• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik. Dalam proses pembelajaran, guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa untuk belajar dan memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.

Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pendekatan belajar yang digunakan oleh guru mempengaruhi kegiatan dan perolehan hasil belajar peserta didik. Seiring dengan berjalannya kemajuan dalam bidang pendidikan, proses pembelajaran juga ikut berubah dari pembelajaran tradisional yang berupa penyampaian materi satu arah dari guru ke peserta didik menjadi proses pembelajaran masa kini yang menekankan peserta didik untuk aktif mengembangkan pengetahuan dan terlibat dalam mengelola pengetahuan. Kondisi pembelajaran tradisional, disadari atau tidak menyebabkan peserta didik dalam kondisi harus menerima dan menghafal apa saja yang telah disampaikan oleh guru (Rahayu, 2010).

Untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, Abraham Maslow menyusun hierarki kebutuhan yaitu need hierarchy theory of motivation yang mengelompokkan kebutuhan dasar manusia dalam lima tingkat yang disusun secara berjenjang, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman dan

(2)

terlindung, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan rasa dihargai serta kebutuhan aktualisasi diri (Rahayu, 2010). Berdasarkan konsep tersebut maka suasana belajar hendaknya dibangun dalam kondisi yang menyenangkan dan terbuka, dimana peserta didik diliputi perasaan bebas untuk mengeksplorasi kemampuannya sehingga diharapkan daya intuitif dan imajinatif dari peserta didik akan terangsang untuk bekerja.

Sering dilupakan bahwa peserta didik sebagai salah satu makhluk sosial memiliki keterbatasan, kemampuan, dan kebolehan yang mempengaruhi proses dan hasil belajarnya. Kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan tersebut seharusnya digunakan sebagai parameter fisiologis terkait dengan kemampuan kardiovaskular, kemampuan otot, kebutuhan energi (nutrisi) dan faktor psikologis lainnya seperti bosan, malas, emosi, sulit berkonsentrasi, dan lain-lain (Sutajaya, 2006).

Pada proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas fisik dan mental dapat menimbulkan kelelahan umum dan keluhan otot. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang digunakan pengajar dalam proses pembelajaran melebihi jadwal pelajaran yang telah ditetapkan, metode pembelajaran yang bersifat monoton, sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan antropometri peserta didik serta tidak adanya istirahat berupa istirahat aktif yang dilakukan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Dilihat dari luaran proses pembelajaran ternyata dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi ketelitian kecepatan dan konstansi kerja peserta didik yang pada akhirnya kualitas proses pembelajaran bisa terganggu (Sutajaya, 2006).

(3)

Kelelahan yang biasanya dialami peserta didik dapat berupa adanya perasaan sakit, berat pada bola mata (mengantuk) pusing, jantung berdebar dan malas beraktivitas (Kroemer dan Grandjean, 2000; Sedarmayanti 1996). Kelelahan yang dialami peserta didik ditandai dengan beberapa aktivitas, seperti (1) menoleh ke kiri dan ke kanan; (2) menggeser-geser pantat; (3) menguap; (4) mengobrol dengan teman; (5) terkejut saat ditanya dan (6) waktu pembelajaran dirasakan sangat lambat (Sutajaya, 2006).

Menyimak pendapat tersebut berarti pada proses belajar harus diupayakan agar tidak berada dalam suasana yang melelahkan. Ini berarti dalam proses pembelajaran diupayakan agar siswa terbebas dari rasa lelah sehingga informasi atau materi yang ingin disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik, efektif dan efisien oleh peserta didik.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pariwisata Triatma Jaya merupakan sekolah menengah yang mendidik siswa untuk dapat menjadi tenaga pelaksana di industri pariwisata. Program keahlian yang diajarkan adalah akomodasi perhotelan, restauran, teknologi informasi dan komunikasi serta tata kecantikan kulit. Proses pembelajaran berlangsung mulai dari hari Senin sampai hari Sabtu. Untuk kelas pagi, peserta didik mulai belajar pada pukul 07.30 – 13.10 Wita. Sedangkan kelas siang dimulai pada pukul 13.15 – 18.55 Wita. Istirahat dilaksanakan satu kali dengan tenggang waktu cukup lama yaitu 25 menit berkenaan dengan sarana kantin yang terbatas membuat peserta didik butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan pelayanan.

Pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung ditemukan bahwa peserta didik mengalami kelelahan dan keluhan

(4)

muskuloskeletal beberapa bagian ototnya. Keluhan muskuloskeletal yang dialami peserta didik bervariasi misalnya mengalami keluhan sakit di bagian bahu, punggung, pinggang dan bokong. Hal ini terjadi karena selama proses belajar berlangsung, peserta didik harus duduk statis mendengarkan dan mengamati guru yang mengajar.

Studi pendahuluan mengenai kelelahan dan keluhan muskuloskeletal terhadap peserta didik di kelas X jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung, didapatkan bahwa peserta didik mengalami kelelahan sebanyak 44,5% dan keluhan muskuloskeletal di bagian bahu sebanyak 40,5%, bagian punggung sebanyak 45%, bagian pinggang sebanyak 62,7% serta bagian bokong sebanyak 47,3%.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskeloskeletal adalah dengan melakukan peregangan, mengatur waktu istirahat serta mengubah hari efektif pembelajaran dari enam hari menjadi lima hari. Upaya yang paling mungkin dilakukan untuk mengurangi kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal adalah dengan melakukan peregangan otot selama kegiatan pembelajaran. Pengaturan jam istirahat dinilai tidak mungkin berkenaan dengan lokasi gedung serta sarana kantin, demikian pula dengan pengurangan hari efektif dari enam hari menjadi lima hari dinilai tidak memungkinkan karena akan mengakibatkan penambahan waktu belajar setiap hari dan akan berdampak pulang lebih malam bagi siswa kelas sore.

Peregangan merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi) sehingga tidak menjadi tegang. Adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) otot menjadi meningkat, sehingga gerakan tubuh menjadi lebih

(5)

lentur. Fleksibilitas atau kelenturan, yaitu kemampuan sendi untuk bergerak dalam jangkauan penuh. Orang yang aktif membutuhkan peregangan untuk melepaskan diri dari tekanan otot yang kaku. Jika dilakukan dengan benar dan lentur, peregangan akan terasa sangat menyenangkan (Alter, 2003).

Kurangnya fleksibilitas dapat menyebabkan postur tubuh menjadi kurang baik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan mekanis pada pinggul, leher, bahu, dan punggung. Ketidakseimbangan ini menarik bagian tubuh dari garis lurus, yang menyebabkan tekanan, ketegangan dan yang lebih parah lagi perubahan tubuh yang kronis. Tekanan pada otot dapat meninbulkan ketegangan pada ligamen (sendi tulang) dan tendon (urat daging). Afleksibilitas otot melalui peregangan dapat membantu seseorang terhindar dari tekanan dan otot yang kaku, mencegah cedera otot, dan juga penting untuk postur tubuh yang sempurna. Selain mempengaruhi tubuh, peregangan juga mempengaruhi pikiran. Jika dilakukan dengan perlahan dan fokus, peregangan dapat menjadi alat penghilang stres (Alter, 2003).

Berdasarkan uraian tersebut berarti respon fisiologis khususnya yang berkaitan dengan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal dari peserta didik yang mempengaruhi proses pembelajaran perlu diatasi agar dicapai hasil belajar yang maksimal dan energi yang dikeluarkan betul-betul hanya untuk belajar bukan untuk mengatasi kondisi belajar yang melelahkan. Pemberian peregangan otot di sela-sela proses pembelajaran akan mampu mengembalikan kesegaran kondisi siswa, sehingga menciptakan suasana kelas yang kembali rileks, tidak membosankan serta mampu merangsang kreativitas dan kemampuan

(6)

berpikir. Proses belajar yang tidak melelahkan ini akan diperoleh hasil belajar yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kebosanan pada peserta didik?

2. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan kelelahan pada peserta didik?

