• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Pengertian

Kontrasepsi adalah upaya mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan (Proverawati dkk, 2010), kemudian menurut Suratun (2008) kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sperma, juga menurut Saifuddin (2003) mengatakan bahwa kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan, usaha itu dapat bersifat sementara dapat bersifat permanen.

2.1.2 Pembagian Kontrasepsi

Menurut Proverawati dkk (2010) secara umum pembagian kontrasepsi menurut cara pelaksanaannya terdiri atas:

1. Cara temporer (spacing) yaitu menjarangkan kelahiran selama beberapa tahun sebelum menjadi hamil lagi.

2. Cara permanen (kontrasepsi mantap) yaitu mengakhiri kesuburan dengan cara mencegah kehamilan permanen.

(2)

2.1.3 Persyaratan Pemakaian Alat Kontrasepsi

Menurut Proverawati (2010) syarat-syarat pemakaian alat kontrasepsi adalah sebagai berikut:

1. Aman pemakaiannya dan dipercaya

2. Tidak ada efek samping yang merugikan 3. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan 4. Tidak mengganggu hubungan persetubuhan

5. Tidak memerlukan bantuan medis atau kontrol yang ketat selama pemakaiannya 6. Cara penggunaannya sederhana atau tidak rumit

7. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat 8. Dapat diterima oleh pasangan suami istri

2.2 AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) 2.2.1 Pengertian

AKDR adalah suatu alat plastik atau logam kecil yang dimasukkan ke uterus melalui kanalis servikalis (Pendit, 2007). Sedangkan menurut Everett (2012), AKDR adalah suatu alat pencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma atau ovum melalui perubahan pada tuba falopii dan cairan uterus, ada reaksi terhadap benda asing disertai peningkatan leukosit.

2.2.2 Mekanisme Kerja

Sampai sekarang belum ada orang yang yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai

(3)

benda asing yang menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma.

Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berbeda.

Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus, selain menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasit anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi sperma (Sulistyawati, 2012).

2.2.3 Jenis AKDR

Menurut Arum (2011) jenis-jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah sebagai berikut:

1. AKDR CuT-380 A

Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).

2. AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

Menurut Darmani (2003) AKDR yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.

a. Lippes Loop

AKDR Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.

(4)

Menurut Proverawati (2010) AKDR Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jenis dan Ukuran Lippes Loops

Macam Loop Panjang Berat Warna Benang

LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam

LL B 27,5 cm 526 mgr Biru

LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning

LL D 30,0 cm 709 mgr Putih

AKDR jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah.

Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010).

b. Cu T 380 A

AKDR Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya masing- masing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas permukaan 380 ± 23m2.

Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen

(5)

sebagai kontrol dan untuk mengeluarkan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).

c. Multiload 375

AKDR Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2

d. Nova – T

kawat halus tembaga yang membalut batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.

AKDR Nova-T mempunyai 200 mm2

e. Cooper-7

kawat halus tembaga dengan bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.

AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010).

(6)

Gambar 2.1 Jenis-jenis AKDR

Menurut Suparyanto (2011) AKDR terdiri dari AKDR hormonal dan non hormonal.

(7)

1. AKDR Non-hormonal

Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah obat atau tidak.

a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2:

1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7.

Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.

2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten ber-ring.

b. Menurut Tambahan atau Metal

1) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti tembaga adalah 220 mm2

2) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya. IUD yang banyak dipakai

. Cara insersi: Withdrawal.

(8)

di Indonesia dewasa ini dari jenis Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-7, Multiload dan Nova-T.

2. IUD yang mengandung hormonal

a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).

1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.

2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 µg progesteron setiap hari.

3) Tabung insersinya berbentuk lengkung.

b. Mirena

Mirena adalah AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) yang terbuat dari plastik, berukuran kecil, lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil (20 µg/hari pada awalnya dan menurun menjadi sekitar 10 µg/hari setelah 5 tahun) melalui

membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah. Keunggulan dari AKDR ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan

(9)

lebih ringan. Mirena merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya.

Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, 2012).

Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir serviks.

Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi kemungkinan implantasi embrio pada endometrium.

Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali dengan segera (Rosa, 2012)

2.2.4 Keuntungan Penggunaan AKDR

Keuntungan menggunakan AKDR adalah sebagai berikut: (Proverawati, 2010) 1. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi

2. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).

3. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan

4. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu diganti)

5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat 6. Tidak memengaruhi hubungan seksual

7. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil 8. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380 A).

(10)

9. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI

10. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir) 12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan

13. Mencegah kehamilan ektopik 2.2.5 Kerugian Penggunaan AKDR

Kerugian penggunaan alat kontrasepsi AKDR adalah sebagai berikut:

(Proverawati, 2010)

1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)

2. Haid lebih lama dan banyak

3. Perdarahan (spotting antar menstruasi) 4. Saat haid lebih sedikit

2.2.6 Komplikasi AKDR

Komplikasi penggunaan AKDR adalah sebagai berikut:

1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan

2. Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia

3. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar) 4. Tidak mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS

(11)

5. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

6. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR

7. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasangan

8. Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi setelah pemasangan AKDR, biasanya menghilang selama 1 hari

9. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri. Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR

10. Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan) (Arum, 2011).

2.2.7 Persyaratan Pemakaian AKDR

Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan AKDR adalah sebagai berikut:

1. Usia reproduktif 2. Keadaan nulipara

3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang 4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi 5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya

6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi 7. Risiko rendah dari IMS

(12)

8. Tidak menghendaki metode hormonal

9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari 10. Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama 2.2.8 Penggunaan AKDR yang Tidak Diperkenankan

Menurut Arum (2011) penggunaan AKDR yang tidak diperkanankan pada:

1. Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)

2. Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi) 3. Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis) 4. Tiga bulan terakhir sedang mengalami abortus septik

5. Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat memengaruhi kavum uteri

6. Penyakit trofoblas yang ganas 7. Kanker alat genetalia

8. Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.

2.2.9 Waktu Pemasangan AKDR

Melakukan pemasangan AKDR selama masih menstruasi akan menghilangkan risiko pemasangan AKDR ke dalam uterus yang dalam keadaan hamil, namun klien lebih rentan terhadap infeksi. Pemasangan AKDR dapat dilakukan pada hari-hari selama siklus menstruasi. Angka kejadian AKDR terlepas spontan lebih rendah bila AKDR tidak dipasang selama masa menstruasi (Sulistyawati, 2012).

(13)

2.2.10 Cara Kerja Pemasangan AKDR

Menurut Saifuddin (2003) cara kerja pemasangan AKDR adalah sebagai berikut:

1. Persiapan peralatan dan instrumen

Menyiapkan peralatan dan instrumen sebelum melakukan tindakan. Bila alat-alat berada dalam paket yang telah disterilisasi, jangan membuka paket sebelum di melakukan pemeriksaan panggul selesai dan keputusan akhir untuk pemasangan dilakukan. Adapun peralatan dan instrumen yang dianjurkan untuk pemasangan yaitu:

a. Bivale speculum (kecil, sedang atau besar) b. Tenakulum

c. Forsep/korentang d. Gunting

e. Mangkuk untuk larutan antiseptik

f. Sarung tangan (disterilisasi atau sarung tangan periksa yang baru) g. Cairan antiseptik (misalnya povidon iodin) untuk membersihkan serviks h. Kain kasa atau kapas

i. Sumber cahaya yang cukup untuk menerangi serviks (lampu senter sudah cukup)

j. Copper T 380 A IUD yang masih belum rusak dan terbuka

(14)

2. Langkah-langkah pemasangan AKDR Copper T 380 A

a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya

b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan spekulum dan panggul.

c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi d. Masukkan lengan AKDR Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya

e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks

f. Masukkan sonde uterus

g. Lakukan pemasangan AKDR Copper T 380 A

h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi

i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai.

j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang AKDR (dengan menggunakan model yang tersedia dan menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR.

(15)

2.2.11 Pencabutan AKDR

Menurut Saifuddin (2003) langkah-langkah pencabutan AKDR sebagai berikut:

1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien untuk bertanya.

2. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR 3. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali

4. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan memberitahu mungkin timbul rasa sakit.

a. Pencabutan normal

Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan- pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.

b. Pencabutan sulit

Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik

(16)

keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikal sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan- pelan dan hati-hati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar.

2.2.12 Ketidaklangsungan Pemakaian Kontrasepsi AKDR

Ketidaklangsungan adalah penghentian pemakaian (dropout). Ketidak- langsungan pemakaian kontrasepsi (drop out) dapat digambarkan bahwa berhentinya dalam memakai alat/cara KB karena beberapa alasan tertentu (Cahyono, 2011).

Tingkat ketidaklangsungan pemakaian (drop out) kontrasepsi meningkat Tingkat drop out pemakaian kontrasepsi mengalami peningkatan dari 20 persen (SDKI 2002-

2003) menjadi 26 persen (SDKI 2007). Terdapat beberapa alasan drop out dan alasan pertama (10 persen) disebabkan karena rasa takut akibat efek samping dan masalah kesehatan lainnya. Alasan lain drop out ber-KB ini adalah karena ingin hamil (5 persen); alasan yang berhubungan dengan metode penggunaan alat KB (5 persen);

alasan lain (biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekuensi hubungan seksual yang jarang) sebesar (3 persen) dan kegagalan alat KB (2 persen). Sedangkan proporsi pemakaian kontrasepsi yang ganti cara ke metode lain sebesar 13 persen. Pada tahun 2014 diharapkan terjadi penurunan drop out pemakaian kontrasepsi menjadi 20 persen (Witjaksono, 2012).

(17)

Menurut Cahyono (2011) ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi (drop out) dapat digambarkan bahwa berhentinya dalam memakai alat/cara KB karena

beberapa alasan. Beberapa alasan berhenti memakai alat/cara KB yang terdapat di publikasi SDKI 2007 adalah hamil ketika memakai hal ini dapat disebut sebagai kegagalan pada pemakaian alat/cara KB; ingin hamil; suami tidak setuju; efek samping, hal ini bisa terjadi karena pemasangan dan penggunaan alat/cara KB tidak sesuai dengan standar pelayanan dan aturan pemakaian sehingga terjadi efek samping; masalah kesehatan, hal ini terjadi apabila seseorang yang menggunakan alat/cara KB tidak cocok dengan jenis tertentu alat/cara KB, misalnya pada pil ada beberapa aturan larangan untuk menggunakan pil salah satunya adalah bagi yang mempunyai penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah tinggi dan beberapa alasan yang lain seperti akses/ketersediaan, ingin cara efektif, tidak nyaman/repot, jarang kumpul/suami jauh, ongkos terlalu mahal, sulit hamil/menopausal, cerai/berpisah, dan lain-lain. Hal yang sangat diperhatikan adalah apabila terjadi ketidaklangsungan atau berhentinya memakai alat/cara KB dengan alasan tertentu namun sebenarnya masih membutuhkan atau perlu memakai alat/cara KB maka akan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau kehamilan yang tak tercegah dan tanpa direncanakan.

Menurut Suratun (2008) ketidaklangsungan akseptor AKDR biasanya dilakukan pada waktu penjadwalan pemeriksaan lanjutan pada 12 bulan pertama pemakaian.

Meningkatnya angka ketidaklangsungan pemakaian alat/cara KB, ganti cara KB dan kegagalan pemakaian dapat memberikan informasi untuk perbaikan pelayanan kontrasepsi. Misalnya bila ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi

(18)

karena banyak wanita yang mengalami efek samping menunjukkan perlunya peningkatan dan perbaikan dalam pemberian informasi tentang alat kontrasepsi dan komunikasi interpersonal antara petugas dengan peserta. Tinggi rendahnya angka tingkat ketidaklangsungan pemakaian kontrasepsi tingkat berarti pula dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan program. Seorang pemakai akan berhenti memakai suatu cara kontrasepsi tentunya dengan berbagai alasan. Dengan mengetahui alasan-alasan wanita peserta KB berhenti menggunakan alat kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan perbaikan dalam pelayanan dan pendidikan tentang alat kontrasepsi (Prihyugiarto dan Mujianto, 2009).

2.3 Perilaku

Skiner dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan perilaku manusia hasil dari pada segala macam pengalaman, serta interaksi manusia dengan lingkungannya.

Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: pengetahuan dan sikap) maupun aktif (tindakan yang nyata atau praktek).

Menurut Taufik (2007) perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi pada hakikatnya perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.

(19)

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010b) perilaku dibagi dalam 3 (tiga) domain yaitu kognitif (cognitive domain), afektif (affective domain) dan psikomotor (psychomotor domain).

2.3.1 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Bloom (1908) menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).

1. Predisposing Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memberikan dasar rasional atau motivasi untuk perilaku tersebut antara lain karakteristik tertentu dalam kaitannya dengan KB dalam KB antara lain: umur, jumlah anak, pendidikan, tingkat ekonomi), pengetahuan, keyakinan, sikap, persepsi.

2. Enabling Factors, yaitu faktor-faktor yang mendahului perilaku yang memungkinkan sebuah motivasi untuk direalisasikan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah:

(20)

a. Ketersediaan sumberdaya kesehatan (sarana kesehatan, rumah sakit dan tenaga)

b. Keterjangkauan sumberdaya dapat dijangkau baik secara fisik ataupun dapat dibayar masyarakat, misalnya jarak sarana kesehatan dengan tempat tinggal, jalam baik, ada angkutan dan upah jasa dapat dijangkau masyarakat

c. Ketrampilan tenaga kesehatan

3. Reinforcing Factors, yaitu faktor-faktor yang mengikuti sebuah perilaku yang memberikan pengaruh berkelanjutan terhadap perilaku tersebut, dan berkontribusi terhadap persistensi atau penanggulangan perilaku tersebut. Misalnya, dukungan suami untuk ber-KB, dukungan teman. Segala perilaku dapat dijelaskan sebagai sebuah fungsi pengaruh kolektif dari ketiga tipe faktor ini. Istilah hubungan kolektif atau sebab-sebab yang berkontribusi, secara khusus penting karena perilaku adalah sebuah fenomena multidimensi. Ide ini menyatakan bahwa tidak ada sebuah perilaku atau aksi tunggal yang disebabkan oleh hanya satu faktor.

Semua rencana untuk memengaruhi perilaku harus dipertimbangkan ketiga faktor kausal tersebut.

(21)

2.3.2 Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seorang terhadap respon rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni bentuk pasif dan bentuk pasif (Notoatmodjo, 2007).

1. Bentuk pasif

Adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

2. Bentuk aktif

Yaitu apabila itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku tersebut tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut perilaku terbuka.

2.3.3 Domain Perilaku

Notoatmodjo (2010b) berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktek atau tindakan yang dilakukan (practice).

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Lama Ketidaklangsungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada Ibu Pasangan Usia Subur 2.4.1 Umur

Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat

(22)

kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005).

Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan punya anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi ASI (Air Susu Ibu).

Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu salah satunya adalah AKDR (Suratun, 2008).

Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan IUD.

Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini meningkatkan peluang responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan hasil penelitian di India bahwa IUD TCu 380A digunakan oleh wanita yang berumur lebih dari 30 tahun dan wanita yang telah mencapai ukuran keluarga yang diinginkan (Pastuti dkk, 2007).

2.4.2 Jumlah Anak (Paritas)

Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan

(23)

responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR (Dewi, 2012).

Menurut Suratun (2008) sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang paling cocok disarankan adalah AKDR.

Paritas dapat memengaruhi kehamilan, paritas 2-3 (multipara) merupakan paritas paling aman untuk melahirkan ditinjau dari sudut kematian maternal, risiko paritas dapat ditangani dengan asuhan obstetrik, sedangkan pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan KB, sebagian paritas tinggi tidak direncanakan.

Untuk mendapatkan efektivitas pemakaian alat kontrasepsi yang baik, banyak ibu paritas multipara yang memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif.

Berkaitan dengan paritas ibu yang memilih drop out dalam penggunaan akseptor KB karena jumlah anak masih 1 orang (primipara), ataupun 2 orang (scundipara) karena ibu masih menginginkan mempunyai anak 1 atau 2 orang lagi (Wiknjosastro, 2008).

2.4.3 Pendidikan

Pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk

(24)

menunda atau membatasi jumlah anak. Wanita yang berpendidikan kecenderungan lebih sadar untuk menerima program KB (Dewi, 2012). Pendidikan dengan penggunaan IUD menunjukkan hubungan yang signifikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden semakin kecil jumlah anak yang diinginkan, sehingga peluang responden untuk membatasi kelahiran semakin besar. Keadaan ini akan mendorong responden untuk membatasi kelahiran dengan menggunakan IUD. Pendidikan seseorang berhubungan dengan kesempatan seseorang menerima serta menyerap informasi sebanyak-banyaknya, termasuk informasi mengenai kesehatan reproduksi serta manfaat penggunaan metode kontrasepsi secara rasional Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa peningkatan pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi. Alasan pengaruh pendidikan terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi adalah semakin tinggi pendidikan formal seseorang, usia kawin akan semakin tua sehingga menurunkan jumlah kelahiran (Pastuti dkk, 2007).

Menurut Pastuti dkk. (2007) menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi untuk menggunakan IUD dan implan dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan secara statistik berpengaruh positif terhadap penggunaan metode kontrasepsi, namun berpengaruh negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan.

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap akses dan status wanita dalam meningkatkan prevalensi penggunaan kontrasepsi.

2.4.4 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga dan sebagainya).

(25)

Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai dengan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang dipengaruhi melalui indra pendengaran (telinga) dan penglihatan (mata) (Taufik, 2007).

Menurut Polanyi dalam Turban (2005) pengetahuan dapat pula dibagi dua yaitu pengetahuan eksplisit (explicit knowledge) dan pengetahuan tersembunyi (tacit knowledge). Pengetahuan eksplisit adalah kebijakan, petunjuk prosedural, laporan

resmi, laporan, desain produk, strategi, tujuan, misi dan kemampuan inti dari perusahaan dan teknologi informasi insfrastruktur. Hal itu adalah pengetahuan yang telah dikodifikasi (terdokumentasi) dalam format yang dapat dibagikan kepada orang lain atau ditransformasikan ke dalam suatu proses tanpa menuntut interaksi antar pribadi. Sedangkan pengetahuan tersembunyi merupakan penyimpanan kumulatif dari pengalaman, peta mental, pengertian yang mendalam (insight) ketajaman, keahlian, know-how, rahasia perdagangan, kumpulan keterampilan, pemahaman dan pembelajaran yang dimiliki organisasi, juga budaya organisasi yang telah melekat di masa lalu.

Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

(26)

Menurut Notoatmodjo (2007) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui yang dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau pada kondisi yang sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan

(27)

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu komponen atau meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasari pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Menurut Notoatmodjo (2010a), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara kuno atau tradisional dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

(28)

a. Cara coba salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan satu hingga beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba dengan kemungkinan yang lain, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

b. Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pimpinan agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lain.

e. Cara akal sehat (Common sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori kebenaran pengetahuan. Sebelum ilmu pendidikan berkembang, para orangtua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasehat orangtuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman. Sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran bahwa hukuman adalah merupakan metode pendidikan anak (meskipun bukan paling baik).

(29)

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para nabi.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara tepat sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.

h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia juga ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia menggunakan jalan pikirannya.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

2.4.5 Sikap (Attitude)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri setiap

(30)

individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh individu (Wawan & Dewi, 2011).

Menurut Sheriff (1998) dalam Rakhmat (2008), sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar. Sementara Allport (1984) dalam Rakhmat (2008) melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural setting) sebelum memberikan respon. Dari kedua definisi tersebut Rakhmat (2008) menyimpulkan dalam beberapa hal, yaitu pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.

Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif. Dan kelima, sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar.

Menurut Thurstone (1974) yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap sebagai kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologis. Obyek psikologis disini meliputi simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologis apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap (unfavorable) terhadap obyek psikologis.

Menurut Walgito (2008), sikap individu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(31)

1. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa sikap tertentu terhadap suatu objek.

2. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu proses persepsi terhadap objek tertentu.

3. Sikap dapat tertuju pada suatu objek saja, tetapi juga dapat tertuju kepada sekumpulan objek-objek.

Bila seseorang mempunyai sikap negatif pada seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menunjukkan sikap negatif pada kelompok dimana orang tersebut bergabung.

4. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Jika suatu sikap telah terbentuk dalam diri seseorang, maka sikap tersebut akan sulit berubah dan memakan waktu yang lama. Tetapi sebaliknya jika sikap itu belum mendalam dalam dirinya, maka sikap tersebut tidak bertahan lama, dan mudah berubah.

5. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan motivasi

Sikap terhadap suatu objek akan diikuti oleh perasaan tertentu baik positif maupun negatif terhadap objek tertentu. Sikap juga mengandung motivasi, yang mempunyai daya dorong bagi perilaku individu terhadap obyek yang diamati.

(32)

Menurut Ahmadi (2007), sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu berada.

2. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu berada.

Apabila individu memiliki sikap positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu.

Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan (Ahmadi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengaerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling penting.

(33)

2.4.6 Persepsi

Menurut Setiadi (1994) dalam Syafrudin (2011) persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang diterima) yang dapat dirasakan oleh suatu obyek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap suatu obyek (pelayanan) berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan yang diterimanya tersebut.

Persepsi sebagai salah satu sumbangan pemikiran yang berasal dari masyarakat merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus melalui alat indera. Namun proses itu tidak hanya berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi terbagi atas dua bagian, yaitu secara sempit dan secara luas. Secara sempit berarti penglihatan atau bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan secara luas merupakan pandangan seseorang mengenai bagaimana ia mengartikan dan menilai sesuatu (Walgito, 2008)

2.4.7 Efek Samping

Akseptor KB yang memilih drop out (memutuskan berhenti menggunakan salah satu alat kontrasepsi) disebabkan karena mengalami efek samping. Efek samping pada sebagian alat kontrasepsi menyebabkan ibu merasa tidak nyaman seperti timbul perdarahan di luar haid, haid tidak teratur, tidak datang haid (amenorrhoea), rasa mual, bercak hitam di pipi, jerawat, penyakit jamur pada liang vagina, nyeri kepala, penambahan berat badan, dan rambut rontok (Pinem, 2009).

(34)

AKDR merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat menimbulkan gangguan pada organ reproduksi karena keberadaannya di dalam rahim dimana AKDR merupakan benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan efek samping bagi akseptor, misalnya mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (metroragia) yang disebabkan adanya faktor mekanik pada endometrium karena ketidakserasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim serta kemungkinan disebabkan karena kehamilan intra uteri atau ektopik. Dan akseptor AKDR yang karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena membuat akseptor tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke kontrasepsi lain.

Efek samping dari kontrasepsi AKDR yang berlebihan, yang tidak dapat dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui dan membuat akseptor tidak nyaman sehingga memutuskan untuk drop out (Hacker, 2001).

2.4.8 Ganti Alat Kontrasepsi

Analisis tentang dinamika pemakaian alat kontrasepsi pada umumnya meliputi aspek struktur prevalensi populasi, dan perilaku ganti cara alat/cara KB.

Meningkatnya pemakaian alat/cara KB biasanya akan diikuti dengan meningkatnya angka ketidaklangsungan pemakaian alat/cara KB, dan ganti cara KB. Hal ini berdasarkan hasil analisis pola pemakaian kontrasepsi data SDKI 2002/2003 (Prihyugiarto, 2009).

Beberapa ibu memilih tidak lagi menggunakan alat kontrasepsi yang selama ini digunakannya (drop out) karena ingin menggunakan alat kontrasepsi yang lebih

(35)

cocok dari yang sebelumnya. Mereka berharap dengan menggunakan alat kontrasepsi yang baru maka mereka akan merasa lebih nyaman (Suratun, 2008).

2.4.9 Ingin Punya Anak Lagi

Berbagai alasan atau penyebab ibu yang dropout dalam pemakaian alat kontrasepsi yaitu ingin punya anak lagi atau ingin hamil kembali (umur memasuki usia 30 tahun sedangkan anak masih 1 orang). Dengan anak hanya satu orang, rumah terasa sepi dan sunyi sehingga mereka menginginkan anak agar rumah lebih ceria dan dapat membahagiakan ibu apalagi jika ibu adalah seorang ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan di luar rumah. Dengan alasan tersebut mereka lebih memilih untuk menghentikan penggunaan alat kontrasepsi yang telah digunakannya (Pinem, 2009).

2.4.10 Dukungan Suami

Menurut Wirawan (1991) hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama. Beberapa ibu tidak meneruskan penggunaan alat kontrasepsi karena adanya dukungan suami untuk menghentikan pemakaian alat kontrasepsi tersebut.

Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan kepada istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan dan perhatian seorang suami terhadap istri dan alat kontrasepsi yang cocok digunakan istri akan membawa dampak positif bagi hubungan dalam perkawinan (Dagun, 2008).

(36)

Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan banyak istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian alat kontrasepsi, banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya menggunakan alat kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui bahwa istri menggunakan alat kontrasepsi maka sang suami menganjurkan untuk menghentikan pemakaian tersebut.

Dukungan suami pada ibu untuk drop out dalam pemakaian salah satu alat kontrasepsi dapat menyebabkan angka drop out meningkat (Hartanto, 2008).

2.4.11 Peran Petugas Kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan. Dalam masalah kesehatan, petugas kesehatan mempunyai peran yang besar dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Kurangnya peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi menyebabkan masyarakat melakukan upaya- upaya kesehatan tidak sepenuh hati.

Ketidakberlangsungan penggunaan alat kontrasepsi IUD salah satu penyebabnya karena kurangnya pengetahuan dan informasi. Pengetahuan kurang tentang KB IUD dikaitkan dengan kurangnya informasi tentang berbagai metode kontrasepsi termasuk tentang KB IUD yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

Sedangkan informasi yang sering didengar oleh responden adalah informasi yang bersifat negatif, yang biasanya berasal dari cerita teman atau tetangga. Meskipun cerita tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya oleh responden, tetap saja

(37)

mempengaruhi penilaian responden terhadap KB IUD, yakni membuat sebagian besar takut untuk menggunakan IUD (Imbarwati, 2009).

2.5 Landasan Teori

AKDR merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. AKDR mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus. Efektifitas AKDR dalam mencegah kehamilan mencapai 98% sampai 100% bergantung pada jenis AKDR. AKDR terbaru seperti copper T 380o

Faktor keputusan konsumen untuk terus menggunakan alat kontrasepsi AKDR/IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010a) adalah faktor predisposisi atau predisposing factors (demografi: umur, paritas, pendidikan;

pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, persepsi), faktor pendukung atau enabling factors (ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan,

keterjangkauan sumber daya kesehatan) dan faktor pendorong atau reinforcing factors (dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari petugas kesehatan itu sendiri).

memiliki efektivitas yang cukup tinggi bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan (Meilani dkk, 2010).

(38)

Gambar 2.2 Teori Perilaku dari Green (Notoatmodjo, 2010a)

Berdasarkan teori Green tersebut maka faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklangsungan ibu dalam menggunakan alat kontrasepsi IUD adalah faktor predisposisi (karakteristik meliputi, umur, jumlah anak, pendidikan), faktor pendukung (efek samping, ganti alat kontrasepsi, ingin punya anak lagi, ketersediaan AKDR), dan faktor pendorong (dukungan suami, dan peran petugas kesehatan).

Faktor-faktor tersebut diduga memengaruhi ibu pasangan usia subur memilih dropout dalam penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

Faktor Predisposisi:

1. Demografi: umur, jumlah anak, pendidikan

2. Pengetahuan 3. Kepercayaan 4. Nilai

5. Sikap 6. Persepsi

Faktor Pendukung:

1. Ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pela- yanan kesehatan.

2. Keterjangkauan sumber daya kesehatan

Perilaku

Faktor Pendorong:

Dukungan dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan

(39)

2.6 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada bagan berikut ini:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Predisposisi:

1. Karakteristik (umur, jumlah anak, pendidikan)

2. Pengetahuan 3. Sikap

4. Persepsi

Faktor Pendukung:

1. Efek samping 2. Ganti alat kontrasepsi 3. Ingin punya anak lagi

Lama Ketidaklangsungan

Pemakaian AKDR

Faktor Pendorong:

1. Dukungan Suami

2. Peran Petugas Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk hal itu akan ditampilkan data nilai kapasitansi dan konstanta dielektrik minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan pada saat sebelum digunakan dan

Orang tua memiliki peran yang sangat penting terhadap tumbuh kembang seorang remaja. Orang tua sebagai aktor pertama yang menjadi contoh bagi seorang remaja, sehingga harus

Kompetisi Caleg yang berdomisili di luar Dapil adalah kompetisi yang terjadi antar Caleg yang berdomisili di luar daerah pemilihan dalam memperebutkan

Dalam penelitian ini dibandingkan kadar hemoglobin darah pada pria perokok dan bukan perokok mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manando semester

Terampil jika menunjukkan sudah ada usaha untuk menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan yang berkaitan dengan menentukan diagonal

Smarts, diketahui bahwa standart kompensasi yang sudah ada belum dapat diterapkan secara maksimal sehingga belum dapat memberikan hasil yang optimal, kurangnya kemampuan

Penerapan model dengan menggunakan algoritma Naïve Bayes Classifier menghasilkan prediksi mahasiswa yang lulus tepat waktu sebanyak 46 orang dan lulus tidak tepat

Gambar 1 diatas merupakan wiring atau pengkabelan dari datalogger ke mesin produksi sehingga arduino dapat membaca mesin secara keseluruhan, mulai dari pembacaan