• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Preeklamsia dalam Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia

pada Bayi Baru Lahir

Siti Nur Indah

1

, Ety Apriliana

2

1

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

2

Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal. Sedangkan asfiksia merupakan penyebab kematian bayi kedua tersering setelah prematur dan BBLR. Pre eklampsia dalam kehamilan adalah komplikasi yang serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti: odema, hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu. Pre eklampsia dalam kehamilan menimbulkan dampak bervariasi. Mulai dari yang ringan hingga berat, misalnya mengganggu organ ginjal ibu hamil, menyebabkan hipoksia janin intrauteri, rendahnya berat badan bayi ketika lahir, dan melahirkan sebelum waktunya. Pre eklampsia mengakibatkan tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. sudah pasti ini akan mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi. Akibatnya, perkembangan bayi mejadi lambat, dan terjadi hipoksia intrauterin, lebih fatal lagi, penyakit ini bisa menyebabkan lepasnya jaringan plasenta secara tiba-tiba dari uterus sebelum waktunya. Ketidakmampuan bayi setelah dilahirkan untuk bernapas normal karena gangguan pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan ketersediaan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Efek hipoksia ini adalah asfiksia. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pre eklampsia dalam kehamilan menyebabkan resiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.

Kata kunci:asfiksia neonatorum, neonatus,preeklampsia.

Relationship between Preeclampsia in Pregnancy with Neonatal Asphyxia

Abstract

Preeclampsia is one of the main causes of maternal deaths. While asphyxia is the second most common cause of infant mortality after preterm and LBW.Preeclampsia in pregnancy is a serious complication in the second-third trimester with clinical symptoms such as edema, hypertension, proteinuria, convulsions to coma with gestational age over 20 weeks. Pre eclampsia in pregnancy impacts vary. Ranging from mild to severe, for example disrupt kidney pregnant women, causing fetal intrauterine hypoxia, the low weight of the baby when it is born, and gave birth prematurely. Preeclampsia in pregnancy lead to high blood pressure cause a reduction in shipments of blood to the placenta. surely this would reduce the supply of oxygen and food for the baby. As a result, the development of the baby becoming slow, and intrauterine hypoxia occurs, more fatal, the disease can lead to the release of placental tissue suddenly from the uterus prematurely. The inability of the baby after birth to breathe normally because of interference exchange and transport of oxygen from mother to fetus so that there is interference with the availability of oxygen and carbon dioxide expenditure. This is the effect of hypoxia asphyxia. Therefore it can be concluded that Preeclampsia in pregnancy lead to the risk of asphyxia in newborns.

Keywords: neonatal asphyxia, neonatal, preeclampsia.

Korespondensi:Siti Nur Indah | Alamat Pondok Arbenta, LK 001 Gedong Meneng, Rajabasa, Bandar Lampung | HP 082186662432|e-mail: sitinurindah26@gmail.com

Pendahuluan

Kemampuan pelayanan kesehatan

suatu negara ditentukan dengan

perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan satu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Kesehatan prenatal, perinatal, dan postnatal menjadi sangat penting karena pada masa ini dianggap sebagai masa yang rawan terjadinya gangguan atau kecacatan.1

Menurut WHO diperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir setiap tahun diakibatkan asfiksia neonatorum. Laporan dari WHO menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 – 2003 asfiksia menempati urutan keenam yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian neonatal di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.2

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 359

(2)

Lahir

per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan (28%), pre eklampsia dan eklampsia (24%), infeksi (11%), partus lama (5%), dan abortus (5%).3

