• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses menjadikan pengobatan sendiri lebih mudah dilakukan dan ekonomis. Strategi pengobatan untuk masalah kesehatan ini memang harus dilakukan, agar masyarakat tidak lagi membiasakan menyimpan obat di rumah tangga (Van Der Geest et al., 1996).

Ketika obat dikonsumsi bukan substansi menjadi obat, penggunaan yang salah dapat membuat obat terbaik sekalipun tidak berguna atau malah berbahaya (Van

Der Geest et al. 1996). Telah banyak dilakukan kajian tentang dampak

penggunaan obat yang tidak tepat, seperti tidak menggunakan obat menurut aturan dokter, melakukan pengobatan sendiri dengan resep obat, penyalahgunaan antibiotik, terlalu sering menggunakan obat suntikan, penggunaan obat herbal yang tidak aman, penggunaan obat non-esensial kombinasi, menggunakan obat-obat dengan harga yang mahal, dan penggunaan berlebih obat-obat-obat-obat yang dianggap relatif aman. Khusus obat-obat yang dianggap relatif aman seperti vitamin dan analgesik (contoh: multivitamin dan parasetamol) merupakan obat yang paling umum digunakan di banyak negara (Hardon et al., 2004).

Menurut World Health Organization (2003), penggunaan obat yang rasional adalah pasien menerima obat yang tepat dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk periode waktu yang cukup, dengan biaya terendah untuk mereka dan keluarganya. Di beberapa negara masyarakat lebih bergantung pada nama obat bermerek ketika memilih terapi. Dampak dari iklan produk bermerek, membuat produk bermerek seringkali lebih mahal daripada produk yang sama dengan nama generik. Harga obat juga menjadi perhatian yang sangat penting bagi konsumen. Kadang masyarakat juga tidak menyadari bahwa dua nama obat dengan merek yang berbeda berisi persis substansi yang sama (Chetley et al., 2007).

(2)

penelitian Marmsjo et al., (2009), menyimpulkan bahwa anak-anak yang diberi multivitamin sebelum berusia empat tahun memiliki penurunan risiko sensitisasi terhadap alergen makanan. Setelah usia sekolah ternyata tidak menunjukkan hubungan antara penggunaan multivitamin dengan penyakit alergi. Oleh karena itu disarankan agar memberikan suplemen multivitamin sejak usia satu tahun ke atas agar dapat menurunkan risiko alergi pada usia sekolah. Studi lain dari American Journal of Preventive Medicine oleh Satia-abouta et al., (2003), bahwa orang dewasa yang mempunyai riwayat penyakit, lebih banyak menggunakan produk vitamin. Disimpulkan bahwa masyarakat menggunakan produk suplemen vitamin dengan tujuan untuk mengobati penyakit dan ada hubungan yang konsisten dengan hipotesis ilmiah antara nutrisi dengan risiko penyakit, seperti folat dan niasin terkait kondisi kardiovaskular.

Vitamin merupakan zat esensial yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan metabolisme tubuh, karena itu diperlukan asupan harian dalam jumlah tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan (Olivia et al., 2006). Diperlukan berbagai jenis makanan yang bisa memenuhi semua kebutuhan vitamin yang diperlukan anak sehingga asupan harian terpenuhi. Multivitamin dan multimineral merupakan produk dengan komposisi yang bervariasi dan memiliki karakteristik secara umum (Yetley, 2007). Produk multivitamin dan multimineral adalah produk suplemen yang mengandung tiga atau lebih vitamin dengan atau tanpa mineral, meskipun sebagian besar multivitamin mengandung tiga belas vitamin dan juga berisi enam belas mineral (Rock, 2007).

