• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI KOTABARU

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014

TENTANG

PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU,

Menimbang : a. bahwa benda cagar budaya dan situs merupakan kekayaan budaya yang penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam lingkup skala Kabupaten Kotabaru dan Nasional;

b. bahwa perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya dan situs cagar budaya pada skala Kabupaten Kotabaru memerlukan koordinasi dan peran masyarakat daerah untuk kelangsungannya;

c. bahwa berdasarkan Lampiran huruf V Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kebudayaan sub urusan Cagar Budaya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah Kabupaten berwenang mengatur tentang Penetapan, Pengelolaan dan Perizinan Membawa Cagar Budaya ke Luar Daerah Kabupaten Dalam 1 (satu) Daerah Provinsi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penetapan, Pengelolaan dan Perizinan Membawa Cagar Budaya;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Darurat Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3599);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

(3)

13. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2010 Nomor 8);

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);

15. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 05 Tahun 1991 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 1991 Nomor 05 Seri C);

16. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 19 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2007 Nomor 19);

17. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 06 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2010 Nomor 06);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KOTABARU dan

BUPATI KOTABARU MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Kotabaru.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Bupati adalah Bupati Kotabaru.

(4)

4. Dinas adalah Dinas yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi urusan cagar budaya.

5. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

6. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

7. Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

8. Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada didarat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

9. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PPNS Daerah adalah Pegawai Negeri pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang- Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II

KRITERIA BENDA DAN SITUS CAGAR BUDAYA

Pasal 2 Kriteria Benda Cagar Budaya meliputi:

a. berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan manusia dan/atau dapat dihubungkan dengan sejarah manusia;

b. bersifat bergerak atau tidak bergerak; dan c. merupakan kesatuan atau kelompok.

Pasal 3

Benda Cagar Budaya dalam bentuk bangunan dapat berunsur tunggal atau banyak dan/atau berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.

(5)

Pasal 4

Persyaratan untuk dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, meliputi:

a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Pasal 5

Kriteria lokasi sebagai Situs Cagar Budaya meliputi:

a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; dan

b. menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.

Pasal 6

(1) Dalam hal terdapat benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang tidak memenuhi kriteria cagar budaya tetapi memiliki arti khusus bagi masyarakat daerah dan dapat dinilai sebagai khasanah budaya bangsa dapat diusulkan sebagai cagar budaya.

(2) Pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB III

KEPEMILIKAN CAGAR BUDAYA

Pasal 7

(1) Setiap orang yang berada dalam wilayah daerah dapat memiliki dan/atau menguasai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya dan atau situs cagar budaya apabila jumlah dan jenisnya telah memenuhi kebutuhan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah.

(2) Kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar menukar, hadiah, pembelian dan atau putusan atau penetapan pengadilan kecuali yang dikuasai oleh pemerintah daerah.

(6)

(3) Dalam hal pemilik asal meninggal dunia dan tidak memilik ahli waris atau tidak menyerahkannya kepada seseorang berdasarkan wasiat, hibah atau hadiah, kepemilikannya diambil alih oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 8

(1) Kawasan cagar budaya dikuasai oleh Pemerintah Daerah kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat.

(2) Temuan atas benda/situs cagar budaya wajib dilaporkan kepada Pemerintah Daerah.

BAB IV

PENDAFTARAN BENDA DAN SITUS CAGAR BUDAYA

Pasal 9

(1) Setiap benda atau situs cagar budaya yang kepemilikan/penguasaannya ada pada orang atau badan wajib didaftarkan.

(2) Pendaftaran dilakukan pada Dinas atau Unit Pelaksana Teknis Dinas yang lingkup tanggungjawabnya meliputi bidang cagar budaya.

(3) Pendaftaran tidak dipungut biaya apapun.

Pasal 10

(1) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.

(3) Pemerintah daerah berkewajiban membuat deskripsi dan dokumentasi atas benda cagar budaya yang telah didaftarkan.

Pasal 11

Cagar Budaya yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah Daerah untuk dikuasasi oleh Pemerintah Daerah dan/atau didaftarkan kepada Pemerintah Pusat sesuai dengan skala tingkatannya.

BAB V

TIM AHLI PENILAI BENDA DAN SITUS CAGAR BUDAYA DAERAH

Pasal 12

(1) Bupati dapat membentuk Tim Ahli Penilai Benda dan Situs Cagar Budaya Daerah.

(7)

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : a. unsur Pemerintah Daerah dari Dinas yang lingkup

tugas dan tanggungjawabnya mencakup bidang cagar budaya;

b. unsur Masyarakat yang memiliki pengetahuan sejarah daerah (jika ada); dan

c. ahli bidang Arkeologi, Sejarah, Antropologi, Arsitektur, Seni Rupa, Lingkungan.

Pasal 13 (1) Tugas Tim meliputi :

a. membuktikan terhadap adanya benda dan atau situs yang belum diketahui secara umum dalam wilayah daerah berdasarkan adanya pemberitahuan atau penemuan termasuk keterangan dari orang yang dapat dipercaya;

b. menilai perlu tidaknya dilakukan penggalian atas indikasi terdapatnya benda peninggalan yang terpendam dalam tanah atau air;

c. melakukan inventarisasi benda cagar budaya daerah yang menyatu dengan formasi alam termasuk yang penguasaannya ada pada perorangan atau badan; dan d. melakukan pengkajian dan penilaian benda dan situs

cagar budaya yang keberadaannya dalam penguasaan Pemerintah Daerah atau orang/badan yang mendaftarkan keberadaannya.

(2) Tim wajib menyerahkan hasil pekerjaannya kepada Bupati sebagai rekomendasi tindak lanjut atas benda dan situs cagar budaya.

BAB VI

PENETAPAN BENDA DAN SITUS CAGAR BUDAYA

Pasal 14

(1) Benda dan atau situs cagar budaya untuk ditetapkan sebagai cagar budaya harus melalui proses pengkajian dan penilaian oleh Tim Ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d dan ayat (2).

(2) Selama proses pengkajian dan penilaian benda atau situs disamakan/diperlakukan kedudukannya sebagai cagar budaya.

(3) Bupati menetapkan benda dan situs cagar budaya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima hasil rekomendasi dari Tim Ahli yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis layak sebagai Cagar Budaya.

(8)

Pasal 15

Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten apabila memenuhi syarat:

a. sebagai Cagar Budaya yang diutamakan untuk dilestarikan dalam wilayah kabupaten;

b. mewakili masa gaya yang khas;

c. tingkat keterancamannya tinggi;

d. jenisnya sedikit; dan/atau e. jumlahnya terbatas.

Pasal 16

Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya didaerah berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.

Pasal 17

(1) Dalam hal situs cagar budaya atau terdapatnya kawasan cagar budaya yang lokasinya juga masuk kedalam wilayah kabupaten/kota tetangga masih dalam satu daerah Provinsi, dilakukan koordinasi dengan kabupaten/kota tetangga dan diberitahukan kepada Pemerintah Provinsi untuk dapat dijadikan situs atau kawasan cagar budaya tingkat Provinsi.

(2) Dalam hal kabupaten/kota tetangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kabupaten/kota diluar provinsi sesuai dengan kewenangan yang ada, Pemerintah Daerah mengkoordinasikan kepada Pemerintah Provinsi dan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi untuk penetapan cagar budaya skala nasional.

Pasal 18

Pemerintah Daerah menyampaikan hasil penetapan cagar budaya daerah kepada pemerintah provinsi dan selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah.

BAB VII

REGISTER CAGAR BUDAYA

Pasal 19

(1) Bupati menunjuk Dinas melakukan pencatatan cagar budaya yang telah ditetapkan Bupati.

(9)

(2) Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pengurusan registerasi nasional atas cagar budaya yang telah ditetapkan diwilayah daerah kecuali oleh Pemerintah dinyatakan cukup diregister di daerah.

(3) Dinas wajib menyebarluaskan informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:

a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan

b. surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah.

(2) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya berhak mendapat kompensasi dalam hal penguasaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

BAB VIII

PENGGALIAN/PENGANGKATAN BENDA CAGAR BUDAYA Bagian Kesatu

Penggalian/Pengangkatan oleh Pemerintah Daerah

Pasal 21

(1) Dalam hal diwilayah daerah terdapat benda cagar budaya yang terpendam dalam tanah atau air (sampai dengan 4 mil laut dari garis pantai) dapat dilakukan penggalian/pengangkatan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan ketersediaan anggaran.

(2) Penggalian/pengangkatan benda cagar budaya dapat dipihak ketigakan oleh Pemerintah Daerah.

(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

a. Instansi Pemerintah lainnya yang bergerak dalam bidang kepurbakalaan atau memiliki tenaga ahli bidang Arkeologi, Sejarah, Antropologi, Arsitektur, Seni Rupa, Lingkungan; dan

b. Perorangan atau badan yang spesifik bidang benda kepurbakalaan.

(10)

Bagian Kedua

Perizinan Survei dan Pengangkatan oleh Orang atau Badan

Pasal 22

(1) Setiap orang atau badan yang akan melakukan survei dan pengangkatan benda cagar budaya/situs bawah air dalam wilayah daerah wajib memiliki izin dari Bupati.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya akan diterbitkan apabila memenuhi persyaratan :

a. mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati;

b. menyerahkan copy dan memperlihatkan aslinya : 1. Identitas Kependudukan/Akte Perusahaan (bagi

yang berbentuk badan usaha); dan 2. Surat Keterangan Domisili.

c. memiliki rekomendasi dari Pemerintah; dan

d. membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Daerah.

BAB IX

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA Bagian Kesatu

Perlindungan

Pasal 23

Perlindungan ditujukan untuk menjaga nilai dan bukti sejarah yang pernah ada diwilayah daerah.

Pasal 24

Pemerintah daerah melindungi keberadaan cagar budaya daerah.

Pasal 25

Setiap orang atau badan pemilik atau bukan pemilik wajib melindungi cagar budaya daerah.

Pasal 26

Setiap cagar budaya yang mengalami penurunan nilai kualitas dan kuantitas dan dapat musnah keberadaannya dapat dilakukan, penyelamatan, pengamanan zonasi, dan pemugaran.

(11)

Bagian Kedua Pemeliharaan

Pasal 27

Pemeliharaan ditujukan untuk menjaga keutuhan cagar budaya agar dapat diketahui dan dinikmati dari generasi kegenerasi.

Pasal 28

Pemerintah daerah melakukan pemeliharaan terhadap cagar budaya yang berada dalam penguasaan Pemerintah Daerah.

Pasal 29

Setiap orang atau badan yang memiliki/menguasai cagar budaya daerah wajib memelihara keberadaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.

Bagian Ketiga Pemanfaatan

Pasal 30

Pemanfaatan ditujukan untuk memberikan kontribusi bagi pendidikan, ilmu pengetahuan, pariwisata dan kesejahteraan masyarakat daerah.

Pasal 31

Pemerintah daerah melakukan pemanfaatan terhadap cagar budaya yang berada dalam penguasaan Pemerintah Daerah.

Pasal 32

Setiap orang atau badan yang memiliki/menguasai cagar budaya daerah dapat memanfaatkan untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

Bagian Keempat Kerjasama

Pasal 33

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama bidang perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda/situs cagar budaya daerah yang berada dalam penguasaan Pemerintah Daerah.

(2) Bentuk dan tatacara kerjasama mengacu pada Peraturan Daerah tentang Kerjasama Daerah.

(12)

BAB X

PERIZINAN MEMBAWA BENDA CAGAR BUDAYA

Pasal 34

(1) Setiap orang atau badan selaku pemilik atau yang menguasasi benda cagar budaya yang akan membawa benda cagar budaya keluar daerah dalam Provinsi Kalimantan Selatan wajib memiliki izin dari Bupati.

(2) Bupati dapat menunjuk Pejabatnya untuk menerbitkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Syarat izin :

a. copy Identitas Kependudukan;

b. copy terdaftar benda cagar budaya;

c. pernyataan jangka waktu benda cagar budaya berada diluar daerah dan waktu kembalinya; dan

d. pernyataan bertanggungjawab sepenuhnya atas keberadaan benda cagar budaya.

Pasal 35

Dalam hal benda cagar budaya akan dibawa melewati batas provinsi, wajib mengajukan izin kembali kepada Pemerintah Daerah Provinsi.

BAB XI PENGAWASAN

Pasal 36

Untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Kepala Dinas yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 37

(1) Disamping Pemerintah Daerah, pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk peran serta masyarakat dalam perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda/situs cagar budaya yang berupa:

a. memantau dan menjaga keutuhan benda/situs cagar budaya;

b. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang berwenang terhadap perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda/situs cagar budaya;

c. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap benda/situs cagar budaya yang dikuasai oleh orang yang tidak berhak.

(13)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat dalam perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan mengikuti ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB XII

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN

Pasal 38

Setiap pemilik dan/atau yang menguasai benda/situs cagar budaya yang tidak memenuhi kewajiban dalam perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda/situs cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

Pasal 39

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dapat berupa:

a. peringatan tertulis;

b. pembatasan kegiatan pemanfaatan;

c. pengambil alihan sementara benda/situs cagar budaya;

d. pencabutan perizinan terkait dengan membawa benda cagar budaya keluar daerah;

e. perintah pembongkaran bangunan dilokasi benda/situs cagar budaya; dan

f. pengambilalihan hak kepemilikan benda/situs cagar budaya.

(2) Jenis pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh berat dan ringannya pelanggaran yang dilakukan.

BAB XIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 40

(1) Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, Penyidikan atas tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan.

(2) Dalam melakukan tugas Penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana pelanggaran;

(14)

b. melakukan Tindakan Pertama pada kejadian dan melakukan Pemeriksaan saat itu ditempat;

c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;

e. memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

f. mendatangkan orang ahli yang dipergunakan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; dan

g. mengadakan penghentian Penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak Pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka dan keluarganya.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 41

(1) Setiap orang atau badan yang berdasarkan atas kepemilikannya/ penguasaannya tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 29 dan Pasal 32 dipidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 42

Dipidana sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang tentang Cagar Budaya, terhadap perbuatan atau tindakan sebagai berikut :

a. setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan cagar budaya;

b. setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan cagar budaya;

c. setiap orang yang tanpa izin Bupati melakukan pencarian Cagar Budaya;

d. setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya;

e. setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya;

(15)

f. setiap orang yang mencuri Cagar Budaya;

g. setiap orang yang menadah hasil pencurian Cagar Budaya;

h. setiap orang yang tanpa izin Bupati memindahkan Cagar Budaya;

i. setiap orang yang tanpa izin Bupati, memisahkan Cagar Budaya;

j. setiap orang yang tanpa izin Bupati, membawa Cagar Budaya ke luar kabupaten;

k. setiap orang yang tanpa izin Bupati mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya;

l. setiap orang yang tanpa izin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya; dan m. setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar

Budaya dengan cara perbanyakan.

Pasal 43

Penjatuhan pidana dan penambahan pidana terhadap badan usaha berbadan hukum atau tidak berbadan hukum untuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan kepada pemberi perintah, dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang tentang Cagar Budaya.

Pasal 44

(1) Selain penambahan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dikenai tindakan pidana tambahan berupa:

a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau

b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

(2) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum dikenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

Pasal 45

Jika pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya mengacu pada ketentuan Undang-Undang tentang Cagar Budaya.

(16)

BAB XV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 46

(1) Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan daerah terhadap perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan benda cagar budaya, Pemerintah Daerah dapat membangun museum untuk penempatan benda cagar budaya.

(2) Bentuk dan tata cara pengelolaan museum diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 47

Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Daerah ini, terkait dengan pembiayaan, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 48

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru.

Ditetapkan di Kotabaru

pada tanggal 31 Desember 2014 BUPATI KOTABARU,

H. IRHAMI RIDJANI Diundangan di Kotabaru

pada tanggal 31 Desember 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KOTABARU,

H. SURIANSYAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2014 NOMOR 25

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN : ( 206 / 2014 )

(17)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014

TENTANG

PERLINDUNGAN, PEMELIHARAAN DAN PEMANFAATAN BENDA DAN SITUS CAGAR BUDAYA

I. UMUM

Perlindungan benda/situs cagar budaya sebagai salah satu upaya bagi pelestarian warisan budaya bangsa, merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggaan daerah dan memperkokoh jatidiri bangsa. Upaya pelestarian benda/situs cagar budaya tersebut, sangat besar artinya bagi kepentingan pembinaan dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta pemanfaatan lainnya dalam rangka memajukan kebudayaan bangsa demi kepentingan nasional.

Beranjak dari amanat tersebut, Peraturan Daerah ini disusun untuk memberi penjabaran, kejelasan, dan pedoman mengenai pengaturan:

penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan upaya pelestarian benda cagar budaya.

Untuk pengaturan perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya, baik mengenai penguasaan, pemilikan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, pemeliharaan maupun pemanfaatan benda cagar budaya dalam Peraturan Daerah ini senantiasa tetap memperhatikan hak dan kewajiban serta kepentingan pemilik ataupun masyarakat.

Perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya di sini, bukan hanya meliputi benda buatan manusia, tetapi juga termasuk benda warisan alam yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Berkenaan dengan hal-hal di atas, selain mengatur upaya- upaya perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya, Peraturan Daerah ini juga memberikan arah dalam tata cara/syarat pemilikan, penguasaan, dan upaya membawa benda cagar budaya ke luar daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas Pasal 3

Cukup jelas Pasal 4

Cukup jelas

(18)

Pasal 5

Cukup jelas Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 7

Ayat (1)

Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. Dalam hal cagar budaya dimaksud adanya hanya satu dan dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah, pemilik berkewajiban menyerahkannya kepada Pemerintah Daerah dan mendapatkan kompensasi sesuai dengan kesepakatan dan dalam batas yang wajar, dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki anggaran untuk pemberian kompensasi atau pergantian, antara pemilik dan Pemerintah Daerah wajib diadakan kesepakatan perjanjian untuk keberadaannya utuh dalam wilayah daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Penemu cagar budaya sebagai warga negara yang baik wajib memberikan laporan kepada Pemerintah Daerah atas perihal adanya cagar budaya dalam wilayah daerah hal ini diperlukan untuk pengembangan pengkajian dan penelitian.

Pasal 9

Ayat (1)

Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah daerah selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Pemerintah daerah wajib memberikan fasilitasi untuk pendaftaran cagar budaya daerah.

(19)

Pasal 10

Ayat (1)

Partisipasi oleh orang bukan pemilik/yang menguasai cagar budaya dilakukan dalam hal pemilik/yang menguasai adalah orang yang dalam keadaan tidak mampu baik fisik maupun ekonomi untuk menuju tempat pendaftaran, sehingga memerlukan orang lain untuk membantu mendaftarkannya.

Ayat (2)

Deskripsi atau dikumentasi dapat dilakukan oleh pemilik/yang menguasai cagar budaya dari deskripsi itu pemerintah membuatkan secara detail dan teratur, mengenai asal usulnya, penemuannya, lokasi dan jenis yang melekat pada cagar budaya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengkajian.

Pasal 11

Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada Pemerintah Daerah.

Pasal 12 Ayat (1)

Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.

Ayat (2)

Unsur masyarakat diperlukan dalam hal penelusuran atas pengetahuan masyarakat, dipilih orang yang memiliki kompetensi pada bidang tersebut atau pengalaman yang diketahui berdasarkan sejarah turun temurun atau hikayat yang diketahuinya. Orang dimaksud adalah orang yang memang ada dalam wilayah daerah.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 15

Cukup jelas

(20)

Pasal 16

Cukup jelas Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 18

Cukup jelas Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 23

Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

Pasal 24

Cukup jelas

(21)

Pasal 25

Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

Pasal 26

Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

Pasal 27

Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.

Pasal 28

Cukup jelas Pasal 29

Cukup jelas Pasal 30

Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

Pasal 31

Cukup jelas Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Cukup jelas

(22)

Pasal 35

Cukup jelas Pasal 36

Cukup jelas Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 38

Cukup jelas Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 42

Cukup jelas Pasal 43

Cukup jelas Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas

(23)

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 48

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, setiap orang, kelompok masyarakat atau badan yang belum mendaftarkan benda Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya,

Organisasi proyek adalah sistem hubungan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat pada suatu proyek pembangunan dalam mengatur pelaksanaan berbagai pekerjaan

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam

Berdasarkan hasil dari penelitian Skripsi ini, diharapkan dengan adanya Sistem Informasi Penjualan yang diranncang dapat membantu Lung Ma Motor dalam melakukan

335 Ni Wayan Rati, S.Pd., M.Pd 197612142009122002 Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2013 Penerapan Iptek Pendampingan Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS) Siaga Bencana Berbasiskan

orangtua mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dari tenaga kesehatan, perawat memperkenalkan anggota timnya yang merawat bayinya, menjelaskan apa yang menjadi

Pada Gambar 6a menunjukkan bahwa dalam simulasi ETAP nilai tegangan disisi sumber dari penyulang Cengkong Abang setelah dilakukan rekonfigurasi dengan penyulang

1. Metode Studi Pustaka dengan pencatatan secara cermat terhadap obyek yang diamati yaitu mengenai game 2D. Data diperoleh yakni dari buku, jurnal, artikel