REKONSTRUKSI PROTOFONEM KONSONAN
BAHASA KABOLA, BAHASA HAMAP, DAN BAHASA KLON
DI PULAU ALOR, NUSA TENGGARA TIMUR
Dr. Dra. Ida Ayu Iran Adhiti, M.Si
ABSTRAK
Pembinaan, pengembangan, dan pelestarian bahasa di wilayah Nusa Tenggara Timur terutama di Pulau Alor perlu dilakukan. Fenomena kebahasaan yang menyangkut pendataan terhadap rekonstruksi protofonem konsonan dilakukan terhadap bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di Pulau Alor. Keseluruhan pendataan terhadap bahasa tersebut dikaji dengan studi linguistik historis komparatif.
Penelitian yang mengkaji bahasa-bahasa di Pulau Alor menggunakan pendekatan sinkronik, untuk mengetahui perkembangan bahasa pada satu kurun waktu. Rekonstruksi protofonem konsonan bahasa Kabola, Hamap, dan Klon di Pulau Alor, didukung oleh teori Bynon (1979), Antila (1972),serta Jeffers dan Lehiste (1979).
Metode perbandingan yang digunakan pada penelitian ini bersifat sinkomparatif. Metode perbandingan yang digunakan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri kesamaan dan perbedaan antarbahasa kerabat yang hidup pada masa yang sama. Fenomena kebahasaan yang dikaji bersifat deskriptif, yakni data yang dikumpulkan adalah data pada masa sekarang.
Bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon memiliki beberapa fonem konsonan. Fonem-fonem yang terdapat pada ketiga bahasa tersebut dapat diidentifikasi. Pembuktian Fonem-fonem dilakukan sebagai langkah lanjut dengan menganalisis pasangan minimal dan pasangan mirip pada ketiga bahasa yang diteliti. Rekonstruksi protofonem dilakukan dengan penemuan dan pembuktian fonem sehingga menunjukkan adanya protofonem konsonan, deret konsonan, serta gugus konsonan yang terdapat pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon di Pulau Alor.
Protofonem konsonan pada PKbHp ditemukan dua puluh buah,yakni *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. Deret konsonan PKbHp ditemukan lima belas buah, yakni *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh,*ll, dan *rl.Gugus konsonanditemukan *kr dan *gr. Protofonem konsonan pada PKbHpKl ditemukan berjumlah dua puluh buah, yakni *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. Protofonem konsonan pada PKbHpKl memiliki distribusi lengkap baik pada posisi awal, tengah, dan akhir. Deret konsonan ditemukan berjumlah sembilan belas buah, yakni *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh, *ll, *rl, *hp,*km, *kn, dan *rw. Gugus konsonan PKbHpKl ditemukan *kr, *gr, dan *gy.
Hasil penelitian diharapkan agar generasi muda menyadari dan memahami bahwa bahasa mereka merupakan moyang bahasa yang sama agar dibina, dikembangkan, dan dilestarikan sehingga mampu sebagai pendukung bahasa nasional.
Kata kunci: rekonstruksi dan protofonem konsonan.
ABSTRACT
The construction, development, and conservation of langage in Nusa Tenggara Timur area especially in Alor island need to be done. Language phenomena on making data about consonant protophonem reconstruction is done to the language of Kabola, Hamap, and Klon in Alor island. The complete data for these languages is analysed by comparative historic linguistic.
The observation that analyses the languages in Alor island uses the approach of sincronic, to know the language development in a period. Consonant protophonem reconstruction of the languages
Kabola, Hamap, and Klon in Alor island is supported by the theory of Bynon (1979), Antila (1972) and Jeffers and Lehiste (1979).
Comparative method that is use in this observation is sincomparative. Comparative method is used to find the characteristics of similarity and the difference between relative languages that is alive in the same period. Language phenomene that is analysed is descriptive, firstly the data that is collected is the data of now a days periode.
The languages of Kabola, Hamap, and Klon have some consonant phonemes. The phonemes in those three languages can be identified. Proving the phoneme is done as the next step by analyzing minimal pair and similar pair in the three languages that are observed. Protophoneme reconstruction is done by finding and proving the phoneme so it shows the existence of consonant protophoneme, consonant sequence, and consonant cluster in the languages of Kabola, Hamap, and Klon in Alor island.
There are twenty consonant protophonemes in PKbHpKl those are *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. There are fiveteen consonant sequences PKbHpKl those are *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh,*ll, dan *rl. Consonant cluster those are *kr and *gr. There are twenty consonant protophonemes in PKbHpKl those are *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w.*b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. Consonant protophonemes in PKbHpKl have complete distribution in initial, middle, and end. There are nineteen consonant sequences, those are *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh, *ll, *rl, *hp,*km, *kn, dan *rw. Consonant clusters PKbHpKl are *kr, *gr, dan *gy.
The result of observation is hope that the young generation realize and understand that their languages are the same origin of languages so they are reconstructed, developed, and conserved so that they can support national language..
Key word: reconstruction and consonant protophoneme. 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesemestaan bahasa terjadi pada semua bahasa dan budaya, hanya prinsip-prinsip umum masih tetap berlaku. Keragaman tersebut berfungsi menentukan konsep bahasa dalam aspek lain dari prilaku manusia. Konsep bahasa mengkhususkan pada perilaku linguistik, aplikasinya terkait dengan wilayah semantik yang terorganisasi dengan istilah kekerabatan (Greenberg, 1963:61). Perbandingan antara dua bahasa atau lebih dapat dikatakan sama usianya dengan timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Pemahaman tentang suatu bahasa selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan atau kemiripan antara aspek bahasa tersebut. Linguistik komparatif atau linguistik bandingan merupakan suatu cabang dari ilmu bahasa (linguistik) yang berusaha untuk
tentang perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara bahasa-bahasa di dunia (Keraf, 1990:1).
Linguistik Historis Komparatif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa, terjadi pada bidang waktu tersebut. Unsur-unsur yang sama diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama dan perubahan-perubahan yang terjadi antara beberapa periode. Cabang ilmu ini lebih menekankan pada teknik dalam prasejarah bahasa (Keraf, 1996:22).
Antilla (1972:20) mengungkapkan linguistik historis komparatif merupakan cabang ilmu linguistik yang mempunyai tugas utama untuk menetapkan fakta dantingkat keeratan serta kekerabatan antarbahasa, berkaitan erat dengan pengelompokan bahasa yang berkerabat. Bahasa yang memiliki kekerabatan erat, mengalami
pengelompokan yang dilakukan, maka setiap bahasa yang diperbandingkan dapat diketahui kedudukan dan hubungan keseasalannya dengan bahasa-bahasa kerabat lainnya. Bynon (1979) menegaskan bahwa fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keaslian bersama yang terwaris dari moyang yang sama. Protobahasa adalah produk yang dirancang bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghubungkan sistem-sistem bahasa berkerabat (Jeffers dan Lehiste, 1979).
Kabupaten Alor merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari perjalanan sejarah, Kabupaten Alor telah mengalami berbagai perkembangan khususnya perkembangan di bidang pemerintahan baik pada masa lampau sampai dengan terbentuknya menjadi suatu kabupaten seperti yang ada saat ini (Stonis, 2008:1).Bahasa daerah di Kabupaten Alor memiliki keunikan tersendiri, Meskipun jarak tempat tinggal cukup dekat, terjadi perbedaan bahasa. Berdasarkan pendataan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Alor terdapat 18 bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah tersebut adalah: (1) Bahasa Daerah Alores; (2) Bahasa Daerah Kabola/Adang; (3) Bahasa Daerah Abui/A’fui; (4) Bahasa Daerah Hamap; (5) Bahasa Daerah Klon; (6) Bahasa Daerah Kui; (7) Bahasa Daerah Kafoa; (8) Bahasa Daerah Panea; (9) Bahasa Daerah Kamang; (10) Bahasa Daerah Kailesa; (11) Bahasa Daerah Wersin/Kula; (12) Bahasa Daerah Talangpui/Sawila; (13) Bahasa Daerah Blagar/Pura; (14) Bahasa Daerah Retta; (15) Bahasa Daerah Taiwa; (16) Bahasa Daerah Nedebang/Bintang/ Kalamu; (17) Bahasa Daerah Deing/ Diang; dan (18) Bahasa Daerah Lamma. Ditinjau dari klasifikasi daerah penyebaran dan luas pemakainya
dikelompokkan menjadi bahasa daerah terbesar, menengah, dan terkecil (Retika, 2012:1—10).
Peneliti mengakaji tiga bahasa daerah di Kabupaten Alor dengan kajian linguistik historis komparatif, yakni bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Ketiga bahasa tersebut letaknya berdekatan, serta memiliki wilayah sebar terbesar (bahasa Kabola dan bahasa Klon) dan wilayah sebar menengah (bahasa Hamap).
Bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon memiliki beberapa fonem konsonan. Fonem-fonem ketiga bahasa tersebut dapat diidentifikasi. Pembuktian fonem dilakukan sebagai langkah lanjut dengan menganalisis pasangan minimal dan pasangan mirip terhadap bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon.
Pasangan minimal dimaksudkan apabila bunyi yang berbeda hanya satu bunyi. Pasangan mirip memperbolehkan berbeda bunyi dua atau lebih dan bunyi-bunyi tersebut dapat diidentifikasi berada di lingkungan bunyi itu terjadi (Pike, 1968:199).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka beberapa permasalahan yang perlu dibahas pada kajian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah deskripsi tentang fonem konsonan pada bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di Pulau Alor?
2) Bagaimanakah rekonstruksi tentang protofonem konsonan padabahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di Pulau Alor?
II PEMBAHASAN
Peneliti mengkaji rekonstruksi protofonem konsonan pada bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon dengan pendekatan linguistik historis
komparatif.. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu banyak memberikan kontribusi terhadap penelitian ini, antara lain pendekatan linguistik historis komparatif, metode pengumpulan data, serta bentuk analisis data pada kajian penelitiannya. Beberapa tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam bentuk disertasi dapat dipaparkan seperti: Mbete (1990), Syamsuddin A.R (1996), Fernandez (1996), Budasi (2007), Mandala (2010), dan La Ino (2013).
Beberapa penelitian di atas mengkaji tentang bahasa-bahasa daerah di wilayah Nusa Tenggara Timur ( NTT), kajian linguistik historis komparatif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian yang dilakukan bersifat sinkomparatif dan diakomparatif, dengan mengkaji sejarah bahasa pada satu kurun waktu dan beberapa kurun waktu. Perbedaan dengan penelitian penulis terletak pada bentuk analisis dan objek penelitiannya.Temuan yang diperoleh tentu berbeda dengan penelitian sebelumnya, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian selanjutnya.
Rekonstruksi protofonem konsonan bahasa ketiga yakni bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon dikaji dengan analisis kualititatif. Metode perbandingan yang digunakan pada penelitian ini bersifat sinkomparatif, yaknimenemukan ciri-ciri kesamaan dan keberbedaan antarbahasa kerabat yang hiduppada masa yang sama. Fenomena kebahasaan yang dikaji bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan adalah data pada masa sekarang.
Penelitian bahasa Kabola berlokasi di Desa Lendola, Teluk Mutiara, Keca-matan Alor Barat Laut. Penelitian bahasa Hamap berlokasi di Desa Moru Keca-matan Alor Barat Daya. Selanjutnya, penelitian bahasa Klon berlokasi di Desa Probur, Kecamatan Alor Barat Daya.
sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh dari sejumlah penutur asli yang dipakai sebagai informan. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari kajian yang ditulis dari beberapa pakar.Penentuan informan sesuai dengan persyaratan (Samarin, 1988: 55-70 band dengan Suryati, 2012: 61).Jumlah informan di lokasi penelitian pada masing-masing bahasa minimal 3 orang. Apabila ada informan yang sudah ditentukan, tetapi data yang diperoleh meragukan maka dilakukan pengecekan langsung terhadap pemakai bahasa tersebut.Data bahasa yang digali menggunakan 1.500 kosakata daftar Holle.
Instrumen penelitian yang digunakan ada dua macam yaitu istrumen untuk menggali data kebahasaan dan nonkebahasaan. Data kebahasaan dipaparkan berupa 1500 kosakata dari daftar Holle.. Daftar pertanyaan memuat tentang konstruksi kata, seperti kelompok kata keadaan, kata bilangan, kata kekerabatan, kata sifat, kata-kata yang tergolong mata pencaharian dan sebagainya. Penjaringan data tersebut dibantu dengan teknik perekaman cerita rakyat atau dongeng untuk mengecek kebenaran data. Beberapa instrumen yang mendukung penelitian adalah camera, tape recorder, serta kartu pencatatan yang digunakan saat pene-litian. Untuk memperoleh data yang akurat juga didukung dengan menam-pilkan beberapa gambar, peragaan, atau aktivitas lainnya agar lebih mudah dipahami. Data nonkebahasaan pada penelitian menggali gambaran umum tentang ketiga bahasa serta kebera-daannya di masyarakat.
Metode pupuan lapangan (Ayatro-haedi, 1979: 33) dapat digunakan untuk memperoleh data di daerah penelitian. Metode inidapat dijabarkan menjadi metode simak dan metode cakap (band dengan Sudaryanto, 1988: 2-9; Mahsun,
simak dan wawancara untuk istilah metode cakap (cakap semuka).
Metode observasi digunakan untuk melakukan pengamatan di lokasi penelitian, agar memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai fenomena kebahasaan yang sedang diamati (Muhadjir, 1996:180). Sedangkan metode wawancara dilakukan dengan cara menanyakan sesuatu kepada informan serta tanya jawab dan tatap muka dengan informan (Danandjaya, 1994:102). Metode pengumpulan data dengan wawancara menggunakan 1.500 kosakata daftar Holle.
Tahapan penganalisisan data, peneliti menggunakan metode deskriptif analitis yakni mendeskripsikan bahasa-bahasa di daerah penelitian dari 1.500 kosakata daftar Holleyang disebar kepada informan. Teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding, baik hubung banding membedakan maupun menyamakan (Sudaryanto, 1986:13-30; Djajasudarma, 1993:58; dan Mahsun, 2007:120-122).
Metode yang dipakai dalam menyajikan hasil penelitian ini adalah metode formal dan informal serta kombinasi antara formal dan informal. Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Tanda yang dimaksud seperti: tanda /…./ menunjukkan ejaan fonemis; tanda (*) tanda bintang, menunjukkan proto; tanda panah (’!) tanda arah perubahan; tanda kurung biasa (( )); kurung kurawal ({}); dan sebagainya. Metode informal yang dimaksud adalahpenyajian hasil analisis dengan untaian kata-kata agar penjelasannya terurai dan terinci (Sudaryanto, 1986:45).
1. Deskripsi Tentang Fonem Konsonan Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, dan Bahasa Klon di Pulau Alor.
Bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon memiliki beberapa fonem konsonan. Fonem-fonem tersebut dapat
diidentifikasi. Pembuktian fonem dilakukan sebagai langkah lanjut dengan menganalisis pasangan minimal dan pasangan mirip pada ketiga bahasa tersebut.
Gambaran tentang fonem-fonem konsonan pada bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon dapat dipaparkan sebagai berikut.
1.1 Bahasa Kabola
Pasangan minimal dan pasangan mirip fonem konsonan pada bahasa Kabola dapat disajikan pada data berikut.
1) Pasangan minimal
/b/—/p/ [bOl] ‘tempat sirih’
[pOt] ‘cerewet’ /m/—/n/ [mQAra] ‘pantai’ [nQAra] ‘pamit’ /m/—/K/ [malimUK] ‘belimbing’ [KalimUK] ‘belimbng buluh’ /f/—/l/ [afOl] ’menggendong’ [alOl] ’mengetahui’ /g/—/k/ [agOl] ‘keladi’ [akOl] ‘kentut’ /b/—/m/ [bini] ’memukul’ [mini] ’mati’ /b/—/n/ [bOb] ‘ombak’ [nOb] ‘nangka’ /b/—/h/ [bQK] ’rumah’ [hQK] ‘mengunyah’ /d/—/t/ [dQK] ’membakar’ [tQK] ’laut’ /n/—/r/ [hanQK] ’menganyam’ [harQK] ’mengasah’ /p/—/h/ [piri] ’buah’ [hiri] ’daging’
2) Pasangan mirip /b/—/º/ [bOb] ‘ombak’ [KOº] ‘nangka’ /b/—/p/ [kobo] ‘itu’ [©opo] ‘istri’ /d/—/ë/ [tadEd] ‘dada’(jamak) [naëEl] ‘dada ‘ (tunggal) /g/—/©/ [ugUl] ‘cedok’ [a©Ur] ‘cincin’
/m/—/n/ [meidai] ‘belum masak’
[noilai] ‘belum
matang’
/m/—/K/ [wewelEm] ‘hijau’
[kelelEK] ‘laba-laba’
/l/—/t/ [aliaK lahEl] ‘akar samping’ [aliaK tahIl] ‘akar
gantung’
/f/—/l/ [ºanafe] ‘banjir’
[ºanole] ‘bantal’
/v/—/f/ [savEd] ‘alat babat
rumput’
[fabEt] ‘ampas
kelapa’
/j/—/c/ [jarOk] ‘takut’
[carEk] ‘yang mana’
Pasangan-pasangan kontoid pada data di atas berada pada kontras lingkungan sama (pasangan minimal) dan kontras lingkungan mirip (pasangan mirip). Dengan demikian pasangan-pasangan kontoid tersebut merupakan fonem yang berbeda sehingga ditulis /p, b, º, d, ë, t, g, ©, f, k, A, v, f, s, h, j, c, r, l, m, n, K, w, dan y/.
1.2 Bahasa Hamap
Pasangan minimal dan pasangan mirip fonem vokal pada bahasa Hamap dapat dibuktikan pada data berikut. 1) Pasangan minimal
/b/—/p/ [bEh palu] ‘bekas luka’
[pEh palu] ‘bekas
telapak kaki’
/b/—/m/ [ºahEk] ’cakar’
[mahEk] ’campak’
/m/—/n/ [balomEd] ‘banting’
[balonEd] ‘bantal’
/p/—/t/ [paIl] ‘ikan pari’
[taIl] ‘ikan merah’
/n/—/s/ [at note] ‘bibir (jamak)’
[at sote] ‘bibir
(tunggal)’
[jIl no] ‘bahagia’
[jIl so] ‘cukup’
/d/—/t/ [diAol] ‘besok’
[taAol] ‘besi’
/y/—/w/ [bayIl] ‘anyaman
bambu’
[bawIl] ‘parau’
/m/—/K/ [mate ae] ‘bangsawan’
[Kate ae] ‘banjir’
/l/—/t/ [lEl] ’bubur’
[lEt] ’buka mulut’
2) Pasangan mirip /b/—/º/ [balei] ‘arang’ [ºatei] ‘aren /d/—/ë/ [dalOK] ‘bangau’ [ëOtOK] ‘bangku’ /g/—/©/ [agOl] ‘keladi’ [a©Ul] ‘kedua’
/b/—/p/ [bIKta] ‘berbuah’ [pIrta] ‘berbunga’ /b/—/m/ [burEK] ‘guruh’ [murUK] ‘gusi’ /v/—/f/ [fElvOt] ‘ampas kelapa’
[fIlfEt] ‘air kencing’
/m/—/n/ [moAho] ‘botak’
[noAha] ‘boleh’
/p/—/t/ [tepEK pa] ‘jari kaki’ [tatEK pa] ‘jari’
/g/—/k/ [guhu] ‘kudis’
[kuda] ‘kuda’
[gasErbEh] ‘baku
tendang’
[kasErbEh] ‘daun kelapa’
/r/—/n/ [burEK] ‘guruh’
[munEK] ‘gusi’
[sara hEm] ’tersedu’
[sana hEm] ’bersama-sama’ /j/—/c/ [sahId jodule]‘bertimpuh’
[sauid cadule]‘berminyak’ Pasangan-pasangan kontoid pada data di atas berada pada kontras pasangan sama (pasangan minimal) dan kontras lingkungan mirip (pasangan mirip). Dengan demikian pasangan-pasangan kontoid tersebut merupakan fonem yang berbeda sehingga ditulis /p, b, º, d, ë, t, g, ©, k, A, v, f, s, h, j, c, r, l, m, n, K, w, dan y/.
1.3 Bahasa Klon
Pasangan minimal dan pasangan mirip pada bahasa Klon dapat disajikan pada data berikut.
1) Pasangan minimal /b/—/p/ [ib] ’bintang [ip] ’buah’ /b/—/m/ [be] ‘babi’ [me] ’bajak’ /b/—/w/ [bEd] ‘baju’
[wEd] ‘batu asah’
/d/—/t/ [ada tEd]
’memadam-kan api’
[ada tEt] ‘api padam’
/n/—/t/ [nEn oAno] ‘air mata
(tunggal)’
[tEn oAno] ’air mata
(jamak)’
/m/—/n/ [neAmEr] ‘udara’
[neAnEr] ‘ular sawah’
/g/—/k/ [gaai] ‘bawah’
[kaai] ‘batuk’
/p/—/t/ [peet] ‘bambu’
[teet] ‘bangun’
2) Pasangan mirip
/b/—/º/ [kobUr] ‘anak panah’
[loºOl] ‘anak
perem-puan’
/d/-/ë/ [dutara] ‘air susu’
[ëokuna] ‘air mayat’
/g/—/©/ [gafAK] ‘angkat’
[©atAK] ‘genteng’
/d/—/t/ [kUd] ‘kuda’
[kEt] ‘kudis’
/r/—/t/ [nEkmUr wei] ‘atap ijuk’ [pEtmUt wei] ‘atap bambu’ [arEk tOl] ‘ batang padi’
[atEt tOl]‘ batang pelir’
/n/—/t/ [nwEr yaar] ‘pipih’
[wEd yaar] ‘pipi’
/j/—/c/ [eje ewEn] ‘ibu jari kaki’
/m/—/n/ [twEl mId] ‘arus masuk’
[twEl nIp] ‘baku bentak’
/m/—/K/ [mirUK] ‘kotak’ [mitOK] ‘ketiga’ /v/—/f/ [vool] ‘kemenakan’ [fadOl] ‘kelambu’ /m/—/w/ [mOt] ‘kotoran’ [wOr] ‘kerikil’
Pasangan-pasangan kontoid pada data di atas berada pada kontras pasangan mirip (pasangan mirip) dan kontras lingkungan sama (pasangan minimal). Dengan demikian pasangan-pasangan kontoid tersebut merupakan fonem yang berbeda sehingga ditulis /p, b, º, d, ë, t, g, ©, k, A, v, f, s, h, j, c, r, l, m, n, K, w, dan y/
2. Rekonstruksi Protofonem Konsonan
Rekonstruksi merupakan penelu-suran atau penyusunan kembali keberadaan bahasa yang dikaji. Penelusuran kembali terhadap bahasa tersebut dilakukan dengan beberapa tahap, baik secara fonologis maupun leksikal (Blust, 2013:512).
Rekonstruksi terhadap protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon pada kajian ini dilakukan rekonstruksi fonologis. Rekonstruksi secara fonologis terhadap protobahasa Kabola dan protobahasa Hamap (PKbHp) dilakukan terlebih dahulu, dengan penemuan dan pembuktian protofonem PKbHp, yakni: penemuan dan pembuktian protofonem konsonan, deret konsonan, dan gugus konsonan. Selanjutnya, rekonstruksi fonologi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon (PKbHpKl) dilakukan dengan penemuan dan pembuktian protofonem penemuan dan pembuktian protofonem konsonan,deret konsonan, dan gugus konsonan.
2.1 Penemuan dan Pembuktian
Protofonem Konsonan PKbHp 2.1.1 Penemuan dan Pembuktian
Protofonem Konsonan
Penemuan dan pembuktian protofonem konsonan PKbHp: *b, *p, *m, *n, *l, *g, *k, *h, dan *t dapat dipaparkan sebagai berikut.
1) PKbHp *b (b- -b- -b) Ã Kb,Hp b Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*bel /bel/ /bel/ ’anjing’
*boi /boi/ /boi/ ’babi *bok /bok/ /bok/ ’badan’
*buh /buh/ /buh/ ’belukar’ Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *b. Fonem KbHp * b tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */b/ #
-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*babail /babail/ /babail/ ’belalang’ *gibir /gibir/ /gibir/ ’demam’
*kebakmi /kebakmi/ /kebakmi/ ’di sebelah’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *b. Fonem KbHp* b tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara
sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */b/ #
-Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*uwereb /uwereb/ /uwereb/ ’dengar’
*lub /lub/ /lub/ ’domba’ *kib /kib/ /kib/ ’kambing’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *b. Fonem KbHp * b tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */b/- #
2) PKbHp *p (p- -p- -p) Ã Kb,Hp p Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*pituK /pituK/ /pituK/ ’bambu’
*pahine /pahine/ /pahine/ ’bisu’
*pail /pail/ /pail/ ’ikan pari’ Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *p. Fonem KbHp * p tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */p/
#-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*gopot /gopot/ /gopot/ ’paha’
*sapad /sapad/ /sapad/ ’parang’ *tupiK /tupiK/ /tupiK/ ’pinjam’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *p. Fonem KbHp * p tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */p/
-#-Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*lap /lap/ /lap/ ’mencari’
*mahip /mahip/ /mahip/ ’sepat
(rasa)’
*ap /ap/ /ap/ ’kapas’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *p. Fonem KbHp *p tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */p/- #
3) PKbHp *m (m- -m- -m) Ã Kb,Hp
m
Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*minumi /minumi/ /minumi/ ’bilamana’
*mali muin /mali muin/ /mali muin/ ’berperang’ *mol ul /mol ul/ /mol ul/ ’dalam
(sungai)’ *masaK /masaK/ /masaK/ ’menembak’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan
bahasa Hamap berasal dari KbHp *m. Fonem KbHp *m tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */m/
#-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*taumuK /taumuK/ /taumuK/ ’berkumpul’ *tamaebi /tamaebi/ /tamaebi/ ’berlemak’ *hamoaK /hamoaK/ /hamoaK/ ’cepat’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *m. Fonem KbHp *m tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */m/
-#-Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*ara sam /ara sam/ /ara sam/ ’membawa
serta’
*ahof sam /ahof sam//ahof sam/ ’menyuruh
(pergi)’
*lal sam /lal sam / /lal sam/ ’pergi
(ke luar)’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *m. Fonem KbHp *m tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas.
