering tajuk dan akar lateral (r = - 0.56, p < 0.05) dan bobot kering total (r = - 0.77, p < 0.01) bibit akar telanjang umur 26 MST. Korelasi yang negatif antara kolonisasi FMA dengan bobot kering akar lateral menunjukkan semakin rendah bobot kering akar lateral semakin tinggi kolonisasi FMA yang dengan kata lain pemangkasan akar sistem akar telanjang menyebabkan akar bibit jati harus lebih banyak dikolonisasi FMA agar berfungsi sepenuhnya untuk mendapatkan hara dari dalam tanah. Sebaliknya pada sistem polybag, kolonisasi mikoriza berdampak positif terhadap biomassa bibit jati sistem umur 26 MST. Kolonisasi FMA berkorelasi positif dengan bobot kering tajuk (r = 0.89, p < 0.01), akar (r = 0.76, p < 0.01), dan total (r = 0.86, p < 0.01) bibit jati umur 26 MST. Pengaruh positif FMA terhadap pertumbuhan bibit jati telah dilaporkan sebelumnya oleh para peneliti (Rajan et al. 2000; Irianto et al. 2003; Turjaman et al. 2003; Arif et al. 2009)

Vermikompos mengandung sejumlah hara dan senyawa biologis aktif serta jasad renik yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman dan perkembangan FMA. Vermikompos harus mengalami mineralisasi atau dihidrolisis terlebih dahulu oleh enzim fosfatase yang diproduksi oleh tanaman dan jasad renik tanah. Mekanisme yang melandasi perolehan P organik dari bahan organik umumnya dikaitkan dengan aktivitas enzim, misalnya fosfatase asam dan basa ataupun fitase, yang mampu meningkatkan defosforilisasi atau hidrolisis P organik. Enzim fosfatase di rizosfir dapat berasal dari akar tanaman (Hubel & Beck 1993; Hayes et al. 1999) atau dari jasad renik rizosfir misalnya bakteri (Richardson & Hadodas

(29)

1997) ataupun FMA (Tarafdar 1995). Tanaman yang kahat hara P umumnya memiliki aktivitas fosfatase (Henkel et al. 1989) atau suksinat dehidrogenase (Tawaraya et al. 1996) dan lebih banyak mengeksudasikan senyawa-senyawa karbohidrat mudah larut (Sylvia & Neal 1990; Schwab et al. 1991) untuk memfasilitasi bekerjanya mikoriza. Namun demikian, hidrolisis P organik dalam tanah lebih dipengaruhi oleh fosfatase jasad renik daripada fosfatase tanaman (Li et al. 1997). Fosfatase asam jasad renik lebih efisien menghidrolisis P organik daripada fosfatase asal tanaman (Tarafdar et al. 2001). Fungi MA dilaporkan dapat membantu tanaman memanfaatkan P organik (Widiastuti 2004) karena memproduksi fosfatase asam dan alkalin (Joner et al. 2000; Song et al. 2000) bergantung kepada jenis fungi dan tahap kolonisasi akar oleh FMA (Ramos et al. 2005). Hasil hidrolisis P organik oleh enzim fosfatase kemudian dialirkan melalui hifa ekstra- dan intraradikal ke tubuh ke tanaman. Fosfatase asam diekspresikan oleh hifa ekstraradikal yang membantu akar tanaman bermikoriza ketika menyerap P dari dalam tanah sedangkan fosfatase alkalin diekspresikan oleh hifa intraradikal yang aktif mengasimilasi atau mengangkut dan memindahkan P dari hifa ke akar tanaman (Khade et al. 2010). Hipotesis demikian didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan arbuskula merupakan organ penting untuk pertukaran hara khususnya P, mengingat organ tersebut mengekspresikan aktivitas alkalin fosfatase yang tinggi ketika terbentuk simbiosis MA (Aono et al. 2004). Namun demikian, tanaman juga dapat memanfaatkan mekanisme serapan hara langsung sekalipun bersimbiosis dengan FMA (Smith et al. 2010). Hipotesis demikian didukung oleh adanya korelasi positif antara kolonisasi FMA dengan kadar hara P (r = 0.73, p < 0.01), K (r = 0.62, p < 0.05), dan Ca (r = 0.72, p < 0.01) pada daun bibit jati akar telanjang, sebaliknya pada bibit dalam polybag tidak terdapat korelasi nyata antara kolonisasi dengan kadar hara dalam daun. Hal tersebut menunjukkan bibit akar telanjang memerlukan bantuan FMA untuk mendapatkan hara dari dalam tanah sedangkan bibit dalam polybag menyerap hara melalui mekanisme serapan langsung oleh akar tanaman.