3. Apakah peregangan otot di sela pembelajaran dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara lebih terukur pengaruh peregangan otot di sela pembelajaran terhadap penurunan kebosanan, kelelahan, keluhan muskuloskeletal pada peserta didik kelas X Program Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui penurunan kebosanan di sela pembelajaran pada peserta didik

(7)

2. Mengetahui penurunan kelelahan di sela pembelajaran pada peserta didik setelah dilakukan peregangan otot.

3. Mengetahui penurunan keluhan musculoskeletal di sela pembelajaran pada peserta didik setelah dilakukan peregangan otot.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi khususnya dalam bidang ergonomi-fisiologi kerja 2. Diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman baru

serta sumbangan pemikiran dalam perbaikan proses pembelajaran untuk mengurangi kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Diharapkan dapat diterapkan pada semua sekolah agar menerapkan

kaidah-kaidah ergonomi pada proses pembelajaran.

2. Dimanfaatkan sebagai dasar untuk menyampaikan saran kepada guru dan pihak sekolah agar mencermati proses pembelajaran di dalam kelas ditinjau dari kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal peserta didik

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Sedangkan pelaksanaan proses belajar mengajar dapat dilakukan sebagai interaksi antara pengajaran dengan pelajaran dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Rahayu, 2010). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Pusat Data dan Informasi Pendidikan, 2006). Proses pembelajaran yang dilakukan dalam ruang kelas, SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dapat terlihat pada Gambar 2.1.

(9)

2.2 Peregangan

2.2.1 Pengertian peregangan

Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) menjadi meningkat. Kelenturan (fleksibilitas) adalah kemampuan untuk menggerakkan otot beserta persendian pada seluruh daerah pergerakan. Kurangnya kelenturan pada tubuh dapat menyebabkan ketidakseimbangan mekanis pada tubuh. Ketidakfleksibelan pada bahu dan punggung atas dapat menyebabkan tulang punggung melengkung keluar atau membungkuk dan dapat mengurangi kapasitas pernapasan. Otot yang rapat pada pinggul, bagian belakang kaki, dan punggung bawah dapat memutar pinggul ke depan menimbulkan rasa sakit yang kuat pada punggung bawah, bokong dan tungkai atas. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui pentingnya peregangan dalam kegiatan sehari-hari, terlebih lagi untuk otot-otot yang bekerja statis, seperti pembelajaran yang hanya duduk sepanjang hari mengikuti belajar mengajar (Alter, 2003).

Manfaat melakukan peregangan sebagai berikut.

a. Peregangan dapat meningkatkan kebugaran fisik seseorang. b. Peregangan dapat meningkatkan mental dan relaksasi fisik.

c. Peregangan dapat mengurangi risiko keseleo sendi dan cedera otot (kram).

d. Peregangan dapat mengurangi risiko cedera punggung. e. Peregangan dapat mengurangi rasa nyeri otot.

f. Peregangan dapat mengurangi rasa sakit yang menyiksa pada saat menstruasi.

(10)

g. Peregangan dapat mengurangi ketegangan otot.

2.2.2 Beberapa metode peregangan

Peregangan berhubungan dengan proses pemanjangan otot (elongation). Latihan-latihan peregangan dapat dilakukan dalam beberapa cara tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, kemampuan kita, dan keadaan atau kondisi kita. Menurut Alter (2003) terdapat lima teknik peregangan dasar sebagai berikut.

1. Teknik peregangan statis

Peregangan statis meliputi teknik peregangan dengan posisi tubuh bertahan (artinya, melakukan peregangan dengan tubuh tetap pada posisi semula tanpa berpindah tempat). Dalam teknik tersebut otot diregangkan pada titik yang paling jauh kemudian bertahan pada posisi meregang. Manfaat yang paling penting dalam teknik statis adalah bahwa teknik tersebut adalah cara yang paling aman dalam melakukan peregangan. Manfaat lain dari teknik peregangan ini sebagai berikut.

a. Memerlukan energi yang lebih sedikit.

b. Memberikan waktu yang cukup untuk mengulang kembali kepekaan (sensitivity) pada otot.

c. Dapat menyebabkan relaksasi pada otot. 2. Teknik peregangan balistik

Peregangan balistik adalah gerakan-gerakan yang berbentuk ritmis. Teknik ini merupakan teknik peregangan yang paling kontroversial, sebab teknik ini sering kali menyebabkan rasa sakit dan cedera pada otot.

(11)

a. Teknik ini tidak memberikan cukup waktu bagi jaringan-jaringan otot untuk menyesuaikan diri pada peregangan yang sedang dilakukan. b. Diawali dengan meningkatkan tegangan pada otot, hal ini membuat kita

lebih sukar untuk meregangkan jaringan-jaringan penghubung pada otot.

3. Teknik peregangan pasif

Teknik peregangan pasif merupakan suatu teknik peregangan dimana seseorang dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi pada daerah gerakan. Manfaat yang dapat diperoleh dari peregangan pasif tersebut sebagai berikut.

a. Teknik ini efektif apabila otot antagonis ( yaitu otot yang berperan dalam gerakan yang terjadi) dalam kondisi yang terlalu lemah untuk menerima respon gerakan.

b. Arah, lamanya waktu melakukan peregangan, dan intensitasnya dapat diukur.

c. Dapat memajukan kekompakan tim bila mana peregangan tersebut dilakukan bersama-sama dengan atlet-atlet lainnya.

Kelemahan utama dari peregangan pasif adalah resiko adanya rasa sakit ataupun mengalami luka (cedera) yang lebih besar, apabila rekan kita mempergunakan tenaga eksternal secara tidak tepat.

4. Teknik peregangan aktif

Peregangan aktif dilakukan dengan menggunakan otot-otot tanpa mendapat bantuan dari kekuatan eksternal. Kelemahan-kelemahan utama dari peregangan aktif ini adalah, bahwa peregangan ini menjadi tidak

(12)

efektif dikarenakan adanya gangguan-gangguan tertentu pada tubuh dan juga adanya cedera seperti terkilir yang kuat, peradangan atau patah tulang.

5. Teknik proprioseptif

Teknik ini merupakan peregangan yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki jangkauan gerakan anda. Teknik ini juga berhubungan dengan teknik yang dikembangkan sebagai model terapi fisik pada rehabilitasi pasien.

2.2.3 Penggunaan peregangan dalam pembelajaran

Penggunaan peregangan dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik mengurangi ketegangan pada otot-ototnya. Dimana ketegangan otot-otot tersebut tentunya akan mengakibatkan kelelahan pada peserta didik itu sendiri. Beberapa bentuk adaptasi dapat diperolah dari aktivitas peregangan yang dilakukan dan tentunya peregangan tersebut di lakukan dengan teknik yang benar. Adapun teknik yang digunakan untuk menyelingi proses pembelajaran yang dapat dilakukan oleh peserta didik adalah teknik peregangan statik.

Beberapa bentuk adaptasi dapat diperoleh dari aktivitas peregangan yang telah dilakukan. Ketika otot tiba-tiba diregangkan maka pertama-tama akan timbul stretch reflex (refleks meregang), selanjutnya otot yang kita regangkan akan berkontraksi. Strech reflex adalah suatu operasi dasar dari sistem saraf yang membantu menjaga kesehatan otot yang sedang meregang. Otot yang sedang meregang akan memanjang (menjadi lebih panjang) pada serat–serat otot dan muscle spindles-nya.

(13)

Selama kurun waktu bertambahnya tingkat peregangan, sarung-sarung (lapisan) facial yang menyelubungi otot-otot akan menyebabkan perubahan panjang menjadi semipermiabel. Sarung-sarung ini meliputi epymisium, endomysium, dan perimysium. Pada akhirnya peregangan yang dalam hal ini dipergunakan peregangan statik dapat menstimulasi produksi dan penyimpanan glycoaminoglycans (GAGs). GAGs tersebut bersama-sama dengan air dan asam hyaluron, melumasi dan menjaga jarak kritis antara serat-serat jaringan penghubung dalam tubuh (Alter, 2003).

Peregangan dapat diberikan pada saat setelah dua jam pelajaran, selama 5 menit. Karena diperkirakan pada saat itu peserta didik berada pada puncak kelelahan dan ketegangan otot akibat dari sikap statis.

2.3 Kebosanan

2.3.1 Pengertian kebosanan

Menurut Anoraga (1998) kebosanan adalah ungkapan tidak enak dari perasaan tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Biasanya kebosanan juga diartikan dengan kondisi kekurangan sesuatu seperti kedamaian, kepuasan dan perasaan ingin lari dari sesuatu, meskipun perasaan ini bukan saja disebabkan semata-mata oleh kebosanan. Singkatnya, kebosanan adalah bentuk lain dari perasaan tersiksa. Kebosanan adalah suatu pengingat akan adanya keterbatasan dan dapat terjadi pada segala hal. Kebosanan dapat timbul karena kurangnya perubahan pada sesuatu yang menjadi perhatian seseoran dan dapat menjadi suatu alat atau barometer dari kondisi seseorang. Kebosanan dapat juga dimanifestasikan dengan ketidakmampuan untuk duduk

(14)

berlama-lama, keinginan untuk segera pergi ke suatu tempat atau ingin menjadi seseorang yang lain.

2.3.2 Fisiologi kebosanan

Secara fisiologis Kroemer dan Grandjean (2000) menjelaskan secara singkat bahwa situasi dengan stimulus yang rendah, berulang-ulang atau dengan tuntutan fisik dan mental yang rendah akan menimbulkan stimulus yang kecil pula pada daerah kesadaran di otak manusia. Konsekuensinya, sistem limbik akan terpengaruh dan reaksi dari organisme secara keseluruhan akan menurun. Dengan kata lain, daya tahan seseorang untuk memberikan perhatian pada suatu stimulus yang monoton lama kelamaan akan berkurang, sehingga dibutuhkan kehadiran stimulus lain untuk meningkatkan kesiagaan.

2.3.3 Faktor-faktor penyebab kebosanan

Para ahli menyebutkan secara luas faktor-faktor penyebab kebosanan sebagai berikut (Pulat,1992; Kroemer dan Grandjean ,2000).

1. Pekerjaan kurang menarik.

2. Kurangnya motivasi terhadap pekerjaan.

3. Pekerjaan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi. 4. Kecepatan kerja terlalu lambat.

5. Lingkungan tidak menarik atau suram.

6. Kurangnya kesempatan bagi tubuh untuk bergerak 7. Kondisi panas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sesuai dengan pendapat Anastasi (1989), bahwa sumber kebosanan sebagai berikut.

(15)

1. Individu.

Karakteristik orang berbeda-beda sehingga setiap orang memiliki kerentanan yang berbeda-beda pula terhadap kebosanan sekalipun melakukan kegiatan yang sama

2. Lingkungan.

Kondisi lingkungan yang sifatnya mengganggu pemusatan perhatian dapat meningkatkan kebosanan, demikian pula yang menimbulkan konflik antara keinginan untuk berpaling ke aktivitas lain yang lebih menarik

3. Jenis kegiatan

Kegiatan yang membutuhkan sedikit perhatian, pekerjaan yang semi otomatis, pekerjaan monoton dan pekerjaan yang menimbulkan minat intrinsik kecil adalah jenis-jenis kegiatan yang berakibat membosankan.

2.3.4 Akibat kebosanan

Efek dari tugas-tugas monoton yang membosankan antara lain adalah timbulnya rasa kesal, lemas, lelah dan berkurangnya kewaspadaan (Kroemer dan Grandjean, 2000; Pulat, 1992; Kroemer dkk., 1994).

2.4 Kelelahan

2.4.1 Pengertian kelelahan

Kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terhadap thalamus yang mampu

(16)

nenurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur, sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif tubuh untuk bekerja. Bila sistem penghambat lebih kuat, seseorang berada dalam kelelahan dan sebaliknya bila sistem aktivasi yang lebih kuat berarti seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja (Suma’mur, 2009 ; Kroemer dan Grandjean, 2000).

Kelelahan timbul disebabkan oleh 2 hal sebagai berikut. 1. Akibat faktor fisiologis.

Kelelahan timbul karena adanya perubahan fisik dalam tubuh 2. Akibat faktor psikologis

Kelelahan yang timbul dalam perasaan dan terlihat dalam tingkah lakunya. Kelelahan ada 2 jenis yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum dengan karakteristik sebagai berikut.

a. Kelelahan otot.

Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat tegangan yang berlebihan (tremor otot) yang ditandai dengan menurunnya tenaga maupun semakin lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan atau otot mengalami perpanjangan waktu reaksi (Kroemer dan Grandjean, 2000). Kelelahan otot terjadi karena adanya sikap kerja statis. Konstraksi otot statis dalam waktu lama akan menyebabkan otot kekurangan aliran darah, yang berakibat pada berkurangnya pertukaran energi dan tertumpuknya sisa metabolisme pada otot yang aktif, sehingga menyebabkan rasa lelah dan nyeri (Pheasant, 1991; Guyton&Hall, 2000).

(17)

b. Kelelahan umum

Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang ditandai dengan kelambanan atau berkurangnya kemauan untuk bekerja atau beraktivitas. Penyebab kelelahan umum termasuk faktor psikis, monotomi, intensitas lamanya kerja mental dan fisik, lingkungan, konflik dan lain sebagainya (Kroemer dan Grandjean, 2000)

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kelelahan

Kelelahan dapat ditandai dengan dengan kondisi yang cenderung untuk mengantuk. Kelelahan terjadi karena beberapa penyebab antara lain karena melakukan aktivitas monoton, beban dan waktu kerja yang berlebihan, keadaan lingkungan, keadaan kejiwaan dan keadaan gizi (Suma’mur, 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa beban kerja fisik yang ringan dan suasana monoton di lingkungan kerja mempercepat timbulnya kelelahan yang dipicu oleh kebosanan. Ketika tuntutan fisik dan mental rendah, minat peserta didik berkurang, aktivitas otak menurun dan menyebabkan kurangnya perhatian, resiko kesalahan meningkat dan timbul perasaan frustrasi.

2.4.3 Pengukuran kelelahan

Kroemer dan Grandjean (2000) menyebutkan beberapa gejala umum kelelahan yang menjadi dasar penggunaan metode pengukuran yaitu: (1) penurunan perhatian; (2) persepsi yang terganggu dan lambat; (3) gangguan berpikir; (4) penurunan motivasi; (5) penurunan kecepatan kerja; (6) penurunan ketelitian;dan (7) penurunan kemampuan untuk beraktivitas secara fisik dan mental

(18)

2.4.5 Kelelahan dalam pembelajaran

Kelelahan secara umum merupakan suatu keadaan yang tercermin dari gejala perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi, aktivitas, dan fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Kroemer dan Grandjaen, 2000). Kelelahan juga dapat dikatakan sebagai isyarat, bahwa energi tubuh kita menjadi sangat berkurang akibat pemakaiannya untuk menyelesaikan bermacam tugas pekerjaan. Menurut Kartono, (1999) terdapat dua teori kelelahan sebagai berikut.

1. Teori intoksikasi (peracunan)

Ketika seseorang bekerja, terjadilah penambahan pertukaran zat dalam tubuh. Munculah kemudian produk pembakaran, yang diserap oleh darah dan kemudian di angkut ke susunan saraf pusat, sehingga mengakibatkan semacam proses peracunan di sana. Kemudian timbulah gejala kelelahan, yang sifatnya bisa lokal, misalnya pada lengan, bahu, kaki, dan bisa juga terasa di seluruh tubuh.

2. Teori biologis

Psikolog Amerika Thorndike menyatakan, akibat kerja yang berkepanjangan akan mucul dua gejala sebagai berikut.

a. Substraksi atau berkurangnya energi, sehingga timbul gejala kelelahan. b. Munculnya ketegangan yang makin tinggi untuk melanjutkan

(19)

Teori ini menyatakan bahwa, karena pekerjaan yang berkelanjutan, semakin banyak timbul reaksi-reaksi yang menghambat kelancaran pekerjaan, misalkan kaki dan tangan terasa kaku dan harus direntangkan, perhatian berkurang, sehingga seseorang perlu istirahat untuk memperoleh energi baru.

Kelelahan juga dapat terjadi karena melakukan aktivitas yang monoton, beban, dan waktu kerja yang berlebihan serta keadaan lingkungan yang tidak mendukung. Sebagian kelelahan merupakan akibat dari ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolik serat-serat otot untuk terus memberi hasil kerja yang sama. Bila suatu otot berkontraksi timbul suatu kerja yang memerlukan energi yang disediakan oleh Adenosin Tri Phosphat (ATP). Dimana energi tersebut dipergunakan untuk : (1) memompa kalsium dari sarkoplasma ke dalam retikulum sarkoplasmik setelah kontraksi berakhir dan (2) memompa ion-ion natrium dan kalium melalui membran serat otot untuk mempertahankan lingkungan ionik yang cocok untuk pembentukan potensial aksi. Dalam penggunaan energi dalam kontraksi otot, ATP dipecah menjadi Adenosin Di Phosphat (ADP), ADP mengalami refosforilasi untuk membentuk ATP baru. Sumber energi untuk proses refosforilasi adalah substansi kretin fosfat, glikogen, dan metabolisme oksidatif (Guyton & Hall, 1996).

Proses pembelajaran memerlukan aktivitas fisik dan mental yang secara terpadu dapat diekpresikan melalui kelelahan yang ditandai dengan adanya perubahan psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya perasaan sakit, berat pada bola mata, pelemahan motivasi dan aktivitas fisik lainnya yang akan mempengaruhi aktivitas fisik maupun mental (Sedarmayanti,

(20)

1996). Munculnya kelelahan dini sebagai ekpresi beban pelajar menunjukkan bahwa pada proses pembelajaran memerlukan energi yang relatif banyak apalagi kalau disertai dengan kondisi lingkungan yang tidak memadai yang membuat energi terkuras untuk mengatasinya. Timbulnya kelelahan dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk, berat pada bola mata, serta melemahnya motivasi. Kondisi ini akan semakin parah jika dalam proses pembelajaran diserta dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat, cara pembelajaran yang membosankan, dan sarana pembelajaran yang tidak mendukung.

Alternatif cara untuk mengurangi kelelahan adalah melakukan peregangan otot setelah beraktivitas. Dengan pemberian peregangan selama 5-10 menit maka akan dapat mengurangi kelelahan (Connely, 2008).

Melihat keadaan tersebut di kelas para pendidik dapat melakukan tindakan dengan memberikan istirahat aktif kepada pelajar sekitar 5-10 menit sehingga mampu mengurangi kelelahan yang menyebabkan rasa kantuk.

2.5 Keluhan Muskuloskeletal

2.5.1 Pengertian keluhan muskuloskeletal

Menurut Kroemer dan Grandjean (2000), keluhan otot adalah rasa tidak nyaman sampai nyeri pada otot yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible) yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis dan keluhan tersebut akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan.

(21)

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut

2.5.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal

Karlson & Johansson (1998) menyatakan bahwa penyebab gangguan muskeloskeletal sebagai berikut.

1. Jenis pekerjaan monoton dan berulang-ulang.

2. Terkena paparan stress lingkungan fisik yang cukup lama. 3. Kerja dalam posisi duduk yang lama.

Faktor yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal pada aktivitas belajar adalah sikap duduk yang lama. Menurut Hart (1998) definisi duduk adalah menopang seluruh batang tubuh manusia pada pantat dan paha. Secara garis besar tipe-tipe duduk sebagai berikut.

1. Duduk di lantai: menempatkan pantat dan kaki pada ketinggian yang sama. Lutut dapat diselonjorkan atau ditekuk ke arah dada, ataupun disilang (bersila).

2. Duduk di kursi: menempatkan pantat dan paha di atas ketinggian lantai dengan ditopang kursi.

2.5.3 Keluhan muskuloskeletal dalam pembelajaran

Ganong (2001) menyatakan sistem muskuloskeletal adalah sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot striata (serat lintang) yang sifat gerakannya dapat diatur (volunter). Sistem muskuloskeletal menyusun komponen primer aktivitas otot. Komponen tersebut terdiri dari otot-otot, tulang-tulang, dan jaringan penghubung serta metabolisme diperlukan untuk

(22)

menyediakan kebutuhan energi. Otot-otot merupakan salah satu pemegang peran utama dalam aktivitas manusia. Otot-otot skeletal (voluntary) tersusun dari gumpalan serat otot, semakin besar gumpalan serat otot semakin besar pula tekanan yang bisa dilakukan oleh otot tersebut.

Otot terbentuk atas fiber yang berukuran panjang antara 10 sampai dengan 400 mm dan berdiameter 0,01 sampai dengan 0,1 mm. Pengujian mikroskopis menunjukkan bahwa fiber terdiri dari myofibril yang tersususn atas sel-sel filamen dari molekul myosin yang saling overlap (tumpang tindih) dengan filamen dari molekul aktin. Serabut otot bervariasi antara otot satu dengan otot yang lainnya. Beberapa diantaranya mempunyai gerakan yang lebih cepat dari pada yang lainnya dan hal ini terjadi pada otot yang digunakan untuk mempertahankan posisi badan misalnya otot pembentuk postur tubuh.

Otot yang pucat adalah menandakan kontraksi otot yang cepat. Perbandingan otot merah dan putih merupakan indikasi untuk menunjukkan daya potensial bagi para olah ragawan. Seperti misalnya proporsi yang besar pada serabut otot merah yang terdapat pada otot kaki menandakan indikasi pelari sprinter, sedangkan serabut otot putih adalah untuk pelari jarak jauh. Kemampuan tersembunyi dapat diturunkan secara genetika, yaitu dengan pelatihan yang rutin dan kontinyu akan dapat membentuk serabut otot yang dapat menghasilkan kekuatan otot yang prima.

2.5.4 Jenis-jenis kerja otot

Berdasarkan kajian ergonomi, otot dibedakan menjadi dua tipe kerja, dengan tujuan untuk mengevaluasi tuntutan kerja fisik dari tubuh yang sesungguhnya. Tipe kerja otot tersebut adalah sebagai berikut.

(23)

1. Kerja otot dinamis, tipe ini mempunyai ciri melibatkan kontraksi dan relaksasi ritmik dari otot, contohnya adalah memutar sebuah handwheel untuk membuka katup. Tekanan alternatif dan relaksasi memungkinkan banyak darah disalurkan melalui otot daripada ketika sedang istirahat sehingga baik oksigen yang diperlukan maupun sisa metabolisme yang dibuang menjadi efektif.

2. Kerja statis, bercirikan suatu kondisi kontraksi yang lama, yang membatasi darah mengalir ke jaringan otot. Baik oksigen yang dibutuhkan maupun sisa metabolisme yang dibuang tidak menjadi efektif. Sebagai ilustrasi adalah memegang sebuah kotak dengan postur statis dan menekan pada bagian tertentu untuk menjaga posisi. Besarnya otot yang mengalami muatan statis akan cepat menghabiskan cadangan ATP, sehingga jenis aktivitas ini tidak akan berlangsung lama. Otot yang mengalami sakit akan menimbun sisa pembakaran termasuk asam laktat, yang berakumulasi pada jaringan otot. Dibandingkan dengan kerja dinamis, kerja statis akan memerlukan waktu istirahat yang lebih lama (Kroemer dan Grandjean, 2000).

Gerakan tubuh diatur sedemikian rupa sehingga mengambil keuntungan maksimum dari prinsip-prinsip fisiologi. Pada otot yang menggerakkan lebih dari satu persendian, menyebabkan gerakan pada satu sendi dapat mengkompensasi gerakan lainnya sedemikian rupa sehingga terjadi relatif sedikit pemendekan otot kontraksi. Contohnya pada waktu perjalanan tiap-tiap anggota badan melintas secara berirama, di mana saat berdiri kaki berada pada tanah sebagai penopang dan saat mengayun atau beranjak dari tanah menyebabkan aktivitas otot-otot

(24)

fleksor tungkai yang singkat pada permulaan setiap langkah, dan kemudian berayun ke depan disertai aktivitas kontraksi otot yang lebih sedikit. Itu berarti hanya sebagian kecil otot-otot yang aktif dalam setiap langkah saat berjalan dalam waktu yang lama dan konsekuensinya energi yang dikeluarkan relatif kecil sehingga kelelahan otot tidak cepat muncul atau keluhan otot dapat dihindari (Ganong, 2001).

Berikut dijelaskan fungsi otot secara umum (Tjandra, 1988).

1. Menyelenggarakan pergerakan yang meliputi menggerakan bagian-bagian tubuh atau berjalan (movement).

2. Mempertahankan sikap tertentu, karena adanya kontraksi otot secara lokal yang memungkinkan dilakukan sikap berdiri, duduk, jongkok, dan sikap-sikap lainnya.

3. Menghasilkan panas, karena adanya proses-proses kimia dalam otot yang dapat digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh.

2.5.5 Kelompok muskuloskeletal

Kelompok muskuloskeletal, berdasarkan lokasinya adalah sebagai berikut (Tjandra, 1988).

1. Leher terdiri atas kelompok kelompok otot sternocleidomastoideus. 2. Punggung terdiri atas kelompok otot trapezius dan latissimus dorsi. 3. Dada terdiri atas kelompok otot pectoralis mayor dan serratus anterior. 4. Bahu terdiri atas kelompok otot deltoideus.

5. Lengan atas terdiri atas kelompok otot biceps brachii, triceps brachii, dan brachialis.

(25)

6. Lengan bawah terdiri atas kelompok otot brachioradialis, dan pronator teres.

7. Pantat terdiri atas kelompok otot gluteus maksimus, gluteus medius, dan tensor faciae latae.

8. Paha terdiri atas kelompok otot quadriceps femoris, gracilis, biceps femoris, semitendinosus dan semimembranosus.

9. Betis dan kaki terdiri atas kelompok otot tibialis anterior, gastrocnemius, soleus dan peroneus longus.

10. Dasar panggul terdiri atas levator ani dan coccygeus.

2.5.6 Gangguan sistem muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal tersusun dari jaringan yang lembut dan tulang di dalam tubuh. Cohen dkk. (1997) dalam Sutajaya (2006) menyatakan bahwa keluhan muskuloskletal sebagai berikut.

1. Tulang-tulang yang merupakan struktur penyangga tubuh.

2. Jaringan otot yang dapat berkontraksi sehingga menimbulkan gerakan. 3. Tendon yang merupakan jaringan penghubung otot dengan tulang. 4. Ligamen yang merupakan jaringan penghubung tulang dengan tulang. 5. Kartilago (tulang rawan) yang berfungsi sebagai bantalan sendi.

6. Saraf yang merupakan sistem komunikasi antara otot, tendon, dan jaringan lainnya dengan otak.

7. Pembuluh darah yang berfungsi sebagai organ transportasi nutrisi ke seluruh jaringan tubuh melalui darah dan ogan pembuangan.

8. Terjadi peningkatan gula darah dengan meningkatkan pelepasannya dari hati.

(26)

9. Terjadi peningkatan temperatur tubuh dan meningkatkan metabolisme. Peningkatan temperatur ini memicu kecepatan reaksi kimia metabolisme dan menjamin transportasi energi kimia menjadi energi mekanik.

Apabila pekerjaan fisik berlanjut maka akan muncul efek sekunder. Yang terpenting adalah perubahan komposisi kimia cairan tubuh. Terjadi peningkatan jumlah produk akhir metabolisme misalnya, asam laktat dan ginjal yang harus membuang lebih banyak produk sisa. Dengan aktivitas muskular, terjadi peningkatan temperatur internal tubuh dan pemanasan yang berlebih dapat dihindari dengan meningkatkan laju pelepasan panas yaitu dengan meningkatkan aliran darah ke kulit dan dengan berkeringat.

Perubahan respirasi, denyut nadi, dan temperatur tubuh dalam rentangan tertentu menunjukan hubungan linear dengan besarnya konsumsi energi atau besar kerja yang dilakukan. Sehingga saat perubahan ini terjadi dan dapat diukur, maka dapat digunakan untuk memperkirakan beratnya kerja fisik yang dilakukan.

Sikap duduk yang terus menerus dalam waktu yang lama dapat di golongkan sebagai sikap kerja statis (Wulanyani, 2004). Pada proses pembelajaran yang dilakukan di ruang kelas, umumnya didominasi oleh kontraksi otot statis karena pelajar saat mendengarkan, mencatat, dan melihat informasi di papan tulis, dan mengemukakan pendapatnya selalu barada di tempat duduk. Kondisi seperti ini menyertai pelajar minimal dua jam dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat menimbulkan keluhan muskuloskletal. Keluhan muskuloskletal dapat menimbulkan: (1) sakit pinggang dan punggung; (2) gangguan neuromuskular; (3) arthritis; (4) kelelahan otot secara kronis (Sutajaya, 2006). Keadaan seperti ini

(27)

salah satunya dapat di pulihkan dengan melakukan istirahat pendek dan istirahat aktif dengan jalan pindah tempat duduk setelah satu jam pelajaran.

Selama proses pembelajaran dengan sikap belajar yang statis ini otot-otot cenderung menegang dan salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan memberikan istirahat aktif yang berupa peregangan otot di sela-sela proses pembelajaran sehingga otot menjadi rileks.

2.6 Energi untuk Kerja

Energi yang digunakan untuk bekerja berasal dari pemecahan ATP yaitu dengan memecah salah satu dari ikatan pospat. Sehingga ATP dikonversi menjadi ADP dan menghasilkan energi. Agar sel tetap bekerja, ADP harus dikonversi kembali menjadi ATP sehingga energi tetap dapat dihasilkan bila diperlukan.

ATP ADP + fosfat + energi

Simpanan ATP sangat terbatas dan dapat berkurang dalam hitungan detik atau menit, sehingga harus dibentuk dari energi yang didapat dari oksidasi karbohidrat dan asam lemak (didapat dari lemak). Karbohidrat dan lemak terutama dipecah melalui serangkaian proses kimia dan kemudian menghasilkan karbohidrat, air dan energi yang kemudian digunakan untuk membentuk ATP.

Metabolismenya dapat berlangsung secara aerob maupun secara anaerob. Pada jalur aerob, gula darah yang berasal dari makanan masuk ke dalam sel dan mengalami degradasi melalui serangkaian reaksi kimia menjadi piruvat. Sumber piruvat lainnya juga berasal dari glikogen yang banyak disimpan di dalam hati dan otot rangka. Dengan oksigen yang cukup banyak, yang didapat dari ventilasi paru dan diedarkan melalui sistem sirkulasi, piruvat memasuki siklus Krebs yang

(28)

selanjutnya menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang cukup besar untuk membentuk ATP dari ADP.

Apabila kapasitas kerja meningkat dan pasokan oksigen tidak mencukupi maka terjadilah metabolisme anaerob, yang akan menghasilkan melalui proses aerob, dan produk sisa yang bersifat sangat asam, yaitu asam laktat. Produk sisa ini harus dibuang dengan bantuan oksigen. Apabila tidak tersedia oksigen selama seseorang bekerja, asam laktat tersebut akan menumpuk. Dikatakan bahwa orang tersebut memiliki oxygen debt yang harus dibayar dengan beristirahat (Citrawathi dkk., 2001).

(29)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Tahap awal pembelajaran adalah pendidik mampu menyiapkan suasana yang kondusif. Terdapat dua faktor yang menentukan suasana yang mendukung proses pembelajaran yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Untuk menghindari terjadinya kesenjangan pada kedua faktor ini diusahakan variasi dalam mengajar sehingga proses pembelajaran tidak monoton atau dapat menimbulkan kondisi yang tidak nyaman pada peserta didik. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik adalah: (1) peserta didik duduk pasif dalam mengikuti pembelajaran di kelas; (2) waktu berlangsungnya proses pembelajaran melebihi jadwal yang telah ditentukan, (3) metode pembelajaran dari pengajar yang bersifat monotone dan; (4) sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran yang tidak sesuai dengan antropometri peserta didik. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan istirahat aktif berupa peregangan otot dalam pembelajaran. Sehingga kelelahan dan keluhan muskuloskeletal yang dialami peserta dapat diperingan.

(30)

3.2 Konsep Penelitian

Keterangan : : dikontrol : intervensi

==== : pengaruh intervensi

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

Kondisi belajar

1. Peserta didik duduk pasif

2. Waktu pembelajaran melebihi jadwal

3. Metode pembelajaran monoton 4. Sarana & prasarana tidak sesuai

dengan antropometri Perlakuan - Tanpa peregangan otot - Peregangan otot di sela pembelajaran Luaran Kebosanan Kelelahan Keluhan muskuloskeletal Kondisi lingkungan 1. Suhu kering 2. Suhu basah 3. Kelembaban udara 4. Kebisingan 5. Intensitas cahaya Organisasi 1. Materi pelajaran 2. Waktu istirahat Subjek Peserta didik dengan karakteristik: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Berat badan 4. Tinggi badan

(31)

3.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diuraikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan kebosanan pada

peserta didik.

2. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan kelelahan pada peserta didik

3. Peregangan otot di sela pembelajaran menurunkan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik.

(32)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan sama subjek atau treatment by subjek design (Bakta, 1997). Secara sederhana dapat diilustrasikan seperti Gambar 4.1

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian Sama Subjek

Keterangan :

P : populasi (Semua peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung yang memenuhi kriteria inklusi). S : sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

O1 : pendataan sebelum pembelajaran (tanpa perlakuan).

(P0) : tahap 1, sebelum perlakuan (pembelajaran tanpa peregangan otot).

O2 : pendataan setelah pembelajaran (tanpa perlakuan). O3 : pendataan sebelum pembelajaran (dengan perlakuan). O4 : pendataan setelah pembelajaran (dengan perlakuan).

(P1) : tahap 2, sesudah perlakuan (pembelajaran dengan peregangan)

(P0) (P1) P S

(33)

WOP : washing out period selama 4 hari untuk meminimalkan washing efek seperti; (1) akivitas siswa dibatasi, (2) istirahat secara teratur.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata Triatma Jaya Badung, dilaksanakan pada periode bulan Mei s.d Juni 2011.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup penelitian dalam bidang ergonomi fisiologi kerja yang diterapkan pada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata Triatma Jaya Badung.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi target penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung dan populasi terjangkau adalah peserta didik kelas X TIK2 jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi

2. Sampel penelitian

(34)

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampelnya adalah total sampling karena semua peserta didik kelas X TIK2 Jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dipergunakan sebagai sampel yaitu berjumlah 40 orang peserta didik.

4.4.2 Kriteria Eligibilitas

Adapun kriteria yang digunakan sebagai berikut. 1. Kriteria inklusi

Sampel dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas X TIK2 Jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut.

a. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

b. Bersedia terlibat sebagai sampel dalam penelitian ini yang dibuktikan dengan pengisian informed consent.

c. Berat badan ideal s.d. normal yang dihitung dari tinggi badan dan berat badan sampel.

2. Kriteria drop out

Kriteria drop out (dikeluarkan sebagai sampel) yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Tidak dapat mengikuti penelitian secara penuh b. Sakit atau kecelakaan saat penelitian berlangsung

(35)

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Variabel bebas; peregangan otot di sela pembelajaran

2. Variabel terikat; kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. 3. Variabel kontrol, yaitu (a) faktor internal peserta didik (umur, jenis

kelamin, berat badan, dan tinggi badan) dan (b) faktor eksternal (mikroklimat ruang kelas dan faktor sosial budaya).

4.5.2 Definisi operasional variabel

Menghindari adanya kesalahan dalam pengumpulan data, maka berdasarkan identifikasi dan klasifikasi variabel di atas, dibuat definisi operasional variabel sebagai berikut.

1. Peregangan otot merupakan suatu usaha untuk memperpanjang otot istirahat (relaksasi). Sehingga dengan adanya peregangan ini kelenturan (fleksibilitas) menjadi meningkat. Peregangan otot dilakukan sebanyak 2 kali selama proses pembelajaran yang berlangsung dari pukul 07.30 – 13.10 Wita dengan pembagian sebagai berikut.

07.30 – 08.15 Wita, jam pelajaran I 08.15 – 09.00 Wita, jam pelajaran II

09.00 – 09.45 Wita, jam pelajaran III (5 menit sebelum berakhir dilakukan peregangan)

09.45 – 10.30 Wita, jam pelajaran IV

(36)

10.55 – 11.40 Wita, jam pelajaran V

11.40 – 12.25 Wita, jam pelajaran VI (5 menit sebelum berakhir dilakukan peregangan)

12.25 – 13.10 Wita, jam pelajaran VII

Jadi peregangan otot dilakukan sebanyak 6 kali selama 3 hari yaitu pada hari Senin, Selasa dan Rabu.

2. Peregangan dalam pembelajaran adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas otot peserta didik selama proses pembelajaran. Beberapa gerakan yang dilakukan untuk dapat menurunkan kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal pada peserta didik, sebagai berikut. a. Peregangan otot leher: berfungsi untuk meregangkan otot

sternocleidomastoideus dan otot trapezius.

Gerakan peregangan itu sendiri terdiri atas gerakan sebagai berikut. 1. Menundukkan kepala ke bawah dan meregangkan kepala ke atas

dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali.

2. Menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.3).

3. Mematahkan kepala ke kanan dan ke kiri dilakukan dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.4).

b. Peregangan otot tangan dan lengan: bertujuan untuk meregangkan otot triceps brachii, deltoideus, biceps brachii, fleksor antebrachii, dan ekstensor antebrachii.

(37)

Gerakan peregangannya sebagai berikut.

1. Menekuk tangan kanan menyamping ke kiri dengan ditahan menggunakan tangan kanan dan kemudian sebaliknya dengan dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.5)

2. Tangan kanan ditekuk di belakang kepala kemudian ditekan menggunakan tangan kiri dan kemudian sebaliknya dengan dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.6)

3. Meregangkan atau menarik kedua tangan ke atas dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.7)

4. Menekuk telapak tangan kanan ke atas dan ke bawah dengan dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali serta demikian jugan dengan tangan kiri. (Seperti terdapat pada Gambar 16.8)

c. Peregangan otot pinggang dan perut: ditujukan untuk meregangkan otot serratus anterior, rectus abdominis, latissimus dorsi, obliquus abdominis eksternus, dan inscriptiones tendineii.

Gerakan peregangannya sebagai berikut.

1. Mencondongkan badan ke samping kanan dan ke samping kiri dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.9)

(38)

2. Memutar badan ke kanan dan kiri dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.10). d. Peregangan otot punggung, bertujuan untuk meregangkan otot

trapezius dan latissimus dorsi.

Gerakan peregangannya sebagai berikut.

1. Posisi berdiri, meletakkan telapak tangan pada punggung bagian bawah (tepat di bagian ginjal) dengan jari-jari tangan menunjuk ke bawah dan ibu jari menunjuk keluar dengan hitungan 8 – 10 detik diulangi 2 sampai 3 kali. (Seperti terdapat pada Gambar 16.11 dan 16.12).

e. Peregangan bahu, bertujuan untuk meregangkan otot deltoideus Gerakan peregangannya sebagai berikut.

1. Tarik bahu ke atas, kearah telinga. Ulangi dengan hitungan 3 – 4 detik diulangi 5 sampai 6 kali.

(Anonim, 2011).

3. Kebosanan adalah tingkat ungkapan perasaan yang tidak menyenangkan, perasaan lelah yang menguras seluruh minat dan tenaga. Di data dengan menggunakan kuesioner kebosanan. Pendataan tingkat kebosanan dilakukan pada pukul 07.00 – 07.30 Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul 13.10 Wita. Jadi pendataan tingkat kebosanan dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) sebanyak 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan.

(39)

4. Kelelahan adalah tingkat reaksi fungsional dari pusat kesadaran yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Di data dengan menggunakan 30 item of rating scale yang dikeluarkan oleh Japan Association of Industrial and Health. Kuesioner ini terdiri atas tiga kategori yaitu: pelemahan aktivitas (item 1 – 10), pelemahan motivasi (Item 11 – 20) dan kelelahan fisik (item 21 – 30). Pendataan tingkat kelelahan dilakukan pada pukul 07.00 – 07.30 Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul 13.10 Wita. Jadi pendataan tingkat kelelahan dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) sebanyak 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan.

5. Keluhan muskuloskeletal adalah tingkat rasa tidak nyaman sampai nyeri pada otot. Keluhan muskuloskeletal didata dengan menggunakan kuesioner keluhan muskuloskeletal yang dimodifikasi dengan 4 skala Likert. Pendataan tingkat keluhan muskuloskeletal dilakukan pada pukul 07.00 – 07.30 Wita (sesaat sebelum subjek mengikuti pembelajaran) dan pada pukul 13.10 Wita Jadi pendataan tingkat keluhan muskuloskeletal dilakukan sebanyak 12 kali yakni setiap hari dilakukan pendataan sebanyak 2 kali (sebelum dan sesudah pembelajaran) selama 6 hari yaitu 3 kali sebelum perlakuan dan 3 kali setelah perlakuan.

6. Umur adalah jarak antara waktu lahir sampai pada saat pendataan.

7. Jenis kelamin adalah ciri fenotif subjek yang ditunjukkan oleh ciri-ciri kelamin sekunder.

(40)

8. Kesehatan adalah status sehat subjek yang ditinjau berdasarkan kondisi fisiologisnya dan dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter. 9. Berat badan adalah bobot tubuh subjek yang diukur dengan timbangan

badan Camry kapasitas 130 kg, dengan ketelitian 0,1 kg.

10. Tinggi badan adalah ukuran dan proporsi tubuh subjek dalam posisi berdiri yang diukur dari vertex sampai ke telapak kaki di lantai dengan antropometer merek Super buatan Jepang.

11. Pembelajaran adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah.

12. Guru adalah pengajar yang memberikan pengajaran dalam satu bidang ilmu yang dikuasai dan akan disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini. Karakteristik guru diasumsikan tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian karena dilakukan oleh guru yang sama antara sebelum dan sesudah perlakuan.

13. Materi pelajaran adalah materi yang diberikan sesuai dengan kurikulum pendidikan untuk siswa SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung. Dengan materi pelajaran sebagai berikut.

Senin:

07.30 – 08.15 Wita : Kimia 08.15 – 09.00 Wita : Kimia

09.00 – 09.45 Wita : Bahasa Indonesia 09.45 – 10.30 Wita : Bahasa Indonesia 10.30 – 10.55 Wita : Istirahat

(41)

11.40 – 12.25 Wita : Bahasa Inggris 12.25 – 13.10 Wita : Budi Pekerti Selasa:

07.30 – 08.15 Wita : Ilmu Pengetahuan Alam 08.15 – 09.00 Wita : Ilmu Pengetahuan Alam 09.00 – 09.45 Wita : Matematika

09.45 – 10.30 Wita : Matematika 10.30 – 10.55 Wita : Istirahat

10.55 – 11.40 Wita : Pemrograman Dasar 11.40 – 12.25 Wita : Pemrograman Dasar 12.25 – 13.10 Wita : Pemrograman Dasar Rabu:

07.30 – 08.15 Wita : Pemrograman Web Dasar 08.15 – 09.00 Wita : Pemrograman Web Dasar 09.00 – 09.45 Wita : Pemrograman Web Dasar 09.45 – 10.30 Wita : Istirahat

10.30 – 10.55 Wita : Agama Hindu 10.55 – 11.40 Wita : Agama Hindu

11.40 – 12.25 Wita : Pendidikan Kewarganegaraan 12.25 – 13.10 Wita : Pendidikan Kewarganegaraan

14. Jam pelajaran adalah istilah yang digunakan untuk membatasi waktu selama proses pembelajaran berlangsung. Satu jam pelajaran dihitung 45 menit.

(42)

15. Waktu istirahat adalah waktu yang digunakan siswa untuk istirahat setelah mengikuti proses pembelajaran. Waktu istirahat yang diberikan adalah 45 menit.

16. Kondisi lingkungan yaitu kondisi alam yang menyertai subjek dalam proses pembelajaran dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki seperti suhu udara dan kelembaban relatif. Pengaruhnya akan dikendalikan dengan jalan melakukan penelitian di satu tempat dan perubahan antara sebelum dan sesudah perlakuan akan dianalisis secara statistic (control by analisis)

17. Suhu udara adalah suhu lingkungan dalam derajat celcius yang diukur dengan thermometer ruangan merk Luxtron LM 800. Pengukuran dilakukan pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, tengah dan bagian belakang kanan dan kiri) dalam ruang kelas siswa. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan dalam sehari.

18. Kelembaban relatif adalah kelembaban yang ditentukan berdasarkan nilai suhu basah dan suhu kering dalam satuan derajat celcius yang dikonversi ke satuan derajat Fahrenheit dan dipetakan ke dalam Psychrometric Chart. Pengukuran ini dilakukan hanya pada satu titik saja yaitu pada titik sentral dari ruang kelas siswa. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan dalam sehari.

19. Intensitas kebisingan diukur dengan menggunakan Sound Level Meter merk Rion dengan satuan decibel A (dB. A).

20. Penerangan adalah intensitas penerangan alami atau buatan dalam satuan lux yang diukur dengan Luxmeter model DM-28 buatan Jepang. Intensitas

(43)

penerangan ini diukur dengan pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, tengah dan bagian belakang kanan dan kiri) dalam ruang kelas siswa. Setiap pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan.

4.6 Instrumen pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Luxmeter merek Yu Fong buatan Taiwan untuk mengukur tingkat

intensitas cahaya.

2. Hygrometer merek TFA buatan U.S.A untuk mengukur suhu dan kelembaban ruangan.

3. Digital camera Fine POx A510 merek Fujifilm untuk dokumentasi.

4. Kuesioner kebosanan yang sudah valid untuk mendata kebosanan peserta didik.

5. Kuesioner 30 item of rating scale dengan skala Likert yang sudah valid dan reliabel untuk mendata kelelahan.

6. Kuesioner Nordic Body Map yang dimodifikasi dengan empat skala Likert yang sudah valid dan reliabel serta sudah digunakan secara internasional untuk mendata keluhan muskuloskeletal.

(44)

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Tahap persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum proses penelitian berlangsung sebagai berikut.

1. Mengurus kelengkapan administrasi dan perijinan yang diperlukan untuk mendukung jalannya penelitian. Dalam hal surat ijin diajukan kepada Kepala SMK Pariwisata Triatma Jaya Badung.

2. Melakukan komunikasi lebih jauh dengan guru yang peserta didiknya dijadikan sampel penelitian. Hal ini bertujuan agar penelitian berjalan lebih kondusif dan dipahami oleh semua pihak. Misalnya dalam berjalannya penelitian tidak satupun peserta didik yang melakukan istirahat aktif diluar dari pemberian peregangan otot oleh peneliti.

3. Mempersiapkan semua keperluan alat/instrumen pengumpul data.

4. Menyiapkan dan memberi latihan kepada petugas pengumpul data (rekan-rekan peneliti) dan peserta didik yang dipergunakan sebagai sampel tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses penelitian, dimulai dari sebelum perlakuan sampai diberikannya peregangan. Petugas pengumpul data ada sebanyak 4 orang.

Persiapan guru bersama peneliti sebagai berikut.

1. Dalam proses pembelajaran yang sebelumnya sudah didiskusikan antara peneliti dengan guru terkait, yaitu mengkondisikan peserta didik tidak melakukan aktivitas yang dapat digolongkan sebagai istirahat aktif diluar dari pemberian gerakan-gerakan peregangan otot oleh peneliti.

(45)

2. Metode yang dipergunakan untuk mendukung keadaan di atas adalah metode ceramah, dimana hanya guru yang aktif memberikan pembelajaran sedangkan peserta didik hanya mendengarkan dan memberikan tanggapan dari tempat duduk.

Persiapan peserta didik sebagai berikut.

1. Peserta didik diharapkan sudah mengetahui jadwal pelajaran sehingga tidak ada peserta didik yang terlambat memasuki kelas.

2. Peserta didik diharapkan mengikuti pelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang telah dirancang, dan selebihnya mengikuti instruksi dari guru terkait dan instruksi dari peneliti.

3. Peserta didik yang dijadikan sampel penelitian diharapkan tidak melakukan aktivitas berlebihan selama proses pembelajaran berlangsung. 4. Peserta didik yang dijadikan subyek penelitian, baik dalam kelompok

kontrol maupun dalam kelompok eksperimen selama penelitian ini berlangsung diminta untuk mengisi: (a) kuesioner kebosanan; (b) kuesioner 30 items of rating scale, (c) kuesioner Nordic Body Map.

4.7.2 Tahap pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut.

1. Tahap pelaksanaan ini diawali dengan memberikan pengarahan kepada seluruh subjek penelitian mengenai prosedur dan langkah yang harus mereka persiapkan dan mereka lakukan selama proses penelitian dan pengambilan data berlangsung.

(46)

2. Melakukan pendataan terhadap kondisi peserta didik jika ada yang kurang sehat, dan memastikan peserta didik sudah sarapan sebelum mengikuti pembelajaraan.

a. Sebelum pembelajaran dimulai

1. Peneliti bersama tenaga pengambil data melakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan seperti (a) suhu dan kelembaban yang diukur di satu titik yaitu dibagian sentral dan (b) intensitas cahaya diukur pada lima titik (di bagian depan kanan dan kiri, bagian tengah, bagian belakang kanan, dan kiri ruang kuliah).

2. Pendataan terhadap kebosanan. Cara pengisiannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu.

3. Pendataan terhadap kelelahan dengan 30 item of rating scale. Cara pengisiannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu.

4. Pendataan keluhan muskuloskletal dengan kuesioner Nordic Body Map. Cara menjawab atau mengisi kuesioner ini adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku yang mereka rasakan.

b. Saat pembelajaran berlangsung

Pembelajaran dengan menggunakan istirahat aktif berupa peregangan otot, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.

(47)

2. Melakukan kegiatan inti, peserta didik duduk di tempat masing-masing dengan jarak duduk yang telah diatur dan mendengarkan penjelasan yang diberikan guru serta tidak melakukan aktivitas di luar ketentuan yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3. Setelah 3 jam pelajaran (3 x @45 menit) peserta didik diberikan peregangan otot oleh instruktur (peneliti) selama 5 menit. Peserta didik diharapkan mengikuti gerakan-gerakan peregangan dengan bersungguh-sungguh.

4. Setelah melakukan peregangan otot, peserta didik melanjutkan kembali pembelajaran yang tadi tertunda.

5. Peregangan otot kembali diberikan setelah 3 jam pelajaran (3 x @45 menit) berlangsung. Peregangan diberikan selama 5 menit oleh instruktur.

c. Setelah pembelajaran berakhir

1. Menjelang pembelajaran berakhir, kembali dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan seperti (a) suhu dan kelembaban yang diukur hanya di satu titik; (b) intensitas cahaya diukur di lima titik. 2. Pendataan terhadap kebosanan dengan kuesioner kebosanan.

3. Pendataan terhadap kelelahan dengan 30 item of rating scale. Cara pengisisannya adalah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang telah disiapkan, sesuai dengan kondisi subjek yang dirasakan pada saat itu.

4. Pendataan keluhan muskuloskeletal dengan kuesioner Nordic Body Map. Cara menjawab atau mengisis kuesioner ini adalah dengan

(48)

memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan rasa sakit atau kaku yang mereka rasakan.

4.7.3 Waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan adalah dari tanggal 23 – 25 Mei 2011 dan 30 Mei – 1 Juni 2011 dengan rincian sebagai berikut.

1. Pengambilan data I dilakukan selama 3 hari dari tanggal 23 – 25 Mei 2011 dengan 6 kali pengambilan data (3 kali pertemuan) tanpa pemberian peregangan otot.

2. Setelah pengambilan data I diberikan WOP (Washing Out Period) untuk meminimalkan washing efect selama 4 hari.

Pengambilan data II dilakukan selama 3 hari dari tanggal 30 Mei – 1 Juni 2011 dengan 6 kali pengambilan data dan pemberian peregangan otot seperti yang telah dijelaskan di atas.

4.8 Protokol Penelitian

4.8.1 Protokol untuk subjek

a. Pada setiap awal hari subjek harus sudah tiba pada tempat penelitian setengah jam sebelum jadwal kegiatan belajar dimulai atau pada pukul 07.00 Wita.

b. Subjek mendapatkan penjelasan tentang tata cara pengisian kuesioner. c. Hari pertama (Senin) pukul 07.00 Wita, subjek melakukan pengisian

dan pengukuran data umum.

d. Hari kedua dan ketiga (Senin – Rabu) pukul 07.00 Wita, subjek melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan

(49)

muskuloskeletal sebelum memulai kegiatan pembelajaran tanpa disertai peregangan otot. Di akhir kegiatan pembelajaran, subjek kembali melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

e. Hari ketiga sampai dengan ketujuh (Kamis – Minggu), subjek diberi washing out selama 4 hari dan selama wahing out, proses pembelajaran ditiadakan atau siswa diliburkan.

f. Hari kedelapan sampai dengan kesepuluh (Senin – Rabu), jam 07.00 Wita subjek melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal sebelum memulai kegiatan belajar dengan dipandu oleh surveyor. Subjek lalu melakukan kegiatan belajar. Setelah 3 jam pelajaran (3 x @45 menit) subjek diberikan peregangan otot oleh instruktur (peneliti) selama 5 menit. Setelah melakukan peregangan, peserta didik kembali melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar diselingi peregangan otot selama 5 menit dilakukan dengan pengulangan sebanyak 2 kali. Setiap hari selama 3 hari berturut-turut dilakukan kegiatan peregangan sebanyak 2 kali selama 5 menit. Di akhir kegiatan pembelajaran, subjek kembali melakukan pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

4.8.2 Protokol untuk surveyor

a. Sebelum mulai melakukan penelitian, peneilti memberikan penjelasan kepada subjek penelitian tentang tata cara penelitian.

(50)

b. Saat penelitian, setiap pagi pada jam 07.00 Wita dan jam 13.10 Wita, peneliti memberikan penjelasan dan memandu subjek mengenai cara pengisian kuesioner kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal. c. Melakukan pengukuran terhadap mikroklimat di tempat penelitian setiap sebelum dan sesudah pembelajaran meliputi parameter suhu basah, suhu kering, kelembaban relatif, intensitas penerangan dan tingkat kebisingan.

d. Melakukan observasi awal terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

e. Melakukan intervensi sesuai rancangan yang telah ditetapkan.

f. Melakukan observasi akhir terhadap kebosanan, kelelahan dan keluhan muskuloskeletal.

4.8.3 Prosedur Pengukuran

1. Penilaian kebosanan

a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul 07.00 Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner kebosanan. b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul 13.10 Wita)

subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner kebosanan. c. Nilai atau skor kebosanan dihitung berdasarkan selisih

kebosanan sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor kebosanan untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut.

(51)

a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul 07.00 Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner kelelahan.

b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul 13.10 Wita) subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner kelelahan. c. Nilai atau skor kelelahan dihitung berdasarkan selisih kelelahan

sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor kelelahan untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut. 3. Penilaian keluhan muskuloskeletal

a. Sebelum memulai kegiatan belajar pada pagi hari (pukul 07.00 Wita) subjek diminta untuk mengisi kuesioner keluhan muskuloskeletal.

b. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar (pukul 13.10 Wita) subjek diminta kembali untu mengisi kuesioner keluhan muskuloskeletal.

c. Nilai atau skor keluhan muskuloskeletal dihitung berdasarkan selisih keluhan muskuloskeletal sesudah kegiatan belajar dan sebelum kegiatan belajar. Karena ada tiga hari pendataan dalam satu periode maka skor keluhan muskuloskeletal untuk tiap perlakuan diperoleh rata-rata enam nilai tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 Suasana Ruang Kelas Saat Proses Pembelajaran Berlangsung
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Kondisi belajar

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hamid (2012 : 44) dalam konteks pendidikan Indonesia Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan telah menjadi simbol dari upaya membangun

Potensi orang kontak serumah sebagai peer support digali dari tanggapan informan terhadap anggota keluarga yang menderita tuberkulosis, perannya dalam pengobatan,

menyerahkan agunan (jaminan) berupa perhiasan emas (lantakan maupun perhiasan). 2) BNI Syariah memproses permohonan pembiayaan dan melakukan taksiran agunan (jaminan)

Menurut Ghozali (2013:98), uji F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama –

Berdasarkan analisis musim penangkapan ikan dengan metode prosentase rata-rata (Lampiran 2 dan Gambar 1), terlihat bahwa ikan cakalang di perairan Belang dapat ditangkap

Jika mahasiswa telah memiliki kemampuan untuk menemukan informasi yang dibutuhkannya, tahu bagaimana menemukannya serta dapat mengevaluasi dan menyaring informasi yang

Langkah alternatif untuk membuat planning bills dilakukan untuk menentukan pilihan dan rencana produksi atas bahan/material yang akan dibuat master schedule..

Semoga penelitian yang berjudul ” Hubungan Faktor Resiko Kematian Neonatusdengan kejadian kematian neonatus di R.S.D Ferdinand Lumban Tobing Sibolga tahun 2011