Data awal yang peneliti peroleh bahwa rata-rata ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun pernah memberikan produk multivitamin kepada anaknya. Menurut alasan para ibu, multivitamin berguna untuk menambah nafsu makan, untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan sebagai nutrisi otak. Ibu mendapatkan informasi tentang khasiat multivitamin sebagian besar dari iklan obat. Menurut Menon et al., (2008), vitamin dalam dosis terapi (biasanya 5-10 kali asupan harian yang direkomendasikan) diindikasikan untuk pengobatan dalam keadaan defisiensi atau kondisi patologis dimana penyerapan dan pemanfaatan vitamin berkurang atau pada saat kebutuhan vitamin meningkat. Seperti layaknya iklan,

(3)

pemikiran ibu memberikan multivitamin kepada anak secara rutin merupakan gaya hidup yang sehat. Iklan juga ikut mempromosikan produk multivitamin anak yang membuat produk tersebut terkenal dan diketahui oleh ibu. Ibu merupakan

sosok yang paling berpengaruh dalam pemberian suplemen pada anak (Lee et al.,

2002; Rock, 2007).

American Academy of Pediatrics (AAP) memaparkan penggunaan produk multivitamin dengan dosis yang tinggi, terutama vitamin A, C dan D dapat menyebabkan gejala toksik, yaitu mual, ruam kulit dan sakit kepala. Hathcock (1997), menyatakan penggunaan suplemen secara berlebihan dapat menyebabkan komplikasi medis, termasuk gangguan saraf, iritasi pencernaan, keracunan hati dan ginjal, serta beberapa gangguan kesehatan lainnya. Orang tua sebaiknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada dokter sebelum memberikan produk multivitamin kepada anak.

Diperkirakan lebih dari setengah anak-anak usia prasekolah pernah diberikan multivitamin. Multivitamin begitu populer digunakan di masyarakat. Yu et al., (1997), menyimpulkan lebih dari separuh anak-anak usia prasekolah di Amerika Serikat atau sekitar 54,4% telah diberikan suplemen vitamin dan mineral, kebanyakan suplemen yang umumnya dikonsumsi merupakan multivitamin-mineral dengan kandungan zat besi (59%). Di Eropa, tepatnya di Belgia, ditemukan lebih dari 30% anak prasekolah mengkonsumsi suplemen dan

multivitamin mineral adalah yang paling banyak dikonsumsi (Huybrechts et al.,

2010). Untuk Asia, yang diwakili oleh anak SD di Korea (kelas 1-6) dengan tingkat ekonomi lebih tinggi dan yang bertempat tinggal di perkotaan, sebesar 32% anak mengkonsumsi suplemen (Kim & Keen, 2002).

Di Indonesia beberapa penelitian di berbagai kota menunjukkan lebih dari separuh anak mengkonsumsi suplemen. Gunanti & Devi (2004) meneliti di salah satu TK di kota Surabaya, ditemukan bahwa sebagian besar anak mengkonsumsi suplemen (80,3%) dan ibu mereka percaya terhadap klaim kesehatan dan manfaat suplemen. Penelitian Resanti (2002), bahwa di kota Bogor anak yang mengkonsumsi suplemen sebesar 82,56% dan di kota Bandar Lampung sebesar 64,45%, mengkonsumsi suplemen jenis multivitamin (Tabita, 2011).

(4)

Dilatarbelakangi tingginya angka swamedikasi dan seringnya masyarakat mendapatkan informasi tentang obat dari iklan, mengindikasikan bahwa masyarakat memang sangat memerlukan informasi yang netral tentang obat, termasuk multivitamin. Multivitamin termasuk golongan obat bebas atau Over The Counter (OTC) yang bisa didapatkan atau dijual bebas di apotek dan toko obat berizin atau di tempat-tempat resmi lainnya. Menurut WHO (2014), swamedikasi diartikan sebagai tindakan sendiri untuk mengobati segala keluhan pada diri sendiri atau sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Obat-obat golongan obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan obat yang relatif aman digunakan untuk swamedikasi (Hastuti et al., 2015).

Puspitasari (2008), meneliti pola perilaku swamedikasi penggunaan produk vitamin di kota Yogyakarta, hasilnya bahwa ibu menggunakan produk vitamin pada saat kondisi sehat, dengan alasan untuk menjaga kesehatan dan sumber informasinya didapat dari iklan TV. Penelitian lain di kota Surabaya bahwa konsumen yang datang ke apotek untuk membeli multivitamin dan mineral adalah sebanyak 21% dengan maksud untuk menjaga kesehatannya (Puspitasari, 2010). Para ahli medis menekankan bahwa anak-anak bisa mendapatkan semua nutrisi yang tepat dari pola makan yang seimbang, tetapi jika hal tersebut tidak memungkinkan karena beberapa alasan, seperti alergi makanan, diet ketat, sangat pemilih makanan atau yang lebih parah mengidap kelainan makan, maka pemberian multivitamin bisa diberikan sebagai jalan alternatif. Orang tua hendaknya membiasakan anak-anaknya mengkonsumsi aneka macam dan warna buah dan sayuran dengan jenis variasi makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Balita dan anak-anak prasekolah mengalami pola makan yang buruk, mulai dari pilih-pilih makanan, makan hanya satu atau dua jenis saja, kurang suka makan sayur, atau mengalami gejala alergi makanan.

Produk multivitamin yang diberikan kepada anak harus digunakan secara tepat yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat cara. Pemberian multivitamin tidak wajib bagi anak, hanya diberikan jika memang anak

(5)

benar-benar membutuhkan, seperti mengalami anoreksia akibat suatu penyakit, pembatasan diet, atau kondisi lingkungan yang defisien dan sedang sakit karena nafsu makan anak cenderung berkurang. Pada kondisi seperti itu, tubuh perlu dibantu dengan asupan makanan dari luar seperti multivitamin. Bila kondisi kesehatan anak sudah membaik, pemberian multivitamin sebaiknya dikurangi. Penghentian pemberian dapat dilakukan jika anak sudah benar-benar sehat dan selera makannya kembali normal.

Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) merupakan metode yang diadopsi dari metode belajar mengajar yang dahulu digunakan untuk sekolah dasar di Indonesia. Metode ini telah diuji coba, dan terbukti sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan memilih obat. Metode ini ternyata dapat mengurangi konsumsi jenis obat keluarga per bulan, yang secara langsung menunjukkan efisiensi penggunaan obat di rumah tangga. Pada mulanya modul ini memang disiapkan khusus untuk para ibu, karena ibu umumnya berfungsi sebagai pengelola kesehatan di rumah tangga. Ternyata para bapak dan remaja pria juga menyukai dan merasakan manfaatnya, sehingga namanya diubah menjadi Cara Belajar Insan Aktif, dan singkatannya tetap CBIA. Setelah CBIA

digunakan di negara‐negara lain, nama CBIA sering dipanjangkan menjadi

CommunityBased Interactive Approach (Suryawati, 2012).

Kementerian Kesehatan RI (2013a), dari hasil Riset Kesehatan Dasar di Indonesia sebanyak 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi, terdapat obat bebas, obat keras, antibiotika dan obat tradisional. Proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi di Provinsi Bengkulu sebanyak 24,7% dan yang tertinggi adalah di kota Bengkulu yaitu sebanyak 44,7%. Kota Bengkulu juga merupakan tertinggi untuk proporsi rumah tangga yang menyimpan obat bebas yaitu sebanyak 89,9%. (Kementerian Kesehatan RI, 2013b).

Pola pencarian pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara mengobati sendiri (swamedikasi) seperti membeli obat (termasuk multivitamin) di apotik atau toko obat tanpa resep dokter. Masyarakat seringkali kurang menyadari dan memahami bagaimana cara menggunakan obat yang benar. Untuk itulah

(6)

Kementerian Kesehatan membuat suatu Gerakan Nasional Masyarakat Peduli Obat (GNMPO). Gerakan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat secara benar dan meningkatkan kemandirian masyarakat dalam memilih dan menggunakan obat secara benar serta meningkatkan penggunaan obat secara rasional oleh masyarakat.

Pengetahuan ibu mengenai multivitamin dan keterampilan memilih produk yang tepat yang disesuaikan dengan kebutuhan pada anak perlu ditingkatkan agar penggunaan multivitamin anak lebih rasional. Penggunaan multivitamin anak untuk kondisi tertentu dalam keadaan defisiensi dan pada saat dibutuhkan perlu mendapat perhatian dari ibu. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih multivitamin anak di Pendidikan Anak Usia Dini Islam Terpadu (PAUD IT) Auladuna Kota Bengkulu.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat perumusan masalah yaitu:

1. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

ibu dalam memilih multivitamin anak?

2. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

ibu dalam memilih multivitamin anak pada kelompok intervensi CBIA dibandingkan kelompok kontrol?

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih multivitamin anak di PAUD IT Auladuna Kota Bengkulu.

(7)

Tujuan khusus:

a. Mengembangkan petunjuk kegiatan CBIA Multivitamin Anak.

b. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih

multivitamin anak dengan menggunakan metode CBIA.

c. Membandingkan tingkat pengetahuan dan keterampilan ibu dalam

memilih multivitamin anak dengan menggunakan metode CBIA antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan metode edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih multivitamin anak yang rasional.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengembangkan bentuk kegiatan diskusi peserta dalam melakukan

pemilihan multivitamin anak yang rasional.

b. Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih

multivitamin anak yang diberikan secara rasional. E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memilih multivitamin anak dengan metode CBIA di PAUD IT Auladuna Kota Bengkulu sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Adapun penelitian sejenis, beberapa diantaranya:

1. Amri (2002), penelitian tentang Meningkatkan Pengetahuan dan

Keterampilan dalam Pelayanan Informasi Obat dan Pengobatan di Apotek Kota Bengkulu melalui metode Cara Belajar Aktif (CBA). Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada subjek, objek dan tempat penelitian. Subjek penelitian Amri adalah petugas apotek, sedangkan penulis menggunakan subjek penelitian ibu-ibu wali murid TK. Objek penelitian

(8)

Amri adalah pelayanan informasi obat dan pengobatan, sedangkan penulis menggunakan objek penelitian multivitamin anak. Tempat penelitian Amri adalah di apotek kota Bengkulu, sedangkan penulis melakukan penelitian di PAUD IT Auladuna kota Bengkulu.

2. Noerdianningsih. (2014), meneliti tentang Peningkatan Pengetahuan dan

Perilaku siswa SMA di Kota Metro dalam Swamedikasi Common Cold

dengan metode CBIA. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu metode intervensi CBIA. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada subjek, objek dan tempat penelitian. Subjek penelitian Noerdianningsih adalah siswa SMA, sedangkan subjek penelitian penulis adalah ibu-ibu wali murid TK. Objek penelitian Noerdianningsih adalah

swamedikasi common cold, sedangkan penulis menggunakan objek penelitian

multivitamin untuk anak. Tempat penelitian Noerdianningsih adalah SMA di kota Metro, sedangkan tempat penelitian penulis adalah di PAUD IT Auladuna kota Bengkulu.

Pada penelitian ini dilakukan kegiatan CBIA kepada ibu-ibu wali murid PAUD IT Auladuna Kota Bengkulu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memilih multivitamin untul anak. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu untuk dapat memilih multivitamin anak yang rasional sesuai dengan kebutuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut peneliti inisiatif masyarakat untuk membangun toren baru dan mencari sumber mata air baru meskipun PNPM Mandiri Perkotaan telah selesai merupakan suatu

Satgasus 3SCPD (2002: 19) kegiatan pengawalan langsung dipimpin oleh guru pembimbing untuk mempersiapkan kelompok itu agar dapat belajar sendiri dengan penuh

Pada prinsipnya pengambilan sampel untuk dijadikan subjek penelitian harus dapat mewakili populasi, baik dari sisi jumlah maupun karakteristik. Jumlah sampel yang terlalu banyak

2: 77-88 87 dengan kondisi pada masyarakat nelayan Kelurahan Kota Karang Raya yang merasakan manfaat dari program Bina Lingkungan, manfaat dari program Bina

Lakukan kamprotan halus dengan campuran semen dan pasir yang telah di ayak/saring pada bagian beton yang telah di waterproofing untuk melindungi lapisan waterproofing

Keempat server tersebut selalu aktif untuk melayani pelanggan yang datang untuk memperoleh pelayanan; Antrian: antrian yang terjadi karena 2 hal, yaitu karena

gender/seks yang tentunya akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu diakomodir dengan baik dalam menyusun kebijakan/aturan sehingga tujuan dari

Berdasar pengujian hipotesis, diperoleh bahwa nilai T hitung (7,942) lebih besar dari nilai T table (1,721), yang berarti bahwa ada pengaruh frekuensi latihan terhadap