(30)

Salah satu tujuan memproduksi bibit akar telanjang ialah untuk menghemat biaya pengadaan medium tumbuh sekaligus menghindari terjadinya perusakan sumber daya alam. Medium tumbuh pada sistem akar telanjang tidak ikut dipindahkan ke lapangan dan dapat digunakan untuk produksi bibit pada periode berikutnya. Oleh sebab itu karakteristik medium tumbuh bibit sistem akar telanjang menjadi penting artinya. Karakteristik kimia dan biologi tanah telah umum digunakan sebagai indikator baik atau buruknya karakteristik medium tumbuh tanaman (Batisda et al. 2010).

Pemangkasan akar yang dilakukan pada sistem akar telanjang meninggalkan sebagian akar di dalam medium tumbuh. Pangkasan akar tersebut merupakan sumber karbon dan energi bagi jasad renik yang ada dalam medium tumbuh. Ketersediaan substrat demikian meningkatkan populasi dan aktivitas jasad hidup dalam medium tumbuh yang ditunjukkan dengan meningkatnya populasi fungi, respirasi tanah dan aktivitas fosfatase alkalin dalam medium tumbuh akar telanjang (Tabel 36). Dekomposisi potongan akar sebagai akibat peningkatan populasi dan aktivitas jasad hidup tersebut meningkatkan kadar hara N dan P serta kadar C organik dalam medium tumbuh sistem akar telanjang (Tabel 38). Kadar hara N dan P serta C organik yang dihasilkan pada penelitian ini masing-masing ialah 0.06 – 0.14%, 9.31 – 19.29 mg kg-1 dan 0.52 – 1.30%. Berdasarkan kriteria Balai Besar Penelitian Tanah masing-masing kadar hara tersebut tergolong sangat rendah – rendah (N), sedang – sangat tinggi (P), dan sangat rendah – rendah (C organik) (Prasetyo et al. 2005). Jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum tanam yaitu dengan kadar hara N dan P serta C organik masing-masing sebesar 0.05%, 4.9 mg kg-1, dan 0.47% maka telah terjadi peningkatan kadar hara N dan P serta C organik yang cukup bermakna. Peningkatan kadar hara medium tumbuh tersebut dapat berasal dari hasil dekomposisi akar bibit jati yang mengandung hara, khususnya P, (Tabel 33). Lebih tingginya kadar hara P pada akar bibit jati bermikoriza menunjukkan peran mikoriza terhadap serapan P oleh tanaman sebagaimana telah diketahui secara luas (Smith & Read 2008). Hal tersebut didukung oleh adanya korelasi positif (r = 0.76, p < 0.01) antara kolonisasi FMA

(31)

dengan kadar P akar. Medium tumbuh sistem akar telanjang dengan aktivitas biologi dan kadar hara yang lebih tinggi dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang nyata bagi operator persemaian karena di kebun pembibitannya telah tersedia medium tumbuh yang subur yang dapat digunakan untuk produksi bibit di periode berikutnya.

Mutu bibit yang tinggi merupakan tujuan akhir dalam proses produksi bibit. Bibit bermutu tinggi dapat diketahui berdasarkan indikator morfofisologi bibit misalnya NTA, NKB, IMB dan kadar hara. Bibit dikatakan siap ditanam di lapangan jika nilai NTA yang berkisar 2 – 5, NKB yang relatif tinggi, dan IMB > 0.09 (Hendromono 2003). Bibit jati Solomon yang diperoleh pada penelitian ini memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut NTA sebesar 0.66 – 1.88, NKB sebesar 1.78 – 4.16 dan IMB > 0.09. Nisbah tajuk akar (NTA) menggambarkan kesetimbangan antara permukaan respiratif (tajuk) dan absorptif (akar). Bibit yang dikatakan bermutu tinggi jika memiliki kesetimbangan antara tajuk dengan akar yaitu pertumbuhan yang kokoh ditunjang dengan sistem perakaran yang ekstensif. Belum ada kesepakatan mengenai besar kecilnya NTA, khususnya untuk bibit jati, yang sesungguhnya menggambarkan kemampuan bibit untuk tumbuh baik di lapangan. Fujimori (2001) menyatakan NTA yang mendekati angka 1 merupakan gambaran bibit yang baik sedangkan Hendromono (2003) menyatakan NTA yang baik ialah dengan nilai 2 – 5 dan yang mendekati 5 lebih baik dibandingkan dengan yang mendekati 2. Sebagian bibit jati pada penelitian ini telah memenuhi kriteria Fujimori (2001) namun tidak satupun yang memenuhi kriteria Hendromono (2003). Sampai saat ini juga belum ada kesepakatan mengenai besar kecilnya NKB, Fujimori (2001) dan Hendromono (2003) keduanya menyatakan NKB yang semakin besar semakin baik. Indeks Mutu Bibit (IMB) merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan NTA dan NKB karena menggabungkan kebaikan NTA dan NKB. Bibit jati yang diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan IMB yaitu > 0.09 sehingga dapat dikatakan sebagai bibit yang siap ditanam di lapangan.

(32)

Mutu bibit juga dapat dinilai berdasarkan kriteria fisiologi, salah satu diantaranya ialah kadar hara dalam daun. Bibit jati yang dihasilkan melalui penelitian ini memiliki kadar N daun 1.5 – 2.64%, kadar P daun 0.66 – 0.98%, kadar K daun 1.57 – 2.27%, kadar Fe daun 245 – 553 mg kg-1, kadar Mn daun 81 – 139 mg kg-1, dan kadar Zn daun 615 – 2029 mg kg-1. Sejauh ini belum pernah ditetapkan kadar hara optimal yang diperlukan untuk pertumbuhan bibit tanaman hutan, khususnya bibit jati. Sekalipun telah diterbitkan landasan hukum mengenai mutu bibit, yaitu Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P.05/V-PTH/2007 tertanggal 10 Oktober 2007 tentang Pedoman Sertifikasi Mutu Bibit Tanaman Hutan, namun tidak ada kejelasan mengenai pembakuan mutu fisiologi bibit, khususnya yang menyangkut kadar hara. Youngberg (1984) menyatakan kadar hara N, P, dan K untuk bibit Douglas-fir digolongkan tinggi jika masing-masing besarnya > 2%, > 0.2% dan > 0.8%. Kandungan hara berkaitan erat dengan kesehatan bibit atau kemampuan bibit menghadapi cekaman selama tumbuh di lapangan (Ritchie 1984; van der Driessche 1984; Landis 1985).

Simpulan

Inokulasi mikoriza menghasilkan bibit jati yang berpenampilan lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi baik pada sistem akar telanjang maupun polybag. Pemberian vermikompos menghasilkan bibit jati yang berpenampilan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipupuk NPK baik pada sistem akar telanjang maupun polybag. Bibit jati yang diproduksi dengan sistem akar telanjang dan polybag dikombinasikan dengan inokulasi mikoriza dan pemupukan menghasilkan bibit bermutu tinggi ditinjau dari aspek morfofisologi bibit. Sistem akar telanjang menghasilkan medium tumbuh dengan kadar hara dan aktivitas biologi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem polybag. Perbanyakan bibit jati, melalui sistem akar telanjang dan polybag, tetap memerlukan pupuk dan vermikompos merupakan pupuk alternatif yang sama baiknya dengan pupuk buatan.

Gambar

Gambar 21  Aklimatisasi bibit jati Solomon hasil perbanyakan melalui kultur  jaringan
Gambar 22  Penanaman bibit jati dalam polybag  (kiri) dan akar telanjang   kanan).
Gambar 23  Keragaan bibit jati Solomon umur 26 MST pada sistem akar  telanjang yang diinokulasi mikoriza (A&amp; B), tidak diinokulasi  mikoriza (D &amp; E), dipupuk NPK (A &amp; D) dan vermikompos (B &amp;
Tabel 22 Rekapitulasi nilai F hitung tinggi bibit jati umur 2 – 26 MST.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non Fisik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Toyota Auto 2000 Sukun

Upaya represif di lakukan pada saat telah terjadi kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum dengan menjatuhkan sanksi hukuman.Upaya yang telah dilakukan

Karena esensi aliran ini berupaya menerapkan nilai-nilai atau norma- norma yang bersifat kekal dan abadi yang selalu seperti itu sepanjang sejarah manusia, maka

bahwa jika setiap saat selama jangka waktu asuransi butir-butir atau bagian dari padanya yang tercantum dalam Ikhtisar dan selama berada pada lokasi yang tercantum

Oleh karena itu, dalam permohonan judicial review ini, untuk mengerti dan membahas nilai Pancasila lebih dalam, para Pemohon harus menyampaikan interpretasi pemohon

Mereka yang pernah pakai narkoba relatif sama besar (4,3%) antara SMA dan perguruan tinggi, tetapi pada kelompok yang pakai narkoba setahun terakhir mereka yang di SMA (2,4%)

Berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kadar hemoglobin dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi terbaik campuran selulosa asetat dan kitosan dalam mencegah biofouling. Dan untuk mengkaji pengaruh metode pembuatan