• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hambatan dan Tantangan Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hambatan dan Tantangan Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

129 |Civic Culture

Hambatan dan Tantangan Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan

di Perguruan Tinggi

Maskarto Lucky Nara Rosmadi

Program Studi Manajemen, STIE Kridatama Bandung maskartolucky@gmail.com

Abstract

Citizenship education is a compulsory subject in all universities based on the Law on National Education System. The purpose of this research is to know the implementation of civic education in universities as well as obstacles and challenges in the implementation. The research method used is descriptive analytical with qualitative approach. Data collection techniques consist of primary data obtained from respondents and secondary data in the form of literature, scientific journals both nationally and internationally. From the result of research, it is found that giving the course of civic education by lecturer is only theoretical only without accompanied by the implementation of student activities. In addition, the lecturers who hold the subjects of civic education have no competence in the field of state defense and do not get special training as lecturer of civic education from any institution. This requires support from the central government through the National Resilience Institute by providing training in the form of lecturer candidates courses for Pancasila Education and Citizenship Education courses.

Keywords: Civic Education, Lecturers Competence, Character Building.

Abstrak

Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib dilaksanakan di semua perguruan tinggi berdasarkan Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi serta hambatan dan tantangan dalam pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data terdiri dari data primer yang diperoleh dari responden dan data sekunder berupa literatur, jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pemberian mata kuliah pendidikan kewarganegaraan oleh dosen hanya bersifat teoritis saja tanpa disertai dengan implementasi kegiatan kemahasiswaan. Selain itu dosen yang mengampu mata kuliah pendidikan kewarganegaraan tidak memiliki kompetensi di bidang bela negara dan tidak mendapatkan pelatihan khusus sebagai dosen pendidikan kewarganegaraan dari institusi manapun. Untuk itu diperlukan dukungan dari pemerintah pusat melalui lembaga Ketahanan Nasional dengan memberikan pelatihan dalam bentuk kursus calon dosen untuk mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(2)

130 |Civic Culture

I. Pendahuluan

Dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan, bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat diantaranya pendidikan kewarganegaraan. Hal ini berarti pendidikan kewarganegaraan memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan rasa nasionalisme dan pembentukan karakter (character building) bagi mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Indonesia sebagai negara kesatuan yang memiliki kultur dan kepribadian yang terikat oleh Bhineka Tunggal Ika harus dapat mempersiapkan diri untuk mencegah setiap ancaman dan gangguan yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa diantaranya melalui pendidikan kewarganegaraan khususnya di perguruan tinggi. Konsep Bhineka Tunggal Ika yang masih memerlukan pemantapan yang kuat ditunjukkan oleh beberapa kasus intoleran mengatasnamakan keberagaman diantaranya adalah kasus pengeboman di Bali, Poso, Ambon hingga terakhir kasus di Jakarta pasca Pilkada. Kasus lainnya juga ditunjukkan oleh adanya bentrok antar ORMAS yang mengatasnamakan agama, dan penistaan terhadap agama yang membuat masyarakat menjadi tidak aman dan nyaman. Pembakaran masjid di Tolikara papua, pembekaran gereja di Singkil Aceh serta yang terakhir kasus penyerangan terhadap masyarakat sipil yang terjadi antar golongan (Adhani, 2014:112).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian dalam konteks pendidikan nasional yang memiliki peran strategis bagi pembentukan karakter bangsa di tengah heterogenitas masyarakat Indonesia. Realitas pluralitas dan heteroginitas tersebut tergambar dalam prinsip Bhineka Tunggal Ika (Dwintari, 2018:71). Untuk terlaksananya pendidikan kewarganegaraan yang baik tentunya diperlukan dosen yang memiliki kompetensi serta dalam proses pembelajaran antara lain kesiapan dalam mengajar, komunikasi, dan kepribadiaan dosen yang bersangkutan (Pangalila, 2017:704). Dalam pelaksanaannya Pendidikan Kewarganegaraan tidak lepas dari realitas bangsa Indonesia saat ini yang masih awam tentang demokrasi. Lebih dari sekedar pendidikan kewarganegaraan yang umumnya dikenal sebagai Pendidikan Demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dimensi dan orientasi pemberdayaan warga negara melalui keterlibatan dosen dan mahasiswa dalam praktik berdemokrasi langsung sepanjang perkuliahan (Nasution, 2016:201). Oleh karena itu sangat penting menghubungkan individu dengan lingkungan sekitar yang didalamnya memuat nilai-nilai universal multikultural agar menciptakan kesatuan manusia dan dunia (Kostina, Kretova, Teleshova, Tsepkova, & Vezirov, 2015:1019).

Menurut Wening (2012:56) perlu dibangun charakter building yang didasari dengan nilai-nilai moral kemanusiaan di kalangan masyarakat, baik sebagai individu maupun kelompok. Sedangkan Berkowitz & Bier (2005:2) menyebutkan bahwa penerapan pendidikan karakter dengan serius dan berkualitas akan membentuk generasi yang memiliki etika, bertanggung jawab, dan menjadi warga negara yang baik. Masalah integritas nasional merupakan permasalahan krusial yang menjamin persatuan dan kesatuan bangsa yang sinergis dan konstruktif, maka upaya perwujudannya ialah melalui Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education) secara lintas-formal dan bersifat komprehensif (Hakim, 2007:185). Sedangkan Raihani (2012:589) bahwa” a few subjects taught cultural and religious diversity and multiculturalism, including principles of Islamic faith andIslamic ethics, civic education, history and sociology.

(3)

131 |Civic Culture Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Wartiaty (2011:135); dan Saputra (2015:38) dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan menjenuhkan, teoritis, monoton, dan kurangnya studi kasus yang diberikan oleh dosen.

Dari uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

2. Apa faktor penghambat dan tantangan dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: 1. Pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

2. Faktor penghambat dan tantangan dalam pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.

II. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Obyek penelitian dilakukan pada 4 (empat) perguruan tinggi swasta di Bandung dengan subyek penelitian yang merupakan responden terdiri atas informan kunci, informan, dan peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data terdiri dari data primer yang diperoleh dari responden dan data sekunder berupa literatur, jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional. Penelitian ini tergolong dalam cross-section research, karena mengambil satu bagian dari gejala pada satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan dalam waktu tertentu dan hanya dilakukan dalam satu kali waktu saja dan tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk dijadikan perbandingan.

III. Hasil dan Pembahasan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai ke Merauke dengan segala keragaman yang dimilikinya baik budaya, suku bangsa, bahasa, agama, kekayaan alam yang melimpah dan bonus demografi yang begitu besar. untuk menjaga dan melestarikan semua itu dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan integritas tinggi dari seluruh komponen rakyat Indonesia. Perguruan tinggi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya serta memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi sangat diperlukan terutama untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai penerima tongkat estafet dalam meneruskan pembangunan bangsa dan negara Indonesia. pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap, dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa (Sanjaya, 2006:330). Samsuri (2015:3) mengungkapkan bahwa sebagai upaya mengukuhkan arti penting partisipasi demokratis warga negara melalui pendidikan kewarganegaraan dan praktek kewarganegaraan dengan menekankan perlunya sebuah hubungan sinergis antara pendidikan dan praktek demokrasi partisipatori. Secara

(4)

132 |Civic Culture teoretik, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Muhibbin dan Sumardjoko, 2016:1).

Keberadaan suatu negara tidak terlepas dari kebudayaan yang mewarnai kehidupan warga negaranya. Putri (2012:7) berpendapat, bahwa bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup adalah bangsa yang tidak memiliki kepribadiaan dan jati diri, sehingga bangsa itu mudah terombang ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negeri. Kepribadiaan yang lahir dari dalam dirinya sendiri akan lebih mudah menyaring masuknya nilai-nilai yang datang dari luar sehingga dapat memperkokoh nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, pembentukan karakter manusia Indonesia sangat dibutuhkan terutama di lembaga pendidikan. Berkembangnya teknologi informasi dapat berpengaruh negatif pada perkembangan generasi muda Indonesia. Pendidikan karakter di beberapa perguruan tinggi selama ini telah berjalan namun belum terprogram secara sistemik, sehingga tidak memiliki dampak yang signifikan secara nasional (Farida, 2012:446).

Dari hasil penelitian yang dilakukan di beberapa perguruan tinggi di Kota Bandung diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Implementasi Pendidikan Kewarganegaraan

No Perguruan Tinggi Resimen Mahasiswa

1 STIE Kridatama Tidak ada

2 STIE Gema Widya Bangsa Tidak ada

3 STIE Darmanegara Business School Tidak ada

4 STIA Bandung ada

Dari tabel 1 di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi secara umum hanya diberikan secara teoritis sedangkan secara praktis kurang mendapat perhatian serius dari masing-masing pimpinan perguruan tinggi.

Tabel 2. Kualifikasi Dosen Khusus Pendidikan Kewarganegaraan

No Perguruan Tinggi Kompetensi

1 STIE Kridatama Tidak ada

2 STIE Gema Widya Bangsa Tidak ada

3 STIE Darmanegara Business School Tidak ada

4 STIA Bandung Tidak ada

Dari tabel 2 di atas diketahui bahwa dosen yang mengampu mata kuliah pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi yang dijadikan obyek penelitian tidak memiliki kompetensi berkaitan dengan mata kuliah kewarganegaraan. Selain itu, dosen yang memberikan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan tidak memiliki kompetensi di bidang bela negara dan tidak mendapatkan pelatihan khusus sebagai dosen pendidikan kewarganegaraan dari institusi manapun.

(5)

133 |Civic Culture Beberapa faktor penghambat dan tantangan perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki integritas baik dari segi keilmuan maupun jiwa nasionalisme dapat disampaikan sebagai berikut:

a. Faktor penghambat, diantaranya:

1) Sistem pembelajaran di perguruan tinggi yang mengutamakan pendidikan daripada kegiatan kemahasiswaan.

2) Pimpinan perguruan tinggi kurang mendukung kegiatan kemahasiswaan, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Pencinta Alam.

3) Mentalitas kehidupan generasi muda Indonesia dalam menghadapi perkembangan jaman.

b. Faktor tantangan, diantaranya:

1) Kurangnya perhatian pemerintah dalam mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi tantangan untuk mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang bermanfaat.

2) Teknologi informasi yang berkembang harus disikapi dengan positif demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

3) Lingkungan keluarga dan masyarakat diluar kampus dalam membentuk karakter generasi muda Indonesia.

IV. Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan di perguruan tinggi merupakan mata kuliah yang berorientasi pada sikap dan perilaku politik yang diharapkan dapat memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation. Selain itu Pendidikan kewarganegaraan hanya memberikan gambaran bagaimana generasi muda Indonesia mengisi kemerdekaan dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat demi menjaga negara kesatuan Republik Indonesia. karakter sesungguhnya harus dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Di kampus hendaknya pendidikan kewarganegaraan tidak hanya bersifat teori saja tetapi harus diimplementasikan secara langsung oleh dosen agar materi dapat betul-betul dipahami oleh mahasiswa, diantaranya organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa). Hambatan dan tantangan dalam mengimplementasikan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan harus mendapat perhatian serius bukan saja oleh pimpinan perguruan tinggi tetapi juga oleh seluruh institusi yang berkaitan langsung dengan pendidikan bela negara. Oleh karena itu dukungan pemerintah pusat melalui Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) untuk mengaktifkan kembali program Kursus Calon Dosen Kewiraan, agar dosen yang mengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Kewiraan memiliki kompetensi yang baik sesuai dengan yang diharapkan.

(6)

134 |Civic Culture

Daftar Pustaka

Adhani. (2014). Urgensi Pendidikan Multikultural Sebagai Sarana Alternatif Pencegahan Konflik. Sosio Didaktika, 1(1), 111–121.

Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2005). What Works In Character Education : A research-driven

guide for educators Character Education Partnership. Character Education Partnership.

Washington, D.C.: Character Education Partnership. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Dwintari, J. W. (2018). Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Multikultural dalam Pembinaan Keberagaman Masyarakat Indonesia. Civic-Culture: Jurnal Ilmu Pendidikan PKn dan Sosial Budaya, 2(1), 69–81.

Farida, I. (2012). Model Pendidikan Karakter Di Perguruan Tinggi: Langkah Strategis dan Implementasinya Di Universitas. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, 3(1), 445–452.

Hakim, A. L. (2007). Reorientasi Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Sebagai Wahana Sistemik Peningkatan Integritas Nasional (Satu Tinjauan Filsafat Pendidikan). Jurnal Filsafat, 17(2), 182–203.

Indonesia. Undang-undang tentang Pertahanan Negara. UU No. 3 Tahun 2002, LN No. 4169. Indonesia. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20 Tahun 2003, LN No.

78.

Kostina, E., Kretova, L., Teleshova, R., Tsepkova, A., & Vezirov, T. (2015). Universal Human Values: Cross-Cultural Comparative Analysis. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 214 (June), 1019–1028. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.11.696

Muhibbin, A., & Sumardjoko, B. (2016). Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Isu-Isu Kontroversial Di Media Massa Untuk Meningkatkan Sikap Demokrasi Mahasiswa Dan Implikasinya Bagi Masyarakat Madani. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 26(1), 1412–3835.

Nasution, A. R. (2016). Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia melalui Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8(2), 201–212.

Pangalila, T. (2017). Interaksi Sosial Dosen dan Mahasiswa Dalam Proses Perkuliahan Di Jurusan PPKn FIS UNIMA 1. PKn Progresif, 12(2), 699–706.

Putri, T. E. S. (2012). Interaksi Sosial Dosen dan Mahasiswa Dalam Proses Perkuliahan di Jurusan PPKn FIS Unima. Jurnal Teknik, 1(2), 1–19.

Rahayu, M., & Wartiaty. (2011). Kajian Strategi Pendidikan Kewarganegaraan (Studi Kasus Di

(7)

135 |Civic Culture http://www.jurnalpnj.com/index.php/epigram/article/view/180

Raihani. (2012). Report on Multicultural Education in Pesantren. Journal of Comparative and International Education, 42(4), 585–605.

Samsuri. (2015). Pembentukan Karakter Warga Negara Demokratis Dalam Politik Pendidikan Indonesia Periode Orde Baru Hingga Era Reformasi. Kabupaten Sleman.

Sanjaya, D. B. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi dan Tantangan Global. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, XXXIX(2), 330–341.

Saputra, E. (2015). Peranan Metode Diskusi Dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa Melalui Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tingkap, XI(1), 26–40.

Wening, S. (2012). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai. Jurnal Pendidikan Karakter, II(1), 55–66.

Referensi

Dokumen terkait

NDTPS = Jumlah Dosen Tetap Perguruan Tinggi yang ditugaskan sebagai pengampu mata kuliah dengan bidang keahlian yang sesuai dengan kompetensi inti Program Studi Sarjana Terapan..

Berdasarkan penelusuran dan keikutsertaan dalam perkuliahan di program pascasarjana baik tingkat magister maupun doktoral serta dari pengalaman mengampu beberapa mata

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peran pendidikan kewarganegaraan dalam membangun karakter toleransi mahasiswa di perguruan tinggi. Penelitian ini

Meskipun mata kuliah tersebut telah diajarkan atau diberlakukan pada perguruan tinggi umum, namun ada keresahan di kalangan praktisi (dosen) pendidikan agama Islam

Pembinaan Teknis (Bimtek) ini diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi Dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dalam penguasaan materi pokok

Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang berbasiskan pada 4 subtansi kajian yakni Pancasila,

Buku ini merupakan pegangan bagi para mahasiswa yang sedang menempuh kuliah di berbagai perguruan tinggi dan berbagai program studi yang ingin mengembangkan wawasan

Berdasarkan hasil penelitian yang penu- lis lakukan dengan judul “Meninjau Sejauh Mana Implementasi Nilai Pendidikan Karakter Melalui Pen- didikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi