• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Persebaran Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Oksigen di Kota Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Spasial Persebaran Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Oksigen di Kota Yogyakarta"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan dan pengembangan kota seperti pembangunan jalan, permukiman, pertokoan, mal, hingga hotel tentunya sangat menguntungkan jika dilihat dari sisi perekonomian. Namun, pembangunan seringkali tidak memperhatikan dari aspek lingkungan. Perkembangan kota menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan sehingga diperlukan penataan ruang agar tetap terjaga keseimbangan antara perekonomian dan lingkungan. Penataan ruang merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Perda Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010). Salah satu hal yang penting dalam penataan ruang adalah penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 adalah area memanjang/jalur atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Fungsi RTH selain untuk menambah keindahan kota juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. RTH dapat menciptakan suhu udara yang lebih sejuk, mengurangi polusi, menjaga ketersediaan air tanah, serta mengurangi resiko terjadinya banjir. Oksigen yang dihasilkan oleh tanaman dibutuhkan oleh manusia, hewan, dan kendaraan. Kendaraan membutuhkan oksigen dalam proses pembakaran untuk mengubah energi kimia dari bahan bakar fosil menjadi energi kinetik, sedangkan manusia dan hewan membutuhkan oksigen dalam proses metabolisme tubuh. Pembakaran dan metabolisme tubuh akan menghasilkan karbon yang kemudian diserap kembali oleh tanaman untuk proses fotosintesis sehingga tanaman berperan penting dalam menjaga keseimbangan kadar oksigen (O ) dan karbondikosida (CO ). Namun, kondisi jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya yang juga diiringi dengan pertambahan

(2)

2

jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan dapat mempengaruhi berkurangnya suplai oksigen di perkotaan.

Provinsi Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Provinsi ini jika dilihat dari sisi luasannya memang tergolong sempit dibanding dengan provinsi lain, yaitu 3.185,80 km atau 0,17% dari luas Indonesia (BPS, 2020). Namun, adanya berbagai macam wisata dan fasilitas pendidikan yang tersedia membuat provinsi ini dikenal baik oleh masyarakat Indonesia. Jika dilihat dari sisi wisata, setiap tahunnya kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara mengalami kenaikan. Jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 7,42% dan jumlah wisatawan nusantara mengalami kenaikan 41,6% dibanding pada tahun 2017 (Dinas Pariwisata Provinsi Yogyakarta, 2018).

Provinsi Yogyakarta terbagi menjadi 5 kabupaten/kota. Menurut Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kota Yogyakarta merupakan ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga tidak mengherankan jika kegiatan penduduk terpusat pada kawasan ini. Kota Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sebesar 12,74 jiwa/km (BPS, 2020).

Provinsi Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar sejak berdirinya UGM pada tahun 1949. Pada Kota Yogyakarta terdapat SD dengan jumlah 244 bangunan, SMP negeri 16 bangunan, SMP swasta 45 bangunan, SMA negeri 18 bangunan, SMA swasta 63 bangunan, universitas 27 bangunan. Jumlah yang paling mendominasi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan bangunan di Kota Yogyakarta tentunya adalah mahasiwa. Terdapat peningkatan jumlah mahasiswa setiap tahunnya. tahun 2017-2018 nengalami peningkatan sebesar 10.081 jiwa dengan tahun 2017 sebanyak 139.455 jiwa dan tahun 2018 sebanyak 149.536 jiwa (BPS, 2020).

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan angka wisatawan, kebutuhan akan sarana dan prasarana kota juga semakin tinggi. Hal tersebut

(3)

3

mengakibatkan tingkat alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Pembangunan di wilayah perkotaan ini terus meningkat sebagai upaya untuk menyokong berbagai kegiatan yang ada. Selama periode 2010 – 2019, terjadi penambahan luasan lahan terbangun seluas 25 hektar atau rata-rata 2,5 hektar pertahun (BPN, 2020 dalam BPS, 2020). Grafik luas lahan terbangun di Kota Yogyakarta tahun 2010-2019 dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1. 1 Grafik Luas Lahan Terbangun Kota Yogyakarta Tahun 2010-2019

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kota Yogyakarta

Penelitian yang telah dilakukan Oleh Budiman, dkk (2014) menjelaskan bahwa dalam kurun waktu 41 tahun RTH di Kota Yogyakarta mengalami penurunan. Pada tahun 1972 seluas 14,30 km menjadi 10,40 km pada tahun 2013 atau mengalami penurunan sebesar 28% atau 1,5 % per tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Ika & M.Sani (2019) menjelaskan bahwa pada tahun 2017 Kota Yogyakarta memiliki RTH seluas 3,57 km atau 11% dari wilayah keseluruhan Kota Yogyakarta. Jumlah ketersedian RTH tersebut tentu saja belum memenuhi ketersediaan RTH berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH.

Informasi mengenai persebaran RTH sangat erat kaitannya dengan lokasi sehingga informasi tersebut akan sangat efektif apabila disajikan dalam bentuk peta. Pengukuran ketersediaan RTH tentu sangat penting demi keberlanjutan Kota Yogyakarta. Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif yang dapat

(4)

4

digunakan dalam pemetaan persebaran RTH. Data penginderaan jauh yang digunakan untuk interpretasi ini adalah citra Quickbird Tahun 2017. Citra ini termasuk dalam Citra Satelit Resolusi Sangat Tinggi (CSRST) dengan resolusi spasial sebesar 2,4 m pada saluran multispektral dan 0,6 m pada saluran pankromatik. Resolusi spasial yang tinggi dapat digunakan untuk melihat dan memetakan ketersediaan RTH di Kota Yogyakarta secara jelas. Citra Quickbird tahun 2017 sudah digunakan oleh instansi di Kota Yogyakarta untuk membuat berbagai kebijakan seperti rencana detil tata ruang sehingga citra ini sudah terkoreksi dan memiliki kenampakan yang tegak. Metode yang digunakan, yaitu pengamatan manual dan digitasi on screen pada citra satelit terkoreksi. Utami, Suharyadi, & Iswari (2012), Wicaksono & Zuharnaen (2017), dan Indraputra & Hidayat (2016) telah melakukan penelitian dengan digitasi on screen menggunakan citra penginderaan jauh dan rerata persentase ketelitian interpretasi RTH lebih dari 85%.

Besarnya luas RTH yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen dapat dihitung menggunakan metode Gerrarkis (1974). Perhitungan ini berdasarkan jumlah penduduk, kendaraan bermotor, dan hewan ternak. Kebutuhan ruang terbuka hijau perlu diketahui untuk menyeimbangkan RTH dengan jumlah kebutuhan penduduk yang tinggal di kawasan tersebut. Kawasan perkotaan yang memiliki jumlah RTH yang cukup dan tersebar merata tentunya akan memberikan suasana kota yang nampak asri dan sejuk sehingga meningkatkan kenyamanan saat berkunjung maupun bertempat tinggal di kota. Maka dari itu, diperlukan adanya analisis kebutuhan RTH suatu wilayah melalui perbandingan dengan RTH yang ada saat ini.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian dengan judul

“ANALISIS SPASIAL PERSEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU

TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGEN DI KOTA

(5)

5

1.2Perumusan Masalah

Kota Yogyakarta merupakan ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kota wisata sehingga kegiatan penduduk terpusat pada kawasan ini. Kota Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sebesar 12,74 jiwa/km (BPS, 2020). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan angka wisatawan, kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana kota juga semakin tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tingkat alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Pembangunan seringkali tidak memperhatikan dari aspek lingkungan sehingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan.

Salah satu hal yang penting dalam penataan ruang adalah penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Fungsi RTH dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. RTH dapat menciptakan suhu udara yang lebih sejuk, menjaga keseimbangan kadar oksigen (O ) dan karbondikosida (CO ), mengurangi polusi, menjaga ketersediaan air tanah, serta mengurangi resiko terjadinya banjir. Penelitian yang dilakukan oleh Ika & Sani (2019) menjelaskan bahwa pada tahun 2017 Kota Yogyakarta memiliki RTH seluas 3,57 km atau 11% dari wilayah keseluruhan Kota Yogyakarta. Jumlah ketersedian RTH tersebut tentu saja belum memenuhi ketersediaan RTH berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH.

Ketersediaan RTH yang belum mencukupi tentunya akan mengakibatkan turunnya tingkat kenyamanan untuk tinggal di perkotaan. Jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya yang juga diiringi dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang melintas di jalan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi berkurangnya suplai oksigen di perkotaan. Melalui latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah yang dijabarkan dalam pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pola persebaran dan luas RTH yang tersedia di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana kebutuhan oksigen di Kota Yogyakarta berdasarkan jumlah

(6)

6

3. Berapa luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen di Kota Yogyakarta?

4. Bagaimana rekomendasi lokasi pembangunan RTH dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini disusun dengan tujuan sebagai berikut.

1. Menganalisis pola persebaran dan luas RTH yang tersedia di Kota Yogyakarta. 2. Menganalisis besar kebutuhan oksigen berdasarkan jumlah penduduk, hewan

ternak, dan kendaraan bermotor.

3. Menganalisis luas RTH yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen di Kota Yogyakarta.

4. Memberikan rekomendasi lokasi pembangunan RTH dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh.

1.4Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka penelitian ini disusun dengan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan geografi, khususnya ilmu geografi perkotaan tentang perencanaan tata ruang.

2. Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kebutuhan oksigen di Kota Yogyakarta sehingga instansi terkait dapat mempertimbangkan kebutuhan tersebut dalam penyusunan kebijakan perencanaan tata ruang.

(7)

7

1.5Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1 Telaah Pustaka

1.5.1.1 Analisis Spasial

Analisis keruangan (spasial) merupakan salah satu pendekatan dalam geografi yang berkaitan dengan ciri khas berupa distribusi gejala tertantu di pada suatu wilayah. Yunus (2010) menyatakan bahwa terdapat 9 analisis keruangan, yaitu analisis pola keruangan, proses keruangan, interaksi keruangan, struktur keruangan, asosiasi keruangan, organisasi keruangan, kecenderungan keruangan, komparasi keruangan, dan sinergisme keruangan. Penelitian ini menggunakan analisis pola keruangan. Pola keruangan (spatial pattern) merupakan sesuatu yang menunjukkan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi (Lee dan Wong, 2001).

Salah satu analisis yang dapat digunakan dalam menentukan pola spasial adalah analisis tetangga terdekat (nearest neighbor analyst). Analisis tetangga terdekat merupakan analisis yang digunakan untuk menjelaskan pola persebaran dari titik-titik lokasi tempat dengan menggunakan perhitungan yang mempertimbangkan, jarak, jumlah titik lokasi, dan luas wilayah. Terdapat 3 bentuk distribusi data pada pola spasial, yaitu clustered (mengelompok),

random (acak), dan dispersed (seragam). Pola persebaran terdapat pada gambar 1.2 sebagai berikut.

Gambar 1. 2 Distribusi dalam Analisis Nearest Neighbor Sumber: https://desktop.arcgis.com/

a) Clustered (Mengelompok)

Pola mengelompok ditandai dengan jarak antar titik berdekatan dan cenderung membentuk kelompok pada lokasi-lokasi tertentu.

b) Random (Acak)

(8)

8 c) Dispersed (Seragam)

Pola seragam ditandai dengan jarak antar titik relatif sama.

1.5.1.2 Kawasan Perkotaan

Menurut Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Suatu wilayah juga dapat dikatakan sebagai kota jika tidak terdapat lahan sawah yang mendominasi di dalamnya. Kota memiliki ciri khas, antara lain landmark yang merupakan identitas sebuah kota sehingga dapat memudahkan dalam pemasaran suatu daerah. Selain itu, kota biasanya memiliki kepadatan penduduk maupun bangunan yang tinggi dengan pola jaringan jalan yang kompleks. Pada sebuah kota jarang ditemukan lahan pertanian (non-agraris).

1.5.1.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka (Open Space) merupakan ruang terbuka yang selalu terletak di luas massa bangunan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang untuk melakukan berbagai kegiatan (Hakim, 2004). Secara umum ruang terbuka dibagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau (Purnomohadi, 2006). Menurut Peraturan Menteru Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area memanjang/jalur atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, dan merupakan tempat tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka hijau sangat penting keberadannya terutama pada perkotaan. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan perumahan, kawasan hijau pertanian, kawasan

(9)

9

hijau jalur hijau, dan kawasan hijau pekarangan (Fandeli, 2002 dalam Wijayanti, 2003). Ruang terbuka hijau dapat menjadi ciri suatu kota hijau (Green City). Melalui ruang terbuka hijau, fungsi ekologis, estetika, pelayanan umum, konservasi, dan produksi suatu kota dapat terpenuhi. Keberadaan ruang terbuka hijau tidak hanya pada di pusat kota, tetapi dapat dibangun juga di pinggiran kota dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologis dan estetika.

Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa suatu wilayah/kota wajib menyediakan ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas wilayahnya, dengan persentase RTH publik sebesar 20% dan RTH privat 10%. Menurut Peraturan Menteri PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata bangunan dan Lingkungan, tujuan pengadaan Ruang terbuka hijau sebagai berikut.

a. Meningkatkan kualitas kehidupan ruang kota melalui penciptaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat, menarik dan berwawasan ekologis.

b. Mendorong terciptanya kegiatan publik sehingga tercipta integrasi ruang sosial antarpenggunanya.

c. Menciptakan estetika, karakter dan orientasi visual dari suatu lingkungan. d. Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi pada kepentingan

pejalan kaki.

e. Mewujudkan lingkungan yang nyaman, manusiawi dan berkelanjutan. Ruang terbuka hijau yang dibangun di kawasan perkotaan memiliki fungsi sebagai berikut (Departemen PU, 2006).

a. Segi fisik

Ruang terbuka hijau sebagai pengatur iklim, penyerapan air tanah, produsen oksigen, peneduh, penghalang angin, dan habitat satwa. b. Segi sosial, ekonomi, dan budaya.

Ruang terbuka hijau sebagai tempat rekreasi, pendidikan, serta interaksi sosial masyarakat.

(10)

10

Ruang terbuka hijau sebagai salah satu bagian dari usaha pangan, produksi oksigen, dan tanaman berbunga.

d. Segi estetika

Ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan suatu kota, menciptakan keseimbangan dan keserasian antar berbagai bangunan, taman kota, jalur hijau jalan, jalur biru sungai, serta bantaran rel kereta api.

1.5.1.4 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh sebagai suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui citra (Lillesand dkk., 2015). Citra adalah gambaran suatu objek yang terekam oleh kamera atau alat sensor lain (Andoko dkk., 2017). Salah satu citra dengan resolusi spasial tinggi adalah Quickbird.

Citra Quickbird merupakan sistem satelit yang dimiliki oleh DigitalGlobe. Citra ini diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 di Vabdeberg Air Force Base, California, USA. Satelit Quickbird ini termasuk dalam Citra Satelit Resolusi Sangat Tinggi (CSRST) dengan resolusi spasial sebesar 2,4 m pada saluran multispektral dan 0,6 m pada saluran pankromatik. Satelit ini sesuai digunakan dalam aplikasi analisis perubahan dan penggunaan lahan, pertanian, iklim hutan, exploration and production (E&P) minyak bumi dan gas, teknik, konstruks, dan studi lingkungan. Berikut ini tabel 1.1 spesifikasi citra Quickbird.

(11)

11

Tabel 1. 1 Tabel Spesifikasi Citra Quickbird

Sumber: https://inderaja-catalog.lapan.go.id/

Citra Quickbird sudah banyak digunakan dalam melakukan penelitian dan analisis ruang terbuka hijau. Pada penelitian Handayani, M.Awaluddin & Sabri (2014), Wicaksono & Zuharnaen (2017), Fathurrofi & Suharyadi (2017) menggunakan digitasi on screen dengan menggunakan citra Quickbird dan menghasilkan rerata persentase ketelitian interpretasi RTH lebih dari 85%. Hal tersebut membuktikan bahwa kemampuan Citra Quickbird dalam menggambarkan objek terkecil dapat digunakan dalam pemetaan RTH.

Interpretasi citra merupakan proses mengkaji foto udara maupun citra untuk mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Widayati, 2019). Prinsip pengenalan objek pada citra berdasarkan atas penyidikan karakteristiknya atau atributnya pada citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali obyek tersebut disebut unsur interpretasi citra. Perolehan informasi mengenai lingkungan perkotaan dapat diketahui melalui citra penginderaan jauh dengan bantuan unsur interpretasi. Unsur-unsur intepretasi yang paling sering digunakan dalam perolehan informasi tersebut, yaitu:

(12)

12 a. Rona dan Warna

Rona (tone/ color tone/ grey tone) adalah tingkat kegelapan maupun kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 –0,7 m) (Sutanto, 1986). Rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Warna merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.

Pada setiap obyek yang tampak pertama pada citra adalah rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran, dan bayangannya. Itulah sebabnya rona dan warna disebut unsur dasar. Misalnya pada vegetasi ditandai dengan warna hijau, bangunan dengan atap berwarna orange, jaringan jalan dengan material aspal berwarna abu-abu, tubuh air dengan warna biru, dll.

b. Bentuk

Bentuk merupakan ciri objek yang dapat terlihat dengan jelas sehingga mudah untuk mengenali objek berdasarkan bentuknya. Terdapat dua istilah bentuk, yaitu bentuk umum atau luar (shape) dan bentuk rinci (form). Bentuk umum merupakan bentuk obyek secara umum sehingga untuk menafsirkan obyek yang ada pada citra hanya dengan melihat ciri khas yang ada pada obyek secara umum pula. Misalnya bentuk U ,L, persegi, dan persegi panjang merupakan ciri dari gedung perkantoran maupun sekolah.

c. Ukuran

Ukuran berkaitan dengan skala citra yang dapat berupa luas, panjang, lebar, tinggi, dan volume. Ukuran juga merupakan faktor pengenal objek yang dapat digunakan untuk membedakan obyek yang sejenis yang ada pada citra. Misalnya ukuran gedung pertokoan dan perkantoran lebih besar dari ukuran rumah warga dan jalan arteri yang lebih lebar dari ukuran jalan kolektor.

(13)

13 d. Tekstur

Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dapat dinyatakan dengan ksar, sedang, dan halus. Misalnya pada hutan bertekstur kasar, ladang bertekstur sedang, dan sawah bertekstur halus.

e. Pola

Pola merupakan susunan keruangan objek. Pola dapat menjadi ciri yang menandai fenomena suatu wilayah. Misalnya pada objek rumah yang memiliki pola teratur, yaitu ukuran dan jaraknya seragam dapat dikenali sebagai perumahan.

f. Bayangan

Bayangan memiliki sifat menyembunyikan kedetailan suatu objek yang berada di area yang gelap. Namun, bayangan juga merupakan kunci penting dalam pengenalan obyek. Misalnya gedung pusat perbelanjaan lebih tinggi dari permukiman dan pertokoan di sekitarnya sehingga terdapat bayangan pada objek tersebut.

g. Situs

Situs merupakan posisi suatu obyek terhadap obyek yang lain yang ada di sekitarnya. Misalnya pertokoan dan gedung kelembagaan terletak di sekitar jaringan jalan.

h. Asosiasi

Asosiasi merupakan keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Contoh asosiasi adalah keberadaan stasiun kereta api yang berasosiasi dengan rel kereta api maupun keberadaan tiang bendera yang beraosisasi dengan perkantoran dan sekolah.

i. Konvergensi Bukti

Konvergensi bukti menggunakan beberapa unsur interpretasi citra sehingga dapat mempersempit ruang lingkup yang mengarahkan pada kesimpulan obyek tertentu. Misalnya terdapat obyek yang berbentuk kotak dengan tekstur halus dan bentuknya teratur dapat diartikan bahwa objek tersebut adalah sawah. Contoh lainnya, obyek dengan ukuran bangunan yang

(14)

14

relatif besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, dan berasosiasi dengan lapangan olah raga dapat diartikan sebagai gedung sekolah.

1.5.1.5 Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografi (SIG) dikembangkan oleh Tomlinson Tahun 1967. Murai (1999) dalam Elly (2009) mengartikan SIG sebagai sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya.

SIG dapat merepresentasikan suatu model real world (dunia nyata) di atas layar monitor komputer sebagaimana lembaran-lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas (Prahasta, 2008). Walaupun demikian, SIG memiliki kekuatan lebih dan daya fleksibilitas dari pada lembaran-lembaran kertas. Peta merupakan salah satu bentuk representasi grafis milik dunia nyata. Objek-objek di dunia nyata yang direpresentasikan di atas peta disebut sebagai unsur-unsur peta atau map features. Contohnya adalah sungai, jalan, gunung, bangunan, dll. Hal tersebut disebabkan oleh peta yang mengorganisasikan unsur-unsurnya berdasarkan lokasi masing-masing. Peta sangat baik dalam memperlihatkan hubungan atau relasi yang dimiliki oleh unsur-unsurnya.

Kemampuan SIG dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis di dalam SIG, yaitu fungsi analisis spasial dan atribut. Fungsi analisis atribut (nonspasial) antara lain terdiri dari operasi-operasi dasar sistem pengelolaan basis data (DBMS) beserta perluasannya. Pengelolaan basis data antara lain pembuatan basis data baru, penghapusan basis data, pembuatan tabel baru, pengisian dan penyisipan data, penambahan dan pengurangan field, pembacaan dan pencarian data, peng-update-an data yang terdapat dalam tabel basis data, penghapusan data, dan membuat indeks untuk setiap tabel basis data (Prahasta, 2008).

(15)

15

Informasi spasial secara geometri terbagi menjadi dua model, yaitu data vektor dan data raster. Data vektor terdiri dari titik (point), garis (line), dan area (polygon).

a. Titik

Titik adalah bentuk objek geografi yang paling sederhana dan disebut sebagai objek yang berdimensi nol karena titik tidak memiliki luasan. Setiap titik direpresentasikan dengan koordinat. Contoh titik adalah titik fasilitas umum dan titik kejadian kecelakaan.

b. Garis

Garis adalah bentuk geometri linier yang menghubungkan paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek-objek yang berdimensi satu. Sebuah garis memiliki dua titik sebagai pembatas titik awal dan titik akhir. Garis dikatakan berdimensi satu karena garis hanya dapat merepresentasikan satu arah. Contoh garis adalah jaringan jalan, jaringan listrik, rel kereta api, dan sungai. Objek seperti jalan dan sungai dapat direpresentasikan baik sebagai objek geometris garis maupun poligon. Hal tersebut bergantung pada skala peta yang menjadi sumbernya atau skala representasi akhirnya.

c. Area/Poligon

Geometri area/poligon digunakan untuk merepresentasikan objek-objek dua dimensi. Suatu objek yang berbentuk poligon paling sedikit dibatasi oleh tiga garis (sisi) yang saling terhubung di antara ketiga titik sudutnya. Pada basis data spasial, semua unsur yang berbentuk area (luasan) dua dimensi akan direpresentasikan dengan geometri poligon.

Dalam software SIG terdapat berbagai tools yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan spasial. Dalam penelitian ini, menggunakan tools average nearest neighbor untuk mengetahui pola persebaran ruang terbuka hijau yang ada di Kota Yogyakarta. Cara kerja tools average nearest neighbor

berdasarkan perhitungan jarak terdekat antar titik RTH yang saling berdekatan sehingga diperoleh nilai indeks. Nilai indeks/rasio tetangga terdekat digunakan untuk menentukan pola spasial, yaitu random (acak), clustered (mengelompok),

(16)

16

1.5.2 Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai analisis ketersediaan ruang terbuka hijau terhadap kebutuhan oksigen sudah dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut digunakan oleh penulis sebagai acuan dan pedoman dalam penulisan. Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan oleh penulis terdapat pada tabel 1.2. Pada penelitian skripsi oleh Fatma Nugrahaning Nastiti (2017) mengambil judul penelitian “Kajian Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kompleks Perkantoran Terpadu Pemerintah Kabupaten Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kompleks Perkantoran Terpadu Pemerintah Kabupaten Boyolali dan menganalisis kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kompleks Perkantoran Terpadu Pemerintah Kabupaten Boyolali. Metode yang digunakan adalah analisis foto udara untuk mendapat data angka serta dilakukannya observasi untuk mengetahui ketersediaan ruang terbuka hijau di lapangan. Kemudian melakukan perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau menurut pemenuhan kebutuhan oksigen yang dikonsumsi metode Gerrarkis (1974). Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah ketersediaan ruang terbuka hijau menurut jenisnya, ketersediaan ruang terbuka hijau dalam produksi oksigen dan penyerap karbon diojsida, kebutuhan ruang terbuka hijau menurut kebutuhan oksigen, dan kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan emisi karbon dioksida.

Pada penelitian thesis oleh Anifa Widiyantari (2018) dengan judul “Pemanfaatan Citra Landsat 8 OLI untuk Mengkaji Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kota Semarang”, memiliki tujuan mengestimasi kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen tahun 2017, tahun 2020 dan tahun 2030 menggunakan data Penginderaan Jauh Citra Citra Landsat 8 OLI Tahun 2015, mengkaji ketersediaan RTH Kota Semarang terhadap kebutuhan oksigen tahun tahun 2017, tahun 2020 dan tahun 2030, dan mengkaji arahan pengembangan RTH di Kota Semarang. Metode yang digunakan adalah klasifikasi multispektral penutup lahan Citra Landsat 8 OLI Tahun 2015 menggunakan metode Maximum Likelihood untuk perolehan RTH esksisting dan kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen metode Gerrarkis. Hasil yang diperoleh adalah e

(17)

17

kebutuhan RTH berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen tahun 2017, tahun 2020 dan tahun 2030 di Kota Semarang, distribusi ketersediaan ruang terbuka hijau Kota Semarang terhadap kebutuhan oksigen tahun 2017, tahun 2020 dan tahun 2030, serta arahan pengembangan RTH di Kota Semarang

Pada penelitian skripsi oleh Ari Widayati (2019) dengan judul “Pemanfaatan Citra Worldview-2 untuk Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen di Kecamatan Magelang Selatan”, memiliki tujuan mengetahui kemampuan citra Worldview-2 dalam mengekstraksi informasi kerapatan vegetasi dan penutup lahan di Kecamatan Magelang Selatan, mengetahui persebaran dan luas Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Magelang Selatan tahun 2019, mengetahui informasi mengenai kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Magelang berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen tahun 2019, dan mengetahui informasi mengenai prediksi luas dan kebutuahan Ruang Terbuka Hijau di Kecamatan Magelang Selatan tahun 2025 dan 2035. Metode yang dilakukan adalah interpretasi visual, transformasi indeks vegetasi NDVI untuk mengetahui kerapatan vegetasi dan luasan RTH aktual, observasi lapangan, perhitungan luas RTH, perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen dengan Metode Gerrarkis, dan prediksi luas dan kebutuhan RTH tahun 2025 dan 2035. Hasil yang diperoleh adalah peta penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi hasil interpretasi citra serta hasil transformasi indeks vegetasi NDVI, peta Persebaran Ruang Terbuka Hijau aktual Kecamatan Magelang Selatan, analisis kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigen di Kecamatan Magelang Selatan, serta prediksi luas dan kebutuhan RTH Kecamatan Magelang Selatan tahun 2025 dan 2035

Persamaan penelitan yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan metode Gerrarkis untuk mengetahui luas RTH yang dibutuhkan. Selain itu, penelitian Fatma Nugrahaning Nastiti (2017) juga menggunakan pengamatan manual dengan digitasi on screen untuk memperoleh infromasi RTH. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada lokasi penelitian, citra yang digunakan, dan metode perolehan data. Lokasi penelitian pada Fatma (2017) dilakukan pada Kompleks

(18)

18

Perkantoran Terpadu Pemerintah Kabupaten Boyolali, penelitian Ari (2019) di lakukan di Kecamatan Magelang Selatan, dan penelitian Anifa (2018) di Kota Semarang. Penelitian yang akan dilakukan berlokasi di Kota Yogyakarta dengan cakupan area penelitian yang lebih luas.

Penelitian Fatma (2017) dan Ari (2019) masing-masing menggunakan foto udara dan citra Worldview-2 dalam proses mendapatkan ketersediaan ruang terbuka hijau. Pada penelitian Anifa (2018) bahkan menggunakan citra dengan resolusi spasial yang lebih rendah, yaitu Landsat 8 OLI. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan Citra Quickbird. Ari (2019) dan Anifa (2018) menggunakan transformasi indeks vegetasi untuk mengetahui kerapatan vegetasi dan luasan RTH aktual. Penelitian yang dilakukan menggunakan pengamatan visual dan digitasi

onscreen menggunakan klasifikasi RTH menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/Prt/M/2008 dengan modifikasi untuk memperoleh informasi RTH yang tersedia di Kota Yogyakarta. Kelebihan penelitian yang dilakukan dnegan penelitian sebelumnya adalah adanya analisis spasial nearest neighbor

untuk mengetahui jenis pola persebaran RTH di Kota Yogyakarta dan memberikan rekomendasi lokasi yang dapat digunakan untuk pembangunan RTH berdasarkan pengamatan dengan citra penginderaan jauh.

(19)

19 T abel 1 . 2 Pe neliti an S eb elumny a No . N a ma P eneli ti Judul T ujua n M et o de H asil 1. Fa tma N u gr ahanin g N astiti (2 0 17 ) K ajia n Ketersediaa n D an Ke bu tuh an R u ang T er bu k a H ij au ( RT H) di K o mp leks Perkantoran Terp ad u Pemerintah Kab up a te n B o y o lali 1. M enganalisis ke ter se d ia an Ruan g Terbuka Hijau (RTH) d i K om pleks Pe rkanto ran T erp ad u Pem er intah K ab up aten Bo y olali. 2. M enganalisis ke b utu h an Ru an g Terbuka Hijau (RTH) d i K om pleks Pe rkanto ran T erp ad u Pem er intah K ab up aten Bo y olali. 1. A n alis is f o to udar a . 2. Perh itung an kebu tuh an r u an g te

rbuka hijau meto

d e Ge rrar k is (1974 ) 1. Ke ter se d ia an r ua n g terb uk a hija u m en ur u t jen is n ya 2. Ke ter se d ia an r ua n g terb uk a hija u d alam pr od u k si oks ig en dan pe n yerap kar b o n d ik osid a 3. Ke bu tuhan r uan g te rb uk a hija u menurut kebutu ha n ok sig en 4. Ke bu tuhan r uan g te rb uk a hija u b er dasarkan emisi karb o n diok si d a 2. A n ifa W id ia n ta ri (2 0 17 )

Pemanfaatan Citra Landsa

t 8 O LI u ntu k Mengkaji Keb utu han R u ang Terbuk a Hijau B er d asar kan K eb utu han O ksig en di K o ta Se maran g 1. M enges timasi kebutuhan RTH berdasarkan kebutu han oks ig en tahun 20 1 7, tahu n 2 02 0 da n tahu n 20 30 menggunakan d ata Peng ind eraa n Ja u h C itra C itr a L andsat 8 OLI T ah u n 20 1 5. 2. M engk aji kete rsed iaa n R TH Kota Se m ar ang te rh adap keb u tuh an oks igen ta h un ta hu n 201 7 , ta h u n 20 2 0 dan ta h un 20 30 3. M engk aji ar ah an p en g emb an gan R TH di K ota S em ar an g. 1. Kla sif ikasi Mu ltisp ek tral penu tu p lahan C it ra L an dsat 8 OLI Tahun 2 01 5 meng g u n akan me to de Maxim u m L ik elih oo d 2. Ke bu tuhan R T H b er d asa rkan kebu tu han o k si g en met od e G er rar k is. 1. E stim asi keb u tuh an RTH berd asa rkan pendek ata n kebu tuhan o ksig en ta hu n 20 17, ta hu n 2020 d an tahun 20 30 di Kota Sem ar an g. 2. Distrib usi ket er se d iaan ru ang terb uk a hijau Kota S emar an g t er h adap keb utuha n ok sig en tahun 2 01 7 , tahun 20 20 dan tahu n 2 03 0 . 3. Arah an p en g emb an gan R T H d i Kota Semaran g. 3. A ri Wid ay ati (2 0 1 9 ) Pemanfaatan Citra W o rldv iew -2 un tu k A n ali sis Ke bu tuhan 1. M engeta h ui kemampu an citra W o rldv iew -2 dala m meng ek str aksi infor m as i ker ap atan ve g eta si d an 1. Interpretasi v isu al 2. T rans formasi ind ek s v eg eta si N DVI untu k me ng eta hu i kerapatan veget asi 1. Peta peng gu n aa n la han dan kerapata n v eg etasi h asil inte rpretasi c itr a serta h asil trans for m as i ind eks vegetasi

(20)

20 N o . N a ma P eneli ti Judul T ujua n M et o de H asil R u ang T er bu k a H ij au Be rdas ar kan Pemenuha n K eb utu han O ksig en di K ec ama tan Magelang Selatan . penu tu p la h an di Kec amata n Magela n g Se la ta n . 2. M engeta h ui p er sebaran da n luas R u ang T er bu k a Hija u d i Ke camata n Magelang Selatan ta hu n 2019. 3. M engeta h ui inf o rm asi men g enai kebu tu han Ruan g T er b u k a H ija u d i K ec amatan Magelan g b er dasark an pemenuhan k eb u tu han o ksig en tahu n 20 1 9. 4. M engeta h ui inf o rm asi m en g en ai

prediksi luas dan

k

eb

utu

ahan Ruang

Terbuka Hijau di Kec

amatan M ag elang Se la ta n tahun 2 0 2 5 d an 2035. dan luasa n RTH ak tu al 3. O b ser vasi lapang an 4. Per hitungan lu as RT H 5. Perh itung an kebu tuh an R TH berdas ar kan pem en u h an kebu tu han o ksig en d en gan Metod e G er rar k is 6. Pr ed iksi luas d an k eb ut uh an R TH ta hun 20 2 5 da n 2035 N DV I 2. Peta Pers eb ar an R u ang Ter b uk a Hijau ak tu al K ec am atan Magela n g S ela ta n . 3. Anali si kebu tu han ruang te rbu k a hijau b erdas ar kan pemenuh an k ebu tu han ok sig en di K ec amata n Magela n g S ela ta n . 4. Pr ed ik si lu as d an kebu tuhan RTH K eca m ata n Magela n g S ela ta n tahun 2025 dan 203 5 . 4. Mirz a A malia Lu tf ita sa ri (2 0 20 ) A n ali sis Spasial Pers eb aran Ruang Te rb u ka Hijau Terhadap Pemenuhan Keb utu han O k sigen di K o ta Y og y ak ar ta 1.Meng an alisis pola per se b ar an dan luas R T H y an g te rsedia d i Kota Y o gy akar ta . 2.Men ganalisis besar kebu tuh an ok sigen b er dasar k an jum la h p en du d uk ,

hewan ternak, dan k

en d ar aan b er mo tor. 3. Meng analisis luas R T H yang dib u tuh k an u nt u k memenu hi k eb u tu han ok sigen d i Ko ta Y o gy akar ta. 4.Memb er ikan re k om endasi lo ka si pembangunan RTH d en gan memanfaatkan c itr a peng inder aan ja u h. 1. I nte rp reta si visu al 2. D igitasi on sc reen u ntu k mengetahu i pers eb ar an d an l uasa n R TH ak tu al 3. C ek la pang an dan U ji A ku ra si 4. A n alsisi nearest neighb or u ntu k mengetahu i po la spasia l RTH 5. Perh itung an luas RT H ak tu al 6. Perh itung an k ebu tu h an RT H berdas ar kan pem en u h an kebu tu han o ksig en d en gan Metod e G er rar k is 1. Peta RT H y an g t er sedia d i K o ta Y o gy ak ar ta 2. Peta Pola Per seb ar an R u ang Terbuka Hijau aktual di Kota Y o gy akar ta . 3. Peta K eb utu h an Oksig en d i K o ta Y o gy ak ar ta. 4. Anali sis k eb u tuh an r uang te rbu k a hijau b erdas ar kan pemenuh an k ebu tu han ok sig en di K o ta Y o g yakarta. 5. R ek om end asi lok asi pembang u nan RTH

(21)

21

1.6 Kerangka Penelitian

Kota Yogyakarta merupakan ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni sebesar 12,74 jiwa/km (BPS, 2020). Pada Kota Yogyakarta juga terdapat berbagai wisata dengan peningkatan angka wisatawan setiap tahunnya. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan angka wisatawan, kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana kota juga semakin tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tingkat alih fungsi lahan hijau menjadi lahan terbangun semakin tinggi. Pembangunan di wilayah perkotaan ini terus meningkat sebagai upaya untuk menyokong berbagai kegiatan yang ada.

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah 32,5 km dengan persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tahun 2017 sebesar 11%. Fungsi RTH selain untuk menambah keindahan kota juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. RTH dapat menghasilkan oksigen (O ) yang digunakan manusia dan hewan ternak untuk bernafas serta digunakan untuk mengubah energi kimia dari bahan bakar fosil menjadi energi kinetik pada kendaraan bermotor.

Informasi mengenai persebaran RTH sangat erat kaitannya dengan lokasi sehingga informasi tersebut akan sangat efektif apabila disajikan dalam bentuk peta. Penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pemetaan persebaran RTH. Data penginderaan jauh yang digunakan untuk interpretasi ini adalah citra Quickbird Tahun 2017. Terdapat perbedaan waktu antara waktu dilakukannya penelitian dengan citra yang digunakan. Oleh sebab itu, dilakukan proses observasi di lapangan. Proses observasi lapangan melakukan pengambilan sampel metode purposive sampling. Pemilihan titik sampel ditentukan berdasarkan area yang mudah dijangkau dan dekat dengan jaringan jalan untuk memudahkan proses lapangan. Penentuan jumlah sampel RTH dihitung berdasarkan sampel slovin. Persentase ketelitian interpretasi yang diharapakan adalah lebih dari 85%.

Melalui pemetaan RTH maka didapat luas RTH yang tersedia. Luas tersebut dibandingkan dengan luas RTH yang dibutuhkan yang didapat dari perhitungan metode Gerrarkis. Metode ini menghitung luas kebutuhan RTH berdasarkan

(22)

22

kebutuhan oksigen pada manusia, hewan ternak, dan kendaraan bermotor. Ketersediaan RTH di suatu kota dikatakan mencukupi jika luas RTH yang tersedia lebih besar dari luas RTH yang dibutuhkan. Selain digunakan untuk mengetahui kecukupan RTH, peta RTH juga digunakan untuk mengetahui pola sebarannya dengan analisis tetangga terdekat. Wilayah dengan RTH pola seragam/tersebar tentu lebih baik daripada pola sebaran mengelompok dan acak. Pada RTH dengan luas yang besar dan pola seragam /tersebar mengakibatkan semua titik lokasi tersebut terasa sejuk dan nyaman akibat dari distribusi oksigen yang mencangkup wilayahnya secara keseluruhan.

Gambar 1. 3 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Peningkatan penduduk dan wisatawan setiap tahun

Peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana

Pembangunan meningkat

Lahan hijau berkurang Lahan terbangun meningkat

Analisis luas RTH yang tersedia dengan RTH yang dibutuhkan

Estimasi ketersediaan dan pola sebaran berdasarkan hasil interpretasi,

digitasi, observasi lapangan, dan analisis tetangga terdekat

Luas yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen pada penduduk, hewan ternak, dan kendaraan bermotor

(23)

23

1.7 Batasan Operasional

Pola keruangan (spatial pattern) adalah sesuatu yang menunjukkan

penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi (Lee dan Wong, 2001).

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007).

Ruang terbuka (Open Space) adalah ruang terbuka yang selalu terletak di luas

massa bangunan yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang serta memberikan kesempatan untuk melakukan berbagai kegiatan (Hakim, 2004).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008).

Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dkk., 2015).

Citra adalah gambaran suatu objek yang terekam oleh kamera atau alat sensor

lain (Andoko dkk., 2017).

Interpretasi Citra merupakan proses mengkaji foto udara maupun citra untuk

mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Widayati, 2019).

Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem informasi yang digunakan

untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospasial untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum lainnya (Murai, 1999 dalam Elly, 2009).

Gambar

Gambar 1. 1  Grafik Luas Lahan Terbangun Kota Yogyakarta Tahun 2010-2019
Gambar 1. 2 Distribusi dalam Analisis Nearest Neighbor  Sumber: https://desktop.arcgis.com/
Tabel 1. 1 Tabel Spesifikasi Citra Quickbird
Tabel 1. 2 Penelitian Sebelumnya  No. Nama  PenelitiJudulTujuanMetodeHasil 1.Fatma  Nugrahaning  Nastiti (2017)
+2

Referensi

Dokumen terkait

File program untuk menangani data komputer, termasuk tambah, edit, delete, spek, inventaris dan cetak

Eponikium adalah bagian kecil dari epitel yang memanjang dari dinding kuku posterior ke dasar kuku.Sering disebut lipatan proksimal atau kutikula, eponikium adalah akhir

(1) Perpanjangan studi bagi mahasiswa program magister yang belum dapat menyelssaikan belajarnya dalam kurun waktu 2 (dua) tahun akademik atau 4 (empat) semester sebagaimana

Interaksi pupuk kandang dan pupuk nitrogen terhadap (A) bobot segar daun, (B) Indeks luas daun, (C) Jumlah tandan bunga per tanaman, (D) jumlah bunga per tanaman; huruf yang

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian

Kemajuan sebuah perusahaan yang didukung kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, politik dan budaya membuat dunia bisnis melaju dengan cepat, dan merupakan suatu hal yang

meaning in a way that realistic ar t can’t.. Penyederhanaan bentuk tidak selalu merupakan penghilangan detail, tetapi bisa menjadi cara membuat fokus, yang tidak dapat

Citra sendiri sebagai klub sepakbola yang sudah profesional akan tampak baik di masyarakat umum atau supporter secara turun temurun seperti halnya tim persib Bandung