4) PKbHp *n (n- -n- -n) Ã Kb,Hp n Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*nobo /nobo/ /nobo/ ’badan’
*nasam /nasam/ /nasam/ ’berangkat’
*naolbo /naolbo //naolbo/ ’besi’ Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *n. Fonem KbHp *n tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */n/
#-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*sanele /sanele/ /sanele/ ’dataran’
*binaK to /binaK to//binaK to/ ’binatang’
*ta unuK /ta unuK/ /ta unuK/ ’berkumpul’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *n. Fonem KbHp * n tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */n/
-#-Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*no’panen /no’panen//no’panen/ ’kebakaran’
*men /men/ /men/ ’lalang (rumput)’ *ai afain /ai afain //ai afain/ ’melahirkan’
distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *n. Fonem KbHp *n tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */n/ -5) PKbHp *l (l- -l- -l) Ã Kb,Hp l
Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*lafuruK /lafuruK//lafuruK/ ’dukun’ *lote /lote/ /lote/ ’laki-laki’
*leki /leki/ /leki/ ’kerang’ *laataK /laataK/ /laataK/ ’keranjang’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *l. Fonem KbHp * l tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */l/
#-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*pelaK ei /pelaK ei//pelaK ei/ ’kapal
dagang’ *ulfaK /ulfaK/ /ulfaK/ ’kemarin’ *lafat /lafat/ /lafat/ ’kegadisan’ *malihiK /malihiK//malihiK/ ’lapar’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *l. Fonem KbHp * l tetap bertahan
pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */l/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*ul /ul/ /ul/ ’bulan’
*pail /pail/ /pail/ ’ikan pari’
*afail /afail/ /afail/ ’kayu api’
*fadol /fadol/ /fadol/ ’kelambu’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *l. Fonem KbHp * l tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */l/ -#
6) PKbHp *g (g- -g- -g) Ã Kb,Hp g Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*gohbi /gohbi/ /gohbi/ ’buruk’
*gominok /gominok/ /gominok/ ’setia’ *gariaK /gariaK /gariaK/ ’asuh’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *g. Fonem KbHp *g tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */g/ #-.
Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*agol /agol/ /agol/ ’keladi’
*pigahain /pigahain//pigahain/’berunding’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *g. Fonem KbHp *g tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */g/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*utaK tofag /utaK tofag//utaK tofag/
’kacang-kacangan’ *tumo /tumo / /tumo / ’mertua’ mulog mulog mulog
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *g. Fonem KbHp *g tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */g/ -#.
7) PKbHp *k (k- -k- -k) Ã Kb,Hp k Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*kod lote /kod lote/ /kod lote/’baju
laki-laki’
*kod ob /kod ob/ /kod ob/ ’baju perempuan’
*kadefaK /kadefaK//kadefaK/ ’kantong/
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *k. Fonem KbHp *k tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */k/ #-.
Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*kumuke /kumuke//kumuke/ ’bodoh’ *deko /deko/ /deko/ ’celana’
*duke /duke/ /duke/ ’cungkil’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *k. Fonem KbHp *k tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */k/-#-.
Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*apik /apik/ /apik/ ’cubit’
*salak /salak/ /salak/ ’gelang’ Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *k. Fonem KbHp *k tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara
sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */k/-#.
8) PKbHp *h (h- -h- -h) Ã Kb,Hp h Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*hamoaK /hamoaK//hamoaK/ ’cepat’
*hele omi /hele omi//hele omi/ ’dari bawah’
*haomi /haomi/ /haomi/ ’di sini’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *h. Fonem KbHp *h tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp
*/h/#-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*gohbi /gohbi/ /gohbi/ ’buruk’
*ahol /ahol/ /ahol/ ’menerima’
*sahoir /sahoir/ /sahoir/ ’mengeluh’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *h. Fonem KbHp *h tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp
*h-#-Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*soseh /soseh/ /soseh/ ’jangan’
*arabah /arabah/ /arabah/ ’kesedihan’
*bah /bah/ /bah/ ’luka’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *h. Fonem KbHp *h tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp *h-# PKbHp *t (t- -t- -t) Ã Kb,Hp t
Posisi awal kata
PKbHp Kb Hp Glos
*taK /taK/ /taK/ ’laut’
*tikor /tikor/ /tikor/ ‘barat’
*taka /taka/ /taka/ ’curi’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apikoalveolar, dan tidak bersuara pada posisi awal kata dala bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *t. Fonem KbHp * t tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */t/ #
-Posisi tengah kata
PKbHp Kb Hp Glos
*watas /watas/ /watas/ batas’ *tatarlam /tatarlam/ /tatarlam/ ‘bercerai’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apioalveolar, dan tidak bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *t. Fonem KbHp *t tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara
sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai KbHp */t/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHp Kb Hp Glos
*dat /dat/ /dat/ ’cucu’
*awit /awit/ /awit/ ’hamil’
*tut /tut/ /tut/ ’hangat’ Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apikodental, dan tidak bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola dan bahasa Hamap berasal dari KbHp *t. Fonem KbHp *t tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola-Hamap. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem vokal tersebut direkonstruksikan sebagai KbHp*/t/ - #
Dengan demikian penemuan dan pembuktian protofonem konsonan PKbHp adalah protofonem: *b, *p, *m, *n, *l, *g, *k, *h, dan *t.
2.1.2 Penemuan dan Pembuktian Protofonem Deret Konsonan Penemuan dan pembuktian prorofonem deret konsonan pada PKbHp dapat dipaparkan sebagai berikut. (1) *gohbi ’buruk’
(2) *sadelba ’busung dada’ (3) *dilbut ’kebun’
(4) *nouwbo ’pohon aren’
Data (1), (2), (3), dan (4) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /h/, /l/, dan /w/ dengan / b/. Konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif bercirikan geseran, laringal dan tidak bersuara. Konsonan /l/ bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /w/ bercirikan semi vokal, labiodental, dan bersuara serta
(5) *fetmara ’kolong rumah’ (6) *minmale ’kematian’
Data (5) dan (6) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / t/ dan /n/ dengan /m/. Konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, apikoalveolar. Konsonan /n/ bercirikan nasal, apikodental dan bersuara serta konsonan m bercirikan nasal, bilabial, dan bersuara.
(7) *fainsai ’madu’ (8) *apsah ’kapas’
Data (7) dan (8) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / n/ dan /p/ dengan /s/. Konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif bercirikan nasal, apikodental dan bersuara. Konsonan /p/ bercirikan hambat, bilabial, dan tidak bersuara serta konsonan /s/ bercirikan geseran, apikoalveolar, dan tidak bersuara.
(9)*behta ’berdaun
Data (9) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / h/ dan /t/. Konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, laringal dan tidak bersuara serta konsonan /t/ bercirikan hambat, apikodental, dan tidak bersuara.
(10) *belfalefaK ’beruang’ (11) *narfah ’dagu’
(12) *fitfan ’menggendong’ (13) *taKfal ’utusan’
Data (10), (11), (12), dan (13) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /l, r, t, dan K/ dengan /f/. Konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /r/ bercirikan getar, apikodental, dan bersuara. Konsonan /t/
nasal, dorsovelar, dan bersuara serta konsonan /f/ bercirikan geseran, labiodental, dan tidak bersuara.
(14) *fedhomi ’kini’
Data (14) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / d/ dengan /h/. Konsonan /d/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, apikodental dan bersuara. Konsonan /h/ bercirikan geseran, laringal, dan tidak bersuara. (15) * lollap ’menuai’ (16) * horlap ‘pungut’
Data (15) dan (16) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /l/ dan /r/ dengan /l/. Konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /r/ bercirikan getar, apikodental, dan bersuara.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa deret konsonan PKbHp adalah *-hb-, *-lb-, *-wb-, *-tm-, *-nm-,
*-ns-, *-ps-, *-ht-, *-lf-, *-rf-, *-tf-, *-Kf-, *-dh-*-Kf-, *-ll-*-Kf-, dan *-rl-.
2.1.3 Penemuan dan Pembuktian Protofonem Gugus Konsonan Gugus konsonan merupakan runtutan konsonan yang berbeda dalam struktur kata yang utuh tanpa pemilahan suku kata. Pada PKbHp ditemukan gugus konsonan sebagai berikut.
(1) Gugus konsonan /k/ diikuti oleh fonem /r/
*kreyeK ‘bekerja’
(2) Gugus konsonan /g/ diikuti oleh fonem /r/
*but griyaK ’kebun yang ditanam’ Data (1) dan (2) di atas menunjukkan bahwa gugus konsonan selalu berada pada posisi awal yakni *kr dan *gr. Data (1) konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan hambat, dorsovelar, dan tidak bersuara. Konsonan /r/ sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan
getar, apikodental, dan bersuara. Data (2) konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan hambat, dorsovelar, dan bersuara. Demikian pula konsonan / r/ seperti ciri-ciri di atas.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan gugus konsonan PKbHp adalah * krdan*gr.
2.2 Penemuan dan Pembuktian
Protofonem Konsonan PKbHpKl 2.2.1 Penemuan dan Pembuktian
Protofonem Konsonan
Penemuan dan pembuktian protofonem konsonan PKbHpKl: *b, *p, *m, *n, *l, *g, *k, *h, dan *t merupakan protofonem KbHpKl yang terdapat pada posisi awal kata, tengah kata, dan akhir kata, dapat dipaparkan sebagai berikut. 1) PKbHpKl *b (b- -b- -b) Ã PKbHp, Kl b Posisi awal kata
PKbHp PKb Kl Glos
*bok * bok /bok/ badan’
*buh *buh /buh/ ’belukar’
*bat *bat /bat/ ’jagung’ Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *b. Fonem PKbHpKl *b tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */b/ #
-Posisi tengah kata
PKbHp PKb Kl Glos
*babail *babail /babail/ ’belalang’
*gibir *gibir /gibir/ ’demam’
*kebakmi *kebakmi /kebakmi/’di sebelah’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi
distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *b. Fonem PKbHpKl *b tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */b/ #
-Posisi akhir kata
PKbHp PKb Kl Glos
*uwereb *uwereb /uwereb/ ’dengar’
*lub *lub /lub/ ’domba’
*endob *endob /endob/ ’benar’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /b/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, letup, bilabial, dan bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *b. Fonem PKbHpKl *b tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */b/- #
2) PKbHpKl *p (p- -p- -p) Ã PKbHp, Kl p Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*pol ai *pol ai /pol ai/ ’ palu’ *po’ * po’ /po’/ ’payudara’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *p. Fonem PKbHpKl *p tetap bertahan pada awal kata dan
mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */p/
#-Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*gopot *gopot /gopot/ ‘paha’
*sapad *sapad /sapad/ ’parang’
*tupiK *tupiK /tupiK/’ pinjam’ Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *p. Fonem PKbHpKl *p tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */p/
-#-Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*mahip *mahip /mahip/ ’sepat
(rasa)’
*ap * ap /ap/ ’kapas’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /p/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan letup, bilabial, dan tidak bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *p. Fonem PKbHpKl *p tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */p/- #
3) PKbHpKl *m (m- -m- -m) Ã PKbHp, Kl m
Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*midioK *midioK /midioK/ ’hari ini’
*mukun *mukun /mukun/ ’gemuk’
*mud *mud /mud/ ’jeruk’
*ma *ma /ma/ ’kucing’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *m. Fonem PKbHpKl *m tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */m/
#-Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*nemaK *nemaK /nemaK / ’kulit
fah fah fah kerang’
*gominok *gominok /gominok/ ’setia’ *kumuke *kumuke /kumuke/ ’bodoh’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *m. Fonem PKbHpKl *m tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */m/
-#-Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*wom *wom /wom/ ’adat’ *lam *lam /lam/ ’pergi’
*daom *daom /daom/ ’kemenakan’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /m/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, bilabial, dan bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *m. Fonem PKbHpKl *m tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */m/ -#
4) PKbHpKl *n (n- -n- -n) Ã PKbHp, Kl n Posisi awal kata
PKbHpKl KbHp Kl Glos
*nome *nome /nome/ ’dandang’ *namalak *namalak /namalak/ ’burung
merpati’
*nepa *nepa /nepa/ ’jari kaki’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *n. Fonem PKbHpKl *n tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */n/
#-Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*munok *munok /munok/ ’bagus’
*gominok *gominok /gominok/’setia’
*inimiK *inimiK /inimiK/ ’benih’
*tinaak *tinaak /tinaak/ ’menipu’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal
dari PKbHpKl *n. Fonem PKbHpKl *n tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */n/
-#-Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*men *men /men/ ’lalang (rumput)’
*arahain *arahain /arahain/ ’memaki’ *hiu taoin *hiu taoin /hiu taoin/ ’potong
ayam’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan nasal, apikodental, dan bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan Klon berasal dari PKbHpKl *n. Fonem PKbHpKl *n tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */n/ -#.
