• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan tidak lagi berupa benda yang berwujud. Perdagangan berjangka dilakukan di Pasar Berjangka (futures market).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perdagangan tidak lagi berupa benda yang berwujud. Perdagangan berjangka dilakukan di Pasar Berjangka (futures market)."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini, dunia perdagangan mengalami perkembangan yang pesat, perdagangan konvensional dimana ada penjual, pembeli, dan obyek yang secara nyata diperdagangkan bagi sebagian masyarakat mulai ditinggalkan. Masyarakat

modern mulai beralih ke suatu bentuk perdagangan yang mana obyek

perdagangan tidak lagi berupa benda yang berwujud.

Perdagangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perdagangan berjangka. Perdagangan berjangka merupakan sebuah investasi yang berbentuk perdagangan, bukan merupakan sebuah investasi yang berbentuk simpanan. Perdagangan berjangka dilakukan di Pasar Berjangka (futures market). Pasar Berjangka adalah suatu tempat penyelenggaraan kegiatan jual beli kontrak komoditi tertentu dengan penyerahan kemudian.1

Bursa berjangka di Indonesia sangat potensial untuk memperdagangkan kontrak-kontrak komoditi yang banyak dihasilkan Indonesia seperti berjangka kayu lapis, minyak mentah (jenis minas), termasuk juga kontrak keuangan seperti Indeks Saham dan Obligasi sangat potensial untuk diperdagangkan. Selain itu terbuka juga potensial bagi kontrak berjangka lada, cokelat, dan Rupiah/Dolar sebaiknya dikaji lebih dalam karena kekuatan pasar Indonesia tidak cukup

(2)

signifikan untuk membentuk harga yang wajar.2 Subjek kontrak berjangka sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 119 Tahun 2001 tentang komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka :

“Menambah gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulp dan kertas, benang, semen, dan pupuk sebagai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka.

Dengan penambahan komoditi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka adalah kopi, minyak kelapa sawit, plywood, karet, kakao, lada, gula pasir, kacang tanah, kedelai, cengkeh, udang, ikan, bahan bakar minyak, gas alam, tenaga listrik, emas, batubara, timah, pulp dan kertas, benang, semen dan pupuk.”

Setiap perdagangan mengandung konsekwensi, yaitu konsekwensi untung dan konsekwensi rugi. Perdagangan berjangka dilakukan oleh sebuah perusahaan yang berbadan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang penyedia jasa / perantara pada Perdagangan Berjangka dan Komoditi (yang untuk selanjutnya disingkat PBK) antara nasabah / masyarakat yang melakukan PBK dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) bursa berjangka merupakan badan usaha yang memiliki dan dikelola swasta yang menyediakan sarana dan prasarana yang memungkinkan bagi anggotanya melakukan transaksi kontrak berjangka dengan teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan.3 Perusahaan perantara pada PBK juga disebut sebagai perusahaan Pialang Berjangka. Perusahaan pialang berjangka mempunyai wakil pialang yang akan menjalankan amanat nasabah untuk melalukan transaksi PBK dengan BBJ.

2Hanafi Sofyan, Perdagangan Berjangka dan Ekonomi Indonesia, Jakarta, Elex Media

Komputindo, 2000, h. vii

(3)

Pialang berjangka menawarkan banyak kesempatan bagi investor dengan modal dan adanya risiko. Spekulator berjangka sama halnya dengan mereka yang berinvestasi pada saham, obligasi, dan properti yaitu mencari keuntungan dengan mengambil risiko tentunya dengan ekspektasi mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga.4

Dalam penelitian hukum ini, penulis akan meneliti hubungan hukum antara perusahaan pialang berjangka komoditi (komoditi emas) dengan suatu sistem hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia. Perusahaan pialang berjangka sebagai penyedia jasa perantara dapat disebut sebagai pelaku usaha dan juga nasabah perusahaan pialang berjangka dapat disebut sebagai konsumen yang menggunakan jasa perusahaan pialang berjangka. Selain itu, hubungan hukum antara perusahaan pialang berjangka dengan nasabahnya termuat dalam perjanjian baku yang disepakati kedua pihak.

