• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan dengan apa yang dikenal dengan istilah Pemilihan Umum (pemilu). Terlebih untuk sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, pemilu menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini dikarenakan pemilu merupakan sebuah prasyarat bagi negara yang berpaham demokrasi, dan demokrasi sendiri merupakan sebuah sistem yang menjunjung tinggi suara rakyat1. Demokrasi sebagai suatu ide telah dijadikan tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara. Mahfud M.D. mengemukakan:

2 (dua) alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara, yakni, pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. 2

Oleh karena itu, perlu pemahaman dan pengetahuan yang benar pada warga masyarakat tentang demokrasi.

Belakangan ini rakyat Indonesia sedang marak dipertontonkan gejolak- gejolak yang terjadi di internal kelembagaan negara, khususnya di lembaga legislatif Indonesia. Seperti yang diketahui, bahwa peranan partai politik dalam

1 Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hlm. 461.

2 Dede Rosyada, dkk, 2005, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Prenada Media, Jakarta, hlm. 110.

(2)

lembaga legislatif Indonesia sangatlah besar, jumlah anggota DPR sebagai representasi politik dan DPD sebagai representasi regional untuk periode 2014- 2019 adalah 692, dimana anggota DPR berjumlah 560 (81%) dan anggota DPD berjumlah 132 (19%). Angka tersebut memperlihatkan besarnya peranan partai politik dalam menjalankan fungsi dan tujuan negara. Jimly Asshiddiqie menambahkan bahwa partai politik memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang menyatakan bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi.3

Kebebasan berserikat dan berkumpul adalah salah satu produk demokrasi, yaitu termasuk hak untuk membentuk partai politik dan menjadi anggota partai politik. Hak tersebut diatur sesuai pada Pasal 28 dan 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat menjadi UUD Negara RI Tahun 1945), dimana hak tersebut merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 28 UUD Negara RI Tahun 1945 bahkan telah mengamanatkan kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menegaskan sebagaimana dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud- maksud damai.

(2) Setiap warga atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan

3 Jimly Asshiddiqie, 2011, Hukum Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 283.

(3)

tuntutan perlindungan, penegakan, dan kemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Implementasi dalam ketatanegaraan, khususnya kebebasan untuk mendirikan partai politik di Indonesia selalu mengalami dinamika sejalan dengan dinamika ketatanegaraan dan sistem politik yang berlaku. Abdul Mukhtie Fadjar mengutip argumen Arief Hidayat, bahwa semakin demokratis sistem politik, semakin longgar pendirian partai politik, dan sebaliknya, semakin otoriter sistem politik, semakin ketat pula pembentukan partai politik.4 Artinya bahwa terjadi pula pergeseran dalam tafsir prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul.

Setelah perubahan UUD Negara RI Tahun 1945, kedudukan dan peranan partai politik menjadi semakin strategis. Secara konstitusional, peranan partai politik terlihat jelas pada beberapa Pasal UUD Negara RI Tahun 1945 berikut:

Pasal 22E ayat (3): “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.”

Pasal 6A ayat (2): “Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”

Begitu juga Kepala Daerah yaitu calon pasangan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, serta pasangan Walikota dan wakil Walikota ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang, adalah sebagai berikut:

4 Abdul Mukthie Fadjar, 2013, Partai Politik dalam Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia, Setara Press, Malang, hlm. 2.

(4)

Pasal 1 angka 3: “Calon Gubernur dan calon wakil Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum.”

Pasal 1 angka 4: “Calon Bupati dan calon wakil Bupati, calon Walikota dan calon wakil Walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum.”

Hal tersebut di atas selain memperlihatkan bagaimana besarnya peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Undang-Undang organik yang mengatur lebih lanjut mengenai kepartaian haruslah diatur sedemikian rupa sehingga mencakup seluruh fungsi partai politik secara tegas, jelas, dan demokratis.

Selain besarnya peran partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, Pasal 22E ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 menegaskan bahwa Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DRPD, dan juga Presiden dan Wakil Presiden, dalam artian baik Presiden maupun anggota legislatif sama-sama dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Demikian baik Presiden maupun kelembagaan legislatif sama-sama merasa memiliki legitimasi yang sama kuatnya dalam menyelenggarakan pemerintahan, sehingga sering kali hubungan antara kedua lembaga tersebut memanas dan kurang bersinergi dengan baik.

Abdul Mukhtie Fadjar mengemukakan bahwa pada dasarnya fungsi partai politik secara umum dalam negara demokrasi modern mencakup:

1. Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu di satu pihak merumuskan kepentingan (interest articulation) dan menggabungkan atau menyalurkan kepentingan (interest aggregation) masyarakat untuk disampaikan dan diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di pihak lain juga berfungsi menjelaskan dan menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat;

(5)

2. Sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai dari masyarakat di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup proses di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup proses di mana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya;

3. Sebagai sarana rekrutmen politik (instrument of political recruitment), yakni proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Rekrutmen politik akan menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, dan sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi para calon pimpinan partai atau pemimpin bangsa;

4. Sebagai sarana pengatur konflik, yakni bahwa dalam negara demokratis yang masyarakatnya terbuka dan plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah wajar, akan tetapi sering menimbulkan konflik sosial yang sangat luas. Oleh karena itu, konflik harus bisa dikendalikan atau dijinakkan agar tidak berlarut-larut menggoyahkan dan membahayakan eksistensi bangsa. Dalam hal ini, partai politik dapat berperan menekan konflik seminimal mungkin. 5

Adapun fungsi partai politik menurut Pasal 11 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik adalah sebagai berikut:

(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana:

a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;

c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan

e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Disamping besarnya peranan yang dimiliki oleh partai politik, partai politik juga kerap mendapatkan keuntungan dengan kebijakan Presiden yang membagi-bagi kursi menteri kepada anggota partai, karena memang belum ada larangan bagi anggota partai untuk menjabat jabatan menteri. Pertimbangan untuk

5 Ibid., hlm. 18.

(6)

melibatkan hampir semua partai politik dalam kabinet telah menyebabkan sistem pemerintahan presidensial Indonesia cenderung tampil dengan model pemerintahan parlementer. Kendati pun Indonesia dengan sistem pemerintahan presidensialnya memberikan hak prerogatif kepada presiden untuk menyusun kabinet, namun kuatnya intervensi partai politik dalam suatu pemerintahan multi- partai yang dianut di Indonesia telah mereduksi hak prerogatif presiden dalam menyusun kabinet, sehingga kabinet professional sulit dilakukan karena kabinet koalisi sulit dihindari.

Masalah selanjutnya adalah terbukanya peluang dualisme loyalitas (split loyalty) menteri dari unsur partai politik, dimana pengangkatan menteri cenderung

atas pertimbangan presiden terhadap rekomendasi partai politik daripada atas dasar kompetensi dan profesionalisme. Hal ini juga menyiratkan bahwa jabatan menteri cenderung merupakan sekedar ‘hadiah’ dari presiden kepada partai politik yang berkoalisi dalam pemenangan pemilihan presiden.

Pada kenyataannya, dominasi kepentingan partai politik di dalam tubuh parlemen yang jumlahnya tak terkendali telah mengakibatkan tarik ulur kepentingan antara presiden dan DPR, yang terkadang menjadikan kepentingan rakyat menjadi kepentingan residu atau kepentingan sisa yang diakomodir setelah kepentingan partai politik terpenuhi, sehingga sangatlah penting untuk memperhatikan kembali rambu-rambu konstitusional bagi partai politik, dimana Mahkamah Konstitusi (MK) diberikan kewenangan melalui Pasal 24C ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 untuk memutus pembubaran partai politik dan selanjutnya mekanisme pembubaran partai politik oleh MK diatur pada Pasal 68

(7)

UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa Pemerintah selaku pemohon wajib menguraikan tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang dianggap bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.

Sejalan dengan hak berserikat dan berkumpul sebagaimana amanat Konstitusi, alasan pembubaran partai politik di luar ketentuan Pasal 68 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai pelanggaran hak berserikat dan berkumpul. Terlebih pengaturan pada Pasal 68 tersebut menyatakan bahwa pemohon adalah pemerintah, sehingga sangat sulit bilamana pemerintah ingin menggunakan mekanisme pembubaran partai politik tersebut dikarenakan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan merupakan usulan partai politik itu sendiri.

Di Indonesia, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi merupakan akibat dari dianutnya sistem pemerintahan Presidensial, yang dimana Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sekaligus hanya dapat menyelenggarakan pemerintahan yang efektif apabila dukungan Parlemen kepada Presiden kuat. Misalnya ketika terbentuk koalisi partai politik untuk memenangkan Presiden dalam pemilihan umum, koalisi tersebut cenderung bersifat tidak mengikat, dan tidak permanen. Hal ini dikarenakan besarnya jumlah partai di Parlemen yang berpotensi menghambat efektivitas sistem pemerintahan presidensial, seperti yang terjadi pada pemerintahan Presiden Jokowi, dimana Partai Golkar misalnya dan beberapa partai politik lainnya mengalami konflik internal terkait dualisme kepengurusan yang berkepanjangan dalam menentukan sikap politik sebagai koalisi atau oposisi pemerintahan.

(8)

Sistem pemerintahan presidensial dengan partai-partai kecil dan banyak dalam hubungan parlemen akan menghasilkan kebuntuan (deadlock) dalam hubungan parlemen dengan lembaga eksekutif. 6 Banyaknya jumlah partai politik dalam parlemen ditambah oleh adanya pemilihan umum yang berbeda untuk memilih anggota-anggota parlemen dan presiden menyebabkan kemungkinan terjadinya perbedaan partai yang menguasai parlemen dengan partai yang memerintah.

Oleh karena itu, menurut hemat penulis, dalam situasi seperti ini perlu dilakukan penelitian yang mendalam dan atas dasar kesepakatan bersama mengenai penyederhanaan jumlah partai politik dalam Parlemen guna mewujudkan sistem pemerintahan presidensial yang efektif. Sesuai ketentuan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo. Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dikenal mekanisme electoral threshold dan juga parliamentary threshold, yang merupakan mekanisme yang bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik dalam pemilihan legislatif, maupun menyederhanakan jumlah partai dalam Parlemen.

Penulis akan menelaah secara komprehensif dan mendalam mengenai penggunaan konsep electoral threshold dan parliamentary threshold dalam kaitannya dengan penggunaan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia, termasuk menganalisis produk hukum (judicial review) yang diputus oleh MK melalui Putusan MK No. 52/PUU-X/2012 mengenai uji materil UU No. 8 Tahun

6 Maswadi Rauf, dalam Moch. Nurhasim, 2009, Sistem Presidensial & Sosok Presiden Ideal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 35.

(9)

2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Demikian lah berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis dengan judul: Ketentuan Parliamentary Threshold terkait Penyederhanaan Jumlah Partai Politik dalam Sistem

Pemerintahan Presidensial di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara ketentuan parliamentary threshold dan penyederhanaan jumlah partai politik dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia?

2. Bagaimana sistem kepartaian yang ideal diterapkan dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis hubungan antara ketentuan parliamentary threshold dan penyederhanaan jumlah partai politik dalam kaitannya

dengan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia.

2. Untuk menganalisis sistem kepartaian yang ideal diterapkan dalam sistem pemerintahan presidensial di Indonesia.

(10)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan sumbangan pemikiran dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata Negara pada khususnya.

2. Bagi pembangungan bangsa dan negara

Sebagai bahan masukan kepada lembaga-lembaga Negara maupun organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait dalam rangka menyederhanakan kuantitas partai politik di dalam lembaga Parlemen guna tercapainya sistem pemerintahan presidensial yang efektif.

E. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan internet, belum ditemukan karya ilmiah dengan rumusan masalah yang sama dengan tesis ini. Walaupun demikian ada beberapa tulisan dengan topik yang sama, antara lain, pertama, buku yang ditulis oleh Hanta Yuda A.R. dengan judul “Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi”. 7 Buku ini membahas perpaduan sistem multipartai dan sistem presidensial terhadap struktur dan relasi kekuasaan presiden dalam sudut pandang ilmu politik dan lebih spesifik pada telaah kekuasaan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

7 Hanta Yuda A.R., 2010, Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 8.

(11)

Kedua, tulisan Saldi Isra dalam buku dengan judul “Pergeseran Fungsi Legislasi (Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia)”. 8 Pada awalnya buku ini merupakan disertasi Saldi Isra yang membahas tentang bergesernya kekuasaan fungsi legislasi di Indonesia yang pada awalnya lebih dimiliki dalam kekuasaan presiden dan beralih ke kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pasca amandemen UUD 1945. Menurut Saldi Isra, purifikasi fungsi legislasi perlu dijadikan ius constituendum untuk menjaga konsistensi dengan sistem pemerintahan presidensial.

Ketiga, karya ilmiah berupa tesis yang ditulis oleh Ach. Faidi di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun 2013 yang berjudul “Problematika Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial dengan Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945”. 9 Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari, pertama, bagaimana problematika legislasi yang terjadi dalam sistem pemerintahan presidensial dengan sistem multipartai di Indonesia pasca amandemen UUD Tahun 1945? Kedua, bagaimana upaya menyelesaikan problematika legislasi tersebut? Pada penelitian yang ditulis oleh Ach. Faidi ini menitikberatkan pada keterhambatan fungsi legislasi ketika sistem multipartai dibenturkan dengan sistem pemerintahan presidensial, dengan kesimpulan bahwa melemahnya kekuasaan presiden dalam hal legislasi akibat meningkatnya pengaruh kekuasaan DPR dalam proses legislasi. Solusi yang ditawarkan adalah penguatan cabang

8 Saldi Isra, 2013, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sitem Presidensial Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 332.

9 Achmad Faidi Haris, 2013, "Problematika Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensial dengan Sistem Multipartai di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945", Tesis, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 118.

(12)

kekuasaan eksekutif berupa pemberian hak veto kepada presiden untuk menolak atau menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) yang berasal dari parlemen.

Keempat, Tesis M. Ilham Habibie di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Tahun 2009 dengan judul “Pengaruh Konstelasi Politik terhadap Sistem Presidensial di Indonesia”. 10 Terdapat 2 (dua) perumusan masalah dalam tesis tersebut, yaitu, pertama, bagaimana pengaruh konstelasi politik di DPR terhadap sistem Presidensial di Indonesia? Kedua, bagaimana penerapan sistem Presidensial yang ideal di tengan sistem multipartai yang dianut oleh Indoensia?

Kelima, disertasi Sunny Ummul Firdaus di Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada tahun 2016 dengan judul "Pembatasan Hak Politik dalam Sistem Demokrasi di Indonesia (Studi tentang Formulasi Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold)". 11 Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari, pertama, bagaimana ketentuan parliamentary threshold dan electoral threshold dikaitkan dengan pembatasan hak politik dalam

sistem demokrasi di Indonesia? Kedua, faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembatasan hak politik dalam parliamentary threshold dan electoral threshold pada sistem demokrasi di Indonesia? Ketiga, bagaimana ketentuan pembatasan hak politik melalui parliamentary threshold dan electoral threshold agar sesuai dengan sistem demokrasi di Indonesia? Pada penelitian ini, secara garis besar disimpulkan bahwa ketentuan parliamentary threshold yang digunakan pada

10 M. Ilham Habibie, 2009, "Pengaruh Konstelasi Politik terhadap Sistem Presidensial di Indonesia", Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 15.

11 Sunny Ummul Firdaus, 2016, "Pembatasan Hak Politik dalam Sistem Demokrasi di Indonesia (Studi tentang Formulasi Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold)", Disertasi, FH UGM, Yogyakarta, hlm. 363.

(13)

Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 telah mengakibatkan banyaknya suara rakyat yang terbuang, dimana hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 yang meletakkan kedaulatan di tangan rakyat. Solusi yang ditawarkan adalah mengedepankan nilai-nilai demokrasi dengan limitasi suara terbuang dalam pelaksanaan pemilu, atau dengan kata lain menetapkan besaran ambang batas (parliamentary threshold & electoral threshold) dengan nilai yang tidak terlalu tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, penulis menyatakan bahwa penelitian ini, yang secara khusus menelaah tentang ketentuan penyederhanaan jumlah partai politik dalam sistem pemerintahan presidensial belum pernah dilakukan dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Referensi

Dokumen terkait

Pada studi analisis jenis pondasi konvensional dan jenis pondasi elevated ditinjau dari segi biaya dan waktu adalah untuk mencari biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk

Segi produk dapat dilihat dari kandungan gizi yang dimiliki susu sapi tersebut, kualitas gizi yang baik, memiliki varians rasa yang banyak, pengemasan yang menarik

• misalkan untuk menduga rata-rata dengan presisi d0 dan tingkat reliabilitas yang dikehendaki Z0, maka besarnya ukuran sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing tipe

Bila setiap unit sampling dalam populasi dilengkapi dengan informasi tambahan (auxiliary information) yang sering disebut sebagai size, maka informasi tersebut

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode optimasi waduk dengan menggunakan solver untuk pembangkitan energi listrik.. Setelah data

Untuk tidak meluasnya permasalahan, penulis membatasi permasalahannya hanya pada tataran sintaksis dan tipe slogan iklan bir yang muncul di dunia maya saja,

Dalam hal ini yang divisualisasikan adalah model basis data spasial yang menggambarkan lokasi kabel utama listrik dan jalur yang dilewatinya serta informasi- informasi lainnya

Adapun Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 ini mengandung makna, yakni Pertama, yang menjadi Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden bukan partai politik atau gabungan partai