• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYAKIT MOSAIK KUNING KACANG PANJANG: RESPONS VARIETAS KACANG PANJANG"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

DAN EFISIENSI PENULARAN MELALUI KUTUDAUN

(Aphis craccivora Koch.)

HARWAN SUSETIO

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

HARWAN SUSETIO. Penyakit Mosaik Kuning Kacang Panjang: Respons Varietas Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) dan Efisiensi Penularan melalui Kutudaun (Aphis craccivora Koch.). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penyebab utama penyakit mosaik kuning ini adalah Bean common mosaic virus-black eye cowpea (BCMV-BIC) yang bersifat tular benih dan dapat ditularkan melalui kutudaun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun Aphis craccivora Koch. menularkan BCMV. Isolat BCMV yang digunakan adalah isolat asal Cirebon yang diperoleh dari Laboratorium Virologi, sedangkan kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Tanaman kacang panjang uji diinokulasi BCMV secara mekanis dan dilakukan pengamatan terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, periode inkubasi, waktu pembungaan, dan bobot polong per tanaman. Penularan dengan kutudaun dilakukan dengan periode puasa 30 menit, periode makan akuisisi (pma) 5 menit, dan periode makan inokulasi (pmi) 30 menit. Jumlah serangga yang diuji adalah 1, 3, 5, 7, dan 10 ekor per tanaman. Varietas-varietas kacang panjang Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan dan Pilar menunjukan respons sangat rentan terhadap infeksi BCMV dengan periode inkubasi 6 sampai 16 hari, kejadian penyakit 90% sampai 100%, keparahan penyakit berkisar 49.06% sampai 69.69%. Infeksi BCMV menyebabkan gejala berat berupa malformasi daun dan kekerdilan tanaman, dan berpengaruh pada waktu berbunga dan bobot polong per tanaman. Tanaman kacang panjang terinfeksi mengalami penundaan waktu berbunga berkisar antara 2 sampai 5 hari dan penurunan bobot polong per tanaman mencapai 46.59%. Jumlah kutudaun (A. craccivora) berkolerasi positif dengan periode inkubasi (11 sampai 18 hari) dan kejadian penyakit (60% sampai 100%).

(3)

DAN EFISIENSI PENULARAN MELALUI KUTUDAUN

(Aphis craccivora Koch.)

HARWAN SUSETIO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

(Aphis craccivora Koch.) Nama Mahasiswa : Harwan Susetio

NRP : A34070085

Disetujui,

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dosen Pembimbing

Diketahui,

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Departemen

(5)

Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Mudiharjo dan Ibu Yoyoh Yuliati di Subang, Jawa Barat pada tanggal 08 Maret 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Panghegar Subang pada tahun 2000. Pada tahun 2000-2004 penulis menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di MA Al-Khairiyah Cilegon sampai lulus pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler PASKIBRA dan Pramuka. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan, diantaranya sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) Divisi Public Relation periode 2009/2010. Penulis juga pernah menjadi finalis program kegiatan Wirausaha Muda Mandiri yang bekerjasama dengan CDA-IPB. Dalam kepanitiaan penulis pernah mengikuti Lokakarya Nasional Wereng Coklat pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman.

(6)

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberi nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Penyakit mosaik kuning kacang panjang: respons varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun (Aphis craccivora Koch.)”.

Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberi masukan, saran, arahan, bimbingan, perhatian, dan koreksi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah bersedia menguji, dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dalam belajar dan selalu memberi motivasi ketika penulis mengalami kemunduran dalam akademik, dan staf Laboratorium Virologi: Bapak Edi Supardi dan Mba Tuti Legiastuti yang telah banyak membantu dan memberikan arahannya dalam melaksanakan penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini: seluruh anggota Laboratorium Virologi 44, Taher, Johan, Alice, Avanty, Julyanda, Chemy, Keisha, Kidung, dan terutama kepada Rizki Ramadhan yang banyak membantu ketika penelitian di Rumah Kaca.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orangtua (Mudiharjo dan Yoyoh Yuliati), dan kakak (Devi Mulatsih, SS. M.Hum) tercinta yang selalu memberi semangat, nasihat, motivasi, dukungan, dan doanya kepada penulis. Penelitian dan skripsi ini saya persembahkan untuk mereka “Dream for my reminder”.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, petani, dan institusi dalam bidang pertanian. Amin.

Bogor, 31 Oktober 2011

(7)

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) ... 3

Sifat Penting BCMV (Bean common mosaic virus) ... 4

Biologi dan Morfologi Kutudaun Aphis craccivora Koch. ... 4

Imago Bentuk Tidak Bersayap ... 5

Imago Bentuk Bersayap ... 6

Peran Kutudaun Sebagai Serangga Vektor Virus ... 8

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

Metode Penelitian ... 9

Perbanyakan Inokulum BCMV ... 9

Penanaman Tanaman Uji ... 9

Inokulasi BCMV pada Lima Kultivar Kacang Panjang ... 10

Identifikasi Kutudaun ... 10

Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun ... 11

Penularan BCMV melalui Serangga Vektor Kutudaun ... 11

Deteksi Virus ... 12

Rancangan Percobaan ... 12

Parameter Pengamatan ... 13

(8)

Respon Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Infeksi BCMV ... 15

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Pembungaan ... 17

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Bobot Polong per Tanaman ... 18

Pengaruh Jumlah Kutudaun terhadap Infeksi BCMV ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(9)

Halaman

Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit

mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang ... 15

Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang

yang diinokulasi BCMV ... 16

Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan

jumlah bunga ... 18

Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang

terhadap bobot polong per tanaman ... 19

Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 A. craccivora imago bentuk tidak bersayap ... 7

Gambar 2 A. craccivora imago bentuk bersayap . ... 7

Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit ... 14

Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV ... 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional atau swalayan, menempati urutan ke- 8 dari 20 jenis sayuran yang dikonsumsi di Indonesia (Karsono 1997). Kacang panjang merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga. Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap musim. Usahatani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi et al. 2003).

Luas panen kacang panjang mengalami penurunan sebanyak 12% (sekitar 70.000 ha) dengan kemampuan produksi yang tergolong rendah, yaitu 275.73 ton dan 10.09 ton/ha untuk berturut-turut rataan produksi dan produktivitas nasional. Salah satu faktor penyebab masih rendahnya daya hasil tanaman sayuran di Indonesia adalah penggunaan benih sayuran dengan mutu genetik dan fisiologis yang kurang baik, dan beberapa gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting kacang panjang di Indonesia diantaranya layu cendawan (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), puru akar (Meloidogyne sp.), dan mosaik yang disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya Bean common mosaic virus (BCMV), Bean yellow mosaic virus (BYMV), Cowpea aphid borne mosaic virus (CaBMV) (Anwar et al. 2005).

Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Damayanti (2009) melaporkan bahwa penyebab terbanyak penyakit mosaik kuning di Jawa Barat (Bogor, Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon) dan Jawa Tengah (Tegal dan Pekalongan) adalah BCMV-black eye cowpea (BCMV-BIC) yang menginfeksi secara tunggal atau bersama dengan Cucumber mosaic virus (CMV).

Bean common mosaic virus (BCMV) termasuk dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Beberapa anggota Potyvirus dilaporkan menyerang tanaman kacang-kacangan yang secara ekonomis sangat penting karena ditularkan melalui

(12)

benih dan menyebar secara alami melalui kutudaun secara non persisten (Morales dan Bos 1988). Menurut Blackman dan Eastop (2000) spesies kutudaun yang dapat menularkan BCMV diantaranya Aphis craccivora, A. gossypii, dan Myzus persicae. Efisiensi penularan oleh masing-masing spesies kutudaun tersebut belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan kutudaun menularkan BCMV.

Strategi pengendalian virus, termasuk BCMV umumnya mengandalkan penggunaan benih sehat, menghilangkan tanaman terinfeksi, menggunakan varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga vektor (Saleh 1997). Sebagai upaya untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap untuk mengatasi permasalahan penyakit mosaik kuning kacang panjang maka dilakukan evaluasi respons varietas kacang panjang dan penularan BCMV melalui serangga vektor kutudaun.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang panjang (Vigna sinensis L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun A. craccivora Koch. menularkan BCMV.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah pengetahuan dasar dalam menyusun strategi pengendalian penyakit kuning terutama yang didasarkan pada pengendalian serangga vektor kutudaun A. craccivora Koch. dan penggunaan varietas tahan.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Tanaman kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan termasuk kelas Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo Rosales, Famili Leguminosae, Genus Vigna, Spesies Vigna sinensis L. (Hutapea 1994).

Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling, panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip, pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris, panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. Bijinya lonjong, pipih, berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Hutapea 1994).

Komposisi gizi pada setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat dimakan adalah 89 g air, 3 g protein, 0.5 g lemak, 5.2 g kabohidrat, 1.3 g serat, 0.6 g hidrat arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, 167 mg vitamin A, 0,07 mg Vitamin B1, 28 mg vitamin C dan mengahasilkan 125 kalori (Prosea 1996).

Tanaman kacang panjang tumbuh baik di dataran rendah sampai menengah hingga ketinggian 700 mdpl. Pada ketinggian di atas 700 mdpl tanaman kacang panjang pertumbuhannya akan terhambat. Tanaman tumbuh baik pada tanah Latosol, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan drainasenya baik, pH sekitar 5,5-6,5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang adalah 25-35 0C pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 0C (Prosea 1996).

(14)

Sifat Penting BCMV (Bean common mosaic virus)

BCMV termasuk ke dalam famili Potyviridae, genus Potyvirus. Potyvirus merupakan kelompok virus tumbuhan terbesar yang diketahui saat ini (Agrios 1997). Partikel BCMV memiliki panjang 750 nm dan lebar 12-15 nm. Tipe asam nukleatnya single stranded RNA (ssRNA/RNA utas tunggal). Kandungan asam nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam mantelnya sebesar 95% (Morales dan Bos 1988).

BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies kutudaun secara nonparsisten, melalui benih dan bunga. Virus ini dapat ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun, khususnya Acyrthosiphom pisum, A.fabae dan M. persicae. Spesies lain yang dilaporkan termasuk A. gossypii, A. medicanigis, A. rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum ambrosiae, M. pisi dan M. solanifolii (Morales dan Bos 1988). BCMV merupakan virus yang terbawa benih, infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum tanaman mengalami inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari BCMV, yaitu ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan. BCMV mengalami perkembangan di dalam ovul dan kotiledon, tetapi tidak pada kulit benih. BCMV mampu mempertahankan infektivitas dalam biji selama 30 tahun (Morales dan Bos 1988).

Tanaman yang terinfeksi secara sistemik, khususnya dari infeksi benih menunjukan gejala daun dengan pola mosaik dan penyimpangan jaringan daun menggulung dan mengerut sepanjang tulang daun. Gejala pada tanaman terinfeksi menunjukan daun belang, mosaik, jaringan tulang daun klorosis dan malformasi daun pada daun-daun muda, biasanya gejala muncul setelah 7-10 hari setelah inokulasi (Djikstra dan De jeger 1998).

Biologi dan Morfologi Kutudaun Aphis craccivora Koch.

Tipe reproduksi kutudaun ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat hidupnya. Di daerah dengan keadaan iklim yang hangat sepanjang tahun, seperti di daerah tropis dan rumah kaca, reproduksi berlangsung secara partenogenetik Embrio telah berkembang dalam tubuh induknya dan larva dilahirkan oleh induknya (Wigglesworth 1950).

(15)

Siklus hidup A. craccivora pada kondisi lingkungan yang sesuai berkisar antara 5-6 hari, dengan rata-rata 5.5 hari. Di daerah yang beriklim sedang keperidian dapat mencapai 60 ekor. Walaupun demikian mortalitas pada tingkat nimfa cukup besar. Serangga bersayap hanya menghasilkan kira-kira separuh dari jumlah keturunan yang dapat dihasilkan serangga tidak bersayap (Jurgen et al. 1977).

Di Indonesia A. craccivora yang dibiakan pada kacang tanah mempunyai siklus hidup rata-rata 4 hari. Stadium tiap instar 1 hari. Jumlah nimfa yang dihasilkan oleh seekor betina rata-rata mencapai 115 serangga (Darsono 1991).

A. craccivora biasanya menyerang tanaman Leguminoceae dengan kepadatan populasi yang berbeda-beda, tetapi pada musim kemarau ia dapat bertahan pada gulma. Serangga-serangga ini menghuni permukaan bawah daun pada bagian atas tanaman. Pada saat pembentukan bunga, populasi akan berkurang (Jurgen et al. 1977).

Nimfa A. craccivora yang baru lahir hialin, kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi abu-abu hitam. Nimfa yang baru lahir panjangnya 0.35 mm dan lebarnya 0.18 mm (Sutardjo 1978). Serangga dewasa A. craccivora yang partonegenensis terdiri dari dua bentuk, yakni bentuk tidak bersayap (apterae) dan bentuk bersayap (alatae) (Cottier 1953; Eastop 1961; Martin 1983).

Imago Bentuk Tidak Bersayap

Imago yang tidak bersayap kepalanya berwarna hitam dengan dengan mata berwarna merah gelap hampir hitam, dan sepasang antena yang panjangnya dua pertiga panjang tubuh dan terdiri dari enam ruas. Antena tidak mempunyai sensorial sekunder (Cottier 1953; Eastop 1961).

Tubuhnya berukuran ± 1.5-2 mm, berwarna hitam (biasanya mengkilat) dan kadang-kadang sedikit bertepung putih. Pada bagian dorsal yang berwarna hitam mengkilat, terdapat retikulasi, kecuali pada bagian ujung-ujung ruas abdomen yang memperlihatkan imbrikasi. Pada bagian dorsal (terutama abdomen) terdapat bercak gelap. Panjang kornikel k.1. 0.38 mm. kauda berwarna hitam dan mengecil di bagian ujung. Pada kauda terdapat 5-6 rambut yang tersusun 2-5 rambut pada satu sisi dan 3 rambut pada sisi yang lainnya. Pada

(16)

ujung kauda kadang-kadang terdapat beberapa rambut kecil. Panjang kauda k.1 0.21 mm. lempeng genital (genital plate) berwarna hitam dan mempunyai 12-16 helai rambut (Cottier 1953; Eastop 1961).

Femur berwarna hialin sampai agak kuning atau coklat muda. Sepertiga sampai setengah bagian ujungnya agak hitam sampai hitam. Biasanya femur tungkai belakang lebih gelap daripada femur tungkai muka dan tengah. Tibia berwarna hampir hialin sampai pucat agak kuning atau agak coklat dan bagian ujungnya berwarna hitam. Tarsus berwarna hitam (Cottier 1953; Eastop 1961).

Imago Bentuk Bersayap

Bentuk serangga dewasa bersayap hampir sama dengan serangga tidak bersayap. Rata-rata ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan serangga yang tidak bersayap (Cottier 1953).

Protoraks berwarna hitam dengan pita hijau sampai hijau tua tepat di depan dan di belakangnya. Skutum dan skutelum berwarna hitam. Pangkal sayap tidak berwarna sampai hijau pucat, coklat atau merah. Pembuluh-pembuluh sayap berwarna coklat sampai coklat agak hitam. Stigma berwarna kelabu coklat muda (Cottier 1953).

Abdomen berkilat hijau semu hitam sampai hitam. Kornikel, kauda, pelat anal dan pelat genital berwarna hitam. Panjang kornikel k.1. 0.30 mm. Kauda mempunyai 4-6 rambut, 1-3 rambut pada salah satu sisi dan 3 rambut pada sisi kauda lainnya. Panjang kauda 0.19 mm, lempeng genital berwarna hitam dan mempunyai 11-16 helai rambut (Cottier 1953).

(17)

Gambar 1 A. craccivora imago bentuk tidak bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2) Kepala, (3) Kornikel, (4) Kauda, (5) Lempeng genital, (6) Toraks dan abdomen imago tidak bersayap.

Gambar 2 A. craccivora imago bentuk bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2) Antena ruas III, (3) Kepala, (4) Kornikel, (5) Kauda, (6) Lempeng genital, (7) Toraks dan abdomen imago bersayap.

(18)

Peran Kutudaun Sebagai Serangga Vektor Virus

Vektor patogen adalah organisme yang bertindak sebagai agens pembawa patogen, dan dapat menularkannya ke tumbuhan lain. Serangga vektor virus yang terbanyak termasuk dalam ordo Hemiptera dan Thysanoptera. Serangga vektor yang termasuk ordo Hemiptera diantaranya kutudaun, kutukebul, wereng daun yang merupakan vektor utama virus dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus. (Fareres dan Moreno 2009).

Jumlah vektor dan ketergantungannya pada musim merupakan faktor penting dalam epidemiologi penyakit virus. Efisiensi penularan virus oleh kutudaun erat kaitannya dengan konsentrasi virus dan jumlah kutudaun, karena semakin banyak koloni kutudaun pada pertanaman maka proses kecepatan multiplikasi virus semakin meningkat dan mempercepat perkembangan epidemi penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya kemampuan kutudaun dalam membawa dan menularkan virus, periode yang diperlukan kutudaun untuk memperoleh cairan sel tanaman, periode untuk menghisap cairan sel dan untuk memindahkan virus ke tanaman sehat, dan periode makan akuisisi selesai sampai kutudaun mampu menularkan virus ke tanaman sehat (Bos 1990).

Hubungan penularan virus oleh serangga vektor dibedakan atas penularan secara non persisten, semi persisten, dan persisten. Pada penularan non persisten kutudaun menularkan virus dari dan ke dalam parenkima inang. Perolehan dan inokulasi terjadi dalam periode makan yang pendek dari beberapa detik sampai beberapa menit. Vektor segera menjadi infektif sesudah pengambilan virus. Penularan virus secara semi persisten memerlukan waktu beberapa jam (10-100 jam) untuk tetap infektif dalam tubuh vektor sebelum ditularkan ke tumbuhan sehat yang sesuai. Pada sisi ekstrem yang lain adalah penularan persisten. Biasanya penularan virus tetap persisten dalam tubuh vektor meskipun telah lebih dari 100 jam meninggalkan sumber virus. Penularan persisten dibedakan dalam bentuk sirkulatif dan propagatif. Virus sirkulatif masuk dalam tubuh vektor, menuju ke usus dan hemolimfe kemudian menetap sampai dapat dikeluarkan lagi melalui kelenjar saliva (ludah) dan cairan liur dalam mulutnya, sedangkan virus propagatif memperbanyak diri dalam tubuh vektor (Bos 1990)

(19)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB mulai bulan April sampai Agustus 2011.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Evaluasi respons lima varietas tanaman kacang panjang terhadap BCMV, dan (2) Uji efisiensi kutudaun menularkan BCMV.

Perbanyakan Inokulum BCMV

Isolat BCMV yang digunakan adalah isolat asal Cirebon yang diperoleh dari Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Inokulum diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade, yang memiliki respons sangat rentan terhadap BCMV (Damayanti dan Suryadi 2008).

Metode yang digunakan dalam perbanyakan inokulum virus adalah menularkan virus secara mekanis pada tanaman kacang panjang yang berumur satu minggu setelah tanam (MST). Cairan perasan tanaman (sap) dibuat dengan cara menggerus daun muda yang terinfeksi virus sebanyak 0,5 g dalam 0,01 M bufer fosfat (pH 7) yang mengandung merkapto etanol 2% dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sap tersebut dioleskan pada permukaan daun yang sudah ditaburi dengan carborundum 600 mesh. Permukaan daun yang sudah diberi perlakuan dibilas menggunakan air destilata yang mengalir.

Penanaman Tanaman Uji

Tanaman kacang panjang yang digunakan dalam penelitian terdiri atas lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar. Masing-masing varietas memiliki sifat agronomi yang berbeda (Lampiran 1-5).

Benih kacang panjang yang sehat ditanam pada polybag berukuran 35 x 35 cm dan 10 x 10 cm yang sudah berisi tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. Setiap polybag ditanami tiga benih dengan kedalaman 2 cm.

(20)

Pada umur satu MST, dilakukan penyiangan dan pemilihan satu bibit terbaik untuk tahapan selanjutnya. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari hingga siap untuk pengujian respons ketahanan terhadap BCMV.

Inokulasi BCMV pada Lima Varietas Kacang Panjang

Metode inokulasi yang dilakukan dalam pengujian respons lima varietas kacang panjang adalah metode mekanis mengikuti tahapan yang diuraikan sebelumnya pada bagian perbanyakan inokulum BCMV. Setelah inokulasi tanaman dipelihara di rumah kaca. Pengamatan dilakukan terhadap periode inkubasi penyakit, kejadian penyakit, keparahan penyakit, waktu pembungaan, jumlah bunga, dan bobot polong/tanaman. Deteksi virus dilakukan menggunakan metode Indirect ELISA.

Identifikasi Kutudaun

Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan buku identifikasi Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun yang tidak bersayap. Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan antena. Sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu preparat kutudaun mengikuti metode Mound (2006).

Kutudaun dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol 95% kemudian tabung dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Setelah dipanaskan isi tabung dituangkan pada cawan “sirakus”, kemudian kutudaun ditusuk dengan jarum. Kutudaun selanjutnya dimasukan kembali ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat transparan. Tabung berisi kutudaun tersebut kemudian dituang kembali ke dalam cawan “sirakus”, dengan bantuan mikroskop dan jarum, isi tubuh kutudaun dikeluarkan dengan cara menekan tubuh serangga tersebut. Kutudaun selanjutnya dicuci dengan air destilata sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya adalah dehidrasi kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan dengan air destilata dalam alkohol secara berurutan mulai dari tingkat kepekatan 50%, 80%, 95%, dan absolut 100%, masing-masing perendaman selama 10 menit. Kutudaun kemudian direndam dalam minyak cengkeh hingga berwarna coklat dan

(21)

selanjutnya diletakan di atas gelas obyek. Posisi kutudaun ditata hingga terlihat bagian-bagian tubuhnya, selanjutnya gelas obyek tersebut ditutup dengan gelas penutup. Sisa-sisa minyak cengkeh disekitar gelas penutup diserap menggunakan tisu hingga bersih, setelah itu dikeringkan di tabung pengering serangga. Setelah koleksi preparat serangga tersebut kering, kemudian bagian sisi gelas penutup diolesi dengan kutek agar tidak mudah rusak.

Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun

Kutudaun yang telah diidentifikasi sebagai A. craccivora dipelihara dan diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade. Sebelumnya kutudaun dari lapangan dibebas viruskan terlebih dahulu pada tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott ) yang sehat dan sudah dicuci. Tangkai daun talas dibalut dengan kapas basah dan diletakan pada cawan petri. Kutudaun imago yang tidak bersayap dimasukan ke dalam cawan petri yang berisi daun talas menggunakan kuas. Cawan petri ditutup dan imago kutudaun dibiarkan melahirkan nimfa pada daun talas. Kutudaun pada stadia nimfa tersebut dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat dan dibiarkan berkembang biak untuk digunakan pada tahapan penularan BCMV dengan serangga vektor.

Penularan BCMV melalui Serangga Vektor Kutudaun

Kutudaun yang digunakan adalah stadia imago. Kutudaun dipindahkan dari tanaman kacang panjang ke dalam cawan petri untuk diberikan periode puasa selama 30 menit. Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman kacang panjang sakit dan diberikan periode makan akuisisi (pma) selama 5 menit. Setelah melewatkan pma, kutudaun dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat varietas Parade untuk diberikan periode makan inokulasi (pmi) selama 30 menit. Pada tahap pmi jumlah serangga yang dipindahkan adalah 1 ekor/tanaman, 3 ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman. Perlakuan untuk tanaman kontrol sama dengan tanaman yang diuji, tetapi kutudaun yang digunakan diberikan periode makan akuisisi pada tanaman kacang panjang sehat atau tidak terinfeksi BCMV. Pengamatan dilakukan selama empat minggu setelah pmi, mencakup kejadian penyakit, dan titer virus. Deteksi virus dilakukan menggunakan metode Indirect-ELISA.

(22)

Deteksi Virus

Metode yang dilakukan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak langsung (indirect-ELISA), menggunakan antiserum Potyvirus (Agdia, USA). Deteksi virus dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-4 setelah inokulasi.

Tahap ELISA diawali dengan penyiapan sap sebagai antigen. Sap disiapkan dengan menggerus tanaman sakit menggunakan mortar dengan

extraction buffer pH 9,6 [1,59 g Na2CO5; 2,93 g NaHCO3; 0,20 g NaN3; 20 g PVP

yang dilarutkan dalam 1 l air destilata] dengan perbandingan 1:100 (v/v). Sebanyak 100 µl sap diisikan ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam pada suhu 4 0C, setelah itu plat dicuci sebanyak tujuh kali dengan PBST (Phosphate buffer saline tween 20). Tiap sumuran kemudian diisi dengan 100 µl antiserum BCMV (1:200). Plat diinkubasi kembali pada suhu ruang 24 0C selama dua jam, kemudian plat dicuci sebanyak delapan kali dengan PBST. Sumuran plat selanjutnya diisi 100 µl enzim konjugat RaM-AP (Goat anti-rabbit yang telah dilabel enzim Alkaline phosphate) dalam conjugate buffer dan diinkubasi selama satu jam pada suhu ruang 24 0C. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali. Setiap sumuran diisi kembali dengan 100 µl substrat PNP (P-nitrophenylphosphate) (1 tablet PNP dalam 5 ml PNP buffer) dan diinkubasi selam 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati pada masing-masing sumuran. Apabila warna telah berubah menjadi kuning, reaksi segera dihentikan dengan menambahkan 50 µl NaOH 3M. Hasil ELISA dianalisis secara kuantitatif dengan ELISA reader (BIO-RAD Model 550) pada panjang gelombang 405 nm.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan taraf nyata (α) = 5%. Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) dengan taraf nyata 5%. Data diolah dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3.

Pada pengujian respons varietas kacang panjang, perlakuan terdiri atas lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar. Setiap varietas tanaman diulang sebanyak sepuluh kali, untuk masing-masing

(23)

varietas terdapat kontrol dengan sepuluh ulangan, sehingga jumlah tanaman dalam pengujian inokulasi BCMV pada tanaman kacang panjang adalah 100 tanaman.

Pada pengujian penularan BCMV melalui serangga vektor kutudaun, perlakuan terdiri atas jumlah serangga/tanaman yaitu 1 ekor/tanaman, 3 ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman dengan lima ulangan dan setiap perlakuan terdapat kontrol dengan jumlah yang sama yaitu lima ulangan, sehingga jumlah tanaman yang diuji sebanyak 50 tanaman.

Parameter Pengamatan

1). Persentase kejadian penyakit dihitung dengan rumus :

Keterangan : KP = Kejadian Penyakit (% tanaman bergejala) n = Tanaman bergejala

N = Jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi 2). Persentase keparahan penyakit dihitung dengan rumus :

Keterangan : P = Tingkat kerusakan

n = Jumlah bagian tanaman yang diamati pada kategori serangan (daun, bunga, polong).

v = Nilai kategori serangan

Z = Nilai skala kategori serangan tertinggi

N= Jumlah seluruh bagian yang diamati (daun, bunga, polong)

Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai berikut (Gambar 3):

Skor 0 = Tanaman tidak bergejala

Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun Skor 2 = Gejala mosaik sedang

Skor 3 = Gejala mosaik berat

(24)

Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit (a) skor 0; (b) skor 1; (c) skor 2; (d) skor 3; (e) skor 4.

3). Periode inkubasi virus dalam tanaman adalah waktu timbulnya gejala, dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala pertama.

4). Masa pembungaan, diamati pada saat bunga pertama kali muncul (bakal bunga); jumlah bunga yang muncul dihitung sampai empat minggu setelah masa berbunga.

5). Bobot polong/tanaman dihitung mulai dari kacang panjang siap panen yaitu pada saat tanaman berumur 60 – 70 hari. Polong yang tepat untuk dipanen yaitu berwarna hijau segar dan polongnya masih padat. Tanaman kacang panjang dapat dipanen beberapa kali, dengan interval panen dilakukan seminggu sekali berjalan sampai masa produktif terhenti atau setelah tanaman berumur sekitar 4 bulan.

a b

c d

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respons Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Infeksi BCMV Parameter untuk mengukur infeksi BCMV pada lima varietas uji terdiri atas periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Periode inkubasi BCMV berkisar antara 6-16 hari. Gejala pertama kali terlihat pada 6 hari setelah inokulasi (HSI) yaitu pada varietas Parade, sedangkan gejala paling lama muncul pada varietas Long Silk (Tabel 1). Perbedaan periode inkubasi dapat disebabkan oleh sifat dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus. Menurut Walkey (1991), periode inkubasi tanaman dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, dan faktor lingkungan.

Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang

Varietas Periode Inkubasi Kejadian Penyakita (%)

Keparahan Penyakit ± Stdevb (%)

(HSI)

Parade 6 100 63.75a

New Jaliteng 10 100 58.44a

Long Silk 16 90 49.06a

Super Sainan 14 100 69.69a

Pilar 10 100 51.88a

a

Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi

b

Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Kejadian penyakit pada lima varietas mencapai 90-100% (Tabel 1). Tingginya kejadian penyakit tersebut menunjukan bahwa kelima varietas kacang panjang tidak tahan terhadap infeksi BCMV. Tingkat keparahan penyakit pada varietas uji tidak berbeda nyata, dengan kisaran antara 49.06% sampai 69.69% (Tabel 1). Varietas Super Sainan menunjukan keparahan tertinggi (69.69%) dan varietas Long Silk terendah (49.06%). Damayanti (2009) melakukan penelitian yang sama menggunakan 10 varietas kacang panjang (Bre Nero, Guma, Parade, Bapan, Jaliteng, Pilar, Super Sainan, Hijau Super, Super Putih, dan Jangkis) dan hasil pengamatan terhadap keparahan penyakit menunjukan tingkat keparahan

(26)

varietas Parade, Super Sainan, dan Pilar berkisar 3.00, sedangkan varietas New Jaliteng berkisar 2.25. Agrios (2005) menyatakan bahwa genotip varietas tanaman menentukan tipe gejala yang akan muncul dan variasi kerentanan terhadap patogen disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan setiap varietas. Belum ada informasi mengenai sifat ketahanan kelima varietas kacang panjang yang diuji terhadap BCMV.

Titer virus pada tanaman terinfeksi diukur pada 2 MSI dan 4 MSI menggunakan metode ELISA. Berdasarkan analisis kuantitatif ELISA diketahui bahwa nilai absorbansi ELISA (NAE) pada 2 MSI lebih tinggi dibandingkan pada 4 MSI. Penurunan NAE pada lima varietas kacang panjang berkisar antara 15.41% sampai 79.05% dengan penurunan tertinggi terjadi pada varietas Pilar (79.05%) dan Parade (67.74%) (Tabel 2). Hal ini menunjukan sifat predisposisi tanaman inang (kerentanan dan kepekaan atau ketahanan dan toleransi) berpengaruh dalam replikasi virus. Faktor umur tanaman juga penting, dengan kecenderungan tanaman muda lebih rentan terhadap infeksi virus dibandingkan dengan tanaman dewasa (fenomena ketahanan tanaman dewasa) (Bos 1990).

Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang yang diinokulasi BCMV

Varietas

Nilai Absorban ELISA (NAE) ± Stdev*

Penurunan NAE (%)

2 MSI 4 MSI

Tan. Sehat Tan.

Terinfeksi Tan. Sehat

Tan. Terinfeksi

Parade 0.10 ± 0.003a 0.34 ± 0.11b 0.11 ± 0.004b 0.11 ± 0.002a 67.74 New

Jaliteng 0.20 ± 0.14a 0.41 ± 0.23b 0.09 ± 0.001ab 0.32 ± 0.19a 22.11 Long

Silk 0.10 ± 0.02a 0.47 ± 0.21b 0.10 ± 0.02ab 0.32 ± 0.02a 31.06 Super

Sainan 0.28 ± 0.03a 0.48 ± 0.18b 0.11 ± 0.01a 0.39 ± 0.01a 15.41 Pilar 0.22 ± 0.01a 2.12 ± 0.98a 0.12 ± 0.08a 0.45 ± 0.14a 79.05

* Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Gejala infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terdiri atas mosaik ringan, sedang, berat, dan diikuti dengan malformasi daun dengan tipe

(27)

gejala melepuh, mengerut, dan pengerdilan. Gejala pertama kali muncul berupa pemucatan tulang daun (vein clearing) pada daun-daun muda, mengakibatkan jaringan sekitarnya mengalami klorosis, menjadi hijau muda, kemudian berkembang menjadi mosaik kuning disertai dengan malformasi daun. Setelah itu, tulang daun akan mengerut sehingga daun bergelombang dan permukaan daun tidak merata. Gejala lanjut akan menunjukan lepuhan, pengerdilan, dan akhirnya layu (Gambar 4). Semua varietas menunjukan gejala malformasi. Varietas Super Sainan dan Pilar menunjukan gejala yang lebih parah dibandingkan tiga varietas lainnya, karena tanaman yang terinfeksi mengalami pengerdilan (Gambar 4c & 4d).

Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV (a) Mosaik ringan, (b) Mosaik sedang, (c) Mosaik berat dan daun mengecil, (d) Malformasi daun dan pengerdilan tanaman, (e) Tanaman sehat.

Menurut Matthews (1991) faktor genetik inang mempengaruhi tipe gejala tanaman yang terinfeksi, sedangkan Agrios (2005) berpendapat bahwa faktor genetik tidak hanya mempengaruhi tipe gejala tetapi juga variasi dalam kerentanan terhadap patogen yang disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan pada setiap jenis varietas.

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Pembungaan

Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV cenderung mengalami penghambatan pada fase pembungaan. Kemunculan bunga pertama menjadi lebih lambat dibandingkan tanaman sehat. Hal tersebut terutama tampak pada varietas

a b c

(28)

Long Silk, Super Sainan, dan Pilar dengan masa berbunga tanaman terinfeksi berbeda nyata dengan tanaman sehat (Tabel 3). Jumlah bunga yang terbentuk juga cenderung lebih rendah pada tanaman terinfeksi, bahkan untuk varietas Parade jumlah bunga pada tanaman terinfeksi berbeda nyata dengan tanaman sehat. Pembentukan bunga terhambat karena infeksi virus dapat menurunkan kadar hormon dan merangsang sintesis zat penghambat pertumbuhan serta menyebabkan penurunan jumlah bunga yang dihasilkan (Agrios 2005). Selain itu, daun yang diinokulasi BCMV mudah sekali gugur karena tanaman lebih cepat membentuk lapisan absisi.

Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan jumlah bunga

Tanaman Uji

Masa Berbunga (HST) ± Stdev* Jumlah Bunga ± Stdev Tan. Sehat Tan.

Terinfeksi Tan. Sehat

Tan. Terinfeksi Parade 35.70 ± 2.06c 38.20 ± 2.78bc 16.10 ± 4.38a 9.50 ± 1.17b New

Jaliteng 38.00 ± 2.62c 41.55 ± 3.09bc 9.00 ± 1.41bc 6.66 ± 1.73cd Long Silk 43.50 ± 4.27a 47.00 ± 9.02b 5.50 ± 2.44cd 6.00 ± 3.58cd Super

Sainan 43.37 ± 4.97a 48.66 ± 8.12b 7.62 ± 3.08cd 6.66 ± 3.88cd Pilar 42.71 ± 4.11a 47.00 ± 6.02b 6.00 ± 0.57cd 4.30± 2.58d

*Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Bobot Polong per Tanaman

Inokulasi BCMV dilakukan pada saat tanaman berada pada fase vegetatif awal. Infeksi BCMV pada saat tersebut sangat berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Tanaman mengalami kekerdilan karena pertumbuhan yang terhambat akibat laju fotosintesis rendah sehingga kabohidrat yang dimanfaatkan lebih sedikit dalam perkembangan akar, batang, dan daun. Selain itu, tanaman yang terinfeksi virus akan mengalami peningkatan respirasi sehingga tanaman akan menjadi cepat layu (Matthews 1993).

Varietas Parade memiliki potensi bobot polong paling tinggi dibandingkan varietas lainnya sedangkan varietas Super Sainan potensi bobot polongnya paling rendah (Tabel 4). Infeksi BCMV dapat menyebabkan penurunan bobot polong yang cukup besar. Penurunan bobot polong akibat infeksi BCMV berkisar

(29)

27.05% sampai 85.15%. Secara umum, infeksi BCMV menyebabkan penurunan bobot polong yang sangat nyata pada kelima varietas tanaman kacang panjang.

Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terhadap bobot polong per tanaman

Varietas Bobot Polong (g) ± Stdev* Penurunan

Bobot (%) Tan. Sehat Tan. Terinfeksi

Parade 27.574 ± 9.762a 20.114 ± 5.032ab 27.05 New Jaliteng 25.686 ± 6.215a 16.201 ± 6.159bc 36.92 Long Silk 15.398 ± 7.781bc 8.542 ± 3.027cde 44.52 Super Sainan 8.388 ± 3.712cde 1.245 ± 1.986e 85.15 Pilar 11.580 ± 3.978cd 7.027 ± 3.655de 39.31

*Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Pengaruh Jumlah Kutudaun terhadap Infeksi BCMV

Hasil identifikasi kutudaun yang dikumpulkan dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor menunjukan bahwa spesies kutudaun tersebut adalah A. craccivora. Ciri-ciri penting A. craccivora yang diamati sesuai dengan kunci identifikasi (Blackman dan Eastop 2000) yaitu imago (aptera) dengan panjang tubuh 1.35 mm, panjang sifunkuli 0.45 mm, panjang kauda 0.28 mm, jumlah rambut pada kauda 5-6 helai, dan kepala tempat antena melekat tidak berkembang (weakly developed) (Gambar 5).

Penularan BCMV menggunakan jumlah kutudaun yang berbeda bertujuan untuk mengetahui efisiensi kutudaun sebagai serangga vektor. Tipe gejala infeksi pada kacang panjang yang ditularkan melalui A. craccivora hampir sama seperti perlakuan dengan metode mekanis yaitu terdiri atas pemucatan tulang daun (vein banding), mosaik, dan malformasi daun. Hasil penularan membuktikan bahwa satu ekor A. craccivora telah mampu menyebabkan 60% kejadian penyakit. Kejadian penyakit mencapai 100% ketika digunakan lebih banyak A. craccivora, yaitu tujuh ekor dan sepuluh ekor per tanaman. Melalui penularan dengan kutudaun, infeksi BCMV terlihat lebih lambat dibandingkan dengan penularan secara mekanis. Periode inkubasi BCMV yang ditularkan melalui kutudaun berkisar antara 11 hari sampai 18 hari. Gejala pertama kali muncul pada

(30)

perlakuan 10 ekor kutudaun per tanaman dan perpanjangan periode inkubasi berkorelasi dengan jumlah kutudaun per tanaman.

Gambar 5 Preparat kutudaun (A. craccivora) tidak bersayap (aptera) (a) Imago, (b) Kauda, (c) Sifunkuli, (d) Kepala tempat melekat antena tidak berkembang.

Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas Parade yang diinokulasi BCMV melalui serangga vektor

Jumlah kutudaun/tanaman Periode Inkubasi (HSI) Kejadian Penyakita (%) NAE ± Stdevb 4 MSI 1 18 60 0.2318 ± 0.0539b 3 18 60 0.4856 ± 0.3847ab 5 18 60 0.9622 ± 0.7778ab 7 14 100 1.1900 ± 0.9047a 10 11 100 1.1914 ± 0.8025a a

Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi

b

Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%; NAE=Nilai absorban ELISA

Keberhasilan serangga vektor kutudaun menularkan virus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketepatan kutudaun menghisap cairan tanaman dari sel tanaman yang mengandung virus (Djikstra dan De jager 1998). Lebih lanjut Matthews (1991) menjelaskan bahwa, konsentrasi virus pada tanaman terinfeksi dapat berbeda pada tiap bagian jaringan tanaman. Bila kutudaun tidak menghisap jaringan tanaman yang mengandung virus, maka tidak akan terjadi penularan. Semakin banyak jumlah kutudaun akan meningkatkan kesempatan penularan virus.

(31)

Hasil pengukuran kejadian penyakit dan titer virus (NAE) tidak selalu berkorelasi (Tabel 5). Hal tersebut terutama terlihat pada perlakuan satu kutudaun per tanaman. Berdasarkan gejala mosaik yang muncul terdapat tiga tanaman yang terinfeksi, tetapi menurut NAE reaksi ELISA tergolong reaksi negatif. Gejala mosaik yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh virus lain sehingga perlu konfirmasi lebih lanjut.

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman sehingga berpengaruh terhadap perkembangan dan produksi tanaman. Peran kutudaun A. craccivora sebagai serangga vektor berpotensi untuk menyebarkan penyakit terutama bila populasi kutudaun tinggi.

