• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD Negeri 1 Purwosari Kecamatan Patebon T2 942014019 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di SD Negeri 1 Purwosari Kecamatan Patebon T2 942014019 BAB II"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a.

Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School

Based Management (SBM) merupakan strategi untuk

mewujudkan sekolah yang efektif dan produktif (Mulyasa, 2009: 33).

Menurut Prabhakar (2011:108):

School Based Management (SBM) is one such experiment in the area of education sector. Many countries - developed as well as developing, have been benefitting from such management oriented reforms in education sector ensuring fast develop-ment.

Menurut The World Bank (2008:2):SBM is the decentralization of authority from the central government to the school level. School-based management can be viewed conceptually as a formal alteration of governance structures, as a form of decentralization that identifies the

individual school as the primary unit of

improvement and relies on the redistribution of decision-making authority as the primary means through which improvement might be stimulated and sustained.

Sedangkan menurut Brian (2005:2):

(2)

12

centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability.

Abdul Hafid (2011: 191) menyatakan, istilah manajemen berbasis sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui sejumlah input manajemen , untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Sumber daya terbagi menjadi sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan/material, dan uang); input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan-ketentuan. Berbasis berarti "berdasarkan pada" atau "berfokuskan pada". Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang bertugas memberikan "bekal kemampuan dasar" kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan yang bersifat legalistik (makro, meso, mikro) dan profesionalistik (kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk barang/jasa, dan prosedur-prosedur kerja).

(3)

13 melibatkan secara langsung semua warga sekolah atau madrasah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, Provinsi Kabupaten dan Kota (Depag, 2002: 2).

Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan luas pada tingkat sekolah (pelibatan , masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya atau sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Penglibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam pada itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan

prioritas, mengendalikan, dan

mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah (Mulyasa, 2009: 24).

(4)

14

menerapkan MBS, sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS rnerupakan wadah/kerangka, sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing kategori yaitu:

1. Input Pendidikan yang meliputi: (a) Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b) Sumberdaya tersedia dan siap, (c) Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) Memiliki harapan prestasi yang tinggi, (e) Fokus pada pelanggan (khususnya siswa), dan (f) input manajemen;

(5)

15 (transparansi) manajemen, (j) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (Psikologi dan fisik), (k) Sekolah melakukan Evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (1) Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, (m) Memiliki komunikasi yang baik, (n) Sekolah memiliki akuntabilitas, (o) Manajemen lingkungan hidup sekolah baik, (p) Sekolah memiliki kemampuan menjadi sustainabel;

3. Output yang diharapkan. Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik

(academic achievement) misalnya, UAS, lomba

(6)

16

kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.

Usman (2008, 574) menyebutkan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS yaitu K8, antara lain sebagai berikut:

(1) Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS, (2) Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS, (3) Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibat-kan semua pihak dalam mendidik anak, (4) Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit ter-penting bagi pendidikan yang efektif. (5) Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan, (6) Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadar-an untuk membantu dalam pembuatan keputsan program pendidikan dan kurikulum, (7) Kemandi-rian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana, dan (8) Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholder

sekolah.

Manajemen sekolah akan melihat bagaimana manajemen substansi-substansi pendidikan di suatu sekolah atau manajemen berbasis sekolah (School Based Management) agar dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, (Mulyasa, 2009: 39-40) antara lain:

(7)

17

b. Manajemen Tenaga Kependidikan; c. Manajemen Kesiswaan;

d. Manajemen Keuangan dan Pernbiayaan; e. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan; f. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.

Mulyasa (2009: 25) menyatakan bahwa MBS bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain, diperoleh melalui keleiuasaan mengelola sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan pembelajaran, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disinsentif. Sedangkan peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkon-sentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.

Menurut Eman Suparman dalarn Mulyono (2008: 245-246), terdapat beberapa manfaat MBS yang bisa diraih, yaitu:

a. Sekolah sebagai lembaga pendidikan lebih mengetahui

(8)

18

b. Dengan demikian, sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan

lembaganya;

c. Sekolah lebih mengetahui sumber daya yang dimilikinya dan input pendidikan yang akan dikembangkan serta

didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik;

d. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya

sehingga sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu

pendidikan yang telah direncanakan;

e. Sekolah dapat melakukan persaingan sehat dengan

sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah

setempat.

Dalam manajemen berbasis sekolah komponen pendidikan yang meliputi kepala sekolah, guru, dan komite sekolah masing-masing memiliki peranan yang harus dijalankan secara proporsional dan profesional sehingga program sekolah dapat berjalan sesuai yang direncanakan.

2.1.1 Kepala Sekolah

(9)

19 sebagai evaluator, motivator, superior, leader, innovator,

manager, dan administrator. Menurut Mulyasa

(2007:98) kepala sekolah berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).

Fungsi kepala sekolah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik)

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesional guru, menciptakan iklim sekolah yang konduksif, memberikan dorongan kepada tenaga pendidik untuk melaksanakan model pembelajaran yang menarik untuk anak didik;

b. Kepala sekolah sebagai Manajer

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga pendidik melalui kerjasama untuk menunjang program sekolah;

c. Kepala sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator berkait-an dengan pencatatan, penyusunan dan pen-dokumenan seluruh program sekolah. Kepala sekolah juga harus mampu mengelola kuri-kulum, administrasi siswa, mengelola sarana prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan untuk menunjang produktivitas sekolah;

d. Kepala sekolah sebagai Supervisor

Kepala sekolah harus mampu mensupervisi kegiatan pembelajaran sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah dapat rnencapai tujuan;

e, Kepala sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan pengarahan, pengawasan, pendelegasian tugas, pengambilan keputusan, kemampuan berkomunikasi dan membuka komunikasi dua arah; f. Kepala sekolah sebagai Innovator

Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan dengan lingkungan, mencari gagasan baru, menjadi teladan kepada seluruh tenaga pendidikan di sekolah;

(10)

20

Kepala sekolah sebagai motivator harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi bagi para tenaga pendidik dalam men-jalankan tugas dan fungsinya.

Anwar dan Amir dalam Mulyasa (2001: 30) mengungkapkan bahwa: Kepala sekolah sebagai pengelola mempunyai tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru. Mulyasa (2002: 126) mengungkapkan bahwa kepala sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.

(11)

21 2.1.2 Peran Guru

Guru sangat berperan dalam mengarahkan dan membimbing siswa dalam mewujudkan tujuan hidupnya. Sagala (2007: 99) berpendapat bahwasannya dalam proses pendidikan guru memiliki peranan sangat penting dan strategis dalarn proses membimbing peserta didik ke arah kedewasaan, kematangan dan kemandirian, sehingga guru sering dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya seorang guru tidak hanya mengua-sai bahan ajar dan memiliki kemampuan teknis edukatif, tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat. Peranan guru semakin bermakna strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi era globalisasi.

Natawidjaja (1994: 6-7) dalam Uzer (1995:9-13) berpendapat bahwa peran guru dalam membatu perkembangan peserta didik meliputi:

a. Peran guru dalam proses belajar mengajar.

1) Guru sebagai demonstrator, guru berperan sebagai demonstrator, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran yang akan diajarkan sehingga hasil belajar siswa akan terus meningkat;

2) Guru sebagai pengelola kelas, guru berperan dalam pengelolaan kelas dengan baik sehingga siswa dapat belajar dengan menyenangkan dengan memaksimalkan fasilitas yang ada di sekolah untuk kegiatan belajar;

(12)

22

trampil menggunakan pengetahuannya untuk berkomunikasi dengan orang lain sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang interaktif;

4} Guru sebagai evaluator, peran guru sebagai evaluator guru harus selalu mengetahui ketercapaian tujuan belajar dengan mengikuti hasil belajar siswa dengan memberikan penilaian dan tindak lanjut untuk tolak ukur perbaikan pembelajaran berikutnya.

b. Peran guru dalam administrasi

1) Pengambilan inisiatif,pengarahan dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan, guru senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah direncanakan pihak sekolah; 2) Wakil masyarakat, sebagai anggota dalam masyarakat guru

harus mencerminkan masyarakat yang baik;

3) Orang yang ahli dalam mata pelajaran,guru wajib menularkan ilmunya kepada anak didiknya;

4) Penegak disiplin, guru harus menjaga kedisiplinan;

5) Pelaksana administrasi pendidikan, guru harus melaksanakan administrasi sekolah dengan penuh tanggung jawab;

6) Pemimpin generasi muda, guru berperan dalam mempersiapkan generasi muda dalam mempersiapkan diri menjadi anggota masyarakat dewasa

7) Penerjemah kepada masyarakat, guru mampu menyampaikan kepada masyarakat tentang masalah-masalah pendidikan.

c. Peran guru sebagai pribadi

1) Petugas sosial, guru mampu berpartisipasi dalam kegiatan dimasyarakat

2) Pelajar dan Ilmuan, guru harus terus menerus mengembangkan pengetahuannya mengikuti perkembangan ilrnu pengetahuan;

3) Orang tua, guru sebagai pengganti orang tua di sekolah bagi anak didiknya;

4) Pencari teladan; guru menjadi contoh tauladan bagi peserta

didik karena sebagai panutan di sekolah.

5) Pencari keamanan, guru bisa memberi rasa aman bagi peserta didik, karena guru sebagai tempat berlindung bagi peserta didik.

d. Peran guru secara psikologis

(13)

23

2) Seniman dalam hubungan antar manusia, mampu membuat hubungan antar manusia untuk tujuan pendidikan;

3) Pembent.uk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan;

4) Catalytic agent, berpengaruh dalam pembaharuan dalam pembelajaran;

5)Petugas kesehatan mental, bertanggung-jawab terhadap pembinaan mental siswa-siswinya.

Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru apabila dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab maka akan meningkatkan kualitas guru, khususnya kualitas pendidikan.

2.1.3 Peran Komite sekolah

Komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non politis dan non profit, dibentuk berda-sarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan (Permadi dan Arifin, 2007:30).

(14)

24

berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pembentukan Komite Sekolah ditetapkan dalam Keprnendiknas Nomor 044/U/2002 dan merupakan amanat dari UU Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004. Sasaran yang dicapai dalam program pembinaan pendidikan dasar dan menengah di antaranya adalah terwujudnya manajemen pendidikan berbasis sekolah atau masya-rakat (school community based management) dengan mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah (Pendidikan) di setiap kabupaten/kota, dan pemberdayaan Komite Sekolah di setiap sekolah.

Pembentukan komite sekolah bertujuan: (a) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan program pendidikan di kabupaten/kota (untuk Dewan Pendidikan) dan di satuan pendidikan (untuk Komite Sekolah); (b) meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; (c) menciptakan suasana partisipatif, transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pen-didikan.

(15)

25 Sekolah. Partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan tertuang pada pasal 56 (1) yang menyebutkan: "masyarakat berperan dalam peningkat-an mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah".

Kinerja Komite Sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan Komite Sekolah dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab dan peran yang dilakukannya yakni sebagai badan pertimbangan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengawasan (controlling agency) dan mediator. Sebuah organisasi publik, maka Komite Sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan, oleh karena itu Komite Sekolah harus senantiasa tanggap dalam menghadapi seluruh persoalan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peran Komite Sekolah mutlak diperlukan seiring dengan tuntutan masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat sekolah. Menurut Uno (2008: 55) beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat dise-rahkan pada tingkat sekolah adalah:

(16)

26

2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administratif yang dimiliki; 3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler

yang akan diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah; 4. Pengadaan sarana prasarana pendidikan, termasuk buku

pelajaran dengan memperhatikan / standar dan ketentuan yang ada;

5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten;

6. Proses pengajaran dan pembelajaran.

Sejak bergulirnya demokrasi dan partisipasi, akuntabilitas pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah tetapi juga oleh masyarakat sebagai

stakeholder pendidikan termasuk Komite Sekolah.

Komite Sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para orang tua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh sekolah. Komite sekolah tidak perlu melakukan studi atau penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data pengaduan, laporan dari masyarakat yang ada untuk menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap pendidikan.

(17)

27 mempertanggungjawabkan kepada stakeholder pendidikan.

Komite Sekolah merupakan mitra dari pemerintah dan sekolah agar dapat melaksanakan peran secara konsisten. Komite Sekolah menjadi penyalur aspirasi masyarakat dan harus rnemiliki AD/ART, serta program kerja yang rasional. Komite Sekolah sebagai mediasi bagi masyarakat dalam arti bahwa sekolah adalah milik bersama masyarakat dan pemerintah. Tinggi rendahnya mutu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Suyatno dalam Pantjastuti (2008:15) menyebutkan bahwa kualitas pendidikan di masa yang akan datang bergantung pada komitmen daerah, termasuk komitmen dari orang tua dan masyarakat yang terga-bung dalam Komite Sekolah. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan keberhasilan bersama secara sinergis antara sekolah, orang tua dan masyarakat.

(18)

28

kepala sekolah, guru dan komite sekolah mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

2.2 Model Evaluasi Program CIPP

Evaluasi berasal dari kata bahasa Inggris

“evaluation” yang diserap dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilaian dengan membandingakan sesuatu hal dengan satuan tertentu sehingga besifat kuantitatif. Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggungjawabkan ( Suharsimi dan Jabar, 2008:1 )

(19)

29 keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Anderson ( dalam Suharsimi dan Jabar, 2008:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan atau tindakan menilai, menaksir sesuatu secara sistematik dan terencana untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil keputusan menuju sesuatu yang lebaih baik dari keadaan sebelumnya.

Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila “program” ini dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

(20)

30

kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Di dalam program terdapat beberapa aspek, yaitu : (1) tujuan kegiatan yang hendak dicapai; (2) kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan; (3) aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui; (4) perkiraan anggaran yang dibutuhkan; dan (5) strategi pelaksanaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang saling berkesinambungan dalam melaksanakan kebijakan dan memerlukan waktu yang relatif lama.

(21)

31 penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah dibakukan.

Evaluasi program menurut Mugiadi dalam Djudju Sudjana ( 2006:21 ) adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan, atau kegiatan proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambil keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatau kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah suatu kegiatan yang sistematis dan terstruktur dalam rangka mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan infotmasi sebagai masukan yang pada akhirnya digunakan untuk mengambil keputusan.

(22)

32

memberi masukan untuk memodifikasi program, (4) mendapat informasi tentang pendukung dan penghambat program, (5) sebagai upaya untuk melakukan tindakan perbaikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan evaluasi program adalah : (1) memberi masukan;(2) menilai hasil yang dicapai dari sebuah program; (3) membuat kebijakan dan keputusan;(4) memonitor pengeluaran dana;(5) memperbaiki kinerja dan materi dari keadaan sebelumnya.

Suharsimi dan Jabar (2008:22) menjelaskan manfaat evaluasi program adalah: (1) menghentikan program karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya;(2) merevisi program karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan;(3) melanjutkan program karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberi hasil yang bermanfaat;(4) menyebarluaskan program karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

(23)

33 dikumpulkan, dideskripsikan, kemudian digunakan untuk rnengambil keputusan dalam rangka memperbaiki, menghentikan, merevisi program, atau menyebarluaskan program.

Demikian juga dengan pendapat Hikmat, dkk (2005:17) yang memberikan batasan tentang pentingnya evaluasi program/kegiatan antara lain: memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan program/kegiatan, menunjukan dimana dan bagaimana perlu diadakan perubahan-perubahan, memperlihatkan bagaimana kekuatan atau potensi ditingkatkan, memberikan informasi untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan dan membantu untuk dapat melihat konteks dengan lebih luas serta implikasinya terhadap kinerja program/kegiatan.

Mustopadijaja (2002: 45) menegaskan bahwa evaluasi kebijakan dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Sedangkan tahapan yang harus dilakukan dalam kegiatan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan menurut Widodo (2007: 125) yaitu :

a.Mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan

kebijakan, program dan kegiatan

b. Penjabaran tujuan kegiatan, program, dan kegiatan

(24)

34

c. Pengukuran indikator pencapaian tujuan kebijakan

program

d. Berdasarkan indikator pencapaian tujuan

kebijakan program tadi, dicairkan datanya

dilapangan

e. Hasil data yang diperoleh dari lapangan kemudian

dilakukan pengolahan, dan komparasi dengan

kriteria pencapaian tujuan kebijakan, program dan

kegiatan yang dapat dicapai, jika tidak sesuai maka

implementasi kebijakan, program dan kegiatan

dapat dikatakan gagal. Berdasarkan tingkat

keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu

kebijakan, kemudian dapat disusun

saran/rekomendasi kebijakan berkaitan dengan

nasib atau masa depan kebijakan publik yang

sedang dievaluasi tadi.

Model evaluasi adalah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi, yang biasanya model evaluasi itu dinamakan sama dengan pembuatnya. Model-model evaluasi ini dianggap model standar. Oleh karena itu, dapat digunakan evaluator sesuai dengan tujuan evaluasinya.

(25)

35 (dalam Suharsimi dan Jabar, 2008:40) membedakan adanya empat hal yang digunakan untuk membedakan ragam model evaluasi yaitu (1) berorientasi pada tujuan program - goal oriented , (2) beroreintasi pada keputusan - decision oriented, (3) berorientasi pada kegiatan dan orangorang yang menanganinya -transactional oriented, (4) berorientasi pada pengaruh dan dampak program - research oriented.

(26)

36

Maksud dan tujuan Stufflebeam (Suharsimi dan Jabar 2008: 45) pada model evaluasi CIPP ini adalah bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi, dan tujuan evaluasinya adalah sebagai :

a. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;

b. Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaatprogram pendidikan atau obyek;

c. Membantu pengembangan kebijakan dan program.

Tabel 2.1 Model evaluasi CIPP

Aspek evaluasi Tipe keputusan Jenis pertanyaan

Context

Input evaluation Keputusan

(27)

37 Sumber : The CIPP approach to evaluation (Robinson, 2002)

Penjelasan masing-masing dimensi dapat dijabarkan lebih jelas lagi seperti di bawah ini.

a. Context Evaluation

Context Evaluation (evaluasi konteks) diartikan sebagai situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi yang dilakukan dalam suatu program yang bersangkutan. Penilaian dari dimensi konteks evaluasi ini seperti kebijakan atau unit kerja terkait, sasaran yang ingin dicapai unit kerja dalam waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja terkait dan sebagainya.Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan dari evaluasi konteks yang utama ialah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, sehingga dapat diberikan arahan perbaikan yang dibutuhkan.Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.

b. Input Evaluation

Input Evaluation pada dasarnya

(28)

38

untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Menurut Eko Putro Widyoko, 2009 evaluasi masukan (Input Evaluation) ini ialah untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apadiambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

Menurut Stufflebeam pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada "pemecahan masalah" yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan.

c. Process Evaluation

Process evaluation ini ialah merupakan model CIPP yang diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan, apakah program terlaksana sesuai dengan rencana atau tidak. Evaluasi proses juga digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahapimplementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagairekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi.

(29)

39 - Apakah pelaksanaan program sesuai

dengan jadwal.

- Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung ?

- Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?

- Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program?

d.Product Evaluation

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa evaluasi produk ialah untuk melayani daur ulang suatu keputusan dalam program. Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan proyek dalam mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang terlaksana, apakah program tersebut dilanjutkan, berakhir, ataukah ada keputusan lainnya. Keputusan ini juga dapat membantu untuk membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.

2.5 Penelitian Yang Relevan

(30)

40

ditunjukkan dengan masih banyaknya program kerja sekolah yang belum bisa terpenuhi

Penelitian yang dilakukan oleh Amirudin (2013) dengan judul "Implementasi MBS oleh kepala sekclah di SD Negeri 12 Delta Pawan Kabupaten Ketapang" dengan hasil: bahwa Implementansi MBS oleh kepala sekolah di SD Negeri Delta Pawan Kabupaten Ketapang telah berjalan cukup efektif dan sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai manajer, dan faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi hambatan implernentasi MBS.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa MBS dapat berjalan sesuai rencana apabila sesuai dengan kebijakan dan perencanaan sekolah, yang meliputi prosedur, kontribusi kepala sekolah sebagai manajer, faktor pendukung dan penghambat serta upaya kepala sekolah dalam mengatasi ham-batan implementasi MBS.

2.6 Kerangka Pikir

(31)

41 peran kepala sekolah dalam memimpin. Manajemen yang tidak tertata akan menimbulkan banyak masalah terhadap berlangsungnya proses pembelajaran di sekolah tersebut. Jika proses pembelajaran terhambat maka tujuan pendidikan dalam meningkatkan mutu sekolah tidak akan tercapai. Begitu pula peran kepala sekolah yang pasif dan kurang sosialisasi, maka kondisi kinerja sekolah tidak akan berjalan efektif. Sejauh ini, pengelolaan atau manajemen sekolah di sekolah dasar masih belum terarah dan mengalami berbagai permasalahan. Permasalahan tersebut ditimbulkan oleh banyak faktor baik internal dalam sekolah, maupun dari luar atau faktor ekternal. Mengetahui kesemrawutan tersebut, pemerintah turun tangan dengan mencanangkan program desentralisasi. Desentralisasi yang diprogramkan pemerintah tersebut dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

(32)

42

akan dicapai selama pelaksanaan manajemen berbasis sekolah.

(33)

43 warganya untuk “mempertanggung-gugatkan” (accountability) terhadap hasil kerjanya, mengajak warganya untuk komitmen terhadap “keunggulan

kualitas”, mengajak warganya untuk melakukan

perbaikan secara terus-menerus, melibatkan warganya secara total dalam penyelenggaraan sekolah, mendorong adanya teamwork yang kompak dan cerdas, dan shared value bagi setiap warganya.

(34)

44

fakta dukungan atau penolakan, serta memberikan sumbangan dalam pemahaman proses psikologis.

Komponen-komponen yang akan dievaluasi dalam penelitian ini meliputi konteks, masukan (input), proses, dan hasil dari penerapan manajemen berbasis sekolah di sekolah dasar. Lebih jelas kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Rekomendasi Kebijakan

Konteks Input Proses Produk

MBS

Program dilanjutkan

Program direvisi

Program dihentikan

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait

a. Ada Tim Editor yang terdiri atas satu atau lebih pakar dalam bidang ilmu yang sesuai. Diterbitkan dan diedarkan serendah-rendahnya secara nasional. Koran/majalah

Merancang mesin press sampah plastik sesuai dengan..

Ketika pada tahap stagnant perilaku earnings management yang dilakukan oleh manajemen sedang karena pengendalian internal yang lebih baik dibandingkan ketika perusahaan

Figure 23 shows the experimental and numerical results of ultimate strength reduction with increasing damage due to pitting corrosion for all pitted models of steels A and SM490A..

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menempuh Ujian Akhir. Program Studi Diploma III

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan ujian akhir pada Program Studi Diploma III Teknik Perkapalan Fakultas Teknik Universitas

= Awal Luas Awal Luas Total Luas.. MERENCANAKAN BENTUK BODY PLAN a. Merencanakan bentuk body plan adalah. Merencanakan atau membuat bentuk garis air lengkung

ruang tidur yang terletak diruang radio. 4) Ruang perwira harus mempunyai satu ruang tidur setiap orang. 5) Ruang bintara dan tamtama menempati satu ruang untuk dua..