• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI DAN PEMASARAN PADI. (Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI DAN PEMASARAN PADI. (Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah) Oleh :"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI

DAN PEMASARAN PADI

(Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten

Brebes, Propinsi Jawa Tengah)

Oleh :

Riyanto

A. 074999018

PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

RIYANTO. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Padi (Kasus : Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah). Dibawah Bimbingan RATNA WINANDI.

Besarnya konsumsi beras perkapita akibat dari meningkatnya jumlah penduduk Indonesia menyebabkan Indonesia harus impor beras dari luar negeri. Tetapi pada tahun 1999 impor tersebut dapat diturunkan kembali jumlahnya. Hal ini terjadi karena adanya rangsangan yang diberikan oleh pemerintah untuk petani agar bersedia membudidayakan kembali tanaman padinya.

Turunnya nilai impor beras tersebut tidak lepas dari peranan Pulau Jawa yang ikut menyumbangkan hasil produksinya dengan rata-rata sebesar 28.490.945,25 ton pertahun dalam kurun waktu empat tahun (1999 - 2002). Jumlah tersebut adalah jumlah yang paling besar yang dapat disumbangkan oleh Pulau Jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya.

Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang turut memberikan kontribusi cukup besar terhadap produksi beras di Pulau Jawa. Besarnya rata-rata produksi beras yang disumbangkan oleh Propinsi Jawa Tengah tersebut tidak lepas dari peranan petani padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes yang selalu aktif membudidayakan tanaman padi. Namun petani daerah ini sering menghadapi permasalahan dengan kelangkaan pupuk. Efek dari kelangkaan pupuk ini adalah tidak stabilnya harga pupuk. Akibatnya pendapatan petani dapat menjadi menurun karena petani akan mengurangi jumlah penggunaan pupuknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang usahatani dan pemasaran padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menghitung dan menganalisis pendapatan petani pada cabang usahatani padi, (2) menganalisis saluran dan marjin pemasaran padi. Penelitian ini dilakukan pada Tujuh Desa di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah dengan dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan salah satu kecamatan yang secara intensif menghasilkan padi di Kabupaten Brebes. Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adala h purposive sampling dengan jumlah contoh yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 30 orang petani padi.

Pada penelitian ini, kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani adalah pengolahan lahan, penyemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, penge ndalian faama penyakit tanaman dan panen. Input yang digunakan adalah benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Dalam penelitian ini, petani dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok I dengan luasan lahan < 0,34 ha, Kelompok II dengan luasan lahan 0,34 ha dan Kelompok III dengan luasan lahan > 0,34 ha.

Berdasarkan hasil analisis diketahui ternya ta pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani kelompok I, II dan III bernilai positif dan lebih besar dari pendapatan atas biaya totalnya. Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C rasio) atas biaya tunai dan biaya totalnya maka diketahui ternyata nilai R/C rasio yang diperoleh petani di kelompok I lebih rendah dari petani yang ada pada kelompok II dan III. Adapun nilai R/C rasio yang diperoleh petani pada

(3)

kelompok I tersebut adalah sama dengan 1,81 untuk R/C rasio atas bia ya tunai dan 1,34 untuk R/C rasio atas biaya total. Angka yang dihasilkan tersebut memiliki arti bahwa dari setiap rupiah biaya tunai dan total yang dikeluarkan oleh petani padi maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,81 untuk R/C rasio atas biaya tunai dan Rp 1,34 untuk R/C rasio atas biaya total.

Dari sisi pemasarannya diketahui bahwa pola pemasaran yang terbentuk untuk pemasaran padi ini ada dua. Dari kedua pola pemasaran yang terbentuk ini diketahui ternyata nilai marjin pemasaran terbesar diperoleh pola pemasaran I, yaitu 582,50. Begitu pula apabila dilihat dari rasio antara biaya dan keuntungannya. Hal ini berarti bahwa pola pemasaran I lebih efisien dari pola pemasaran II.

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa usahatani padi yang dikembangkan oleh petani di Tujuh Desa, pada Kecamatan Salem ini memberikan keuntungan karena nilai pendapatan atas biaya tunai dan biaya totalnya memiliki nilai positif. Selain itu nilai R/C rasio atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh lebih besar dari satu.

Pada Kecamatan Salem terdapat dua pola saluran pemasaran untuk padi, tetapi dari kedua saluran pemasaran tersebut yang paling banyak dipakai oleh petani adalah pola pemasaran II, yaitu sebesar 63,33 persen dari total petani. Namun apabila dilihat dari marjin dan efisiensi pemasarannya pola pemasaran I memiliki nilai yang lebih besar dari pola pemasaran II. Hal ini berarti bahwa pola pemasaran I paling efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran II.

Usahatani ini sebaiknya tetap dipertahankan oleh petani padi di Kecamatan Salem. Hal ini dikarenakan keuntungan petani masih bernilai positif. Namun pemerintah setempat harus mendukung keinginan petani dengan memberikan fasilitas yang mempermudah petani dalam membudidayakan usahatani padinya. Contohnya adalah pemberian kredit dengan bunga yang ringan. Sedangkan untuk pemasarannya, petani disarankan menggunakan pola pemasaran yang banyak digunakan oleh petani.

(4)

ANALISIS PENDAPATAN CABANG USAHATANI

DAN PEMASARAN PADI

(Kasus : Tujuh desa, Kecamatan Salem, Kabupaten

Brebes, Propinsi Jawa Tengah)

Oleh :

Riyanto

A. 074999018

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS PERTANIAN

DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama : Riyanto

NRP : A.074999018

Program Studi : Manajemen Agribisnis

Judul : Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Padi

(Kasus : Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah)

Dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Istitut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Ratna Winandi A, MS NIP. 130.687.506

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 131.284.865

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHW SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMUAH PADA PERGURUAN TINGGI / LEMBAGA MANAPUN

BOGOR, MARET 2005

Riyanto A.074999018

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Salem, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, pada tanggal 11 April 1978 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dan merupakan putera dari pasangan Bapak Kusyanto dan Ibu Tarsah. Penulis mulai memasuki Sekolah Lanj utan Tingkat Atas pada tahun 1993 di Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) H. Moenadi, Kabupaten Brebes dan lulus pada tahun 1996. Setelah lulus kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa pada program Diploma III Perbenihan dengan Program Studi Analis dan Pengawas Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Setelah lulus dari program Diploma III Perbenihan (1999) penulis langsung melanjutkan kuliah Strata-1 di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Saya panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : Analisis Pendapatan Cabang Usahatani dan Pemasaran Padi (Kasus : Tujuh Desa, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah).

Judul penelitian ini diambil karena terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani padi di Kecamatan Salem yang selalu mengalami kesulitan karena sering terjadinya kelangkaan pupuk dan mahalnya harga input. Diharapkan dengan adanya penelitian ini petani dapat memperoleh informasi yang objektif mengenai kondisi usahatani yang sedang dikembangkannya.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, MS, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran dan nasihat mulai dari persiapan penyusunan skripsi sampai dengan penyelesaian penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS, yang telah berkenan menjadi evaluator pada waktu seminar proposal (kolokium).

3. Saryani Jaya Kusumah, yang telah berkenan menjadi pembahas pada waktu seminar hasil.

4. Bapak Muhamad Firdaus, SP, MSi, yang telah berkenan menjadi dosen penguji utama pada waktu sidang skripsi.

5. Ibu Ir. Netty Tinaprilla, MMA, yang telah berkenan menjadi dosen penguji mewakili komisi pendidikan.

6. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Brebes, yang telah memberikan informasi berupa data-data yang mendukung penelitian.

7. Kepala Kecamatan Salem yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di daerahnya.

8. Kedua orang tua, yang telah banyak memberikan dukungan moriil dan materiil.

(10)

9. Teman-teman Ekstensi seperti, Solehan, Wiwit, Cecep dan masih banyak lagi yang telah memberikan dukungan moriilnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini selesai.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Usahatani ... 7

2.1.1. Pendapatan Usaha Tani ... 7

2.2. Pemasaran ... 10

2.2.1. Marjin Pemasaran ... 11

2.2.2. Efisiensi Pemasaran ... 13

2.2.3. Saluran Pemasaran ... 14

2.2.4. Fungsi- fungsi Pemasaran ... 14

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3 Metode Penarikan Contoh ... 24

4.4 Metode Analisis Data ... 24

4.4.1. Analisis Keragaan Usahatani ... 25

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 25

4.4.3. Analisis Pemasaran ... 26

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 28

5.1. Letak dan Luas Wilayah ... 28

5.2. Keadaan Alam ... 29

5.3. Penduduk dan Mata Pencaharian ... 29

5.4. Karakteristik Petani Responden ... 31

5.4.1. Umur Petani ... 31

5.4.2. Tingkat Pendidikan ... 32

5.4.3. Status Kepemilikan Lahan ... 33

5.4.4. Luas Lahan Garapan ... 34

(12)

VI. ANALISIS KERAGAAN CABANG USAHATANI PADI ... 36

6.1. Penggunaan Input ... 36

6.1.1. Benih ... 36

6.1.2. Pupuk ... 36

6.1.3. Pestisida ... 37

6.1.4. Penggunaan Tenaga Kerja ... 37

6.2. Output Usahatani ... 40

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

7.1 Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi ... 41

7.1.1. Analisis Penerimaan Cabang Usahatani ... 42

7.1.2. Analisis Biaya Cabang Usahatani ... 43

7.1.3. Analisis Pendapatan Cabang Usahatani ... 47

7.2 Analisis Pemasaran ... 49

7.2.1. Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran ... 49

7.2.2. Analisis Saluran Pemasaran ... 52

7.2.3. Marjin Pemasaran ... 53

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

8.1 Kesimpulan ... 59

8.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Jumlah Impor Beras Indonesia Tahun 1994 – 2002... 2 2. Produksi Padi per Pulau Besar di Indonesia serta per Propinsi di Pulau

Jawa, Tahun 1999 – 2002... 3 3. Realisasi Pengadaan Beras (Ton) Dalam Negeri di Propinsi Jawa Tengah

Tahun 1988 – 1999... 4 4. Ringkasan Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan

Padi Anorganik di Kecamatan Tempuran, Tahun 2001 ... 18 5. Metode Penghitungan Pendapatan Usahatani Padi ... 26 6. Luas Wilayah Kecamatan Salem Menurut Penggunaannya, Tahun 2001 ... 28 7. Komposisi Penduduk Kecamatan Salem Berdasarkan Usia, Tahun 2001 ... 29 8. Komposisi Penduduk Kecamatan Salem menurut Pekerjaan Tahun 2001 .. 30 9. Jumlah dan Persentase Petani Padi Responden menurut Golongan Umur

Di Kecamatan Salem, Tahun 2001... 31 10. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Kecamatan Salem Tahun 2001... 32

11. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Status

Kepemilikan Lahan di Kecamatan Salem, Tahun 2002 ... 33 12. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di

Kecamatan Salem, 2002 ... 34 13. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Status Usahatani

di Kecamatan Salem, 2002 ... 34 14. Rata-rata Penggunaan Input untuk Luasan Lahan 0,34 Ha pada Cabang

Usahatani Padi di Kecamatan Salem, Tahun 2002 ... 37 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) untuk Luasan Lahan 0,34 Ha

pada Cabang Usahatani Padi di Kecamatan Salem, Tahun 2002... 40 16. Rata-rata Biaya Usahatani Padi Kelompok I (Luas Lahan < 0,34 ha),

Kelompok II (Luas Lahan 0,34 ha) dan Kelo mpok III (Luas Lahan > 0,34 ha) untuk MT Mei – Agustus 2002 per Hektar di Kecamatan Salem ... 45

(14)

17. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Padi Kelompok I (Luas Lahan < 0,34 ha), Kelompok II (Luas Lahan 0,34 ha) dan Kelompok III (Luas Lahan > 0,34 ha) untuk MT Mei – Agustus

2002 per Hektar di Kecamatan Salem ... 48 18. Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran Padi di Kecamatan Salem

Tahun 2002... 51 19. Marjin Pemasaran Padi untuk Pola Saluran Pemasaran I dan II pada Tujuh

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Marjin Pemasaran... 12 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Petani Responden dan Tingkat Pendidikan ... 63 2. Penerimaan Usahatani Padi di Kecamatan Salem, MT Mei – Agustus

2002 ... 64 3. Rata-rata Biaya Tunai untuk Luas Lahan 0,34 ha pada Cabang Usahatani

Padi di Kecamatan Salem, MT Mei – Agustus, 2002 ... 65 4. Rata-rata Biaya Diperhitungkan untuk Luas Lahan 0,34 ha pada Cabang

Usahatani Padi di Kecamatan Salem, MT Mei – Agustus 2002 ... 66 5. Komponen Tenaga Kerja untuk Usahatani Padi di Kecamatan Salem,

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebelum tahun 1960-an kelangkaan pangan merupakan masalah yang sangat penting di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah mencanangkan program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan. Program tersebut dikenal dengan nama gerakan Bimas (Bimbingan Massal). Hasilnya adalah pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras.

Namun kemantapan swasembada beras tersebut ternyata tidak dapat bertahan lama, karena pada tahun 1990 Indonesia sudah mulai melakukan impor kembali. Hal ini disebabkan oleh produksi beras di Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, gejolak pasar dan gejolak politik. Menurut Solahuddin (1998) penyebab tidak mantapnya swasembada beras adalah dikarenakan besarnya jumlah penduduk (210,5 juta jiwa pada tahun 2000) yang berdampak kepada tingginya konsumsi beras.

Pada Tabel 1 diketahui bahwa dalam 9 tahun terakhir (1994 - 2002) impor tertinggi dicapai pada tahun 1998, yaitu sebesar 5.782.926 ton. Menurut Solahuddin (1998), besarnya impor beras yang terjadi dikarenakan adanya musim kemarau yang panjang pada tahun 1997 sehingga menyebabkan keterlambatan musim tanam selama 2-3 bula n. Selain itu penyebab besarnya impor beras adalah dikarenakan merebaknya serangan hama dan penyakit tanaman serta penurunan produktivitas usahatani akibat dari penyaluran distribusi sarana produksi yang tidak berjalan dengan baik.

(18)

Tabel 1. Jumlah Impor Beras Indonesia Tahun 1994 - 2002

No. Tahun Jumlah (ton)

1 1994 876.240,00 2 1995 3.014.204,00 3 1996 1.090.258,00 4 1997 405.947,00 5 1998 5.782.926,00 6 1999* 4.741.996,80 7 2000* 1.356.090,91 8 2001* 645.968,84 9 2002* 1.809.996,57

Sumber: Bulog 2000, dari Data Bulanan Impor Beras di Indonesia (diolah). * Departemen Pertanian, 2003 (Diolah)

Namun walaupun Indonesia ha rus impor beras cukup tinggi dari negara lain, tetapi data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Solahuddin (1998) menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan satu-satunya sektor ekonomi yang mampu bertahan dengan pertumbuhan positif, yaitu 0,26 persen. Sedangkan sektor-sektor lainnya sudah terpuruk diantara pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh negatif (-13 persen). Hal ini berarti bahwa sektor pertanian merupakan sektor andalan yang dapat dijadikan sebagai penghela ekonomi dalam mengatasi krisis ekonomi.

Bukti dari sektor pertanian adalah sektor andalan dapat dilihat dari menurunnya nilai impor beras pada tahun 1999 menjadi 4.741.996,80 ton. Hal ini terjadi karena adanya rangsangan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani agar bersedia membudidayakan kembali tanaman padinya. Adapun rangsangan tersebut adalah berupa dicukupinya ketersediaan pupuk dan diturunkannya harga input produksi, seperti pupuk dan pestisida.

Turunnya nilai impor beras tersebut tidak lepas dari peranan Pulau Jawa yang ikut menyumbangkan hasil produksinya. Hal ini diketahui dari besarnya jumlah padi yang disumbangkan dalam setiap tahunnya dengan rata-rata yaitu

(19)

sebesar 28.490.945,25 ton. Jumlah tersebut adalah jumlah paling besar yang dapat disumbangkan oleh Pulau Jawa dibandingkan dengan pulau-pulau lain yang rata-rata hanya mampu meyumbang sebesar 11.615.937 ton untuk Pulau Sumatera dan Bangka Belitung, 2.706.143,75 ton untuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara, 3.077.888 ton untuk Pulau Kalimantan, 5.177.596,75 ton untuk Pulau Sulawesi dan 110.669,25 ton untuk Pulau Maluku dan Irian Jaya. Perincian data dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Padi per Pulau Besar di Indonesia serta per Propinsi di Pulau Jawa, Tahun 1999 – 2002

No. Pulau (Propinsi) Produksi Padi (Ton)

1999 2000 2001 2002

1 Sumatera dan Bangka

Belitung 11.816.051 11.819.050 11.286.601 11.542.048 2 Jawa 27.923.270 29.120.197 28.312.396 28.607.918 DKI Jakarta 15.813 16.275 16.886 11.303 Jawa Barat 9.993.014 10.749.868 9.237.593 9.166.872 Jawa Tengah 8.345.854 8.475.412 8.289.927 8.503.523 D.I. Yogyakarta 612.393 654.289 661.802 653.577 Jawa Timur 8.956.196 9.224.353 8.672.791 8.803.878

3 Bali dan Nusa Tenggara 2.705.132 2.776.442 2.695.849 2.647.152

4 Kalimantan 3.066.552 3.000.140 3.074.492 3.170.368

5 Sulawesi 5.224.599 5.065.201 4.982.535 5.438.052

6 Maluku dan Irian Jaya 130.783 117.822 108.916 85.156

Total 50.866.387 51.898.852 50.460.782 51.489.694

Sumber : Departemen Pertanian, 2003 (Diolah)

Pada Tabel 2 diketahui bahwa penyumbang produksi terbesar untuk padi di Pulau Jawa adalah Propinsi Jawa Barat dengan rata-rata total produksi pertahun adalah 9.786.836,75 ton, Propinsi Jawa Timur dengan rata-rata total produksi pertahun 8.914.304,50 ton, Propinsi Jawa Tengah dengan rata-rata total produksi pertahun 8.403.679 ton, Propinsi DI Yogyakarta dengan rata-rata total produksi pertahun 645.515,25 ton dan Propinsi DKI Jakarta dengan rata-rata total produksi pertahun 15.069,25 ton.

(20)

Dari Tabel tersebut diketahui bahwa Propinsi Jawa Tengah menempati urutan ketiga sebagai daerah penyumbang produksi beras di Pulau Jawa. Dengan kondisi tersebut maka Propinsi Jawa Tengah termasuk ke dalam salah satu daerah yang memiliki peranan penting dalam memasok kebutuhan pangan nasional agar dapat mengurangi atau menghapus impor beras.

1.2. Perumusan Masalah

Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pengadaan beras nasional. Hal ini diketahui dari besarnya rata-rata produksi beras yang dihasilkan dari tahun 1988 - 1999, yaitu sebesar 1.593.923 ton. (Tabel 3).

Tabel 3. Realisasi Pengadaan Beras (Ton) Dalam Negeri di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1988 – 1999

No. Tahun Jumlah (Ton) Persen Perubahan

1. 1988 1.334.448 -2- 1989 2.577.265 93,13 3. 1990 1.270.457 (50,71) 4. 1991 1.430.339 11,18 5. 1992 2.564.913 44,23 6. 1993 1.963.175 (30,65) 7. 1994 938.346 (109,22) 8. 1995 922.980 (1,66) 9. 1996 1.446.539 36,19 10. 1997 1.971.223 26,62 11. 1998 251.786 (682,90) 12. 1999 2.455.607 89,75 Rata-rata 1.593.923

Sumber: Badan Urusan Logistik dalam Sekretariat Dirjen Tanaman Pangan, 2000

Besarnya rata-rata produksi yang dihasilkan oleh Propinsi Jawa Tengah tersebut tidak lepas dari kontribusi petani padi pada tujuh desa di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes yang selalu aktif membudidayakan tanaman padi. Oleh

(21)

karena itu perlu diciptakan keadaan yang dapat merangsang petani agar bersedia meningkatkan produktivitas pertanamannya. Hal ini dikarenakan keputusan petani dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, seperti lahan, tenaga kerja, maupun dana bagi kegiatan usahataninya ditentukan oleh respon petani terhadap perubahan harga input, seperti pupuk, benih dan pestisida.

Dari ketiga input yang sering digunakan oleh petani tersebut, pupuk merupakan input yang sangat berpengaruh kepada petani dalam mengambil keputusan usahataninya. Hal ini dikarenakan selain sering mengalami perubahan harga, pupuk pun sering mengalami kelangkaan di pasaran. Dampak dari sering langkanya pupuk di pasaran adalah tidak stabilnya harga pupuk. Akibatnya pendapatan petani dapat menjadi menurun. Penyebabnya adalah karena petani akan mengurangi penggunaan pupuknya sehingga dapat mengakibatkan produktivitas menjadi menurun. Selain itu yang dapat menyebabkan pendapatan petani menjadi menurun adalah kenaikan harga pupuk yang tidak diikuti peningkatan harga gabah kering panen (GKP) di pasaran. Hal ini terjadi karena petani selalu menjadi permainan para tengkulak di pasaran sehingga walaupun ada informasi harga dasar gabah naik di pasaran petani tetap memperoleh harga jual yang rendah.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai usahatani dan pemasaran karena terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani. Diharapkan dengan adanya penelitian ini petani dapat memperoleh informasi yang objektif mengenai kondisi usahatani yang sedang dikembangkannya.

(22)

Mengacu pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:

1. Apakah t'ingkat pendapatan yang diperoleh petani pada cabang usahatani padi cukup menguntungkan petani ?

2. Bagaimana saluran dan marjin pemasaran padi di desa sentra produksi padi di Kecamatan Salem ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pendapatan petani pada cabang usahatani padi di desa sentra produksi pada Kecamatan Salem.

2. Menganalisis saluran dan marjin pemasaran padi di desa sentra produksi di Kecamatan Salem.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha mencari alternatif pemecahan masalah produksi dan konsumsi padi melalui pendekatan teori usahatani (analisis pendapatan petani) dan pemasaran. Disamping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk bahan informasi bagi petani padi dan merupakan bahan pertimbangan bagi yang berminat menekuni usahatani padi.

(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usahatani

Usahatani menurut Soeharjo dan Patong (1973) adalah proses pengorganisasian faktor- faktor produksi yaitu, alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Menurut Riva'i yang dikutip dari Hernanto (1991) usahatani adalah sebagai organisasi alam, kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Orga nisasi itu ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang/sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat secara geologis, politik maupun tentorial sebagai pengelolanya.

2.1.1. Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani oleh karena itu uraian berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya.

1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor / hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani.

2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak

(24)

mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi.

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan alam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit. 7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani

disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor- faktor produksi.

8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan, dan penyusutan.

(25)

Biaya dalam cabang usahatani padi ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai disini merupakan pengeluaran dalam bentuk uang ya ng dikeluarkan oleh petani sendiri. Pengeluaran usahatani ini secara umum meliputi fixed cost atau biaya tetap dan variabel cost atau biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi. Biaya tetap terdiri dari pajak lahan, penyusutan alat, tenaga kerja keluarga dan sewa lahan. Sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya sarana produksi dan upah tenaga kerja.

Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan.

Ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil ialah penghasilan bersih usahatani. Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman jika petani tersebut meminjam modal dari pelepas uang. Apabila penghasilan bersih usahatani ditambah dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani, seperti upah, dalam bentuk uang atau benda, maka diperoleh penghasilan keluarga. Bila untuk keperluan perumusan kebijakan atau perencanaan diperlukan penilaian terhadap kemiskinan atau sebaran pendapatan, maka ini harus didasarkan kepada penghasilan keluarga.

(26)

Selanjutnya, imbalan kepada tenaga kerja keluarga dapat dhitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang.

Analisis efisiensi Revenue-Cost Ratio (R/C Ratio) atau imbangan Penerimaan dan biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Apabila diperoleh nilai lebih dari satu berarti usahatani yang dilakukan efisien, tetapi bila diperoleh nilai kurang dari satu berarti yang dilakukan belum efisien.

2.2. Pemasaran

Menurut Hammond dan Dahl (1977) pemasaran didefmisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari tentang (1) kekuatan permintaan dan penawaran, (2) menentukan atau memodifikasi harga, (3) pelayanan pemindahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan (4) lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran barang. Kohls dan Uhl (1985), mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai jembatan penghubung antara produsen dan konsumen pertanian. Sementara menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen.

Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan. Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya

(27)

dengan mempertukarkan produk dan nilai dengan produsen. Suatu produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen.

Adapun tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler (1997), pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan lewat pertukaran. Pertukaran adalah tindakan memperoleh obyek yang didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya. Agar terjadi suatu pertukaran, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu :

1. Paling sedikit harus ada dua pihak yang berpartisipasi dan masing- masing pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain.

2. Setiap pihak juga harus ingin berdagang dengan pihak lain dan masing-masing harus bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain.

3. Kedua belah pihak harus berkomunikasi dan menyerahkan barang.

2.2.1. Marjin Pemasaran

Menurut Hammond dan Dahl (1977), marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tiap-tiap lembaga pemasaran yang ada di sistem pemasaran. Marjin tataniaga juga dapat diartikan sebagai perbedaan harga ditingkat petani dengan ditingkat pengecer.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) secara sederhana marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang harus dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Namun dapat juga marjin tataniaga ini dinyatakan sebagai nilai dari

(28)

jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir.

Adanya perbedaan harga pada tingkat produsen dan konsumen disebabkan oleh adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga pemasaran. Dampak dari adanya perbedaan pada setiap kegiatan menyebabkan biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga yang didapat oleh masing- masing lembaga pemasaran menjadi berbeda. Agar lebih jelas gambaran mengenai marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaganya maka dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Marjin Pemasaran

Keterangan : P : Harga pasar

Pr : Harga ditingkat konsumen Pf : Harga ditingkat produsen Sr : Kurva penawaran konsumen Sf : Kurva penawaran produsen Dr : Kurva permintaan konsumen Df : Kurva permintaan produsen (Pr-Pf) : Marjin pemasaran (Pr - Pf) x Q (r,f) : Nilai marjin pemasaran

Q (r,f) : Jumlah permintaan atau penawaran ditingkat konsumen atau produsen

a : Harga keseimbangan ditingkat konsumen (Equilibrium) b : Harga keseimbangan ditingkat produsen (Equilibrium)

(29)

2.2.2. Efisiensi Pemasaran

Menurut Saefuddin (1983) terdapat dua konsep efisiensi pemasaran, yaitu (1) konsep input - output rasio dan (2) konsep analisis struktur, perilaku dan pelaksanaan pasar. Konsep input - output rasio menggambarkan efisiensi pemasaran sebagai maksimisasi input - output rasio. Input adalah berbagai sumberdaya dari tenaga kerja, modal dan manajemen yang digunakan oleh lembaga- lembaga pemasaran dalam proses pemasaran. Sedangkan output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh lembaga pemasaran.

Menurut Saefuddin (1983), efisiensi pemasaran dibedakan atas : efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional menekankan kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan untuk menggerakkan/memindahkan barang dari produsen ke konsumen atau meminimumkan biaya untuk melakukan fungsi- fungsi pemasaran. Efisiensi biaya menekankan kemampuan keterkaitan harga dalam mengalokasikan barang dari produsen ke konsumen, yang disebabkan perubahan tempat, bentuk dan waktu. Efisiensi operasional dapat didekati dengan biaya pemasaran dan marjin pemasaran. Efisiensi harga diukur melalui keterpaduan pasar yang terjadi akibat pergerakan komoditas dari satu pasar ke pasar lainnya.

(30)

2.2.3. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, dimana di dalamnya terlibat beberapa lembaga pemasaran yang menjalankan fungsi- fiingsi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987). Lembaga pemasaran adalah suatu organisasi yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran, dimana terdiri dari golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Setiap pelaku pemasaran akan memperoleh keuntungan yang berbeda dalam proses pemasaran.

Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan pola saluran pemasaran adalah :

1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen sasaran akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pemasaran.

2. Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan dan sifat teknis barang.

3. Pertimbangan intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan.

4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan.

2.2.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran

Kohls dan Uhl (1985) menyatakan lembaga pemasaran akan melakukan fungsi- fiingsi pemasaran secara umum seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas. Untuk memperlancar penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen maka diperlukan suatu fungsi pemasaran.

(31)

Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian yaitu suatu fungsi untuk menggambarkan pembelian persediaan produksi untuk diolah dan dijual kembali. Fungsi penjualan adalah suatu kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada permintaan pasar yang cukup baik pada tingkat harga tertentu.

Fungsi fisik adalah semua kegiatan atau tindakan yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu pada barang atau jasa. Fungsi fisik meliputi penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan.

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dengan konsumen. Fungsi fasilitas ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi merupakan suatu ukuran atau perientuan mutu suatu barang. Ukuran ini dapat berdasarkan warna, bentuk, tingkat kematangan dan kadar air. Grading adalah tindakan menggolongkan atau mengklasifikasikan barang menurut standar yang diinginkan.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Dahlia (1999) dalam penelitiannya di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa usahatani padi per hektar MT 1998 di Kabupaten Indramayu diperoleh nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 3,14 dan R/C rasio atas biaya total adalah 2,01. Sedangkan di Kabupaten Karawang R/C rasio atas biaya tunai adalah 3,09 dan R/C atas biaya

(32)

total adalah 1,65. Nilai R/C di Kabupaten Indramayu lebih tinggi karena harga gabah yang terjadi saat panen di Kabupaten Indramayu lebih tinggi dan biaya produksi lebih rendah daripada di Kabupaten Karawang. Dari nilai R/C rasio yang diperoleh menunjukan bahwa usahatani padi sawah di dua lokasi penelitian selama MT II 1998 telah mencapai tingkat yang layak.

Yanuar (1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa usahatani padi yang dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat memberikan nilai R/C rasio dari pendapatan atas biaya total sebesar 0,573. Hal ini berarti bahwa untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan hanya mampu memberikan total penerimaan sebesar Rp. 0,573,- kondisi ini belum menguntungkan atau tidak layak secara finansial karena kurang dari satu. Sedangkan nilai R/C rasio dari pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar 1,583 yang berarti unutk setiap rupiah biaya tunai yang dipakai untuk usahatani padi di lahan gambut akan memberikan Rp. 1.583,-sebagai penerimaan. Nilai R/C ini dapat digolongkan layak secara finansial karena nilainya lebih dari satu.

Ahmad, T. (1999) dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan usahatani padi dan faktor- faktor yang mempengaruhi marketed supply gabah di Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten menemukan bahwa uasahatani padi selama MT II tahun 1998 terlihat bahwa pada daerah non sentra padi (Kab. Magelang), pendapatan total usahatani padi terbesar terjadi di wilayah polikultur yaitu sebesar Rp. 2.923.844,- dengan nilai R/C rasio sebesar 2,12. Sedangkan di wilayah monokultur pendapatan total usahatani padinya sebesar Rp. 2.713.216,-dengan R/C rasio sebesar 2,09. Lain halnya pada daerah sentra padi (Kab. Klaten), pendapatan total usahatani padi terbesar terjadi di wilayah monokultur,

(33)

yaitu sebesar Rp. 3.267.384,- dengan R/C rasio 2,27, sedangkan di wilayah polikultur pendapatan total usahatani padinya sebesar Rp. 2.722.543,- dengan R/C rasio 2,07.

Menurut hasil penelitian Nainggolan (2001) tentang analisis usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa perbedaan antara usahatani padi organik dan anorganik terletak pada input (pupuk dan pestisida) yang digunakannya. Untuk usahatani padi organik input yang digunakan berasal dari alam seperti menggunakan pupuk kandang, kompos dan pestisida alami. Sedangkan untuk usahatani padi anorganik input yang digunakannya adalah urea, TSP, SP-36 dan KCL.

Adapun produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar pada usahatani padi organik yaitu 4851,59 Kg untuk pemilik dan 5034,09 Kg untuk penggarap. Sedangkan produktivitas padi yang dihasilkan secara anorganik adalah 4440,99 Kg untuk pemilik dan penggarap adalah 4752,58 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengunaan pestisida kimia tidak begitu mempengaruhi produksi padi. Apabila dilihat dari tingkat pendapatannya menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi organik lebih besar dari usahatani padi anorganik. Begitu pula apabila dilihat dari nilai R/C rasionya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

(34)

Tabel 4. Ringkasan Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik di Kecamatan Tempuran, Tahun 2001

Uraian

Jenis dan Status Petani

Petani Organik Petani Anorganik

Pemilik Penggarap Pemilik Penggarap

a. PenerimaanUsahatani (Rp)

b.Pendapatan Bersih (Rp)

c. Pendapatan Kotor (Rp

d.R/C atas Biaya Tunai

e. R/C atas Biaya Total

4.463.460,62 2.520.753,51 2.819.713,02 2,72 2,30 4.631.363,64 738.045,69 870.778,42 1,23 1,19 4.085.708,22 2.213.775,87 2.371.794,18 2,38 2,18 4.372.371,13 428.610,68 557.090,20 1,15 1.11 Sumber : Nainggolan, 2001

Mengenai hasil pemasarannya petani menjual hasil panennya ke tengkulak dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP). Transaksi antara petani dan tengkulak berlangsung di sawah. Harga jualnya pun tidak ada perbedaan dengan padi konvensional. Hal ini dikarenakan tidak adanya suatu tempat atau lembaga pemasaran khusus yang menampung hasil padi organik.

Rachmawaty (2003) dalam penelitiannya tentang usahatani dan pemasaran beras pandanwangi di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa dari beberapa pola saluran pemasaran yang terbentuk ternyata beras pandanwangi yang dijual meliputi 2 jenis kualitas, yaitu kepala dan super. Hal ini menyebabkan perbedaan biaya pemasaran yang terbentuk serta marjin pemasarannya didasarkan atas kualitas jenis beras.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pola saluran pemasaran yang terbentuk pada penelitian Rachmawaty adalah sebanyak 12 polam saluran pemasaran. Dari ke 12 pola saluran pemasaran tersebut, saluran pemasaran 9A yang terdiri dari petani - pedagang besar daerah - konsumen merupakan saluran pemasaran yang paling efisien bila dibandingkan dengan saluran lainnya. Namun apabila dilihat secara nominal saluran pemasaran 9B memiliki nilai marjin yang paling kecil, tetapi saluran tersebut tidak dapat disimpulkan sebagai saluran

(35)

pemasaran yang paling efisien. Hal ini disebabkan oleh beras yang dijual bukan murni pandan wangi melainkan campuran. Oleh sebab itu walaupun nilai marjinnya kecil, pedagang memiliki kemungkinan mendapatkan keuntungan yang besar dibandingkan yang menjual beras pandanwangi murni. Keuntungan yang didapat tersebut dapat menjadi lebih besar la gi jika beras campurannya lebih besar lagi. Tetapi pada prakteknya pencampuran tidak dapat diketahui secara pasti oleh pihak konsumen berapa besar persentasenya.

Persamaan hasil penelitian terdahulu dengan usahatani padi yang sedang dikembangkan adalah dari proses budidaya dan input yang digunakan. Proses budidaya yang dilakukan oleh petani padi di Kecamatan Salem, meliputi pengolahan lahan, penyemaian, pemupukan, penyiangan, pengendalian HPT dan panen. Sedangkan input yang digunakannya adalah pupuk (Urea, TSP, KC1) dan pestisida.

Namun yang membedakan hasil penelitian terdahulu dengan usahatani padi yang dilakukan oleh petani Kecamatan Salem adalah dari musim tanamnya. Musim tanam padi pada penelitian yang dilakukan adalah pada waktu musim tanam Mei - Agustus 2002.

(36)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

Seringnya terjadi kelangkaan pupuk di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes mengakibatkan petani setempat mengalami kesulitan untuk menentukan usahatani padi yang akan dikembangkan. Hal ini dikarenakan harga pupuk di pasaran menjadi tinggi. Dampaknya adalah penggunaan pupuk oleh petani menjadi berkurang sehingga menyebabkan produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani menjadi menurun. Akibat dari hal tersebut adalah pendapatan petani menjadi menurun.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang mendalam agar diperoleh informasi sejauhmana penurunan pendapatan petani tersebut akibat dari adanya kelangkaan pupuk di Kecamatan Salem. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani padi yang dikembangkan oleh petani padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes masih menguntungkan atau sudah merugikan.

Adapun operasional penelitiannya adalah dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Tingkat pendapatan yang dianalisis adalah terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Selain tingkat pendapatan, pada penelitian ini juga terdapat komponen lain yang dianalisis, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes.

(37)

Selain melakukan analisis dari sisi usahataninya, pada penelitian ini dilakukan pula analisis dari sisi pemasarannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bentuk dari pola pasar, lembaga pemasaran dan nilai marjin pemasarannya.

Adapun operasional penelitiannya adalah dengan cara mengikuti saluran pemasaran padi yang terdapat di Kecamatan Salem dari tingkat produsen (petard) sampai ke tingkat konsumen akhir. Dari setiap saluran tersebut kemudian dilakukan analisis fungsi pemasaran terhadap setiap pola dan lembaga pemasaran yang terlibat.

Berdasarkan analisis tersebut maka akan diketahui kegiatan yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat. Adapun fungsi pemasaran yang dianalisis adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Setelah diketahui fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat maka kemudian dihitung nilai biaya pemasaran yang dikeluarkan sehingga farmer sharers atau keuntungan yang diperoleh dari masing- masing lembaga pemasaran dapat diketahui. Dengan begitu nilai total marjin pemasaran dan efisiensi pemasarannya dapat diketahui. Untuk lebih ringkasnya gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(38)
(39)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tujuh desa di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah. Adapun nama-nama desa tersebut adalah Salem, Indrajaya, Bentar, Bentarsari, Pasir Panjang, Banjaran dan Ciputih. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa tujuh desa yang terdapat di Kecamatan Salem merupakan daerah sentra produksi padi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - September 2002.

4.2. Jenis da n Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani dan penyuluh pertanian. Data primer yang diambil pada analisis usahatani ini adalah data hasil penanaman pada Musim Tanam (MT) Mei - Agustus 2002.

Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, Kantor Pasar Salem dan Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Brebes. Data sekunder juga diperoleh dari berbagai sumber literatur yang mendukung, serta hasil- hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan.

(40)

4.3. Metode Penarikan Contoh

Metode penarikan contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pengambilan contoh dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Hal ini dilakukan karena tidak adanya data yang jelas mengenai jumlah petani padi yang terdapat di Kecamatan Salem.

Adapun jumlah contoh yang diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 30 orang petani padi. Adapun jumlah 30 orang petani tersebut diambil dari masing- masing perwakilan kelompok tani yang terdapat di Kecamatan Salem. Jumlah kelompok tani yang terdapat di 7 Desa tempat penelitian tersebut adalah 30 kelompok tani.

Besarnya jumlah contoh yang diambil ini didasarkan kepada pendapat Walpole (1995) yang menyatakan bahwa apabila jumlah dan ragam dari populasi yang akan diteliti tidak diketahui dengan jelas maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah sebanyak > 30 contoh. Adapun asumsi yang digunakan adalah contohnya tersebar secara normal. Untuk jaringan pasarnya, contoh diambil dengan cara mengikuti arus barang dalam proses penyaluran dari produsen sampai ke konsumen akhir. Jumlah contoh yang diambil untuk analisis pemasaran ini adalah satu lembaga pemasaran satu orang.

4.4. Metode Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat kegiatan produksi dan sistem pemasaran pada usahatani padi di lokasi

(41)

penelitian. Beberapa hal lain yang terkait dengan penelitian ini akan diuraikan secara deskriptif dan bila perlu dengan bantuan gambar untuk memperjelas uraian tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca.

4.4.1. Analisis Keragaan Usahatani Padi

Analisis data ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan menggambarkan keragaan usahatani padi yang dilakukan oleh petani padi di Kecamatan Salem. Adapun keragaan yang dapat digambarkan meliputi, proses budidaya, penggunaan input dan output usahatani.

4.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan yang didasarkan kepada biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam bentuk uang, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang didasarkan atas semua biaya yang dikeluarkan, baik tunai maupun tidak tunai. Adapun hal lain yang mendasari pembagian analisis ini adalah karena pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang benar-benar dikeluarkannya dalam bentuk uang tunai. Metode perhitungan pendapatan usahatani padi disajikan pada Tabel 5.

Sedangkan untuk menghitung efisiensi usahataninya, menurut Tjakrawiralaksana (1985) dapat diketahui dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya pada masing- masing usahatani, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:

(42)

R/C = ????? ??????? ? ? ?

????? ? ????

Tabel 5. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Padi

A. Penerimaan Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) B. Penerimaan yang diperhitungkan Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg)

C. Total Penerimaan A + B

D. Pengeluaran Tunai a. Biaya Sarana Produksi

-Pembelian Benih

-Pembelian Pupuk

-Pembelian Pestisida b. Upah Tenaga Kerja c. Sewa alat bajak d. Sewa Tanah e. Pajak

E. Pengeluaran Diperhitungkan a. Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga

b. Nilai Penyusutan Alat

c. Benih

d. SewaLahan

F.Total Pengeluaran D + E

G.Pendapatan atas Biaya Total C – F

H.Pendapatan atas Biaya Tunai C – D

I.Pendapatan Bersih H - Bunga pinjaman (jika ada pinjaman)

Sumber : Hernanto, 1991 4.4.3. Analisis Pemasaran

Analisis pemasaran dapat dilihat melalui analisis struktur pasar, analisis lembaga dan saluran pemasaran serta analisis keragaan pasar.

4.4.3.1. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya lembaga pemasaran yang melakukan fungsi- fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fasilitas, serta saluran pemasaran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen.

4.4.3.2. Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi teknik pemasaran padi. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran.

(43)

Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) secara matematik marjin pemasaran dirumuskan sebagai berikut:

Mi = Psi - Pbi Mi = Ci + Li

Dimana : Mi = marjin pemasaran pada tingkat ke- i Psi = harga jual pasar tingkat ke- i

Pbi = harga beli pasar timgkat ke- i Ci = biaya pemasaran pada tingkat ke- i

Li = keuntungan lembaga pemasaran pasar tingkat ke- i

Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut maka dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio Keuntungan = ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ????

(44)

V.

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Letak dan Luas Wilayah

Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah merupakan daerah dataran tinggi. Batas - batas wilayahnya adalah sebagai berikut, sebelah utara adalah Kecamatan Banjarharjo, sebelah selatan adalah Kecamatan Majenang, sebelah timur adalah Kecamatan Bantarkawung, Brebes dan sebelah barat adalah Kabupaten Kuningan.

Jarak kecamatan dari ibu kota propinsi adalah 288 km dan jarak kecamatan dari ibu kota kabupaten adalah 110 km. Waktu jarak tempuh yang dibutuhkan untuk ke ibukota kabupaten adalah ± selama satu jam.

Kecamatan Salem memiliki luas wilayah kurang lebih 24.994,58 Ha (Tabel 6) yang digunakan untuk sawah, pekarangan, tambak, hutan dan keperluan fasilitas umum. Luas Kecamatan Salem ini terbagi menjadi 21 desa dan daerah yang menjadi tempat penelitian adalah tujuh desa. Dipilihnya tujuh desa karena daerah ini merupakan sentra produksi padi.

Tabel 6. Luas Wilayah Kecamatan Salem menurut Penggunaannya, Tahun 2001

No. Penggunaan Luasan (Ha) Persen (%)

1 Sawah 15.880,00 63,53 2 Pekarangan 453,00 1,81 3 Tambak 14,90 0,05 4 Hutan 8.463,11 33,86 5 Fasilitas umum 183,57 0,76 Jumlah 24.994,58 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Salem, 2002

Secara umum keseluruhan sarana pengangkutan di Kecamatan Salem melalui lalu lintas darat. Alat transportasi yang biasa digunakan masyarakat

(45)

setempat adalah sepeda motor. Angkutan yang lainnya seperti mobil pick up maupun truk, biasanya digunakan untuk membawa hasil panen masyarakat setempat yang pada umumnya menanam padi.

5.2. Keadaan Alam

Kecamatan Salem mempunyai ketinggian sekitar 500 - 800 meter di atas permukaan laut dengan topografi berbukit-bukit. Suhu udara berkisar antara 21 sampai 32 derajat celcius dengan rata-rata curah hujan 3.635 mm per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 132 hari per tahun. Dengan kondisi iklim seperti itu, menunjukkan bahwa Kecamatan Salem memiliki kond isi alam yang sangat mendukung untuk mengembangkan tanaman padi sawah.

5.3. Penduduk dan Mata Pencaharian

Sampai bulan April 2002 jumlah penduduk Kecamatan Salem adalah sebanyak 53.164 jiwa. Komposisi penduduk adalah 26.636 jiwa laki- laki dan 26.528 jiwa perempuan. Untuk pembagian komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Penduduk Kecamatan Salem Berdasarkan Usia Tahun 2001

No. Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1. <7 11.500 21,60

2. 7 - 8 10.100 19,00

3. 19- 55 11.150 21,00

4. >55 20.414 38,40

Jumlah 53.164 100,00

Sumber : Monografi Kecamatan Salem, 2001

Berdasarkan Tabel tersebut diketahui ternyata jumlah penduduk yang berusia kerja (19-55 Tahun) hanya mencapai 21 persen dari total penduduk.

(46)

Sedangkan jumlah penduduk yang berusia diatas 55 tahun adalah sama dengan 38,40 persen dan jumlah penduduk yang berusia antara 7-18 tahun adalah sama dengan 19,00 persen. Sisanya sebesar 21,60 persen berusia kurang dari 7 tahun.

Tingginya persentase jumlah penduduk yang berusia lebih dari 55 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Salem termasuk ke dalam kategori tua. Sedangkan jumlah usia produktif (19 - 55) yang hanya 21,00 persen lebih banyak yang melakukan urbanisasi ke kota - kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini berdampak kepada sedikitnya jumlah tenaga kerja usahatani yang terdapat di Kecamatan Salem.

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani adalah sebanyak 20.850 jiwa atau sebesar 39,22 persen dari total penduduk. Komposisi penduduk menurut pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Penduduk Kecamatan Salem menurut Pekerjaan Tahun 2001

Uraian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Petani 20.850 39,22

Pengusaha 936 1,76

Pengrajin Industri Kecil 945 1,78

Buruh Tani 1.483 2,79

Buruh Industri 56 0,11

Buruh Bangunan 1.245 2,34

Pedagang 848 1,60

Pegawai Negeri Sipil 592 1,11

ABRI 21 0,04 Pensiunan (PNS/ABPJ) 216 0,41 Peternak 3.320 6,24 Pelajar 11.140 20,95 Lain- lain 11.512 21,65 Jumlah 53.164 100,00

(47)

5.4. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik umum petani yang akan diuraikan meliputi : umur petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, luas lahan garapan dan status usahatani. Adapun karakteristik yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut :

5.4.1. Umur Petani

Dari hasil wawancara pada 30 petani responden yang tersebar di tujuh desa diperoleh data yang menunjukan bahwa sebaran umur petani responden di Kecamatan Salem dimulai dari umur 28-70 tahun. Berdasarkan sebaran tersebut diketahui bahwa jumlah petani paling banyak terdapat pada golongan umur 31-35 tahun dan umur 46-50 tahun yaitu sebesar 16,7 persen seperti tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Petani Responden menurut Golongan Umur di Kecamatan Salem Tahun 2002

Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

25 - 30 2 6,67 31 - 35 5 16,67 36 - 40 3 10,00 41 - 45 4 13,33 46 - 50 5 16,67 51 - 55 3 10,00 56 - 60 4 13,33 61 - 65 2 6,67 66 - 70 2 6,67 Jumlah 30 100,00

Dari Tabel 9 juga terlihat bahwa usahatani padi dikembangkan oleh sebagian besar petani tanpa memandang usia. Artinya bahwa petani yang mengusahakan padi di kecamatan Salem mulai dari petani yang berusia antara 25 - 30 tahun sampai petani yang berusia 66 - 70 tahun. Biasanya usahatani padi, yang dikembangkan oleh petani merupakan usaha turun menurun karena sudah dari sejak kecil petani tersebut dikenalkan dengan teknik bertani.

(48)

5.4.2. Tingkat Pendidikan

Jika dilihat dari tingkat pendidikan sebagian besar petani padi yang dijadikan responden pernah mengikuti pendidikan formal. Tetapi tingkat pendidikan yang pernah diikuti petani padi di Kecamatan Salem cenderung masih rendah.

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan petani responden di Kecamatan Salem adalah tamat SD atau sederajat yaitu sebanyak 53,40 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani hanya mampu sekolah sampai tingkat pendidikan dasar. Biasanya petani yang memiliki tingkat pendidikan dasar akan mengalami kesulitan dalam transfer teknologi dikarenakan khawatir dengan resiko yang akan diterimanya jika memakai teknologi yang disarankan oleh penyuluh pertanian. Implikasinya adalah produktivitas yang dihasilkan tidak pernah mencapai optimal.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Salem Tahun 2002

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Tidak Tamat SD 6 20,00

Tamat SD / Sederajat 16 53,33

Tamat SLTP / Sederajat 1 3,33

Tamat SMU / Sederajat 3 10,00

Tamat Diploma 3 10,00

Tamat Sarjana 1 3,33

Jumlah 30 10,00

Untuk pendidikan non formalnya, mayoritas petani padi pernah mengikuti Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang pelaksanaannya dilakukan hanya dalam waktu singkat. Selain itu petani padi pun pernah mengikuti semacam pelatihan singkat tentang bagaimana cara pengendalian hama yang mudah, cepat dan biaya murah.

(49)

5.4.3. Status Kepemilikan Lahan

Berdasarkan status kepemilikan lahannya, maka pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa seluruh petani responden yang mengembangkan usahatani padi tidak ada yang menggarap lahan orang lain. Hal ini berarti bahwa seluruh petani yang mengembangkan usahatani padi memiliki lahan sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka petani memiliki kemudahan dalam memutuskan untuk melakukan penanaman tanpa harus mendiskusikannya terlebih dahulu dengan orang lain.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan di Kecamatan Salem 2002

Status Kepemilikan Lahan Usahatani Padi

Jumlah (Orang) Persentase (%)

Milik Sendiri 30,00 100,00

Sakap 0,00 0,00

Sewa 0,00 0,00

Jumlah 30,00 100,00

5.4.4. Luas Lahan Garapan

Apabila dilihat dari luas lahan yang digarapnya ternyata luas lahan petani cukup beragam, yaitu dari petani yang hanya memiliki lahan garapan seluas 500 m2 sampai dengan petani yang memiliki luas lahan garapan 1 ha. Pada Tabel 12 diketahui bahwa hampir sebagian besar petani padi (57 persen) memiliki luas lahan garapan berkisar antara 0,34 - 0,99 ha, sedangkan sisanya memiliki luas lahan garapan dengan kisaran < 0,34 ha dan > 1 ha. Adapun persentase jumlah petani yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,34 ha adalah sebesar 40 persen dan yang memiliki luas lahan 1 ha adalah sebesar 3 persen.

(50)

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Kecamatan Salem 2002

Luas Lahan Garapan (ha) Usahatani Padi

Jumlah (Orang) Persen (%)

> 1 1,00 3,00

0,34 - 0,99 12,00 40,00

<0,34 17,00 57,00

Jumlah 30,00 100,00

Tingginya persentase jumlah petani yang memiliki luas lahan kurang dari 0,34 ha menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi di Kecamatan Salem masih termasuk ke dalam golongan petani kecil yang orientasi dari usahataninya cenderung subsisten. Menurut Soekartawi (1987), petani yang memiliki luasan lahan sawah kurang dari 0,25 ha untuk di pulau Jawa maka petani tersebut termasuk ke dalam golongan petani kecil.

5.4.5. Status Usahatani

Berdasarkan status usahataninya, pada Tabel 13 diketahui bahwa sebagian besar petani padi mengusahakan usahatani sebagai usaha pokok. Persentase jumlah petani yang mengusahakan padi sebagai usahatani pokok adalah sama dengan 70 persen, sedangkan persentase jumlah petani yang mengusahakan usahatani padi sebagai sampingan ada sebanyak 30 persen.

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Status Usahatani di Kecamatan Salem 2002

Status Usahatani Usahatani Padi

Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pokok 21,00 70,00

Sampingan 9,00 30,00

Jumlah 30,00 100,00

Tingginya persentase jumlah petani yang mengusahakan padi sebagai usaha pokok karena sebagian besar petani tersebut tidak memiliki kegiatan lain

(51)

selain berusahatani atau walaupun memiliki usaha sampingan lain tetapi pendapatan usahataninya tersebut masih dibawah tingkat pendapatan usahatani padi. Sedangkan petani yang mengusahakan usahatani ini sebagai usaha sampingan adalah petani yang memiliki kegiatan lain sebagai guru, karyawan, pengusaha tepung dan pedagang.

(52)

VI.

ANALISIS KERAGAAN CABANG USAHATANI PADI

6.1. Penggunaan Input 6.1.1. Benih

Pada usahatani padi ini, benih yang digunakan oleh petani sebagian besar adalah varietas IR-64 dan Cisadane. Namun ada juga beberapa orang petani yang menggunakan benih dari pertanaman sebelumnya. Adapun alasan petani menggunakan varietas tersebut adalah karena varietas ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu umur panen dari varietas ini relatif pendek, yaitu 100 - 110 hari.

Benih yang dibutuhkan untuk usahatani padi adalah sebanyak 21,32 Kg/0,34 ha lebih besar dari yang dianjurkan oleh pemerintah, yaitu sebanyak 8,5 Kg/0,34 ha atau 25 Kg/ha. Hal ini terjadi karena petani dalam penanamannya tidak menggunakan jarak tanam seperti yang disarankan oleh penyuluh pertanian.

6.1.2. Pupuk

Pada usahatani ini, petani padi membudidayakan tanamannya dengan menggunakan pupuk kimia (Urea, TSP, KCl). Jumlah total pupuk yang digunakan oleh petani untuk per 0,34 hektarnya adalah sama dengan 164,49 Kg untuk total penggunaan pupuk Urea, TSP dan KCl. Apabila dibandingkan dengan dosis yang dianjurkan oleh pemerintah, yaitu 64 Kg Urea, 34 Kg TSP, dan 34 Kg KCl (total = 128 Kg) maka jumlah pupuk yang digunakan oleh petani tersebut masih lebih besar dari dosis yang dianjurkan oleh pemerintah.

Adapun harga pupuk ini per kilogramnya adalah sama dengan Rp. 1.400,00 untuk Urea Rp. 2.000,00 untuk TSP, dan Rp. 1.400,00 untuk KCl. Untuk

(53)

mendapatkan pupuk ini petani dapat memperolehnya di toko-toko pertanian yang terdapat di Kecamatan Salem.

6.1.3. Pestisida

Pada usahatani padi ini, untuk mengendalikan hama dan penyakitnya petani menggunakan pestisida. Adapun bentuk pestisida yang digunakan adalah pestisida semprot. Untuk mengantisipasi serangan hama dan penyakit tersebut biasanya petani menyemprotkan pestisida dengan jumlah 0,5 liter/0,34 ha. Perincian dari penggunaan input tersebut diringkas dalam Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Input untuk Luasan Lahan 0,34 Ha pada Cabang Usahatani Padi di Kecamatan Salem, Tahun 2002

Input Fisik Satuan Rp/Kg Nilai (Rp)

1. Benih 21,32 Kg 3.600,00 225.720,00 2. Pupuk - Urea - TSP - KCl 106,52 45,80 12,17 Kg Kg Kg 1.400,00 1.400,00 2.000,00 149.128,00 64.120,00 24.340,00 3. Pestisida - Pastak - Regent - Furadan - Buidog 1,50 1,00 0,50 0,50 Botol Botol Kg Botol 1.211,00 1.857,00 5.000,00 15.000,00 1.816,50 1.857,00 2.500,00 7.500,00

6.1.4. Penggunaan Tenaga Kerja A. Pengolahan Lahan

Proses pengolahan lahan yang dilakukan pada usahatani padi di Kecamatan Salem adalah dengan menggunakan alat bajak berupa traktor atau kerbau. Untuk menjalankan traktor atau kerbau tersebut petani menggunakan tenaga kerja manusia yang berasal dari luar keluarga. Setelah dibajak kemudian lahan tersebut digaru dengan menggunakan alat garu. Untuk melakukan kegiatan

(54)

ngegaru ini petani menggunakan tenaga kerja dari dalam dan luar keluarga. Upah yang diberikan adalah Rp 15.000,00/hari/tenaga kerja.

Pada kegiatan pengolahan ini, jumlah tenaga kerja luar keluarga yang digunakan (18,35 HOK/0,34 ha), lebih besar dari tenaga kerja dalam keluarga (0,68 HOK/0,34 ha). Adapun untuk proses perhitungan jam kerjanya petani menggunakan satuan HOK (Hari Orang Kerja) dengan jumlah jam kerja per harinya adalah sama dengan 6 jam. Jumlah jam kerja tersebut didasarkan atas kebiasaan petani yang selalu mulai bekerja dari pukul 07.00 - 13.00 WIB.

B. Penanaman

Tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan penanaman ini adalah wanita. Adapun alasan digunakannya wanita pada kegiatan ini adalah karena pekerjaan wanita tersebut lebih rapih dan hati- hati bila dibandingkan dengan pria. Upah yang dibayarkan untuk tenaga kerja wanita ini lebih murah dari tenaga pria (Rp 15.000,00/hari x 0,8 Hari Kerja Pria). Jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan penanaman ini adalah sebesar 7,64 HOK/0,34 ha yang bersumber dari tenaga kerja luar keluarga.

C. Penyiangan

Kegiatan penyiangan ini biasanya dilakukan dalam satu musim adalah sebanyak dua kali. Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman berusia 15-20 hari setelah tanam. Kegiatan yang dilakukan adalah pencabutan gulma dan tanaman lain yang mengganggu pertumbuhan tanaman padi. jumlah tenaga kerja yang digunakan dari dalam keluarga sebanyak 2,37 HOK/0,34 ha, sedangkan untuk tenaga kerja luar keluarga 4,74 HOK/0,34 ha.

(55)

D. Pemupukan

Pada kegiatan pemupukan ini, tenaga kerja yang digunakan bersumber dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga dengan upah Rp 15.000,00/hari. Pada kegiatan pemupukan ini, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani adalah sebesarl5,43 HOK/0,34 ha untuk tenaga kerja dalam keluarga dan 0,84 HOK/0,34 ha untuk tenaga kerja luar keluarga.

E. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pada kegiatan pengendalian hama dan penyakit ini jumlah tenaga kerja yang. digunakan dari dalam keluarga lebih besar (1,76 HOK/0,34 ha) dari tenaga kerja luar keluarga (0,46 HOK/0,34 ha). Hal ini dikarenakan kegiatannya tidak perlu menggunakan banyak tenaga kerja.

F. Panen

Pada kegiatan panen ini, petani sebagian besar menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Sistem pengupahannya ada yang menggunakan sistem bawon (sistem borongan) dan sistem pengupahan langsung. Adapun besarnya jumlah HOK yang digunakan dari luar keluarga sebesar 11,03 HOK/0,34 ha.

Sistem pengupahan yang dilakukan oleh petani adalah dengan cara bawon, yaitu sistem pengupahan yang dilakukan dengan menggunakan gabah sebagai alat pembayaran yang perbandingannya adalah 1:5. Artinya bahwa dari setiap 5 Kg gabah yang dihasilkan maka pemanen akan mendapatkan 1 Kg gabah. Namun sebagian besar petani lebih menyukai sistem pembayaran langsung dengan menggunakan uang karena menurut petani lebih praktis. Untuk kegiatan pemanenan ini petani menggunakan tenaga kerja pria dan wanita yang bersumber dari dalam dan luar keluarga.

(56)

Adapun perincian penggunaan HOK dari masing- masing kegiatan yang dilakukan oleh petani padi di Kecamatan Salem dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-rata Fenggunaan Tenaga Kerja (HOK) untuk Luasan Lahan 0,34 Ha pada Cabang Usahatani Padi di Kecamatan Salem, Tahun 2002

Kegiatan

Jumlah Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) Dalam Keluarga (HOK) Pengolahan Lahan 18,35 0,68 Penanaman 7,64 0,00 Penyiangan 4,74 2,37 Pemupukan 0,84 15,43 Pengendalian HPT 0,46 1,76 Panen 11,03 0,00 Jumlah 43,06 20,24 6.2. Output Usahatani

Berdasarkan dari hasil rata-rata panen yang diperoleh petani padi diketahui bahwa jumlah produksi yang dihasilkan adalah sama dengan 1.605,70 Kg/0,34 h

Gambar

Tabel 1. Jumlah Impor Beras Indonesia Tahun 1994 - 2002
Tabel 2.    Produksi Padi per Pulau Besar di Indonesia serta per Propinsi di  Pulau Jawa, Tahun 1999 – 2002
Tabel 3.      Realisasi Pengadaan Beras (Ton) Dalam Negeri di Propinsi Jawa  Tengah Tahun 1988 – 1999
Gambar 1. Marjin Pemasaran  Keterangan :     P  : Harga pasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rasa gangguan akan kebisingan yang timbulkan dari suara peralatan kegiatan pertambangan akan menghasilkan persepsi ketergangguan yang berbeda beda setiap individu,

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat sekitar hutan larangan adat Desa Rumbio terhadap sebaran

dipakai Metode Penelitian Hasil Penelitian Ali Sakti, 2009 Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia - Finc : Total Pinjaman yang diberikan oleh

Fungsi Layanan Konseling Individu dalam Menuntaskan Masalah Pribadi Peserta Didik di MAN Sibreh Aceh Besar adalah berfungsi untuk mengatasi masalah yang dihadapi

Dengan demikian, semakin tinggi nilai CAR semakin besar kemampuan modal yang dimiliki oleh bank untuk menanggung risiko dari setiap kredit yang berisiko dan mampu membiayai

Untuk mengenal-Nya (mengenali Zat Tuhan Yang Asma-Nya Allah, untuk mengenal-Nya (mengenali Zat Tuhan Yang Asma-Nya Allah, untuk dapat ma`rifat bi Dzatillah) maka haruslah

Penggunaan sistem informasi peraturan perundang- undangan harus memberikan nilai lebih bagi seorang perancang karena sarana tersebut dapat mempermudah dalam pencarian data

92 Kekuasaan MRP seperti yang dimuat di Undang-undang adalah: Memberikan pertimbangan dan persetujuan atas calon Gubernur dan wakil Gubernur yang diajukan oleh DPRP; Memberikan