78
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini dirumuskan: tidak ada perbedaan penerimaan yang signifikan antara guru dan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di SMP Kristen 1 P. P.
Aru - Maluku.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
5.1.2. Para Guru SMP Kristen 1 P. P. Aru Maluku
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan penerimaan yang signifikan antara guru dengan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan rata-rata (mean) penerimaan guru (3,53) terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dan rata-rata (mean) penerimaan siswa (3,20) terhadap Anak Berkebutuhan Khusus dengan selisih mean sebesar 1,9211 dengan signifikansi 0.111>0.05.
1. Penulis menyarankan kepada para guru dari kategori sangat tinggi (57-68) dengan prosentase 37,78%
mempertahankan dan meningkatkan kualitas penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus (lihat Tabel 4.
8) dan penerimaan guru di kategori Tinggi (47-56)
79
dengan prosentase 33,33% untuk meningkatkan menjadi kategori Sangat Tinggi. Kategori penerimaan guru yang Sedang (37-46) sekitar 28,89% ditingkatkan menjadi kategori Tinggi. Dengan adanya penerimaan Para guru yang sangat tinggi terhadap anak berkebutuhan khusus terus dapat mempertahankan penerimaannya, serta memperhatikan lebih intens lagi agar anak berkebutuhan khusus tidak merasa asing atau diskriminasi lingkungan sosial di sekitar mereka.
2. Para guru berkewajiban membangun penerimaan secara teoritik dan praktis di kalangan siswa normal terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Tingkat penerimaan siswa normal terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di kategori Sedang (37-46) dengan prosentase 50,21%
ditingkatkan menjadi kategori Tinggi, (lihat Tabel 4. 9) penerimaan di kategori Tinggi (47-56) dengan prosentase 38,20% ditingkatkan menjadi kategori Sangat Tinggi, penerimaan siswa di kategori Sangat Rendah (17-26) dengan prosentase 1,72% ditingkatkan menjadi kategori Rendah dan penerimaan siswa di kategori Rendah (27- 36) dengan prosentase 6,87% ditingkatkan menjadi kategori Sedang.
3. Dalam keberadaan Guru sebagai program penerimaan
siswa baru harus diberi ruang dan kesempatan seluas-
luasnya bagi Anak Berkebutuhan Khusus dilayani
dalam pendidikan reguler. Penerimaan berlaku secara
holistik mengacu pada prinsip refleksi FEAR yakni
80
peleburan (Fusion), evaluasi (Evaluation), menghindar (Avoidance) dan memberi alasan (Giving Reason). Proses penerimaan para guru dan siswa normal secara personal maupun sosial memberi energi positif bagi pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup Anak Berkebutuhan Khusus.
Berdasarkan hasil analisis item dari setiap indikator pada skala penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus oleh guru menunjukkan bahwa indikator, “peleburan kata dan perilaku/
perbuatan”, dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara kata dan perbuatan dalam menerima Anak Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara kata dan perbuatan dalam menerima Anak Berkebutuhan Khusus”, indikator “peleburan berpikir dengan perasaan” dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara berpikir dengan perasaan dalam menerima Anak Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara berpikir dengan perasaan dalam menerima Anak Berkebutuhan Khusus”. Indikator “penerimaan diri sendiri secara positif dengan penerimaan diri orang lain”
dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara penerimaan diri sendiri dengan penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara diri dengan penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus. Indikator “tidak mengevaluasi secara diskriminatif”
terurai dalam item: “sebagai guru saya tidak mengevaluasi
secara dikriminatif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus” dan
81
“Sebagai guru saya melakukan evaluasi secara diskriminatif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus”. Indikator“komitmen terhadap evaluasi, tidak diskriminatif” dengan itemnya
“sebagai guru saya berkomitmen tidak memberikan evaluasi secara diskriminatif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus”.
Sementara indikator “pengalaman evaluasi diskriminatif”
terjabar dalam item: “saya mempunyai pengalaman evaluasi diskriminatif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus sebelumnya sehingga sekarang saya dapat menerima Anak Berkebutuhan Khusus” dan “saya tidak mempunyai pengalaman diskriminatif terhadap Anak Berkebutuhan Khusus sebelumnya sehingga saya belum dapat menerima Anak Berkebutuhan Khusus”, untuk indikator “tak menghindari masalah/ menghadapi dan menerima masalah”
terumus dalam item: “saya memahami dan menghadapi masalah Anak Berkebutuhan Khusus” dan “saya menghindari masalah dengan Anak Berkebutuhan Khusus. Indikator“
mengurangi pemberian alasan yang berlebihan dan jujur pada diri sendiri” terurai dalam item: “saya kurang memberi alasan berlebihan menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus” dan
“saya banyak memberi alasan menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus”, dan indikator “meneriman orang lain sebagai bagian dari hidupnya” terjabar dalam item “saya menerima Anak Berkebutuhan Khusus sebagaimana adanya”
dan “saya belum dapat menerima Anak Berkebutuhan Khusus
sebagaimana adanya”. (lihat Tabel 3.5) menghasilkan rata-rata
item dengan skor Sangat Tinggi (lihat Lampiran III hal. 92).
82
Jika skor dari item-item tersebut dipertahankan dan dinaikkan, maka berkontribusi positif untuk penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus.
Sedangkan hasil analisis item dari setiap indikator pada skala penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus oleh siswa menunjukkan bahwa indikator: indikator “peleburan kata dan perilaku/ perbuatan”, dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara kata dan perbuatan dalam menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara kata dan perbuatan dalam menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus”, “peleburan berpikir dengan perasaan” dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara berpikir dengan perasaan dalam menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara berpikir dengan perasaan dalam menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus”.
Indikator “penerimaan diri sendiri secara positif dengan penerimaan diri orang lain” dengan item: “dalam diri saya terjadi peleburan antara penerimaan diri sendiri dengan penerimaan teman Siswa Berkebutuhan Khusus” dan “dalam diri saya belum terjadi peleburan antara diri dengan penerimaan teman Siswa Berkebutuhan Khusus. Indikator,
“tidak mengevaluasi secara diskriminatif” terurai dalam item:
“sebagai siswa saya tidak mengevaluasi secara dikriminatif
terhadap teman Siswa Berkebutuhan Khusus” dan “Sebagai
siswa saya melakukan evaluasi secara diskriminatif terhadap
teman Siswa Berkebutuhan Khusus”. Indikator “komitmen
83
terhadap evaluasi, tidak diskriminatif” dengan itemnya
“sebagai siswa saya bertekad tidak memberikan evaluasi secara diskriminatif terhadap teman Siswa Berkebutuhan Khusus”. Sementara indikator, “pengalaman penilaian pengabian” terjabar dalam item: “saya mempunyai pengalaman penilaian pengabaian terhadap teman Siswa Berkebutuhan Khusus sebelumnya sehingga sekarang saya dapat menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus” dan
“saya tidak mempunyai pengalaman pengabaian terhadap teman Siswa Berkebutuhan Khusus sebelumnya sehingga saya belum dapat menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus”, untuk indikator, “tak menghindari masalah/
menghadapi dan menerima masalah” terumus dalam item:
“saya memahami dan menghadapi masalah teman Siswa
Berkebutuhan Khusus” dan “saya menghindari masalah
dengan teman Siswa Berkebutuhan Khusus. Sementara
indikator, “mengurangi pemberian alasan yang berlebihan dan
jujur pada diri sendiri” terurai dalam item: “saya kurang
memberi alasan berlebihan menghadapi teman Siswa
Berkebutuhan Khusus” dan “saya banyak memberi alasan
menghadapi teman Siswa Berkebutuhan Khusus”, dan
indikator “meneriman orang lain sebagai bagian dari
hidupnya” terjabar dalam item “saya menerima teman Siswa
Berkebutuhan Khusus sebagaimana adanya” dan “saya belum
dapat menerima teman Siswa Berkebutuhan Khusus
sebagaimana adanya” (lihat Tabel 3.5) menghasilkan rata-rata
item dengan skor Sedang (lihat Lampiran III hal. 97). Jika skor
84
dari item-item tersebut dinaikkan, maka rata-rata skor item dari Sedang menjadi Tinggi sehingga nilai penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus oleh siswa akan meningkat.
5.2.3. Peneliti Lanjutan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan penerimaan yang signifikan antara guru dengan siswa terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Berdasarkan batasan dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penulisaan dilakukan hanya berlokasi di SMP Kristen 1 P. P.
Aru – Maluku dengan sampel penelitian terbatas dari tiga rombongan belajar di Kelas 7, 8 dan 9.
Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan oleh peneliti lanjutan yaitu:
1. Penulis mengusulkan agar penelitian berikut dialamatkan juga kepada pegawai Tata Usaha dan tenaga pembantu lain, orang-tua dan representasi masyarakat sekitar.
2. Penelitian ini hanya memakai skala penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus dengan kuesioner sebagai instrumen penelitian, maka penulis mengusulkan dalam penelitian berikut menggunakan metode wawancara langsung dan mendalam terhadap responden.
Tujuannya mendapat gambaran pemahaman yang lebih kaya.
3. Selain itu, penulis mengusulkan agar diteliti kembali
item-item pada skala penerimaan Anak Berkebutuhan
85
Khusus dengan rata-rata skor itemnya agar mendapat
temuan lebih objektif.
86