i
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kesan pribadi tentang keprihatinan penulis akan situasi kehidupan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa pada saat ini yakni kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi sehingga kesediaan untuk terlibat dalam kesediaan yang ditawarkan oleh komunitas maupun paroki menjadi kurang diminati. Bahkan seminar, pendalaman, retret AJS tentang spiritualitas Beata Maria Helena yang memberikan kekuatan dan semangat serta sebagai warisan dari Co-Pendiri bagi para Suster Medior untuk menghayati hidup panggilannya seakan sebuah rutinitas belaka.
Menanggapi situasi tersebut di atas penulis menggunakan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang makna spiritualitas dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena dalam hidup hariannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan membutuhkan spiritualitas Maria Helena sebagai kekuatan, semangat dalam menjalani tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Mereka mengikuti pendalaman, seminar, retret AJS (Arnold Janssen Spirituality) apabila Tim Pimpinan provinsi mengadakan kegiatan tersebut. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena. Walau demikian masih ada beberapa Suster yang mengikuti kegiatan tesebut hanya karena sebuah rutinitas belaka.
ii ABSTRACT
The title of this thesis is the APPRECIATION OF BLESSED MARIA HELENA STOLLENWERK SPIRITUALITY TO IMPROVE FIDELITY A MONASTIC LIFE THE MEDIOR SSpS SISTERS MARY MOTHER GOD JAVA PROVINCE. The thesis thesis was written based on the writer’s personal impression and concern about the life situation of the SSpS Medior Java province because at present the Medior Sisters have not really learned the meaning of spirituality of Blessed Maria Helena in their daily in life. This happened because of the jobs and activities entrusted by the congregation so that the willingness to engage in willingness offered by the community and parish become less attractive. Even seminars for deepening, AJS (Arnold Janssen Spirituality) retreats about the spirituality Blessed Maria Helena that provides power and vigor and as a legacy of co-faundation for the Medior sisters life to involve their calling are considered as mere routine.
Responding to this situation, the writer used library research to obtain more information about the meaning of spirituality in improving the faith on monastic life for the Medior SSpS sisters to gain appreciation of the spirituality Blessed Maria Helena. The writer carried out a study by using the method of observation participative and interview that aimed to understand the extent to which the Medior sisters have grasped the meaning spirituality of Blessed Helena their daily life. The results of interviews data indicated that each of respondents said to have a need the of spirituality Maria Helena as a power, vigor in helping them do the work entrusted by the congregation. They joined seminars, AJS retreats if the team of provincial leaders hold these activities. The results of the study also shaved that the Medior sisters have grasped meaning spirituality Maria Helena. Nonetheless there are still some who participated in activities as a mere routine .
i
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA
STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN
HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS
PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Antonia Rusiatin NIM:101124035
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan skripsi ini kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang
selalu menjadi tujuan hidupku. Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS),
khususnya para Suster SSpS Provinsi Jawa yang telah memberi kesempatan dan
kepercayaan kepada saya untuk menjalani perutusan studi
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
yang menginspirasi penulis, teman-teman seangkatan 2010 dan kepada siapa saja
yang telah membantu penulis dengan doa dan dukungan yang begitu tulus dalam
v
MOTTO
“ Sebab pada-Mulah sumber kehidupan, dalam terang-Mu kami melihat cahaya” (Mzm 36:10)
“Dengan kesabaran dan susah payah aku terus bekerja dengan keinginan besar untuk maju, ya…maju...”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Februari 2015
Penulis,
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Antonia Rusiatin
NIM : 101124035
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA
STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA
ALLAH JAWA. Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan
Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta,10 Februari 2015
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh kesan pribadi tentang keprihatinan penulis akan situasi kehidupan para Suster Medior SSpS provinsi Jawa pada saat ini yakni kurang menghayati makna spiritualitas Beata Maria Helena dalam hidup hariannya. Hal ini dipengaruhi oleh kesibukan tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi sehingga kesediaan untuk terlibat dalam kesediaan yang ditawarkan oleh komunitas maupun paroki menjadi kurang diminati. Bahkan seminar, pendalaman, retret AJS tentang spiritualitas Beata Maria Helena yang memberikan kekuatan dan semangat serta sebagai warisan dari Co-Pendiri bagi para Suster Medior untuk menghayati hidup panggilannya seakan sebuah rutinitas belaka.
Menanggapi situasi tersebut di atas penulis menggunakan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang makna spiritualitas dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS tentang penghayatan spiritualitas Beata Maria Helena. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena dalam hidup hariannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan membutuhkan spiritualitas Maria Helena sebagai kekuatan, semangat dalam menjalani tugas dalam karya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Mereka mengikuti pendalaman, seminar, retret AJS (Arnold Janssen Spirituality) apabila Tim Pimpinan provinsi mengadakan kegiatan tersebut. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa para Suster Medior telah menghayati makna spiritualitas Maria Helena. Walau demikian masih ada beberapa Suster yang mengikuti kegiatan tesebut hanya karena sebuah rutinitas belaka.
ix ABSTRACT
The title of this thesis is the APPRECIATION OF BLESSED MARIA HELENA STOLLENWERK SPIRITUALITY TO IMPROVE FIDELITY A MONASTIC LIFE THE MEDIOR SSpS SISTERS MARY MOTHER GOD JAVA PROVINCE. The thesis thesis was written based on the writer’s personal impression and concern about the life situation of the SSpS Medior Java province because at present the Medior Sisters have not really learned the meaning of spirituality of Blessed Maria Helena in their daily in life. This happened because of the jobs and activities entrusted by the congregation so that the willingness to engage in willingness offered by the community and parish become less attractive. Even seminars for deepening, AJS (Arnold Janssen Spirituality) retreats about the spirituality Blessed Maria Helena that provides power and vigor and as a legacy of co-faundation for the Medior sisters life to involve their calling are considered as mere routine.
Responding to this situation, the writer used library research to obtain more information about the meaning of spirituality in improving the faith on monastic life for the Medior SSpS sisters to gain appreciation of the spirituality Blessed Maria Helena. The writer carried out a study by using the method of observation participative and interview that aimed to understand the extent to which the Medior sisters have grasped the meaning spirituality of Blessed Helena their daily life. The results of interviews data indicated that each of respondents said to have a need the of spirituality Maria Helena as a power, vigor in helping them do the work entrusted by the congregation. They joined seminars, AJS retreats if the team of provincial leaders hold these activities. The results of the study also shaved that the Medior sisters have grasped meaning spirituality Maria Helena. Nonetheless there are still some who participated in activities as a mere routine .
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan limpah terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus
yang telah menyertai, membimbing, menuntun dan menerangi penulis dengan
rahmat serta kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA
STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA
ALLAH JAWA.
Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan penemuan bahwa
spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS di
Provinsi Maria Bunda Allah Jawa. Melalui Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk
sebagai Co-Pendiri Kongregasi para Suster Medior SSpS semakin menemukan
kembali kesatuan hidupnya yang utuh dengan Allah, sesama, dan kesatuan antara
penghayatan spiritualitas Maria Helena dan karya pelayanan dalam hidup
hariannya untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara. Oleh karena itu antara
penghayatan dan karya pelayanan dalam hidup harian terlebih berkaitan dengan
kesetiaan hidup membiara merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Maksudnya
adalah dengan menghayati spiritualitas Beata Maria Helena menjadi kekuatan
dalam karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara
sedangkan karya pelayanan untuk meningkatkan kesetiaan dalam hidup membiara
xi
mereka tidak hanya berkembang dalam segi intelektualitasnya saja tetapi juga
berkembang dalam aspek rohani dan sosialnya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai pada
waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun
tidak langsung telah mendampingi, membimbing dengan penuh kerelaan,
kesabaran, dan kesetiaan serta memberikan dukungan dan perhatian lewat doa-doa
sehingga memotivasi penulis untuk setia dan bertekun menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada:
1. Dr. Bernardus Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama sekaligus
selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan penuh
kesabaran mendampingi dan membimbing penulis, memberikan sumbangan
pemikiran yang memperdalam penulis serta kritikan yang membangun
sehingga memotivasi penulis menuangkan ide atau gagasan dalam seluruh
penulisan skripsi ini.
2. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed, selaku dosen penguji kedua dan
Kaprodi yang telah memberikan perhatian, dukungan dan semangat kepada
penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.
3. Bpk. P. Banyu Dewa HS, S.Ag.M.Si, selaku dosen ketiga yang telah
mendukung, memberikan perhatian, membimbing, memotivasi dan semangat
serta masukan pada penulisan skripsi ini.
4. Segenap Staf Dosen, Sekretariat dan seluruh karyawan Prodi IPPAK-JIP,
xii
telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya
skripsi ini.
5. Tim Pimpinan Kongregasi SSpS yang telah memberikan kepercayaan kepada
penulis untuk menjalani studi di Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Para Suster SSpS Medior di Komunitas Roh Kudus dan Budi Rahayu yang
telah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan pemikiran yang
memperkaya penulisan skripsi ini.
7. Orang tua dan anggota keluarga yang telah mendukung penulis lewat cinta,
doa, perhatian dan dukungan selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan
tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya studi dan penulisan skripsi
ini.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan demikian penulis
mengharapkan masukan, saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi para Suster Medior SSpS di
Provinsi Jawa.
Yogyakarta, 10 Februari 2015
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
BAB II. SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS ... 15
A. Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS... 15
1. Hakikat Spiritualitas... 15
2. Spiritualitas menurut Kitab Suci ... 21
3. Spiritualitas Kristiani ... 22
4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja ... 24
B. Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk ... 26
xiv
2. Panggilan menjadi Misionaris... 29
3. Penantian di Steyl ... 36
4. Warisan Pendiri dan Kekhasan Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk... 42
a. Ekaristi ... 42
b. Membaca Kitab Suci Setiap Hari ... 43
c. Penghormatan kepada Allah Tritunggal ... 43
d. Penghormatan kepada Roh Kudus ... 43
e. Penghormatan kepada Hati Kudus ... 44
5. Spiritualitas Maria Helena Stollenwerk ... 44
C. Gambaran Umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah ... 53
1. Sejarah Beridirinya Kongregasi ... 53
2. Spiritualitas Kongregasi ... 58
3. Kharisma Kongregasi... 60
4. Misi Kongregasi ... 61
5. Keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda Allah ... 62
D. Kesetiaan ... 63
BAB III. PENGHAYATAN PARA SUSTER MEDIOR SSpS TERHADAP SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA ... 68
A. Gambaran Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS ... 68
1. Macam-macam Kegiatan para Suster Medior SSpS ... 70
a. Kegiatan Rohani ... 71
b. Kegiatan Komunitas ... 77
c. Kegiatan Sosial ... 78
2. Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk .. 79
a. Mendengarkan Allah ... 80
xv
c. Perjuangan dengan Allah ... 81
B. Penelitian Penghayatan Spiritualitas Para Suster Medior Untuk meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ... 83
1. Desain Penelitian ... 83
a. Latar Belakang Penelitian ... 83
b. Tujuan Penelitian ... 85
c. Jenis Penelitian ... 85
d. Instrumen Pengumpulan Data ... 86
e. Responden Penelitian... 86
f. Tempat dan Waktu Penelitian ... 87
g. Variabel Penelitian ... 87
h. Metode Pembahasan ... 89
2. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Tentang Penghayatan Para Suster Medior SSpS Terhadap Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk Untuk Meningkatkan Kesetiaan Hidup Membiara ... 90
a. Laporan Penelitian ... 90
b. Pembahasan Penelitian ... 117
3. Kesimpulan Penelitian... 120
BAB IV. KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA ALLAH JAWA TERHADAP PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK ... 122
A. Alasan Katekese Digunakan sebagai Usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior dalam Hidup Membiara ... 124
B. Alasan Katekese Model Shared Christian Praxis Dipilih sebagai usaha Meningkatkan Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS dalam Hidup Membiara ... 125
xvi
1. Pemikiran Dasar Program Katekese ... 129
2. Usulan Tema Katekese ... 131
3. Rumusan Tema dan Tujuan ... 132
4. Pelaksanaan Program Rekoleksi ... 133
5. Matriks Program Rekoleksi Bagi Para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa... 135
6. Contoh Persiapan Rekoleksi dengan pola Katekese Model Shared Christian Praxis ... 140
BAB V. PENUTUP ... 154
A. Kesimpulan ... 154
B. Saran ... 156
DAFTAR PUSTAKA ... 158
LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Panduan Pertanyaan Wawancara ... (2)
Lampiran 3 : Transkrip Hasil Wawancara dari setiap Responden ... (5)
Lampiran 4 : Bacaan Kitab Suci ... (29)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambahkan dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang
diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia.
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang
katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
KGK : Katekismus Gereja Katolik
LG : Lumen Gentium, Dokumen Konsili Vatikan II mengenai Konstitusi
Dogmatis tentang Gereja, 21 November 1964
C. SINGKATAN LAINNYA
xviii
Cm. S.Sp.S: Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti (Kongregasi Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus)
Dll : Dan lain-lain
Dsb : Dan sebagainya
Hal : Halaman
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
JPIC : Justice, Peace and Integrity of Creation
Konst : Konstitusi
LBI : Lembaga Biblika Indonesia
MB : Madah Bakti
No : Nomor
PAK : Pendidikan Agama Katolik
Sbb : Sebagai berikut
SCP : Shared Christian Praxis
SSpS : Servarum Spiritus Sancti (Suster Misi Abdi Roh Kudus)
SSpSAP : Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua (Suster Misi Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi)
St : Santo
SVD : Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah)
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Jika ingin mengenal dan sungguh mengerti seseorang, maka perlu
melihat pada sejarah orang tersebut, melihat faktor-faktor dan situasi-situasi apa
yang telah membantu dalam perkembangannya dan membuatnya sebagaimana
adanya sekarang, bagaimana dia memahami dan mengungkapkan dirinya. Begitu
pula dengan suatu negara dan kebudayaannya, hendaknya kita mempelajari
perkembangan sejarahnya dan melihat pertumbuhannya maupun naik turun
pengaruh-pengaruh dominan dari jaman dan abad yang berbeda.
Yesus Memanggil Keduabelas Rasul (Luk 6:12-16). Dalam bacaan ini
dapat dilihat bahwa Yesus memanggil duabelas rasul untuk melayani umat dengan
mewartakan kabar gembira kepada semua orang. Demikian juga halnya Tuhan
menganugerahkan rahmat panggilan kepada setiap orang. Salah satu diantaranya
adalah panggilan sebagai seorang religius. Setiap orang yang terpanggil sebagai
seorang religius haruslah memiliki semangat pelayanan, karena untuk karya
pelayananlah mereka dipanggil. Setiap religius haruslah menyadari bahwa mereka
adalah anggota dan bagian dari Gereja. Maka tugas para religius juga turut serta
untuk ambil bagian dan ikut serta dalam mengembangkan tugas pelayanan Gereja.
Oleh karena itu setiap religius sangat diharapkan dan seharusnya untuk
menghidupi spiritualitas suatu lembaga ataupun tarekat yang dipilihnya dalam
mengembangkan karya pelayanan bagi Gereja. Para Suster SSpS sebagai
terlibat dalam misi perutusan Yesus di dunia, mengungkapkan iman mereka
dengan terlibat dalam berbagai karya kerasulan/pelayanan.
