• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI ORGANISASI GREENPEACE SEBAGAI

SUBJEK HUKUM LINGKUNGAN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 DALAM RANGKA

PENYELAMATAN HUTAN DI PROVINSI RIAU

ARTIKEL

Ditulis Kepada Fakultas Hukum

Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

ARIANTO SANTOSO

NPM: 0810012111217

Bagian Hukum Tata Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2014

(2)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PERSETUJUAN ARTIKEL

Nama : ARIANTO SANTOSO

Nomor Pokok Mahasiswa : 0810012111217 Program Kekhususan : Hukum Tata Negara

Judul Skripsi : Eksistensi Organisasi Greenpeace Sebagai

Subjek Hukum Lingkungan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Dalam Rangka Penyelamatan Hutan Di Provinsi Riau

Telah dikonsulatasi dan disetujui oleh pembimbing untuk upload wesite

1. Nurbeti, S.H., M.H. (Pembimbing I)

(3)

Eksistensi Organisasi Greenpeace Sebagai Subjek Hukum

Lingkungan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Dalam Rangka Penyelamatan Hutan Di Provinsi Riau

Arianto Santoso1) Nurbeti1 Suparman Khan2

1)

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta E-mail: yokel_adventure2@yahoo.com

ABSTRACT

Based on consideration of the government regarding the effect of environmental management on a lot of things, then formed the Law, the Law No. 32 Year 2009 on Environmental Protection and Management. Because there is still lack of effective implementation of the existing policy, the emerging environmental concern is to protect and assist the process of handling environmental damage, one of the Greenpeace organization. But as a non-profit organization, activities and their rights are also regulated in Law Number 17 Year 2013 on Community Organization. The problem posed is what activities, constraints and Greenpeace efforts in saving natural forests and peatlands in Riau. The study was conducted using the method of socio-juridical. From the research, it was concluded that the activity of the Greenpeace campaign, investigation, advocacy, monitoring, procurement facilities, and consultation. Constraints faced by Greenpeace that limited authority possessed by Greenpeace that has no sovereignty in the decisions and sanctions. Efforts made by Greenpeace is asking the government to establish a moratorium on forest (moratorium), and reinforce the existing rules.

KEYWORDS: Greenpeace, the environmental organization, production forests

Pendahuluan

Kerusakan hutan alam dan lahan gambut di Riau telah sering terjadi belakangan ini. Kerusakan ini diakibatkan oleh adanya penebangan pohon di kawasan hutan alam, dan pembukaan lahan gambut dengan cara membakarnya. Penebangan hutan ini dilakukan oleh beberapa perusahaan besar yang bergerak dalam bidang pertambangan, produksi kayu dan kertas, dan perkebunan kelapa sawit. Kerusakan hutan yang diakibatkan perusahaan penebang pohon ini telah

menimbulkan beberapa dampak yang buruk terhadap keseimbangan ekosistem hutan di Riau. Dampak buruk tersebut seperti polusi air, udara, berkurangnya populasi hewan seperti Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera yang merupakan hewan yang hampir punah. Selain itu, dampak buruk lainnya adalah adanya konflik sosial pada masyarakat adat asli yang mendiami hutan yang ada di Riau. Melihat semakin parahnya kerusakan yang terjadi pada hutan alam dan lahan gambut di Riau, membuat pemerintah berinisiatif untuk membuat peraturan

(4)

perundangan yang berisi tentang aturan pengelolaan hutan dan lingkungan yang baik. Undang-Undang yang pertama mengatur adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Dengan

perkembangannya, Undang-Undang tersebut di ganti menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa kebijakan lain di tahun-tahun berikutnya, yaitu moratorium hutan, yaitu penghentian sementara pemberian ijin pembukaan lahan baru untuk dijadikan hutan produksi kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Riau. Di tahun-tahun berikutnya pemerintah mengeluarkan sebuah laporan yang berisi mengenai data-data vegetasi maupun hewan yang terdapat dalam hutan di Riau dan mengenai kerusakan hutan yang terjadi tiap tahunnya. Semua regulasi tersebut masih sangat kurang dan dianggap lemah bagi beberapa pihak karena tidak direalisasikan dengan baik oleh pemerintah sehingga masih terjadi penebangan hutan oleh perusahaan. Melihat kurangnya efektifitas dari kebijakan yang ada, muncul beberapa pihak, yaitu NGO bidang lingkungan hidup yang ingin membantu proses penanganan kerusakan hutan alam dan lahan gambut di Riau. Salah satu organisasi lingkungan hidup itu adalah

Greenpeace. Greenpeace merasa perlu turun

tangan untuk mempengaruhi penanganan

kerusakan hutan alam dan lahan gambut di Riau karena melihat tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah untuk menangani permasalahan ini. Greenpeace sendiri adalah organisasi internasional yang bergerak dalam bidang lingkungan. Pada tahun 1971, suatu motivasi dan visi untuk menjadikan dunia menjadi hijau dan damai, berawal dari sekelompok aktivis yang berlayar dari Vancouver, Canada dengan kapal nelayan tua. Mereka adalah aktivis, pendiri dari

Greenpeace, percaya bahwa setiap orang

dapat melakukan perubahaan. Misi mereka untuk "menjadi saksi kerusakan" karena percobaan nuklir yang dilakukan AS di Amchitka, sebuah pulau kecil di lepas pantai Alaska. Amchitka adalah tempat perlindungan terakhir 3000 berang-berang dan rumah untuk elang kepala botak dan hewan liar lainnya. Walaupun mereka menggunakan kapal tua bernama Phyllis

Cormack, yang mengalami berbagai halangan sebelum sampai di Alaska, dalam perjalanan mereka menimbulkan banyak perhatian publik. Amerika Serikat masih terus mendonasikan untuk uji coba Nuklir itu, tapi suara dari suatu masalah harus didengar. Uji coba Nuklir berakhir pada tahun yang sama dan pulau tersebut dideklarasikan menjadi suaka untuk burung. Sekarang, Greenpeace adalah suatu organisasi internasional yang berkampanye untuk kampaye lingkungan secara global. Amsterdam, Belanda adalah kantor pusat

(5)

dari Greenpeace, telah mempunyai 2,8 juta pendukung di seluruh dunia, nasional dan kantor regional di 41 negara. Secara kelembagaan, Greenpeace memang bukan termasuk organisasi kemasyarakatan, tapi lebih kepada badan hukum sebuah perkumpulan. Hal ini dapat dilihat dengan terdaftarnya Greenpeace di Kementerian Hukum dan HAM sebagai suatu perkumpulan. Greenpeace dalam hal ini terdaftar di bagian perkumpulan, yang didaftarkan atas nama Istiaty Aisyah Soepono di Jakarta dengan nama Perkumpulan Greenpeace Sea Indonesia

Chapter, Nomor SKI AHU-128.AH.01.06

pada tanggal 4 Desember 2009. Saat ini, kerusakan hutan alam dan hutan lahan gambut di Riau terjadi sejak tahun 1997 ketika aktivitas illegal logging mulai terjadi di Propinsi Riau. Melihat kondisi hutan alam dan lahan gambut di Riau yang terus-menerus mengalami kerusakan, maka

Greenpeace kemudian melakukan

upaya-upaya untuk mendesak pemerintah agar segera menghasilkan kebijakan yang mendukung pelestarian hutan. Riau merupakan wadah dari lahan gambut tropis terbesar di Indonesia, yang berlokasi di Semenanjung Kampar pantai timur Riau dan meliputi area lebih dari 700 ribu hektar. Lapisan dalam lahan gambut di Semenanjung Kampar ini menyimpan jumlah karbon yang sangat besar setiap hektarnya, yakni sekitar dua milyar ton

persediaan karbon/tahun. Hal ini menjadikan ekosistem lahan gambut di Semenanjung Kampar sebagai kunci pertahanan menghadapi perubahan iklim global. Keberadaan Greenpeace di Riau bertujuan untuk menghentikan deforestasi yang terjadi pada hutan alam dan lahan gambut.

Metode Penelitian

Bahan atau materi penelitian

Penelitian ini menggunakan dua sumber yaitu:

a. Data primer

Data yang diperoleh melalui teknik wawancara tidak berstruktur, yaitu tidak melakukan wawancara berdasarkan sejumlah pertanyaan yang telah disusun dengan mendetail dengan alternatif jawaban yang telah dibuat sebelum melakukan wawancara, melainkan hanya mempunyai pertanyaan umum yang kemudian didetailkan dan dikembangkan ketika melakukan wawancara atau setelah melakukan wawancara untuk melakukan wawancara berikutnya (Afrizal. 2005. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Laboratorium Sosiologi FISIP Unand.)

b. Data Sekunder

Data tambahan atau data pendukung yang memiliki kekuatan mengikat ke dalam, yang diperoleh dari bahan-bahan berupa catatan, koran, dokumen, laporan yang berhubungan dengan aktifitas yang dilakukan Greenpeace.

(6)

Bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer yang mengikat antara lain:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

c) Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri. d) Undang-Undang Nomor. 41 Tahun

1999 tentang kehutanan.

e) Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

f) Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan

2. Bahan hukum sekunder Meliputi buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, hasil penelitian, karangan ilmiah dan lain-lain.

Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian menggunakan dua teknik pengambilan data, antara lain:

a. Studi dokumen, dalam mengumpulkan data digunakan studi dokumen yang bertujuan untuk mengumpulkan data utama untuk mengarahkan penulis dalam melakukan penelitian. Contoh: data kegiatan Greenpeace dalam

melakukan aksi penyelamatan lingkungan di Riau.

b. Wawancara, pengumpulan data dengan cara melakukan percakapan atau tatap muka langsung untuk memperoleh data dan keterangan baik secara lisan maupun tulisan kepada pihak

Greenpeace dan Masyarakat di Riau.

c. FGD (Focus Group Discussion), yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa orang untuk melakukan diskusi yang terfokus pada pembahasan tentang Organisasi Greenpeace.

Analisis Data

Setelah data diperoleh/dikumpulkan dari lapangan, maka analisis data dilaksanakan secara kualitatif yaitu mengelompok kan data menurut aspek-aspek yang diteliti/diambil suatu kesimpulan dengan/tanpa menggunakan angka statistik.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sebagai organisasi yang mempunyai visi dan misi dan tujuan tertentu sebagai alasan didirikannya, maka Greenpeace wajib melaksanakan apa yang telah mereka impikan, dan menjalankan visi misi tersebut, yaitu: Visi: untuk menjadikan dunia menjadi hijau dan damai. Misi: melindungi hak-hak lingkungan, mengekspose dan menghentikan kejahatan lingkungan, dan mengedepankan pembangunan bersih. Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu:

(7)

Ormas berhak:

a. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka. b. Memperoleh hak atas kekayaan

intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi.

d. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.

e. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi.

f. Melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

Dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang kewajiban sebuah organisasi:

Ormas Berkewajiban:

a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi.

b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat.

d. Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat.

e. Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel. f. Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan

negara.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka Greenpeace sebagai salah satu organisasi yang berbadan hukum, bisa aktif beraktifitas dengan tujuan dari organisasi tersebut, yaitu melindungi lingkungan yang ada di seluruh wilayah Indonesia dari kehancuran. Walaupun organisasi Greenpeace sudah ada sebelum penetapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tersebut, namun seperti yang tertera dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Undang-Undang Ketentuan Peralihan yang menyatakan: Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku:

a. Ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini

b. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan

Berbadan Hukum

(Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) yang berdiri sebelum

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan konsisten

(8)

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset bangsa, tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini

c. Surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya

d. Ormas yang didirikan oleh warga negara asing, warga negara asing bersama warga negara Indonesia, atau badan hukum asing yang telah beroperasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Secara struktur, Greenpeace

Indonesia tergabung di sebuah NRO (National Regional Offices) South East Asia (SEA), dimana terdapat tiga buah kantor perwakilan masing-masing di Indonesia, Thailand, dan Filipina. Dimana setiap NRO ini berhubungan langsung dengan

Greenpeace International. Setiap NRO

memiliki struktur yang hampir sama di seluruh dunia, pucuk kepemimpinan

Greenpeace di setiap NRO ada di Senior Management Team (SMT) yang terdiri dari executive director, campaign director, communication director, dan organizational support director. Campaign director fokus

mengerjakan kampanye-kampanye yang

sedang dilakukan oleh Greenpeace serta unit pendukung kampanye lainnya dan membawahi kampanye-kampanye di setiap kantor seperti Indonesa, Filipina, dan Thailand. Begitu pula organizational support yang fokus mengurusi administrasi

kantor serta keuangan dan membawahi

organizational support di setiap kantor

perwakilan Greenpeace, sedangkan

communication director fokus mengurusi

strategi komunikasi Greenpeace, yang mencangkup media, new media (media di dunia maya), serta public outreach. Dia pun membawahi communication unit di setiap kantor perwakilan Greenpeace di SEA. Sedangkan executive director sendiri merupakan kepala dari sebuah NRO itu sendiri. Sebagai salah satu organisasi lingkungan yang ada di Indonesia,

Greenpeace sangat gencar mengkampanyekan pemakaian energi terbarukan, seperti pemanfaatan tenaga matahari, tenaga angin, air, dan himbauan untuk menghentikan pemakaian sumber energi yang tidak ramah lingkungan kepada semua pihak, seperti penggunaan batubara dan minyak fosil yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan saat ini, dan menginformasikan sekaligus mengkampanyekan kepada semua pihak mengenai dampak dari pemakaian sumber energi yang tidak ramah lingkungan dan aktifitas-aktifitas yang perlahan-lahan telah menghancurkan lingkungan di sekitar kita.

(9)

Bukan hanya berkampanye saja,

Greenpeace juga menawarkan solusi yang

bijak kepada semua pihak dan kepedulian terhadap lingkungan serta merangkul masyarakat untuk mendukung aktifitas mereka melakukan aksi langsung, protes ke pihak-pihak yang ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengrusakan hutan dan lingkungan yang ada di seluruh Indonesia, baik itu dari perusahaan lokal, perusahaan asing, maupun instansi pemerintah yang memberikan ijin kepada perusahaan-perusahaan itu untuk melakukan pembukaan lahan dengan cara menebang hutan alam untuk diolah menjadi bubur kertas dan akhirnya dijadikan hutan produksi.

Beberapa peranan Greenpeace dalam hal penyelamatan hutan dan lahan gambut di Riau yaitu:

1. Dalam hal advokasi, yaitu yang terkait dengan rehabilitasi dan perlindungan terhadap hutan alam dan lahan gambut.

2. Dalam hal monitoring, yaitu pengawasan dan memonitoring langsung pada program pelestarian hutan alam dan lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah.

3. Dalam hal fasilitasi, yaitu pemberian solusi dan memfasilitasi program-program yang telah direncanakan.

4. Dalam hal konsultasi, yaitu menjadi pihak yang memfasilitasi terjalinnya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah.

Masing-masing peranan tersebut saling terhubung dan mendukung satu sama lain. Menurut kepala Greenpeace Riau yang akrab dipanggil bang Kecang, kerusakan hutan di Propinsi Riau setiap tahunnya semakin parah, hal ini diakibatkan dari aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan penghasil bubur kertas dan perkebunan kelapa sawit yang mendominasi di Riau. Perusahaan-perusahaan itu melakukan pembukaan lahan secara besar-besaran, tanpa adanya niat dan upaya untuk memelihara lingkungan secara baik, bahkan aktifitas mereka juga sudah sampai keluar dari batas wilayah hak pengelolaan hutan mereka yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan. Beberapa perusahaan besar yang melakukan aktifitas penebangan dan pembukaan lahan baru di Riau adalah APRIL, APP, SINAR MAS, RAPP.

Selain itu, Greenpeace sudah sering memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang melakukan pengrusakan hutan alam dan lahan gambut, serta melakukan himbauan kepada pihak perusahaan supaya menghentikan penghancuran hutan lebih lanjut yang tidak disertai tahap rehabilitasi hutan kembali dengan segera, karena pohon butuh waktu yang sangat lama untuk bisa tunbuh dan dipanen setelah ditanam, dan

(10)

butuh waktu yang sangat sebentar untuk menebang dan mengambil hasilnya, dan hal tersebut akan berdampak buruk pada perubahan iklim global yang saat ini sudah kita rasakan jika tidak segera dicari solusi yang baik dan ramah lingkungan.

Pelanggaran-pelanggaran atas penyalahgunaan hak dalam pengelolaan hutan, jelas telah merugikan pemerintah dan masyarakat yang ada disekitar daerah aktifitas perusahaan-perusahaan tersebut, bahkan tanah mereka juga ikut diambil oleh perusahaan tersebut yang ditebangi pohonnya dan dijadikan bagian dari lahan olahan perusahaan-perusahaan itu tanpa adanya ganti rugi yang layak dari pihak perusahaan, sehingga masyarakat yang menjadi korban kesewenang-wenangan pihak perusahaan, harus mengalami kerugian secara materi, bahkan harus meninggalkan tanah dan lahan tempat mereka biasa beraktifitas mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian sehari-hari.

Dari hasil survey pembukaan lahan yang dilakukan oleh pihak Greenpeace dan Jikalahari Riau (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), dapat dilihat bahwa semakin luasnya hutan alam yang dijadikan hutan produksi dari tahun ke tahun, dan semakin sedikitnya hutan alam yang tersisa sampai saat ini. Pembukaan lahan tersebut juga tidak luput dari aksi pembakaran lahan gambut dengan tujuan mempercepat proses

pembukaan lahan yang akan dijadikan hutan produksi. Proses deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat.

Dalam melakukan aktifitasnya mengkampanyekan penyelamatan hutan dan lingkungan, Greenpeace tidak selalu berjalan dengan lancar, Banyak tantangan dan kendala yang dihadapi oleh Greenpeace. Tetapi itu tidak menyurutkan semangat dari organisasi ini untuk melanjutan perjuangannya menjadikan lingkungan yang kembali bersih, hijau dan damai. Masih banyak yang harus dilakukan untuk melindungi hutan alam dan lahan gambut di Propinsi Riau. Susahnya untuk memberi pengertian kepada pihak perusahaan yang melakukan aktifitas penebangan, bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak sehat bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penghijauan kembali dan mengontrol cara operasional dengan tidak mengambil isi hutan secara membabi buta. Masih banyaknya aktifitas illegal loging dan pembukaan lahan dengan cara membakar, adalah salah satu kendala yang dihadapi oleh pihak Greenpeace dan pihak-pihak terkait lainnya dalam upaya melakukan perindungan terhadap hutan dan lingkungan. Padahal semua itu ada aturannya yang telah diatur dalam undang-undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh Greenpeace juga menjadi

(11)

kendala dalam membuat keputusan dan memberikan sanksi kepada para perusak ekosistem lahan gambut merupakan salah satu hambatan dalam upaya perlindungan hutan lahan gambut. Keterbatasan wewenang tersebut dikarenakan Greenpeace tidak memiliki kedaulatan untuk pengambilan keputusan di Indonesia.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak Greenpeace dalam kegiatannya dari beberapa hal, yaitu:

1. Pemerintah pusat:

a. Masih kurang tegasnya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat terhadap perlindungan hutan-hutan yang ada.

b. Tidak mempertimbangkan pemberian ijin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada perusahaan-perusahaan, dan meninjau kembali apakah perusahaan tersebut berkomitmen untuk merehabilitasi hutan itu kembali setelah diproduksi.

2. Pemerintah daerah:

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak maksimal, karena pihak perusahaan telah melakukan permainan orang dalam, atau memanfaatkan kekuasaan dari penguasa daerah ataupun pemerintah daerah dalam melindungi aktifitas mereka.

3. Pihak perusahaan:

a. Pihak perusahaan melakukan pembukaan lahan dengan menebang

semua hutan, dan membakar lahan gambut untuk selanjutnya dijadikan perkebunan kelapa sawit.

b. Mereka juga sering melakukan pembukaan lahan sampai melewati batas dari wilayah yang boleh mereka kelola.

4. Masyarakat:

a. Sulitnya mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan hutan yang tidak terkontrol, atau mengambil hasil hutan tanpa melakukan pengrusakan terhadap hutan itu sendiri.

b. Masih banyaknya warga yang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar lahan gambut untuk mempercepat dan memperkecil biaya proses pembukaan lahan baru mereka, padahal hal tersebut dapat berdampak buruk untuk lingkungan. c. Masih minimnya rasa peduli

masyarakat untuk terlibat dalam melindungi lingkungannya, sehingga banyak masyarakat yang melakukan pembakaran lahan.

Sekarang ini, dengan semakin meningkatnya kerusakan kerusakan hutan dan lingkungan akibat penebangan dan pembukaan lahan, telah menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu Greenpeace mulai memberikan perhatian yang lebih besar untuk melindungi lingkungan dan keragaman hayati yang ada

(12)

di planet ini. Upaya-upaya yang dilakukan

Greenpeace yaitu untuk mengurangi perubahan iklim saat ini menjadi masalah utama pemanasan global dengan cara mendesak pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan hutan untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan memakai prinsip nol deforestasi, yaitu tidak adanya pembukaan lahan baru untuk dijadikan hutan produksi, cukup dengan mengelola lahan yang sudah dibuka sebelumnya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Greenpeace dalam melindungi bumi ini dari kehancuran akibat perubahan iklim adalah dengan cara memberikan solusi yang ramah lingkungan kepada semua pihak-pihak yang sebelumnya ikut terlibat dalam aktifitas kerusakan-kerusakan yang terjadi di lingkungan.

Upaya-upaya yang dilakukan

Greenpeace sangat banyak, mulai dari

ajakan, memberikan solusi, melakukan konservasi, dan mendesak pihak-pihak dan pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan yang berpihak kepada lingkungan.

Greenpeace dan beberapa lembaga lainnya

pernah mendesak presiden untuk membuat kebijakan guna mencegah semakin luasnya pembukaan lahan menjadi HTI (Hutan Tanaman Industri), yaitu Instruksi Presiden nomor 10 tahun 2011 Tentang Penundaan Pemberian Izin Baru Dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer Dan Lahan Gambut. Dengan diberlakukannya Inpres tersebut, bisa mengurangi semakin

berkurangnya pembukaan hutan alam yang tersisa di propinsi Riau.

Dengan segala persoalan kehutanan yang terjadi saat ini di Riau, penataan kembali akan sangat sulit untuk direalisasikan apa bila segala aktivitas konversi atau eksploitasi hutan masih terus berlangsung. Untuk itu sangat diperlukan penghentian sementara (Moratorium) segala bentuk aktivitas yang berkaitan dengan merubah fungsi hutan yang masih tersisa di Riau. kenapa moratorium, akan di jelaskan di bawah ini:

1. Definisi Moratorium / Jeda Tebang

Moratorium atau Jeda Tebang adalah Penghentian sementara segala bentuk aktivitas yang berpotensi merusak hutan baik kualitas maupun kuantitas dikawasan hutan dan kawasan non hutan guna menjamin kelestarian ekosistem hutan dan keselamatan hidup manusia di Riau.

Kawasan hutan Yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah wilayah tertentu dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap, baik berfungsi sebagai hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi, sedangkan kawasan non hutan yang dimaksud adalah wilayah tertentu yang masih memiliki hutan alam diluar kawasan hutan dan pada arahan pengembangan kawasan perkebunan.

(13)

2. Maksud dan Tujuan Jeda Tebang

Memberlakukan kebijakan dan melakukan tindakan kehati-hatian dini guna menjamin kepastian hukum bagi terpenuhinya hak-hak rakyat terhadap keselamatan, produktifitas dan jasa alam secara berkelanjutan. Memberlakukan kebijakan dan melakukan tindakan pembenahan guna menjamin kepastian hukum bagi berlangsungnya kegiatan pembangunan yang tepat dan optimal di Provinsi Riau tanpa mengorbankan keselamatan dan produktifitas rakyat serta keberlanjutan jasa alam.

3. Ruang lingkup Jeda Tebang

a. Jeda tebang berlaku di seluruh wilayah administrasi propinsi Riau yang telah memiliki dan atau sedang dalam proses Ijin Prinsip, Ijin Lokasi, Hak Guna Usaha, Hak Pengusahaan Hutan, Hutan Tanaman Industri, Hutan Tanaman Rakyat dan Kuasa Penambangan serta wilayah yang berada dalam wilayah pengaruh/dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi pada kawasan yang dimaksud diatas.

b. Kegiatan yang harus dihentikan sementara selama jeda tebang hutan di wilayah Provinsi Riau meliputi tidak ada lagi pemberian dan rekomendasi ijin baru serta melakukan peninjauan kembali terhadap ijin-ijin yang ada pada kawasan-kawasan yang dimaksudkan.

c. jeda tebang hutan di wilayah Provinsi Riau berlaku hingga prinsip dan syarat dipenuhi melalui proses pemeriksaan yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan yang dibahas melalui proses konsultasi publik, dimana hasil-hasil proses tersebut diumumkan secara terbuka kepada khalayak luas.

4. Prinsip-prinsip

a. Tindakan dan kebijakan Pemerintah yang bersifat kehati-hatian dini (early

precaution policy action) bagi segala

bentuk ancaman terhadap beberapa hal, yaitu:

1) Kemampuan rakyat mendapatkan dan menjaga keselamatan diri dari bencana ekologis.

2) Kemampuan rakyat mendapatkan dan mempertahankan produktifitas guna memenuhi kualitas hidup terbaik sesuai dengan sosial-politik, budaya, ekonomi dan ekologis setempat.

3) Kemampuan rakyat mendapatkan dan mempertahankan keberlanjutan jasa alam dan lingkungan.

b. Tindakan dan kebijakan Pemerintah untuk mencegah berulangnya dan meluasnya kejadian bencana ekologis yang selama ini berlangsung secara berkala, yang meliputi:

1) Kebakaran lahan dan asap. 2) Banjir.

3) Kekeringan dan peningkatan suhu secara ekstrim.

(14)

4) Longsor.

5) Perembesan/intrusi air laut ke kawasan daratan.

6) Peracunan sumber-sumber air bersih akibat penurunan permukaan gambut. 7) Kelangkaan air bersih.

8) Pencemaran sungai. 9) Lahan pangan.

c. Tindakan dan kebijakan percepatan kepastian hukum yang menjadi landasan kegiatan pembangunan di Provinsi Riau, yang meliputi:

1) Pemenuhan jaminan hukum terhadap hak-hak rakyat dalam penguasaan dan kepemilikan atas tanah.

2) Penataan Ruang Wilayah Provinsi yang mempertimbangkan kerentanan daya dukung lingkungan.

3) Penanaman modal daerah yang mampu mendorong distribusi belanja daerah dengan proporsi belanja publik secara merata di seluruh Kabupaten dan Kota, serta perbaikan dan penguatan kemampuan produksi warga guna memenuhi kualitas hidup terbaik sesuai konteks sosial-politik, budaya, ekonomik dan ekologik setempat.

4) Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggung jawab secara hukum.

d. Pemberian izin harus dilakukaan secara transparan berdasarkan prinsip

penerimaan dengan informasi tanpa paksaan.

5. Keuntungan secara ekologis

a. Memberikan waktu guna melakukan penataan ulang terhadap pengelolaan hutan di Riau.

b. Mempertahankan dan melindungi kandungan karbon pada hutan alam terutama pada kawasan gambut dan mencegah proses oksidasi.

c. Melindungi sistem tata-air.

d. Melindungi keanekaragaman hayati yang terdapat di provinsi Riau.

e. Menurunkan emisi CO2 dari lahan gambut yang sudah mengalami alih fungsi.

f. Menyediakan faktor-faktor pendukung bagi kegiatan ekonomi yang mampu menjamin kelestarian ekosistim hutan. g. Memberikan jaminan keselamatan hidup

bagi masyarakat Riau.

Selain itu, Greenpeace juga melakukan kampanye lingkungannya melalui media masa. media massa memiliki pengaruh yang besar dalam pencapaian tuntutan Greenpeace kepada pemerintah maupun perusahaan di Riau. Greenpeace memiliki media massa sendiri, seperti facebook, twiter, dan situs resmi Greenpeace yang didalamnya terdapat informasi terbaru mengenai aktifitas penyelamatan lingkungan dan informasi tentang kerusakan hutan yang terjadi di Riau. Publikasi media massa dilakukan Greenpeace dengan

(15)

memanfaatkan teknologi internet. Teknologi sangat membantu Greenpeace dalam menyalurkan aspirasinya kepada pemerintah dan perusahaan. Greenpeace mencoba untuk membuat sebuah film pendek, video, dan foto-foto dokumentasi yang dipublikasikan ke situs resmi Greenpeace. Hal ini diharapkan akan membuat masyarakat semakin sadar lingkungan sehingga dapat mempengaruhi pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang melakukan penebangan pohon bisa untuk mengurangi deforestasi dan berkeinginan untuk merealisasikan perbaikan hutan alam dan lahan gambut yang sudah rusak. Semua strategi

Greenpeace ini dilakukan dengan tujuan

untuk menggalang dukungan dari masyarakat, mengingat Greenpeace

merupakan organisasi lingkungan yang tidak dapat menjalankan misinya tanpa dukungan dan campur tangan masyarakat. Peran media juga sangat membantu Greenpeace untuk melancarkan aksinya pada pemerintah dan perusahaan. Semua hal itu dilakukan agar terwujudnya ekosistem yang seimbang dan dunia yang lebih hijau dan damai seperti tujuan Greenpeace.

Simpulan

1. Aktifitas Greenpeace dalam penyelamatan hutan alam dan lahan gambut di Riau seperti:

a. Melakukan kampanye lingkungan. b. Melakukan investigasi kerusakan

hutan dan lingkungan di Riau.

c. Advokasi terkait dengan rehabilitasi dan perlindungan hutan

d. Monitoring langsung terhadap program-program pelestarian lahan gambut yang dilakukan masyarakat dan pemerintah.

e. Pengadaan fasilitas, yang ditujukan kepada masyarakat sipil, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang sudah ditunjuk.

f. Konsultasi juga digunakan oleh

Greenpeace dengan memfasilitasi

komunikasi antar pemerintah dan masyarakat.

2. Kendala-kendala yang dihadapi

Greenpeace dalam melakukan aksi kampanye penyelamatan hutan alam dan lahan gambut di Riau yaitu keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh

Greenpeace sebagai NGO (Non

Goverment Organitation) yang tidak

memiliki kedaulatan dalam pengambilan keputusan serta pemberian sanksi kepada para perusak ekosistem hutan alam dan lahan gambut. Selain itu, penulis juga melihat bahwa ketidakseriusan pemerintah dalam menangani kerusakan hutan alam dan lahan gambut juga menyebakan lambatnya restorasi hutan alam dan lahan gambut di Riau.

Upaya yang dilakukan oleh

Greenpeace aktifitasnya melindungi hutan

alam dan lahan gambut guna mengurangi kerusakan hutan yang diakibatkan oleh

(16)

perusahaan penghasil bubur kertas dan kelapa sawit telah cukup banyak memberikan hasil yang positif dalam rangka menurunkan angka kerusakan hutan alam dan lahan gambut di Riau. Keberhasilan

Greenpeace tersebut dapat dijadikan panutan

untuk program pelestarian lingkungan di daerah-daerah lain di Indonesia.

Saran

1. Dalam hal aktifitas kepedulian terhadap lingkungan, Greenpeace sebagai Organisasi lingkungan harus melakukaan semua aktifitasnya sesuai dengan aturan-aturan yang telah ada, dan melibatkan semua kalangan agar usaha yang dilakukan lebih cepat tercapai demi lingkungan yang lebih baik.

2. Untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi pihak Greenpeace dalam melakukan aktifitasnya, diperlukan kerjasama yang lebih luas terhadap pihak pemerintahan, maupun masyarakat dan berbagi informasi mengenai dampak akan kerusakan lingkungan.

3. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus selalu mengkaji ulang dalam pemberian HPH kepada perusahaan, dan melakukan monitoring, agar semua aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan maupun masyarakat dalam pengelolaan hutan dan lingkungan tidak sampai merusak lingkungan lebih parah lagi.

Daftar Pustaka

SejarahGreenpeace.http://www.greenpeace.

org/seasia/id/about/sejarah-Greenpeace.

Afan Gaffar. 2006. Politik Indonesia

Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka

Pelajar: Yogyakarta

Greenpeace. 2013. Menuju Nol Bagaimana

Greenpeace Menghentikan Deforestasi di Indonesia 2003-2013 dan Selanjutnya. Greenpeace: Jakarta

Siti Sundari Rangkuti. 2005. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga University Press. Surabaya.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Ucapan terima kasih

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

salah satunya adalah Bauran Pemasaran (Marketing Mix). Untuk bisnis dalam sektor industri manufaktur yang perlu dikaji adalah; lokasi usaha, kapasitas produksi, jenis

Dalam penelitian yang dilakukan Amiriel & Yuwono (2007) mengenai konflik kerja-keluarga dengan kepuasan kerja pada karyawati berperan jenis androgini, didapati bahwa

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR ANTARA GURU DAN MURID PAUD ANAK PRIMA PADA PROSES PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK (Studi deskripsi komunikasi interpersonal antara guru dan

Penelitian analisis program drama Jtoku pada televisi internet Layaria TV merupakan penelitian yang mengamati sebuah fenomena mengenai televisi internet, kemudian

Kendala yang dihadapi oleh Kompolnas dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsinya bahwa, Kendala-kedala yang dihadapi oleh Kompolnas khususnya yang berada di Padang adalah

Menurut fatwa DSN-MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah adalah penyelenggara jasa keuangan

Meskipun gugatan Pelawan ditolak oleh Hakim Pengadilan Jakarta Pusat, 19 namun hal tersebut menjadi ketertarikan sendiri bagi peneliti untuk mengkaji putusan

Diajukan kepada Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.. Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar