• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber yaitu: (1) harga produsen, harga konsumen, harga dunia, produksi, impor, jumlah cadangan (stock), luas tanam, produktivitas gula berasal dari FAO (Food and Agriculture Organization), USDA (United States Department of Agriculture), BPS (Badan Pusat Statistik, DGI (Dewan Gula Indonesia, Kementrian Pertanian, dan berbagai sumber elektronik lainnya seperti Journal dan koran; (2) Nilai tukar, GDP (Gross Domestic Product), jumlah penduduk, checks and balances berasal dari WB (World Bank), IMF (International Monetary Fund), dan Bank Indonesia.

Data rentang waktu yang digunakan adalah periode 1980-2009, dengan penekanan analisis pada periode pasca reformasi yaitu setelah keluarnya Surat Keputusan Menperindag 643/MPP/Kep/9/2002 yang kemudian diperbarui dengan SK Menperindag No. 527/MPP/Kep/9/2004 mengenai Ketentuan Impor Gula (KIG) dan. Keppres 57/2004 tentang Penetapan Gula sebagai barang dalam pengawasan.

4.2. Uji Ketidakstasioneran dan Akar Unit

Karena sebagian besar data ekonomi time series tidak stasioner maka dilakukan pengujian ketidakstasioneran untuk menentukan teknik analisis berikutnya yang paling tepat. Dalam penelitian ini digunakan uji Dickey-Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk mengetahui apakah data mengandung akar unit (data tidak stasioner) atau tidak mengandung akar unit (data stasioner). Misalkan

(2)

(4.1) kedua sisi dikurangi Xt-1 sehingga diperoleh

, atau ditulis sebagai

(4.2)

dengan Xt mewakili data ekonomi time series, (first difference) dan jika ρ=1 berarti terdapat akar unit (proses random walk).

Pada prinsipnya pengujian persamaan tersebut dapat dilakukan terhadap β = 0 pada persamaan (4.2) karena β  = (ρ-1). Uji ketidak-stasioneran Dickey-Fuller dilakukan terhadap β = 0 dengan standar t-statistik mengacu pada tabel Dickey- Fuller, bukan pada tabel distribusi normal t, karena pada hipotesis null Xt adalah I(1), t-statistik tidak mengikuti distribusi normal t.

Pegujian akar unit dapat menyertakan trend waktu pada persamaan yaitu,

(4.3)

denga hipotesis

H01 = 1 (ada akar unit), diuji terhadap hipotesis alternatif Ha1 < 1 (tidak ada akar unit).

Uji statistik akar unit dilakukan dengan mencari nilai tau hitung 

. (4.4)

Kriteria pengujian adalah jika > τ-tabel (Dickey-Fuller) atau P-value < α maka tolak H0, yang berarti data stasioner, namun jika sebaliknya H0 diterima (Verbeek, 2000; Wang and Tomek, 2007).

Untuk pengujian stasioneritas dengan Augmented Dickey-Fuller maka disertakan trend waktu dan perubahan autoregressive dari Xt yaitu:

(3)

(4.5) dengan jumlah autoregressive lag p ditentukan berdasarkan nilai AIC (Akaike Information Criterion) yang menyatakan jumlah ordo autoregressive dan

mengandung semua informasi relevan untuk mempredisksi nilai akan datang dari data time series. AIC dihitung berdasarkan formula berikut,

AIC = -2ln (L) + 2k

dengan L menyatakan nilai fungsi likelihood pada angka parameter estimasi dan k jumlah parameter estimasi.

Hipotesis

H01 = 0 (ada akar unit), diuji terhadap hipotesis alternatif Ha1 < 0 (tidak ada akar unit).

Uji statistik akar unit dilakukan dengan mencari nilai 

, (4.6)

jika ( lebih besar dari nilai kritis seperti yang terdapat pada τ-tabel (Dickey- Fuller) maka tolak H0 atau P-value < α maka H0 ditolak, jika sebaliknya H0

diterima (Verbeek, 2000; Wang and Tomek, 2007).

4.3. Uji Kointegrasi dan Mekanisme Perbaikan Kesalahan

Jika dua variabel time series tidak stasioner I(1) namun kombinasi linearnya adalah stasioner I(0) maka kedua variabel dikatakan terkointegrasi, namun jika kombinasi linearnya tidak stasioner maka kedua variabel tidak terkointegrasi. Uji kointegrasi diawali dengan menemukan hubungan statik antar variabel, yaitu:

Fungsi permintaan

(4.7)

(4)

Relasi penawaran

(4.8)

dengan

Setelah estimasi parameter diperoleh maka ia digunakan untuk mencari nilai residual dugaan masing-masing. Pada hipotesis null tidak terdapat kointegrasi maka Ut dan Vt masing-masing adalah I(1) series (mengandung akar unit) namun jika Ut dan Vt masing-masing adalah I(0) maka tidak terdapat akar unit yang berarti terdapat kointegrasi diantara variabel-variabel penyusun persamaan.

Posedur pengujian kointegrasi adalah dengan mencari nilai dugaan residual dengan menggunakan parameter hasil estimasi persamaan (4.7) dan (4.8) yaitu,

(4.9)

(4.10) dengan adalah parameter hasil estimasi regresi OLS persamaan (4.7) dan (4.8) sebelumnya. Pengujian kointegrasi terhadap persamaan fungsi permintaan dilakukan dengan menggunakan uji ADF terhadap residualnya yaitu:

(4.11) denga hipotesis

H0t-1 = 0 (ada akar unit atau tidak stasioner), diuji terhadap hipotesis alternatif

Ha: αt-1 < 0 (tidak ada akar unit atau stasioner).

Uji statistik akar unit dilakukan dengan mencari nilai   yaitu,

, (4.12)

Sementara itu pengujian kointegrasi terhadap persamaan relasi penawaran adalah,

(5)

(4.13) denga hipotesis null

H0t-1 = 0 (ada akar unit atau tidak stasioner), diuji terhadap hipotesis alternatif Ha: δt-1 < 0 (tidak ada akar unit atau stasioner).

Uji statistik akar unit dilakukan dengan mencari nilai 

, (4.14)

Kriteria pengujian:

Jika lebih negatif dari τ-tabel (Dickey-Fuller) atau P-value < α maka tolak H0

yang berarti tidak ada akar unit sehingga kombinasi linear antara variabel tersebut adalah stasioner, namun jika sebaliknya H0 diterima (Verbeek, 2000; Tambi 1999).

Jika terdapat nilai-nilai α dan β yang membuat Ut dan Vt masing-masing stasioner (tidak mengandung akar unit) maka variabel Qt dan Pt dikatakan terkointegrasi. Implikasinya adalah terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara kuantitas dengan harga gula. Namun jika Ut dan Vt tidak stasioner maka Qt dan Pt tidak terkointegrasi sehingga tidak terjadi keseimbangan jangka panjang antara kuantitas dengan harga. Menurut Engle dan Granger (1987) jika variabel-variabel tersebut terkointegrasi maka variabel-variabel tersebut dapat disertakan dalam suatu model mekanisme perbaikan kesalahan (error correction mechanism, ECM). Tujuannya adalah untuk mendapatkan penjelasan mengenai

dinamika hubungan keseimbangan jangka panjang dengan memasukkan residual yang diperoleh dari persamaan kointegrasi sebagai error correction term, sekaligus mendapatkan informasi hubungan jangka pendek.

(6)

4.4 Model Oligopolistik Dinamik Permintaan dan Relasi Penawaran

Untuk mendapatkan elastisitas permintaan dan penawaran gula sebagai ukuran tingkat responsivitas konsumen dan produsen terhadap perubahan harga dan juga untuk penentuan bobot politik masing-masing kelompok kepentingan maka dibangun model oligopolistik dinamik berdasarkan persamaan (3.30) dan (3.21) dengan panjang lag k = 1 guna mempertahankan derajat bebas tinggi.

Fungsi permintaan gula (4.15)

  

Relasi penawaran gula (4.16)

dimana Qt* = Qt/(θp + θPYYt + θPZ Zt), serta λ dan Λ masing-masing menyatakan kekuatan pasar jangka pendek dan jangka panjang (SR dan LR market power).

Keterangan:

Q = Konsumsi Gula Kristal Putih (GKP) (ton);

P = harga GKP (Rp/kg);

Y = Pendapatan per kapita (Rp. 1,000);

Z = Harga gula rafinasi (Rp/kg);

W = Biaya Pokok Produksi gula (Rp/kg).

Untuk mengatasi persoalan endogenitas digunakan variabel instrumen W pada fungsi permintaan dan untuk persamaan relasi penawaran digunakan variabel instrumen Y dan Z. Estimasi dilakukan dengan bantuan perangkat lunak EVIEWS 5.0 menggunakan metode 2SLS (Two-Stage Least Squares) setelah terlebih dahulu dilakukan identifikasi parameter. Metode ini selain relatif sederhana dalam konsep dan komputasinya, ia memberikan hasil yang paling memuaskan dibanding metode estimasi lainnya sepanjang asumsi dan properti yang diperlukan terpenuhi (Koutsoyiannis, 1978).

(7)

Model oligopolistik dinamik dalam bentuk perbaikan kesalahan selain memberikan informasi hubungan jangka pendek, ia juga memberikan informasi hubungan jangka panjang (Thomas, 1997). Oleh karena itu penentuan elastisitas dibedakan antara elatisitas jangka pendek dan elastisitas jangka panjang.

Elastisitas dihitung menggunakan persamaan berikut:

Elastisitas permintaan jangka pendek,

(4.17)

Elastisitas permintaan jangka panjang,

.

Sementara itu perhitungan elastisitas penawaran relatif rumit karena melibatkan variabel Q*. Melalui derivasi fungsi relasi penawaran maka elastisitas penawaran dihitung dengan persamaan berikut:

Elastisitas penawaran jangka pendek,

(4.18) Elastisitas penawaran jangka panjang,

.

(8)

Gambar 18. Proses Pengujian Kointegrasi dan Mekanisme Perbaikan Kesalahan Lakukan regresi dengan OLS untuk mendapatkan nilai residual Fungsi permintaan

Relasi penawaran

Pastikan residual tidak mengandung akar unit I(0) dengan uji kointegrasi

Residual fungsi permintaan

Residual relasi penawaran

Lakukan mekanisme perbaikan kesalahan (Error correction mechanism, ECM) Fungsi permintaan

 

  

Relasi penawaran

  

Data time series tidak stasioner pada level (Uji akar unit dengan ADF)

Persamaan akar unit

Hipotesis null

H01 = 0 (ada akar unit), Ha1 < 0 (tidak ada akar unit).

, jika ( > τ-tabel (Dickey-Fuller) atau P-value < α maka H0 ditolak, jika sebaliknya H0 diterima.

(9)

4.5. Pengukuran Aktivitas Lobi

Pengukuran aktivitas lobi dan tekanan politik dilakukan secara tidak langsung dengan menghitung bobot politik implisit dari berbagai kelompok kepentingan menggunakan bantuan Fungsi Preferensi Politik. Penentuan bobot politik produsen (WP), konsumen (WC) dan bobot politik pemerintah atau pembayar pajak (WG) dilakukan dengan menggunakan persamaan (3.18) dan (3.19) yaitu:

Y X

WP X

βη αε

αε +

= − 1

3

(4.19)

Y X WC Y

βη αε

βη +

= − 1

3

(4.20) ,

3 P C

G W W

W = − − (4.21)

dengan

⎭⎬

⎩⎨

⎧ ⎟ +

⎜ ⎞

⎝⎛ −

− +

=

α ε

1 1 1

S W S

W S

P P P

P

X P

1 . 1 1

⎭⎬

⎩⎨

⎧ ⎟⎟⎠ +

⎜⎜ ⎞

⎛ −

− +

= D D W

β

PWD

η

P P

P Y P

Keterangan,

η = elastisitas permintaan jangka pendek ε = elastisitas penawaran jangka pendek α = proporsi pembelian pemerintah β = proporsi penjualan pemerintah PS = harga di tingkat produsen PD = harga di tingkat konsumen

PW = harga paritas impor tanpa bea masuk.

Berdasarkan persamaan (4.19) dan (4.20) diketahui bahwa besarnya nilai variabel bobot politik masing-masing kelompok kepentingan dipengaruhi oleh parameter-

(10)

parameter proporsionalitas dari pembelian dan penjualan gula yang dilakukan pemerintah, elastisitas penawaran dan permintaan gula serta variabel harga gula di tingkat produsen, konsumen, dan dunia pada masing-masing tahun (Lee and Kennedy, 2007).

4.6. Model Ekonometrik-Politik

Penentuan besarnya biaya sosial rent seeking dilakukan dengan menjumlahkan rente ekonomi dari kegiatan produksi, impor dan welfare loss, yaitu:

(4.22) Keterangan

RE = Biaya sosial perburuan rente

QS = jumlah gula yang diproduksi di dalam negeri M = volume impor gula

DWL = dead weight loss

Untuk menganalisis tingkat swasembada gula digunakan ukuran self- sufficiency ratio (SSR) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara produksi dibagi dengan jumlah produksi dan impor neto (Duncan et al., 2003):

(4.23) Keterangan

Y = produksi domestik (ton) X = jumlah ekspor (ton) M = jumlah impor (ton)

Justifikasi terhadap keberadaan struktur pasar gula yang oligopolistik dilakukan dengan menggunakan indikator konsentrasi pasar dari empat produsen (CR4) dan Herfindal-Hirschman Index (HHI) yang dirumuskan sebagai:

=

⎟⎠

⎜ ⎞

= 4

1

4

i i

T CR X

(4.24)

dan

{

P P Q

} {

P P M DWL

}

RE= ( SWS + {( SW)× }+

(11)

. ) (

4 1

2

=

=

i

e MarketShar HHI

(4.25) dengan Xi menyatakan volume ekspor atau produksi individual negara atau produsen ke i, dan T adalah total ekspor atau produksi.

Berdasarkan ukuran organisasi industri jika empat negara eksportir (CR4) menguasai lebih dari 50% pangsa pasar ekspor atau nilai HHI antara 1000 dan 1800, maka struktur pasar komoditi tersebut mendekati oligopoli, dan eskportir atau produsen memiliki kekuatan pasar cukup besar untuk mengeksploitasi pembeli

Analisis ekonomi politik swasembada gula dilakukan dengan menggunakan model ekonometrik-politik persamaan tunggal seperti yang dilakukan Sarker, et al., (1993). Pertimbangan utama pemilihan model dilakukan berdasarkan

argumentasi ekonomi yang menyangkut tanda dan besaran parameter. Hal ini disebabkan variabel bobot politik sebagai proksi terhadap pengeluaran lobi dan tekanan politik tidak memiliki satuan sehingga analisis hubungan antar variabel ekonomi politik dilakukan dengan melihat arah hubungan antar variabel tersebut.

Tabel 4. Alternatif Spesifikasi Model Ekonometrik-Politik Swasembada Gula Model Spesifikasi

A1 SSR = ƒ(WP, WG, AREA, GDPC) A2 RENT = ƒ(WP, WG, AREA, GDPC) A3 SSR = ƒ(RENT, AREA, GDPC) Keterangan

SSR = tingkat swasembada WP = bobot politik produsen WG = bobot politik pemerintah AREA = luas panen tebu

RENT = kerugian akibat rent seeking GDPC = produksi domestik bruto per capita

Estimasi parameter dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Eviews 5.0 menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) setelah terlebih dahulu

(12)

dilakukan pengujian terhadap stasioneritas data, sedangkan evaluasi parameter dilakukan berdasarkan kriteria ekonomi dan statistik.

Berdasarkan kriteria ekonomi apakah tanda dan besaran estimator yang dihasilkan sesuai dengan yang diprediksi teori atau tidak (theoretically meaningful). Seperti yang dikatakan Koutsoyiannis (1978) jika parameter yang

dihasilkan memiliki tanda dan besaran yang tidak sesuai dengan yang diprediksi teori maka hasil yang diperoleh harus ditolak kecuali terdapat alasan kuat yang membuktikan sebaliknya dan penjelasan itu harus dinyatakan secara eksplisit.

Kriteria berikutnya adalah kriteria statistik, yaitu parameter yang dihasilkan memuaskan secara statistik (statistically satisfactory), memiliki koefisien determinasi (R2) tinggi, dan standard error kecil. R2 yang tinggi menunjukkan explanatory variable yang digunakan dapat menjelaskan sebagian besar variasi

dari nilai variabel endogen dan standard error parameter yang kecil menunjukkan reliabilitas model. Selain itu analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif terhadap data kualitatif untuk dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai ekonomi politik pergulaan nasional.

4.7. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan pada model ekonomtrik-politik dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut beserta sumber datanya. Sejumlah variabel seperti luas panen, GDP per kapita, jumlah populasi, dan harga gula merupakan variabel yang langsung diperoleh dari sumber data, namun sebagian lainnya (variabel tingkat swasembada, rente ekonomi dan

(13)

bobot politik) merupakan hasil perhitungan dan pengolahan data sehingga verifikasi nilai variabel mengikuti prosedur pengolahan yang disajikan.

Tabel 5. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Sumber data Biaya pokok produksi gula

(BPP)

Biaya untuk menghasilkan 1 kilogram gula dinyatakan dalam Rp/kg

DGI

Bobot politik produsen (WP) Variabel yang mewakili aktivitas lobi kelompok produsen dalam mem- pengaruhi kebijakan pergulaan nasional yang diperoleh dengan derivasi fungsi preferensi politik (FPP) terhadap harga produsen (PS)

Hasil perhitungan Persamaan (4.19)

Bobot politik konsumen

(WC) Variabel yang mewakili aktifitas lobi kelompok konsumen dalam mem- pengaruhi kebijakan pergulaan nasional yang diturunkan dengan menderivasi fungsi preferensi politik (FPP) terhadap harga konsumen (PD)

Hasil perhitungan Persamaan (4.20)

Bobot politik pemerintah (WG)

Variabel yang mewakili preferensi pemerintah yang diperoleh melalui normalisasi bobot politik masing-masing kelompok (3-WP-WC)

Hasil perhitungan Persamaan (4.21)

Harga gula di konsumen (PD) Rata-rata harga gula di tingkat pengecer yang dinyatakan dalam rupiah per kg. DGI Harga gula di produsen (PS) Rata-rata harga yang diterima pabrik

gula dan dinyatakan dalam rupiah/kg. DGI Harga gula dunia (PW) Harga paritas impor tanpa bea masuk

yang dinyatakan dalam Rp/kg FAO, USDA Harga paritas impor gula

rafinasi (HGKR )

Harga paritas impor GKR tanpa bea masuk dinyatakan dalam Rp/kg

DGI, FAO, USDA

Harga patokan petani sebagai

harga penyangga gula (HPP) Harga minimum GKP yang diterima petani (rp/kg) dari pabrik gula DGI Impor GKM (IMGKM ) Volume impor GKM yang dinyatakan

dalam ton DGI, FAO, USDA

Indeks harga konsumen (CPI) Indeks harga sebagai proksi laju inflasi Bank Dunia Konsumai gula kristal putih

(QGKPK) Dinyatakan dalam ton per tahun dihitung berdasarkan (stok awal + produksi + impor – ekspor – stok akhir)

DGI, FAO, USDA

Kurs (EXCH ) Nilai tukar rupiah terhadap dollar

(Rp/USD) IMF

Luas panen tebu

(AREA) Diukur berdasarkan luas panen tebu

dibagi dengan jumlah penduduk dan DGI, FAO

(14)

dinyatakan dalam satuan hektar (ha)

Tabel 5. Lanjutan

Variabel Definisi Sumber data Populasi (POP) Jumlah penduduk dalam ribu jiwa Bank Dunia

Produksi domestik bruto per kapita (GDPC)

Ukuran pendapatan nasional yang dinyatakan dalam rupiah per kapta per tahun

Bank Dunia

Produksi gula kristal putih

(QGKP) Jumlah gula kristal putih yang dihasilkan dari penggilingan tebu pada masing- masing tahun yang dinyatakan dalam ton

DGI, FAO, USDA

Produksi gula kristal rafinasi

(QGKR) Jumlah gula rafinasi yang dihasilkan dari pemurnian GKM dengan tingkat konversi 95 % ditambah dengan impor GKR pada masing-masin tahun yang dinyatakan dalam ton

DGI, FAO, USDA

Produksi gula petani (QGKPP )

Jumlah gula bagian petani dari penggilingan tebu melalui bagi hasil dengan PG dinyatakan dalam ton

Dirjen Tanaman Semusim, Kemtan

Produksi gula PG BUMN

(QGKPN ) Jumlah gula milik PG BUMN baik dari kebun tebu milik sendiri atau dari bagi hasil dinyatakan dalam ton

Dirjen Tanaman Semusim, Kemtan

Produksi gula PG swasta

(QGKPS ) Jumlah gula milik PG BUMN dari kebun

tebu milik sendiri Dirjen Tanaman Semusim, Kemtan

Produksi tebu (QTEB) Jumlah tebu yang dihasilkan dinyatakan

dalan ton DGI, FAO, USDA Rente ekonomi (RENT) Keuntungan di atas opportunity cost

yang diperoleh melalui pemanfaan market power dan hambatan impor dan dinyatakan dalam rupiah.

Hasil perhitungan Persamaan (4.22)

Tingkat swasembada (Self sufficiency ratio, SSR)

Ukuran swasembada yang dinyatakan sebagai rasio produksi gula dalam negeri terhadap produksi dalam negeri ditambah impor neto dan dinyatakan dalam persen (%)

Hasil perhitungan Persamaan (4.23)

(15)

VI. FUNGSI PERMINTAAN DAN RELASI PENAWARAN GULA

6.1. Uji Akar Unit dan Kointegrasi

Uji akar unit dimaksudkan untuk mengetahui apakah data dari masing- masing variabel penelitian bersifat stasioner. Selain itu ia juga digunakan untuk mengetahui ordo integrasi dari masing-masing variabel penelitian. Pengujian akar unit menggunakan prosedur Augmented Dickey Fuller (ADF) test persamaan (4.3) sedangkan untuk mengetahui ordo integrasinya menggunakan persamaan (4.5).

Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 14. Analisis Derajat Integrasi Menggunakan Augmented Dickey-Fuller Test

Notasi Definisi I(0) Lag I(1) P-value Lag Variabel ekonomi

Q Konsumsi gula kristal putih (ton) -1.905 0 -5.130 0.0015 0 P Harga gula kristal putih (Rp/kg) 0.447 1 -5.138 0.0003 0 Y GDP per kapita (Rp) -2.751 1 -4.076 0.0039 0 Z Harga gula kristal rafinasi (Rp/kg) 0.179 7 -4.943 0.0005 1 W Biaya pokok produksi gula (Rp/kg) -0.869 0 -3.828 0.0072 0 Dari table tersebut terlihat bahwa semua data ekonomi gula bersifat tidak stasioner pada level dan terintegrasi pada ordo satu, I(1). Jadi penggunaan data level yang tidak stasioner tersebut untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran akan memberikan hasil yang keliru karena adanya pengaruh tren seperti terlihat pada gambar 30. Namun karena data time series ekonomi gula sudah stasioner pada beda pertama (first difference) maka regresi dapat dilakukan dengan menggunakan data beda pertama tersebut. Akan tetapi penggunaan data beda yang sudah stasioner tersebut akan menghilangkan informasi jangka panjang dari hubungan antar variabel.

(16)

Gambar 30. Data Produksi Gula yang Stasioner dan Tidak Stasioner Tahun 1960-2009

Tahap selanjutnya dari penentuan kekuatan pasar adalah menguji ada tidaknya kointegrasi dari variabel ekonomi yang tidak stasioner tersebut.

Pengujian dilakukan menggunakan prosedur dua tahap Engle-Granger terhadap residual dari masing-masing fungsi permintaan dan penawaran secara parsial (persamaan 4.7 dan 4.8). Tahap pertama adalah mengestimasi persamaan tunggal fungsi permintaan dan relasi penawaran menggunakan metode OLS dan mendapatkan nilai masing-masing residualnya.

Fugsi permintaan gula dinyatakan oleh persamaan berikut dengan menyertakan variabel interaksi antara harga dengan semua variabel shifternya :

Penyertaan variabel interaksi antara harga barang bersangkutan dengan pendapatan (PY) dan dengan harga barang lain (PZ) merupakan prasyarat bagi estimasi parameter kekuatan pasar (imposibility theorm). Teorema tersebut

(17)

menyatakan bahwa identifikasi derajat persaingan dengan menggunakan data harga dan kuantitas pada tingkat industri tidak mungkin dilakukan jika dan hanya jika vektor variabel Z pada inverse demand function dapat dipisahkan (separable) dari harganya (lihat penjelasannya pada bagian 3.2.3). Estimasi paramter dilakukan menggunakan metode OLS dan hasil regresi disajikan pada tabel berikut:

Tabel 15. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Gula dengan Metode OLS

Variable Parameter Std. Error t-Statistic Prob

Constant 498224.6 392212.6 1.270292 0.2162

P -179.1702 425.5115 -0.421070 0.6775

Y 0.356728 0.088479 4.031760 0.0005

Z -448.7888 198.3211 -2.262940 0.0330

PY -1.03E-05 6.77E-05 -0.151356 0.8810

PZ 0.089985 0.057355 1.568922 0.1298

R-squared 0.656552 Adjusted R-squared 0.585001

Sementara itu persamaan relasi penawaran dinyatakan sebagai:

dengan dan nilai parameter αP, αPY, dan αPZ

diperoleh dari hasil estimasi fungsi permintaan sebelumnya seperti terdapat pada tabel 15.

Estimasi relasi penawaran dilakukan menggunakan metode OLS dan hasil regresi disajikan pada tabel berikut.

Tabel 16. Hasil Estimasi Relasi Penawaran Gula dengan Metode OLS

Variable Parameter Std. Error t-Statistic Prob

Constant -368.6348 297.2643 -1.240091 0.2260

Q 0.000145 0.000158 0.919620 0.3662

W 1.271608 0.040644 31.28663 0.0000

Q* 0.000227 0.000489 0.464609 0.6461

R-squared 0.978516 Adjusted R-squared 0.976037

(18)

Estimasi menggunakan metode OLS memberikan hasil yang sesuai dengan prediksi teori ekonomi yaitu αP < 0 dan αY, βQ, βW > 0. Untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang menyusun fungsi permintaan dan relasi penawaran dilakukan pengujian stasioneritas terhadap residual masing-masing. Uji akar unit terhadap residual fungsi permintaan dan residual relasi penawaran dilakukan dengan menggunakan ADF persamaan (4.12).

Hipotesis null dari pengujian menyatakan bahwa residual fungsi permintaan dan relasi penawaran adalah tidak stasioner. Residual fungsi permintaan dinyatakan sebagai:

Hasil pengujian kointegrasi fungsi permintaan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 17. Hasil Uji Kointegrasi Fungsi Permintaan Gula

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.685346 0.0887 Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767 10% level -2.622989 Sementara itu residual relasi penawaran dinyatakan sebagai:

Hasil pengujian kointegrasi relasi penawaran disajikan pada tabel berikut:

Tabel 18. Hasil Uji Kointegrasi Relasi Penawaran Gula

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.948429 0.0004 Test critical values: 1% level -3.679322

5% level -2.967767 10% level -2.622989

(19)

Hasil pengujian menggunakan α = 10.% menunjukkan bahwa residual tidak mengandung akar unit yang berarti eror dari fungsi permintaan dan relasi penawaran bersifat stasioner sehingga semua variabel penyusun fungsi permintaan dan relasi penawaran terkointegrasi. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel yang menyusun fungsi permintaan dan relasi penawaran tersebut.

6.2. Estimasi Fungsi Permintaan

Oleh karena terdapat kointegrasi maka fungsi permintaan dan relasi penawaran tersebut dapat dinyatakan dalam mekanisme perbaikan kesalahan (error correction mechanism) untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan keseimbangan jangka panjang sekaligus dinamika hubungan jangka pendeknya.

Model oligopolistik dinamik fungsi permintaan gula kristal putih dengan demikian dinyatakan sebagai:

Estimasi dilakukan dengan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) untuk mengatasi persoalan endogenitas dengan menggunakan perangkat lunak Eviews 5.

Hasil estimasi menujukkan bahwa hubungan antar variabel yang menyusun fungsi permintaan sesuai dengan yang diprediksi teori ekonomi yaitu αP < 0, αY >

0 yang menunjukkan bahwa gula merupakan barang normal dan γ terletak antara 0 dan -1. Namun demikian hubungan antara gula kristal putih dan gula rafinasi bersifat komplementer, seperti ditunjukkan oleh αZ < 0, adalah diluar harapan mengingat keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai pemanis makanan dan

(20)

minuman. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya pembedaan pasar yang tegas antara GKP dan GKR dimana GKP untuk konsumsi rumahtangga dan GKR untuk konsumsi industri sehingga tidak dimungkinkan terjadinya substitusi antar keduanya. Hasil selengkapnya dari estimasi fungsi permintaan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 19 . Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Gula Model Dinamik dengan Metode 2SLS

Variable Parameter Coefficient Std. Error t-Statistic P-value C α0 46757.65 82059.12 0.569804 0.5752

∆Pt αP -609.1526 685.3905 -0.888767 0.3847

∆Yt αY 0.183292 0.292444 0.626759 0.5379

∆Zt αZ -185.0525 239.9838 -0.771104 0.4497

∆PYt αPY 3.98E-05 8.66E-05 0.460303 0.6503

∆PZt αPZ 0.018255 0.057092 0.319753 0.7525

∆Qt-1 αQ 0.580154 0.421688 1.375789 0.1841 Ut-1 γ -0.133513 0.375770 -0.355306 0.7261

R-squared (R2) 0.334662

Adjusted R-squared 0.101794 Long run parameters

P θP -4562.4965

Y θY 1.3728401

Z θZ -1386.0261

PY θPY 0.0002981

PZ θPZ 0.1367283

Own price demand elasticity

Short run ηSR -0.33

Long run ηLR -2.45

Selain itu parameter elastisitas mengindikasikan permintaan gula dalam jangka pendek bersifat inelastik (ηSR = -0.33)namun dalam jangka panjang bersifat elastik (ηLR = -2.45). Prosedur penghitungan elastisitas tersebut dilakukan berdasarkan persamaan (4.17). Sebagai perbandingan Pakpahan (2003) menyatakan elastisitas permintaan terhadap perubahan harga gula di negara berkembang China, India, Indonesia, Thailand, Pakistan, dan Korea bersifat inelastik yaitu masing-masing -0.29, -0.76, -0.61, -0.24, -0.15, dan -0.79 dan di

(21)

negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Jepang, Australia dan bekas Uni Soviet masing-masing -0.11, -0.07, -0.12, -0.81, -0.02, dan -0.05. Jika dibandingkan dengan angka-angka elastisitas tersebut maka nilai elastisitas harga jangka pendek yang diperoleh melalui estimasi model permintaan oligopolistik dinamik ini cukup memadai baik dilihat dari sisi teori maupun hasil kajian empiris di negara lain untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

Sementara itu nilai parameter penyesuaian, γ, (adjustment paramter) sesuai dengan yang diharapkan yaitu terletak antara 0 dan -1. Jika γ = 0 berarti tidak terjadi perbaikan kesalahan (no error correction take place) dan jika γ = -1 berarti deviasi terhadap jalur keseimbangan jangka panjang dikoreksi seketika itu juga (instantly). Oleh karena itu hasil estimasi γ = -0.13 mengindikasikan terjadinya penyesuaian sebesar 13% manakala terjadi deviasi terhadap keseimbangan permintaan jangka panjangnya. Namun demikian hasil estimasi tersebut kurang memuaskan secara statistik karena menghasilkan koefisien determinasi yang kecil (R2 = 33.5% dan Adjusted R2 = 10.2) dan sebagian besar parameter estimasi yang yang dihasilkan tidak signifikan pada tingkat kepercayaan yang ditetapkan (α = 20%). Tetapi karena penentuan model lebih didasarkan pada pertimbangan ekonomi dan semua parameter, terutama parameter penting elastisitas yang digunakan untuk menentukan bobot politik kelompok kepentingan bukan untuk prediksi dan simulasi, menghasilkan tanda dan besaran yang sesuai dengan prediksi teori ekonomi dan hasil empiris maka model tersebut tetap digunakan untuk analisis berikutnya. Namun sebagai perbandingan selain mengestimasi model dinamik tersebut, estimasi fungsi permintaan juga dilakukan terhadap model statiknya dengan metode 2SLS. Hasil estimasi disajikan pada tabel berikut:

(22)

Tabel 20. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Gula Model Statik dengan Metode 2SLS

Variable Parameter Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Constant α0 344671.7 657190.6 0.524462 0.6048 P αP 85.38294 1001.008 0.085297 0.9327 Y αY 0.389397 0.142931 2.724372 0.0118 Z αZ -539.1350 367.9256 -1.465337 0.1558 PY αPY -4.99E-05 0.000152 -0.328778 0.7452 PZ αPZ 0.118728 0.114011 1.041370 0.3081

R-squared 0.651021

Adjusted R-squared 0.578317

Hasil estimasi fungsi permintaan statik lebih memuaskan dari pertimbangan statistik karena menghasilkan R2 relatif tinggi (lebih dari 50%) dan parameter yang signifikan pada tingkat kepercayaan yang ditetapkan namun tanda parameter utama, αP > 0 berbeda dengan yang diprediksi teori ekonomi mengenai permintaan.

Oleh karena itu penggunaan model statik tidak memadai pada penelitian ini.

6.3. Estimasi Relasi Penawaran

Jika fungsi permintaan dinamik menghasilkan prediksi elastisitas permintaan yang sesuai dengan teori ekonomi dan hasil empiris di beberapa negara berkembang dan maju, maka pada bagian ini disajikan hasil estimasi relasi penawaran gula. Model oligopolistik dinamik relasi penawaran dinyatakan sebagai:

Estimasi fungsi relasi penawaran dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS dan hasilnya disajikan pada tabel 21.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa hasil estimasi relasi penawaran sesuai dengan prediksi ekonomi yaitu tanda βQ dan βW> 0. Namun demikian nilai parameter penyesuaian lebih kecil dari -1 (ψ = -1.2) sehingga interpretasi

(23)

ekonominya adalah deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang penawaran, ketika biaya marjinal tidak sama dengan perceived marginal revenue, maka deviasi tersebut bukan saja dikoreksi seketika bahkan terjadi overshooting sebesar 20% menuju keseimbangan (lihat Steen and Salvanes, 1999). Selain itu hasil perhitungan parameter elastisitas menggunakan persamaan (4.18) mengindikasikan penawaran gula, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, bersifat elastik (εSR=1.35 dan εLR=1.64) yang berarti produsen gula sangat responsif terhadap perubahan harga baik dalam jangka pendek terlebih lagi dalam jangka panjang.

Tabel 21. Hasil Estimasi Relasi Penawaran Gula Model Dinamik dengan Metode 2SLS

Variable Parameter Coefficient Std. Error t-Statistic P-value C β0 -1.831892 103.5619 -0.017689 0.9860

∆Qt βQ 0.000729 0.000690 1.056764 0.3021

∆Wt βW 2.593927 0.591003 4.389024 0.0002

λ -0.000493 0.000741 -0.665313 0.5128

∆Pt-1 βP t-1 -1.441378 0.425435 -3.388013 0.0026

Vt-1 ψ -1.215036 0.522391 -2.325914 0.0296

R-squared (R2) 0.493950

Adjusted R-squared 0.378939 Long run parameters

Q ξQ 0.000599982

W ξW 2.134856087

Q* Λ -0.00040575

Own price supply elasticity

Short run εSR 1.35

Long run εLR 1.64

Selain itu nilai parameter kekuatan pasar yang menjadi perhatian utama model, baik parameter jangka pendek (λ) maupun parameter jangka panjangnya (Λ), juga sesuai dengan yang diharapkan yaitu tertelak antara 0 dan -1. Jika λ = 0 berarti produsen gula domestik dalam jangka pendek bersifat kompetitif, namun jika λ = -1 maka produsen berperilaku laksana monopolis (perfect cartel) dengan

(24)

mengeksploitasi kekuatan pasar yang dimiliki. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai λ = -0.0005 dan Λ= -0.0004 yang berarti produsen gula dalam negeri memiliki kekuatan pasar yang sangat kecil dalam mempengaruhi harga gula domestik baik dalam jangka pendek terlebih lagi dalam jangka panjang. Dengan kata lain meskipun struktur pasar gula domestik bersifat oligopolistik namun tidak cukup alasan untuk mengatakan terjadinya kartel pada industri gula yang dilakukan produsen.

Kemungkinan lain dari kecilnya nilai parameter kekuatan pasar jika dikaitkan dengan tingginya konsentrasi rasio (CR4) produsen yang mencapai 63.1 persen disebabkan oleh karakteristik model oligopolistik yang digunakan pada penelitian. Seperti dikatakan Corts (1999) bahwa selain keunggulannya yang tidak memerlukan data rinci pada tingkat perusahaan, kelemahan Conduct Parameter Model (CPM) --dimana model oligopolistik Bresnahan-Lau berada di dalamnya--

adalah kecenderungan CPM untuk menghasilkan nilai parameter kekuatan pasar yang relatif kecil dibandingkan dengan nilai parameter yang dihasilkan melalui perhitungan langsung dari marjin harga dan biaya marginal (direct measurement of price-cost margin). Hal ini dapat dilihat pada penelitian Steen and Salvanes

(1999) yang mengestimasi tingkat kekuatan pasar yang dimiliki produsen ikan salmon Norwegia di pasar ikan salmon Perancis dengan nilai paramater kekuatan pasar jangka pendek yang relatif kecil (λ = -0.025) sementara pangsa pasar yang dikuasai mencapai lebih dari 70 persen. Oleh karena itu salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan normalisasi rentang mark-up dari Indeks Learner, (P-MC)/P = - λ/η, dengan η menyatakan nilai absolut dari elastisitas permintaan jangka pendek η = |-0.33|. Setelah dilakukan normalisasi

(25)

maka nilai mark-up menjadi lebih besar yaitu -0.0014 namun tetap relatif kecil jika melihat tingginya konsentrasi pasar yang dimiliki produsen gula.

Penjelasan ekonominya adalah meskipun struktur pasar gula bersifat oligopolistik dan produsen menghimpun diri ke dalam asosiasi produsen gula namun mereka tidak dapat leluasa mengendalikan harga karena perilaku harga gula domestik sangat tergantung pada perilaku harga gula dunia yang umumnya lebih murah. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya volume gula impor yang dalam 10 tahun terakhir berkisar 50 persen dari kebutuhan. Selain itu ketika harga gula domestik tinggi maka pemerintah memperbanyak kuota impor bahkan dengan menurunkan tarif impor gula sehingga peredaran gula di dalam negeri bertambah yang selanjutnya akan menurunkan harga gula di dalam negeri. Hal ini terlihat ketika pada tahun 2009 pemerintah menurunkan tarif impor gula mentah dari Rp. 550 per kilogram menjadi Rp. 150 per kilogram dan gula kristal putih dari Rp. 790 per kilogram menjadi Rp. 400 per kilogram pada saat harga gula dunia tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kompetisi antar waktu (intertemporal competitions) dengan gula impor dapat menurunkan kekuatan pasar yang dimiliki

kelompok produsen seperti ditemukan Steen dan Salvanes (1999). Sebagai tambahan proses penjualan gula petani dan tabrik gula PTPN/RNI dilakukan melalui lelang yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan produsen. Implikasi politik dari parameter kekuatan pasar tersebut adalah rente ekonomi yang diakibatkan oleh adanya monopoly power relatif kecil.

Namun demikian berdasarkan pertimbangan statistik, model relasi penawaran dinamik memberikan nilai koefisien determinasi relatif tinggi (R2=49,4% dan Adjusted-R2=37.9%) dan sebagian parameter jangka pendek yang

(26)

diperoleh menunjukkan besaran yang signifikan pada tingkat kepercayaan yang digunakan. Oleh karena itu model oligopolistik dinamik relasi penawaran gula sangat memadai untuk digunakan pada analisis selanjutnya. Namun seperti halnya fungsi permintaan, sebagai perbandingan dilakukan estimasi terhadap relasi penawaran statik dan hasil estimasi dengan metode 2SLS disajikan pada tabel berikut:

Tabel 22 . Hasil Estimasi Relasi Penawaran Gula Model Statik dengan Metode 2SLS

Variable Parameter Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

Constant β0 -596.1897 381.4748 -1.562855 0.1302 Q βQ 0.000270 0.000205 1.316731 0.1994 W βW 1.258943 0.043157 29.17152 0.0000 Q* λ 0.000258 0.000496 0.519775 0.6076

R-squared 0.977994

Adjusted R-squared 0.975454

Hasil estimasi relasi penawaran statik juga sesuai dengan prediksi teori ekonomi yaitu βQ dan βW > 0 bahkan memuaskan secara statistik karena menghasilkan R2=97%. Namun demikian tanda positif (+) dari parameter kekuatan pasar (λ) tidak sesuai dengan teori ekonomi. Oleh karena itu model relasi penawaran statik tidak digunakan dalam penelitian ini.

6.4. Ikhtisar

Setelah diketahui struktur pasar gula domestik bersifat oligopoli seperti telah diidentifikasi pada Bab 5 maka pada bagian selanjutnya disajikan prosedur analisis data untuk mengestimasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula pada struktur oligopolistik tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan sejumlah parameter seperti kekuatan pasar serta elastisitas permintaan dan

(27)

penawaran gula pada kondisi pasar yang relevan untuk selanjutnya digunakan dalam estimasi kemampuan lobi berbagai kelompok kepentingan.

Sebelum proses estimasi parameter, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap stasioneritas data karena data ekonomi rentang waktu umumnya tidak stasioner. Setelah dilakukan pengujian menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF test) diketahui seluruh data ekonomi gula yang digunakan tidak stasioner namun terintegrasi pada ordo satu, I(1). Oleh karena itu untuk mengatasi persoalan data yang tidak stasioner tersebut maka digunakan mekanisme perbaikan kesalahan dengan memodifikasi fungsi permintaan dan relasi penawaran gula kedalam bentuk oligopolistik dinamik. Prosedur ini memiliki kelebihan --selain dapat mengatasi persoalan data yang tidak stasioner tersebut-- yaitu peneliti dapat mengetahui dinamika hubungan jangka pendek dari fungsi permintaan dan relasi penawaran gula sekaligus tetap mendapatkan informasi hubungan jangka panjangnya.

Guna mengatasi persoalan endogenitas maka estimasi parameter dilakukan dengan metode 2SLS dan hasil estimasi menunjukkan bahwa permintaan gula dalam jangka pendek bersifat inelastik namun dalam jangka panjang bersifat elastik. Sementara itu penawaran gula bersifat elastik, baik jangka pendek terlebih dalam jangka panjang. Parameter yang dihasilkan tersebut konsisten dengan teori dan hasil empiris. Nilai parameter elastisitas ini kemudian digunakan untuk menghitung bobot politik berbagai kelompok kepentingan menggunakan bantuan Fungsi Preferensi Politik sebagai proksi terhadap efektivitas lobi. Hasil perhitungan penentuan bobot politik masing-masing kelompok secara empirik disajikan pada bab selanjutnya.

Gambar

Gambar 18. Proses Pengujian Kointegrasi dan Mekanisme Perbaikan Kesalahan Lakukan regresi dengan OLS untuk mendapatkan nilai  residual Fungsi permintaan
Tabel 4. Alternatif Spesifikasi Model Ekonometrik-Politik Swasembada Gula  Model Spesifikasi  A1  SSR    = ƒ(WP, WG, AREA, GDPC)  A2  RENT = ƒ(WP, WG, AREA, GDPC)  A3  SSR    = ƒ(RENT, AREA, GDPC)  Keterangan  SSR  = tingkat swasembada   WP  = bobot politi
Tabel 5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 5. Lanjutan
+4

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler

Dari pengamatan laju dekomposisi kompos TKKS dari pengamatan rasio C/N diketahui perlakuan yang dapat meningkatkan laju dekomposisi kompos tandan kosong kelapa

Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya

Jika Helaian Data Keselamatan kami telah diberikan kepada anda bersama bekalan Asal bukan HP yang diisi semula, dihasilkan semula, serasi atau lain, sila berhati-hati bahawa

Alat Modified Oveninidirancang agar kualitas dan produktivitas produk meningkat, distribusi api untuk pemasakanlebih merata, distribusi udara panas lebih bagus

Pada kondisi adanya pilihan terbuka bagi para investor untuk menanamkan modalnya maka alih fungsi lahan pertanian pada daerah dengan infrastruktur yang baik dan sekaligus

Kebanyakan penulis dan manajer yang sukses menyarankan bahwa budaya organisasi yang kuat sangat penting bagi bisnis karena memiliki tiga faktor penting (Shahzad et al,

4&lt; ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