Para Suster Medior SSpS menanggapi panggilan Tuhan dengan berani
dan rela untuk mewartakan kabar gembira dengan cara melayani dalam berbagai
bidang karya kerasulan seperti kesehatan, pendidikan, sosial, pastoral, dan Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC). Para Suster Medior SSpS melaksanakan karya-karya kerasulan sebagai bukti tanda kehadiran Allah yang mendamaikan,
membebaskan dan mempersatukan. Inilah cara penghayatan terhadap Spiritualitas
Beata Maria Helena Stollenwerk saat ini untuk semakin meningkatkan kesetiaan
para Suster Medior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (selanjutnya ditulis SSpS)
dalam hidup membiara. Hal ini dipertegas dalam Konstitusi SSpS demikian:
Kharisma dan Spiritualitas Tarekat SSpS:
Panggilan missioner kita berakar dalam iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang hidup dalam hati kita. Secara pribadi maupun sebagai persekutuan, hendaklah kita memuliakan Allah Tritunggal dengan melaksanakan tugas apa pun, agar Dia dikenal dicintai serta dimuliakan oleh segala bangsa (Prolog Konstitusi: alinea pertama).
Kharisma dan spiritualitas saling berkaitan dan saling menentukan.
Kharisma dan spiritualitas suatu Tarekat Religius dapat ditinjau dengan
memandang kembali kepada pendirinya, yang telah meletakkan dasar dan
menandainya dengan ciri-ciri khas. Kewajiban yang pertama dan terutama dari
suatu Tarekat Religius adalah tetap setia terhadap warisan rohani Bapa pendiri.
Kharisma dan spiritualitasnya adalah dasar permanen dari eksistensinya dan
sebagai jaminan untuk memelihara, merawat daya gunanya, serta
mengembang-kan sesuai dengan situasi jaman. Kharisma khusus Tarekat Religius yang
tugas. Sedangkan, spiritualitas SSpS pada intinya terarah pada Misteri Allah
Tritunggal dan secara istimewa kepada Pribadi Roh Kudus. Bagi St Arnoldus
Janssen, Allah adalah di atas segala-galanya, satu dalam tiga pribadi, Ia adalah
cinta kasih. Sebagai cinta kasih, Ia adalah Satu dan Tritunggal. Allah ini bukan
Allah yang jauh, melainkan Allah yang dekat, yang senang berada dan berdiam
diantara manusia. Cinta Allah Tritunggal datang kepada manusia dan tinggal
dalam hati mereka melalui Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita (bdk.
Roma 5:5). Semua anggota Kongregasi hendaknya mencintai dan menghormati
Roh Kudus secara istimewa. Para Suster Medior SSpS sungguh-sungguh
menyadari akan Roh Kudus yang hadir dalam setiap peristiwa. Suster Medior
SSpS secara perlahan-lahan mengambil peran sebagai perpanjangan tangan Maria
Helena Stollenwerk. Karena sifat keibuannya, kesetiaannya, kerendahan hatinya,
para Suster mampu menciptakan suasana kerohanian dan manusiawi bagi kaum
pemudi yang bergabung dengan Kongregasi SSpS. Para Suster Medior SSpS
berusaha agar di dalam komunitas semangat kasih persaudaraan dirasakan oleh
setiap anggota komunitas.
Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk ditandai oleh hati yang
lapang, oleh kehangatan dan cinta, dan oleh pengalaman akan Allah dalam lubuk
hati yang terdalam. Penghormatan terhadap Roh Kudus dan Penghormatan
terhadap Hati Terkudus Yesus merupakan isi kehidupan rohani Beata Maria
Helena Stollenwerk. Cinta Allah yang menyentuhnya dalam penghormatan Hati
Terkudus adalah yang mencinta dan yang manusiawi, Allah yang menunjukkan
dekat dengan kita dalam diri Putera-Nya, yang dipahami dan dapat dilihat. Dia
adalah Allah yang dapat kita lukai. Cinta Allah tidak lagi luar biasa tak
terjangkau. Cinta itu menunjukkan corak kemanusiaannya dalam hati Yesus yang
ditembus tombak. Hati-Nya ditembusi tombak pada salib, supaya cinta-Nya yang
mengalir meluap untuk semua orang. Cinta sejati selalu bisa hidup dengan serba
penderitaan. Tak ada cinta sejati tanpa penderitaan. Dalam memandang hati Yesus
yang tertombak, Beata Maria Helena dapat membiarkan perasaannya berbicara,
perasaan cinta keibuannya, kerendahan hatinya dan kesetiaannya yang tanpa
pamrih dan yang penuh pengorbanan. Dan di dalamnya dia pun dapat mengalami
Allah yang ramah dan penuh kasih, yang dekat dan penuh kebaikan (Grün,
1852-1900: 39).
Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk sangat dipengaruhi oleh
ekaristi. Hal ini tampak pertama-tama dalam penghormatannya terhadap ekaristi
dan penerimaan komuni setiap hari. Dengan menghayati spiritualitas Beata Maria
Helena Stollenwerk berarti juga bersatu dengan Allah dan dari pengalaman akan
Allah di dalam batin secara pribadi setiap orang yang percaya dan memberi warna
dan harapan pada-Nya memperoleh semangat, cinta, kekuatan, persaudaraan
dalam melayani Tuhan dan sesama (Grün, 1852-1900: 41).
Cinta dan penghormatannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus adalah
unsur yang paling menonjol dalam spiritualitas Arnoldus Janssen sebagai pendiri
Serikat Sabda Allah (SVD). Herman auf der Heide, seorang yang paling dekat dan
terpercaya oleh Arnoldus Janssen, ketika menulis dalam album Pesta Perak:
tangan Allah menjadi jelas. Dan jari tangan Bapa telah menunjukkan diri kepada Arnoldus Janssen pada waktu beliau menyerahkan dirinya secara total dan tak
bersyarat kepada Allah pada tanggal 3 Oktober 1887. Penyerahan kepada Roh
Kudus ini menandai masuknya Arnoldus Janssen dalam tahap ketiga dan terakhir
dari perkembangan hidup rohaninya. Hal ini menjadi akar dari spiritualitas SSpS
sebagai Kongregasi misi. Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk
merupakan dasar bagi pengungkapan iman. Iman tidak hanya diungkapkan lewat
doa-doa dan tindakan serta perbuatan setiap hari, tetapi yang diutamakan adalah
hubungan dengan Allah dan pengalaman akan Allah di dalam batin sendiri
(Rehbein, 2000: 13).
Para Suster Medior SSpS merupakan pilar Kongregasi. Semangat
pelayanan, kesetiaan Beata Maria Helena menjadi semangat hidup para Suster
Medior SSpS dalam setiap karya dan pelayanan mereka di mana dan ke manapun
mereka diutus. Para Suster Medior SSpS berusaha untuk tetap setia dalam
menghidupi spiritualitas dan semangat Beata Maria Helena, sehingga orang-orang
yang mereka layani dapat merasakan kebaikan dan kasih Tuhan dalam hidup
mereka. Orang-orang terpinggirkan dan tak berdaya yang mereka layani
sungguh-sungguh merasakan kehadiran Tuhan. Kesaksian hidup mereka yang penuh
dengan kegembiraan, keramahan, kelemahlembutan, kerendahan hati, kesetiaan
dan pelayanan yang tulus. Para Suster ini sungguh menyadari bahwa mereka
adalah utusan Tuhan sendiri, maka mereka selalu berusaha untuk menyadari
sangat mengandalkan Tuhan dan tergantung akan penyertaan serta bimbingan
Tuhan dalam hidup mereka.