Kondisi Angka Kematian Bayi juga belum menggembirakan yaitu 32 per 1.000 kelahiran hidup.Angka kematian bayi dari tahun ke tahun mengalami penurunan walaupun belum memuskan. Berdasarkan riskesdas 2007 terdapat angka kematian bayi sebesar 24 per 1000, lebih rendah dibandingkan tahun 2002 yang sebesar 35 per 1000 kelahiran.3Angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara – negara ASEAN seperti Singapura (3/1000 kh), Brunei Darussalam (8/1000 kh), Malaysia (10/1000 kh), Vietnam (18/1000 kh) dan Thailand (20/1000 kh).2Penyebab kematian neonatus adalah prematur dan berat badan lahir rendah (35%), asfiksia lahir (33,6%) dan sisanya karena infeksi, trauma jalan lahir serta cacat kongenital. 3

Preeklampsia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan perinatal. Preeklampsia merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, proteinuria dan edema. Preeklampsia pada ibu hamil menimbulkan dampak bervariasi. Mulai dari yang ringan hingga berat, misalnya mengganggu organ ginjal ibu hamil, menyebabkan hipoksia janin intrauteri, rendahnya berat badan bayi ketika lahir, dan melahirkan sebelum waktunya.4 Pada

hipertensi dalam kehamilan (misal

preeklampsia) tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. sudah pasti ini akan mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi. Akibatnya, perkembangan bayi mejadi lambat, dan terjadi hipoksia intrauterin, lebih fatal lagi, penyakit ini bisa menyebabkan lepasnya jaringan plasenta secara tiba-tiba dari uterus sebelum waktunya.5 Efek hipoksia adalah

asfiksia neonatorum. Ketidakmampuan bayi

setelah dilahirkan untuk bernapas normal karena gangguan pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat

gangguan ketersediaan oksigen dan

pengeluaran karbondioksida.6

Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan

dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.7 Oleh karena itu

antenatal care yang baik dan pertolongan

persalinan olehtenaga kesehatan sangat dianjurkan untuk deteksi dini dan penanganan komplikasi obstetrik yang mungkin timbul pada ibu hamil, bersalin dan bayi baru lahir. Pelayanan Antenatal Care yang kurang baik dapat menyebabkan masalah kesehatan pada masa kehamilan tidak dapat ditangani dengan baik termasuk preeklamsia. Hal ini sering menyebabkan ibu hamil datang ke petugas kesehatan dengan kondisi atau komplikasi kehamilan yang sudah parah. Keterlambatan penanganan ini menyebabkan perburukan kondisi ibu dan janin. Tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yang mempengaruhi di antaranya kondisi sosial ekonomi, rendahnya pendidikan, faktor sosial budaya, kurangnya kesadaran akan kesehatan dan belum berfungsinya secara optimal pelayanan kesehatan pada ibu pada masa kehamilan.8

Oleh karena itu, pada artikel ini akan

membahas mengenai hubungan antara

hipertensi dalam kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum.

Isi

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa bekurangnya perfusiorgan akibat vasospasme dan aktivitas endotel yang ditandai dengan proteinuria dan hipertensi. Hipertensi yang dimaksudkan disini adalah terjadinya peningkatan tekanan diastolik

sekurang-kurangnya 30 mmHg, atau

peningkatan diastolik sekurang-sekurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik

sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg. Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya dua kesempatan dengan perbedaan waktu 6 jam dan harus didasarkan pada nilai tekanan darah sebelumnya yang diketahui.9

Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Ditandai dengan perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat menyebabkan gangguan fungsi plasenta, diduga yang berperan menyebabkan hal ini adalah tiga faktor yaitu maladaptasi

(3)

imunologi, genetik predisposisi, dan faktor media-vaskular.10

Faktor yang pertama yaitu maladaptasi imunologi. Pengaruh imunologi ini didukung oleh penelitian epidemiologi mengenai kegagalan respon imun maternal yang secara langsung menyebabkan invansi tromboplastik dan gangguan fungsi plasenta. Kegagalan respon imun ini menjadi postulat yang menyebabkan berkurangnya Human leukocyte

antigent (HLA) G protein yang normalnya

diproduksi untuk membantu ibu mengenal komponen imunologi asing plasenta atau berkurangnya formasi dari bloking antibody

untuk menekan atau imunoprotec dari imun asing plasenta.10

Faktor yang kedua yaitu genetic predisposisi. Preeklamsi diduga berhubungan dengan sigle recesives gene.dominant gen

dengan incomplete penetrance atau

multifakrorial. Penelitian lain mengatakan pasien dengan riwayat mempunyai anak intra

uterine growth retardation (IUGR)

dipertimbangkan mempunyai resiko untuk terjadi hipertensi pada kehamilan.10

Faktor yang terakhir yaitu faktor media-vaskular. Adanya defek vaskuler menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus, hipertensi kronik, penyakit gangguan vaskuler, resistensi insulin dan obesitas

menyebabkan perfusi plasenta yang

berkurang sehingga meningkatkan resiko preeklamsia. Hal ini menjadi postulat berkembangnya preeklamsia menjadi tiga cara yaitu: defective plasentation, plasental ischemia, endothelial cell dysfunction. Teori yang sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.10

Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi menurut Varney adalah penyakit trofoblas, kehamilan multiple, penyakit hipertensi vaskuler kronik, penyakit renal kronik, diabetus mellitus, usia maternal diatas 35 tahun, nuliparitas, riwayat preeklamsia terdahulu dan riwayat keluarga.11

Patofisiologi preeklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika

semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.4

Tanda dan gejala preeklampsia dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan gambaran klinik ditandai dengan pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, proteinuria dan berdasarkan gejala subyektif yang ditandai sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual, muntah dan gangguan serebral lainnya: reflek meningkat dan tidak tenang.12

Klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua golongan yaitu preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Preeklamsi aringan di tandai dengan pertambahan berat badan, edema umum di kaki dan muka, hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90mmHg setelah gestasi20 minggu, proteinuria lebih atau sama dengan 300 mg per liter dan 1+ atau 2+ pada dipstick,

danbelum ditemukan gejala-gejala subyektif. Sedangkan preeklamsia berat ditandai dengan tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg, proteinuria 2 gram per liter atau≥ 2+ pada

dipstick, oliguria < 400 ml/24 jam, kreatinin serum > 1,2 mg/dl, nyeri epigastrium, edema pulmonum, sakit kepala di daerah frontal, diplopia dan pandangan kabur, serta perdarahan retina.13

Komplikasi preeklampsia dibedakan menjadikomplikasi pada ibu dan komplikasi pada janin/bayi. Komplikasi pada ibu di antaranya atonia uteri, sindrom HELLP, gagalginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, sedangkan komplikasi pada janin/bayi seperti asfiksia neonatorum, pertumbuhan bayi terhambat (Intra Uterin

Fetal Retardation), hipoksia intrauteri,

kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.14

Pre eklampsia saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi

(4)

Lahir

baru lahir. Patofisiologi terjadinya asfiksia neonatorum disebabkan oleh perubahan vaskuler yang terjadi selama kehamilan. Pada hamil normal terjadi invasitrofoblas kedalam lapisan arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut dan jaringan sekitarnya sehingga terjadi dilatasi spiralis dan jaringan matriks menjadi gembur sehingga

memudahkkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi. Dampak dari distensi dan dilaatasi ini adalah terjadinya penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke plasenta cukup banyak sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin. Proses ini dinamakan “remodeling arteri

spinalis” Sedangkan pada preeklamsia tidak

terjadi invasi sel-sel trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya, akibatnya arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan

“remodeling arteri spinalis” sehingga aliran

darah uteroplasenta menurun dan terjadilah iskemia plasenta dan hipoksia intra uteri.6 Jika janin mengalami kekurangan O2 dalam rahim

akan merangsang usus janin untuk

mengeluarkan mekonium, selain itu janin juga akan mengadakan pernafasan intra uterin sehingga terjadi aspirasi air ketuban dan

mekonium dalam paru-paru yang

menyebabkan bronkus tersumbat dan bila janin lahir alveoli tidak berkembang sehingga terjadi asfiksia.9

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan, teratur dan adekuat.15 Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asedosis.5

Etiologi asfiksia neonatorum adalah hipoksia janin yang terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan ibu selama hamil (seperti; gizi buruk, anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain), atau secara mendadak karena hal–hal yang diderita ibu dalam persalinan.6

Terdapat tiga faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir yaitu faktor ibu, faktor lain pusat dan faktor bayi. Penyebab asfiksia berdasarkan faktoribu di antaranya preeklamsia dan eklamsia, perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan), penyakit ibu. Berdasarkan factor tali pusat yaitu lilitan tali pusat, talipusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali pusat, sedangkan factor bayi adalah bayi prematur, persalinan dengan tindakan, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur mekonium.16

Patogenesis terjadinya asfiksia neonatorum adalah bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap N. Vagus sehingga bunyi jantung menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka N. vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari N.simpatikus. Denyut jantung janin lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Kekurangan O2 juga merangsang usus,sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia.Janin akan mengadakan pernafasan intra uterin, bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak berkembang.

Tanda dan Gejala asfiksia neonatorum yaitu bayi tidak bernafas atau bernafas megap –megap, warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran.15 Gejala asfiksia diklasifikasikan berdasarkan nilai apperance (colour = warna kulit), pulse (heart rate = denyut nadi), Grimace (refleks terhadap rangsangan), activity (tonus otot), dan Respiration (usaha bernapas) atau sering disebut APGAR.Asfiksia diklasifikaikan menjadi tiga jenis yaitu asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) asfiksia ringan-sedang (nilai APGAR 4-6) dan bayi normal (nilai APGAR 7-10).17 Skor APGAR dinilai pada menit pertama, menit kelima, dan menit kesepuluh setelah bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi tersebut. Namun dalam situasi tertentu, skor APGAR juga dinilai pada menit ke sepuluh, kelima belas, dan kedua puluh, hingga total skor sepuluh.18

(5)

Tabel 1. Nilai APGAR18 Tanda 0 1 2 Appeara nce Pucat/ sianos is Badan meraah jambu ekstremi tas biru Merah jambu komplit Pulse HR tidak ada HR < 100 HR > 100

Grimace Tidak ada

respon

Grimace fasial

Batuk

Activity Lumpuh Sedikit

fleksi

Posisi fleksi/aktif

Respiration Tidak/ada Lambat

tidak teratur Menan gis, udara masuk baik Ringkasan

Preeklampsia pada kehamilan

menimbulkan dampak bervariasi. Gejala

ditandai dengan edema hipertensi,

proteinuria, kejang sampai koma dengan umur kehamilan di atas 20 minggu dan dapat terjadi antepartum, intrapartum, pascapartus. Pada pre eklampsia, tekanan darah yang tinggi menyebabkan berkurangnya kiriman darah ke plasenta. mengurangi suplai oksigen dan makanan bagi bayi mengakibatkan asfiksia neonatorum. Tanda dan Gejala asfiksia neonatorum adalah tidak bernaf asatau bernafas megap–megap, warna kulit kebiruan, kejang dan penurunan kesadaran. Penilaian asfiksia dapat menggunakan skor APGAR. Skor APGAR dinilai dari 5 item yaitu appereance, pulse, grimace, activity dan respiration. Efek

dari asfiksia neonatorum mulai dari kerusakan

fungsi organ, ganguan motorik, retardasi mental bahkan kematian.

Simpulan

Disimpulkan bahwa, preeklampsia dalam kehamilan pada ibu meningkatkan resiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. DaftarPustaka

1. Gilang, Harsoyo N, Maya DR. Faktor –

Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di

RSUD Tugurejo). [Skripsi]. Semarang :

Universitas Muhammadiyah Semarang. 2012: 11-19.

2. Kementerian Kesehatan RI. Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta

:Kementerian Kesehatan RI: 2014.

3. Zainud A. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di

RSUD Pontianak. Jurnal Penelitian Berita

Ilmu Keperawatan. 2009;2(1):1-6.

4. Rossa, A. Gambaran Karakteristik Ibu Hamil dengan Pre-eklampsia di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Mei 2005-Mei 2006. [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2006.

5. Hashemi, A. Hubungan Paritas pada Penderita Preeklampsia Berat Terhadap Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD dr.

Soebandi Kabupaten Jember. [Skripsi].

Jember: Universitas Jember. 2015.

6. Sarwono P. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. 7. Manuaba IBG, Chandra IA, Fajar M.Gawat

Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri

Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.

Jakarta: EGC. 2008: 475-480.

8. Jumiatun. Hubungan antara Preeklamsia

dalam Persalinan dengan Kejadian

Asfeksia di RSUD Kab.Batang. Jurnal

Kebidanan STIKes Widya Husada:

Semarang. 2013;11:1-17.

9. Cunningham,FG., et.al. Obstetri William,

Edisi 21. Jakarta: EGC. 2006.

10.Gilbert ES, Harmon JS. Manual of High Risk

Pregnancy and Delivery. (Fifth Edition). St.

Louis : Mosby. 2011.

11.Jan MK, Carolyn LG. Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. (Edisi Kedua). Jakarta: EGC. 2010.

12.Gerungan, JC. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Bidan Poltekes Manado. 2014;2(1).66-72.

13.De Cherney, Nathan. Current Obstetric

and Gynaecologic Diagnosis and

Treatment. 10th ed. New York :

McGraw-Hill. 2007. p780-8

14.Wagner LK. Diagnosis and Management of

Preeclampsia. American Family Pshysician

Web. December 15, 2004;70;12: 1-12. 15.Snyder EY, Cloherty JP. Perinatal Asphyxia.

dalam: Cloherty JP, Stark AR (eds.)Manual

of Neonatal Care. 7th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins. 2012. p515-55

(6)

Lahir

16. Azwar A. Asuhan Persalinan Normal dan

Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta:

NPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation. 2008. 17. Ridhanillah GS. Faktor-Faktor Risiko yang

Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (studi di RSUD Tugurejo

Semarang). [undergraduate thesis].

Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang; 2012.

18. Haws. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta : EGC. 2007.

Gambar

Tabel 1. Nilai APGAR 18 Tanda  0  1  2  Appeara  nce  Pucat/ sianos  is  Badan  meraah jambu  ekstremi  tas biru  Merah jambu  komplit  Pulse  HR  tidak  ada  HR &lt; 100  HR &gt; 100

Referensi

Dokumen terkait

Nilai U dihitung melalui pengurangan itensitas radiasi dengan menggunakan instrumen yang sederhana yaitu: pesawat sinar-X, survey meter dan filter aluminium. Dari hasil

• The move_time_limit attribute is the timeframe each player has to make one move; game_time_limit is the total time that players have to finish the game.. • Both of them can be used

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pengguna layanan pengadilan di Pengadilan Negeri Tegal, berdasarkan peringkat ruang lingkupnya, diperoleh kepuasan responden paling

Hasil pengamatan selama 60 hari menunjukkan bahwa hormon tiroksin memberikan pengaruh yang sangat nyata (P&gt;0.05) terhadap pertumbuhan panjang dan pertumbuhan

SKL Ekspor Impor Page 29 Terkait dengan kursus dan pelatihan Ekspor Impor Level IV sesuai KKNI, maka. pembelajaran lampau yang dapat diakui sebagai bagian dari

Since I’d never planned to read, I’d never thought to invite her, and besides, I had a policy of keeping Isabel away from Arturo and Teresa, not because I didn’t think they’d

1) Pengendalian umum, komputer-komputer yang digunakan oleh para pegawai di Koperasi dipasang (install) antivirus untuk pencegahan virus yang dapat menghilangkan

Kegiatan kedua dalam pengabdian kepada masyarakat adalah pelaksanaan pelatihan pencatatan data penjualan pada Microsoft Excel. Kegiatan pengabdian tahap kedua merupakan