• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrol optimal glukosa darah dalam pengobatan diabetes mellitus menggunakan sistem kontrol regulator kuadratik linear.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontrol optimal glukosa darah dalam pengobatan diabetes mellitus menggunakan sistem kontrol regulator kuadratik linear."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Indra Kurniawan. 2015. Kontrol Optimal Glukosa Darah Dalam Pengobatan Diabetes Mellitus Menggunakan Sistem Kontrol Regulator Kuadratik Linear. Skripsi. Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Topik yang dibahas dalam skripsi ini adalah kontrol optimal gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kelebihan kadar glukosa darah yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit lain bahkan kematian. Tulisan ini akan membahas mengenai cara mengontrol kadar glukosa darah agar berada di interval yang diinginkan yaitu 3,9-10 mmol/L. Dalam hal ini, kontrol glukosa darah dapat dipresentasikan dalam sistem kontrol regulator kuadratik linear menggunakan model glukosa darah Ackerman. Model glukosa darah Ackerman menggunakan satu kontrol yaitu insulin dan dua variabel keadaan yaitu kadar glukosa darah dan kadar efek hormon di dalam tubuh. Model tersebut akan meminimumkan fungsi tujuan berupa penyimpangan kadar glukosa darah dari kadar yang diinginkan dan kadar insulin yang diberikan kepada pasien diabetes mellitus.

Kadar glukosa darah yang diperoleh dari penyelesaian sistem kontrol regulator kuadratik linear merupakan kadar glukosa darah yang optimal dengan kadar tranfusi insulin yang minimal. Dengan demikian, sistem dan model ini dapat membantu dalam menentukan kadar insulin yang mengontrol kadar glukosa darah agar selalu di interval normal. Selain itu, kelebihan insulin yang dapat menyebabkan penyakit lain dapat dihindari dengan menggunakan kontrol ini.

(2)

ABSTRACT

Indra Kurniawan. 2015. Blood Glucose Optimal Control In Diabetes Mellitus Treatment Using Linear Quadratic Regulator Control System. A Thesis. Mathematics Study Program, Departement of Mathematics, Faculty of Science and Technology, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The topic of this thesis is blood glucose optimal control in diabetes mellitus treatment. Diabetes mellitus is a disease due to excess blood glucose level which can lead to a variety of other diseases and even death. This paper will discuss how to control blood glucose level such that in the desired interval of 3.9-10 mmol/L. In this case, the control of blood glucose can be presented as an control system using the linear quadratic regulator of blood glucose Ackerman model. Ackerman model blood glucose use a single control, namely insulin and two state variables, namely blood glucose level and the effects of hormone level in the body. The model will minimize the objective function which are a deviation of blood glucose level from the desired level and insulin level given to diabetes mellitus patients.

Blood glucose level obtained from the solution of the linear quadratic regulator optimal control system is optimal blood glucose level with minimal insulin transfusion level. Thus, the system and this model can help determining the insulin level that controls blood glucose level always in the normal interval. In addition, excess insulin due to insulin administration from outside led to other illnesses can be avoided using this control.

(3)

KONTROL OPTIMAL GLUKOSA DARAH DALAM PENGOBATAN DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN SISTEM KONTROL

REGULATOR KUADRATIK LINEAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh: Indra Kurniawan

NIM: 113114003

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

BLOOD GLUCOSE OPTIMAL CONTROL IN DIABETES MELLITUS TREATMENT USING LINEAR QUADRATIC REGULATOR CONTROL

SYSTEM

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains

Mathematics Study Program

Written by: Indra Kurniawan Student ID: 113114003

MATHEMATICS STUDY PROGRAM MATHEMATICS DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Karya ini sebagai bukti kasih setia Yesus Kristus di dalam hidupku

‘Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan

anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak

binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.’

(Yohanes 3:16)

‘Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya akan

ditambahkan kepadamu’

(Matius 6:33)

Karya ini aku persembahkan untuk :

Orang-orang terkasih: bapak, ibu, dan adikku

Sahabat-sahabatku matematika 2011: Ensi, Bayu, Heri

(8)
(9)

ABSTRAK

Indra Kurniawan. 2015. Kontrol Optimal Glukosa Darah Dalam Pengo-batan Diabetes Mellitus Menggunakan Sistem Kontrol Regulator Kuadratik Linear. Skripsi. Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Topik yang dibahas dalam skripsi ini adalah kontrol optimal gula darah dalam pengobatan diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kelebi-han kadar glukosa darah yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit lain bahkan kematian. Tulisan ini akan membahas mengenai cara mengontrol kadar glukosa darah agar berada di interval yang diinginkan yaitu 3,9-10 mmol/L. Dalam hal ini, kontrol glukosa darah dapat dipresentasikan dalam sistem kontrol regulator kua-dratik linear menggunakan model glukosa darah Ackerman. Model glukosa darah Ackerman menggunakan satu kontrol yaitu insulin dan dua variabel keadaan yaitu kadar glukosa darah dan kadar efek hormon di dalam tubuh. Model tersebut akan meminimumkan fungsi tujuan berupa penyimpangan kadar glukosa darah dari kadar yang diinginkan dan kadar insulin yang diberikan kepada pasien diabetes mellitus.

Kadar glukosa darah yang diperoleh dari penyelesaian sistem kontrol regulator kuadratik linear merupakan kadar glukosa darah yang optimal dengan kadar tranfu-si insulin yang minimal. Dengan demikian, tranfu-sistem dan model ini dapat membantu dalam menentukan kadar insulin yang mengontrol kadar glukosa darah agar selalu di interval normal. Selain itu, kelebihan insulin yang dapat menyebabkan penyakit lain dapat dihindari dengan menggunakan kontrol ini.

(10)

ABSTRACT

Indra Kurniawan. 2015. Blood Glucose Optimal Control In Diabetes Me-llitus Treatment Using Linear Quadratic Regulator Control System. A Thesis. Mathematics Study Program, Departement of Mathematics, Faculty of Science and Technology, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The topic of this thesis is blood glucose optimal control in diabetes mellitus treatment. Diabetes mellitus is a disease due to excess blood glucose level which can lead to a variety of other diseases and even death. This paper will discuss how to control blood glucose level such that in the desired interval of 3.9-10 mmol/L. In this case, the control of blood glucose can be presented as an control system using the linear quadratic regulator of blood glucose Ackerman model. Ackerman model blood glucose use a single control, namely insulin and two state variables, namely blood glucose level and the effects of hormone level in the body. The model will minimize the objective function which are a deviation of blood glucose level from the desired level and insulin level given to diabetes mellitus patients.

Blood glucose level obtained from the solution of the linear quadratic regulator optimal control system is optimal blood glucose level with minimal insulin transfu-sion level. Thus, the system and this model can help determining the insulin level that controls blood glucose level always in the normal interval. In addition, excess insulin due to insulin administration from outside led to other illnesses can be avoi-ded using this control.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah

me-limpahkan berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan baik moril maupun

materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

2. YG. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D, selaku dosen pembimbing skripsi dan Ketua

Program Studi Matematika yang telah meluangkan banyak waktu dan

mem-bimbing penulis dengan penuh kesabaran.

3. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bapak, Ibu, dan Romo dosen-dosen yang telah memberikan ilmu yang

bergu-na kepada penulis.

5. Kedua orang tua, Bapak Blasius Bheri dan Ibu Lusi Bachtiar, yang selalu

mendukung penulis dengan doa, semangat, dan materi.

6. Teman-temanku; Ensi, Heri, dan Bayu, terima kasih untuk canda tawa,

keber-samaan, dan semangat yang selalu diberikan pada penulis

7. Teman-teman angkatan 2009, 2010, 2012 dan 2013, terima kasih untuk doa,

semangat, dan keceriaan yang selalu diberikan kepada penulis.

8. Semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

(12)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta

menyempur-nakan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

wawasan dan pengetahuan bagi pembaca.

Yogyakarta, 26 Juni 2015

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

KATA PENGANTAR ix

PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.1.1 Diabetes Mellitus ……… 1

1.1.2 Diagnosis Diabetes Mellitus ………... 6

1.1.3 Komplikasi Diabetes Mellitus ……… 7

(15)

1.1.5 Kontrol Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus …. 10

1.2 Rumusan Masalah ………. 16

1.3 Pembatasan Masalah ………. 16

1.4 Tujuan Penulisan ………... 16

1.5 Manfaat Penulisan ………. 17

1.6 Metode Penulisan ……….. 17

1.7 Sistematika Penulisan ………... 17

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 2.1 Optimisasi Menggunakan Kalkulus ……….. 19

2.1.1 Fungsi Satu Variabel ………... 19

2.1.2 Fungsi Beberapa Variabel ………... 24

2.2 Matriks Definit Positif dan Definit Negatif ……….. 29

2.3 Optimisasi Menggunakan Kalkulus Variasi ………. 45

BAB 3 SISTEM KONTROL OPTIMAL KUADRATIK LINEAR 51 3.1 Kontrol Optimal ……… 51

3.1.1 Sistem ……….. 51

3.1.2 Indeks Peforma ………... 52

3.1.3 Kendala Pada Variabel Keadaan Dan Atau Variabel Kontrol 52 3.2 Prinsip Minimum Pontryagin ……… 53

3.2.1 Asumsi Kondisi Optimal ……… 54

(16)

3.2.3 Pengali Langrange dan Langrangian ……….. 55

3.2.4 Variasi Pertama ………... 57

3.2.5 Syarat Untuk Ekstrim ………. 58

3.2.6 Hamiltonian ……… 60

3.3 Sistem Kontrol Kuadratik Linear ……….. 70

3.3.1 Formulasi Masalah Regulator Kuadratik Linear ……...……. 70

3.3.2 Masalah Regulator Kuadratik Linear Dengan Waktu Berhingga danInvariant………. 71 3.3.3 Masalah Regulator Kuadratik Linear Dengan Waktu Takhingga danInvariant………. 76 BAB 4 SISTEM KONTROL OPTIMAL GLUKOSA DARAH PADA PENGOBATAN DIABETES MELLITUS 82 4.1 Model Kadar Glukosa Darah ……… 82

4.2 Sistem Regulator Linear Kuadratik Pada Masalah Kontrol Optimal Di BidangBiomedical………... 86 4.3 Kontrol Optimal Untuk Kadar Glukosa Darah ……… 89

BAB 5 PENUTUP 103 5.1 Kesimpulan ………... 103

5.2 Saran ………. 104

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Interval Kadar Glukosa Darah . . . 8

Gambar 2 Sistem Kontrol Regulator Glukosa Darah . . . 12

Gambar 3 Anatomi Mekanisme regulasi Glukosa Darah Intrinsik . . . 14

Gambar 4 MasalahBrachistochrone . . . 45

Gambar 5 Syarat Titik Akhir . . . 59

Gambar 6 Grafik Kontrol Optimal Contoh 3.1 . . . 65

Gambar 7 Grafik Keadaan Optimal Contoh 3.1 . . . 65

Gambar 8 Grafik Adjoint Optimal Contoh 3.1 . . . 66

Gambar 9 Grafik Kontrol Optimal Contoh 3.2 . . . 69

Gambar 10 Grafik Keadaan Optimal Contoh 3.2 . . . 69

Gambar 11 Grafik Kontrol Optimal Contoh 3.3 . . . 76

Gambar 12 Grafik Keadaan Optimal Contoh 3.3 . . . 77

Gambar 13 Grafik Keadaan Optimal dan Kontrol Optimal Contoh 3.4 . 81 Gambar 14 Absorbsi Glukosa dan Hormon . . . 84

(18)

DAFTAR TABEL

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

di-sertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat

insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh

gang-guan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas,

atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.

(Direkto-rat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direkto(Direkto-rat Jenderal Bina Kefarmasian Dan

Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2005).

Diabetes berasal dari kata bahasa Yunani kuno yang berarti siphon atau pipa karena pasien diabetes mempunyai gejala banyak minum sehingga banyak buang

air kecil pula. Mellitus berasal dari bahasa Latin yang berarti honey atau madu karena urin pasien diabetes berisi banyak gula.

Diabetes mellitus diperkirakan telah ada sejak manusia ada. Salah satu

papi-rus di Mesir pada tahun 1500 SM menyebut gejala sering buang air kecil. Pada

tahun 400 SM gejala diabetes disebutkan dalam Susruta (dokumen Hindu kuno).

Dokumen paling jelas yang menyebutkan tentang diabetes mellitus diberikan oleh

Aretaeus dari Cappadocia (seorang dokter abad kedua pada saat kekaisaran Nero).

Selama berabad-abad, satu-satunya pengobatan yang tersedia untuk pasien dengan

diabetes mellitus adalah puasa. Jika diabetes mellitus memburuk, maka dianjurkan

puasa yang lebih lama. Penemuan insulin di Universitas Toronto pada tahun

(21)

Chee dan Tyrone Fernando, 2007). Pada tahun 1921, 2 dokter dari Toronto,

Kana-da yaitu Frederick Banting Kana-dan Charles Herbert Best berhasil menemukan hormon

insulin dalam pankreas yang berperan besar dalam mengatur kadar glukosa darah

dalam tubuh. Hormon ini menfasilitasi jaringan menyerap glukosa untuk

mengha-silkan energi. Atas jasanya, kedua dokter tersebut dianugerahi Hadiah Nobel pada

tahun 1923.

Penderita diabetes mellitus di dunia berdasarkan dataInternational Diabetes Fe-derationadalah sebanyak 382 juta di tahun 2013 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta di tahun 2030. Penderita diabetes mellitus di Indonesia sebanyak

8,4% di tahun 2015 dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 % di tahun 2030.

Se-lain itu, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) lebih dari 80% kematian akibat

diabetes mellitus terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Secara umum diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu diabetes

mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2. Pada diabetes mellitus tipe 1 produksi

insulin yang dihasilkan oleh tubuh berkurang. Pada diabetes mellitus tipe 2

res-pon tubuh terhadap insulin berkurang. Selain 2 tipe tersebut terdapat jenis diabetes

lainnya seperti diabetes mellitus gestasional dan pra-diabetes.

Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,

diperkirakan kurang dari 5-10 % dari keseluruhan populasi penderita diabetes

me-llitus. Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi gangguan produksi insulin yang

diaki-batkan oleh kerusakan sel-selβ pulau Langerhans oleh reaksi otoimun. Serangan

otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Namun ada pula yang

disebab-kan oleh bermacam-macam virus, antara lain: virus Cocksakie, Rubella, CMVirus,

dan Herpes.

(22)

meng-akibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan

gangguan metabolisme yang menyertai diabetes melitus tipe 1. Selain defisiensi

insulin, fungsi sel-sel α pulau Langerhans pada penderita diabetes mellitus tipe 1

juga menjadi tidak normal. Pada penderita diabetes mellitus tipe 1 ditemukan

se-kresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans. Secara normal,

jika kadar glukosa darah tinggi (>10 mmol/L) maka sekresi glukagon akan turun,

namun pada penderita diabetes mellitus tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon

tetap tinggi. Salah satu akibat dari keadaan ini adalah cepatnya penderita diabetes

mellitus tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi

insu-lin. Ketoasidosis adalah suatu keadaan darurat medik akibat gangguan metabolisme

glukosa dengan tanda-tanda hiperglikemia (kadar gula darah>16,65 mmol/L),

hi-perketonemia (kadar bikarbonat darah < 15 mEq/L) dan asidosis metabolik (pH

darah<7,3). Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi

gluka-gon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan keton.

Somatostatin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pulau Langerhans dan

ber-fungsi untuk menghambat sekresi insulin dan glukagon. Salah satu masalah jangka

panjang pada penderita diabetes mellitus tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh

untuk mensekresi glukagon.

Defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada diabetes mellitus.

De-fisiensi sekresi insulin dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan

sel-sel sasaran untuk merespon terapi insulin yang diberikan. Defisiensi insulin

me-nyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari

pemecahan lemak (lipolisis) yang tidak terkendali di jaringan adiposa. Asam

le-mak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan

perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka. Dengan kata lain asam lemak

be-bas akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan

(23)

me-respon insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4

(protein transporter yang membantu transport glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.

Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum dan lebih

ba-nyak penderitanya dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe 1. Penderita diabetes

mellitus tipe 2 umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita

diabetes mellitus tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.

Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan

terjadi-nya diabetes mellitus tipe 2. Faktor-faktor tersebut antara lain obesitas, diet tinggi

lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.

Berbeda dengan diabetes tipe 1, pada penderita diabetes tipe 2, terutama yang

berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di

dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, diabetes tipe 2

bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran

in-sulin gagal atau tak mampu merespon inin-sulin secara normal. Keadaan ini lazim

disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi sebagai akibat

dari obesitas, gaya hidup kurang gerak dan penuaan.

Selain resistensi insulin, pada penderita diabetes mellitus tipe 2 juga sering

tim-bul defisiensi insulin. Namun, pada penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak terjadi

kerusakan sel-sel β Langerhans. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya bersifat relatif. Oleh sebab itu dalam

pe-nanganan diabetes mellitus tipe 2 umumnya tidak memerlukan terapi pemberian

insulin.

Sel-sel β kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama

(24)

ditan-dai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua

terja-di sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan terja-diabetes mellitus tipe 2,

sel-selβ menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya

sekre-si insulin gagal mengkompensasekre-si resekre-sistensekre-si insulin. Apabila tidak ditangani dengan

baik, penderita diabetes mellitus tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-selβ

pankre-as secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga

akhirnya penderita memerlukan insulin dari luar.

Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus gestasional adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang

timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara.

Dia-betes gestasional umumnya dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan,

namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Selain itu, wanita

yang pernah menderita diabetes mellitus gestasional akan lebih besar resikonya

un-tuk menderita diabetes lagi di masa depan.

Pra-diabetes

Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara

ka-dar normal dan diabetes, lebih tinggi ka-daripada normal tetapi tidak cukup tinggi

untuk dikategorikan ke dalam diabetes mellitus tipe 2. Ada dua tipe kondisi

pra-diabetes, yaitu:

• Impaired Fasting Glucose (IFG) atau Glukosa Puasa Terganggu (GPT): Keadaan dimana kadar glukosa darah puasa seseorang sekitar 5,5-6,9 mmol/L

(kadar glukosa darah puasa normal:<5,5 mmol/L).

(25)

berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam

kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah

sese-orang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada diantara

7,7-10 mmol/L.

Sebagai catatan ada 2 satuan yang digunakan sebagai satuan kadar glukosa

da-rah yaitu mmol/L dan mg/dL. Satuan mmol/L merupakan satuan standar

interna-sional dan banyak digunakan pada jurnal-jurnal ilmiah sedangkan satuan mg/dL

digunakan di Indonesia sebagian satuan standar. Satuan mmol/L dapat dikonversi

ke mg/dL dengan cara mengalikannya dengan 18. Misalnya, 11,1 mmol/L sama

dengan 200 mg/dL. Pada tulisan ini akan digunakan kedua satuan tersebut. Apabila

satuan yang tertera tidak sesuai dengan kebutuhan maka pembaca dapat

mengkon-versi sendiri dengan aturan konmengkon-versi yang telah dijelaskan.

1.1.2 Diagnosis Diabetes Mellitus

Salah satu cara mendiagnosa diabetes mellitus yaitu dengan melakukan Oral Glu-cose Tolerance Test(OGTT) atau yang lebih dikenal denganGlucose Tolerance Test

(GTT). Glucose Tolerance Test (GTT) biasanya dilakukan pada kasus kadar

gluko-sa sewaktu (kadar glukogluko-sa gluko-saat pemerikgluko-saan) 7,7-11,1 mmol/L, atau kadar glukogluko-sa

puasa (kadar glukosa darah setelah seseorang tidak makan selama 8-12 jam) antara

6,1-6,9 mmol/L, atau bila ada glukosuria (ekskresi glukosa ke dalam urin) yang

ti-dak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan

riwayat keluarga diabetes, pada penderita penyakit vaskular (penyakit yang

mem-pengaruhi sistem peredaran darah), atau neurologik (penyakit yang memmem-pengaruhi

sistem saraf). GTT juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan

(diabe-tes gestasional).

Selama 3 hari sebelum melakukan tes GTT pasien harus mengkonsumsi sekitar

(26)

labo-ratorium harus dihentikan sampai tes dilaksanakan. Beberapa jenis obat yang dapat

mempengaruhi hasil laboratorium adalah insulin, kortikosteroid (kortison),

kontra-sepsi oral, estrogen, anticonvulsant (obat untuk mengobati atau mencegah kejang),

diuretik (obat untuk mensekresi urin lebih banyak), tiazid, salisilat, asam askorbat.

Selain itu pasien juga tidak boleh minum alkohol. Kekurangan karbohidrat dan

ti-dak ada aktifitas atau tirah baring juga dapat mengganggu toleransi glukosa. Oleh

karena itu tes GTT tidak boleh dilakukan pada pasien yang sedang sakit, sedang

dirawat baring atau yang tidak boleh turun dari tempat tidur.

Sebelum dilakukan tes, pasien harus berpuasa selama 12 jam. Pengambilan

sampel darah dilakukan sebagai berikut:

• Pagi hari setelah puasa, pasien diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa

darah puasa. Pasien mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan

sampel urinnya.

• Pasien diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air

(250 ml).

• Setelah 12 jam, 1 jam, 112 jam, dan 2 jam, pasien diambil darah untuk

peme-riksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam pasien mengosongkan kandung

kemihnya dan mengumpulkan sampel urinnya secara terpisah.

• Selama tes GTT dilakukan, pasien tidak boleh minum kopi, teh, makan

per-men, merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat.

Mi-num air putih yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.

1.1.3 Komplikasi Diabetes Mellitus

Kadar glukosa darah orang sehat adalah 3,9-5,5 mmol/L. Apabila kadar glukosa

(27)

hi-BG [mmol/L]

10 3.9

1.1 33.3

Hypo Target Hyper

Gambar 1: Interval Kadar Glukosa Darah

Hipoglikemia

Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma di antara 1,1-3.9 mmol/L. Kadar glukosa

darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi

sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Keadaan hipoglikemia parah

bahkan dapat menyebabkan kematian.

Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila

pen-derita:

• Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

• Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli

gizi

• Berolah raga terlalu berat

• Mengkonsumsi obat anti diabetes dalam dosis lebih besar dari pada

seharus-nya

• Minum alkohol

• Stres

• Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko

hipoglike-mia

(28)

Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.

Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stres, infeksi, dan konsumsi

obat-obatan tertentu. Hiperglikemia terjadi ketika kadar glukosa darah lebih dari 10

mmol/L. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti

gastroparesis (kelumpuhan lambung) dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia

yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang

ber-bahaya, antara lain ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat fatal dan membawa

kematian.

1.1.4 Terapi Diabetes Mellitus

Terapi diabetes mellitus memiliki 2 tujuan yaitu:

1. Menjaga agar kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal

2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Kadar glukosa darah perlu dijaga dalam kadar normal karena

1. konsentrasi glukosa yang tinggi menyebabkan tekanan osmotik di cairan

eks-traseluler sehingga menyebabkan dehidrasi seluler. Kadar glukosa darah yang

berlebihan ini menyebabkan hilangnya glukosa melalui buang air kecil

(gli-kosuria) yang mengarah ke diuresis osmotik (hilangnya cairan dan elektrolit

dari dalam tubuh),

2. terlalu rendah kadar glukosa membawa resiko koma hipoglikemia,

3. konsentrasi glukosa darah yang terlalu tinggi (> 11,1 mmol/L) dapat

mem-pengaruhi penyembuhan luka dan mengganggu fungsi neutrofil (bagian sel

(29)

4. terapi yang mempertahankan kadar glukosa darah di bawah 11,9 mmol/L

me-ningkatkan hasil terapi jangka panjang pada pasien diabetes dengan infark

miokard akut (keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai

darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah

ka-rena pecahnya plak).

Pada dasarnya ada 2 pendekatan terapi diabetes mellitus yaitu terapi tanpa obat

dan terapi dengan obat. Terapi diabetes mellitus tanpa obat dilakukan dengan diet

dan olahraga. Terapi diabetes mellitus dengan obat dilakukan dengan terapi insulin,

terapi hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya. Pada penderita diabetes

me-llitus tipe 1 tubuh gagal memproduksi insulin sehingga dibutuhkan terapi insulin.

Pada umumnya penderita diabetes mellitus tipe 2 tidak membutuhkan terapi

insu-lin. Namun, dalam beberapa kasus penderita diabetes mellitus tipe 2 membutuhkan

terapi insulin karena juga sering timbul defisiensi insulin.

1.1.5 Kontrol Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus

Terapi insulin merupakan suatu keharusan bagi penderita diabetes mellitus tipe 1.

Pada diabetes mellitus tipe 1, sel-selβ Langerhans kelenjar pankreas penderita

ru-sak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka

penderita diabetes mellitus tipe 1 harus mendapat insulin dari luar untuk membantu

agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun

sebagian besar penderita diabetes mellitus Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin,

namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi

hipoglike-mik oral.

Terapi insulin diindikasikan untuk

1. Semua penderita diabetes mellitus tipe 1 karena produksi insulin oleh sel-sel

(30)

2. Penderita diabetes mellitus tipe 2 tertentu karena terapi lain yang diberikan

tidak dapat mengontrol kadar glukosa darah.

3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark

miokard akut atau stroke.

4. Diabetes mellitus gestasional dan penderita diabetes mellitus yang hamil,

apa-bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

5. Ketoasidosis diabetik.

6. Pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.

Hiperglike-mia hiperosmolar non-ketotik adalah komplikasi diabetes mellitus yang

ditan-dai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah yang ekstrim yang disertai

dengan meningkatnya dehidrasi hipertonik (berkurangnya cairan berupa

hi-langnya air lebih banyak daripada natrium) dan tanpa disertai ketosis serum

(kadar bikarbonat darah<15 mEq/L).

7. Penderita diabetes yang mendapat nutrisi parenteral (nutrisi yang

dimasuk-kan ke pembuluh darah) atau yang memerludimasuk-kan suplemen tinggi kalori untuk

memenuhi kebutuhan energi yang meningkat.

8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

9. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemik oral.

Namun, para peneliti dalam beberapa dekade terakhir telah menemukan

bah-wa penggunaan insulin saja tidak cukup untuk pasien diabetes terutama pada kasus

munculnya komplikasi mikrovaskuler diabetes. Komplikasi mikrovaskuler ini

ter-masuk retinopati (gangguan penglihatan), nefropati (penyakit ginjal) dan neuropati

(31)

ditemu-Terapi intensif ini termasuk pemberian insulin tiga kali atau lebih setiap hari oleh

injeksi atau pompa insulin dari luar.

Dalam usaha terapi insulin intensif tersebut, peneliti mencoba membuat

penga-turan otomatis kadar glukosa darah pasien yang mengatur infusi insulin secara

oto-matis seperti menyetir glukosa darah menuju kadar yang diinginkan. Pengaturan

kadar glukosa tersebut disebut sistem kontrol regulator glukosa darah. Sistem

kon-trol regulator glukosa darah membutuhkan minimal tiga komponen, yaitu, sensor

glukosa darah yang memberikan informasi mengenai kadar glukosa darah secara

terus menerus, pengendali yang mencocokkan kadar glukosa darah dengan tingkat

insulin, dan pompa infus untuk memberikan insulin ke pasien (lihat gambar 2).

Sensor Controller Pump

[image:31.595.99.495.325.551.2]

Patient

Gambar 2: Sistem Kontrol Regulator Glukosa Darah

Kadar glukosa darah merupakan variabel yang dikontrol sehingga diperlukan

informasi mengenai kadar glukosa darah. Informasi ini disediakan oleh sensor

glukosa, dan merupakan masukan untuk sistem kontrol. Insulin digunakan untuk

menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi maka tingkat pengiriman insulin

me-rupakan luaran dari sistem kontrol regulator ini. Sementara itu, pengendali adalah

komponen dari sistem yang mengatur glukosa darah pada pasien.

Perumusan aturan kontrol dibuat dalam algoritma kontrol. Algoritma kontrol

yang dibuat tergantung pada informasi yang dimiliki tentang sensor, pompa dan

(32)

pengu-kuran glukosa darah, jenis insulin yang digunakan, rute dari infus, dan karakteristik

pasien. Setiap teknik pengukuran glukosa darah memiliki karakteristik yang unik.

Setiap tipe insulin mempunyai kerja yang berbeda dan rute infusi yang berbeda

me-nunjukkan karakteristik berbeda.

Oleh karena itu, ada 2 pendekatan untuk membuat algoritma kontrol yaitu

de-ngan model tanpa pengetahuan teoritikal dan model dede-ngan pengetahuan teoritikal.

Pada model tanpa pengetahuan teoritikal untuk desain algoritma kontrol, hubungan

antara kadar insulin dan kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan data

ekspe-rimen. Salah satu cara paling sederhana dari pendekatan ini adalah dengan

mere-gresikan data kadar glukosa darah dengan kadar insulin untuk memperoleh

sebu-ah model sebagai algoritma kontrol. Sebaliknya, pada model dengan pengetsebu-ahuan

teoritikal hubungan antara kadar insulin dan kadar glukosa darah ditentukan

ber-dasarkan pengetahuan mengenai mekanisme kerja pankreas dan interaksi glukosa

darah dengan insulin di dalam tubuh. Pengetahuan tersebut dapat dideskripsikan

menjadi sebuah masalah matematika sehingga dapat dimodelkan secara

matemati-ka.

Pada tulisan ini akan digunakan pendekatan untuk membuat algoritma

kon-trol menggunakan model dengan pengetahuan teoritikal mengenai mekanisme kerja

pankreas dan interaksi glukosa darah dengan insulin di dalam tubuh. Oleh sebab itu,

pengetahuan mengenai glukosa diatur secara intrinsik pada orang yang sehat adalah

penting dalam mengembangkan algoritma yang efektif. Pankreas manusia memiliki

antara 1 - 2 juta pulau Langerhans. Pulau ini mengandung tiga jenis sel utama: α,

β danδ. Sel-selβ, kira-kira 60% dari total sel dan mensekresikan insulin. Sel-sel

α, kira-kira 25% dari total sel dan mensekresi glukagon. Sel-selδ, kira-kira 10%

dari total sel dan mengsekresi somatostatin. Sisanya 5% dari sel-sel yang terdiri

dari jenis sel lain yang mensekresi hormon lainnya. Insulin dan glukagon bermain

(33)

antisipatif (tahap pertama) dan fase sensitif-glukosa (tahap kedua). Pada fase

antisi-patif, ketika seseorang melihat makanan dan menggigit makanan untuk pertama

ka-linya maka otak akan mengirim sinyal ke pankreas. Sinyal-sinyal ini menyebabkan

pankreas melepaskan insulin ke dalam sirkulasi hati. Setelah insulin berada dalam

sirkulasi hati, hati berhenti mengubah glikogen menjadi glukosa. Ketika

makan-an memasuki lambung, pelepasmakan-an insulin difasilitasi oleh hormon gastrointestinal.

Hormon-hormon ini meningkatkan sensitivitas sel-sel pulau Langerhans terhadap

glukosa. Ketika nutrisi diserap ke dalam sirkulasi, fase glukosa sensitif dimulai,

dan ada sekresi insulin terus menerus. Setelah penyerapan semua karbohidrat,

sis-tem umpan balik yang bekerja untuk mengendalikan kadar glukosa darah

mengem-balikan konsentrasi glukosa dengan cepat kembali ke kadar normal, biasanya dalam

waktu 2 jam. (lihat gambar 3).

Signals from brain

Vagus nerve trunk Esophagus

Stomach Liver

Intestine

Inferior vena cava

Portal vein

Insulin released directly into portal vein. Pancreas

[image:33.595.102.513.316.617.2]

Nutrients from the intestine is absorbed into the hepatic circulation.

Gambar 3: Anatomi Mekanisme regulasi Glukosa Darah Intrinsik

Mekanisme di atas dapat dimodelkan sebagai model glukosa darah. Ada

bebe-rapa model glukosa darah yaitu model linear, model non-linear, dan model

kompre-hensif. Model linear glukosa darah dapat dipresentasikan berdasarkan teori masalah

(34)

terdapat persamaan-persamaan sistem berbentuk linear yang mendeskripsikan

pro-ses yang akan dikontrol

˙x(t) =A(t)x(t) +B(t)u(t)

y(t) =C(t)x(t)

dan sebuah indeks peforma berbentuk fungsional yang menyatakan sesuatu yang

diminimumkan atau dimaksimumkan

J(u(t)) = J(x(t0),u(t0),t0)

= 1

2[z(tf)−x(tf)]

TF(t

f)[z(tf)−x(tf)]

+1

2

Z tf

t0

[(z(t)x(t))TQ(t)(z(t)x(t)) +uT(t)R(t)u(t)]dt

Salah satu model linear glukosa darah yang terkenal adalah model glukosa darah

Ackerman. Sistem pada model glukosa darah Ackerman berbentuk

dg

dt = −agbh+J(t) dh

dt = cgeh+K(t)

dengangadalah selisih kadar glukosa darah di dalam tubuh dengan kadar glukosa darah optimal,hadalah selisih kadar efek berbagai hormon di dalam tubuh dengan kadar efek berbagai hormon optimal,J(t)adalah suplai glukosa dari luar,K(t) ada-lah suplai insulin dari luar,a,b,c,daneadalah sebuah konstanta positif. Sementara itu, indeks peforma dalam masalah kontrol optimal glukosa darah dinyatakan dalam

penyimpangan kadar glukosa darah dari kadar yang diinginkan dan banyaknya

(35)

glukosa darah agar selalu berada di level yang diinginkan dengan meminimumkan

penyimpangan kadar glukosa darah dari kadar yang diinginkan dan meminimumkan

dosis pemberian insulin dari luar yang diberikan.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini akan dirumuskan sebagai

beri-kut:

1. Apa yang dimaksud dengan kontrol optimal dan bagaimana landasan

teori-nya?

2. Bagaimana mengontrol kadar glukosa darah agar selalu berada di interval

yang diinginkan?

1.3 Pembatasan Masalah

Penulis akan membatasi penulisan pada masalah diabetes tipe 1 dengan satu kontrol

yaitu insulin. Hal-hal yang ditulis dalam landasan teori hanya materi yang

berhu-bungan langsung dengan topik utama.

1.4 Tujuan Penulisan

Tulisan ini disusun dengan tujuan:

1. Memahami landasan teori mengenai kontrol optimal.

2. Memahami cara mengontrol kadar glukosa darah agar selalu berada di

inter-val yang diinginkan.

3. Untuk memenuhi syarat tugas akhir dalam program studi Matematika

(36)

1.5 Manfaat Penulisan

Dengan mempelajari topik ini kadar glukosa darah dapat diatur secara optimal agar

selalu berada di interval yang diinginkan. Dengan demikian penderita diabetes

me-llitus tidak mengalami hipoglikemia maupun hiperglikemia.

1.6 Metode Penulisan

Penulisan menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan mempelajari buku dan

jurnal yang berkaitan dengan kontrol optimal kadar glukosa darah untuk pengobatan

diabetes.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Pembatasan Masalah

1.4 Tujuan Penulisan

1.5 Manfaat Penulisan

1.6 Metode Penulisan

1.7 Sistematika Penulisan

BAB 2. Landasan Teori

(37)

2.3 Kalkulus Variasi

BAB 3. Sistem Kontrol Optimal Kuadratik Linear

3.1 Kontrol Optimal

3.2 Prinsip Minimum Pontryagin

3.3 Sistem Kontrol Optimal Kuadratik Linear

BAB 4. Sistem Kontrol Optimal Glukosa Darah Pada Pengobatan Diabetes Mellitus

4.1 Model Kadar Glukosa Darah

4.2 Sistem Regulator Linear Kuadratik Pada Masalah Kontrol Optimal Di Bidang

Biomedical

4.3 Kontrol Optimal Untuk Kadar Glukosa Darah

BAB 5. Penutup

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

(38)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar matematika yang menjadi dasar

dalam pembahasan bab-bab selanjutnya.

2.1 Optimisasi Menggunakan Kalkulus

2.1.1 Fungsi Satu Variabel

Definisi 2.1. Sebuah variabel f adalah sebuah fungsi dari variabel bebas x, (bia-sanya ditulis f = f(x))jika setiap nilai x yang berada pada domain tertentuDR

berkorespondensi tunggal atau unik dengan suatu nilai f .

Contoh 2.1. Contoh beberapa fungsi satu variabel

a. Diketahui

f(x) =2x2+4

untuk x=1, f =6, x=2, f =12, x=3, f =22, dan seterusnya

b. Diketahui

f(x) =sin x

untuk x=0, f =0, x= π2, f =1, x, f =0, dan seterusnya

c. Diketahui

f(x) =ln x

untuk x=1, f =0, x=2, f =0,69, x=3, f =1,099, dan seterusnya

(39)

1. Prinsip homogenitas

fx) =αf(x)

untuk semua xDRdan semua bilangan realα

2. Prinsip penjumlahan

f(x1+x2) = f(x1) + f(x2)

untuk x1, x2, dan x1+x2∈D ⊆R.

Definisi 2.3. Selisih dari fungsi f , dinotasikan sebagai

f = f(x+∆x)f(x)

Contoh 2.2. Misalkan f(x) =2x2+4, maka selisih dari f(x)adalah

f = f(x+∆x)f(x)

= 2(x+∆)2+4(2x2+4) = 2(x2+2∆x+∆2) +42x24

= 2x2+4∆x+2∆2+42x24

= 4∆x+2∆2

Misalkan didefinisikan selisih fungsi f pada suatu titikx

(40)

Pada persamaan (2.1) f(x∗+∆x)dideretkan Taylor sehingga diperoleh

f = f(x∗) +

d f dx

x+ 1

2!

d2f dx2

(∆x)2+··· − f(x∗)

f =

d f dx

x+ 1

2!

d2f dx2

(∆x)2+··· (2.2)

Apabila persamaan (2.2) diambil suku mengandung∆xyang berderajat paling ting-gi satu maka diperoleh

f

d f dx

x= f˙(x)x=d f

d f disebut diferensial dari f pada titikx∗ dan ˙f(x∗) adalah derivatif atau gradien dari f dix

Contoh 2.3. Misalkan f(x) =x2+2x, maka selisihf adalah

f = f(x+∆x)f(x)

= (x+∆x)2+2(x+∆x)(x2+2x)

= 2xx+2∆x+···+sukux dengan orde yang lebih tinggi

≈ 2(x+1)∆x

f˙(x)x

Jadi, derivatif dari x2+2x adalah f˙(x) =2(x+1).

Optimum Suatu Fungsi Satu Variabel

Definisi 2.4. Sebuah fungsi f(x)dikatakan mempunyai nilai optimum di titik kri-tis xjika terdapat ε sedemikian hingga semua titik x di dalam domain D yang

(41)

Dengan kata lain, jika

f = f(x)f(x∗)0, (2.3)

maka f(x∗)adalah minimum lokal dan jika

f = f(x)f(x∗)>0, (2.4)

maka f(x∗)adalah minimum lokal ketat. Sebaliknya jika

f = f(x)f(x∗)0, (2.5)

maka f(x∗)adalah maksimum lokal dan jika

f = f(x)f(x∗)<0, (2.6)

maka f(x∗)adalah maksimum lokal ketat. Apabila relasi (2.3), (2.4), (2.5) atau (2.6) berlaku untuk sembarangε maka f(x∗)dikatakan mempunyai optimum (minimum, minimum ketat, maksimum, atau maksimum ketat) global.

Teorema 2.1. Andaikan f terdiferensialkan pada selang I yang memuat titik x. Jika f(x∗)adalah sebuah nilai optimum maka xharuslah berupa suatu titik kritis yakni xberupa salah satu:

a. titik ujung dari I;

b. titik stasioner dari f ( f′(x∗) =0); atau c. titik singular dari f ( f′(x∗)tidak ada)

(42)

kedua kasus diandaikan x∗ bukan titik ujung, titik singular, ataupun titik stasioner (f′(x∗)6=0).

Kasus 1: f(x∗)merupakan nilai maksimum. f(x∗)merupakan nilai maksimum berarti

f(x)f(x∗)0

Jikax<x∗, sehinggaxx∗<0, maka

f(x)f(x∗)

xx∗ ≥0 (2.7)

sedangkan jikax>x∗sehinggaxx∗>0, maka

f(x)f(x∗)

xx∗ ≤0 (2.8)

f′(x∗)ada karenax∗bukan titik singular. Akibatnya, jika dibiarkanx(x∗)−pada persamaan (2.7) maka diperoleh

lim

x→(x∗)−

f(x)f(x∗)

xx∗ ≥0

sedangkan jika dibiarkanx(x∗)+ pada persamaan (2.8) maka diperoleh

lim

x→(x∗)+

f(x)f(x∗)

xx∗ ≤0

Limit kiri dan dan limit kanan pada f(xx)−xf(x∗) berbeda sehingga terdapat

kontradik-si. Dengan demikian terbukti f′(x∗) =0.

Kasus 2: f(x∗) merupakan nilai minimum. f(x∗) merupakan nilai minimum berarti

(43)

Jikax<x∗, sehinggaxx∗<0, maka

f(x)f(x∗)

xx∗ ≤0 (2.9)

sedangkan jikax>x∗sehinggaxx∗>0, maka

f(x)f(x∗)

xx∗ ≥0 (2.10)

f′(x∗)ada karenax∗bukan titik singular. Akibatnya, jika dibiarkanx(x∗)−pada persamaan (2.9) maka diperoleh

lim

x(x)

f(x)f(x∗)

xx∗ ≤0

sedangkan jika dibiarkanx(x∗)+ pada persamaan (2.10) maka diperoleh

lim

x→(x∗)+

f(x)f(x∗)

xx∗ ≥0

Limit kiri dan dan limit kanan pada f(xx)−xf(x∗) berbeda jadi terdapat kontradiksi.

Dengan demikian terbukti f′(x∗) =0.

2.1.2 Fungsi Beberapa Variabel

Definisi 2.5. Sebuah variabel f adalah sebuah fungsi dari variabel bebasx, (biasa-nya ditulis f = f(x) = f(x1,x2,···xn)jika setiap nilaixyang berada pada domain

tertentuD Rnberkorespondensi tunggal atau unik dengan suatu nilai f .

Contoh 2.4. Contoh fungsi beberapa variabel

a. Diketahui

(44)

untuk x1=−1, x2=4 f =49, dan untuk x1=2x2=1 f =5.

b. Diketahui

f(x) = f(x1,x2) =2x1√x2

untuk x1=1, x2=4, f =2, dan untuk x1=3, x2=16 f =24.

Andaikan f adalah suatu fungsi beberapa variabel. Jika x2,···xn dijaga agar

tetap konstan, katakanlah x2 =x20, ···, xn =xn0 maka f(x1,x20, . . . ,xn0) adalah fungsi satu variabelx1. Turunannya dix1=x10 disebut turunan parsial f terhadap

x1di(x10,x20, . . . ,xn0). Jadi,

fx1

(

x10,x20,···,xn0)

= lim

x1→0

f(x10+∆x1,x20, . . . ,xn0)−f(x10,x20, . . . ,xn0)

x1

fx2

(

x10,x20,···,xn0)

= lim

x2→0

f(x10,x20+∆x2, . . . ,xn0)−f(x10,x20, . . . ,xn0)

x2 ..

.

fxn

(x10,x20,···,xn0)

= lim

xn→0

f(x10,x20, . . . ,xn0+∆xn)−f(x10,x20, . . . ,xn0)

xn

Ketimbang menghitung

fx1

(

x10,x20,···,xn0)

, ∂f

x2

(

x10,x20,···,xn0)

,···,danf

xn

(

x10,x20,···,xn0)

secara langsung menggunakan definisi di atas biasanya xf

1,

f

x2, ···, dan

f

∂xn dicari

menggunakan aturan baku untuk turunan kemudian disubsitusikan

x1=x10,x2=x20,···,dan xn=xn0

Contoh 2.5. Carilah ∂xf 1

(

1,2)dan

f

x2

(

1,2)jika f(x1,x2) =x

2

(45)

Penyelesaian: ∂xf

1 =2x1x2maka ∂fx1

(1,2)

=2(1)(2) =4

f

∂x2 =x

2

1+9x22maka

fx1

(

1,2)

=12+9(2)2=37

Definisi 2.6. Sebuah gradien dari suatu fungsi f(x),∇f(x)didefinisikan

f(x) =

f

∂x1

f

∂x2 ···

f

xn

Definisi 2.7. Sebuah Hessian dari suatu fungsi f(x),Hf(x)didefinisikan

Hf(x) =

         

∂2f

∂x2

1

∂2f

∂x1∂x2 ···

∂2f

∂x1∂xn

∂2f

∂x2∂x1

∂2f

∂x2

2 ···

∂2f

∂x2∂xn

.. .

∂2f

∂xnx1

∂2f

∂xnx2 ···

∂2f

∂x2 n          

Contoh 2.6. Carilahf(x)danHf(x)jika f(x1,x2) =x21x2+3x32

Penyelesaian: Gradien dari f(x)adalah

f(x) =

2x1x2, x21+9x22

Hessian dari f(x)adalah

Hf(x) =

 

2x2 2x1 2x1 18x2

(46)

Optimum Suatu Fungsi Beberapa Variabel

Definisi 2.8. Sebuah fungsi f(x)dikatakan mempunyai nilai optimum di titik kritis x∗jika terdapatε sedemikian hingga semua titikxdi dalam domainD Rnyang

memenuhi||xx∗||selisih dari f mempunyai tanda yang sama.

Dengan kata lain, jika

f = f(x)f(x∗)0, (2.11)

maka f(x∗)adalah minimum lokal dan jika

f = f(x)f(x∗)>0, (2.12)

maka f(x∗)adalah minimum lokal ketat. Sebaliknya jika

f = f(x)f(x∗)0, (2.13)

maka f(x∗)adalah maksimum lokal dan jika

f = f(x)f(x∗)<0, (2.14)

maka f(x∗) adalah maksimum lokal ketat. Apabila relasi (2.11), (2.12), (2.13) atau (2.14) berlaku untuk sembarangεmaka f(x∗)dikatakan mempunyai optimum (minimum, minimum ketat, maksimum, atau maksimum ketat) global.

(47)

b. titik stasioner dari f (f(x∗) =0); atau

c. titik singular dari f (f(x∗)tidak ada)

Bukti: Andaikanx∗ bukan merupakan suatu titik perbatasan ataupun titik singular sehinggax∗adalah suatu titik-dalam tempat ∇f ada. Bukti akan selesai jika dapat ditunjukkan bahwa ∇f(x∗) =0. Untuk mudahnya, tetapkan x∗= (x1,x2), kasus dimensi yang lebih tinggi dapat dibuktikan dengan cara yang serupa.

Fungsig(x1) = f(x1,x2∗)mempunyai nilai optimum dix∗1karena f mempunyai nilai optimum di (x1∗,x2). Lebih lanjut g dapat dideferensiasikan di x1∗ karena f

dapat dideferensiasikan di(x1,x2). Akibatnya, menurut Teorema 2.1

dg dx1

= ∂f

x1

(

x1,x2)

=0

Fungsih(x2) = f(x1,x2)mempunyai nilai optimum dix2karena f mempunyai nilai optimum di(x1,x2). Lebih lanjuthdapat diderensiasikan dix2karena f dapat dideferensiasikan di(x1,x2). Akibatnya, menurut Teorema 2.1

dh dx2

= ∂f

x2

(

x1,x2)

=0

Jadi, gradien dari f sama dengan nol;∇f(x) =0karena kedua turunan parsialnya adalah 0.

Ada cara alternatif untuk mencari optimum sebuah fungsi beberapa variabel.

alternatif ini memperkenalkan konsep matriks definit untuk mencari optimum

fung-si beberapa variabel. Konsep matriks definit memberikan cara yang lebih mudah

(48)

2.2 Matriks Definit Positif dan Definit Negatif

Pertama-tama akan diperkenalkan konsep kuadratik. Konsep ini sangat bermanfaat

untuk menentukan jenis definit matriks.

Bentuk Kuadratik

Bentuk kuadratik adalah polinomial homogen derajat dua. Sebuah matriks simetri

A yang berukuran n×n menentukan sebuah fungsi QA(x) pada Rn yang disebut

bentuk kuadratik yang bersesuaian denganA

QA(x) =x·Ax, x∈Rn

Matriks Definit Positif dan Definit Negatif

Definisi 2.9. Misalkan A adalah matriks simetri berukuran n×n dan

QA(x) =x·Ax

adalah bentuk kuadrat yang bersesuaian dengan A. Maka A dan QA disebut

1. definit positif jika QA(x) =x·Ax>0untuk semuax∈Rn,x6=0;

2. semidefinit positif jika QA(x) =x·Ax≥0untuk semuax∈Rn

3. definit negatif jika QA(x) =x·Ax<0untuk semuax∈Rn,x6=0;

4. semidefinit negatif jika QA(x) =x·Ax≤0untuk semuax∈Rn

(49)

2. minimum global untuk f(x)jikaHf(x)semidefinit positif padaRn;

3. maksimum global ketat untuk f(x)jikaHf(x)definit negatif padaRn; 4. maksimum global untuk f(x)jikaHf(x)semidefinit negatif padaRn;

Bukti:

1. Misalkanx∗ adalah titik kritis dari fungsi f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)di sekitarx∗adalah

f(x) f(x∗) +∇f(x∗)·(xx∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

Turunan parsial pertama dari f(x)sama dengan nol dix∗,∇f(x∗) =0 karena

x∗adalah titik kritis dari f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)berubah menjadi

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

HessianHf(x)definit positif sehingga 12(xx∗)·H f(x∗)(xx∗)>0. Aki-batnya,

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) > 0

Jadi,x∗adalah minimum global ketat untuk semuaxRnsedemikian hingga

x6=x∗.

(50)

sekitarx∗adalah

f(x) f(x∗) +∇f(x∗)·(xx∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

Turunan parsial pertama dari f(x)sama dengan nol dix∗,∇f(x∗) =0 karena

x∗adalah titik kritis dari f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)berubah menjadi

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

HessianHf(x) semidefinit positif sehingga 12(xx∗)·H f(x∗)(xx∗)0. Akibatnya,

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 0

Jadi,x∗adalah minimum global untuk semuaxRnsedemikian hinggax6=

x∗.

3. Misalkanx∗ adalah titik kritis dari fungsi f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)di sekitarx∗adalah

f(x) f(x∗) +∇f(x∗)·(xx∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

Turunan parsial pertama dari f(x)sama dengan nol dix∗,∇f(x∗) =0 karena

x∗adalah titik kritis dari f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)berubah menjadi

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

(51)

HessianHf(x)definit negatif sehingga 12(xx∗)·H f(x∗)(xx∗)<0. Aki-batnya,

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) < 0

Jadi,x∗adalah maksimum global ketat untuk semuaxRnsedemikian hing-gax6=x∗.

4. Misalkanx∗ adalah titik kritis dari fungsi f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)di sekitarx∗adalah

f(x) f(x∗) +∇f(x∗)·(xx∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

Turunan parsial pertama dari f(x)sama dengan nol dix∗,∇f(x∗) =0 karena

x∗adalah titik kritis dari f(x). Ekspansi Taylor dari f(x)berubah menjadi

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

HessianHf(x)semidefinit negatif sehingga 12(xx∗)·H f(x∗)(xx∗)0. Akibatnya,

f(x) f(x∗) +1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 1

2(x−x

)·H f(x)(xx)

f(x)f(x∗) 0

(52)

x6=x∗.

Definisi 2.9 dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan suatu matriks

Adefinit positif, semidefinit positif, definit negatif, atau semidefinit negatif apabi-la matriks A merupakan matriks diagonal. Namun, terdapat kesulitan dalam me-nentukan jenis definit dari matriksAbila matriks Abukan matriks diagonal. Oleh sebab itu, secara umum untuk menentukan jenis definit suatu matriks digunakan

Teorema 2.4 dan Teorema 2.5.

Teorema 2.4. Matriks simetri A berukuran2×2

A=

 

a11 a12

a12 a22

 

adalah

1. definit positif jika dan hanya jika

a11>0, det

 

a11 a12

a12 a22

 >0

2. definit negatif jika dan hanya jika

a11<0, det

 

a11 a12

a12 a22

 >0

Bukti: Jika A adalah matriks simetri berukuran berukuran 2×2

A=

 

a11 a12

a12 a22

(53)

maka bentuk kuadratik yang bersesuaian adalah

QA(x) =x·Ax=a11x12+2a12x1x2+a22x22

untuk suatux6=0,xR2yaitux= (x1,0)denganx16=0 ataux= (x1,x2)dengan

x26=0

Kasus 1: x= (x1,0)dengan x1=6 0. Dalam kasus ini, QA(x) =a11x21. Diketahui

x16=0 makaQA(x)>0 jika dan hanya jikaa11 >0 sedangkanQA(x)<0 jika dan

hanya jikaa11 <0.

Kasus 2: x= (x1,x2)denganx26=0. Dalam kasus ini,x1=tx2 ⇐=Bentuk kuadratik yang bersesuaian adalah

QA(x) = a11x21+2a12x1x2+a22x22

QA(x) = a11t2x22+2a12tx22+a22x22

QA(x) = φ(t)x22

denganφ(t) =a11t2+2a12t+a22. QA(x)>0 untuk semuaxjika dan hanya jika

φ(t)> 0 untuk semua t R dan QA(x)<0 untuk semua x jika dan hanya jika

φ(t)<0 untuk semuatRkarenax26=0 Titik kritis dariφ(t)adalah

φ′(t) = 0 2a11t+2a12 = 0

t∗= −a12

a11

Turunan kedua dariφ(t)adalah

(54)

Jika a11 >0 maka t∗ adalah sebuah minimum lokal karena f ′′

(t∗)>0. Jika

a11>0 dant∈R, maka

φ(t)φ(t∗) = φ

a12

a11

= a11

a12

a11

2

+2a12

a12

a11

+a22

= −a

2 12

a11

+a22

= 1

a11 −

a212+a11a22

= 1 a11 det   

a11 a12

a12 a22

 

= 1

a11

det(A)

Jikaa11>0 dandet(A)>0 makaφ(t)>0 untuk setiapt∈R. Akibatnya,QA(x)>

0. Berdasarkan definisi 2.9 jikaQA(x)>0 makaAmatriks definit positif. Jadi, Jika

a11>0 dandet(A)>0 makaAmatriks definit positif.

Jika a11 <0 makat∗ adalah sebuah maksimum lokal karena f ′′

(t∗)<0. Jika

a11<0 dant∈R, maka

φ(t)φ(t∗) = φ

a12

a11

= a11

a12

a11

2

+2a12

a12

a11

+a22

= −a

2 12

a11

+a22

= 1

a11 −

a212+a11a22

= 1 a11 det   

a11 a12

a12 a22

 

= 1

(55)

Jikaa11<0 dandet(A)>0 makaφ(t)<0 untuk setiapt∈R. Akibatnya,QA(x)<

0. Berdasarkan definisi 2.9 jikaQA(x)<0 makaAmatriks definit negatif. Jadi, Jika

a11<0 dandet(A)>0 makaAmatriks definit negatif.

= Jika A definit positif yang berarti QA(x) >0 maka φ(t) >0 karena x2 6=0. Akibatnya a11 >0 dan diskriminan dari φ(t)<0 karena φ(t) merupakan fungsi kuadrat. Diskriminan dariφ(t)adalah

4a2124a11a22=−4det

 

a11 a12

a12 a22

 

Agar diskriminanφ(t)negatif makadet

 

a11 a12

a12 a22

= det(A)>0. Jadi, JikaA

definit positif makaa11>0 dandet(A)>0.

Jika A definit negatif yang berarti QA(x) <0 maka φ(t)<0 karena x2 6=0. Akibatnya a11 <0 dan diskriminan dari φ(t)>0 karena φ(t) merupakan fungsi kuadrat. Diskriminan dariφ(t)adalah

4a212+4a11a22=4det

 

a11 a12

a12 a22

 

Agar diskriminanφ(t)positif makadet

 

a11 a12

a12 a22

= det(A)>0. Jadi, Jika Adefinit negatif makaa11<0 dandet(A)>0.

Teorema 2.4 dapat diperluas secara umum menjadi teorema 2.5 tetapi sebelum

(56)

Definisi 2.10. Misalkan A merupakan matriks simetri yang berukuran n×n.

A=

          

a11 a12 a13 ··· a1n

a12 a22 a23 ··· a2n

a13 a23 a33 ··· a3n

..

. ... a1n a2n a3n ··· ann

          

Didefinisikank sebagai determinan submatriks yang berukuran k×k untuk 1

kn.

1=a11,

2=det

 

a11 a12

Gambar

Tabel 4.1Nilai Parameter Model Ackerman …………………………………
Gambar 1: Interval Kadar Glukosa Darah
Gambar 2: Sistem Kontrol Regulator Glukosa Darah
Gambar 3: Anatomi Mekanisme regulasi Glukosa Darah Intrinsik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang

Untuk lembar observasi keterlaksanaan sintaks bagi siswa siklus 2 pertemuan kedua, disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran yang telah tertulis dalam RPP

pertumbuahn Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot media tanaman serat sawit 120 g menghasilkan tinggi bibit, luas daun, jumlah daun, dan diameter batang lebih

) Neraca Analitis dan anak timbangan ) Sampel tanah disturbed dan undisturbed c. Tanah dari tabung dimasukkan dalam cetakan unconfined. Kemudian ditimbang beratnya di

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara pola asuh orang tua dan faktor lingkungan sekolah dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah..

Puji dan syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta kasih dan penyertaanNya selama menyelesaikan skripsi ini, sehingga skripsi dengan judul

Dari hasil pengujian dengan regresi yang dilakukan terhadap variabel atribut produk (X1) dan WoM (X2) berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap Keputusan

[r]