• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare adalah feses keluar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare adalah feses keluar"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Diare 1. Pengertian

Menurut Sodikin (2011), diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan/atau lender dalam feses, sedangkan diare akut sendiri didefinisikan dengan diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Diare adalah feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk (Wilkinson, 2006). Diare akut (gastroenteristis) adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan pathogen parasitic (Wong, 2003). Gastroenteristis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus (Betz, 2002). Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200g/hari) dan konsistensi (feses cair) (Brunner & Suddarth, 2001). Diare adalah feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk (Wilkinson, 2006).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang diare, dapat disimpulkan bahwa diare adalah peningkatan frekuensi defekasi (BAB) yang melebihi tiga kali dalam sehari yang terjadi secara tiba-tiba dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja, biasanya disebabkan oleh

(2)

infeksi (virus, bakteri, dan parasit) yang menyerang saluran gastrointestinal.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan orga aksesori, secara otomatis saluran pencernaan atas dua bagian yaitu saluran pencernaan atas yang mulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ aksesori yang terdiri atas hati, kandung empedu, dan pancreas (Hidayat, 2006).

a. Anatomi

Menurut Sodikin (2011) anatomi saluran pencernaan adalah sebagai berikut :

1) Mulut

Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Mulut bi batasi oleh dua sisi pipi yang dibentuk oleh muskulus businatorus, bagian atasnya terdapat palatum yang memisahkannya dari hidung dan bagian atas faring.

2) Lidah

Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya dilapisi dengan membrane mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan lebar. Lidah menempati kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam faring.

(3)

3) Gigi

Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang berbeda-beda. Selpertama adalah gigi primer ( gigi susu atau desidua), yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan; selanjutnya set kedua atau set permanen , menggantikan gigi primer dan mulai tumbuh pada sekitar umur 6 tahun.

4) Kerongkongan (Esofagus)

Esofagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8-10 cm dari kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa yaitu 23-30 cm.

5) Lambung

Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir. Kapasitas dari lambung antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sampai sekitar 75 ml pada kehidupan minggu ke-2, sekitar 10 ml pada bulan pertama, dan rata-rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000 ml.

6) Usus Kecil

Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Usus kecil memiliki panjang 300-350 cm saat lahir, mengalami peningkatan sekitar 50% selama tahun pertama kehidupan.

(4)

Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar 7,5-10 cm dengan diameter 1-1,5 cm.

7) Usus Besar

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon assenden, kolon transversum, kolon denden dan kolon sigmoid. Panjang usus besar bervariasi, berkisar sekitar ±180cm.

8) Hepar

Hati merupakan glandula paling besar dalam tubuh dan memiliki berat ±1.300-1.500 gram. Hepar berwarna merah cokelat, sangat vascular, dan lunak.

9) Pankreas

Pankreas terletak tranversal diperut bagian atas, antara duodenum dan limpa dalam retroperitonium.

10)Peritonium

Peritonium merupakan membrane serosa yang tipis, licin, dan lembab yang melapisi rongga peritoneum dan banyak organ perut seperti cavum abdomen dan pelvis.

b. Fisiologi

Fisiologi saluran pencernaan terdiri atas rangkaian proses memakan (ingesti) dan sekresi getah pencernaan ke sistem pencernaan. Getah pencernaan membantu pencernaan atau digesti makanan, hasil pencernaan akan diserap ke dalam tubuh berupa zat gizi. Proses sekresi, disgesti,dan absorbsi terjadi secara

(5)

berkesinambungan pada saluran pencernaan, mulai dari atas yaitu mulut sampai ke rectum. Mastikasi merupakan proses pengunahan atau pemecahan partikel makanan yang besatr oleh gigi dan mencampur makanan, kemudian dilembapkan oleh glandula salivary untuk membentuk bolus (massa berlapis saliva). Menelan (deglutisi) merupakan suatu respon reflex yang disebabkan oleh impuls aferen di dalanm nervus trigeminus, glosofaringeus dan vagus. Defekasi sebagian bersifat reflex dan sebagian lain merupakan aktivitas volunteer.

3. Etiologi

Penyebab dari diare menurut Suriadi dan Yuliani (2002) dibagi menjadi beberapa faktor yaitu:

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi Bakteri: enteropathogenic eschericia coli, salmonella, shigella, yersinis enterocolitica.

2) Infeksi Virus: enterovirus echoviruses, adnovirus, human retrovirus, seperti agent, rotavirus.

3) Infeksi Jamur: candida enteritis.

4) Infeksi Parasit: giardia clambia, cryptosporidium. 5) Protozoa

b. Bukan Faktor Infeksi

1) Alergi makanan: susu, protein

(6)

3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan 4) Obat-obatan: antibiotik

5) Penyakit usus: enterocolitis, colitis ulcerative, crohn disease 6) Emosional atau stress

7) Obstruksi usus c. Penyakit Infeksi

Otitis media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih.

4. Patofisiologi

Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

a. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c. Gangguan Motilitas Usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya pada

(7)

peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya juga akan timbul diare.

(8)

5. Pathway Keperawatan

Sumber : Suriadi dan Yuliani R (2001), Ngastiyah (2005) Infeksi

(Virus, Bakteri, Parasit)

Malabsorbsi Makanan Makanan Beracun Faktor Psikologis Reaksi Inflamasi

Tek Osmotik Rangsang Saraf

k Gangguan Motilitas Usus

Pergeseran cairan & elektrolit ke rongga usus

Isi Rongga Usus Hipermotilitas Hipomotilitas

Sekresi air & elektrolit Bakteri tumbuh

DIARE Kerusakan mukosa usus Nyeri akut Defekasi sering Iritasi Kulit Resiko kerusakan integritas kulit Resiko Infeksi Hipertermi Output >> Absorbsi ber < Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan Tubuh Dehidrasi

Tubuh kehilangan cairan & elektrolit Pe vol cairan ekstra sel Pe cairan intertitiil Kurang volume cairan Sekresi cairan dan

elektrolit

Diare Kurang Pengetahuan

(9)

6. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis menurut Suriadi & Yuliani (2006) pada kasus gastroenteritis akut diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

b. Terdapat tanda gejala dehidrasi: turgor kulit turun (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering

c. Demam

d. Mual dan muntah e. Anoreksia

f. Lemah g. Pucat

h. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat i. Menurun atau tidak pengeluaran urine

7. Komplikasi

Komplikasi diare menurut FKUI (2007), diantaranya adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi yaitu:

a. Dehidrasi (ringan, sedang berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik) b. Renjatan hipovolemik

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardigram)

(10)

e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan visi mukosa usus halus.

f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

8. Pencegahan

Menurut Sodikin (2011), berbagai kuman penyebab diare disebarkan melalui jalan orofekal seperti air, makanan dan tangan yang teremar. Upaya pemutusan penyebaran kuman penyebab harus difokuskan pada cara penyebaran ini. Berbagai upaya yang terbukti efektif adalah sebagai berikut:

a. Pemberian ASI eksklusif (pemberian makana berupa ASI saja pada bayi umur 4-6 bulan)

b. Menghindari penggunaan susu botol.

c. Memperbaiki cara penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI (untuk mengurangi paparan ASI dan perkembangbiakan bakteri). d. Penggunaan air bersih untuk minum.

e. Mencuci tangan baik sesudah buang air besar dan membuang feses bayi sebelum menyiapkan makanan atau saat makan (Xue, 2008 dalam Sodikin, 2011)

(11)

9. Pemeriksaan penunjang

“Pemeriksaan objektif utama pada pasien dengan diare akut adalah penentuan tingkat keparahan dehidrasi dan deplesi elektrolit. Adanya demam menunjukan infeksi spesies salmonella, Shigella, atau

campylobacter. Pemeriksaan colok dubur dan sigmoidoskopi harus dilakukan. Keduanya dimaksudkan untuk menilai tingkat radang rectal, jika ada, dan mendapatkan feses untuk pemeriksaan” (Sodikin, 2011, hlm : 123).

10.Penatalaksanaan

Prinsip Pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya). Penatalaksanaan diare menurut FKUI (2002) dan Juffrie (2003) :

a. Pemberian Cairan

Cara penggantian cairan akan tergantung pada derajat dehidrasi. Untuk mudahnya, anak dengan dehidrasi ringan yaitu < 5%, bisa dikelola dengan cara oral.

Anak dengan dehidrasi > 5% harus dirawat di rumah sakit. Terapi rehidrasi oral bisa sering berhasil digunakan pada kelompok ini, namun terapi IV lebih sering digunakan, terutama jika pasien sering muntah dan atau diare banyak.

(12)

Kalkulasi Pergantian Cairan:

Nilai defisit: Volume (ml) =% dehidrasi x BB (kg) x 1000 Contohnya:

Dehidrasi 5% pada bayi 10 kg, maka nilai defisitnya adalah: 5/100 x 10 x 1000 = 500 ml dalam 24 jam

1) Terapi rehidrasi oral

Oralit merupakan larutan yang mengandung glukosa/natrium dalam proporsi yang dirancang untuk merangsang penyerapan glukosa dan natrium. Salah satunya adalah yang mengandung 2% glukosa, dan Na 60 mmol/L, K 20, Cl 60 dan HCO3 10. Oralit aman diberikan via sonde nasogastrik. Orang tua pasien perlu dijelaskan bahwa oralit bukan obat untuk muntah atau diare melainkan terapi untuk mengatasi atau mencegah dehidrasi.

Oralit rasanya asin dan banyak anak yang tidak menyukainya. Gunakan oralit yang telah diberi aroma. Berikan sesering mungkin. Anak yang dehidrasi biasanya akan minum cairan apapun. Rehidrasi oral digunakan dalam manajemen anak dengan gastroenteritis di rumah maupun di rumah sakit.

2) Terapi Parenteral

Pemilihan terapi cairan pengganti akan tergantung pada gangguan elektrolit yang ada. Biasanya cairan N/2-D5 diberikan dengan tambahan kalium (20 mmol/L) atau Ringer Laktat akan mengganti kehilangan dari diare dan atau muntah-muntah. Defisit

(13)

harus diberi dalam 8-12 jam dan ulang pemeriksaan elektrolit pada saat itu.

Dehidrasi hipernatremia harus diatasi pada kurun waktu lebih panjang dengan pemantauan elektrolit ketat. N2/D5 dan kalium lebih disukai karena akan memperlambat laju penurunan natrium dan osmolaritas serum dan melindungi dari edema otak. Bikarbonat tidak selalu dibutuhkan kecuali jika ada asidosis yang mengancam jiwa (pH < 7).

Cara memberikan cairan dalam terapi rehidrasi: a) Belum ada dehidrasi

Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas setiap defekasi.

b) Dehidrasi ringan

Satu jam pertama yaitu 25-50 ml/kgBB per oral (intra gastrik), selanjutnya 125 ml/kgBB per hari.

c) Dehidrasi sedang

Satu jam pertama yaitu 50-100 ml/kgBB per oral/intra gastrik (sonde), selanjutnya 125 ml/kgBB perhari.

d) Dehidrasi berat

(1) Untuk anak umur 1 bulan-2 tahun dengan berat badan 3-10 kg

(14)

13 tetes/kgBB/menit (set infus 1ml = 20 tetes). Tujuh jam berikutnya 12 ml/kgBB/jam = 3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). Enam belas jam berikutnya 125 ml/kgBB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan dengan cairan intra vena 2 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).

(2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

Satu jam pertama 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). Tujuh jam berikutnya 10 ml/kgBB/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (1ml = 20 tetes). Enam belas jam berikutnya 125 ml/kgBB oralit per oral atau intragastrik. Bila anak tidak mau minum, teruskan dengan cairan intra vena 2 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).

(3) Untuk anak 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

Satu jam pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 7 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

(15)

tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). Enam belas jam berikutnya 100 ml/kgBB oralit per oral atau bila anak tidak mau minum dapat diberikan cairan intravena 1 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 1,5 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

(4) Untuk bayi baru lahir (neonatus) dengan berat badan 2-3 kg (a) Kebutuhan cairan 125 ml + 100 ml +25 ml = 250

ml/kgBB/24 jam.

(b) Jenis cairan : cairan = 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1,5%).

(c) Kecepatan 4 jam pertama 25 ml/kgBB/jam atau 6 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes), atau 8 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes). 20 jam berikutnya 100 ml/kgBB/20 jam atau 2 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).

(5) Untuk bayi berat badan lahir rendah dengan BB kurang dari 2 kg.

(a) Kebutuhan cairan 250 ml/kgBB/24 jam.

(b) Jenis cairan : cairan = 4 : 1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1,5%).

(16)

b. Diet (Pemberian makanan)

1) Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg.

Jenis makanan:

(a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh).

(b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat.

(c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.

2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 tahun Jenis makanannya berupa makanan padat atau makan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah.

c. Pemberian Obat 1) Obat anti sekresi

a) Asetosal

Dosis yang diberikan 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg.

b) Klorpromazin

(17)

2) Obat anti spasmolitik

Pada umumnya obat anti spasmolitik seperti papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid, dan sebagainya tidak diperlukan untuk mengatasi diare.

3) Obat pengeras tinja

Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, dan sebagainya tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare.

4) Antibiotika

Pada umumnya antibiotika tidak diperlukan untuk mengatasi diare akut, kecuali bila penyebabnya jelas seperti:

a) Kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kgBB/hari.

b) Campylobacter, diberikan eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari. Antibiotik lain dapat pula diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti:

a) Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari.

b) Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50 mg/kgBB/hari.

c) Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan klorampenikol 75 mg/kgBB/hari atau ampisilin 75-100 mg/kgBB/hari ditambah gentamisin 6 mg/kgBB/hari atau derivate sefalosforin 30-50 mg/kgBB/hari.

(18)

C. Proses keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Doengoes (2000), anamnesa terhadap pasien diare dibagi menjadi:

a. Wawancara

Anamnesa yang perlu diketahui pada pasien diare sebagai berikut: 1) Riwayat Perjalanan Penyakit

Riwayat perjalanan penyakit yang ditemukan adalah lamanya sakit/diare (biasanya baru berlangsung 1-2 hari), frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali dalam sehari, volume feses kurang lebih jumlahnya 250 mg dalam sehari, bau feses amis/busuk, pasien panas, muntah, dan kejang, berat badan selama menderita diare cenderung menurun. Untuk mengetahui berat badan dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropometri (tinggi badan, berat badan, lingkar kepala).

2) Data Subyektif

Data subyektif yang didapat yaitu pasien mengeluhkan Buang Air Besar (BAB) cair, lemas, gelisah, mual muntah, anoreksia, badan panas, frekuensi BAB cair dalam sehari lebih dari 3 kali, adanya riwayat reaksi alergi terhadap suatu zat, makanan/minuman, atau lingkungan, dan adanya kebiasaan dan pola makan anak seperti makan makanan terbuka, suka makan makanan pedas.

(19)

3) Data Obyektif

Data obyektif yang ditemukan yaitu mata cekung, ubun-ubun besar dan cekung, turgor kulit kurang dan kering, lidah, bibir dan mukosa kering, konsistensi feses cair, peningkatan suhu tubuh, penurunan BB, dan pasien tampak lemah dan lemas.

b. Pemeriksaan fisik

1) Kesadarannya composmentis, pada dehidrasi berat dapat terjadi apatis, somnolen, dan kadang soporokomateus.

2) Keadaan umumnya sedang atau lemah 3) Tanda-tanda vital

Pada dehidrasi berat dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan tekanan darah menurun (misal 90/40 mmHg), nadi cepat sekali (tachikardi), suhu terjadi peningkatan, respirasi cepat jika terjadi dehidrasi akut dan berat karena adanya kompensasi asam basa. 4) Pemerisaan head to toe

Pada pemeriksaan head to toe penderita diare ditemukan ubun-ubun yang besar dan agak cekung, rambut rontok atau merah karena malnutrisi, mata pada umumnya agak cekung, mukosa kering, bibir pecah-pecah dan sianosis, lidah kering, tulang pipi biasanya menonjol, dan wajah tampak lebih pucat, umumnya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, dan dapat juga menimbulkan aritmia jantung

(20)

Temuan lain dapat dilihat dari pemeriksaan pada abdomen yaitu umumnya simetris, supel tidak ada lesi, terdapat bunyi tympani (kembung), umumnya ada nyeri tekan bagian perut bawah yaitu bagian usus dan dapat terjadi kejang perut, dan bising usus lebih dari 30 x/menit. Pada anus terjadi iritasi, kemerahan pada daerah sekitarnya, kekenyalan kulit sedikit kurang dan elastisitas kembali setelah 1-2 detik.

c. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut NANDA (2007-2008), Wilkinson (2011) adalah:

1) Diare berhubungan dengan inflamasi

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi, masukan nutrisi yang tidak adekuat.

3) Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus.

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare (defekasi).

5) Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, proses inflamasi.

6) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya invasif

mikroorganisme, hospitalisasi.

7) Kurang pengetahuan (penyakit diare) berhubungan dengan keterbatasan informasi

(21)

d. Fokus intervensi

Fokus intervensi menurut NANDA (2007-2008 ) dan Wilkinson (2011):

1) Diagnosa Keperawatan I

Diare berhubungan dengan inflamasi

a) Nursing Outcome Classification (NOC): Diare

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah eliminasai teratasi

Kriteria Hasil:

(1) Eliminasi BAB normal (2) Tidak mengalami diare

(3) Feses berbentuk, BAB sehari kurang dari 3 kali (4) Mampu menjaga daerah rektal dari iritasi

Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

b) Nursing Intervention Classification (NIC): Manajemen Diare (1) Monitor tanda dan gejala diare

(2) Monitor vital sign

(22)

(4) Identifikasi factor penyebab diare

(5) Monitor intake makanan dan cairan yang masuk

(6) Ajarkan pada keluarga pasien untuk menggunakan obat diare sesuai advis

(7) Motivasi pasien / keluarga pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori

(8) Laporkan dokter bila ada kenaikan / peristaltik usus

2) Diagnosa Keperawatan II

Ketidakseimbangan nutrisikurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

a) NOC: Status Nutrisi

Tujuan: Status nutrisi pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil:

(1) Berat badan normal. (2) Intake makanan adekuat.

(3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (bibir pecah-pecah, rambut rontok, dan rambut kemerahan).

(4) Energi adekuat. Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan

(23)

5 = Selalu menunjukkan b) NIC: Manajemen Nutrisi

(1) Kaji status nutrisi dan kemampuan makan pasien. (2) Timbang berat badan secara teratur.

(3) Anjurkan pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering. (4) Anjurkan ibu untuk mempertahankan pemberian ASI secara

efektif.

(5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nurisi yang dibutuhkan pasien.

(6) Observasi dan catat respons terhadap pemberian makan untuk mengkaji toleransi pemberian makan.

(7) Berikan kebersihan oral.

(8) Dorong tirah baring dan atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.

(9) Anjurkan istirahat sebelum makan.

(10) Catat masukan dan perubahan simtomatologi. 3) Diagnosa Keperawatan III

Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistaltik usus. a) NOC: Level Nyeri

Tujuan: Nyeri pada pasien berkurang. Kriteria Hasil:

(1) Pesien mengatakan nyeri berkurang. (2) Ekspresi wajah tersenyum.

(24)

(3) Pasien Tampak tenang dan nyaman. Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan b) NIC: Manajemen Nyeri

(1) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri.

(2) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan kualitas/beratnya nyeri. (3) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan. (4) Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat

mengekspresikan nyeri.

(5) Ajarkan teknik relaksasi non farmakologi yang tepat. (6) Berikan rendam duduk dengan tepat.

(7) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.

(8) Observasi adanya isiorektal dan fistula perianal.

(9) Observasi distensi abdomen, peningkatan suhu, dan penurunan tekanan darah.

(25)

4) Diagnosa Keperawatan IV

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare (defekasi).

a) NOC: Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit. Kriteria Hasil:

(1) Integritas kulit yang baik.

(2) Tidak ada luka (lesi pada kulit pada kemerahan, kulit tidak kering).

(3) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembahan kulit.

Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan b) NIC: Manajemen Tekanan

(1) Kaji adanya tanda-tanda kerusakan kulit.

(2) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering. (3) Monitor kulit akan adanya kemerahan.

(4) Ganti popok dengan sering untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering.

(26)

(5) Oleskan lotion/minyak/baby oil pada daerah yang tertekan. (6) Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

(7) Hindari penggunaan tisu basah yang mengandung alcohol pada kulit yang terekskoriasi karena akan menyebabkan rasa menyengat.

5) Diagnosa Keperawatan V

Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi, proses inflamasi. a) NOC: Termoregulasi

Tujuan: Suhu tubuh kembali normal. Kriteria Hasil:

(1) Suhu tubuh dalam rentang normal. (2) Nadi dan RR dalam rentan normal.

(3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing. Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan b) NIC: Manajemen Demam

(1) Monitor suhu setiap 2 jam sekali.

(2) Monitor monitor nadi dan respirasi rate secara rutin. (3) Monitor adanya perubahan warna kulit dan keluhan lain.

(27)

(4) Anjurkan keluarga untuk memberikan anak minum yang cukup.

(5) Beri kompres pada lipat paha dan aksila. (6) Kolaborasi: Beri anti piretik sesuai indikasi. 6) Diagnosa Keperawatan VI

Resiko infeksi berhubungan dengan adanya invasif mikroorganisme.

a) NOC: Kontrol Resiko

Tujuan: Tidak terjadi infeksi nosokomial. Kriteria Hasil:

(1) Tidak ada demam. (2) Tidak ada edema. (3) Tidak ada kemerahan. (4) Pasien tenang.

Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan b) NIC: Pengendalian infeksi

(28)

(2) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan saat melakukan tindakan.

(3) Batasi jumlah pengunjung.

(4) Anjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan. (5) Gunakan popok sekali pakai dan pakaikan dengan tepat. (6) Upayakan untuk mempertahankan bayi dan anak kecil dari

menempatkan tangan dan objek dalam area terkontaminasi. (7) Kolaborasi: Beri antibiotik sesuai dengan indikasi.

7) Diagnosa Keperawatan VII

Kurang pengetahuan (penyakit diare) berhubungan dengan keterbatasan informasi.

a) Pengetahuan: Proses Penyakit

Tujuan: Pasien tahu mengenai penyakitnya dan perawatannya. Kriteria Hasil:

(1) Pasien dan keluarga mampu menyebutkan tentang

penyakitnya dan penyebabnya.

(2) Pasien dan keluarga mampu menyebutkan cara merawat pasien diare.

(3) Pasien dan keluarga mampu merawat pasien/membuat oralit.

Keterangan skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan

(29)

3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan

b) NIC: Pendidikan Kesehatan: Proses Penyakit

(1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapetik.

(2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.

(3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak yang mereka inginkan.

(4) Jelaskan mengenai penyakit diare sesuai indikasi. (5) Jelaskan cara perawatan diare.

(6) Ajarkan cara pembuatan oralit.

(7) Anjurkan keluarga untuk mendemonstrasikan cara membuat oralit

(8) Beri reinforcement positif. Keterangan skala: 1 = Tidak ada 2 = Sedikit 3 = Sedang 4 = Berat 5 = Penuh

Referensi

Dokumen terkait

cooperatif learning tipe jigsaw sebagai berikut: 1) Kondisi Awal, adalah keadaan dimana siswa belum mendapat perlakuan proses pembelajaran efektif, artinya proses

Menurut peneliti solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan diatas direncanakan dengan menerapkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing, model inkuiri terbimbing

Istilah magang diberikan kepada tim PPL UNY di ADiTV karena pihak ADiTV sendiri menginstruksikan kepada seluruh tim yang melaksanakan PKL (Praktik Kerja Lapangan)

Upaya yang bisa dilakukan dalam strategi pengembangan produk pariwisata di pantai Sipelot adalah mengembangkan objek-objek yang menjadi daya tarik wisata, meningkatkan

Partisipasi masyarakat di bantaran Sungai Cikapundung, Kelurahan Dago dapat dikembangkan apabila hal-hal berikut ini di perbaiki, yaitu: (1) Faktor umur dengan

s#esialisasi $ang tinggi* maka tata ara #enulisann$a %aring kelihatan se&amp;elum atau#un sesudahn$a' Sesuatu #er&amp;edaan $ang #aling n$ata dari &amp;ahasa ini dengan &amp;ahasa

dan pengujian pengujian substantif substantif transaksi transaksi pada pada siklus siklus penjualan.. penjualan dan dan

Muncul kode barang baru pada textbox Tombol simpan menjadi enable Tombol Cari Menampilkan nama barang yang dicari, pada datagridview Tombol Pilih Menampilkan Merek Form Merek