5) PKbHpKl *l (l- -l- -l) Ã PKbHp, Kl l Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*lote *lote /lote/ ’laki-laki’ *lal *lal /lal/ ’bubur sagu’
*leki *leki /leki/ ’kerang’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *l. Fonem PKbHpKl *l tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara
Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */l/ #-.
Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*pelaK ei *pelaK ei /pelaK ei/ ’kapal
dagang’ *lafat *lafat /lafat/ ’kegadisan’ *malihiK *malihiK /malihiK/ ’lapar’
*keleleK *keleleK /keleleK/ ’laba-laba’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *l. Fonem PKbHpKl *l tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */l/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos *afail *afail /afail/ ’kayu api’ *fadol *fadol /fadol/ ’kelambu’
*dul *dul /dul/ ’lagu’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan sampingan, bersuara, dan apikodental pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *l. Fonem PKbHpKl *l tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */l/ -#.
6) PKbHpKl *g (g- -g- -g) Ã PKbHp, Kl g Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*gominok *gominok /gominok/ ’setia’ *gariaK *gariaK /gariaK/ ’asuh’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *g. Fonem PKbHpKl *g tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */g/ #-.
Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*bagai *bagai /bagai/ ’buaya’ *mogoi *mogoi /mogoi/ ’mangga’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *g. Fonem PKbHpKl *g tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */g/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*utaK *utaK /utaK /
’kacang-tofag tofag tofag kacangan’ *lakiag *lakiag /lakiag/ ’tupai’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /g/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *g. Fonem PKbHpKl *g tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti
pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */g/ -#.
7) PKbHpKl *k (k- -k- -k) Ã PKbHp, Kl k Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*kadefaK *kadefaK /kadefaK/ ’kantong/
saku’ *kadere *kadere /kadere/ ’bangku’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *k. Fonem PKbHpKl *k tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */k/ #-.
Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*kumuke *kumuke /kumuke/ ’bodoh’ *deko *deko /deko/ ’celana’
*duke *duke /duke/ ’cungkil’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *k. Fonem PKbHpKl *k tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */k/-#-.
Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*salak *salak /salak/ ’gelang’ *kik *kik /kik/ ’gambir’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /k/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, tidak bersuara, dan dorsovelar pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *k. Fonem PKbHpKl *k tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */k/-#.
8) PKbHpKl *h (h- -h- -h) Ã KbHp, Kl h Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*haomi *haomi /haomi/ ’di sini’ *hul ana *hul ana /hul ana/ ’huruf’
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *h. Fonem PKbHpKl *h tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */h/#-.
Posisi tengah kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos
*sahoir *sahoir /sahoir/ ’mengeluh’ *uahan *uahan /uahan/ ’mencuci’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *h. Fonem PKbHpKl *h tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama
Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */h/-#-.
Posisi akhir kata
PKbHp PKbHp Kl Glos *tuku mih *tuku mih /tuku mih/’berjumpa
dengan’ *bah *bah /bah/ ’luka’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan geseran, tidak bersuara, dan faringal pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *h. Fonem PKbHpKl *h tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */h/-#.
9) PKbHpKl *t (t- -t- -t) Ã KbHp, Kl t Posisi awal kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos *taK *taK /taK/ ’laut’
*tan yah *tan yah /tan yah/ ’badai’ *tikor *tikor /tikor/ ’barat’
*taka *taka /taka/ ’curi’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apikoalveolar, dan tidak bersuara pada posisi awal kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *t. Fonem PKbHpKl *t tetap bertahan pada awal kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */t/ #
-Posisi tengah kata
Data di atas memperlihatkan bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apikodental, dan tidak bersuara pada posisi tengah kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *t. Fonem PKbHpKl *t tetap bertahan pada tengah kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem tersebut direkonstruksi sebagai PKbHpKl */t/ -#-.
Posisi akhir kata
PKbHpKl PKbHp Kl Glos *dat *dat /dat/ ’cucu’
*awit *awit /awit/ ’hamil’
*tut *tut /tut/ ’hangat’
Data di atas memperlihatkan, bahwa fonem konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif yang bercirikan konsonan hambat, apikoalveolar, dan tidak bersuara pada posisi akhir kata dalam bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berasal dari PKbHpKl *t. Fonem PKbHpKl *t tetap bertahan pada akhir kata dan mengalami retensi bersama pada bahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Hal itu, dapat dijelaskan secara sistematis seperti pembuktian di atas. Fonem-fonem vokal tersebut direkonstruksikan sebagai PKbHpKl */ t/ - #.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa fonem *b, *p, *m, *n, *l, *g, *k, *h, dan *t merupakan protofonem KbHpKl yang terdapat pada posisi awal kata, tengah kata, dan akhir kata.
2.2.2 Penemuan dan Pembuktian Deret Konsonan
Penemuan dan pembuktian prorofonem deret konsonan pada PKbHpKl dapat dipaparkan sebagai berikut.
(1) *gohbi ‘buruk’
(2) *sadelba ‘busung dada’
(3) *dilbut ‘kebun’ (4) *nouwbo ‘pohon aren’
Data (1), (2), (3), dan (4) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /h/, /l/, dan /w/ dengan b. Konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif bercirikan geseran, laringal dan tidak bersuara. Konsonan /l/ bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /w/ bercirikan semi vokal, labiodental, dan bersuara serta konsonan /b/ bercirikan hambat, bilabial, dan bersuara.
(5) *fetmara ’kolong rumah’ (6) *minmale ’kematian’
Data (5) dan (6) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / t/ dan /n/ dengan /m/. Konsonan /t/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, apikoalveolar. Konsonan /n/ bercirikan nasal, apikodental dan bersuara serta konsonan /m/ bercirikan nasal, bilabial, dan bersuara.
(7) *fainsai ’madu’ (8) *apsah ’kapas’
Data (7) dan (8) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / n/ dan /p/ dengan /s/. Konsonan /n/ sebagai bunyi distingtif bercirikan nasal, apikodental dan bersuara. Konsonan /p/ bercirikan hambat, bilabial, dan tidak bersuara serta konsonan /s/ bercirikan geseran, apikoalveolar, dan tidak bersuara.
(9) *behta ’berdaun (10) *lahtal ’allah’
Data (9) dan (10) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /h/ dan /t/. Konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, laringal dan tidak bersuara serta konsonan /t/ bercirikan hambat,
apikodental, dan tidak bersuara. (11) *belfalefaK ’beruang’ (12) *narfah ’dagu’
(13 ) *fitfan ’menggendong’ (14) *taKfal ’utusan’
Data (11), (12), (13), dan (14) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /l/, /r/, /t/, dan /K/ dengan /f/. Konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /r/ bercirikan getar, apikoalveolar, dan bersuara. Konsonan / t/ bercirikan hambat, apikodental, dan tidak bersuara. Konsonan /K/ bercirikan nasal, dorsovelar, dan bersuara serta konsonan /f/ bercirikan geseran, labiodental, dan tidak bersuara.
(15) *fedhomi ’kini’
Data (15) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /d/ dengan /h/. Konsonan /d/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, apikodental dan bersuara. Konsonan /h/ bercirikan geseran, laringal, dan tidak bersuara. (16) *lollap ’menuai’
(17) *horlap ’pungut’
Data (16) dan (17) di atas menunjukkan adanya deret konsonan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /l/ dan /r/ dengan /l/. Konsonan /l/ sebagai bunyi distingtif bercirikan sampingan, apikoalveolar dan bersuara. Konsonan /r/ bercirikan getar, apikodental, dan bersuara.
(18) *kedehpol ’botak’
Data (18) di atas menunjukkan adanya deret konsoan terjadi di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah / h/ dengan /p/. Konsonan /h/ sebagai bunyi distingtif bercirikan geseran, laringal, dan tidak bersuara. Konsonan /p/ bercirikan hambat, bilabial, dan tidak bersuara.
(19) *arakmai ’makan nasi’
Data (19) dan (20) di atas menunjukkan adanya deret konsonan di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /k/ dengan /m/ dan /n/. Konsonan / k/ sebagai bunyi distingtif bercirikan hambat, dorsovelar, dan tidak bersuara. Konsonan /m/ bercirikan nasal, bilabial, dan bersuara serta konsonan /n/ bercirikan nasal, apikodental, dan bersuara.
(21) *kurwak ’mencret’
Data (21) di atas menunjukkan adanya deret konsonan di tengah kata. Deret konsonan tersebut adalah /r/ dengan /w/. Konsonan /r/ sebagai bunyi distingtif bercirikan getar, apikodental, dan bersuara. Konsonan /w/ bercirikan semi vokal, labiodental, dan bersuara.
Berdasarkan data di atas dapat dikatakan deret konsonan PKbHpKl adalah *-hb-, *-lb-, *-wb-, *-tm-, *-nm-,
*-ns-, *-ps-, *-ht-, *-lf-, *-rf-, *-tf-, *-Kf-, *-dh-*-Kf-, *-ll-*-Kf-,*-rl-*-Kf-, *-hp-*-Kf-,*-km-.*-kn-*-Kf-, dan *-rw-.
2.1.3 Penemuan dan Pembuktian Protofonem Gugus Konsonan Gugus konsonan merupakan runtutan konsonan yang berbeda dalam struktur kata yang utuh tanpa pemilahan suku kata. Pada PKbHpKl ditemukan gugus konsonan sebagai berikut.
(1) Gugus konsonan /k/ diikuti oleh fonem /r/
*kreyeK ‘bekerja’ *hi ukrek ’ayam jantan’
(2) Gugus konsonan /g/ diikuti oleh fonem /r/
*but griyaK ’kebun yang ditanam’ (3) Gugus konsonan /g/ diikuti oleh
fonem /y/
gyar ’bibi’
gyedok ’lubang pantat’
Data (1), (2), dan (3) di atas menunjukkan bahwa gugus konsonan
yakni *kr, *gr, dan *gy . Data (1) konsonan *k sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan hambat, dorsovelar, dan tidak bersuara. Konsonan *r sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan getar, apikodental, dan bersuara. Data (2) konsonan *g sebagai bunyi distingtif bercirikan konsonan hambat, dorsovelar, dan bersuara. Demikian pula konsonan *r seperti ciri-ciri di atas. Data (3) konsonan *g seperti ciri-ciri di atas serta fonem *y sebagai bunyi distingtif bercirikan semi vokal, palatal, dan bersuara. Berdasarkan data di atas dapat dikatakan bahwa gugus konsonan PKbHpKl adalah *kr, *gr, dan *gy.
III SIMPULAN
Berdasarkan kajian pada pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
Protofonem konsonan pada PKbHp ditemukan dua puluh buah,yakni *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. Deret konsonan PKbHp ditemukan lima belas buah, yakni *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh,*ll, dan *rl.Gugus konsonanditemukan *kr dan *gr.
Protofonem konsonan pada PKbHpKl ditemukan berjumlah dua puluh buah, yakni *b, *p, *m, *?,*d, *f, *t, *s, *r, *n, *l, *k, *g, *j, *c, *h, *y, *v, *K, dan *w. Protofonem konsonan pada PKbHpKl memiliki distribusi lengkap baik pada posisi awal, tengah, dan akhir. Deret konsonan ditemukan berjumlah sembilan belas buah, yakni *hb, *lb, *wb, *tm, *nm, *ns, *ps, *ht, *lf, *rf, *tf, *Kf, *dh, *ll, *rl, *hp,*km, *kn, dan *rw. Gugus konsonan PKbHpKl ditemukan *kr, *gr, dan *gy.
Hasil rekonstruksi terhadap protobahasa Kabola, protobahasa Hamap, dan protobahasa Klon menunjukkan bahwaketiga bahasa tersebut berkerabat yang berasal dari moyang bahasa yang sama. Diharapkan
agar generasi muda menyadari dan memahami keberadaan bahasa mereka serta dibina, dikembangkan, dan dilestarikan sehingga mampu sebagai pendukung bahasa nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Antilla, Raimo. 1972. An Introduction to
Historical and Comparative Linguistics. New York: Macmillan.
Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaa
dan Pengembangan Bahasa Depar-temen Pendidikan dan Kebudayaan. Budasi, I Gede. 2007. “Kekerabatan Bahasa-Bahasa Di Sumba (Suatu Kajian Linguistik Historis Komparatif) “ Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor dalam bidang linguistik di Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta: Pascasarjana.
Bungin, 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Bynon, Theodora, 1979. Historical
Linguistics. London. New York.
Melbourne: Cambride University Press.
Danandjaya, James. 1994. Foklor
Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: PT Temrit.
Djajasudarma, T Fatimah. 1993. Metode
Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung:
Eresco.
Fernandez, Inyo Yos. 1996. Relasi
Historis Kekerabatan Bahasa Flores. Kajian Linguistik Historis Komparatif Terhadap Sembilan Bahasa Di Flores. Jakarta: PT Nusa
Indah.
Greenberg, J.H.1963 Intoduction,
Universals of language X. Cambrige: