• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAH RAGA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAH RAGA TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK DAN OLAH RAGA

TERHADAP KAPASITAS VITAL PARU (STUDI PADA KARYAWAN

UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG TAHUN 2010)

Nurjanah, Suharyo*)

*) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Jl Nakula I No 5-11 Semarang

Email : nurjanah2000@yahoo.com

ABSTRACT

Background: One indicator of the health workforce is the lung function as an oxygen sup-plier organ for energy supply and metabolism. The presurvey show many employees smoke indoor, while campus must be a smoke free area. Therefore, this research will explain how the influence of smoking habits and exercise of pulmonary vital capacity of Udinus employ-ees.

Method: this is survey with cross sectional approach, conducted in May-July 2010 with measurement by spyrometre and interviews. The sample is Udinus employee, amount of 33 respondents. Data analysis using chi-square test.

Result: there is no correlation between smoking status with pulmonary vital capacity (p-value 0.188), because non-smoking employees exposed environmental tobacco smoke from the indoor smoker and there is no correlation between exercise habits with pulmonary vital capacity (p-value 0.465) because the sports habit is inadequate.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu indikator kondisi kesehatan tenaga kerja adalah fungsi paru sebagai or-gan pemasok oksigen yang digunakan dalam pembakaran untuk penyediaan energi dan metabolisme tubuh. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi, lamanya seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja. Faktor internal tersebut meliputi usia, kebiasaan merokok, kebiasaan berolahraga, dan asupan gizi. Fungsi paru dapat dipantau dengan pemeriksaan spirometer.

Hasil observasi awal menunjukkan masih dijumpai karyawan Udinus yang merokok baik di dalam gedung, warung makan, dan di sekitar kampus. Kebiasaan merokok merupakan salah satu penyebab kematian. Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit kanker paru, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan. World Health Organization (WHO), melaporkan bahwa rokok diperkirakan menyebabkan kematian 427.948 orang pertahun pada tahun 2001 atau sekitar 1.172 orang perhari. Separuh kematian akibat rokok berada pada usia produktif. Biaya akibat konsumsi tembakau tahun 2001 diperkirakan sebesar Rp 127,7 trilliun meliputi biaya langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli rokok, biaya pengobatan dan biaya tidak langsung akibat hilangnya produktifitas karena kematian, sakit dan kecacatan.

Melihat data hasil observasi awal terhadap perilaku merokok pada karyawan Udinus dan memandang kebutuhan SDM yang mempunyai kondisi kesehatan yang baik, maka penulis tertarik meneliti “pengaruh kebiasaan merokok dan berolahraga terhadap kapasitas vital paru pada karyawan Udinus”.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross-sectional study). Studi dimulai dengan menyeleksi populasi studi yang memenuhi kriteria inklusi, lalu dipilih secara acak sampai jumlah sampel terpenuhi. Kemudian dilakukan pengukuran status efek (kapasitas vital paru) dan pengukuran status faktor risiko dengan wawancara.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan laki-laki Udinus baik pada bagian administrasi maupun bagian edukatif (dosen) yang berjumlah 255, dengan sampel sejumlah 33 orang.

Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dengan responden untuk mengetahui kebiasaan merokok dan berolahraga dengan alat bantu kuesioner. Data kapasitas vital paru diketahui dari pemeriksaan fisik responden dengan alat spirometri.

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square karena data yang digunakan berskala nominal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Dian Nuswantoro merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di kota Semarang yang memiliki 5 fakultas yaitu Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Bahasa dan Sastra, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kesehatan, dan Fakultas Teknik serta program Pasca Sarjana.

Hampir tigaperempat dari karyawan laki-laki Udinus berumur tidak lebih dari 40 tahun. Hasil pengolahan data diketahui bahwa rata-rata umur responden 35,6 tahun, minimum 22 tahun dan tertua 50 tahun. Semua umur responden dengan rencana pengkategorian kapasitas vital paru menurut Mc. Ardle (1991). Pada karyawan dengan kelompok umur 20 – 40 tahun, rerata KVP nya hanya

(3)

mencapai 2722,9. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 Tahun reratanya mencapai 2588,9. Menurut MC. Ardle WD, 1991 Rerata KVP pada umur 20-40 tahun ini berada dalam kategori tidak normal sedangkan rerata KVP pada umur lebih dari 40 tahun justru masih berada pada kategori normal.

Fungsi paru berubah-ubah akibat sejumlah faktor. Angka itu dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ukuran paru, etnik, tinggi badan, kebiasaan merokok, toleransi latihan, kekeliruan pengamat, kekeliruan alat, variasi diurnal dan suhu lingkungan sekitar (Harington dan Gill, 2005:84). Kapasitas paru berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernapasan (Evelyn C. Pearce, 1999:221).

Hasil kapasitas paru yang berbeda pada kelompok umur 20-40 dengan kelompok umur >40 menunjukkan adanya perbedaan nilai.

Meskipun kelompok umur >40 tahun KVP-nya lebih rendah, tetapi masih dalam batas normal. Penelitian Sumardiyono, 2007 pada pekerja yang terpapar debu tembakau, ada hubungan kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru jenis obstruktif (r = 0,310, p = 0,013), ada hubungan masa kerja dan kebiasaan merokok dengan kapasitas fungsi paru jenis obstruktif (F = 4,309, p = 0,019), ada hubungan masa kerja dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (r = -0,451, p = 0,000), ada hubungan kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (r = -0,510, p = 0,000), serta ada hubungan masa kerja dan kebiasaan merokok dengan penurunan fungsi paru jenis restriktif (F = 11,520, p = 0,000).

Jumlah karyawan laki-laki yang merokok sedikit lebih besar dari yang tidak merokok. Ini menunjukkan bahwa karyawan laki-laki di Udinus sebagian besar berpotensi

Kelompok Umur (tahun) Frekuensi Persentase

20 – 40 > 40 24 9 72,7 27,3 Jumlah 33 100,0

Kategori Kapasitas Vital

Paru Frekuensi Persentase

Tidak normal Normal 21 12 63,6 36,4 Jumlah 33 100,0

Status Merokok Frekuensi Persentase

Merokok Tidak Merokok 17 16 51,5 48,5 Jumlah 33 100,0 Tabel 3. Distribusi Status Kebiasaan Merokok Karyawan Laki-Laki Udinus

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Tabel 1. Distribusi Umur Karyawan Laki-Laki Udinus

(4)

mengalami masalah kesehatan yang berkaitan dengan asap tembakau. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa Udinus, proporsi karyawan yang merokok lebih kecil dari proporsi mahasiswa yang merokok (lebih dari 75%). Proporsi ini juga lebih kecil dari angka prevalensi nasional yang menunjukkan angka 63,1%. (Barber, 2008)

Ditinjau dari cara menghisapnya, lebih dari duapertiganya (64,7%) menghisap asap rokok tersebut sampai dada. Seluruh responden menyukai rokok yang berjenis filter.

Karyawan perokok sudah merokok dalam waktu yang cukup lama yaitu rata-rata 12,5 tahun. Lamanya seseorang merokok akan berpengaruh terhadap adiksi nikotin.

Sebagian besar responden perokok (64,7%) termasuk dalam kategori perokok sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-14 batang per hari, dan 29,4% berada pada kategori perokok berat yang menghisap 15 batang rokok atau lebihper hari. H (Smet, 1994). Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap menunjukkan tingkat adiksi terhadap nikotin yang semakin kuat pula.

Menurut West, dalam Theory of Addic-tion, 2005, Rokok adalah salah satu produk yang potensial mengakibatkan perilaku adiktif karena di dalamnya terdapat nikotin. Dalam buku “Theory of Addiction” nicotine digolongkan ke dalam “high potential” selain heroin dan methadone. Potensi adiksi nikotin lebih besar dibandingkan amphetamines,

Kategori Perokok f % Ringan (1-4) batang/hari) 1 5,9 Sedang (5-14 batang/hari) 11 64,7 Berat (≥ 15 batang/hari) 5 29,4 Total 17 100,0 Kategori Kebiasaan

Berolahraga Frekuensi Persentase Kurang baik Baik 20 13 60,6 39,4 Jumlah 33 100,0

Kapasitas Vital Paru

Tidak Normal Normal

Status Merokok F % f % Merokok Tidak merokok 9 12 52,9 75,0 8 4 47,1 25,0

Tabel 7. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan Merokok

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Kategori Kebiasaan Berolahraga

(5)

ecstasy, cocaine, alcohol, marijuana, benzo-diazepines dan perilaku judi.

UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 dan PP No. 19 tahun 2003 serta Perwal Semarang No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa Tempat Proses Belajar Mengajar dan Tempat Kerja adalah kawasan tanpa rokok. Penegakan aturan tentang kawasan tanpa rokok ini perlu disosialisasikan kepada pihak manajemen dan diimplementasikan ke dalam aturan universitas tentang kawasan tanpa rokok. Implementasi aturan kawasan tanpa rokok ini terutama adalah larangan merokok di dalam gedung yang sudah pernah disosialisasikan namun belum ada penegakan aturan dengan sanksi yang tegas. Hal inilah yang menyebabkan perilaku merokok masih sulit dikendalikan.

Kategori kebiasaan berolahraga pada tabel 6. didasarkan pada nilai rerata jumlah jam untuk melakukan olahraga dalam sebulan. Data tentang kebiasaan berolahraga meliputi sta-tus olahraga, jenis olahraga, frekuensi dalam sebulan, dan jumlah jam yang dihabiskan untuk berolahraga dapat dijelaskan sebagai berikut. Masih terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang sama sekali tidak pernah melakukan olah raga

sebulan terakhir. Jenis olah raga yang paling banyak dilakukan oleh karyawan adalah bad-minton, tenis meja, dan futsal. Selain itu ada juga jalan sehat, lari, bersepeda, dan karate. Diantara karyawan yang berolahraga, rerata frekuensi olahraga per bulan sebanyak 10,5 kali dengan jumlah jam yang dihabiskan hanya 14,4 jam. Ada responden yang hanya sekali dalam sebulan berolahraga seperti renang, itupun hanya 1 jam. Namun demikian masih ada yang dalam sebulan melakukan olahraga 32 kali dengan menghabiskan waktu sebanyak 48 jam.

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p sebesar 0,188 yang berarti lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada hubungan antara sta-tus merokok dengan kapasitas vital paru. Oleh karena itu analisis besar asosiasi antar keduanya tidak perlu dilakukan.

Perilaku merokok tidak berhubungan dengan KVP karena ternyata pada karyawan-karyawan perokok lebih banyak yang berolahraga daripada karyawan yang tidak perokok, seperti yang terlihat pada tabel berikut :

Tabel 8 di bawah menunjukkan bahwa karyawan yang tidak merokok lebih banyak

Status Merokok

Merokok Tidak Merokok

Kategori Olah Raga

F % f %

Kurang Baik 8 40,0 12 60,0

Baik 9 69,2 4 30,8

Kapasitas Vital Paru

Tidak Normal Normal

Kebiasaan Berolahraga f % f % Kurang baik Baik 14 7 70,0 53,8 6 6 30,0 46,2

Tabel 10. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan Berolahraga

(6)

memiliki kebiasaan olah raga yang kurang baik (60,0%), dibanding yang kebiasaan olah raganya baik (40,0%), sedangkan karyawan yang tidak merokok lebih sedikit memiliki kebiasaan olah raga yang baik (30,8%) dibanding dengan yang kebiasaan olah raganya kurang baik (60,0%).

Para perokok berat ternyata memiliki kebiasaan olah raga yang lebih baik dibanding para perokok ringan maupun yang bukan perokok.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan paru berupa bronchitis dan emfisema. Pada kedua keadaan ini terjadi penurunan fungsi paru dibandingkan dengan yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu pecandu rokok sering menderita penyakit batuk kronis, kepala pusing, perut mual, sukar tidur dan lain-lain. Kalau gejala-gejala diatas tidak segera diatasi maka gejala yang lebih buruk lagi akan terjadi, seperti semakin sulit untuk bernapas, kecepatan pernapasan bertambah, kapasitas vital berkurang, dan lain-lain (Jos Usin. 1999:7).

Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan Joko Suyono (2001:218) yang menyatakan bahwa Inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja.

Kapasitas vital paru yang hampir sama antara perokok dan non perokok dimungkinkan karena para perokok melakukan perilaku merokok di dalam ruangan sehingga paparan asap rokok kepada karyawan non perokok justru menyebabkan gangguan yang lebih besar. Perilaku merokok karyawan Udinus yang banyak dilakukan di dalam ruangan,