Perjanjian baku yang disepakati antara perusahaan pialang berjangka dan nasabah tertuang dalam Perjanjian Dokumen Pembukaan Rekening Perdagangan Kontrak Berjangka yang merupakan kesatuan dokumen. Perjanjian ini berisi antara lain :

a. Pemberitahuan adanya resiko yang harus disampaikan oleh pialang berjangka

b. Pernyataan menerima pemberitahuan adanya resiko c. Perjanjian pemberian amanat

d. Aplikasi pembukaan rekening transaksi

(4)

e. Pernyataan telah melakukan simulasi perdagangan berjangka f. Pemberitahuan bagi customer

g. Peraturan dan ketentuan transaksi on line (elektronik) h. Penutupan rekening transaksi

i. Surat pemberitahuan alamat surat elektronik (email) j. Permintaan untuk melakukan Locking/Hedging

Perusahaan pialang berjangka dan nasabah terikat dalam perjanjian pembukaan rekening yang mana dalam perjanjian tersebut terdapat pemberian amanat yang berisi pemberian amanat untuk melakukan transaksi penjualan maupun pembelian kontrak berjangka. Para pihak dalam perjanjian ini adalah nasabah pemberi amanat dan wakil pialang yang dalam perjanjian ini bertindak untuk dan atas nama perusahaan pialang berjangka yang selanjutnya disebut pialang berjangka (penerima amanat harus berstatus sebagai Wakil Pialang Berjangka). Wakil pialang merupakan orang perorangan yang berdasarkan kesepakatan dengan Pialang Berjangka, melaksanakan sebagian fungsi pialang berjangka. Untuk itu dalam melakukan transaksi kontrak berjangka pada perusahaan pialang berjangka diperlukan peran serta wakil pialang berjangka tersebut.5 Adapun isi pasal dalam perjanjian pemberian amanat menerangkan mengenai margin; pelaksanaan amanat; antisipasi penyerahan barang; kewajiban memelihara margin; hak pialang berjangka melikuidasi posisi nasabah; penggantian kerugian tidak menyerahkan barang; penggantian kerugian tidak adanya penutupan posisi; pialang berjangka dapat membatasi posisi; tidak ada jaminan atas informasi atau rekomendasi;

(5)

pembatasan tanggung jawab pialang berjangka; transaksi harus mematuhi peraturan yang berlaku, pialang berjangka tidak bertanggung jawab atas kegagalan komunikasi; konfirmasi; kebenaran informasi nasabah; komisi transaksi; pemberian kuasaa; pemindahan dana; pemberitahuan; dokumen pemberitahuan adanya resiko; jangka waktu perjanjian dan pengakhiran; berakhirnya perjanjian; force majeur; perubahan atas isian dalam perjanjian pemberian amanat; penyelesaian perselisihan; dan bahasa.

Pelaksanaan isi Perjanjian Dokumen Pembukaan Rekening Perdagangan Kontrak Berjangka dalam kenyataannya tidak sesuai, hal ini yang kemudian menarik untuk menjadi suatu penelitian hukum. Ketidaksesuaian pelaksanaan isi perjanjian terlihat pada Perjanjian Pemberian amanat yang ditandatangani oleh nasabah selaku pemberi amanat dan wakil pialang selaku penerima amanat. Peristiwa hukum ini secara nyata terjadi di Surabaya dengan para pihak adalah suatu perusahaan pialang berjangka dan nasabah perusahaan pialang berjangka tersebut. Untuk melakukan transaksi dalam bursa berjangka komoditi, seorang nasabah harus menyetujui dan menandatangani perjanjian pembukaan rekening yang secara sepihak telah dipersiapkan oleh perusahaan pialang berjangka. Perusahaan pialang berjangka melalui marketing-nya akan menerangkan isi perjanjian sebelum nasabah menyetujui dan menandatangani perjanjian pembukaan rekening tersebut. Dalam perjanjian pembukaan rekening terdapat perjanjian pemberian amanat dari nasabah kepada wakil pialang yang bertindak mewakili atau atas nama perusahaan pialang berjangka. Wakil pialang inilah yang untuk selanjutnya berhak menjalankan amanat nasabah dalam melakukan

(6)

transaksi di bursa. Pada kenyataannya amanat nasabah tidak dijalankan oleh wakil pialang yang namanya tercantum dalam perjanjian pemberian amanat, perjanjian pemberian amanat juga tidak menyebutkan bahwa amanat yang diberikan nasabah kepada wakil pialang dapat di subtitusi-kan. Jadi nama wakil pialang yang tercantum dalam perjanjian pemberian amanat berfungsi sebagai formalitas semata dan yang menjalankan amanat nasabah adalah pegawai pialang berjangka

(marketing). Objek kajian penelitian ini adalah perjanjian pemberian amanat yang

termasuk dalam perjanjian pembukaan rekening.

Berdasarkan Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek, selanjutnya disebut BW) yaitu:

“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya” Dalam perjanjian pemberian amanat telah tertulis bahwa para pihak adalah nasabah dan wakil pialang yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan pialang berjangka, pada kenyataannya wakil pialang yang namanya tersebut dalam perjanjian pemberian amanat tidak menjalankan amanat sesuai yang diperjanjikan, amanat nasabah dijalankan oleh pihak ketiga yang bekerja pada perusahaan yang sama. Pemberian kuasa telah diatur dalam perjanjian, tertera dalam pasal 16 angka (2) yang berbunyi : “Nasabah dapat memberikan kuasa kepada pihak lain kecuali kepada pegawai pialang berjangka atau pihak lainnya yang memiliki kepentingan dengan pialang berjangka, untuk menjalankan hak-hak yang timbul atas rekening, termasuk memberikan instruksi kepada pialang berjangka atas rekening yang dimiliki nasabah, berdasarkan surat kuasa dalam bentuk dan isi sebagaimana terlampir (Formulir Nomor: IV.Pro.17)”, pemberian

(7)

kuasa yang dimaksud dalam pasal ini adalah nasabah dapat memberi kuasa kepada pihak ketiga kecuali kepada pegawai pialang berjangka atau pihak lainnya yang memiliki kepentingan dengan pialang berjangka, penerima kuasa berhak untuk memberikan instruksi kepada pialang berjangka atas rekening yang dimiliki pemberi kuasa (nasabah). Kewajiban pialang berjangka dengan adanya surat kuasa ini adalah mematuhi amanat dari penerima kuasa tanpa menyimpangi isi perjanjian.

Perjanjian pemberian amanat yang harus ditandatangani oleh nasabah sebagaimana telah dipaparkan dalam paragraf sebelumnya berfungsi sebagai kuasa yang diterima wakil pialang untuk menjalankan amanat nasabah. Amanat nasabah berupa kuasa membeli atau menjual Kontrak Berjangka atas Komoditi tertentu pada tingkat harga, jumlah, dan jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan membayar sejumlah premi. Premi diambil dari uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin (sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh Nasabah pada Pialang Berjangka, Pialang Berjangka pada Anggota Kliring Berjangka, atau Anggota Kliring Berjangka pada Lembaga Kliring Berjangka untuk menjamin pelaksanaan transaksi Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya) untuk menjamin transaksi tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, dapat dirumuskan isu hukum dan permasalahan antara lain sebagai berikut :

(8)

a. Apa bentuk hubungan hukum para pihak dalam Perjanjian Dokumen Pembukaan Rekening Perdagangan Kontrak Berjangka Komoditi?

b. Apakah pialang berjangka sebagai pelaku usaha dalam Perdagangan Berjangka Komoditi bertanggung gugat atas kerugian nasabah?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas hubungan hukum yang timbul

akibat suatu perjanjian pemberian amanat oleh nasabah kepada perusahaan pialang berjangka.

b. Memperoleh jawaban atas isu hukum yang timbul akibat dari suatu

kejadian yaitu wanprestasi wakil pialang yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan pialang berjangka sehingga dari kejadian tersebut dapat dirumuskan suatu argumentasi hukum baru mengenai tanggung gugat perusahaan pialang berjangka atas kerugian yang diderita nasabah selaku konsumen akibat dari kesengajaan maupun kelalaian wakil pialang perusahaan tersebut.

1.4. Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan kasus (case

approach), pendekatan Perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

konseptual (conceptual approach).

Menggunakan pendekatan kasus di dalam kasus perdata, dalam menangani kasus yang timbul karena perjanjian, menelaah perjanjian yang dibuat oleh para

(9)

pihak. Dalam perjanjian tersebut mungkin diterangkan klausul-klausul khusus yang disepakati oleh para pihak. Ilmu hukum memang mengenal adagium pacta

sunt servanda yang artinya perjanjian yang dibuat dengan itikad baik mengikat

sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Akan tetapi ahli hukum tidak harus berpegang kepada adagium itu saja, melainkan juga pada doktrin hukum yang lain bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Di samping itu ahli hukum perlu memahami mana yang dwingend recht (mandatory law) yang tidak boleh disimpangi dengan cara apapun dan mana yang aanvullend recht (voluntary law) yang boleh disimpangi. Apabila ahli hukum ragu-ragu akan suatu klausul yang dihadapi, seyogianya ia menengok perundang-undangan dan juga literatur hukum.6

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal ini dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi sehingga peneliti harus membangun suatu konsep untuk dijadikan acuan di dalam penelitiannya. Dalam membangun konsep, harus beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip itu dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum dapat juga diketemukan dalam undang-undang. Hanya saja dalam mengidentifikasi prinsip tersebut, peneliti terlebih dahulu memahami konsep

(10)

tersebut melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang ada.7 Konsep dalam penelitian ini adalah konsep nasabah selaku konsumen. Celina Tri Siwi Kristiyanti, S.H., M.Hum. dalam bukunya yang berjudul HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (halaman 29) memasukan futures trading sebagai jenis-jenis transaksi konsumen tertentu.

Pendekatan Perundang-undangan menggunakan bahan hukum primer yaitu: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 32 Tahun1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Komoditi Berjangka. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.8

1.5. Kerangka Teoritis

Tanggung gugat dalam penelitian ini adalah kewajiban pelaku usaha untuk membayar ganti kerugian akibat pelanggaran norma, tanggung gugat dapat timbul karena hubungan kontraktual atau menurut undang-undang.

Perjanjian secara umum diatur dalam buku III BW tentang Perikatan. Pengertian perjanjian dalam BW diatur dalam Pasal 1313 yaitu : suatu persetujuan

7 Ibid, h. 137-138

(11)

adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan diri terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.

Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa: “Perjanjian adalah sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.9

R. Subekti, menyatakan “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, yang dalam bentuknya perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan maupun tertulis”.10

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.11

Penelitian ini akan membahas mengenai tanggung gugat Perusahaan Pialang Berjangka Komoditi dengan menggunakan metode pendekatan masalah dan pendekatan kasus. Langkah pertama adalah mengklasifikasikan siapa yang disebut pelaku usaha dan siapa yang disebut konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 3 menyebutkan :

9 Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur,

Bandung, 1981, h.11

(12)

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melekukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melelui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha berbagai bidang ekonomi."

Sedangkan konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Pasal 1 angka 2 yaitu:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Pengertian pialang berjangka terdapat dalam pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yaitu:

“Pialang Perdagangan Berjangka, yang selanjutnya disebut Pialang Berjangka, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka atas amanat Nasabah dengan menarik sejumlah uang dan/atau surat berharga tertentu sebagai margin untuk menjamin transaksi tersebut.”

Berdasarkan pengertian pelaku usaha dalam UU No. 8 Tahun 1999, maka pialang berjangka dapat diklasifikasikan sebagai pelaku usaha karena pialang berjangka berbentuk badan usaha, berkedudukan di wilayah hukum negara Republik Indonesia dan melakukan kegiatan usaha bidang ekonomi melalui perjanjian (kontrak berjangka). Nasabah merupakan konsumen karena nasabah memakai jasa yang disediakan oleh pialang berjangka sebagaimana termuat dalam isi kontrak berjangka dan pemberian amanat. Selain itu kontrak berjangka dimana para pihaknya adalah pialang berjangka dan nasabah, merupakan suatu bentuk klausula baku. UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 10 :

“Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”

UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen memberikan perlindungan hukum bagi konsumen akhir. Yang dimaksud konsumen akhir adalah konsumen

(13)

pemakai barang dan/atau jasa tidak untuk diperdagangkan, misal suatu pabrik tepung menjual tepungnya kepada masyarakat lalu tepung tersebut dibeli oleh pembuat roti yang kemudian menjual roti buatannya kepada masyarakat, yang menjadi konsumen akhir dalam contoh tersebut adalah masyarakat sedangkan pembuat roti adalah konsumen antara yang tidak mendapat perlindungan hukum dari UU No. 8 Tahun 1999 karena pembuat roti membeli tepung yang kemudian diolah untuk diperdagangkan. Kemudian dalam perdagangan berjangka seorang nasabah tidak dapat dikatakan sebagai konsumen akhir jika dalam perdagangan berjangka tersebut nasabah melakukan transaksi perdagangan di bursa, tetapi dengan melihat ketentuan pasal 1 angka (22) UU No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yaitu :

“Nasabah adalah Pihak yang melakukan transaksi Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya melalui rekening yang dikelola oleh Pialang Berjangka.”

Dalam ketentuan pasal ini, Pialang Berjangka mengelola rekening nasabah, mengelola rekening nasabah merupakan layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat (dalam hal ini nasabah selaku konsumen) untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa mengelola rekening nasabah ini berdasarkan suatu kontrak sebagaimana termuat dalam pasal 1 angka (17) UU No. 10 Tahun 2011. Wakil Pialang Berjangka adalah orang perseorangan yang berdasarkan kesepakatan dengan Pialang Berjangka, melaksanakan sebagian fungsi Pialang Berjangka. Wakil Pialang Berjangka, atas nama perusahaan, berwenang berhubungan langsung dengan calon Nasabah atau Nasabah dalam rangka menyalurkan amanat Nasabah untuk transaksi Kontrak Berjangka di Bursa

(14)

Berjangka. Jadi Wakil Pialang bertindak atas nama perusahaan pialang berjangka atas amanat nasabah, yang mengelola rekening nasabah dan dalam mengelola rekening nasabah, wakil pialang mendapat nasehat dari Penasihat Perdagangan Berjangka yang selanjutnya disebut Penasihat Berjangka adalah Pihak yang memberikan nasihat kepada pihak lain mengenai jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya dengan menerima imbalan.

Dari pemaparan singkat mengenai hubungan hukum antara pialang berjangka dan nasabahnya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tanggung gugat dalam hubungan antara kedua pihak dalam perdagangan berjangka timbul akibat suatu perjanjian.

Perjanjian antara nasabah dengan perusahaan Pialang Berjangka merupakan dasar hukum utama dan acuan bagi para pihak untuk pelaksanaan investasi dari nasabah di Bursa Berjangka. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Dengan demikian kesepakatan dalam Perjanjian pemberian amanat antara nasabah dengan perusahaan Pialang Berjangka berlaku sebagai aturan yang harus disepakati oleh kedua pihak yang bersepakat dalam pelaksanaan perdagangan berjangka.

Perdagangan berjangka terdiri dari beberapa perjanjian yang mengatur hubungan antara nasabah, pialang berjangka, bursa berjangka, dan lembaga kliring berjangka. Perdagangan Berjangka Komoditi (yang untuk selanjutnya

(15)

disingkat PBK) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli Komoditi dengan penarikan Margin dan dengan penyelesaian kemudian berdasarkan Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif lainnya. PBK merupakan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka, kontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli atau menjual Komoditi dengan penyelesaian kemudian sebagaimana ditetapkan di dalam kontrak yang diperdagangkan di Bursa Berjangka (badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli Komoditi berdasarkan Kontrak Berjangka). Jadi subyek dalam kontrak berjangka adalah Bursa Berjangka sebagai penyelenggara sistem dan/atau sarana dan pialang berjangka sebagai pemakai sistem dan/atau sarana. Dalam PBK terdapat suatu sitem yang menggunakan sistem perdagangan yang disebut sistem perdagangan alternatif yaitu sistem perdagangan yang berkaitan dengan jual beli Kontrak Derivatif selain Kontrak Berjangka dan Kontrak Derivatif Syariah, yang dilakukan di luar Bursa Berjangka, secara bilateral dengan penarikan Margin yang didaftarkan ke Lembaga Kliring Berjangka. Subyek Sistem perdagangan alternatif adalah nasabah yang memberikan amanat kepada pialang berjangka untuk melaksanakan kontrak berjangka. Jadi pialang berjangka adalah perantara nasabah dengan bursa berjangka dalam sistem perdagangan alternatif. Perjanjian dokumen pembukaan rekening perdagangan kontrak berjangka (yang untuk selanjutnya disebut dokumen pembukaan rekening) terdapat dalam sistem perdagangan alternatif. Dokumen pembukaan rekening merupakan satu kesatuan dokumen yang berisi perjanjian antara pialang berjangka dan nasabah. Obyek perjanjian

(16)

dalam dokumen pembukaan rekening adalah jasa perantara nasabah dan bursa berjangka.

1.6. Pertanggunbgjawaban Sistematika

Bab I merupakan bab pendahuluan yang menerangkan latar belakang permasalahan antara Perusahaan Pialang Berjangka dan nasabah, juga dicantumkan tentang permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dengan mempergunakan metodologi penulisan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kepustakaan, kasus, dan konsep, dan pertanggungjawaban atas sistematika penulisannya.

Bab II kajian teori yang menjelaskan masalah dan pembahasan mengenai pengertian perjanjian secara umum, hak dan kewajiban perusahaan pialang berjangka dan nasabah, pertanggungjawaban perusahaan pialang berjangka, berdasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU No. 10 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen berdasar UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dengan penjelasan yang demikian dapat dianalisis dan dicarikan solusi atas peristiwa yang terjadi diantara kedua pihak yang berperkara, pada bab-bab berikutnya.

Bab III uraian tentang kasus/permasalahan yang terjadi dan penerapan hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut, yang terbagi di dalam 2 (dua) sub-bab yaitu kronologi kasus yang menjelaskan tentang fakta-fakta yang melatar-belakangi terjadinya kasus, serta analisis kasus yang diharapkan dapat

(17)

menghasilkan upaya penyelesaian kasus tersebut sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bab IV merupakan bab penutup yang memuat simpulan dari uraian pada bab-bab terdahulu dan saran penyelesaian perkara demi tercapainya kepastian hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Dua varietas padi lokal yang populer dan banyak ditanam petani di lahan pasang surut Kalimantan Selatan adalah Siam Saba dan Siam Mutiara.. Siam Saba tersebar luas di Kabupaten

Para Pihak wajib menerapkan langkah-langkah yang dianggap perlu, termasuk, jika dipandang tepat, perundang-undangan nasional, untuk menjamin bahwa kejahatan-kejahatan yang

Dari ke empat literatur penelitian yang di review peneliti didapkan gambaran bahwa gaya kepemimpinan transformasional dari pimpinan atau kepala ruang menjadi pengaruh yang

Saya percaya pada perusahaan yang membuat merek Nike Saya suka perusahaan yang membuat merek Nike Merek Nike memiliki kepribadian Merek Nike berbeda dari merek pesaing

 IV adalah IV awal sebelum dilakukan pengacakan dan telah diset sebelumnya pada sisi penerima dan pengirim. IV ini digunakan untuk menghasilkan IV’.  IV’

Proses ini akan dilalui oleh setiap individu, oleh karena itu menurut Bazerman (2002) terdapat enam proses yang dapat membuat suatu keputusan, yaitu (a) mendefinisikan masalah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis terjadinya gejala chilling injury pada mentimun Jepang (Cucumis sativus L.) yang disimpan pada suhu rendah.. Perubahan ion