Varietas-varietas kacang panjang Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan dan Pilar menunjukan respons sangat rentan terhadap infeksi BCMV dengan kejadian penyakit > 90% dan gejala berat berupa malformasi daun dan kekerdilan tanaman. Infeksi BCMV pada kelima varietas tersebut menyebabkan penundaan waktu berbunga berkisar antara 2 sampai 5 hari dan rata-rata penurunan bobot polong per tanaman mencapai 46.59%. Efisiensi penularan BCMV melalui A. craccivora berkolerasi positif dengan jumlah serangga vektor.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, perlu lebih banyak varietas yang diuji untuk evaluasi respons ketahanan varietas kacang panjang dalam percobaan di lapangan. Hal ini untuk mengetahui tingkat ketahanan varietas tersebut dalam kondisi alami.

Perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan upaya pengendalian kutudaun A. craccivora sebagai vektor BCMV. Penelitian lebih lanjut menggunakan beberapa spesies kutudaun perlu dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai vektor BCMV.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Ed. ke-4. San Diego: Academic Press. Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed. ke-5. New York: Academic Press. Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Indonesian vegetable seeds: Current

condition and prospects in business of vegetable seeds. Bul. Agron (33) (1): 38-47.

Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World Crop: An Identification and Information Guide. London: The Natural History Museum.

Bos L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant Virology.

Cottier W. 1953. Aphids of New Zealand. Wellington: New Zealand Departement of Scientific and Industrial Research.

Damayanti TA, Suryadi D. 2008. Identifikasi penyebab daun kecil kacang panjang Cowpea little leaf disease (CLLD) isolat Indonesia; kajian sifat bioekologi dan biomolekuler [abstrak]. J Bogor Agriculture University. http://www.reseptory.ipb.ac.id [31 Oktober 2011]

Damayanti TA. 2009. Kajian Sifat Bioekologi dan Biomolekuler Penyebab Outbreak Penyakit Kuning pada Kacang Panjang di Jawa Barat dan Jawa Tengah [abstrak]. J Bogor Agriculture University. http://www.reseptory.ipb.ac.id [31 Oktober 2011]

Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan populasi A. craccivora Koch. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Djikstra J, De Jagger. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise. Boston: Springer.

Eastop VF. 1961. Study of Aphididae (Homoptera) of West Africa. London: W Clowes.

Fareres A, Moreno A. 2009. Behavioural aspect influencing plant virus transmission by homopteran insect. Virus Research 141: 158-168.

Hutapea JR. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen Kesehatan: Jakarta.

Jurgen K, Schmutterer H. Koch W. 1977. Diseases, Pests and Weeds in Tropical Crops. New York: J Wiley.

Karsono S. 1997. Peningkatan hasil kacang panjang melalui cara mekanis dan kimia. Sumber Daya dan Produktivitas Kacang Hijau Dan Kacang-Kacangan Lain. Prosiding Peningkatan Efisiensi Penggunaan Input. Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Malang. Hal 25-46.

(34)

Martin. 1983. The Identificatioan of common aphid pest of tropical agriculture. Tropical Pest Managemant. 49(4): 395-411.

Matthews REF. 1991. Student Edition Plant Virology. Ed ke-3. London: Academic Press.

Matthews REF. 1993. Diagnosis of Plant Disease. Ed ke-3. Florida: CRC Press. Morales FJ, Bos L. 1988. Bean common mosaic virus/AAB Description of Plant

Viruses. Virus Research 337.

Mound. 2006. Thysanoptera Slide Mounting Methods. Taxonomy Workshop 1 (Thrips). AADCP PS: Strengthening ASEAN Plant Health Capacity Project Kuala Lumpur-Malaysia.

[PROSEA] Plant Resources South East Asia. 1996. Legume Genetic Resources: The PROSEA Manual for Authors, Editors, and Publishers. Ed ke-10. Oshkosh: University of Wisconsin.

Saleh N. 1997. Pengaruh biji belang dan pengendalian vektor terhadap intensitas serangan soybean stunt virus dan hasil kedelai. Komponen teknologi peningkatan produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Edisi Khusus Balitkabi 9: 82-89.

Suryadi, Luthfy, Kusandriani Y, Gunawan. 2003. Karakteristik dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang. Buletin Plasma Nutfah 9(1): 1-10.

Walkey DGA. 1991. Applied Plant Virology. Ed ke-2. London: Chapman and Hall.

Wigglesworth VB. 1950. The Principle of Insect Physiology. Ed ke-4. London: Methuen.

(35)
(36)

Lampiran 1 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Parade

Varietas : Parade

Warna benih : Coklat Warna bunga : Putih Warna polong : Hijau Panjang polong : 85 cm Produksi : 20-25 ton/ha Kebutuhan benih/ha : 18-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%

Daya berkecambah : 85%

(37)

Lampiran 2 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas New Jaliteng

Varietas : New Jaliteng Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Kuning muda Warna polong : Hijau

Panjang polong : 75-80 cm Produksi : 20-25 ton/ha Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 99.8% Daya berkecambah : 88%

(38)

Lampiran 3 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Long Silk

Varietas : Long Silk

Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Kuning muda Warna polong : Hijau

Panjang polong : 65-70 cm Produksi : 22-25 ton/ha Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%

Daya berkecambah : 98%

(39)

Lampiran 4 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Super Sainan

Varietas : Super Sainan Warna benih : Coklat tua Warna bunga : Ungu muda Warna polong : Putih Panjang polong : 70 cm Produksi : 20-25 ton/ha Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%

Daya berkecambah : 85%

(40)

Lampiran 5 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Pilar

Varietas : Pilar

Warna benih : Hitam-putih Warna bunga : Putih Warna polong : Hijau Panjang polong : 60-70 cm Produksi : 20-25 ton/ha Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 95%

Daya berkecambah : 85%

(41)

Lampiran 6 Tabel kejadian penyakit kelima varietas tanaman uji

Minggu ke- Varietas Tanaman Uji (%)

Parade New Jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar

1 100 70 20 60 40 2 100 90 40 70 80 3 100 100 70 80 90 4 100 100 90 100 100 5 100 100 90 100 100 6 100 100 90 100 100 7 100 100 90 100 100 8 100 100 90 100 100 Rata-rata 100 95.00 72.50 88.75 88.75

Lampiran 7 Tabel keparahan penyakit kelima varietas tanaman uji

Minggu ke-

Varietas Tanaman Uji (%)

Parade New Jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar

1 25 17.5 5 15 10 2 37.5 32.5 12.5 25 30 3 37.5 40 25 47.5 32.5 4 52.5 55 52.5 80 47.5 5 77.5 72.5 70 90 67.5 6 90 82.5 72.5 100 72.5 7 95 82.5 77.5 100 77.5 8 95 85 77.5 100 77.5 Rata-rata 63.75 58.44 49.06 69.69 51.88

(42)

L am pi ra n 8 T ab el m as a pe m bunga an ke li m a v ar ie ta s t ana m an uj i U la nga n V ar ie ta s T ana m an U ji ( H S T ) P ar ade N ew j al it en g L on g S il k S upe r S ai na n P il ar T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf 1 40 44 36 47 0 0 52 0 0 38 2 36 36 36 0 48 61 38 0 43 43 3 35 40 37 41 36 61 37 56 38 43 4 33 38 41 38 43 0 48 0 43 43 5 35 41 41 43 38 40 41 0 41 56 6 36 39 43 38 45 43 46 41 0 50 7 35 36 36 38 46 47 40 61 43 44 8 37 36 37 43 46 43 40 48 51 46 9 33 36 37 43 46 38 43 43 0 56 10 37 36 36 43 0 43 0 43 40 51 R at a-ra ta 35.7 38.2 38 37.4 34.8 37.6 38.5 29.2 29.9 47

(43)

L am pi ra n 9 T ab el j um la h bung a k el im a va ri et as t ana m an uj i U la nga n V ar ie ta s T ana m an U ji P ar ade N ew j al it en g L on g S il k S upe r S ai na n P il ar T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf 1 9 12 9 6 0 0 5 0 0 5 2 12 10 11 0 3 3 5 0 6 2 3 12 8 8 11 9 2 10 4 7 4 4 17 9 9 6 4 0 5 0 6 2 5 16 8 9 7 9 7 6 0 6 5 6 15 10 7 6 4 5 5 11 0 3 7 20 9 10 6 7 8 8 3 5 2 8 16 9 7 6 4 13 14 6 6 10 9 23 10 9 7 4 7 8 4 0 3 10 21 10 11 5 0 3 0 12 6 7 R at a-ra ta 16.1 9.5 9 6 4.4 4.8 6.6 4 4.2 4.3

(44)

L am pi ra n 10 T ab el bobot pol ong /t ana m an k el im a va ri et as t an am an uj i U la nga n V ar ie ta s T ana m an U ji ( g) P ar ade N ew j al it en g L on g S il k S upe r S ai na n P il ar T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf eks i T an. S eha t T an. T er inf 1 126.23 59.03 76.64 25.07 0 8.93 17.95 0 10.37 12.73 2 70.92 73.09 66.01 30.72 15.65 11.42 37.67 7.63 29.91 0 3 56.39 32.92 72.99 84.65 46.76 26.63 20.76 4.82 61 52.17 4 22.2 36.1 41.22 21.57 91.57 38.44 8.94 0 14.52 5.37 T o ta l 275.74 201.14 256.86 162.01 153.98 85.42 85.32 12.45 115.8 70.27

(45)

Lampiran 11 Tabel Nilai Adsorban ELISA (NAE) minggu ke-2 kelima varietas tanaman uji

Varietas Lot Varietas Waktu Rata-rata NAE

30 menit 60 menit

Parade Tan. Sehat 0.099 0.105 0.102 1

Tan. Terinfeksi 0.284 0.341 0.313 4

Jaliteng Tan. Sehat 0.176 0.201 0.189 2

Tan. Terinfeksi 0.321 0.407 0.364 4

Long silk Tan. Sehat 0.099 0.103 0.101 1

Tan. Terinfeksi 0.361 0.470 0.416 5

S. sainan Tan. Sehat 0.223 0.276 0.250 3

Tan. Terinfeksi 0.362 0.467 0.415 5

Pilar Tan. Sehat 0.172 0.223 0.198 2

Tan. Terinfeksi 2.002 2.130 2.066 24

Lampiran 12 Nilai Adsorban ELISA (NAE) minggu ke-4 kelima varietas tanaman uji

Varietas Lot Varietas

Waktu

Rata-rata NAE 30 menit 60 menit

Parade Tan. Sehat 0.094 0.107 0.101 1

Tan. Terinfeksi 0.102 0.110 0.106 1 Jaliteng Tan. Sehat 0.088 0.092 0.090 1 Tan. Terinfeksi 0.241 0.317 0.279 3 Long silk Tan. Sehat 0.090 0.097 0.094 1 Tan. Terinfeksi 0.209 0.325 0.267 3 S. sainan Tan. Sehat 0.099 0.111 0.105 1 Tan. Terinfeksi 0.257 0.395 0.326 4 Pilar Tan. Sehat 0.107 0.117 0.112 1 Tan. Terinfeksi 0.261 0.446 0.354 4

(46)

Lampiran 13 Kejadian Penyakit terhadap serangga vektor (A. craccivora)

Minggu ke-

Jumlah Kutudaun/Tanaman (%)

1 ekor 3 ekor 5 ekor 7 ekor 10 ekor

1 20 40 40 40 20 2 60 60 60 80 60 3 60 60 60 100 100 4 60 60 60 100 100 5 60 60 60 100 100 Rata-rata 52 56 56 84 76

Lampiran 14 Nilai Adsorban ELISA (NAE) terhadap serangga vektor (A. craccivora)

Minggu ke-

Jumlah Kutudaun/Tanaman (%)

1 ekor 3 ekor 5 ekor 7 ekor 10 ekor

1 0.19 0.234 0.194 0.208 1.529 2 0.274 0.215 0.177 0.191 1.86 3 0.3 0.981 0.959 1.883 0.486 4 0.174 0.823 1.709 1.798 0.183 5 0.221 0.175 1.772 1.87 1.899 Rata-rata 0.232 0.486 0.962 1.190 1.191

Gambar

Gambar 1 A. craccivora imago bentuk tidak bersayap (Cottier 1953) (1) Antena,  (2) Kepala, (3) Kornikel, (4) Kauda, (5) Lempeng genital, (6) Toraks  dan abdomen imago tidak bersayap
Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit (a) skor 0; (b) skor 1; (c) skor 2; (d)  skor 3; (e) skor 4
Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang yang  diinokulasi BCMV
Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV (a) Mosaik ringan, (b)        Mosaik sedang, (c) Mosaik berat dan daun mengecil, (d) Malformasi  daun dan pengerdilan tanaman, (e) Tanaman sehat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk pada poin parameter A dan B, tentang aspek material pada bangunan. Di mana material tersebut berhubungan langsung dengan aspek alam. Material local, yang

Semua kegiatan ditujukan untuk mengenali, merekam dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang telah dicapai baik yang ditimbulkan oleh

Kubu Raya, Kepala Desa (Desa2 yang berada di sekitar areal.konsesi perusahaan), Perwakilan dari perusahaan yang berada di wilayah Kubu Raya, media cetak. Kegiatan adalah

Menurut Edward K Morlok, Pemilihan moda itu adalah apabila jumlah dari total masing-masing tempat asal ke setiap tujuan telah diperkirakan untuk setiap maksud perjalanan,

probing prompting antara lain adalah mendorong siswa aktif berpikir, memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga guru dapat

Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Workflow Table adalah tabel yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu proses atau kegiatan yang

Individu yang kecerdasan emosional tinggi akan lebih optimis dalam menghadapi berbagai macam masalah, seharusnya seseorang tidak hanya memiliki IQ yang tinggi saja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adalah koefisien determinasi (R²) dari 32.97%, dapat diartikan bahwa tingkat kejadian mastitis dipengaruhi oleh ukuran puting diameter