sementara ruangan yang ada di Udinus adalah ruang ber-AC dan tertutup, maka paparan asap rokok lingkungan (Environmen-tal Tobacco Smoke) menjadi sangat berbahaya bagi orang-orang yang ada di dalam ruangan, termasuk yang tidak merokok. Environmental Tobacco Smoke (ETS) terdiri dari asap rokok utama/mainstream smoke (asap dari yang dihirup dan dikeluarkan oleh perokok aktif) dan asap sampingan/ sidestream smoke (asap rokok hasil pembakaran rokok). ETS mengandung zat berbahaya sama seperti yang dihisap perokok. Faktanya, asap sampingan terbentuk pada temperature lebih rendah ternyata mengandung bahan beracun dan penyebab kanker yang lebih banyak daripada asap utama. Terdapat fakta utama ETS berbahaya untuk kesehatan, setiap tahun di US 49.900 orang dewasa bukan perokok meninggal karena kanker paru atau penyakit jantung akibat menghirup asap rokok lingkungan. Bayi juga berisiko mengalami SIDS, perempuan hamil berisiko memiliki bayi berat lahir rendah dan kelahiran prematur serta keguguran bila terpapar asap rokok lingkungan.

Para peneliti menyimpulkan bahwa asap jenis Sidestream mengandung kadar tembakau dan gas berbahaya yang sangat tinggi lebih dari kadar Mainstream Smoke. Asap Sidestream memiliki kandungan gas karbon monoksida 5 kali lipat dari kandungan yang ada pada asap Mainstream. Sedangkan kandungan nikotin dan tar yang ada padanya melebihi kandungan yang ada pada asap Mainstream atau 3 kali lipat. Kandungan carcinogenics yang ada padanya mencapai 4 kali lipat dari asap Mainstream. Kandungan ammonia yang ada padanya mencapai 46 kali lipat dari asap Mainstream; dan juga kandungan lainnya yang lebih tinggi kadarnya dari asap Mainstream. (Husaini, 2006).

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p sebesar 0,465 yang berarti lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada hubungan antara

(7)

kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vi-tal paru. Oleh karena itu analisis besar asosiasi antar keduanya tidak perlu dilakukan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Syukri Sahab MS (1997:25) yang menyatakan bahwa seseorang yang aktif dalam latihan fisik akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi. Selain itu hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kapasitas vital paru dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan vol-ume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atletis lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Guyton dan Hall, 1997:605).

Faktor yang diduga menjadi penyebab kebiasaan olahraga tidak berhubungan dengan kapasitas vital paru adalah frekuensi olahraga responden yang kurang dari 3 kali dalam satu minggu.

KESIMPULAN

1. Cukup banyak karyawan yang memiliki kapasitas vital paru tidak normal, yaitu sebanyak 63,6%. Pada karyawan dengan kelompok umur 20 – 40 tahun, rerata KVP nya hanya mencapai 2722,9. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 40 Tahun reratanya mencapai 2588,9.

2. Jumlah karyawan laki-laki yang merokok sedikit lebih besar (51,5%) dari yang tidak merokok (48,5%). Ditinjau dari cara menghisapnya, lebih dari duapertiganya (64,7%) menghisap asap rokok tersebut sampai dada. Seluruh responden menyukai rokok yang berjenis filter. Sebagian besar responden perokok (64,7%) termasuk dalam kategori perokok sedang, yaitu menghisap rokok antara 5-14 batang per hari, dan 29,4% berada pada

kategori perokok berat yang menghisap 15 batang rokok atau lebih per hari.

3. Terdapat 30,3% karyawan laki-laki yang sama sekali tidak pernah melakukan olah raga sebulan terakhir. Diantara karyawan yang berolahraga, rerata frekuensi olahraga per bulan sebanyak 10,5 kali dengan jumlah jam yang dihabiskan hanya 14,4 jam.

4. Tidak ada hubungan antara status merokok dengan kapasitas vital paru. (p-value 0,188). Kemungkinan karyawan yang tidak merokok terpapar asap rokok orang lain karena dari hasil observasi banyak dijumpai karyawan yang merokok di dalam ruangan maupun di tempat dimana banyak orang yang tidak merokok. 5. Tidak ada hubungan antara kebiasaan berolahraga dengan kapasitas vital paru (p-value 0,465).

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. Global Youth Study Survey (GYTS). Jakarta. Indonesia. 2000. Unpublished report. Summary re-sults are available at www.cdc.factsheet Bacon, David.Impact of Smoking on Bussiness. Europe. http://www. m a i l m a t t e r s . n e t / 2 E u r o p e / S e p t 0 6 _ S m o k i n g _ C e s s a t i o n _ Programmes.htm#ImpactonBusiness. 2006. Diakses tanggal 14 Maret 2009 Barber, S, Adioetomo SM, Ahsan A,

Setyonaluri D. Tobacco Economic in Indonesia. MPOWER. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union). 2008

Bhisma Murti. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. UGM Press. Yogyakarta Evelyn C. Pearce. 1991. Anatomi Fisiologis

untuk Paramedis. PT. Gramedia Pusat Utama. Jakarta

(8)

Guyton A.E., John E. Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan.EGC . Jakarta

Halpern, Michael T, Richard Shikiar, Anne M Rentz and Zeba M Khan. 2001. Impact of smoking status on workplace ab-senteeism and productivity. http://

journals.bmj.com . Washington. USA

Herry K & Eram T.P, 2005. Panduan Praktikum Laboratorium Kesehatan Kerja. UPT UNNES Press. Semarang Husaini, 2006. Tobat Merokok, cetakan 1.

Pustaka Iman, Bandung

Jos Usin. 2000. Pernapasan Untuk Kesehatan. Elex Media komputindo. Jakarta

Junsul Hairy, 1989. Fisiologi Olahraga jilid I. Depdikbud Direktorat Jendral Perguruan Tinggi. Jakarta

Kosen, Soewarta. Analysis of Current Eco-nomic Impact of Smoking in Indone-sia: Government and Community Per-spective. Health Services Research and Development Center. National Institute of Health Research and Development. Ministry of Health. Jakarta. 1998

McGhee, SM, LM Ho, HM Lapsley, J Chau, WL Cheung, SY Ho, M Pow, T H Lam and A J Hedley. Cost of tobacco-related diseases, including passive smoking, in Hong Kong. Tobacco Control 2006;15:125-130; doi:10.1136/ tc.2005.013292 http://tobaccocontrol. bmj.com. diakses tanggal 14 Maret 2009 Smet, Bart. Psikologi Kesehatan. PT

Grasindo. Jakarta. 1994

Soekidjo Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Rineka Cipta. Jakarta

Sugeng Budiono, dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Tri Tunggal Fajar. Jakarta

Suparman, Warpadji. 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

Suyono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC

Syaifuddin B. A. C. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. EGC. Jakarta ______________. 2003. Anatomi Fisiologi

untuk Mahasiswa Keperawatan.EGC. Jakarta

Soekarman R.1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina Pelatih Dan Atlet. Depdikbud. Inti Sedayu Perss. Jakarta

Sudigdo Sastroasmoro, 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Sagung Seto, Jakarta

Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta . Jakarta Sugiyono. 2004. Statistika Untuk

Penelitian.Alfabeta, Bandung

Triswanto Sugeng, 2007. Stop Smoking, Progressif Books, Yogyakarta

Tabrani Rab. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates, Jakarta

World Health Organization. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, Terjemahan oleh dr. Joko Suyono.EGC. Jakarta

Gambar

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kategori Kapasitas Vital Paru RespondenTabel 1. Distribusi Umur Karyawan Laki-Laki Udinus
Tabel 7. Distribusi Kategori Kapasitas Vital Paru Responden Berdasarkan Status Kebiasaan Merokok
Tabel 8 di bawah menunjukkan bahwa karyawan yang tidak merokok lebih banyak

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis narasi berdasarkan teks wawancara adalah kemampuan seseorang yang berusaha menceritakan atau menggambarkan

Gambar 4.4 Perintah untuk menginstal cacti yang nantinya akan di gunakan untuk monitoring jaringan. Setelah instalasi selesai. Buka web browser dan masukkan ip yang telah

Sebelumnya dalam sistem reservasi tempat di Restoran Palace hanya dapat dilakukan secara manual yaitu pelanggan harus menelepon restoran ataupun datang langsung ke restoran untuk

Data yang diperoleh melalui lembar kegiatan atau lembar evaluasi yang merupakan hasil komunikasi guru dan anak setiap pertemuan pembelajaran dalam setiap siklus lalu

هيلع علط نم ناهذلأ اقفاومو ايندلاو نيدلا في.. ثحبلا ةيفلخ رقلا آ يذلا ينملسملل سدقلما باتكلا وه ن هلزنأ محمد بينلا لىإ الله صلى الله عليه وسلم ةطساوب

Dari uraian diatas maka peneliti dapat menarik kesimpulan yang juga merupakan jawaban dari tiga pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini, ketiga kesimpulan

a) Dengan dilakukannya konfigurasi, semua akses ke aplikasi-aplikasi yang berkaitan dengan pekerjaan dan kebutuhan internal pemerintah Provinsi Gorontalo tidak

Menanya - Guru mempersilahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati dan dari renungan yang telah dikaji - Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang