• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa."

Copied!
211
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kesan pribadi tentang keprihatinan penulis akan situasi kehidupan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa pada saat ini yakni kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi sehingga kesediaan untuk terlibat dalam kesediaan yang ditawarkan oleh komunitas maupun paroki menjadi kurang diminati. Bahkan seminar, pendalaman, retret AJS tentang spiritualitas Beata Maria Helena yang memberikan kekuatan dan semangat serta sebagai warisan dari Co-Pendiri bagi para Suster Medior untuk menghayati hidup panggilannya seakan sebuah rutinitas belaka.

Menanggapi situasi tersebut di atas penulis menggunakan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang makna spiritualitas dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena dalam hidup hariannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan membutuhkan spiritualitas Maria Helena sebagai kekuatan, semangat dalam menjalani tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Mereka mengikuti pendalaman, seminar, retret AJS (Arnold Janssen Spirituality) apabila Tim Pimpinan provinsi mengadakan kegiatan tersebut. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena. Walau demikian masih ada beberapa Suster yang mengikuti kegiatan tesebut hanya karena sebuah rutinitas belaka.

(2)

ii ABSTRACT

The title of this thesis is the APPRECIATION OF BLESSED MARIA HELENA STOLLENWERK SPIRITUALITY TO IMPROVE FIDELITY A MONASTIC LIFE THE MEDIOR SSpS SISTERS MARY MOTHER GOD JAVA PROVINCE. The thesis thesis was written based on the writer’s personal impression and concern about the life situation of the SSpS Medior Java province because at present the Medior Sisters have not really learned the meaning of spirituality of Blessed Maria Helena in their daily in life. This happened because of the jobs and activities entrusted by the congregation so that the willingness to engage in willingness offered by the community and parish become less attractive. Even seminars for deepening, AJS (Arnold Janssen Spirituality) retreats about the spirituality Blessed Maria Helena that provides power and vigor and as a legacy of co-faundation for the Medior sisters life to involve their calling are considered as mere routine.

Responding to this situation, the writer used library research to obtain more information about the meaning of spirituality in improving the faith on monastic life for the Medior SSpS sisters to gain appreciation of the spirituality Blessed Maria Helena. The writer carried out a study by using the method of observation participative and interview that aimed to understand the extent to which the Medior sisters have grasped the meaning spirituality of Blessed Helena their daily life. The results of interviews data indicated that each of respondents said to have a need the of spirituality Maria Helena as a power, vigor in helping them do the work entrusted by the congregation. They joined seminars, AJS retreats if the team of provincial leaders hold these activities. The results of the study also shaved that the Medior sisters have grasped meaning spirituality Maria Helena. Nonetheless there are still some who participated in activities as a mere routine .

(3)

i

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA

STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN

HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS

PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Antonia Rusiatin NIM:101124035

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan skripsi ini kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang

selalu menjadi tujuan hidupku. Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS),

khususnya para Suster SSpS Provinsi Jawa yang telah memberi kesempatan dan

kepercayaan kepada saya untuk menjalani perutusan studi

di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

yang menginspirasi penulis, teman-teman seangkatan 2010 dan kepada siapa saja

yang telah membantu penulis dengan doa dan dukungan yang begitu tulus dalam

(7)

v

MOTTO

“ Sebab pada-Mulah sumber kehidupan, dalam terang-Mu kami melihat cahaya” (Mzm 36:10)

“Dengan kesabaran dan susah payah aku terus bekerja dengan keinginan besar untuk maju, ya…maju...”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Februari 2015

Penulis,

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Antonia Rusiatin

NIM : 101124035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA

STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP

MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA

ALLAH JAWA. Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan

Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta,10 Februari 2015

Yang menyatakan,

(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kesan pribadi tentang keprihatinan penulis akan situasi kehidupan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa pada saat ini yakni kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi sehingga kesediaan untuk terlibat dalam kesediaan yang ditawarkan oleh komunitas maupun paroki menjadi kurang diminati. Bahkan seminar, pendalaman, retret AJS tentang spiritualitas Beata Maria Helena yang memberikan kekuatan dan semangat serta sebagai warisan dari Co-Pendiri bagi para Suster Medior untuk menghayati hidup panggilannya seakan sebuah rutinitas belaka.

Menanggapi situasi tersebut di atas penulis menggunakan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang makna spiritualitas dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena dalam hidup hariannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan membutuhkan spiritualitas Maria Helena sebagai kekuatan, semangat dalam menjalani tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Mereka mengikuti pendalaman, seminar, retret AJS (Arnold Janssen Spirituality) apabila Tim Pimpinan provinsi mengadakan kegiatan tersebut. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena. Walau demikian masih ada beberapa Suster yang mengikuti kegiatan tesebut hanya karena sebuah rutinitas belaka.

(11)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is the APPRECIATION OF BLESSED MARIA HELENA STOLLENWERK SPIRITUALITY TO IMPROVE FIDELITY A MONASTIC LIFE THE MEDIOR SSpS SISTERS MARY MOTHER GOD JAVA PROVINCE. The thesis thesis was written based on the writer’s personal impression and concern about the life situation of the SSpS Medior Java province because at present the Medior Sisters have not really learned the meaning of spirituality of Blessed Maria Helena in their daily in life. This happened because of the jobs and activities entrusted by the congregation so that the willingness to engage in willingness offered by the community and parish become less attractive. Even seminars for deepening, AJS (Arnold Janssen Spirituality) retreats about the spirituality Blessed Maria Helena that provides power and vigor and as a legacy of co-faundation for the Medior sisters life to involve their calling are considered as mere routine.

Responding to this situation, the writer used library research to obtain more information about the meaning of spirituality in improving the faith on monastic life for the Medior SSpS sisters to gain appreciation of the spirituality Blessed Maria Helena. The writer carried out a study by using the method of observation participative and interview that aimed to understand the extent to which the Medior sisters have grasped the meaning spirituality of Blessed Helena their daily life. The results of interviews data indicated that each of respondents said to have a need the of spirituality Maria Helena as a power, vigor in helping them do the work entrusted by the congregation. They joined seminars, AJS retreats if the team of provincial leaders hold these activities. The results of the study also shaved that the Medior sisters have grasped meaning spirituality Maria Helena. Nonetheless there are still some who participated in activities as a mere routine .

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan limpah terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus

yang telah menyertai, membimbing, menuntun dan menerangi penulis dengan

rahmat serta kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA

STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP

MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA

ALLAH JAWA.

Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan penemuan bahwa

spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk merupakan salah satu faktor yang

dapat meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS di

Provinsi Maria Bunda Allah Jawa. Melalui Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk

sebagai Co-Pendiri Kongregasi para Suster Medior SSpS semakin menemukan

kembali kesatuan hidupnya yang utuh dengan Allah, sesama, dan kesatuan antara

penghayatan spiritualitas Maria Helena dan karya pelayanan dalam hidup

hariannya untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Oleh karena itu antara

penghayatan dan karya pelayanan dalam hidup harian terlebih berkaitan dengan

kesetiaan hidup membiara merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Maksudnya

adalah dengan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena menjadi kekuatan

dalam karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara

sedangkan karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara

(13)

xi

mereka tidak hanya berkembang dalam segi intelektualitasnya saja tetapi juga

berkembang dalam aspek rohani dan sosialnya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai pada

waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun

tidak langsung telah mendampingi, membimbing dengan penuh kerelaan,

kesabaran, dan kesetiaan serta memberikan dukungan dan perhatian lewat doa-doa

sehingga memotivasi penulis untuk setia dan bertekun menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

yang tulus kepada:

1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama sekaligus

selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan penuh

kesabaran mendampingi dan membimbing penulis, memberikan sumbangan

pemikiran yang memperdalam penulis serta kritikan yang membangun

sehingga memotivasi penulis menuangkan ide atau gagasan dalam seluruh

penulisan skripsi ini.

2. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed, selaku dosen penguji kedua dan

Kaprodi yang telah memberikan perhatian, dukungan dan semangat kepada

penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.

3. Bpk. P. Banyu Dewa HS, S.Ag.M.Si, selaku dosen ketiga yang telah

mendukung, memberikan perhatian, membimbing, memotivasi dan semangat

serta masukan pada penulisan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen, Sekretariat dan seluruh karyawan Prodi IPPAK-JIP,

(14)

xii

telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya

skripsi ini.

5. Tim Pimpinan Kongregasi SSpS yang telah memberikan kepercayaan kepada

penulis untuk menjalani studi di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan

Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Para Suster SSpS Medior di Komunitas Roh Kudus dan Budi Rahayu yang

telah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan pemikiran yang

memperkaya penulisan skripsi ini.

7. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat cinta,

doa, perhatian dan dukungan selama ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan

tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya studi dan penulisan skripsi

ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan demikian penulis

mengharapkan masukan, saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan

skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi para Suster Medior SSpS di

Provinsi Jawa.

Yogyakarta, 10 Februari 2015

Penulis

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

BAB II. SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS ... 15

A. Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS... 15

1. Hakikat Spiritualitas... 15

2. Spiritualitas menurut Kitab Suci ... 21

3. Spiritualitas Kristiani ... 22

4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja ... 24

B. Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk ... 26

(16)

xiv

2. Panggilan menjadi Misionaris... 29

3. Penantian di Steyl ... 36

4. Warisan Pendiri dan Kekhasan Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk... 42

a. Ekaristi ... 42

b. Membaca Kitab Suci Setiap Hari ... 43

c. Penghormatan kepada Allah Tritunggal ... 43

d. Penghormatan kepada Roh Kudus ... 43

e. Penghormatan kepada Hati Kudus ... 44

5. Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk ... 44

C. Gambaran Umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah ... 53

1. Sejarah Beridirinya Kongregasi ... 53

2. Spiritualitas Kongregasi ... 58

3. Kharisma Kongregasi... 60

4. Misi Kongregasi ... 61

5. Keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda Allah ... 62

D. Kesetiaan ... 63

BAB III. PENGHAYATAN PARA SUSTER MEDIOR SSpS TERHADAP SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA ... 68

A. Gambaran Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS ... 68

1. Macam-macam Kegiatan para Suster Medior SSpS ... 70

a. Kegiatan Rohani ... 71

b. Kegiatan Komunitas ... 77

c. Kegiatan Sosial ... 78

2. Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk .. 79

a. Mendengarkan Allah ... 80

(17)

xv

c. Perjuangan dengan Allah ... 81

B. Penelitian Penghayatan Spiritualitas Para Suster Medior Untuk meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ... 83

1. Desain Penelitian ... 83

a. Latar Belakang Penelitian ... 83

b. Tujuan Penelitian ... 85

c. Jenis Penelitian ... 85

d. Instrumen Pengumpulan Data ... 86

e. Responden Penelitian... 86

f. Tempat dan Waktu Penelitian ... 87

g. Variabel Penelitian ... 87

h. Metode Pembahasan ... 89

2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Penghayatan Para Suster Medior SSpS Terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Untuk Meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ... 90

a. Laporan Penelitian ... 90

b. Pembahasan Penelitian ... 117

3. Kesimpulan Penelitian... 120

BAB IV. KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA TERHADAP PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK ... 122

A. Alasan Katekese Digunakan sebagai Usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior dalam Hidup Membiara ... 124

B. Alasan Katekese Model Shared Christian Praxis Dipilih sebagai usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS dalam Hidup Membiara ... 125

(18)

xvi

1. Pemikiran Dasar Program Katekese ... 129

2. Usulan Tema Katekese ... 131

3. Rumusan Tema dan Tujuan ... 132

4. Pelaksanaan Program Rekoleksi ... 133

5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa... 135

6. Contoh Persiapan Rekoleksi dengan pola Katekese Model Shared Christian Praxis ... 140

BAB V. PENUTUP ... 154

A. Kesimpulan ... 154

B. Saran ... 156

DAFTAR PUSTAKA ... 158

LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara ... (2)

Lampiran 3 : Transkrip Hasil Wawancara dari setiap Responden ... (5)

Lampiran 4 : Bacaan Kitab Suci ... (29)

(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambahkan dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang

diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang

katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

KGK : Katekismus Gereja Katolik

LG : Lumen Gentium, Dokumen Konsili Vatikan II mengenai Konstitusi

Dogmatis tentang Gereja, 21 November 1964

C. SINGKATAN LAINNYA

(20)

xviii

Cm. S.Sp.S: Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti (Kongregasi Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus)

Dll : Dan lain-lain

Dsb : Dan sebagainya

Hal : Halaman

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

JPIC : Justice, Peace and Integrity of Creation

Konst : Konstitusi

LBI : Lembaga Biblika Indonesia

MB : Madah Bakti

No : Nomor

PAK : Pendidikan Agama Katolik

Sbb : Sebagai berikut

SCP : Shared Christian Praxis

SSpS : Servarum Spiritus Sancti (Suster Misi Abdi Roh Kudus)

SSpSAP : Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua (Suster Misi Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi)

St : Santo

SVD : Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah)

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Jika ingin mengenal dan sungguh mengerti seseorang, maka perlu

melihat pada sejarah orang tersebut, melihat faktor-faktor dan situasi-situasi apa

yang telah membantu dalam perkembangannya dan membuatnya sebagaimana

adanya sekarang, bagaimana dia memahami dan mengungkapkan dirinya. Begitu

pula dengan suatu negara dan kebudayaannya, hendaknya kita mempelajari

perkembangan sejarahnya dan melihat pertumbuhannya maupun naik turun

pengaruh-pengaruh dominan dari jaman dan abad yang berbeda.

Yesus Memanggil Keduabelas Rasul (Luk 6:12-16). Dalam bacaan ini

dapat dilihat bahwa Yesus memanggil duabelas rasul untuk melayani umat dengan

mewartakan kabar gembira kepada semua orang. Demikian juga halnya Tuhan

menganugerahkan rahmat panggilan kepada setiap orang. Salah satu diantaranya

adalah panggilan sebagai seorang religius. Setiap orang yang terpanggil sebagai

seorang religius haruslah memiliki semangat pelayanan, karena untuk karya

pelayananlah mereka dipanggil. Setiap religius haruslah menyadari bahwa mereka

adalah anggota dan bagian dari Gereja. Maka tugas para religius juga turut serta

untuk ambil bagian dan ikut serta dalam mengembangkan tugas pelayanan Gereja.

Oleh karena itu setiap religius sangat diharapkan dan seharusnya untuk

menghidupi spiritualitas suatu lembaga ataupun tarekat yang dipilihnya dalam

mengembangkan karya pelayanan bagi Gereja. Para Suster SSpS sebagai

(22)

terlibat dalam misi perutusan Yesus di dunia, mengungkapkan iman mereka

dengan terlibat dalam berbagai karya kerasulan/pelayanan.

Para Suster Medior SSpS menanggapi panggilan Tuhan dengan berani

dan rela untuk mewartakan kabar gembira dengan cara melayani dalam berbagai

bidang karya kerasulan seperti kesehatan, pendidikan, sosial, pastoral, dan Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC). Para Suster Medior SSpS melaksanakan karya-karya kerasulan sebagai bukti tanda kehadiran Allah yang mendamaikan,

membebaskan dan mempersatukan. Inilah cara penghayatan terhadap Spiritualitas

Beata Maria Helena Stollenwerk saat ini untuk semakin meningkatkan kesetiaan

para Suster Medior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (selanjutnya ditulis SSpS)

dalam hidup membiara. Hal ini dipertegas dalam Konstitusi SSpS demikian:

Kharisma dan Spiritualitas Tarekat SSpS:

Panggilan missioner kita berakar dalam iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang hidup dalam hati kita. Secara pribadi maupun sebagai persekutuan, hendaklah kita memuliakan Allah Tritunggal dengan melaksanakan tugas apa pun, agar Dia dikenal dicintai serta dimuliakan oleh segala bangsa (Prolog Konstitusi: alinea pertama).

Kharisma dan spiritualitas saling berkaitan dan saling menentukan.

Kharisma dan spiritualitas suatu Tarekat Religius dapat ditinjau dengan

memandang kembali kepada pendirinya, yang telah meletakkan dasar dan

menandainya dengan ciri-ciri khas. Kewajiban yang pertama dan terutama dari

suatu Tarekat Religius adalah tetap setia terhadap warisan rohani Bapa pendiri.

Kharisma dan spiritualitasnya adalah dasar permanen dari eksistensinya dan

sebagai jaminan untuk memelihara, merawat daya gunanya, serta

mengembang-kan sesuai dengan situasi jaman. Kharisma khusus Tarekat Religius yang

(23)

tugas. Sedangkan, spiritualitas SSpS pada intinya terarah pada Misteri Allah

Tritunggal dan secara istimewa kepada Pribadi Roh Kudus. Bagi St Arnoldus

Janssen, Allah adalah di atas segala-galanya, satu dalam tiga pribadi, Ia adalah

cinta kasih. Sebagai cinta kasih, Ia adalah Satu dan Tritunggal. Allah ini bukan

Allah yang jauh, melainkan Allah yang dekat, yang senang berada dan berdiam

diantara manusia. Cinta Allah Tritunggal datang kepada manusia dan tinggal

dalam hati mereka melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bdk.

Roma 5:5). Semua anggota Kongregasi hendaknya mencintai dan menghormati

Roh Kudus secara istimewa. Para Suster Medior SSpS sungguh-sungguh

menyadari akan Roh Kudus yang hadir dalam setiap peristiwa. Suster Medior

SSpS secara perlahan-lahan mengambil peran sebagai perpanjangan tangan Maria

Helena Stollenwerk. Karena sifat keibuannya, kesetiaannya, kerendahan hatinya,

para Suster mampu menciptakan suasana kerohanian dan manusiawi bagi kaum

pemudi yang bergabung dengan Kongregasi SSpS. Para Suster Medior SSpS

berusaha agar di dalam komunitas semangat kasih persaudaraan dirasakan oleh

setiap anggota komunitas.

Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk ditandai oleh hati yang

lapang, oleh kehangatan dan cinta, dan oleh pengalaman akan Allah dalam lubuk

hati yang terdalam. Penghormatan terhadap Roh Kudus dan Penghormatan

terhadap Hati Terkudus Yesus merupakan isi kehidupan rohani Beata Maria

Helena Stollenwerk. Cinta Allah yang menyentuhnya dalam penghormatan Hati

Terkudus adalah yang mencinta dan yang manusiawi, Allah yang menunjukkan

(24)

dekat dengan kita dalam diri Putera-Nya, yang dipahami dan dapat dilihat. Dia

adalah Allah yang dapat kita lukai. Cinta Allah tidak lagi luar biasa tak

terjangkau. Cinta itu menunjukkan corak kemanusiaannya dalam hati Yesus yang

ditembus tombak. Hati-Nya ditembusi tombak pada salib, supaya cinta-Nya yang

mengalir meluap untuk semua orang. Cinta sejati selalu bisa hidup dengan serba

penderitaan. Tak ada cinta sejati tanpa penderitaan. Dalam memandang hati Yesus

yang tertombak, Beata Maria Helena dapat membiarkan perasaannya berbicara,

perasaan cinta keibuannya, kerendahan hatinya dan kesetiaannya yang tanpa

pamrih dan yang penuh pengorbanan. Dan di dalamnya dia pun dapat mengalami

Allah yang ramah dan penuh kasih, yang dekat dan penuh kebaikan (Grün,

1852-1900: 39).

Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk sangat dipengaruhi oleh

ekaristi. Hal ini tampak pertama-tama dalam penghormatannya terhadap ekaristi

dan penerimaan komuni setiap hari. Dengan menghayati spiritualitas Beata Maria

Helena Stollenwerk berarti juga bersatu dengan Allah dan dari pengalaman akan

Allah di dalam batin secara pribadi setiap orang yang percaya dan memberi warna

dan harapan pada-Nya memperoleh semangat, cinta, kekuatan, persaudaraan

dalam melayani Tuhan dan sesama (Grün, 1852-1900: 41).

Cinta dan penghormatannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus adalah

unsur yang paling menonjol dalam spiritualitas Arnoldus Janssen sebagai pendiri

Serikat Sabda Allah (SVD). Herman auf der Heide, seorang yang paling dekat dan

terpercaya oleh Arnoldus Janssen, ketika menulis dalam album Pesta Perak:

(25)

tangan Allah menjadi jelas. Dan jari tangan Bapa telah menunjukkan diri kepada Arnoldus Janssen pada waktu beliau menyerahkan dirinya secara total dan tak

bersyarat kepada Allah pada tanggal 3 Oktober 1887. Penyerahan kepada Roh

Kudus ini menandai masuknya Arnoldus Janssen dalam tahap ketiga dan terakhir

dari perkembangan hidup rohaninya. Hal ini menjadi akar dari spiritualitas SSpS

sebagai Kongregasi misi. Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk

merupakan dasar bagi pengungkapan iman. Iman tidak hanya diungkapkan lewat

doa-doa dan tindakan serta perbuatan setiap hari, tetapi yang diutamakan adalah

hubungan dengan Allah dan pengalaman akan Allah di dalam batin sendiri

(Rehbein, 2000: 13).

Para Suster Medior SSpS merupakan pilar Kongregasi. Semangat

pelayanan, kesetiaan Beata Maria Helena menjadi semangat hidup para Suster

Medior SSpS dalam setiap karya dan pelayanan mereka di mana dan ke manapun

mereka diutus. Para Suster Medior SSpS berusaha untuk tetap setia dalam

menghidupi spiritualitas dan semangat Beata Maria Helena, sehingga orang-orang

yang mereka layani dapat merasakan kebaikan dan kasih Tuhan dalam hidup

mereka. Orang-orang terpinggirkan dan tak berdaya yang mereka layani

sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan. Kesaksian hidup mereka yang penuh

dengan kegembiraan, keramahan, kelemahlembutan, kerendahan hati, kesetiaan

dan pelayanan yang tulus. Para Suster ini sungguh menyadari bahwa mereka

adalah utusan Tuhan sendiri, maka mereka selalu berusaha untuk menyadari

(26)

sangat mengandalkan Tuhan dan tergantung akan penyertaan serta bimbingan

Tuhan dalam hidup mereka.

Pada zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang canggih,

mengakibatkan tantangan baru bagi manusia yakni dengan menawarkan

pilihan-pilihan yang cukup menarik. Akhirnya manusiapun terlena untuk memilih hidup

serba instan, nyaman, dan praktis. Menghadapi tantangan zaman sekarang ini

sangatlah sulit, akan tetapi panggilan sebagai religius haruslah tetap setia pada

semangat para pendahulu khususnya pada semangat kesetiaan dan spiritualitas

Maria Helena Stollenwerk. Menanggapi panggilan Tuhan berarti berani dan rela

untuk mengabdi Tuhan sendiri dan menghadirkan-Nya dalam karya kerasulan.

Maka para Suster Medior SSpS yang menjalankan karya kerasulan ini haruslah

menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan ialah untuk Tuhan sendiri,

sehingga para Suster Medior ini selalu mengkhususkan Tuhan dalam hidupnya.

Sebagai seorang religius, meskipun dalam kesibukan apapun harus berani

mengambil waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan.

Berkomunikasi dengan Tuhan berarti mengisi hidup rohani dan menimba kembali

kekuatan dari Tuhan. Dengan demikian setiap tindakan, tutur kata dan perbuatan

mereka menjadi cerminan dan pancaran kasih Tuhan sendiri.

Penelitian ini bertujuan membantu ke arah pentingnya penghayatan

terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk semakin

meningkatkan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara.

Keprihatinan tampak dan ditemui dalam komunitas-komunitas karya

(27)

duduk berjam-jam di depan komputer atau laptop atau sibuk menangani

masalah-masalah yang ada pada setiap karya atau untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya

daripada duduk di depan tabernakel. Bahkan ada yang di depan komputer tetapi

bukan untuk mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya, melainkan

internetan, fb-an, twiter dan itu dapat membuatnya asyik sendiri dan melupakan

lainnya, sehingga tidak mengherankan bila ada yang sering terlambat dalam

mengikuti doa di komunitas. Alasan ada tamu, pekerjaan belum selesai sering

dijadikan alasan ketidakhadirannya dalam kebersamaan di komunitas. Padahal

SSpS sebagai kongregasi misi memiliki kekhasan pada hidup bersama dalam

komunitas. Selain itu, kesetiaan dalam hidup rohani dalam komunitas kurang

begitu dimaknai oleh para Suster Medior sehingga setiap hari dalam mengikuti

kegiatan di komunitas, para Suster Medior cenderung mengikutinya bukan karena

kesadaran pribadi namun hanya sebagai rutinitas dan demi aturan harian yang

berlaku serta tuntutan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Dan kalaupun

sempat untuk mengikuti kegiatan para Suster menjadi kurang konsentrasi dan

inginnya cepat selesai supaya pergi dan melanjutkan tugasnya yang belum sempat

terselesaikan. Dalam banyak hal secara perlahan para Suster mulai meninggalkan

kebutuhan rohaninya. Kesetiaan dalam, doa, refleksi, makan bersama, rekreasi

bersama dan sharing Kitab Suci menjadi kurang begitu diminati. Sebaliknya acara

televisi seperti sinetron dan Kian Santan, Jodha, Mahabarata, Navya, yang terkenal dengan para pemainnya yang selalu menarik minat para Suster untuk

terus mengikuti acara tersebut sampai selesai. Keprihatinan ini mengundang

(28)

Para Suster sebagai pribadi yang dipercayai kongregasi untuk

melaksanakan perutusan perlu mengintegrasikan antara hidup karya dan hidup

rohaninya. Hidup rohani juga sangat penting bagi seorang religius terutama dalam

zaman sekarang yang semakin banyak tantangan oleh berbagai persoalan hidup

manusia. Apa artinya menjadi seorang religius yang hanya memiliki kekayaan

pengetahuan/intelektual sementara itu miskin dalam hidup rohaninya, sehingga

sebagai religius perlu mengintegrasikan antara hidup karya dengan hidup rohani.

Hidup rohani itu sendiri dapat membentuk seseorang menjadi pribadi

yang kuat, tangguh dan dewasa dalam iman, sehingga alangkah baiknya bila para

Suster Medior menyadari identitas diri dan panggilannya sebagai seorang religius

yang dipecaya oleh kongregasi, dengan demikian mereka mampu membuat

prioritas dalam hidup dan panggilannya. Hidup rohani dapat ditingkatkan melalui

Ekaristi dan berbagai kegiatan rohani lainnya seperti: meditasi, kontemplasi,

refleksi, rekoleksi, retret, doa harian bersama, bacaan tata biara dan

bacaan-bacaan rohani lainnya.

Seperti yang diteladankan oleh bapa Pendiri yaitu St Arnoldus Janssen

dan Co-pendiri yakni Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata Yosepha

Hendrina Stenmans, mereka adalah pribadi-pribadi yang setia, pendoa dan rendah

hati. Arnoldus Janssen, dalam usaha mendirikan ketiga Kongregasi (SVD, SSpS

dan SSpS-AP), menjadikan Yesus yang hadir dalam Ekaristi sebagai sumber

kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan yang ia hadapi. Siang malam, ia

berdoa tiada henti-hentinya di depan Sakramen Mahakudus karena ia

(29)

dalam usaha pendirian ketiga Kongregasi tersebut. Begitu juga Co-pendiri: Beata

Maria Helena dan Beata Hendrina, mereka menghormati dan berbakti kepada

Ekaristi secara istimewa. Setiap hari, bila waktu mengizinkan mereka dapat

berlutut lama di dalam kapela, penuh kesalehan. Penghormatan yang sama mereka

nyatakan terhadap perayaan Misa Kudus setiap hari (Stegmaier, 2000:31-32).

Teladan hidup yang dicerminkan oleh Bapa Pendiri St Arnoldus Janssen

dan kedua rekan pendiri yaitu Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata

Yosepha Stenmans seharusnya menjadi teladan bagi para Suster Medior dalam

menjalani panggilannya sebagai seorang religius medior di zaman yang serba

canggih dan modern ini. Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini memang ada para

Suster Medior yang sungguh menghayati spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk dan menjadikan spiritualitas sebagai kekuatan dalam menjalani

panggilannya sebagai seorang religius, tetapi juga ada yang merasa biasa-biasa

saja terhadap penghayatan spiritualitas, sehingga ia menghayati spiritualitas

karena rutinitas saja.

Dari keprihatinan di atas penulis menemukan salah satu kegiatan yang

dapat dilakukan guna meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang

spiritualitas Maria Helena Stollenwerk dan penghayatannya demi perkembangan

hidup rohani dengan melaksanakan program katekese model Shared Christian Praxis. Isi rekoleksi bertolak dari realitas hidup para Suster yang direfleksikan dalam terang Sabda Allah dengan memakai dinamika yang disebut dinamika

(30)

meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang penghayatan spiritualitas

Beata Maria Helena Stollenwerk dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara.

Dengan melihat kenyataan di atas, maka penulis memilih judul skripsi:

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA

STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP

MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA

ALLAH JAWA.

Melihat dan menemui situasi di atas, penulis terdorong dan berharap

melalui pemaparan skripsi ini para Suster Medior semakin memahami dan

menghayati Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi meningkatkan

kesetiaan hidup membiara.

B.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang

muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Spiritualitas Beata Maria Helena Stolenwerk dan

kesetiaan dalam hidup membiara?

2. Bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam

membantu para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah untuk

meningkatkan kesetiaan hidup membiara?

3. Usaha-usaha apa yang dilakukan para Suster Medior SSpS dalam penghayatan

Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk dapat meningkatkan

(31)

C.Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penulisan ini adalah:

1. Menguraikan pengertian Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan

kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara?

2. Mengetahui bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk terhadap kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS.

3. Memberikan sumbangan pemahaman Spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk yang dapat semakin meningkatkan kesetiaan dalam hidup

membiara.

D.Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi:

1. Bagi Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS)

a. Memberi sumbangan bagi Kongregasi SSpS dalam membantu para Suster

Medior SSpS untuk memahami arti dan makna dari spiritualitas Beata

Maria Helena Stollenwerk.

b. Membantu Kongregasi dalam memberi perhatian kepada para Suster Medior

SSpS dalam hal meningkatkan kesetiaannya.

2. Bagi penulis

a. Memperkaya pengetahuan dan wawasan penulis tentang Spiritualitas Beata

(32)

b. Menambah pemahaman penulis tentang Spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk.

E.Metode Penulisan

Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode deskriptif

analisis dan kualitatif. Artinya penulis memaparkan gambaran umum makna

spiritualitas. Penulis juga memaparkan gambaran para Suster Medior SSpS dalam

menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi perkembangan

kesetiaan dalam hidup membiara. Penulisan disertai penelitian kualitatif melalui

wawancara dengan para Suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda

Allah Jawa dengan panduan pertanyaan penuntun guna memperoleh gambaran

nyata tentang “Bagaimana penghayatan terhadap spiritualitas Beata Maria Helena

Stolenwerk dapat semakin meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster

Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.”

F. Sistematika Penulisan

Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini,

penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini:

BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan,

perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

BAB II menguraikan kajian pustaka mengenai spiritualitas Beata Maria

(33)

Dalam bab ini, akan dipaparkan tentang spiritualitas dan kesetiaan hidup

membiara yang terdiri dari: hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci,

spiritualitas Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua

mengenai gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi:

latar belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan

pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria

Helena Stollenwerk. Bagian ketiga mengenai gambaran umum Kongregasi Misi

Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah. Dalam bagian ini penulis

mengemukakan sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma

Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi

SSpS Provinsi Maria Bunda Allah. Bagian keempat mengenai kesetiaan.

BAB III berisi penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap

Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan

hidup membiara. Dalam hal ini, penulis menguraikan gambaran penghayatan

kesetiaan para Suster Medior SSpS Yang terdiri dari: macam-macam kegiatan

para Suster Medior SSpS, dan Bagian kedua mengenai penelitian penghayatan

spiritualitas para Suster Medior untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara

yang meliputi: desain penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian tentang

penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara, kesimpulan

penelitian.

BAB IV berisi tanggapan terhadap hasil penelitian berupa sumbangan

(34)

sebagai usaha untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior

SSpS Provinsi Maria Bunda Allah terhadap penghayatan spiritualitas Beata Maria

Helena Stollenwerk yang mencakup: alasan katekese digunakan sebagai usaha

meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior dalam hidup membiara,

alasan katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) dipilih sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup

membiara, program katekese.

BAB V: Sebagai bab terakhir dari penulisan ini, adalah bab penutup.

(35)

BAB II

SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN

KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS

Dalam spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan kesetiaan hidup

membiara para Suster Medior SSpS ini akan diuraikan dalam empat bagian.

Bagian pertama menguraikan tentang spiritualitas Beata Maria Helena

Stollenwerk dan dan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS yang

meliputi hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas

Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua diuraikan tentang

gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi: latar

belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan

pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria

Helena Stollenwerk. Bagian ketiga menjelaskan tentang gambaran umum

Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah yang

meliputi: sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma

Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior SSpS Provinsi

Maria Bunda Allah. Bagian keempat menguraikan tentang kesetiaan.

A.Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS

1. Hakikat Spiritualitas

Dewasa ini “spiritualitas” merupakan sebuah istilah yang sangat popular

(36)

Spiritualitas. Kata Spiritualitas mempunyai pengertian yang cukup banyak dan

sekaligus mengandung arti yang sangat kaya meskipun berbeda. Berikut ini akan

dibahas pengertian dari masing-masing istilah tersebut.

Spiritualitas berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti roh, jiwa, semangat. Dalam arti sebenarnya, spiritualitas berarti hidup yang berdasarkan

pada pengaruh atau bimbingan Roh Allah. Dengan menghayati spiritualitas, orang

beragama menjadi orang spiritual, yaitu orang yang menghayati Roh Allah dalam

hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya (Hardjana,

2005: 64-65).

Kata spiritualitas ada hubungannya dengan kekuatan atau Roh yang

memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok untuk mempertahankan,

mengembangkan dan mewujudkan kehidupan (Banawiratma, 1990: 57).

Spiritualitas ini dapat dimiliki oleh semua orang yang sedang berjuang

untuk mencapai tujuan dan juga cita-cita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Bisa

juga menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan,

dan kegagalan untuk mewujudkan cita-cita, tujuan dan perjuangan hidupnya.

Spiritualitas juga merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji

dan tetap bertahan dalam mewujudkan tujuan dan dalam pengharapan. Maka

spiritualitas bisa menjadi suatu kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan

sekaligus menerima kenyataan hidup dengan demikian tetap berusaha untuk

menjalani dan memaknai peristiwa hidup.

Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan “kerohanian”

(37)

dengan kata yang lebih tua yaitu “kesalehan”, yang menandakan hubungan

seseorang dengan Tuhan. Spiritualitas mencakup dua segi, yaitu: askese atau

usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan teratur terhadap sapaan Allah.

Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan

Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia.

Dasar hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh (= Spiritus), yaitu Roh Kristus seperti tampak dalam Injil (Heuken, 2002: 11).

Kalimat di atas menegaskan bahwa orang yang sangat peka akan

kehadiran Roh Tuhan dalam dirinya selalu juga menyadari kehadiran Tuhan

dalam peristiwa hidupnya. Orang yang memiliki spiritualitas dan sungguh

menyadari Roh Tuhan hadir dalam dirinya, maka ia akan selalu berusaha untuk

menjalani hidup ini seperti Tuhan menghendakinya.

Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa spiritualitas yang dinyatakan

oleh Kristus adalah spiritualitas yang otentik, meskipun Gereja Katolik tidak

menolak apa yang benar dan kudus yang dinyatakan oleh agama-agama lain.

Dikatakan otentik karena spiritualitas ini berasal dari Tuhan sendiri, yang kini

berada di dalam Gereja Katolik yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus dan para

uskup pembantunya, meskipun ada banyak unsur pengudusan dan kebenaran

ditemukan di luar struktur Gereja Katolik. Berakar dari Firman Tuhan dan ajaran

Gereja inilah, kita mengetahui bahwa panggilan hidup kita sebagai manusia

adalah agar kita hidup kudus dan mengasihi, karena Allah itu Kudus dan Kasih

(Im 19:2, 1Yoh 4:16). Di sini kekudusan berkaitan erat dengan memegang dan

(38)

sesama (Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31). Hanya dengan cara ini, maka kita dapat

bertumbuh untuk menjadi „serupa‟ dengan Allah, dan dikuduskan oleh Allah.

Panggilan hidup kudus adalah panggilan bagi semua orang Kristiani, bahkan

panggilan untuk semua orang, karena kita semua diciptakan oleh Tuhan yang satu

dan sama. Jadi kekudusan bukan monopoli kelompok para pastor, suster dan

religius lainnya tetapi harus menjadi tujuan bagi kita semua. Spiritualitas religius

adalah cara hidup manusia yang menghayati hubungan pribadi dengan Allah atau

dengan Yang Mutlak (Darminta, 1972: 51).

Henri Nouwen, mengatakan bahwa spiritualitas adalah proses “pergi dan

pulang”. Pergi untuk berjumpa dengan Allah dan pulang ke dunia untuk berjumpa

dengan manusia (diri sendiri atau orang lain) dengan segala pergumulannya.

Sumbernya memang dalam perjumpaan manusia dihadapan Allah namun

perwujudannya justru di dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Spiritualitas

seperti ini dapat dilihat dalam pribadi Yesus dan seharusnya nampak dalam

pribadi setiap pengikut-Nya. Karena Spiritualitas bersumber dalam perjumpaan

dengan atau dihadapan Allah, maka spiritualitas itu tampak dalam bentuk atau

tindakan yang nyata, yaitu: doa, persekutuan, dan keheningan. Namun dengan

tindakan: doa, persekutuan, keheningan, spiritualitas tidak mendorong manusia

untuk meninggalkan atau melarikan diri dari kenyataan dunia ini melainkan justru

berani hidup dengan penuh makna di tengah-tengah dunia ini. Oleh karena itu,

spiritualitas digambarkan sebagai suatu gerakan pergi-pulang. Yang dimaksudkan

dengan pergi adalah pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri,

(39)

adalah kembali ke tengah-tengah kehidupan yang ramai untuk melaksanakan

tugas panggilan kita: ikut menderita bersama-Nya di dunia ini. Yesus sendiri

telah memberikan contoh kepada kita. Sebagai Anak Allah, Ia hidup di dunia

untuk melaksanakan kehendak Allah. Ia menjelajahi seluruh Palestina mencari

dan menderita bersama mereka yang hilang, yang sakit, yang tersisihkan, yang

berada dalam kegelapan. Berbagai permasalahan yang rumit Ia hadapi. Ia

menghadapi orang-orang Farisi dan para pemimpin Israel yang memusuhi-Nya. Ia

melayani, mengajar, dan berbuat baik untuk memberitakan Kabar Gembira

tentang kasih Allah kepada dunia ini. Beberapa kali di dalam Injil kita membaca

bagaimana Ia pada waktu-waktu tertentu mencari keheningan untuk berdoa

kepada Bapa-Nya. Kemudian Ia kembali lagi melayani manusia ditengah-tengah

keramaian dunia. Demikian seterusnya sampai Ia mengalami puncak

spiritualitas-Nya ketika Ia menderita bersama manusia dan memberikan dirinya menjadi

tebusan bagi banyak orang. Dalam pengalaman spiritualitas “pergi-pulang” itu

Yesus melakukan pelayanan-Nya dengan kata lain, hanya dengan spiritualitas

“pergi-pulang” Yesus tetap mencitai dunia, menderita bersama dunia yang

menderita dan dengan begitu melayani dunia (Soetopo, 2012: 9).

C.S. Song, seorang teolog Asia dari Taiwan, memahami, “Spiritualitas

sebagai totalitas keberadaan manusia yang menyatakan diri di dalam cara-cara

hidup, model-model berpikir, pola tindakan dan tingkah laku serta sikap-sikap

manusia di hadapan Sang Misteri yaitu Allah sendiri yang hadir di dunia kita dan

mengarahkan kita kepada Yang Tertinggi melebihi segala yang tinggi. Yang

(40)

segala terang. “Carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua itu

akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Mencari Kerajaan Allah berarti hidup

secara total dalam perjumpaan dengan Allah yang menjadi “Raja”, Yang

Tertinggi, Yang Terdalam, Sang Terang itu sendiri. Dengan demikian, kita tidak

dimangsa oleh sikap untuk menjadikan hal-hal yang sebenarnya hanya “tambah

-an” menjadi yang utama dalam kehidupan kita (Soetopo, 2012: 9).

Pengertian Spiritualitas sangatlah banyak, dan tidak dapat diartikan

dengan satu paham atau satu pendapat. Setiap tokoh atau setiap orang pasti

mengartikannya dengan kalimat yang berbeda juga. Hal ini tidaklah menjadi

masalah. Andar Ismail menjelaskan bahwa spiritualitas adalah getaran hati atau

cita rasa yang halus tentang yang Ilahi yang ada dalam hati sanubari setiap orang.

Dari pengertian spiritualitas yang beraneka ragam maka penulis dapat

menyimpulkan spiritualitas adalah dorongan dan kekuatan dari dalam hati yang

dimiliki dan menggerakkan seseorang untuk bertindak sekaligus sebagai kekuatan

dan semangat yang selalu mewarnai hidup manusia untuk mengalami

kegembiraan rohani. Spiritualitas yang dimiliki setiap orang hendaknya terwujud

dengan tindakan nyata dalam sikap hidup dan pelayanan. Kalau mau dikenakan

pada agama Katolik saja, maka spiritualitas berarti bentuk atau cara dan gaya

hidup Katolik secara istimewa dan khusus. Hidup Kristiani adalah praktek

kesucian dan kesempurnaan Kristen, yaitu hidup menurut ajaran injili. Secara

khusus yaitu pelaksanaan usaha mencapai kesempurnaan, atau jalan yang

(41)

dijelaskan tentang pemahaman spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas

Kristiani, spiritualitas missioner dalam dokumen Gereja.

2. Spiritualitas menurut Kitab Suci

Spirit dan roh tetap berhubungan dengan “semangat jiwa yang

dipengaruhi oleh Roh Allah”. Bagi orang Kristiani, kata Spiritus/Roh dapat

ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, “Roh

sering muncul sebagai “RUAKH”, yang berarti semua yang mendorong; daya

aktif, daya hidup, kekuatan yang memberdayakan manusia (Kej 2:7). Jadi, kata

spiritualitas adalah Roh Allah yang mampu memotivasi, menyemangati,

memberikan kekuatan, membimbing dan menjiwai serta meneguhkan seseorang

dalam menghadapi tantangan dalam hidup sehingga tetap teguh dalam iman dalam

melaksanakan setiap karya dan perutusan dengan bertanggungjawab. Yohanes

melihat kematian Yesus sebagai momen pemberian Roh Kudus. Dari Hati yang

tertombak mengalirlah air dan darah. Dalam konteks Yohanes keduanya

melambangkan Roh Kudus.

Di dalam Injil Yohanes segalanya diarahkan kepada saat itu, di mana

Hati Yesus ditombak dan di mana Roh-Nya diberikan kepada seluruh dunia. Dari

Hati Yesus mengalirlah cinta-Nya yang mampu mengubah hidup yang telah tawar

menjadi anggur yang lezat. Tempayan ketujuhpun dibuka, dan kita dihidangkan

anggur ilahi (Yoh 2:1-11). Di salib Yesus memberikan kita air kehidupan yang

memuaskan kerinduan terdalam (Yoh 4:1-42). Dalam Hati yang terbuka

(42)

dimaksudkan-Nya adalah Roh Kudus yang akan diterima semua yang percaya

kepada-Nya; sebab Roh Kudus belum dicurahkan, selama Yesus belum

dimuliakan. ”(Yoh 7:38-39). Selama masa hidup-Nya Yesus hanya memberikan

Roh Allah kepada manusia yang dijumpai-Nya. Dalam kematian-Nya Roh Allah

dicurahkan atas semua ciptaan. Kita semua mendapat bagian dalam Roh Kudus.

Di dalam Roh Kudus inilah cinta Allah dicurahkan ke dalam hati kita (Grün,

1995: 43).

Setiap perutusan pasti membutuhkan spiritualitas. Spiritualitas yang

dimiliki seseorang akan mencerminkan pelayanan yang melahirkan perdamaian,

kerukunan, dan sukacita sehingga mereka yang dilayani akan merasakan

kehadiran Tuhan. Maka orang yang sungguh-sungguh memiliki dan menghidupi

spiritualitas, akan selalu menjalin komunikasi yang intim bersama dengan Tuhan

sebagai sumber kekuatan. Hal ini jugalah yang akan dibagikan kepada sesama,

terutama mereka yang hidup dalam penderitaan, kebimbangan, dan kesusahan

dalam menyelusuri hidup yang diwarnai bermacam-macam tantangan.

3. Spiritualitas Kristiani

Hidup merupakan anugerah terindah dari Tuhan kepada kita sebagai

sarana untuk percaya dan mengasihi-Nya. Namun hidup seseorang diwarnai oleh

bermacam-macam pengalaman. Ada pengalaman yang mendalam, ada

pengalaman yang sementara sifatnya. Pengalaman yang mendalam biasanya

menyentuh hati seseorang bagaikan misteri yang semakin dipahami semakin

(43)

Pengalaman misteri itulah yang disini dimaksudkan sebagai pengalaman mistik.

Mengasyikkan bila orang dalam penghayatan imannya dapat mengalami Allah

sebagai misteri. Bila pengalaman ini benar-benar digali, orang tidak bisa mundur

lagi. Misteri itu sekaligus menantang, menarik dan mengikat orang dalam

pemahaman terus menerus. Bila misteri itu berhenti berperan, lalu orang juga

akan tercampak keluar dari perjuangan itu (Darmawijaya, 1989: 115-116).

Spiritualitas bersendi pada pengalaman seperti diatas. Hubungan mistik

dengan Allah yang memanggil seseorang dalam tugas atau pekerjaan pewartaan,

mewujudkan pengalaman iman itu dalam aneka wujud, menentukan kadar dan

makna apa yang dikerjakan. Yang khas dalam hubungan ini adalah iman dan

kasih. Iman menyatakan bahwa ada kepercayaan yang mendalam, penyerahan

utuh atas dasar anugerah yang ditawarkan Allah kepada pribadi itu. Kasih

menyatakan hubungan yang tidak mengandalkan pola untung rugi, memberi dan

menerima, melainkan mengandalkan kebaikan bersama.

Tiap tradisi spiritualitas kristiani mempunyai tujuan untuk secara

sempurna mengikuti apa yang diajarkan dalam kitab-kitab Injil dan dengan

demikian disebut sebagai „jalan‟ atau „lorong‟injili. Spiritualitas adalah suatu

program untuk menyelaraskan dari implikasi-implikasi mengikuti Yesus adalam

tiap aspek kehidupan. Dalam hal ini hanya ada satu spiritualitas kristiani, yakni,

menanggapi sepenuhnya apa yang Allah ajarkan dalam Alkitab.

Spiritualitas kristiani adalah suatu kesadaran bahwa menanggapi Allah

harus mencakup dua dimensi yakni vertikal dan horisontal, dari keduanya tidak

(44)

secara penuh. Dimensi vertikal adalah pemujaan dan doa, tugas dan kewajiban

umat kristiani kepada Allah. Dimensi horisontal mencakup tanggungjawab atas

diri pribadi, atas diri sesama, dan masyarakat. Di dalamnya kasih dan pengabdian

menjadi faktor yang mendorong dan menyatukan (Thomas Michel, 2001: 125).

4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja

Spiritualitas merupakan suatu kenyataan yang ada dan menjadi

penghayatan dalam Gereja. Bentuk penghayatan hidup rohani itu telah ada sejak

Gereja Perdana terutama seperti ditampakkan dalam hidup para rasul. Konsili

Vatikan II menyerukan pada semua orang panggilan untuk hidup kudus. Siapapun

kita, dalam kondisi yang berbeda satu dengan lainnya, dipanggil Tuhan untuk

menjadi kudus, sebab Allah sendiri adalah Kudus. Jadi panggilan ini berasal dari

Allah yang satu, dan berlaku untuk semua orang, karena Allah menciptakan

semua orang di dalam kesatuan, dan menginginkan kesatuan itu kembali di dalam

diri-Nya, yang berlandaskan kasih. Tuhan Yesuslah Guru dan Teladan Ilahi segala

kesempurnaan. Dengan kesucian hidup, yang dikerjakan dan dipenuhi-Nya

sendiri. Ia mewartakan kepada semua dan setiap murid-Nya, bagaimanapun corak

hidup mereka, “Kamu harus sempurna, seperti Bapamu yang disurga sempurna

adanya” (Mat 5:48). Sebab kepada semua diutus-Nya Roh Kudus untuk

menggerakkan mereka dari dalam supaya mengasihi Allah dengan segenap

hati,dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap tenaga

(45)

mereka (lih. Yoh 13:34; 15:12). Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan

berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya.

Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam baptis iman

sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat Ilahi, maka

sungguh menjadi suci. Maka dengan bantuan Allah mereka wajib

mempertahankan dan mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah

mereka terima. Oleh Rasul mereka dinasehati supaya hidup “sebagaimana layak

bagi orang-orang Kudus” (Ef 5:3); supaya “sebagai kaum pilihan Allah, sebagai

orang-orang kudus yang tercinta, mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan,

kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3:12); dan supaya

menghasilkan buah-buah Roh yang membawa kepada kesucian (LG 40).

Jadi, bagi semua jelaslah bahwa semua orang Kristiani, bagaimanapun

status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup

Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan kesucian itu juga dalam

masyarakat di dunia ini cara hidup menjadi lebih manusiawi. Untuk memperoleh

kesempurnaan itu, hendaklah kaum beriman mengarahkan tenaga yang mereka

terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus supaya dengan mengikuti

jejak-Nya dan menyerupai citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam

segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan

Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan

bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah

(46)

B.Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk

1. Latar belakang keluarga

Gereja memaklumkan kepada dunia, bahwa wanita dari abad ke-19 ini

punya arti dan pesan untuk kita semua. Helena Stollenwork lahir pada tanggal 28

Nopember 1852 di desa Rollesbroich, paroki Simmerath, di daerah Eifel,

Diosesan Agung Kӧln (sekarang masuk Diosesan Aachen). Dengan iman dan religiusitasnya yang terikat pada abad ke-19, masih dapat mengungkapkan kepada

kita pandangan baru tentang Allah dan tentang kehidupan kita sebagai manusia.

Ayah Helena bernama Johann Peter Stollenwerk, ia seorang petani yang giat,

yang terlibat tidak hanya dalam kehidupan masyarakat tetapi juga dalam pelbagai

bidang tanggungjawab kehidupan Gerejawi selama lebih dari tiga puluh tahun.

Dia sangat berjasa dalam pembangunan sebuah gereja di Rollesbroich.

Pembangunan itu merupakan langkah penting yang perlahan mengantar

Rollesbroich menjadi paroki sendiri. Sesudah kematian istri pertamanya yang

meninggal agak dini yang memberikannya sembilan anak, di antaranya tiga orang

bisu tuli.

Pada tanggal 18 Agustus 1836 Johann Peter Stollenwerk menikah lagi

dengan seorang janda yang bernama Anna Barbara Stollenwerk yang masih

mempunyai hubungan keluarga dengannya. Tahun 1851 istri keduanya

meninggal. Maka diapun menikah lagi dengan istri yang ketiga yakni Anna Maria

Bongard pada tanggal 22 Januari 1852. Pada tanggal 28 Nopember 1852 Anna

Maria melahirkan seorang bayi yang diberi nama Anna Helena, yang dipanggil

(47)

ibunya baru berusia 27 tahun. Helena merupakan anak yang pendiam. Hal ini

dapat dimengerti kalau kita memperhatikan situasi keluaranya. Saudara-saudari

tirinya jauh lebih tua dari dia, malah mereka sudah bisa menjadi orangtuanya

sendiri. Ayahnya sendiri lebih tampak sebagai kakeknya. Jarak usia antara mereka

terlalu jauh, sehingga Helena tidak mempunyai hubungan batin dengannya. Selain

itu ayahnya sering bekerja di luar rumah. Sebab itu Helena tidak banyak

mengalaminya. Pada tahun 1855 Helena mempunyai adik yang bernama Carolina.

Tetapi dia hanya berusia empat tahun, dia meninggal pada tahun 1859.

Dari hubungannya dalam keluarga, sejak awal Helena telah belajar

memperhatikan yang lemah, menaruh simpati dan mengerti orang lain tanpa

banyak kata. Keluarga Helena ditandai dengan kematian dan penyakit. Pada umur

tujuh tahun ayahnya meninggal. Dari ayahnya, Helena belajar untuk turut

bertanggungjawab atas orang lain. Demikian pula kesediaan untuk mengorbankan

diri bagi orang lain dan tekad untuk tetap menekuni jalan yang sudah dimulai.

Sejak saat itu dia senantiasa memikirkan tentang nasib anak-anak kusta di Cina.

Saat itu munculah minatnya akan bermisi di Cina. Setelah ayahnya meninggal,

kini ibunya sendirilah yang harus memecahkan pesoalan tentang masa depannya

sendiri dan masa depan anak-anaknya. Setelah berpikir dan merenung beberapa

waktu akhirnya dia memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang duda

bernama Johann Peter Breuer seorang pandai besi kuku kuda, yang mempunyai

tiga anak perempuan dari perkawinannya yang pertama. Dengan mudah Helena

(48)

secara manusiawi lebih dekat padanya dari pada saudari-saudarinya yang lebih tua

dari perkawinan pertama ayahnya (Gün, 1995: 10-12).

Hidup iman yang dalam, suasana damai, persatuan yang mempererat

hubungan mereka dan saling memperhatikan, itulah dasar kokoh yang telah

diterimanya dalam keluarga.

Daerah kelahiran Helena dianggap sebagai bagian Prusia yang paling

miskin. Pemerintah telah membantu mengembangkan pertanian namun tidak

menciptakan sarana untuk komunikasi yang baik karena letaknya dekat perbatasan

yang dapat membahayakan keamanan Negara; ini menghalangi kemajuan

ekonominya. Dibandingkan dengan keluarga-keluarga lain di sekitarnya keluarga

Helena termasuk berada. Namun bila dibandingkan dengan keluarga-keluarga di

daerah lain mereka miskin.

Helena menempuh pelajaran dasarnya di Sekolah Negeri Rollesbroich. Ia

belajar membaca, menulis, matematika dan beberapa pelajaran praktis lainnya

seperti berkebun, olahraga, dan lain-lain. Pelajaran lain seperti Sejarah dan Ilmu

Bumi tidak diajarkan dengan maksud menghindarkan menyebar dan

berkembangnya ide tentang demokrasi dari Rhineland. Para siswa wajib mendapat

satu jam pelajaran agama dengan harapan bahwa ini akan mempengaruhi

kesadaran mereka (Brand, 1995: 2).

Pembinaan Kristiani yang kokoh yang diterima Helena dalam keluarga,

di Paroki dan sekolah menghasilkan buah. Setelah merasa mampu, ia

mengabdikan dirinya pada kegiatan karitatif dan kerasulan. Pada bulan Oktober

(49)

ia menjadi promotor Kerasulan Doa. Ia juga membantu orang miskin, merawat

orang sakit dan berdoa bersama orang yang sedang menghadapi ajal. Bila

pekerjaan di ladang orang tuanya memungkinkan, ia berdoa lama di depan

Sakramen Mahakudus, di Gereja kecil di desanya (Brand, 1995: 3).

2. Panggilan menjadi misionaris

Pada waktu umur sepuluh tahun Maria Helena mulai aktif sebagai

pengumpul derma untuk Perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Dia tetap

menjalankan tugas ini selama dua puluh tahun, sampai keberangkatannya ke

rumah misi pada tanggal 30 Desember 1882. Maria Helena sendiri melukiskan

perasaannya setiap kali membaca laporan tahunan Perkumpulannya. Bagi dia

tanah airnya adalah dunia. Yang sangat menyentuh perasaannya adalah nasib

anak-anak seperti dilukiskan dalam majalah-majalah Perkumpulan, khususnya

nasib anak-anak di Cina yang cukup sering diberitakan (Gün, 1995: 15).

“Sering dia merasa kasihan terutama kepada anak-anak kafir yang sering

ditinggalkan sendirian. Maria Helena merasakan kerinduan yang besar untuk

berada di sana dan mencari anak-anak itu ditengah lumpur, di ladang, di dalam

hutan, dan seterusnya lalu membawa anak-anak kepada seorang imam atau

seorang suster, agar anak-anak itu dibaptis dan dididik menjadi seorang Kristen.

Beberapa kali saya bermimpi, bahwa saya menarik anak-anak yang dibuang itu

dari lumpur dan membawanya pergi” (Grün, 1995: 15).

Yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana Maria Helena yang masih

Gambar

Tabel 1 Variabel yang Diungkap
Tabel 2 Identitas Responden (N=10)

Referensi

Dokumen terkait

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk