• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-undang adalah:

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnyakemakmuran rakyat. (Pasal 1 ayat (1) UU KUP,2007).

Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, SH adalah:

Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2003:1).

Pengertian pajak menurut S. I. Djajadiningrat adalah:

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal-balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. (Siti Resmi, 2003:1).

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah.

(2)

4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. (Siti Resmi, 2003:2).

Berdasarkan undang-undang No.16 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 3 disebutkan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah dan serta menandatangani serta menyampaikannya ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. (Erly Suandy, 2006:17).

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

(Mardiasmo, 2003:99).

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. (Mardiasmo, 2003:99).

(3)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan atau bukan Objek Pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Erly Suandy, 2006:17).

Fungsi Surat Pemberitahuan:

1. Bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau Bagian Tahun Pajak.

b. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan atu bukan Objek Pajak.

c. Harta dan kewajiban.

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau kena pajak lain dalam 1 (satu) Masa Pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

2. Bagi pengusaha fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

b. Pembayaran atau pelunasan pajakyang telah dilakasanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,

(4)

yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya. (Erly Suandy, 2006:17).

Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu:

a. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak. (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2003:36).

Bagi Wajib Pajak yang telah menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, apabila dalam waktu 10 tahun Direktorat Jenderal Pajak tidak mengeluarkan ketetapan pajak, jumlah pembayaran yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) telah menjadi pasti.

Tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dimulai dari Kantor Pelayan Pajak yaitu mendaftar wajib Pajak, mengklasifikasi Wajib Pajak Efektif ataupun Non Efektif, membuat Surat Pemberitahuan (SPT) pada Wajib Pajak atas pengenaan Pajak

(5)

Penghasilan. Selanjutnya oleh Wajib Pajak mendaftar ke Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (bila Wajib Pajak baru), mengambil sendiri blangko Surat Pemberitahuan (SPT) pada Kantor Pelayanan Pajak setempat (dengan menunjukkan NPWP), Surat Pemberitahuan (SPT) diserahkan kembali ke kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditentukan dan di beri tanda terima tertanggal dengan melampirkan bukti-bukti yang harus ada dalam Surat Pemberitahuan (SPT). (Mardiasmo, 2003:18).

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian Tahun Pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhirnya dalam Tahun Pajak.

(Erly Suandy,2006:81).

Subjek Pajak Penghasilan adalah:

1. a. Orang pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Badan.

3. Bentuk usaha tetap. (Erly Suandy,2006:81).

Yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan:

1. Badan perwakilan negara asing.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

(6)

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat:

a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. (Erly Suandy,2006:83).

Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

(7)

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk diveden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah.

12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.

13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

14. Premi asuransi.

15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. (Erly Suandy,2006:84).

Yang tidak termasuk objek pajak adalah:

1. a. Bantuan sumbangan.

(8)

b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan, atau badan pendidikan, atau badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Warisan

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh subjek pajak badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam Negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun.

(9)

9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.

10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. (Erly Suandy,2006:87).

Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak yang diatur dalam pasal 17 Undang-undang No. 36 tahun 2008. Tarif Pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:

1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 15%

Diatas Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25%

Diatas Rp 500.000.000 30%

2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah:

a. Tarif sebesar 28 % akan diturunkan menjadi 25% mulai berlaku 2010 b. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang

paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada

(10)

tarif 28% dan 25% yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. (Pasal 17,UU PPh,2008).

2.1.2. Yang Wajib Mengisi dan Menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan a. Wajib Pajak Badan bentuk umum formulir 1771 adalah Wajib Pajak Badan

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya serta Wajib Pajak Badan yang memperoleh penghasilan semata-mata dari penghasilan yang telah dikenakan pajak bersifat final.

b. SPT Tahunan PPh badan bentuk umum formulir 1771/$ adalah Wajib Pajak Badan dalam rangka Penambahan Modal Asing, Kontrak Kerja, Kontrak Bagi Hasil, Bentuk Usaha Tetap danwajib pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar negeri atau yang diijinkan menyelangggarakan pembukuan dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat. (Pasal 1, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No 24/PJ/2008)

2.1.3. Wajib Pajak yang Belum Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Untuk mengisi SPT Tahunan PPh, wajib pajak harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bagi Wajib pajak yang belum mempunyai NPWP

(11)

wajib mendaftarkan diri terlebih dahulu di kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (Pasal 2 ayat (1) UU KUP, 2007).

2.1.4. Tempat Pengambilan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

SPT Tahunan PPh dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Tempat pengambilan SPT adalah sebagai berikut:

a. Kantor Pelayanan Pajak.

b. Kantor Penyuluh Pajak.

c. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

d. Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak e. Kantor Pusat Direktorat jenderal Pajak.

f. Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau Homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu : http://www.pajak.go.id.

g. Mencetak atau menggandakan atau fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. (Erly Suandy, 2006:20).

2.1.5. Bahasa dan Mata Uang yang Digunakan dalam Pengisian SPT Tahunan PPh Badan

a. Wajib Pajak mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta

(12)

menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. (Pasal 3 ayat (1) UU KUP, 2007).

b. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (4) UU KUP,2007).

c. Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat. (Erly suandy,2006:57).

2.1.6. Cara Penyajian Angka Rupiah dan Dolar Amerika Serikat

1. Bagi wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Rupiah.

Angka-angka mata uang Rupiah dalam SPT Tahunan berikut lampiran- lampirannya dinyatakan dalam satuan penuh, kecuali ditentukan lain dalam formulir yang bersangkutan.

2. Bagi Wajib Pajak yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat.

a. Pada awal tahun buku penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku sebelumnya (dalam mata uang Rupiah) yang

(13)

dikonversikan ke mata uang Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs.

b. Dalam tahun berjalan untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan mata uang selain Dolar Amerika Serikat, dikonversikan ke mata uang Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi. (Early Suandy, 2006:56).

c. Pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 serta PPh final yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang diizinkan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat (US $) dapat dilakukan dalam mata uang rupiah.

d. Dalam hal pembayaran PPh Pasal 25 dan Pasal 29 serta PPh final yang dibayar sendiri, Wajib Pajak harus mengkonversikan pembayaran dalam mata uang rupiah tersebut ke mata uang US $ dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.

e. Dalam hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan atau pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 dalam mata uang rupiah yang akan dikreditkan dalam SPT tahunan PPh badan harus dikonversi ke mata uang US $ dengan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan atau pemungutan pajak.

(14)

f. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dalam hal terrdapat sisa kerugian fiskal dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan ke tahun pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang rupiah dikonversikan ke dalam mata uang US$ dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi. (Uwon Gustiawan S.,2006:48).

2.1.7. Batas Waktu, Tempat, Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan Batas Waktu Pelunasan PPh Pasal 29

SPT Tahunan PPh yang telah diisi secara benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani, harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 30 April Tahun Pajak berikutnya. Bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim SPT Tahunan PPh harus disampaikan paling lambat 4 bulan setelah tahun buku berakhir. (Pasal 3 UU KUP, 2007).

SPT Tahunan PPh harus disampaikan ke Kantor Pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau ke Kantor Penyuluhan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan wajib Pajak. (Pasal 5 UU KUP,2007).

Penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan dengan cara:

a. Wajib Pajak menyampaikan langsung ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak setempat dan atas penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut, Wajib Pajak menerima tanda bukti penerimaan. (Pasal 6 ayat (1) UU KUP, 2007).

(15)

b. Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh tersebut melalui Kantor Pos secara tercatat dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT Tahunan PPh sepanjang SPT tersebut telah lengkap. (Pasal 6 ayat (2) UU KUP, 2007).

c. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap. (Erly Suandy, 2006:22).

Apabila terdapat jumlah pajak yang masih harus dibayar PPh pasal 29, jumlah tersebut harus dilunasi:

a. Selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun berikutnya bagi Wajib Pajak yang tahun pajaknya sama dengan tahun takwim.

b. Selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun buku berakhirnya bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.

2.1.8. Dokumen yang Harus Dilampirkan dalam Menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan

Dalam menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus dilampiri dokumen-dokumen yang mendukung kegiatan usaha atau pekerjaan Wajib Pajak:

a. Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan: Laporan Keuangan berupa Neraca dan Lapora Rugi Laba serta keterangan lain yang diperlukan untuk melihat besarnya Penghasilan Kena Pajak.

(16)

b. Untuk Wajib Pajak yang menggunakan Norma Perhitungan: perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

(Mardiasmo,2003:19).

2.1.9. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian dan Pembetulan SPT Tahunan PPh Badan

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh pada waktunya dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu kepada Direktur Jenderal Pajak atas penyampaian SPT Tahunan PPh dengan mengajukan permohonan paling lama 2 bulan. (Pasal 3 ayat (4) UU KUP, 2007).

Permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara tertulis dengan syarat:

a. Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dengan menyebutkan alasan-alasannya.

b. Menyampaikan penghitungan sementara pajak penghasilan yang terutang pada tahun bersangkutan dan dilampiri Laporan Keuangan sementara.

c. Menyertakan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang menurut penghitungan sementara tersebut. (Waluyo dan Wirawan B Ilyas, 2003:38).

Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan maka diterbitkan Surat Teguran. (Pasal 3 ayat (5a) UU KUP, 2007).

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2

(17)

tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

(Pasal 8 ayat (1) UU KUP, 2007).

Sekalipun jangka waktu pembetulan SPT sebagaimana dalam pasal 8 ayat (1) UU KUP telah berakhirnya dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan sendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan yang mengakibatkan:

1. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar.

2. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil.

3. Jumlah harta menjadi lebih besar.

4. Jumlah modal menjadi besar.

Dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan. (Pasal 8 ayat (4) UU KUP, 2007).

2.1.10. Sanksi-sanksi yang Berhubungan dengan Penyampaian SPT Tahunan Badan

1. Sanksi administrasi berupa denda

Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh dalan jangka waktu atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh yang telah ditetapkan maka dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).

(Pasal 7 ayat (1) UU KUP,2007).

(18)

2. Sanksi administrasi berupa bunga

Dikenakan dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar. Dihitung sejak saat penyampaian SPT Tahunan PPh berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

(Pasal 8 ayat 2 UU KUP,2007).

3. Sanksi administrasi berupa kenaikan.

Apabila SPT Tahunan PPh mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT sehingga menimbulkan pajak kurang dibayar beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.

(Pasal 8 ayat (5) UU KUP,2007).

4. Sanksi berupa sanksi pidana.

a. Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugikan pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang kurang bayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang bayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun. (Pasal 38 UU KUP, 2007).

(19)

b. Apabila Wajib Pajak dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh ataupun menyampaikan SPT Tahunan PPh dan keterangan lain yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang kurang bayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang kurang bayar. (Pasal 39 ayat (1 c dan d) UU KUP, 2007).

c. Apabila Wajib Pajak melakukan percobaan untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohon dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan Wajib Pajak. (Pasal 39 ayat (3) UU KUP, 2007).

2.1.11. Wajib Pajak Tertentu yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam Jangka Waktu Tertentu

Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda karena tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu tertentu, yaitu Wajib Pajak Non Efektif.

(20)

Wajib Pajak yang dapat digolongkan dalam Wajib Pajak Non Efektif adalah:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia yang belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya sehingga masih terdaftar dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak.

2. Wajib Pajak Badan yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Wajib Pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya.

(Waluyo dan Wirawan B. Ilyas,2003:39).

2.1.12. Tinjauan Kepatuhan Wajib Pajak dalam Menyampaikan SPT Tahunan PPh

Kepatuhan Wajib Pajak adalah kesadaran diri dari Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Kepatuhan ini meliputi beberapa hal yaitu kepatuhan menyampaikan SPT baik SPT Masa maupun Tahunan dan kepatuhan melakukan penyetoran serta pembayaran pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak bertempat tinggal dan berkedudukan serta tempat-tempat lain yang ditunjuk Menteri Keuangan.

Dalam menentukan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat dari aktivitas Wajib Pajak dalam buku tabelaris dan master file lokal dimana dapat diketahui jumlah Wajib Pajak Terdaftar, jumlah Wajib Pajak Efektif, jumlah Wajib Pajak Non Efektif, jumlah Wajib Pajak yang mengambil SPT sendiri di

(21)

kantor Pelayanan Pajak dan tempat lain yang telah ditentukan, jumlah SPT yang menunjukkan SPT Kurang Bayar, SPT lebih bayar, SPT Nihil dan SPT yang masuk atau dikembalikan ke KPP.

Wajib Pajak Efektif merupakan Wajib Pajak yang aktif menyampaikan SPT dan Wajib Pajak Non Efektif yaitu Wajib Pajak yang jarang atau tidak aktif menyampaiakan SPT.

Kriteria Wajib Pajak Patuh:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jatuh tempo terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang pajak dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik (yakni akuntan Pembinaan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan) atau Badan Pengawas Pembangunan, harus dengan pendapat :

a. Wajar tanpa pengecualian

b. Wajar dengan pengecualian, sepanjang pengecualian tersebut tidak nyata fiskal.

Dimana laporan diauditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

5. Dalam hal laporan keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik, maka wajib permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang:

(22)

a. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%.

b. Permohonan diajukan paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir.

(Erly Suandy, 2006;34).

2.2. Penelitian Terdahulu

No Referensi Variabel Obyek Teknik

Analisis Hasil Penelitian 1 Analisa

kepatuhan Wajib Pajak terhadap pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan pada KPP Kudus.

Achmad Solech, 2000

Kepatuhan terhadap pengisian SPT Tahunan

KPP Kudus

Kuisioner 1. Wajib Pajak dalam pengisian SPT harus benar, jelas, lengkap.

2. Faktor

ketidaklengkapan dalam pengisian SPT.

3. Wajib Pajak dalam pengisian SPT PPh masih dalam keadaan patuh.

2. Pengaruh penerbitan Surat Tagihan pajak PPh Pasal 25 Orang Pribadi terhadap kepatuhan wajib Pajak pada KPP Kudus.

Ira Dewianti, 2003

1. Penerbit an Surat Tagihan Pajak 2. Kepatuh

an Wajib Pajak

KPP Kudus

1. Prosen- tase 2. Regresi

sederha na 3. Korelasi

1. Tingkat kepatuhan lebih tinggi di bandingkan

dengan tingkat kelalaian

2. Ada pengaruh penerbitan surat tagihan pajak terhadap

kepatuhan wajib pajak.

(23)

No Referensi Variabel Obyek Teknik

Analisis Hasil Penelitian 3. Analisis

tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam

menyampaika

n SPT

Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Semarang Barat.

Nurul Layla,2006

Kepatuhan terhadap menyampa ikan SPT Tahunan

KPP Semar ang Barat

1. Prosen- tase 2. Grafik

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan secara keseluruhan atas Wajib Pajak Orang Pribadi dari tahun ke tahun semakin menurun.

2.3. Kerangka Penelitian

Kepatuhan Wajib Pajak adalah kesadaran diri dari Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Dalam menentukan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat dari aktivitas Wajib Pajak dalam buku tabelaris, dapat diketahui siapa Wajib Pajak yang tidak lapor, Wajib Pajak melapor terlambat, laporan dengan setoran maupun laporan nihil berdasarkan data dan fakta yang dapat dikaji lebih lanjut 1. Prosentase kepatuhan Wajib Pajak yang kurang dapat ditingkatkan dengan

memacu Wajib Pajak Efektif untuk menyetor dan melapor.

2. Penerapan sanksi merupakan pemecahan yang tepat dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

3. Pelaksanaan buku tabelaris harus tertib karena merupakan sumber data untuk mengetahui kepatuhan wajib Pajak.

(24)

Skema kerangka penelitian:

Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Sukoharjo

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib

Pajak Badan

Referensi

Dokumen terkait

Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah, analisis Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah,

Zakat fitrah wajib bagi orang islam yang mempunyai kelebihan keperluan makan bagi dirinya dan orang tanggungannya pada siang  juga malam hari raya(Idul

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui 1) Pelaksanaan praktik mengajar mahasiswa PPL jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

• Pengambilan contoh bertujuan ( purposive sampling ) adalah pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan syarat atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti

Berkenaan dengan otonomi daerah yang dikenal pula dengan desentralisasi pendidikan membuat Madrasah harus memiliki strategi-strategi baik dalam mengelola

Hubungan Pendekatan Personal terhadap Kecerdasan Emosi dan Hasil Belajar Siswa CIBI (Cerdas Istimewa Bakat Istimewa) pada Mata Pelajaran IPA (Kelas VII semester genap di SMP Negeri

Memang kendala dari para siswa tentang proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis ICT atau multimedia tidak begitu serius. Hal ini karena memang kebanyakan

Menurunnya realisasi produksi jagung pada SR I 2014 sebesar 5,02 persen dibandingkan dengan SR I 2013 karena beberapa kabupaten mengalami penurunan produksi, antara lain