• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dan masyarakat. Karena gejalanya yang dikeluarkan berupa sulit memulai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dan masyarakat. Karena gejalanya yang dikeluarkan berupa sulit memulai"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan penyakit otak neurologis yang berat dan terus menerus.Respon dapat berupaya yang sangat mengganggu kehidupan baik individu, keluarga dan masyarakat. Karena gejalanya yang dikeluarkan berupa sulit memulai pembicaraan, afek tumpul atau datar, berkurangnya motivasi, atensi, pasif, apatis, defisit perhatian, dan penarikan diri. Gejala lainnya dapat bertambah meliputi waham, halusinasi, gangguan pemikiran, bicara kacau, perilaku bizar, dan afek tidak sesuai (Stuart, 2016).

Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa, yang termaksud gangguan skizofrenia yaitu gangguan skizofektif, gangguan waham, gangguan psikotik singkat, dan gangguan psikotik induktif zat (American Psychiatric Association, 2013).

Penyebab yang ditemukan terkait dengan skizofrenia yaitu kelainan pada neurotransmiter dopamin dan glutama. Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu tibullah gangguan badan ataupun gangguan jiwa. Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi timbulnya

(2)

skizofrenia diantaranya faktor biologi, psikologi, sosial, kultural dan spiritual. Yang termaksud dalam faktor biologi adalah teori skizofrenia yang berfokus pada faktor genetik, faktor neuroanatomi dan neurokimia (struktur dan fungsi otak), serta imunovirologi (respon tubuh terhadap pajanan suatu virus). Pada faktor genetik berfokus pada keluarga terdekat, seperti orang tua, saudara kandung, dan cucu untuk melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara genetik. Selain itu, hasil penelitian pada 14 penderita skizofrenia menunjukan bahwa kembar identik memiliki risiko tertinggi yaitu 40% - 65% untuk mengembangkan kelainan ini (Rhoads & Murphy, 2015).

Pada faktor neuroanatomi di dapati pasien dengan skizofrenia memiliki jaringan otak yang lebih sedikit, pembesaran ventrikel otak serta atrofi pada korteks, sehingga terjsdi perubahan pada neurorasmiter yang berfungsi untuk mentrasmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf melalu aksonnya dan melewati sinap ke reseptor pascasinaptik di sel-sel yang lain. Pada faktor imunivirologi terdapat teori yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus, atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Walaupun tidak banyak penelitian mampu memvalidasi teori tersebut (Ergan & Hydy, 2000 dalam Videbeck, 2008).

Faktor psikologik juga meliputi peran dalam menyebabkan skizofrenia. Interaksi antara ibu dan anak, peranan ayah, persaingan antara saudara kandung, intelegensi, hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat, konsep diri, kehilangan yang

(3)

menyebabkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa bersalah, tingkat perkembangan emosi serta pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya.

Adapun peranan yang melibatkan sosio-budaya (sosiogenik) yaitu kesetabilan keluarga, pola pengasuhan terhadap anak, tingkatan ekonomi, keadaan lingkungan rumah, masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, kesejahteraan yang tidak memadai serta pengaruh nilai-nilai dan keagamaan yang ada pada lingkungan individu berada.

Pertimbangan dalam menyadari perbedaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia adalah hal dapat diperhitungkan karna ide yang tampak merupakan waham pada suatu budaya seperti, kepercayaan terhadap hal magis atau sihir, dan halusinasi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat bunda maria atau mendengar suaratuhan. Selain itu kesukuan juga dapat menjadi faktor individu dalam berespon terhadap obat-obatan psikotropik. Beberapa individu metabolisme obat tertentu terjadi lebih lambat, sehingga kadar obat tersebut dalam aliran darah lebih tinggi dari yang diharapkan.

Manifestasi yang terlihat pada pasien sizofrenia meliputi 4 aspek, yaitu: kognitif, daya ingat, perhatiaan serta bentuk dan organisasi bicara. Pada aspek kognitif, pasien skizofrenia cenderung mengalami gangguan pada kesadaran dan penilaian dalam memproses secara akurat, menyampaikan informasi, dan mempresepsikan informasi dari orang lain. Pada aspek daya ingat pasien dengan skizofrenia akan mengalami gangguan di beberapa bagian otak, gangguan yang muncul dapat berupa lupa, ketidaktertarikan,

(4)

kesulitan belajar, dan ketidakpatuhan terhadap perintah. Aspek selanjutnya adalah Perhatian, pasien cenderung tidak mampu untuk berkonsentrasi dan fokus dalam waktu yang lama pada satu kegiatan. Dan aspek terakhir adalah bentuk dan organisasi bicara bermakna bahwa pasien tidak mampu berkomunikasi secara baik dengan orang lain termasuk pengolahan informasi yang dapat menyebabkan informasi yang diterima dan di sampaikan tidak koheren. (Carrion et, al 2011)

Terdapat beberapa fase seseorang didiagnosis skizofrenia, Fase pradormal adalah fase awal dalam skizofrenia, pada fase ini pasien mengalami penurunan intraksi sosial, fungsi peran, ketidak mampuan untuk berhias, penurunan inisiatif, menurunnya ketertarikan dalam aktivitas serta adanya keyakinan yang tidak sesuai dengan norma dan budaya klien, afek datar, gangguan dalam berbahasa dan yang terakhir mengalami gangguan masalah preseptual.

Pada fase kedua, pasien mengalami gejala psikotik yang dirasakan sedikitnya satu bulan (kurang dari satu bulan jika klien telah menjalani terapi aktif yang mengurangi gejala) adapun yang dapat terlihat adalah terdapat prilaku katakonik, waham dan halusinasi. Perjalanan penyakit dapat terus berlanjut dengan dominasi gejala positif dan gejala negatife atau mungkin juga tidak muncul. fase ketiga, terjadi setelah fase aktif dan gejala yang dapat muncul dapat menyerupai tahap prodormal, tapi pada tahap keparahan yang lebih rendah dibandingkan fase aktif. Perjalanan lebih lanjut sedikitnya satu tahun setelah fase aktif, sehingga dapat diperinci. (APA, 2009 dalam Patricia et al, 2014).

(5)

Individu yang mengalami gangguan kejiwaan dengan skizofrenia dapat memiliki beberapa masalah yaitu gangguan isi pikir, halusinasi dan emosi. Masalah pertama adalah gangguan isi pikir, isi pikir sendiri berperan untuk penilain fungi kognitif yang termaksud diantaranya adalah waham (waham paranoid, grandiose, agama, nihilistic, dan somatik). Waham dapat diartikan keyakinan yang terdapat pada pribadi seseorang berdasarkan kesimpulan yang salah dari realistis eksternal. Gejala lainnya adalah halusinasi yaitu persepsi palsu yang terjadi pada respons neurobiologis maladaptif, halusinasi terbagi menjadi empat yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman dan perabaan. Dan gejala terakhir adalah emosi yang dapat diartikan sebagai suasana hati dan afek dari diri seseorang. Beberapa klien merasakan bahwa mereka tidak lagi memiliki perasaan apadaun dan mereka mengalami penurunan dalam merasakan keintiman dan kedekatan yang biasanya terlihat dengan ciri alexitimia, anhedonia dan apatis.

Pengkajian awal dilakukan dengan memfokuskan pada keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa maka pengkajian dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial dan pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi pasien serta melalui pemeriksaan.

(6)

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan skizoprenia selain halusinasi dan waham adalah harga diri rendah yang dapat terjadi karena salah satu efek dari pasien yang tidak memiliki keterampilan sosial atau keterampilan berkomunikasi yang dibutuhkan untuk membangun dan mempertahankan hubungan dengan orang lain. Selain itu pasien menjadi tidak percaya diri dan kemudian merasa asing atau berbeda sehingga pasien menghindari kontak sosial. Pasien merasa sulit untuk berhubungan dengan orang lain, merasa curiga dan tidak mudah percaya.

Pasien skizofrenia juga dapat mengalami defisit perawatan diri yang signifikan, tidak memperhatikan kebutuhan kebersihan diri biasanya terjadi selama episode psikotik berlangsung. Pasien menjadi sangat terpaku atau terpusat dengan ide-ide waham atau halusinasi sehingga tidak dapat melaksanakan aktivitas dasar dalam kehidupan sehari-hari. Dampak dari Halusinasi yang terjadi pada pasien skizoprenia juga dapat membuat pasien melakukan perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitarnya, seperti melukai diri sendiri, melukai orang lain dan bahkan membunuh dirinya sendiri (Videbeck, 2014). Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian bahwa 20-50% pasien skizofrenia pernah melakukan usaha bunuh diri, dan 10% berhasil melakukan bunuh diri. sedangkan Angka kematian pasien skizoprenia delapan kali lebih tinggi dibanding angka kemantian penduduk pada umumnya (Yosep, 2010).

Rencana keperawatan ditunjukan kepada tingkat individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Pada individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam

(7)

melaksanakan ADL dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah. Pada keluarga di fokuskan pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien dan mensosialisasikan pasien dengan lingkungan. Pada kelompok difokuskan untuk kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi agar pasien mampu beadaptasi dengan lingkungan dan terakhir pada tingkatan komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakan sumber-sumber yang ada di masyarkan dan dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerja sama dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereja dan memfasilitasi pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.

Menurut Mockler (1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen adalah kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja, menetapkan tujuan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi kinerja. Hasil evaluasi kinerja dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui pencapaian tujuan dan penyimpangan serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian manajemen merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk

(8)

menjamin kualitas penampilan kerja. Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader kesehatan jiwa dan pasien dan keluarga.

B. Rehabilitasi

Program rehabilitasi gangguan jiwa disebut juga rehabilitasi psikososial dikembangkan sebagai respon terhadap klien gangguan jiwa yang telah keluar dari rumah sakit jiwa yang tidak memiliki keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk hidup mandiri. Rehabilitasi psikososial adalah suatu program yang di desain untuk menyediakan sistem bagi klien agar dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan keterampilan bekerja (Psychosocial Rehabilitation and Vocational skills) (Foundation of Psychiatric Mental Healt Nursing, 2006) dalam buku (Yosep, 2014). Jenis kegiatan di unit rehabilitasi adalah Psychopharmaca adalah terapi obat-obatan yang dilakukan oleh pasien dalam pengawasan dokter, occupational therapy adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana menggerakan partisipasi individu melalui kegiatan untuk mengatasi masalah patologik selain itu diberikan kegiatan pendidikan, day care adalah perawatan untuk merawat dirinya sendiri dalam sehari-hari, group therapy adalah terapi di dalam kelompok agar dapat bersosialisasi, psycho religious therapy untuk melakukan kegiatan beribadah kepada Allah SWT.

Di rumah sakit jiwa, konsep rehabilitasi digambarkan sebagai suatu unit. Ruangan ini dipersiapkan untuk klien setelah pulang dari rumah sakit agar memudahkan klien beradaptasi dengan lingkungan baru atau lingkungan tempat asalnya. Unit ini biasanya

(9)

berada pada fase akhir dari seluruh pelayanan Rs jiwa, melalui seleksi tim kesehatan yang terdiri atas dokter, perawat jiwa, psikolog, sosial worker. Perawat jiwa memegang peranan penting dalam melakukan seleksi tersebut apakah klien perlu diberikan terapi kerja, terapi musik, biblioterapi, psikoreligius terapi atau keterampilan lainnya.

Rehabilitasi penting untuk menghadapi stigma buruk yang ditunjukan pada klien skizofrenia setelah pulang. Menurut Mallone, tujuan rehabilitasi meliputi 6 aspek: Survival skill (kemampuan berjuang hidup), Cooperation (kemampuan bekerja sama), Hanging out (menggembangkan hubungan pertemanan), Backing (kemampuan membantu orang lain), Supplementing (menyediakan material seperti makanan atau pakaian) dan Cheking up (memeriksakan diri).

Penanganan kekambuhan pada pasien bermakna perlunya rehospitalisasi atau perawatan ulang kembali. Relaps atau kambuh merupakan bagian dari penyakit yang biasa terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga terjadinya kekambuhan (Varcarolis, 2013). Hal ini dapat dihubungkan dengan penyataan Videbeck (2014), yang menyatakan bahwa faktor – faktor resiko untuk terjadinya relaps atau kekambuhan adalah faktor resiko kesehatan yang meliputi gangguan sebab dan akibat berfikir, gangguan proses informasi, gizi buruk, kurang tidur, kurang olahraga, keletihan, dan efek samping pengobatan yang tidak dapat ditoleransi. Dan resiko lingkungan yang meliputi kesulitan keuangan, kesulitan tempat tinggal, perubahan yang menimbulkan stres dalam peristiwa kehidupan, keterampilan kerja yang buruk, ketidakmampuan mempertahankan pekerjaan, tidak memiliki transportasi atau sumber-sumber,

(10)

keterampilan sosial yang buruk, isolasi sosial, kesepian, dan kesulitan interpersonal. Adapun faktor resiko lainya yaitu faktor resiko perilaku dan emosional yang meliputi tidak adanya kontrol, perilaku agresif, atau perilaku kekerasan, perubahan mood, pengobatan dan penatalaksanaan gejala yang buruk, konsep diri rendah, penampilan dan tindakan berbeda, perasaan putus asa serta kehilangan motivasi.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan yaitu dengan cara mengajarkan klien dan keluarga mengenali tanda-tanda peringatan dini tentang kambuh (misalnya, Penarikan diri, kesulitan tidur, pemikiran aneh atau magis) mengetahui siapa yang harus dihubungi dan kemana harus pergi saat tanda-tanda awal kambuh muncul (Varcarolis, 2013). Selain itu, tindakan lainnya dengan mempertahankan program pengobatan dan tindak lanjut yang teratur, menghindari alkohol dan obat-obatan, perawatan diri dan nutrisi yang tepat, mengajarkan tentang keterampilan sosial melalui penyuluhan, model peran, praktik, serta memberikan konseling dan penyuluhan kepada keluarga atau orang terdekat. Program Assertive Community Treatment (ACT) terbukti berhasil mengurangi angka klien masuk rumah sakit melalui penatalaksanaan gejala dan pengobatan, dengan membantu klien memenuhi kebutuhan sosial, rekreasional, dan vokasional, serta memberi dukungan kepada klien dan keluarga (McGrew, Wilson, & Bond, 1996 dalam Videbeck, 2014).

(11)

Selain itu, pendidikan kesehatan pada masyarakat juga dapat membantu memerangi stigma yang terjadi dimasyarakat, dengan memahami tentang perilaku dan kebutuhan orang dengan gangguan jiwa sehingga dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dengan demikian perawat harus memanfaatkan kesempatan untuk berbicara dengan kelompok masyarakat tentang kesehatan jiwa (Stuart, 2016).

Salah satu peran rehabilitasi dalam pengertian paling mutakhir adalah perawat harus berupaya mempersiapkan klien agar meninggal dengan damai atau khusnul khotimah. Hal ini sesuai dengan konsep Virginia Henderson sbb:

“Assisting the individual, sick or well, in the performance of those activities contributing to healt or it’s recovery (or topeaceful death) than an individual wold perform unaided if he had the necessary strength, will or knowledge” (Vidbeck, 2014)

Untuk mengawasi pasien dengan gangguan jiwa pemerintah Indonesia menerapkan program CMHN (Comunity Mental Health Nursing) adalah, pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (Keliat,2011).

(12)

C. CMHN

Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa dimasyarakat dikenal sebagai Community Mental Health Nursing (CMHN). CMHN merupakan bagian dari program dinas kesehatan yang bekerja sama dengan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas). Melalui program ini, pelayanan bersifat terpusat pada konsumen, layanan perumahan, dukungan pekerjaan, pelayanan pendidikan, pemberdayaan keluarga, psikoedukasi keluarga dan komunitas (Stuart, 2016).

CMHN merupakan salah satu strategi berupa program peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada petugas kesehatan melalui pelatihan dalam rangka upaya membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan jiwa akibat dampak tsunami, gempa maupun bencana lainnya.

Perawat kesehatan jiwa masyarakat merupakan tenaga keperawatan dari puskesmas yang bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan di wilayah kerja puskesmas. Pelatihan yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan yaitu Basic course adalah serangkain kegiatan untuk perawat komunitas agar memiliki kompetensi untuk melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dengan gangguan jiwa ynag ada di masyarakat.

Intermediate course adalah serangkaian kegiatan untuk membentuk desa siaga sehat jiwa, melatih perawat kesehatan jiwa untuk mengintervensi klien dengan maslah psikososial, mengembangkan rehabilitasi pasien dan melatih kader kesehatan jiwa. Yang terakhir adalah Advance Nursing Training yaitu manajemen keperawatan kesehatan jiwa

(13)

dan kerja sama lintas sektorat, dengan sasaran individu, keluarga kelompok formal, dan informal serta masyarakat luas.

Adapun 6 program dari CMHN untuk membentuk desa siaga sehat jiwa, yaitu: kesehatan jiwa untuk resiko masalah psikososial, Resiko jiwa untuk mengalami gangguan jiwa, terapi aktivitas bagi pasien gangguan jiwa mandiri, rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri, askep bagi keluarga pasien gangguan jiwa, dan pendidikan kesehatn jiwa untuk masyarakat sehat. Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa bagi masyarakat sehingga tercapai kesehatan jiwa masyarakat secara optimal.

Berdasarkan kuantitas pelayanan kesehatan jiwa yang dibutuhkan, frekuensi kebutuhan dan besar biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan jiwa terdiri atas berjenjang yaitu : perawatan mandiri individu dan keluarga, dukungan masyarakat formal dan informal di luar sektor kesehatan, pelayana kesehatan jiwa yaitu melalui pelayana kesehatan dasar dengan perawat yang telah mengikuti pelatihan CMHN dan dokter yang telah mempunyai pelatihan kesehatan jiwa yang bekerja secara tim kesehata jiwa di puskesmas. Selanjutnya adalah unit pelayanan kesehatan jiwa di RS umum, pada tingkatan ini di harapkan dapat menyediakan layanan rawat jalan dan rawat inap bagi pasien dengan ganguan jiwa. Dan terakhir adalah rumah sakit jiwa, merupakan pelayanan spesialis kesehatan jiwa yang difokuskan pada pasien dengan gangguan jiwa yang tidak berhasil di rawat di keluarga atau puskesmas atau Rs umum.

(14)

Kementerian kesehatan mengajak untuk seluruh jajaran kesehatan nya untuk segera melaksanakan empat seruan nasional stop stigma dan diskriminasi ODGJ, yaitu : tidak melakukan stigmasi dan diskriminasi kepada siapapun dalam pelayanan kesehatan, tidak melakukan penolakan untuk memberikan pelayanan terhadap ODGJ, senantiasa memberikan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat pasca perawatan di RSJ atau dipanti sosial, dan melakukan berbagai upaya promotif dan prefentif untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbulnya kekambuhan serta dampak dari timbulnya masalah psikososial. Stigma sendiri merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap gangguan jiwa. Oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Salah satu kegiatan mencegah stigma adalah memeberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat tentang kesehatan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien dengan gangguan jiwa.

Kader kesehatan jiwa merupakan kader yang dapat membantu masyarakat mencapai kesehatan secara optimal melalui pergerakan masyarakat untuk memelihara dan memantau kondisi kesehatan jiwa masyarakat di wilayahnya.

Tugas pokok kader kesehatan jiwa adalah melaksanakan program desa sehat jiwa, melakukan deteksi keluarga sehat, menggerakan keluarga untuk mengikuti pendidikan kesehatan jiwa, melakukan kunjungan rumah terhadap pasien yang sudah mandiri dan melakukan rujukan kasus masalah psikososial

(15)

D. keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan bebrapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan, (Ayu, 2010) keluarga adalah anggota rumahtangga yang saling berhubungan oleh ikatan darah, adopsi atau perkawinana (WHO, 1969). Dapat disimpulkan bahwa eluarga adalah sekelompok orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran, yang tinggal di suatu tempat yang sama atau tidak mempunyai tujuan yang sama dalam kehidupan. Menurut freadmen 1986 (dalam Setiawati & Dermawan 2008) fungsi keluarga melibatkan lima hal yaitu: fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga di dalamnya terdapat saling mengasihu, saling mendukung antar anggota keluarga. Kedua fungsi sosialisasi yaitu fungsi keluarga yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Ketiga fungsi reproduksi untuk menuruskan keturunan. Keempat fungsi ekonomi adalah keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan yang terakhie adalah fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalamo masalah kesehatan. Sementara peran keluarga dalam masalah kesehatan menurut Nye 1979 (dalam Friedman 2010) peran sendiri diartikan sebagai suatu penggharapan yang dilakukan individu dalam situasi tertentu agar memenuhu suatu pengharapan diri atau orang lain terhadap diri mereka.

Dalam studi lain mengatakan bahwa keluargaberperan penting dalam memebantu manajemen perawatan individu dengan satu atau lebih penyakit kronik (Rosland,2009). Sementara itu dalam (Ali Zaidin,2006) Friedman membagi lima tugas kesehatan yang

(16)

harus dilakukan anggota keluarga, yaitu: pertama adalah mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya. Kedua, mengambil keputusan yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat. Ketiga, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan tidak sakit. Keempat, memodifikasi suasana rumah mendukung kesehatan keluarga serta perkembanagn keperibadian anggota keluarga dan yang terakhir adalah memepertahankan hubungan timbal balik antar anggota keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang mengajukan kemanfaatan denagn baik fasilitas kesehatan yang ada.

Sementara itu gangguan jiwa berat termaksud dalam penyakit kronis dimana diperlukan penanganan jangka panjang. Sehingga dapat menimbulkan keluarga kelelahan dan ketegangan peran dalam merawat klien dengan gangguan jiwa berat.

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan penelitian yang digunakan ini sangat beragam jenis data dan tujuan dalam penelitian. Pendekatan yang sering digunakan dalam penelitian pada pendidikan Islam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku konsumsi makanan berisiko, konsumsi minuman beralkohol, dan stres dengan kejadian hipertensi pada laki- laki

270.000,00 APBD awal: akhir: Januari Maret Pembelian Materai 3000 sebanyak 30 lembar dan Materai 6000 sebanyak 30 lembar Klungkung (Kab.) 23 Pembentukan dan Penyusunan

Para remaja cenderung ingin selalu mengikuti perkembangan mode yang sedang populer agar tampil modis, salah satunya adalah model rambut Hal ini dilakukan karena para remaja

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir dengan judul

[r]

[r]

Keterangan yang diperoleh dari studi aliran daya adalah besar dan sudut fasa tegangan pada setiap bus dan daya nyata dan reaktif yang mengalir pada setiap saluran4. Dalam