Pada zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang canggih,
mengakibatkan tantangan baru bagi manusia yakni dengan menawarkan
pilihan-pilihan yang cukup menarik. Akhirnya manusiapun terlena untuk memilih hidup
serba instan, nyaman, dan praktis. Menghadapi tantangan zaman sekarang ini
sangatlah sulit, akan tetapi panggilan sebagai religius haruslah tetap setia pada
semangat para pendahulu khususnya pada semangat kesetiaan dan spiritualitas
Maria Helena Stollenwerk. Menanggapi panggilan Tuhan berarti berani dan rela
untuk mengabdi Tuhan sendiri dan menghadirkan-Nya dalam karya kerasulan.
Maka para Suster Medior SSpS yang menjalankan karya kerasulan ini haruslah
menyadari bahwa pelayanan yang mereka lakukan ialah untuk Tuhan sendiri,
sehingga para Suster Medior ini selalu mengkhususkan Tuhan dalam hidupnya.
Sebagai seorang religius, meskipun dalam kesibukan apapun harus berani
mengambil waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan.
Berkomunikasi dengan Tuhan berarti mengisi hidup rohani dan menimba kembali
kekuatan dari Tuhan. Dengan demikian setiap tindakan, tutur kata dan perbuatan
mereka menjadi cerminan dan pancaran kasih Tuhan sendiri.
Penelitian ini bertujuan membantu ke arah pentingnya penghayatan
terhadap spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk semakin
meningkatkan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara.
Keprihatinan tampak dan ditemui dalam komunitas-komunitas karya
duduk berjam-jam di depan komputer atau laptop atau sibuk menangani
masalah-masalah yang ada pada setiap karya atau untuk mengerjakan tugas-tugas lainnya
daripada duduk di depan tabernakel. Bahkan ada yang di depan komputer tetapi
bukan untuk mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya, melainkan
internetan, fb-an, twiter dan itu dapat membuatnya asyik sendiri dan melupakan
lainnya, sehingga tidak mengherankan bila ada yang sering terlambat dalam
mengikuti doa di komunitas. Alasan ada tamu, pekerjaan belum selesai sering
dijadikan alasan ketidakhadirannya dalam kebersamaan di komunitas. Padahal
SSpS sebagai kongregasi misi memiliki kekhasan pada hidup bersama dalam
komunitas. Selain itu, kesetiaan dalam hidup rohani dalam komunitas kurang
begitu dimaknai oleh para Suster Medior sehingga setiap hari dalam mengikuti
kegiatan di komunitas, para Suster Medior cenderung mengikutinya bukan karena
kesadaran pribadi namun hanya sebagai rutinitas dan demi aturan harian yang
berlaku serta tuntutan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Dan kalaupun
sempat untuk mengikuti kegiatan para Suster menjadi kurang konsentrasi dan
inginnya cepat selesai supaya pergi dan melanjutkan tugasnya yang belum sempat
terselesaikan. Dalam banyak hal secara perlahan para Suster mulai meninggalkan
kebutuhan rohaninya. Kesetiaan dalam, doa, refleksi, makan bersama, rekreasi
bersama dan sharing Kitab Suci menjadi kurang begitu diminati. Sebaliknya acara
televisi seperti sinetron dan Kian Santan, Jodha, Mahabarata, Navya, yang terkenal dengan para pemainnya yang selalu menarik minat para Suster untuk
terus mengikuti acara tersebut sampai selesai. Keprihatinan ini mengundang
Para Suster sebagai pribadi yang dipercayai kongregasi untuk
melaksanakan perutusan perlu mengintegrasikan antara hidup karya dan hidup
rohaninya. Hidup rohani juga sangat penting bagi seorang religius terutama dalam
zaman sekarang yang semakin banyak tantangan oleh berbagai persoalan hidup
manusia. Apa artinya menjadi seorang religius yang hanya memiliki kekayaan
pengetahuan/intelektual sementara itu miskin dalam hidup rohaninya, sehingga
sebagai religius perlu mengintegrasikan antara hidup karya dengan hidup rohani.
Hidup rohani itu sendiri dapat membentuk seseorang menjadi pribadi
yang kuat, tangguh dan dewasa dalam iman, sehingga alangkah baiknya bila para
Suster Medior menyadari identitas diri dan panggilannya sebagai seorang religius
yang dipecaya oleh kongregasi, dengan demikian mereka mampu membuat
prioritas dalam hidup dan panggilannya. Hidup rohani dapat ditingkatkan melalui
Ekaristi dan berbagai kegiatan rohani lainnya seperti: meditasi, kontemplasi,
refleksi, rekoleksi, retret, doa harian bersama, bacaan tata biara dan
bacaan-bacaan rohani lainnya.
Seperti yang diteladankan oleh bapa Pendiri yaitu St Arnoldus Janssen
dan Co-pendiri yakni Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata Yosepha
Hendrina Stenmans, mereka adalah pribadi-pribadi yang setia, pendoa dan rendah
hati. Arnoldus Janssen, dalam usaha mendirikan ketiga Kongregasi (SVD, SSpS
dan SSpS-AP), menjadikan Yesus yang hadir dalam Ekaristi sebagai sumber
kekuatan dalam menghadapi setiap tantangan yang ia hadapi. Siang malam, ia
berdoa tiada henti-hentinya di depan Sakramen Mahakudus karena ia
dalam usaha pendirian ketiga Kongregasi tersebut. Begitu juga Co-pendiri: Beata
Maria Helena dan Beata Hendrina, mereka menghormati dan berbakti kepada
Ekaristi secara istimewa. Setiap hari, bila waktu mengizinkan mereka dapat
berlutut lama di dalam kapela, penuh kesalehan. Penghormatan yang sama mereka
nyatakan terhadap perayaan Misa Kudus setiap hari (Stegmaier, 2000:31-32).
Teladan hidup yang dicerminkan oleh Bapa Pendiri St Arnoldus Janssen
dan kedua rekan pendiri yaitu Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata
Yosepha Stenmans seharusnya menjadi teladan bagi para Suster Medior dalam
menjalani panggilannya sebagai seorang religius medior di zaman yang serba
canggih dan modern ini. Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini memang ada para
Suster Medior yang sungguh menghayati spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk dan menjadikan spiritualitas sebagai kekuatan dalam menjalani
panggilannya sebagai seorang religius, tetapi juga ada yang merasa biasa-biasa
saja terhadap penghayatan spiritualitas, sehingga ia menghayati spiritualitas
karena rutinitas saja.
Dari keprihatinan di atas penulis menemukan salah satu kegiatan yang
dapat dilakukan guna meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang
spiritualitas Maria Helena Stollenwerk dan penghayatannya demi perkembangan
hidup rohani dengan melaksanakan program katekese model Shared Christian Praxis. Isi rekoleksi bertolak dari realitas hidup para Suster yang direfleksikan dalam terang Sabda Allah dengan memakai dinamika yang disebut dinamika
meningkatkan pemahaman para Suster Medior tentang penghayatan spiritualitas
Beata Maria Helena Stollenwerk dalam meningkatkan kesetiaan hidup membiara.
Dengan melihat kenyataan di atas, maka penulis memilih judul skripsi:
PENGHAYATAN SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA
STOLLENWERK UNTUK MENINGKATKAN KESETIAAN HIDUP
MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS PROVINSI MARIA BUNDA
ALLAH JAWA.
Melihat dan menemui situasi di atas, penulis terdorong dan berharap
melalui pemaparan skripsi ini para Suster Medior semakin memahami dan
menghayati Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi meningkatkan
kesetiaan hidup membiara.
B.Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang
muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Spiritualitas Beata Maria Helena Stolenwerk dan
kesetiaan dalam hidup membiara?
2. Bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dalam
membantu para Suster Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah untuk
meningkatkan kesetiaan hidup membiara?
3. Usaha-usaha apa yang dilakukan para Suster Medior SSpS dalam penghayatan
Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk dapat meningkatkan
C.Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan ini adalah:
1. Menguraikan pengertian Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan
kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup membiara?
2. Mengetahui bagaimana penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk terhadap kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS.
3. Memberikan sumbangan pemahaman Spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk yang dapat semakin meningkatkan kesetiaan dalam hidup
membiara.
D.Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memiliki manfaat bagi:
1. Bagi Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus (SSpS)
a. Memberi sumbangan bagi Kongregasi SSpS dalam membantu para Suster
Medior SSpS untuk memahami arti dan makna dari spiritualitas Beata
Maria Helena Stollenwerk.
b. Membantu Kongregasi dalam memberi perhatian kepada para Suster Medior
SSpS dalam hal meningkatkan kesetiaannya.
2. Bagi penulis
a. Memperkaya pengetahuan dan wawasan penulis tentang Spiritualitas Beata
b. Menambah pemahaman penulis tentang Spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk.
E.Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode deskriptif
analisis dan kualitatif. Artinya penulis memaparkan gambaran umum makna
spiritualitas. Penulis juga memaparkan gambaran para Suster Medior SSpS dalam
menghayati spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk demi perkembangan
kesetiaan dalam hidup membiara. Penulisan disertai penelitian kualitatif melalui
wawancara dengan para Suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria Bunda
Allah Jawa dengan panduan pertanyaan penuntun guna memperoleh gambaran
nyata tentang “Bagaimana penghayatan terhadap spiritualitas Beata Maria Helena
Stolenwerk dapat semakin meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster
Medior SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa.”
F. Sistematika Penulisan
Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini,
penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini:
BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II menguraikan kajian pustaka mengenai spiritualitas Beata Maria
Dalam bab ini, akan dipaparkan tentang spiritualitas dan kesetiaan hidup
membiara yang terdiri dari: hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci,
spiritualitas Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua
mengenai gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi:
latar belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan
pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria
Helena Stollenwerk. Bagian ketiga mengenai gambaran umum Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah. Dalam bagian ini penulis
mengemukakan sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma
Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi
SSpS Provinsi Maria Bunda Allah. Bagian keempat mengenai kesetiaan.
BAB III berisi penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap
Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan
hidup membiara. Dalam hal ini, penulis menguraikan gambaran penghayatan
kesetiaan para Suster Medior SSpS Yang terdiri dari: macam-macam kegiatan
para Suster Medior SSpS, dan Bagian kedua mengenai penelitian penghayatan
spiritualitas para Suster Medior untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara
yang meliputi: desain penelitian, laporan dan pembahasan hasil penelitian tentang
penghayatan para Suster Medior SSpS terhadap spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara, kesimpulan
penelitian.
BAB IV berisi tanggapan terhadap hasil penelitian berupa sumbangan
sebagai usaha untuk meningkatkan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior
SSpS Provinsi Maria Bunda Allah terhadap penghayatan spiritualitas Beata Maria
Helena Stollenwerk yang mencakup: alasan katekese digunakan sebagai usaha
meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior dalam hidup membiara,
alasan katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) dipilih sebagai usaha meningkatkan penghayatan kesetiaan para Suster Medior SSpS dalam hidup
membiara, program katekese.
BAB V: Sebagai bab terakhir dari penulisan ini, adalah bab penutup.
BAB II
SPIRITUALITAS BEATA MARIA HELENA STOLLENWERK DAN
KESETIAAN HIDUP MEMBIARA PARA SUSTER MEDIOR SSpS
Dalam spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk dan kesetiaan hidup
membiara para Suster Medior SSpS ini akan diuraikan dalam empat bagian.
Bagian pertama menguraikan tentang spiritualitas Beata Maria Helena
Stollenwerk dan dan kesetiaan hidup membiara para Suster Medior SSpS yang
meliputi hakikat spiritualitas, spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas
Kristiani, spiritualitas dalam dokumen Gereja. Bagian kedua diuraikan tentang
gambaran kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk yang meliputi: latar
belakang keluarga, panggilan menjadi misionaris, penantian di Steyl, warisan
pendiri dan kekhasan spiritualitas Maria Helena Stollenwerk, spiritualitas Maria
Helena Stollenwerk. Bagian ketiga menjelaskan tentang gambaran umum
Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Maria Bunda Allah yang
meliputi: sejarah berdirinya Kongregasi, spiritualitas Kongregasi, kharisma
Kongregasi, misi Kongregasi, keanggotaan Suster-suster Medior SSpS Provinsi
Maria Bunda Allah. Bagian keempat menguraikan tentang kesetiaan.
A.Spiritualitas dan Kesetiaan Hidup Membiara para Suster SSpS
1. Hakikat Spiritualitas
Dewasa ini “spiritualitas” merupakan sebuah istilah yang sangat popular
Spiritualitas. Kata Spiritualitas mempunyai pengertian yang cukup banyak dan
sekaligus mengandung arti yang sangat kaya meskipun berbeda. Berikut ini akan
dibahas pengertian dari masing-masing istilah tersebut.
Spiritualitas berasal dari kata Latin “spiritus” yang berarti roh, jiwa, semangat. Dalam arti sebenarnya, spiritualitas berarti hidup yang berdasarkan
pada pengaruh atau bimbingan Roh Allah. Dengan menghayati spiritualitas, orang
beragama menjadi orang spiritual, yaitu orang yang menghayati Roh Allah dalam
hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya (Hardjana,
2005: 64-65).
Kata spiritualitas ada hubungannya dengan kekuatan atau Roh yang
memberi daya tahan kepada seseorang atau kelompok untuk mempertahankan,
mengembangkan dan mewujudkan kehidupan (Banawiratma, 1990: 57).
Spiritualitas ini dapat dimiliki oleh semua orang yang sedang berjuang
untuk mencapai tujuan dan juga cita-cita dalam perjalanan hidup sehari-hari. Bisa
juga menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan,
dan kegagalan untuk mewujudkan cita-cita, tujuan dan perjuangan hidupnya.
Spiritualitas juga merupakan kesadaran dan sikap hidup manusia untuk tahan uji
dan tetap bertahan dalam mewujudkan tujuan dan dalam pengharapan. Maka
spiritualitas bisa menjadi suatu kekuatan untuk menghadapi kesulitan dan
sekaligus menerima kenyataan hidup dengan demikian tetap berusaha untuk
menjalani dan memaknai peristiwa hidup.
Spiritualitas adalah istilah agak baru yang menandakan “kerohanian”
dengan kata yang lebih tua yaitu “kesalehan”, yang menandakan hubungan
seseorang dengan Tuhan. Spiritualitas mencakup dua segi, yaitu: askese atau
usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan teratur terhadap sapaan Allah.
Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan
Allah. Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia.
Dasar hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh (= Spiritus), yaitu Roh Kristus seperti tampak dalam Injil (Heuken, 2002: 11).
Kalimat di atas menegaskan bahwa orang yang sangat peka akan
kehadiran Roh Tuhan dalam dirinya selalu juga menyadari kehadiran Tuhan
dalam peristiwa hidupnya. Orang yang memiliki spiritualitas dan sungguh
menyadari Roh Tuhan hadir dalam dirinya, maka ia akan selalu berusaha untuk
menjalani hidup ini seperti Tuhan menghendakinya.
Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa spiritualitas yang dinyatakan
oleh Kristus adalah spiritualitas yang otentik, meskipun Gereja Katolik tidak
menolak apa yang benar dan kudus yang dinyatakan oleh agama-agama lain.
Dikatakan otentik karena spiritualitas ini berasal dari Tuhan sendiri, yang kini
berada di dalam Gereja Katolik yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus dan para
uskup pembantunya, meskipun ada banyak unsur pengudusan dan kebenaran
ditemukan di luar struktur Gereja Katolik. Berakar dari Firman Tuhan dan ajaran
Gereja inilah, kita mengetahui bahwa panggilan hidup kita sebagai manusia
adalah agar kita hidup kudus dan mengasihi, karena Allah itu Kudus dan Kasih
(Im 19:2, 1Yoh 4:16). Di sini kekudusan berkaitan erat dengan memegang dan
sesama (Mat 22:37-39; Mrk 12:30-31). Hanya dengan cara ini, maka kita dapat
bertumbuh untuk menjadi „serupa‟ dengan Allah, dan dikuduskan oleh Allah.
Panggilan hidup kudus adalah panggilan bagi semua orang Kristiani, bahkan
panggilan untuk semua orang, karena kita semua diciptakan oleh Tuhan yang satu
dan sama. Jadi kekudusan bukan monopoli kelompok para pastor, suster dan
religius lainnya tetapi harus menjadi tujuan bagi kita semua. Spiritualitas religius
adalah cara hidup manusia yang menghayati hubungan pribadi dengan Allah atau
dengan Yang Mutlak (Darminta, 1972: 51).
Henri Nouwen, mengatakan bahwa spiritualitas adalah proses “pergi dan
pulang”. Pergi untuk berjumpa dengan Allah dan pulang ke dunia untuk berjumpa
dengan manusia (diri sendiri atau orang lain) dengan segala pergumulannya.
Sumbernya memang dalam perjumpaan manusia dihadapan Allah namun
perwujudannya justru di dalam seluruh bidang kehidupan manusia. Spiritualitas
seperti ini dapat dilihat dalam pribadi Yesus dan seharusnya nampak dalam
pribadi setiap pengikut-Nya. Karena Spiritualitas bersumber dalam perjumpaan
dengan atau dihadapan Allah, maka spiritualitas itu tampak dalam bentuk atau
tindakan yang nyata, yaitu: doa, persekutuan, dan keheningan. Namun dengan
tindakan: doa, persekutuan, keheningan, spiritualitas tidak mendorong manusia
untuk meninggalkan atau melarikan diri dari kenyataan dunia ini melainkan justru
berani hidup dengan penuh makna di tengah-tengah dunia ini. Oleh karena itu,
spiritualitas digambarkan sebagai suatu gerakan pergi-pulang. Yang dimaksudkan
dengan pergi adalah pergi dari tengah-tengah kehidupan yang ramai, menarik diri,
adalah kembali ke tengah-tengah kehidupan yang ramai untuk melaksanakan
tugas panggilan kita: ikut menderita bersama-Nya di dunia ini. Yesus sendiri
telah memberikan contoh kepada kita. Sebagai Anak Allah, Ia hidup di dunia
untuk melaksanakan kehendak Allah. Ia menjelajahi seluruh Palestina mencari
dan menderita bersama mereka yang hilang, yang sakit, yang tersisihkan, yang
berada dalam kegelapan. Berbagai permasalahan yang rumit Ia hadapi. Ia
menghadapi orang-orang Farisi dan para pemimpin Israel yang memusuhi-Nya. Ia
melayani, mengajar, dan berbuat baik untuk memberitakan Kabar Gembira
tentang kasih Allah kepada dunia ini. Beberapa kali di dalam Injil kita membaca
bagaimana Ia pada waktu-waktu tertentu mencari keheningan untuk berdoa
kepada Bapa-Nya. Kemudian Ia kembali lagi melayani manusia ditengah-tengah
keramaian dunia. Demikian seterusnya sampai Ia mengalami puncak
spiritualitas-Nya ketika Ia menderita bersama manusia dan memberikan dirinya menjadi
tebusan bagi banyak orang. Dalam pengalaman spiritualitas “pergi-pulang” itu
Yesus melakukan pelayanan-Nya dengan kata lain, hanya dengan spiritualitas
“pergi-pulang” Yesus tetap mencitai dunia, menderita bersama dunia yang
menderita dan dengan begitu melayani dunia (Soetopo, 2012: 9).
C.S. Song, seorang teolog Asia dari Taiwan, memahami, “Spiritualitas
sebagai totalitas keberadaan manusia yang menyatakan diri di dalam cara-cara
hidup, model-model berpikir, pola tindakan dan tingkah laku serta sikap-sikap
manusia di hadapan Sang Misteri yaitu Allah sendiri yang hadir di dunia kita dan
mengarahkan kita kepada Yang Tertinggi melebihi segala yang tinggi. Yang
segala terang. “Carilah dulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semua itu
akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:33). Mencari Kerajaan Allah berarti hidup
secara total dalam perjumpaan dengan Allah yang menjadi “Raja”, Yang
Tertinggi, Yang Terdalam, Sang Terang itu sendiri. Dengan demikian, kita tidak
dimangsa oleh sikap untuk menjadikan hal-hal yang sebenarnya hanya “tambah
-an” menjadi yang utama dalam kehidupan kita (Soetopo, 2012: 9).
Pengertian Spiritualitas sangatlah banyak, dan tidak dapat diartikan
dengan satu paham atau satu pendapat. Setiap tokoh atau setiap orang pasti
mengartikannya dengan kalimat yang berbeda juga. Hal ini tidaklah menjadi
masalah. Andar Ismail menjelaskan bahwa spiritualitas adalah getaran hati atau
cita rasa yang halus tentang yang Ilahi yang ada dalam hati sanubari setiap orang.
Dari pengertian spiritualitas yang beraneka ragam maka penulis dapat
menyimpulkan spiritualitas adalah dorongan dan kekuatan dari dalam hati yang
dimiliki dan menggerakkan seseorang untuk bertindak sekaligus sebagai kekuatan
dan semangat yang selalu mewarnai hidup manusia untuk mengalami
kegembiraan rohani. Spiritualitas yang dimiliki setiap orang hendaknya terwujud
dengan tindakan nyata dalam sikap hidup dan pelayanan. Kalau mau dikenakan
pada agama Katolik saja, maka spiritualitas berarti bentuk atau cara dan gaya
hidup Katolik secara istimewa dan khusus. Hidup Kristiani adalah praktek
kesucian dan kesempurnaan Kristen, yaitu hidup menurut ajaran injili. Secara
khusus yaitu pelaksanaan usaha mencapai kesempurnaan, atau jalan yang
dijelaskan tentang pemahaman spiritualitas menurut Kitab Suci, spiritualitas
Kristiani, spiritualitas missioner dalam dokumen Gereja.
2. Spiritualitas menurut Kitab Suci
Spirit dan roh tetap berhubungan dengan “semangat jiwa yang
dipengaruhi oleh Roh Allah”. Bagi orang Kristiani, kata Spiritus/Roh dapat
ditemukan dalam Kitab Suci, misalnya dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, “Roh
sering muncul sebagai “RUAKH”, yang berarti semua yang mendorong; daya
aktif, daya hidup, kekuatan yang memberdayakan manusia (Kej 2:7). Jadi, kata
spiritualitas adalah Roh Allah yang mampu memotivasi, menyemangati,
memberikan kekuatan, membimbing dan menjiwai serta meneguhkan seseorang
dalam menghadapi tantangan dalam hidup sehingga tetap teguh dalam iman dalam
melaksanakan setiap karya dan perutusan dengan bertanggungjawab. Yohanes
melihat kematian Yesus sebagai momen pemberian Roh Kudus. Dari Hati yang
tertombak mengalirlah air dan darah. Dalam konteks Yohanes keduanya
melambangkan Roh Kudus.
Di dalam Injil Yohanes segalanya diarahkan kepada saat itu, di mana
Hati Yesus ditombak dan di mana Roh-Nya diberikan kepada seluruh dunia. Dari
Hati Yesus mengalirlah cinta-Nya yang mampu mengubah hidup yang telah tawar
menjadi anggur yang lezat. Tempayan ketujuhpun dibuka, dan kita dihidangkan
anggur ilahi (Yoh 2:1-11). Di salib Yesus memberikan kita air kehidupan yang
memuaskan kerinduan terdalam (Yoh 4:1-42). Dalam Hati yang terbuka
dimaksudkan-Nya adalah Roh Kudus yang akan diterima semua yang percaya
kepada-Nya; sebab Roh Kudus belum dicurahkan, selama Yesus belum
dimuliakan. ”(Yoh 7:38-39). Selama masa hidup-Nya Yesus hanya memberikan
Roh Allah kepada manusia yang dijumpai-Nya. Dalam kematian-Nya Roh Allah
dicurahkan atas semua ciptaan. Kita semua mendapat bagian dalam Roh Kudus.
Di dalam Roh Kudus inilah cinta Allah dicurahkan ke dalam hati kita (Grün,
1995: 43).
Setiap perutusan pasti membutuhkan spiritualitas. Spiritualitas yang
dimiliki seseorang akan mencerminkan pelayanan yang melahirkan perdamaian,
kerukunan, dan sukacita sehingga mereka yang dilayani akan merasakan
kehadiran Tuhan. Maka orang yang sungguh-sungguh memiliki dan menghidupi
spiritualitas, akan selalu menjalin komunikasi yang intim bersama dengan Tuhan
sebagai sumber kekuatan. Hal ini jugalah yang akan dibagikan kepada sesama,
terutama mereka yang hidup dalam penderitaan, kebimbangan, dan kesusahan
dalam menyelusuri hidup yang diwarnai bermacam-macam tantangan.
3. Spiritualitas Kristiani
Hidup merupakan anugerah terindah dari Tuhan kepada kita sebagai
sarana untuk percaya dan mengasihi-Nya. Namun hidup seseorang diwarnai oleh
bermacam-macam pengalaman. Ada pengalaman yang mendalam, ada
pengalaman yang sementara sifatnya. Pengalaman yang mendalam biasanya
menyentuh hati seseorang bagaikan misteri yang semakin dipahami semakin
Pengalaman misteri itulah yang disini dimaksudkan sebagai pengalaman mistik.
Mengasyikkan bila orang dalam penghayatan imannya dapat mengalami Allah
sebagai misteri. Bila pengalaman ini benar-benar digali, orang tidak bisa mundur
lagi. Misteri itu sekaligus menantang, menarik dan mengikat orang dalam
pemahaman terus menerus. Bila misteri itu berhenti berperan, lalu orang juga
akan tercampak keluar dari perjuangan itu (Darmawijaya, 1989: 115-116).
Spiritualitas bersendi pada pengalaman seperti diatas. Hubungan mistik
dengan Allah yang memanggil seseorang dalam tugas atau pekerjaan pewartaan,
mewujudkan pengalaman iman itu dalam aneka wujud, menentukan kadar dan
makna apa yang dikerjakan. Yang khas dalam hubungan ini adalah iman dan
kasih. Iman menyatakan bahwa ada kepercayaan yang mendalam, penyerahan
utuh atas dasar anugerah yang ditawarkan Allah kepada pribadi itu. Kasih
menyatakan hubungan yang tidak mengandalkan pola untung rugi, memberi dan
menerima, melainkan mengandalkan kebaikan bersama.
Tiap tradisi spiritualitas kristiani mempunyai tujuan untuk secara
sempurna mengikuti apa yang diajarkan dalam kitab-kitab Injil dan dengan
demikian disebut sebagai „jalan‟ atau „lorong‟injili. Spiritualitas adalah suatu
program untuk menyelaraskan dari implikasi-implikasi mengikuti Yesus adalam
tiap aspek kehidupan. Dalam hal ini hanya ada satu spiritualitas kristiani, yakni,
menanggapi sepenuhnya apa yang Allah ajarkan dalam Alkitab.
Spiritualitas kristiani adalah suatu kesadaran bahwa menanggapi Allah
harus mencakup dua dimensi yakni vertikal dan horisontal, dari keduanya tidak
secara penuh. Dimensi vertikal adalah pemujaan dan doa, tugas dan kewajiban
umat kristiani kepada Allah. Dimensi horisontal mencakup tanggungjawab atas
diri pribadi, atas diri sesama, dan masyarakat. Di dalamnya kasih dan pengabdian
menjadi faktor yang mendorong dan menyatukan (Thomas Michel, 2001: 125).
4. Spiritualitas dalam Dokumen Gereja
Spiritualitas merupakan suatu kenyataan yang ada dan menjadi
penghayatan dalam Gereja. Bentuk penghayatan hidup rohani itu telah ada sejak
Gereja Perdana terutama seperti ditampakkan dalam hidup para rasul. Konsili
Vatikan II menyerukan pada semua orang panggilan untuk hidup kudus. Siapapun
kita, dalam kondisi yang berbeda satu dengan lainnya, dipanggil Tuhan untuk
menjadi kudus, sebab Allah sendiri adalah Kudus. Jadi panggilan ini berasal dari
Allah yang satu, dan berlaku untuk semua orang, karena Allah menciptakan
semua orang di dalam kesatuan, dan menginginkan kesatuan itu kembali di dalam
diri-Nya, yang berlandaskan kasih. Tuhan Yesuslah Guru dan Teladan Ilahi segala
kesempurnaan. Dengan kesucian hidup, yang dikerjakan dan dipenuhi-Nya
sendiri. Ia mewartakan kepada semua dan setiap murid-Nya, bagaimanapun corak
hidup mereka, “Kamu harus sempurna, seperti Bapamu yang disurga sempurna
adanya” (Mat 5:48). Sebab kepada semua diutus-Nya Roh Kudus untuk
menggerakkan mereka dari dalam supaya mengasihi Allah dengan segenap
hati,dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap tenaga
mereka (lih. Yoh 13:34; 15:12). Para pengikut Kristus dipanggil oleh Allah bukan
berdasarkan perbuatan mereka, melainkan berdasarkan rencana dan rahmat-Nya.
Mereka dibenarkan dalam Tuhan Yesus, dan dalam baptis iman
sungguh-sungguh dijadikan anak-anak Allah dan ikut serta dalam kodrat Ilahi, maka
sungguh menjadi suci. Maka dengan bantuan Allah mereka wajib
mempertahankan dan mengembangkan dalam hidup mereka kesucian yang telah
mereka terima. Oleh Rasul mereka dinasehati supaya hidup “sebagaimana layak
bagi orang-orang Kudus” (Ef 5:3); supaya “sebagai kaum pilihan Allah, sebagai
orang-orang kudus yang tercinta, mengenakan sikap belas kasihan, kemurahan,
kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran” (Kol 3:12); dan supaya
menghasilkan buah-buah Roh yang membawa kepada kesucian (LG 40).
Jadi, bagi semua jelaslah bahwa semua orang Kristiani, bagaimanapun
status atau corak hidup mereka, dipanggil untuk mencapai kepenuhan hidup
Kristiani dan kesempurnaan cinta kasih. Dengan kesucian itu juga dalam
masyarakat di dunia ini cara hidup menjadi lebih manusiawi. Untuk memperoleh
kesempurnaan itu, hendaklah kaum beriman mengarahkan tenaga yang mereka
terima menurut ukuran yang dikaruniakan oleh Kristus supaya dengan mengikuti
jejak-Nya dan menyerupai citra-Nya, dengan melaksanakan kehendak Bapa dalam
segalanya, mereka dengan segenap jiwa membaktikan diri kepada kemuliaan
Allah dan pengabdian terhadap sesama. Begitulah kesucian Umat Allah akan
bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah, seperti dalam sejarah Gereja telah
B.Gambaran Kehidupan Beata Maria Helena Stollenwerk
1. Latar belakang keluarga
Gereja memaklumkan kepada dunia, bahwa wanita dari abad ke-19 ini
punya arti dan pesan untuk kita semua. Helena Stollenwork lahir pada tanggal 28
Nopember 1852 di desa Rollesbroich, paroki Simmerath, di daerah Eifel,
Diosesan Agung Kӧln (sekarang masuk Diosesan Aachen). Dengan iman dan religiusitasnya yang terikat pada abad ke-19, masih dapat mengungkapkan kepada
kita pandangan baru tentang Allah dan tentang kehidupan kita sebagai manusia.
Ayah Helena bernama Johann Peter Stollenwerk, ia seorang petani yang giat,
yang terlibat tidak hanya dalam kehidupan masyarakat tetapi juga dalam pelbagai
bidang tanggungjawab kehidupan Gerejawi selama lebih dari tiga puluh tahun.
Dia sangat berjasa dalam pembangunan sebuah gereja di Rollesbroich.
Pembangunan itu merupakan langkah penting yang perlahan mengantar
Rollesbroich menjadi paroki sendiri. Sesudah kematian istri pertamanya yang
meninggal agak dini yang memberikannya sembilan anak, di antaranya tiga orang
bisu tuli.
Pada tanggal 18 Agustus 1836 Johann Peter Stollenwerk menikah lagi
dengan seorang janda yang bernama Anna Barbara Stollenwerk yang masih
mempunyai hubungan keluarga dengannya. Tahun 1851 istri keduanya
meninggal. Maka diapun menikah lagi dengan istri yang ketiga yakni Anna Maria
Bongard pada tanggal 22 Januari 1852. Pada tanggal 28 Nopember 1852 Anna
Maria melahirkan seorang bayi yang diberi nama Anna Helena, yang dipanggil
ibunya baru berusia 27 tahun. Helena merupakan anak yang pendiam. Hal ini
dapat dimengerti kalau kita memperhatikan situasi keluaranya. Saudara-saudari
tirinya jauh lebih tua dari dia, malah mereka sudah bisa menjadi orangtuanya
sendiri. Ayahnya sendiri lebih tampak sebagai kakeknya. Jarak usia antara mereka
terlalu jauh, sehingga Helena tidak mempunyai hubungan batin dengannya. Selain
itu ayahnya sering bekerja di luar rumah. Sebab itu Helena tidak banyak
mengalaminya. Pada tahun 1855 Helena mempunyai adik yang bernama Carolina.
Tetapi dia hanya berusia empat tahun, dia meninggal pada tahun 1859.
Dari hubungannya dalam keluarga, sejak awal Helena telah belajar
memperhatikan yang lemah, menaruh simpati dan mengerti orang lain tanpa
banyak kata. Keluarga Helena ditandai dengan kematian dan penyakit. Pada umur
tujuh tahun ayahnya meninggal. Dari ayahnya, Helena belajar untuk turut
bertanggungjawab atas orang lain. Demikian pula kesediaan untuk mengorbankan
diri bagi orang lain dan tekad untuk tetap menekuni jalan yang sudah dimulai.
Sejak saat itu dia senantiasa memikirkan tentang nasib anak-anak kusta di Cina.
Saat itu munculah minatnya akan bermisi di Cina. Setelah ayahnya meninggal,
kini ibunya sendirilah yang harus memecahkan pesoalan tentang masa depannya
sendiri dan masa depan anak-anaknya. Setelah berpikir dan merenung beberapa
waktu akhirnya dia memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang duda
bernama Johann Peter Breuer seorang pandai besi kuku kuda, yang mempunyai
tiga anak perempuan dari perkawinannya yang pertama. Dengan mudah Helena
secara manusiawi lebih dekat padanya dari pada saudari-saudarinya yang lebih tua
dari perkawinan pertama ayahnya (Gün, 1995: 10-12).
Hidup iman yang dalam, suasana damai, persatuan yang mempererat
hubungan mereka dan saling memperhatikan, itulah dasar kokoh yang telah
diterimanya dalam keluarga.
Daerah kelahiran Helena dianggap sebagai bagian Prusia yang paling
miskin. Pemerintah telah membantu mengembangkan pertanian namun tidak
menciptakan sarana untuk komunikasi yang baik karena letaknya dekat perbatasan
yang dapat membahayakan keamanan Negara; ini menghalangi kemajuan
ekonominya. Dibandingkan dengan keluarga-keluarga lain di sekitarnya keluarga
Helena termasuk berada. Namun bila dibandingkan dengan keluarga-keluarga di
daerah lain mereka miskin.
Helena menempuh pelajaran dasarnya di Sekolah Negeri Rollesbroich. Ia
belajar membaca, menulis, matematika dan beberapa pelajaran praktis lainnya
seperti berkebun, olahraga, dan lain-lain. Pelajaran lain seperti Sejarah dan Ilmu
Bumi tidak diajarkan dengan maksud menghindarkan menyebar dan
berkembangnya ide tentang demokrasi dari Rhineland. Para siswa wajib mendapat
satu jam pelajaran agama dengan harapan bahwa ini akan mempengaruhi
kesadaran mereka (Brand, 1995: 2).
Pembinaan Kristiani yang kokoh yang diterima Helena dalam keluarga,
di Paroki dan sekolah menghasilkan buah. Setelah merasa mampu, ia
mengabdikan dirinya pada kegiatan karitatif dan kerasulan. Pada bulan Oktober
ia menjadi promotor Kerasulan Doa. Ia juga membantu orang miskin, merawat
orang sakit dan berdoa bersama orang yang sedang menghadapi ajal. Bila
pekerjaan di ladang orang tuanya memungkinkan, ia berdoa lama di depan
Sakramen Mahakudus, di Gereja kecil di desanya (Brand, 1995: 3).
2. Panggilan menjadi misionaris
Pada waktu umur sepuluh tahun Maria Helena mulai aktif sebagai
pengumpul derma untuk Perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Dia tetap
menjalankan tugas ini selama dua puluh tahun, sampai keberangkatannya ke
rumah misi pada tanggal 30 Desember 1882. Maria Helena sendiri melukiskan
perasaannya setiap kali membaca laporan tahunan Perkumpulannya. Bagi dia
tanah airnya adalah dunia. Yang sangat menyentuh perasaannya adalah nasib
anak-anak seperti dilukiskan dalam majalah-majalah Perkumpulan, khususnya
nasib anak-anak di Cina yang cukup sering diberitakan (Gün, 1995: 15).
“Sering dia merasa kasihan terutama kepada anak-anak kafir yang sering
ditinggalkan sendirian. Maria Helena merasakan kerinduan yang besar untuk
berada di sana dan mencari anak-anak itu ditengah lumpur, di ladang, di dalam
hutan, dan seterusnya lalu membawa anak-anak kepada seorang imam atau
seorang suster, agar anak-anak itu dibaptis dan dididik menjadi seorang Kristen.
Beberapa kali saya bermimpi, bahwa saya menarik anak-anak yang dibuang itu
dari lumpur dan membawanya pergi” (Grün, 1995: 15).
Yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana Maria Helena yang masih