• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT BURNOUT BELAJAR SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KELAS VIII DI SMP N 3 PEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT BURNOUT BELAJAR SISWA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KELAS VIII DI SMP N 3 PEDAN."

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBEDAAN TINGKAT BURNOUT BELAJAR SISWA LAKI-LAKI DAN

PEREMPUAN KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 PEDAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Roni Budi Jatmiko NIM 11104244008

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”

( Terjemahan Q.S Al-Baqarah: 276)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang

harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Persembahan karyaku sebagai tanda kasihku kepada:

1. Bapak Surono dan Ibu Kasi Rahayu tercinta atas segala kasih sayang,

cinta, pengorbanan, dan doa yang selalu dipanjatkan, semoga Allah

senantiasa selalu memberikan rahmat serta kebahagiaan untuk keluarga

ini.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta.

(7)

vii

PERBEDAAN TINGKAT BURNOUT BELAJAR SISWA LAKI-LAKI DAN

PEREMPUAN KELAS VIII DI SMP N 3 PEDAN

Oleh

Roni Budi Jatmiko NIM 11104244008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat burnout

belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan serta untuk mendeskripsikan perbedaan tingkat burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan pada setiap aspeknya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif menggunakan pendekatan kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini yakni siswa kelas VIII dengan 88 siswa laki-laki dan 52 siswa perempuan. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dan besarnya pengambilan sampel didasarkan pada rumus Slovin dengan tingkat kesalahan sebesar 5%. Alat pengumpulan data menggunakan skala burnout belajar, uji validitas menggunakan product moment pearson diperoleh nilai validitas 0,312 dan uji reliabilitas dengan nilai 0,910, analisis data menggunakan teknik analisis statistik uji-t.

Hasil penelitian menunjukkan angka signifikansi 0,023. Hasil tersebut berarti menunjukkan bahwa terdapat perbedaan burnout belajar antara siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII, dimana siswa laki-laki-laki-laki mempunyai burnout belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan. Secara umum siswa laki-laki dan perempuan mempunyai tingkat kecenderungan burnout sedang, akan tetapi siswa laki-laki memiliki nilai mean sebesar 163,23, sedangkan siswa perempuan memiliki nilai mean sebesar 155,25. Siswa laki-laki memiliki kategori

burnout tinggi sebesar 23% dan kategori burnout sedang sebesar 77%, sedangkan siswa perempuan memiiki kategori burnout tinggi sebesar 15% dan kategori

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini ini

dengan baik sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai

pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan

terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan

untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menerima dan

menyetujui judul penelitian ini.

4. Bapak Drs. A. Ariyadi Warsito, M.Si. Dosen pembimbing yang penuh dengan

kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan dorongan yang tiada

henti-hentinya.

5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi penulis.

6. Drs. Suhardi, M.M kepala sekolah SMP Negeri 3 Pedan yang telah

memberikan izin penelitian sehingga penulis dapat melakukan penelitian di

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN………... ii

HALAMAN PERNYATAAN………... iii

HALAMAN PENGESAHAN………... iv

MOTTO………... v

PERSEMBAHAN………... vi

ABSTRAK………... vii

KATA PENGANTAR………... viii

DAFTAR ISI………... xii

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN………... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Batasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah... 10

E. Tujuan Penelitian... 10

F. Manfaat Penelitian... 10

G. Batasan Istilah………... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Burnout Belajar

1. Definisi Burnout Belajar... 2. Ciri-ciri Burnout ... 3. Faktor-faktor Burnout...

13

15

(11)

xi

4. Aspek-aspek Burnout ... 26 B. Kajian Belajar

1. Definisi Belajar...

2. Prinsip Belajar...

3. Faktor-faktor Belajar... 28

29

31

C. Kajian Remaja

1. Definisi Remaja...

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja...

3. Ciri-ciri Remaja...

4. Tugas Perkembangan Remaja... 33

35

36

38

D. Kajian Jenis Kelamin

1. Definisi Jenis Kelamin...

2. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan... 40

41

E. Kajian Bimbingan dan Konseling Belajar

1. Definisi Bimbingan Belajar………...

2. Tujuan Bimbingan Belajar………...

44

44

F. Kerangka Pikir... 45

G. Paradigma Penelitian... 46

H. Hipotesis... 47

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian……….…………... 48

B. Variabel Penelitian………... 49

C. Tempat dan Waktu Penelitian………... 49

D. Subjek Peneleitian

1. Populasi Penelitian………...

2. Sampel Penelitian...………...

50

50

E. Teknik Pengumpulan Data………...………... 53

F. Instrumen Penelitian………...………... 54

G. Uji Coba Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen………...

2. Uji Reliabilitas Instrumen………...

56

(12)

xii

H. Teknik Analisis Data………... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian………... 64

B. Deskripsi Subyek Penelitian………... 64

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian………... 65

D. Uji Prasyarat 1. Uji Normalitas………... 2. Uji Homogenitas………... 3. Uji Hipotesis………... 65 66 67 E. Analisis Data Penelitian 1. Burnout Belajar Siswa Laki-Laki………... 2. BurnoutBelajar Siswa Perempuan………... 3. Burnout Belajar Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Setiap Aspek………... 69 71 73 F. Pembahasan Hasil Penelitian………... 80

G. Keterbatasan Penelitian………... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………... 86

B. Saran………... 87

DAFTAR PUSTAKA...………... 88

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Daftar Siswa Laki-laki dan Perempuan Kelas VIII SMP N 3 Pedan...

50

Tabel 2. Kisi-kisi Skala Burnout Belajar………. 55

Tabel 3. Item Gugur dan Sahih………... 58

Tabel 4. Pedoman Interpretasi Korelasi dari Reliabilitas Instrumen ..……… 59

Tabel 5. Rumus Kategorisasi ……….. 60

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas ………. 66

Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Burnout Siswa Laki-Laki dan Perempuan .. 67 Tabel 8. Output Uji-t Perbedaan BurnoutBelajar ……….. 68 Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Burnout Siswa Laki-Laki dan Perempuan …… 68 Tabel 10. Hasil Analisis Deskriptif Siswa Laki-laki ……… 70

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Burnout Belajar Siswa Laki-laki ……… 70 Tabel 12. Hasil Analisis Deskriptif Siswa Perempuan……….. 72

Tabel 13. Distribusi Frekuensi BurnoutBelajar Siswa Perempuan …………. 72 Tabel 14. Burnout Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Aspek

Kelelahan Fisik………

74

Tabel 15. Burnout Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Aspek

Kelelahan Emosi ………... 75

Tabel 16. Burnout Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Aspek

Kelelahan Mental……… 76

Tabel 17. Burnout Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Aspek

Depersonalisasi………

77

Tabel 18. Burnout Belajar Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Aspek

Rendahnya Penghargaan Diri………..

78

Tabel 19. Distribusi Frekuensi Perbedaan Burnout Belajar Siswa Laki-Laki

dan Perempuan pada Setiap Aspek………...

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Bagan Paradigma Penelitian………... 46

Gambar 2. Grafik Burnout Siswa Laki-Laki……… 71

Gambar 3. Grafik BurnoutSiswa Perempuan……….. 73

Gambar 4. Grafik BurnoutAspek Kelelahan Fisik……….. 74

Gambar 5. Grafik BurnoutAspek Kelelahan Emosi……… 75

Gambar 6. Grafik Burnout Aspek Kelelahan Mental………... 76

Gambar 7. Grafik BurnoutAspek Kelelahan Depersonalisasi………. 77

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen uji coba………... 91

Lampiran 2. Validitas……….. 100

Lampiran 3. Reliabilitas……… 110

Lampiran 4. Instrumen penelitian………. 114

Lampiran 5. Rekapitulasi siswa laki-laki………. 119

Lampiran 6. Rekapitulasi siswa perempuan………. 122

Lampiran 7. Rekapitulasi burnoutbelajar pada setiap aspek…………... 125

Lampiran 8. Penghitungan kategorisasi burnout belajar dan aspeknya……….. 136

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan tempat dimana para siswa memperoleh

pengetahuan, mendapatkan ilmu yang berguna, memberikan sebuah

proses yang membuat siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak

bisa menjadi bisa, serta mendapatkan suatu hal yang baru yang berguna

bagi kehidupan dan masa depan siswa. Di lingkungan sekolah terdapat

banyak aturan dan tata tertib yang berlaku bagi seluruh warga sekolah,

siswa diharuskan untuk menaati semua peraturan yang ada guna

menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, serta para siswa

mempunyai kepribadian yang baik dan mempunyai kedisiplinan yang

baik pula. Selain itu, di sekolah inilah para siswa diajarkan tentang hak

dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para siswa.

Di sekolah siswa tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan saja

akan tetapi mereka juga akan dididik dan dilatih untuk memiliki pribadi

yang memiliki moral yang baik, karena kecerdasan yang tinggi tapi

tanpa moral atau pribadi yang baik maka ilmu yang mereka dapatkan

akan menjadi sia-sia. Sekolah di Indonesia saat ini tidak hanya

mengedepankan ilmu dan pengetahuan saja, akan tetapi pendidikan

karakter juga sudah mulai dimasukkan kedalam pendidikan. Siswa tidak

hanya pandai dalam bidang akademik dan ilmu pengetahuan, akan tetapi

siswa juga akan belajar tentang bagaimana bersosialisasi dengan

(17)

2

dan bagaimana tata cara belajar dan bergaul yang nantinya bisa

diterapkan baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

Sehingga para siswa juga belajar bagaimana menjadi pribadi yang baik

dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang yang berpendidikan.

Siswa di sekolah wajib untuk mengikuti semua mata pelajaran

yang ada sampai jam pulang sekolah, tidak ada alasan untuk membolos

kecuali sakit dan urusan yang tidak bisa ditinggalkan. Selain itu, siswa

harus mendengarkan dan mencatat semua materi yang diberikan oleh

bapak dan ibu guru agar ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat

dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah kegiatan yang dilakukan oleh

para siswa tidak hanya belajar, akan tetapi siswa juga bisa berkumpul,

bersosialisai dengan teman sebayanya, bermain bersama saat istirahat,

dan berdiskusi mengenai materi yang diberikan oleh bapak ibu guru.

Adanya kegiatan tersebut menjadikan siswa mempunyai motivasi untuk

selalu masuk sekolah, karena di sekolah tidak hanya merupakan tempat

belajar tetapi juga tempat untuk berkomunikasi dan berkumpul dengan

teman-teman. Sehingga siswa tidak merasa jenuh dengan kegiatan yang

hanya belajar saja.

Banyak hal yang dapat mendorong dan memotivasi siswa dalam

bersekolah untuk mengikuti proses belajar. Selain untuk mendapatkan

prestasi yang baik di sekolah, mendapatkan nilai dan memiliki

kemampuan baik akademik maupun non akademik yang unggul, para

(18)

teman-3

temannya, berkumpul bersama dan berbincang-bincang atau membahas

pelajaran yang belum mereka mengerti, karena dengan berdiskusi akan

membuat siswa lebih paham dengan materi yang belum siswa kuasai.

Seiring berjalannya waktu, rasa jenuh datang menghampiri para siswa di

sekolah, hal ini disebabkan karena para siswa melakukan hal yang sama

setiap harinya. Mereka berangkat pagi untuk belajar di sekolah, bertemu

dengan guru dan teman-teman, kemudian pulang pada jam yang sama

dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) seperti biasanya.

Kejenuhan belajar yang melanda siswa ini ditandai dengan kurang

aktif dan kurang antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas.

Siswa cenderung gaduh, tidak pernah mencacat materi, melamun,

ngobrol dengan teman sebangku, tidur saat proses belajar mengajar dan

sering tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Nurwangid,

dkk (2010:7) mengemukakan aspek-aspek burnout terdiri dari kelelahan fisik (sakit kepala, mual, susah tidur, dan kurangnya nafsu makan),

kelelahan emosional (mudah tersinggung, mudah marah, dan emosi

tidak stabil), kelelahan mental (merasa tidak mampu mengerjakan

tugas-tugas sekolah, perasaan rendah diri, dan tidak mampu bersosialisasi

dengan teman), rendahnya penghargaan diri (tidak pernah merasa puas

dengan hasil karya sendiri dan merasa tidak pernah melakukan sesuatu

yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain).

SMP N 3 Pedan adalah sekolah menengah pertama yang terletak

(19)

4

kencenderungan kejenuhan belajar, hal itu dapat dilihat dari kebiasaan

mereka saat disekolah seperti gaduh saat pelajaran, tidak pernah

mencatat materi dari guru dan sering membolos. Sejak berada di kelas

VII, siswa-siswa sudah menunjukkan gejala burnout yang ditandai dengan sering tidak masuk sekolah tanpa izin, gaduh saat pelajaran dan

tidak mau mencatat pelajaran yang diberikan oleh guru, dan hal tersebut

terus dilakukan sampai kelas VIII dan bahkan mengalami peningkatan,

hal tersebut dikarenakan para siswa sudah merasa jenuh dengan rutinitas

yang sama yang terjadi disekolah.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap siswa di

SMP N 3 Pedan pada bulan juli 2015, terlihat adanya gejala-gejala yang

mengindikasikan siswa mengalami burnout atau kejenuhan belajar. Saat mengikuti pelajaran para siswa sering gaduh dan membuat keramaian

ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran dan tidak peduli

dengan apa yang dikatakan oleh guru. Beberapa siswa juga sering

tertidur ketika jam pelajaran sedang berlangsung, tidak jarang pula siswa

yang tidak mau mencatat materi yang telah disampaikan oleh bapak/ibu

guru dan sibuk dengan kegiatannnya sendiri. Sebagian besar siswa lebih

senang mengganggu teman lain yang sedang serius mendengarkan

materi agar mau diajak ngobrol ataupun bermain hal diluar konteks

pelajaran yang sedang berlangsung. Fenomena lain yang terjadi adalah

beberapa siswa sering terlambat bahkan membolos dan tidak masuk

(20)

5

membolos adalah siswa yang tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah

yang diberikan oleh bapak/ibu guru, sehingga hal aman yang dilakukan

adalah dengan membolos. Para siswa yang tidak mengerjakan pekerjaan

rumah selalu memberikan alasan bahwa mereka lupa mengerjakan PR

karena terlalu banyak PR yang harus mereka kerjakan.

Beberapa siswa yang telah diwawancarai mengatakan bahwa

mereka merasa bosan karena harus belajar setiap hari, setelah seharian

belajar disekolah, mereka juga harus mengerjakan banyak PR saat

dirumah. Para siswa juga berkata bahwa terkadang PR yang mereka

kerjakan belum tentu dibahas saat pertemuan berikutnya sehingga

mereka malas untuk mengerjakannya. Selain itu, siswa merasa putus asa

karena walaupun mereka telah belajar dengan sungguh-sungguh

menjelang ulangan harian, meteri yang mereka pelajari tidak ada yang

keluar. Hal itu membuat siswa berfikir bahwa mereka tidak perlu belajar

saat akan menghadapi ulangan harian dan hanya akan mencontek teman

saat ulangan. Selain itu siswa yang yang diwawancarai kebanyakan

mengeluh sering mengalami sakit kepala setelah belajar terlalu lama,

dan beberapa siswa juga mengatakan bahwa susah tidur jika akan

menghadapi ulangan harian. Para siswa terkadang juga merasa depresi

dan merasa tidak berdaya ketika tidak bisa mengerjakan pekerjaan

rumah yang diberikan oleh guru, hal itu mengakibatkan siswa merasa

(21)

6

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru mata pelajaran

tentang perilaku siswa saat mengikuti mata pelajaran di dalam kelas.

Wawancara tersebut dilakukan saat jam istirahat di ruang guru terhadap

beberapa guru yang mengajar di kelas VIII. Wawancara yang dilakukan

terhadap guru bahasa inggris mengatakan bahwa saat pelajaran siswa

sering gaduh, tidak memperhatikan pelajaran, mengobrol dengan teman

sebangku dan ada beberapa siswa yang tidak mengerjakan PR.

Wawancara yang dilakukan pada guru matematika mengatakan bahwa

siswa memang tidak banyak yang gaduh, akan tetapi beberapa siswa ada

yang tertidur saat mendengarkan pelajaran dari guru, beberapa siswa

juga tidak mencatat rumus-rumus yang telah diberikan oleh guru. Hal itu

diketahui setelah siswa tidak mampu menjawab pertanyaan dari guru

dan tidak bisa menunjukkan catatan rumus yang pernah diberikan.

Wawancara terhadap guru biologi mendapatkan hasil bahwa dalam

mengikuti pelajaran siswa siswa sering gaduh, ngobrol dengan teman

sebangku. Begitupun dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap

beberapa guru mata pelajaran yang lain seperti guru bahasa Indonesia,

bahasa jawa, fisika, sejarah, geografi, dan ekonomi juga terdapat

kesamaan perilaku yang dialami oleh siswa saat sedang mengikuti

pelajaran, yaitu tidak mencatat materi, tidak mengerjakan PR dan sering

gaduh saat pelajaran.

Perilaku yang dilakukan para siswa diatas sangat bertentangan

(22)

7

yang mempunyai intelektual yang tinggi serta memiliki pribadi yang

baik. Para siswa cenderung melakukan hal-hal yang berakibat kurang

baik dan tidak bermanfaat untuk masa depannya. Para siswa seharusnya

tetap bersemangat dalam mengikuti pelajaran di sekolah serta

mendengarkan dan memahami materi yang disampaikan oleh bapak/ibu

agar memperoleh ilmu yang bermanfaat, serta tujuan dari pendidikan

dapat tercapai dengan baik yaitu menjadikan generasi muda yang

berprestasi dan dapat memajukan negara di era globalisasi ini.

Gejala–gejala burnout yang terjadi di SMP N 3 Pedan ini terjadi baik pada siswa laki maupun perempuan, tidak hanya siswa

laki-laki yang mempunyai kecenderungan kebiasaan membolos dan

membuat keramaian akan tetapi siswa perempuan juga melakukan hal

yang sama. Siswa laki-laki dan perempuan di SMP N 3 Pedan

masing-masing mengalami gejala burnout yang berbeda-beda, yang menyebabkan mereka tidak maksimal ketika sedang melaksanakan

proses belajar mengajar sehingga prestasi yang diperoleh juga tidak

baik. Penelitian sebelumnya mengenai burnout belajar juga pernah dilakukan oleh Jacobs et.al pada tahun 2013. Jacobs (Mubiar Agustin,

2010: 1) melaksanakan penelitian pada mahasiswa sejumlah 149 orang

(103 perempuan dan 46 laki-laki), diperoleh hasil 30% mahasiswa

perempuan mengalami kejenuhan belajar sedangkan untuk mahasiswa

(23)

8

Kejenuhan belajar dapat dialami oleh semua siswa yang sedang

menjalani serangkaian program pendidikan, hal tersebut terjadi karena

siswa terlalu banyak melaksanakan proses belajar. Selain para siswa,

para mahasiswa juga memiliki kecenderungan untuk mengalami

kejenuhan belajar. Kejenuhan belajar yang dialami oleh para mahasiswa

akan membuat mahasiswa tersebut merasa sudah lelah untuk mengikuti

proses pembelajaran, hal itu akan membuat mahasiswa sangat malas

untuk berangkat ke kampus mengikuti perkuliahan, bahkan kejenuhan

yang terjadi akan menyebabkan mahasiswa di D.O karena sudah banyak

membolos saat perkuliahan. Kejenuhan dalam proses belajar memang

sangat berpengaruh pada kelanjutan studi para siswa, sehingga

kejenuhan dalam belajar perlu diberikan perhatian khusus atau

langkah-langkah pencegahan dan tindak lanjutnya. Fenomena kejenuhan belajar

yang dialami oleh siswa tidak bisa dibiarkan begitu saja. Individu yang

mengalami burnout belajar akan cenderung merasa tertekan karena berada didalam situasi yang menuntutnya untuk bekerja lebih dari yang

bisa individu tersebut lakukan. Selain itu, mereka akan merasakan

kesedihan yang mendalam, perasaan malu, dan merasa tidak berdaya.

Hal tersebut jika berlangsung terus menerus akan menyebabkan siswa

mengalami perasaan lelah yang akan menimbulkan kelelahan fisik,

mental dan emosional, sehingga akan lebih baik jika diketahui sejak

awal tingkat kejenuhan yang dialami oleh para siswa agar bisa diberikan

(24)

9

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah

dipaparkan diatas, serta mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh

Jacobs et.al, peneliti melakukan penelitian tentang perbedaan tingkat

burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VII di SMP N 3 Pedan.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah

yang timbul, yaitu :

1. Beberapa siswa merasa lelah karena harus belajar setiap hari dan

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

2. Metode mengajar guru kurang bervariatif, sehingga siswa bosan

ketika mengikuti pelajaran dan cenderung gaduh.

3. Beberapa siswa merasa proses belajar yang mereka lakukan sia-sia

karena walaupun mereka telah belajar giat, mereka tetap tidak

mendapatkan hasil yang diharapkan.

4. Beberapa siswa sering membolos karena merasa lelah dengan proses

belajar yang dilakukannya setiap hari.

5. Adanya kecenderungan burnout belajar yang dialami oleh para siswa.

6. Siswa laki-laki dan perempuan mempunyai kecenderungan burnout

(25)

10

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada perbedaan tingkat burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Adakah perbedaan tingkat burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan?

2. Bagaimana tingkat burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan pada setiap aspek

burnout belajar?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan tingkat burnout siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan.

2. Untuk mendeskripsikan tingkat burnout belajar siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII di SMP N 3 Pedan pada setiap

aspeknya.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis diantaranya

yaitu:

1. Manfaat Teoritis :

Diharapkan penelitian ini memiliki manfaat sebagai sumbangan

(26)

11

Bimbingan dan Konseling dalam masalah belajar khususnya burnout

belajar .

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling SMP N 3 Pedan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan sebagai evaluasi dalam

memonitoring kegiatan belajar siswa sehingga dapat dijadikan

bahan perbaikan cara mengajar guru kepada siswa agar mampu

meminimalisir tingkat burnout belajar yang dialami oleh siswa. b. Bagi siswa SMP N 3 Pedan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat

burnout belajar siswa sehingga dapat dijadikan acuan untuk menentukan strategi dalam mencegah terjadinya burnout belajar. c. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

pemahaman kepada peneliti mengenai burnout belajar siswa. d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan pertimbangan bagi pengembangan penelitian

(27)

12

G. Batasan Istilah

1. Burnout belajar adalah keadaan dimana seseorang mengalami kelelahan baik fisik, emosional dan mental karena terlibat dalam

proses belajar yang sangat lama dan tidak mendatangkan hasil sesuai

dengan apa yang diharapkan.

2. Kelelahan fisik adalah keadaan dimana seseorang mengalami sakit

kepala, demam, sakit punggung, susah tidur, dan perubahan

kebiasaan makan.

3. Kelelahan emosi adalah keadaan dimana individu merasa bosan,

mudah tersinggung, sinisme, mudah marah, dan putus asa.

4. Kelelahan mental adalah keadaan individu yang merasa tidak

berharga, acuh tak acuh, selalu menyalahkan orang lain, dan

mempunyai perasaan negative terhadap orang lain.

5. Depersonalisasi adalah menjauhnya individu dari lingkungan sosial,

apatis, dan tidak perduli dengan lingkungan sekitar.

6. Rendahnya Penghargaan Diri adalah keadaan dimana seseorang

tidak pernah merasa puas dengan hasil karya sendiri dan merasa

tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

(28)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Burnout

1. Definisi Burnout Belajar

Menurut Pines dan Aronson (Bahrer, 2013: 100) burnout

adalah keadaan kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang

disebabkan oleh keterlibatan dalam jangka waktu yang sangat panjang

pada situasi yang menuntut secara emosional. Sejalan dengan

pernyataan tersebut. Leazt dan Solar (Pranita Sukma Primanti, 2012:

16) menyatakan bahwa burnout adalah kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stress yang dialaminya dalam jangka

waktu yang sangat lama, dan sesuatu yang menuntut keterlibatan

emosional tinggi, ditambah dengan tingginya standar keberhasilan

pribadi. Cary Cherniss (Ulfiani Rahman, 2007: 219) mengemukakan

bahwa burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan, seperti

menjaga jarak dengan klien maupun bersikap sinis dengan mereka,

membolos, sering terlambat, dan keinginan pindah kerja yang kuat.

Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa burnout

adalah kelelahan secara fisik, emosional, dan mental serta perubahan

sikap dan perilaku yang disebabkan oleh keterlibatan dalam jangka

waktu yang panjang dalam bentuk reaksi menarik diri secara

(29)

14

Burnout dapat terjadi pada para pekerja yang terlibat dengan pelayanan masyarakat, guru atau pendidik, perawat dan psikolog.

Akan tetapi burnout juga dapat dialami oleh para siswa, yaitu yang terjadi pada proses belajar siswa.

Pines & Aronson (Mubiar Agustin, 2010: 2) menjelaskan

bahwa kejenuhan belajar merupakan kondisi emosional ketika

seseorang merasa lelah dan jenuh secara mental maupun fisik sebagai

akibat tuntutan pekerjaan terkait dengan belajar yang meningkat. Edi

Sutarjo, Dewi Arum WMP, Ni.Kt. Suarni (2014: 6) mengatakan

bahwa burnout belajar adalah reaksi negatif individu terhadap tugas-tugas belajar baik secara sikap, emosional, keadaan fisik yang

ditunjukkan melalui aspek kelelahan baik secara emosional Maupun

fisik, sinisme, dan ketidak efektifan atau menurunnya prestasi diri.

McCarthy, M.E., Pretty, G.M., & Catano, V. (1990: 211) mengatakan

bahwa burnout di kalangan siswa mengacu pada perasaan kelelahan yang diakibatkan karena tuntutan belajar, memiliki sikap sinis dan

merasa tidak kompeten sebagai seorang siswa. Sedangkan menurut

Syah (Edi Sutarjo, Dewi Arum WMP, Ni.Kt. Suarni, 2014: 6)

kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk

belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan

bahwa burnout belajar adalah keadaan dimana seseorang mengalami

(30)

15

dalam proses belajar yang sangat lama dan tidak mendatangkan hasil

seperti yang diharapkan.

2. Ciri-ciri Burnout

Ciri Burnout menurut Freudenberger (Pranita Sukma Primanti, 2012: 19-21)

a. Kelelahan yang merupakan proses kehilangan energy disertai

keletihan.

Keadaan ini merupakan gejala utama burnout. Penderita sulit menerima karenamerasa bahwa selama ini mereka tidak

pernah merasa lelah walaupun aktifitas yang dijalani sangat padat.

b. Lari dari kenyataan

Ini merupakan suatu alasan yang digunakan penderita untuk

menyangkal penderitaan yang sedang dialami. Pada saat penderita

merasa kecewa melihat kenyataan yang tidak sesuai dengan apa

yang telah diharapkan, mereka menjadi perduli terhadap

permasalahan yang ada, agar dapat menghindari kekecewaan yang

lebih parah.

c. Kebosanan dan Sinisme

Ketika penderita sudah mulai kecewa, mereka tidak akan

melakukan kegiatan yang sama yang telah mereka tekuni. Mereka

(31)

16

sudah dijalaninya sehingga membuat mereka bosan dan

berpandangan sinis terhadap kegiatan tersebut.

d. Tidak sabaran dan mudah tersinggung

Ketika seseorang mulai kelelahan, mereka menjadi tidak

bisa menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat sehingga membuat

mereka menjadi kurang sabar dan mudah tersinggung.

e. Merasa hanya dirinya yang dapat menyelesaikan masalah

Penderita burnout menjadi merasa bahwa hanya dirinya yang dapat menyelesaikan segala susuatu dengan baik.

f. Merasa tidak dihargai

Usaha yang telah dilakukan dengan keras akan tetapi tidak

menghasilkan sesuatu yang memuaskan akan menyebabkan

penderita merasa tidak dihargai.

g. Mengalami disorientasi

Penderita tidak mengerti dengan apa yang terjadi karena

tidak sesuai dengan apa yang telah diharapkan sebelumnya,

sehingga penderita sering kehilangan kata-kata yang akan

diucapkan kepada orang lain.

h. Keluhan psikosomatis

Penderita sering mengalami sakit kepala, mual-mual, diare,

ketegangan otot pinggang dan gangguan fisik lainnya.

(32)

17

Ketika suatu pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan

semestinya, penderita mulai curiga bahwa ada seseorang yang telah

membuat keadaan menjadi seperti itu.

j. Depresi

Dalam konteks burnout, depresi hanya terjadi sementara saat penderita burnout merasa tertekan ditempat kerja, akan tetapi mereka masih bisa bergurau dan tertawa ketika sudah berada

dirumah.

k. Penyangkalan

Penderita burnout selalu menyangkal kenyataan yang sedang dialaminya. Penyangkalan yang terjadi yaitu penyangkalan

terhadap kegagalan dan penyangkalan terhadap rasa takut yang

sedang dirasakan.

Menurut Greenberg (Pranita Sukma Primanti, 2012: 24-25)

Ciri-ciri Burnout adalah sebagai berikut. a. Selera humor yang sedikit.

Penderita burnout selalu serius dalam menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, sehingga membuat mereka kehilangan

selera humor. Hal tersebut membuat orang-orang disekitarnya juga

(33)

18

Tuntutan tugas yang harus diselesaikan membuat penderita

burnout kekurangan waktu untuk beristirahat dan lupa dengan jadwal makan yang teratur.

c. Jam kerja melebihi waktu kerja yang biasanya dan tidak adanya

pekerjaan yang tidak bisa dihindarkan

Setiap pekerjaan yang ingin diselesaikan dengan baik membuat

penderita burnout memaksakan diri sehingga melakukan pekerjaan tersebut secara berlebihan.

d. Keluhan-keluhan yang menyangkut fisik.

Banyaknya tuntutan yang dialami oleh penderita

menyebabkan mereka merasa mengalami kelelahan fisik sehingga

sering mengeluh merasa mual, dingin, sakit kepala, dan gampang

terkena flu.

e. Penarikan diri, menarik diri dari lingkungan kerja atau para

pekerja.

Penderita yang mengalami burnout sering merasa sinis dan berprasangka buruk dengan temannya. Waktu yang lebih banyak

dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan membuat penderita

terkesan individual dan tidak membutuhkan bantuan dari orang

lain.

f. Penggunaan obat penenang dan alkohol agar tubuh dan pikiran

(34)

19

Penderita yang mengalami ketegangan dalam

menyelesaikan pekerjaan, akan mengalami kegelisahan karena

takut pekerjaan yang telah dikerjakan tidak akan selesai dengan

keinginannya, maka penderita sering menggunakan obat penenang

untuk menenangkan diri dalam berbagai tuntutan dan kegelisahan

yang sedang dialami.

g. Perubahan dalam diri sendiri, kelelahan emosional, hilangnya harga

diri, tekanan dan frustasi.

Penderita yang selalu ingin lebih baik dari yang lainnya

menyebabkan mereka berkerja lebih keras dari kemampuan yang

dimiliki. Sehingga penderita sering mengalami kelelahan fisik yang

membuat penderita merasa putus asa karena hasil yang diperoleh

tidak sesuai dengan keinginannya, maka hal itu membuat penderita

semakin tertekan dan frustasi

h. Selera humor yang sedikit.

Penderita burnout selalu serius dalam menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, sehingga membuat mereka kehilangan

selera humor. Hal tersebut membuat orang-orang disekitarnya juga

serius saat berhubungan dengan penderita burnout. i. Tidak ada istirahat dan pola makan yang teratur.

Tuntutan tugas yang harus diselesaikan membuat penderita

(35)

20

j. Jam kerja melebihi waktu kerja yang biasanya dan tidak adanya

pekerjaan yang tidak bisa dihindarkan

Setiap pekerjaan yang ingin diselesaikan dengan baik

membuat penderita burnout memaksakan diri sehingga melakukan pekerjaan tersebut secara berlebihan.

k. Keluhan-keluhan yang menyangkut fisik.

Banyaknya tuntutan yang dialami oleh penderita

menyebabkan mereka merasa mengalami kelelahan fisik sehingga

sering mengeluh merasa mual, dingin, sakit kepala, dan gampang

terkena flu.

l. Penarikan diri, menarik diri dari lingkungan kerja atau para

pekerja.

Penderita yang mengalami burnout sering merasa sinis dan berprasangka buruk dengan temannya. Waktu yang lebih banyak

dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan membuat penderita

terkesan individual dan tidak membutuhkan bantuan dari orang

lain.

m. Penggunaan obat penenang dan alcohol agar tubuh dan pikiran

menjadi rileks.

Penderita yang mengalami ketegangan dalam

menyelesaikan pekerjaan, akan mengalami kegelisahan karena

takut pekerjaan yang telah dikerjakan tidak akan selesai dengan

(36)

21

untuk menenangkan diri dalam berbagai tuntutan dan kegelisahan

yang sedang dialami.

n. Perubahan dalam diri sendiri, kelelahan emosional, hilangnya harga

diri, tekanan dan frustasi.

Penderita yang selalu ingin lebih baik dari yang lainnya

menyebabkan mereka berkerja lebih keras dari kemampuan yang

dimiliki. Sehingga penderita sering mengalami kelelahan fisik yang

membuat penderita merasa putus asa karena hasil yang diperoleh

tidak sesuai dengan keinginannya, maka hal itu membuat penderita

semakin tertekan dan frustasi.

Cherniss (dalam Ulfiani Rahman, 2007: 219) mengungkapkan

bahwa ciri-ciri burnout adalah sebagai berikut : a. Resistensi tinggi untuk pergi bekerja setiap hari. b. Terdapat perasaan gagal dalam diri.

c. Cepat marah dan sering kesal. d. Rasa bersalah dan menyalahkan. e. Keengganan dan ketidakberdayaan. f. Negatifisme.

g. Isolasi dan penarikan diri.

h. Perasaan capek dan lelah setiap hari. i. Sering memperhatikan jam saat bekerja. j. Sangat pegal setelah bekerja.

k. Hilang perasaan positif.

l. Menunda kontak dengan klien. m. Menyamaratakan klien.

n. Tidak mampu menyimak apa yang dikatakan oleh klien. o. Susah tidur.

p. Asyik dengan diri sendiri.

q. Mengakhiri diskusi dengan teman sebaya. r. Sering sakit kepala dangangguan pencernaan.

s. Kaku dalam berfikir dan resisten terhadap perubahan. t. Paranoid.

(37)

22

Sementara itu Ayala dan Pines (dalam Ulfiani Rahman, 2007:

220) mengklasifikasikan ciri-ciri burnout menjadi 3 bagian, yaitu : a. Kelelahan fisik seperti sakit kepala, demam, sakit punggung, rentan

terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering terkena

flu, susah tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan kebiasaan

makan.

b. Kelelahan emosi seperti rasa bosan, mudah tersinggung, sinisme,

perasaan tidak menolong, ratapan yang tiada henti, mudah marah,

gelisah, tidak perduli terhadap tujuan, tidak perduli terhadap orang

lain, merasa tidak punya apa-apa untuk diberikan, sia-sia, putus

asa, sedih, tertekan dan tidak berdaya.

c. Kelelahan mental, seperti merasa tidak berharga, rasa benci, rasa

gagal, tidak peka, sinis, kurang bersimpati dengan orang lain,

mempunyai perasaan negatif terhadap orang lain, cenderung masa

bodoh terhadap dirinya, pekerjaan dan kehidupanya, acuh tak acuh,

pilih kasih, selalu menyalahkan, kurang bertoleransi terhadap yang

ditolong, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, konsep diri yang

rendah, merasa tidak kompeten dan tidak puas dengan jalan hidup.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

seseorang terkena gejala burnout belajar adalah kurang konsentrasi, depresi, acuh tak acuh, sering memperhatikan jam saat pelajaran,

gaduh, tidak mampu menyimak apa yang dikatakan oleh guru dan

(38)

23

burnout belajar adalah mengalami kelelahan fisik, kelehan emosional, dan kelelahan mental.

3. Faktor-faktor Burnout

Menurut Maslach & Leiter (1997: 26) faktor-faktor yang

mempengaruhi burnout yaitu : a. Bekerja secara berlebihan.

b. Pekerjaan yang dilakukan menuntut banyak waktu.

c. Pekerjaan yang dilakukan menyebabkan kelelahan yang

berlebihan.

d. Kurangnya dukungan sosial.

e. Imbalan atau reward yang diberikan tidak sesuai dengan apa

yang telah dilakukan .

Sementara itu, Baron dan Greenberg (Ulfiani Rahman, 2007: 221)

membagi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout

menjadi dua bagian, yaitu :

a. Faktor eksternal berupa kondisi organisasi kerja yang meliputi :

kondisi lingkungan kerja yang kurang baik, kurangnya kesempatan

untuk promosi, adanya prosedur dan peraturan yang kaku yang

membuat orang merasa terjebak dalam sistem yang tidak adil,

tuntutan pekerjaan.

b. Faktor internal adalah kondisi yang berasal dari dalam diri

(39)

24

pendidikan, masa kerja, dan karakteristik kepribadian serta

kemampuan penanggulangan terhadap stres.

Sejalan dengan pernyataan diatas, Nurwangid, dkk(2010: 7) juga

mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi burnout menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Faktor eksternal yang meliputi lingkungan sekolah yang kurang

baik, metode mengajar guru yang monoton, kurangnya

dukungan sosial dari orang tua maupun guru, tugas-tugas yang

diberikan bersifat monoton.

b. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, kondisi fisik

maupun psikis.

Sedangkan Silval (2001: 22-23) mengatakan bahwa

faktor-faktor yang menyebabkan burnout di sekolah adalah sebagai berikut : a. Tuntutan-tuntutan dari sekolah yang mengininkan siswa untuk

mencapai hasil yang baik sehingga membebani siswa selama di

sekolah.

b. Tidak ada ruang gerak untuk kreatifitas siswa dan partisipasi

aktif pada siswa di sekolah mengenai metode belajar dan

mengajar.

c. Kurangnya reward yang diberikan pada siswa. Pemberian

reward ini penting bagi siswa karena dengan pemberian reward

bisa diartikan sebagai bentuk apresiasi prestasi siswa di

(40)

25

bersemangat dalam melakukan segala kegiatan di sekolah, baik

yang bersifat akademik maupun non akademik.

d. Kurangnya hubungan interpersonal yang terjalin antar siswa

maupun guru di sekolah, sehingga apabila terjadi suatu

permasalahan dengan teman maupun guru akan sulit untuk

diungkapkan karena kurangnya kedekatan dan keakraban

siswa, dengan begitu akan membuat siswa kurang semangat

untuk melakukan aktivitas belajar di sekolah.

e. Adanya tuntutan dari orang tua akan keberhasilan siswa di

sekolah.

f. Adanya perbedaan pandangan dari sekolah, keluarga dan

lingkungan sekitar tentang prestasi belajar yang diraih siswa.

Berdasarkan paparan para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi burnout belajar adalah faktor eksternal yang meliputi belajar dalam waktu yang berlebihan atau

terlalu lama, kurangnya reward atau penghargaan yang diberikan oleh

guru, dan metode pembelajaran yang kurang bervariasi, tuntutan dari

sekolah dan orang tua sedangkan faktor internal yang mempengaruhi

burnout belajar adalah jenis kelamin, usia, kepribadian, harga diri, tingkat pendidikan, masa kerja, dan karakteristik kepribadian serta

(41)

26

4. Aspek-aspek Burnout

Menurut Baron dan Greenberg (Ulfiani, 2007: 221)

mengemukakan empat aspek burnout, yaitu :

a. Kelelahan fisik yang ditandai dengan sakit kepala, mual, susah

tidur, dan kurangnya nafsu makan.

b. Kelelahan emosional ditandai dengan depresi, perasaan tidak

berdaya, merasa terperangkap dalam pekerjaannya, mudah marah

serta mudah tersinggung.

c. Kelelahan mental, ditandai dengan bersikap sinis terhadap orang

lain, bersifat negatif terhadap orang lain, cenderung merugikan diri

sendiri, pekerjaan, organisasi dan kehidupan pada umumnya.

d. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, ditandai dengan

tidak pernah puas terhadap hasil kerja sendiri, merasa tidak pernah

melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang

lain.

Sejalan dengan pendapat Muh Nurwangid, Isti Yuni Purwanti., &

Kartika N. Fathiyah (2010: 7) yang mengemukakan aspek-aspek

burnout sebagai berikut :

a. Kelelahan fisik. Penderita burnout merasakan adanya anggota badan yang sakit dan gejala kelelahan fisik kronis yang disertai

(42)

27

b. Kelelahan emosional. Aspek emosional ditandai dengan perasaan

yang mudah tersinggung, mudah marah, bermusuhan, emosi tidak

stabil dan telalu peka.

c. Kelelahan mental. Gejala-gejala mental yang tampak yaitu

ketidakberdayaan, merasa tidak mampu dalam mengerjakan

tugas-tugas sekolah, perasaan rendah diri, tidak mampu untuk

bersosialisasi dengan teman.

d. Rendahnya penghargaan terhadap diri, ditandai dengan individu

tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja sendiri dan merasa

tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

maupun orang lain.

Menurut Maslach (1997: 17-18) mengemukakan bahwa burnout

mempunyai tiga dimensi, yaitu :

a. Kelelahan emosional, ditandai dengan perasaan lelah yang dialami

oleh seseorang baik secara emosional maupun secara fisik.

Sehingga memicu berkurangnya energi untuk menghadapi berbagai

pekerjaan yang lain.

b. Depersonalisasi, ditandai dengan menjauhnya individu dari

lingkungan sosial, apatis, tidan perduli terhadap lingkungan dan

orang-orang yang ada disekitarnya. Depersonalisasi adalah reaksi

yang ditimbulkan untuk menyembunyikan kelelahan yang sedang

(43)

28

c. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, yakni individu

tidaak pernah merasa puas dengan hasil karyanya sendiri, merasa

tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya

maupun orang lain.

Berdasarkan para ahli diatas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa aspek yang mempengaruhi burnout adalah kelelahan emosional yang dapat dikategorikan sebagai kelelahan fisik, kelelahan emosi, dan

kelelahan mental, Depersonlisasi yang ditandai dengan menjauhnya

individu dari lingkungan sosial, dan rasa rendah diri yang membuat

individu merasa tidak puas dengan kemampuan yang dimiliki.

B. Kajian Belajar

1. Definisi Belajar

Belajar menurut Muhibbin Syah (2003: 63) adalah kegiatan yang

berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam

penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menurut Oemar

Hamalik (2001: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh

kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat, belajar yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Menurut A. M. Sardiman (1986: 20) belajar merupakan perubahan

(44)

29

dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain

sebagainya. Belajar akan lebih baik jika dilakukan dengan mengalami

atau melakukannya, sehingga tidak bersifat verbalistik.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh individu yang

bertujuan untuk merubah diri dan meningkatkan kemampuan dalam

diri melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan

perubahan tersebut terjadi bukan karena peristiwa kebetulan semata.

Dari proses belajar individu akan mendapatkan suatu hasil dari

usahanya tersebut, akan tetapi untuk mendapatkan hasil belajar yang

maksimal, proses belajar tersebut juga harus dilakukan dengan serius

dan keinginan yang kuat agar dapat mencapai tujuan belajar yang telah

ditentukan.

2. Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut teori belajar Gestalt (A. M. Sardiman, 1986: 31)

prinsip-prinsip belajar yang terpenting yaitu :

a. Manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan,

tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik,

emosional, sosial dan sebagainya.

b. Belajar adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan.

c. Menusia berkembang secara keseluruhan sejak dari kecil

(45)

30

d. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih

luas.

e. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk

memperoleh insight.

f. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar,

motivasi memberikan dorongan yang menggerakkan seluruh

organisme.

g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.

h. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif.

Sedangkan menurut William Burton (Oemar Hamalik, 2001: 31)

menyimpulkan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut :

a. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, meraksi, dan

melampaui.

b. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan

mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada tujuan

tertentu.

c. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi

kehidupan murid.

d. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil

dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual dikalangan

(46)

31

e. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi

kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna

baginya.

f. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi

kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

prinsip-prinsip belajar yaitu pengalaman belajar secara maksimal bermakna

bagi kehidupan murid,belajar adalah penyesuaian diri terhadap

lingkungan, hasil belajar dipersatukan menjadi kepribadian siswa

tersebut, dan Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk

belajar

3. Faktor-faktor Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2001: 32) belajar yang efektif sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional, faktor-faktor tersebut

yaitu:

a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan

Siswa yang belajar melakukan banyak kegiatan baik kegiatan

neural system, seperti melihat, mendengar, merasakan,

berfikir, kegiatan motoris dan kegiatan lainnya yang

diperlukan untuk memperoleh pengetahuan, sikap, kebiasaan,

(47)

32

b. Belajar merupakan latihan, dengan jalan relearning, recalling,

reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai

kembalidan pelajaran yang belum dikuasai akan lebih mudah

dipahami

c. Belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan

mendapatkan kepuasan dari belajarnya. Belajar hendaknya

dilakukan dalam suasana yang menyenangkan.

d. Faktor asosiasi mempunyai manfaat besar dalam belajar,

karena semua pengalam belajar antara yang lama dengan yang

baru, secara berurutan diasosiasikan, sehingga menjadi satu

kesatuan pengalaman.

Sedangkan menurut Muhibbin Syah (Syaiful Bahri Djamarah,

2002: 201-202) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kesulitan belajar siswa adalah faktor intern dan faktor

ekstern, yaitu :

a. Faktor-faktor intern yaitu faktor yang berasal dari anak didik,

seperti Kognitif, yang meliputi rendahnya kapasitas intelektual

anak didik. Ranah afektif yaitu labilnya emosi dan sikap

peserta didik. Ranah psikomotor yaitu terganggunya alat-alat

indra penglihatan dan pendengaran.

b. Faktor ekstern yaitu faktor yang meliputi situasi dan kondisi

lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar

(48)

33

1) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan

hubungan orang tua dan rendahnya kehidupan ekonomi

keluarga.

2) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya:

wilayah perkampungan kumuh dan teman sepermainan

yang nakal.

3) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung

sekolah yang buruk dan dekat dengan keramaian, kondisi

guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor

belajar dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal yang mempengaruhi adalah faktor yang berasal dari peserta

didik yaitu kapasitas intelektual siswa, dan labilnya sikap dan emosi

siswa. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu faktor

yang berasal dari luar peserta didik yang meliputi kondisi

keharmonisan dalam keluarga, kondisi dan kompetensi guru serta

fasilitas sekolah.

C. Kajian Remaja

1. Definisi Remaja

Golinko (Yudrik Yahya, 2011: 219) Kata “remaja” berasal dari

bahasa latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow

(49)

34

perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang

mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio emosional. Pendapat

lain diungkapkan oleh Hurlock (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 124) yang

menyatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga

belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir

masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia

masa secara hukum. Menurut Papilia dan Olds (Yudrik Yahya, 2011:

220) masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa

kanak-kanak dan dewasa yang pada umunya dimulai pada usia 12 atau

13 tahun dan berakhir pada akhir belasan tahun atau awal dua puluhan

tahun.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa remaja adalah individu yang berusia 12-21 tahun yang sedang

berada dalam masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Pada masa ini remaja mengalami banyak perubahan yang terjadi pada

dirinya, perubahan yang terjadi mencakup perubahan fisik dan

perubahan kognitif. Perubahan fisik pada remaja dapat terlihat dengan

jelas, dimana tubuh berkembang dengan pesat. Sedangkan perubahan

kognitif yang terjadi yaitu remaja mulai mampu berfikir secara abstrak

(50)

35

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja

Menurut Yudrik Yahya (2011: 231) remaja mempunyai tiga

aspek perkembangan, yaitu perkembangan fisik, perkembangan

kognitif, dan perkembangan kepribadian dan sosial.

a) Perkembangan Fisik

Menurut Papilia dan Olds Perkembangan fisik adalah

perubahan-perubahan pada tubuh, otak kapasiatas sensoris, dan

ketrampilan motorik.

b) Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget seorang remaja termotivasi untuk

memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka.

Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia

kognitif mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung

diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka.

c) Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Menurut Papalia dan Olds perkembangan kepribadian

adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan

menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial

adalah perubahan dalam berhubungan dengan orang lain.

Perkembangan yang penting pada masa remaja adalah pencarian

identitas diri. Menurut Erickson (dalam Yudrik Jahja, 2011: 234),

pencarian identitas diri adalah proses menjadi orang yang unik

(51)

36

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa aspek perkembangan remaja dibagi menjadi 3, yaitu

perkembangan fisik, kognitif, dan perkembangan kepribadian dan

sosial. Setelah melewati aspek perkembangan diatas maka barulah

individu dapat dikategorikan sebagai remaja.

3. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah masa perubahan. Pada masa remaja terjadi

perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis (Yudrik

Jahja, 2011: 235). Ada beberapa perubahan selama masa remaja :

a) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja

awal yang dikenal sebagai masa storm & stress.

b) Perubahan yang cepat secara fisik yang disertai kematangan

seksual.

c) Perubahan yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang

lain.

d) Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada

masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati

dewasa.

e) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi. Disatu sisi mereka menginginkan

(52)

37

yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan kemampuan

mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.

Menurut Hurlock (Rita Eka Izzaty, dkk. 2008: 124-126)

menjelaskan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut :

a. Masa remaja sebagai periode penting, karena dengan cepatnya

pertumbuhan fisik dan mental dapat menimbulkan penyesuaian

terhadap mental dan membentuk sikap, nilai serta minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari

anak-anak menuju dewasa, sehingga mereka harus meninggalkan segala

sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola

perilaku dan sikap yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan, perubahan yang terjadi

yaitu meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran yang

diharapkan serta berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya

sikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, pada masa ini mereka

mulai mendambakan identitas diri yang berbeda dengan

teman-temannya dalam segala hal. Pada masa ini remaja berusaha untuk

menunjukkan siapa diri dan peranannya dalam kehidupan

bermasyarakat.

e. Usia bermasalah, pada masa ini remaja berusaha memecahkan

sendiri masalah yang sedang dialami, dan menolak bantuan dari

(53)

38

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan.

Dalam masa remaja sering timbul pandangan yang kurang baik dan

bersifat negatif, sehingga mempengaruhi konsep diri dari remaja itu

sendiri yang mengakibatkan kesulitan untuk melakukan peralihan

menuju masa dewasa.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Pada masa ini,

remaja cenderung memandang diri sendiri maupun orang lain

sebagaimana yang diinginkan buka sebagaimana adanya. Hal ini

menyebabkan remaja mudah marah .

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, dalam masa ini remaja

cenderung berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara

berpakaian, merokok, menggunakan obat-obatan dll, yang

membuat mereka dipandang seperti yang diinginkan.

Berdasarkan pernyataan para ahli diatas remaja akan

mengalami masa perubahan di dalam dirinya, yaitu meningkatnya

kondisi emosi individu, terjadi perubahan dalam perkembangan fisik

yang sangat sangat pesat dan perubahan pemikiran yang mulai mampu

menunjukkan sikap dewasa.

4. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada perubahan sikap,

(54)

39

Hurlock (Muhammad Ali & M. Asrori, 2012: 10) menjelaskan

tugas-tugas perkembangan remaja, tugas-tugas-tugas-tugas tersebut meliputi:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang

berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional.

e. Mencapai kemandirian ekonomi.

f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan

untuk memasuki dunia orang dewasa.

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab

kehidupan keluarga.

Menurut Havighurst, dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 126) tugas

perkembangan masa remaja yang harus dilalui adalah sebagai berikut :

a. Mencapai hubungan baru dan dan yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita.

(55)

40

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab.

e. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

f. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan

untuk berperilaku mengembangkan ideology.

Berdasarkan pendapar diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas

perkembangan peserta didik adalah menerima keadaan fisik, menerima

dan memahami peran seks dan peran sosial sebagai pria dan wanita,

membina hubungan baik dengan anggota kelompok, mencapai

kemandirian emosional dan ekonomi, memahami nilai-nilai dan sistem

etis, dan mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

D. Kajian Jenis Kelamin

1. Definisi Jenis Kelamin

Jenis kelamin yang dimaksudkan dalam teori ini mengacu pada

jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan, dimana masing-masing

dari kedua jenis manusia tersebut memiliki ciri-ciri biologis yang

berbeda pada keadaan tubuh maupun raut muka dan memiliki karakter

masing-masing yang bisa membedakan antar keduanya. Pada

umumnya jenis kelamin laki-laki berhubungan dengan gender

(56)

41

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia laki-laki adalah manusia

yang mempunyai zakar, dan saat tumbuh dewasa memiliki jakun.

Sedangkan perempuan adalah manusia yang mempunyai puki,

mengalami menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui.

2. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya pada

keadaan fisik dan biologisnya saja, akan tetapi juga berbeda dalam

karakter dan sifat masing-masing yang sudah menjadi ciri khas yang

bisa membedakan antar keduanya. Hal tersebut juga diutarakan oleh

Kartini Kartono (1992: 177) mengenai perbedaan karakteristik antara

laki-laki dan perempuan, berbedaan tersebut diantaranya :

a) Wanita pada umumnya lebih menyukai atau tertarik pada hal

yang bersifat praktis dibandingkan teoritis yang umumnya

lebih disukai oleh kaum pria.

b) Wanita lebih cendrung berminat pada keadaan yang lebih

praktis dan konkrit. Sedang laki-laki lebih menyukai hal yang

bersifat teoritis yang ada kaitanya dengan dirinya sendiri.

c) Laki-laki memiliki sifat yang lebih lamban, dan kurang

cekatan, sedangkan perempuan memiliki sifat yang bergairah

(57)

42

d) Wanita memiliki sifat yang sosial, peduli dengan orang

disekitarnya, sedangkan laki-laki lebih cenderung egois, lebih

mementingkan kepentingannya sendiri.

e) Wanita lebih memiliki sifat yang tegas dibandingkan dengan

laki-laki yang lebih banyak bimbang.

Sedangkan menurut Allice Eagly & Diane Helpen (Desi Wulan

Pratiwi, Ni Ketut Suarni, Dewi Arum WMP, 2014: 4) melihat

perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dari perbedaan peran

gender, diantaranya yaitu:

a. Perbedaan peran gender dari segi kekuatan fisik dan

kemampuan, terlihat bahwa laki-laki lebih memiliki

kemampuan yang kuat, dan akurat, sedangkan perempuan

dapat hamil, melahirkan, dan menyusui.

b. Perbedaan peran gender dilihat dari segi kemampuan kognitif

dan pencapaian. Laki-laki memiliki kemampuan spasial

mekanik, matematika, sains, komputer, dan sosial, sedangkan

kemampuan perempuan meliputi kemampuan bahasa, ingatan

verbal dan spasial, kecepatan persepsi, kemampuan motorik,

dan kemampuan membaca.

c. Peran gender dilihat dari segi perasaan dan kebiasaan sosial.

Laki-laki memiliki kemampuan dalam bidang kompetitif dan

dominan, asertif, lebih sering terlibat tindakan kriminal, tidak

(58)

43

perempuan memiliki kemampuan simpatik, sosial dan friendly,

serta dapat dipercaya dan terbuka.

d. Peran gender dilihat dari segi perkawinan dan kebiasaan

seksual. Laki-laki lebih memilih teman yang lebih muda,

memilih teman yang secara fisik menarik, memiliki teman

yang memiliki sifat keibuan, mengancam dengan kesetiaan

seksual, merasa nyaman dengan ide-ide seksual, dan

pencemburu. Sedangkan perempuan lebih memilih teman yang

lebih tua, memilih teman yang mempunyai potensi mendengar

lebih baik, memilih teman dengan karakter yang baik,

mengancam dengan kesetiaan emosi, dan membatasi seks

untuk jangka panjang.

Berdasarkan perbedaan karakter yang disebutkan diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa jelas pria dan wanita itu berbeda secara

fisik, karakter dan peran gendernya. Dapat dilihat bahwa Laki-laki

memiliki kemampuan spasial mekanik, matematika, sains, komputer,

dan sosial, sedangkan kemampuan perempuan meliputi kemampuan

bahasa, ingatan verbal dan spasial, kecepatan persepsi, kemampuan

motorik, dan kemampuan membaca. Wanita lebih mengedepankan

praktik secara langsung dalam menjalani hidup, sedangkan pria, dia

lebih cenderung banyak berfikir teoritis tanpa ada tindakan riil,

sehingga membuat pria bimbang dalam pilihan-pilihan yang ada

(59)

44

kompetitif dan dominan, asertif, lebih sering terlibat tindakan

kriminal, tidak takut dengan resiko, dan self esteem yang tinggi.

Sedangkan perempuan memiliki kemampuan simpatik, sosial dan

friendly, serta dapat dipercaya dan terbuka

E. Kajian Bimbingan dan Konseling Belajar

1. Definisi Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar menurut Winkel (Tohirin, 2011: 130) suatu

bantuan dari pembimbing kepada individu dalam hal menemukan cara

belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan

dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan

tuntutan-tuntutan belajar. Sejalan dengan pengertian diatas, Surya

(Tohirin, 2011: 130) mendefinisikan bimbingan belajar sebagai jenis

bimbingan yang membantu para siswa dalam menghadapi dan

memecahkan masalah-masalah pendidikan.

Berdasarkan definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan

bahwa bimbingan belajar adalah bantuan yang diberikan oleh

pembimbing kepada individu dalam menghadapi dan memecahkan

masalah belajar.

2. Tujuan Bimbingan Belajar

Tujuan dari bimbingan belajar menurut Tohirin (2011: 131) adalah

(60)

45 <

Gambar

Gambar 1. Bagan Paradigma Penelitian
Tabel 1. Daftar Siswa Laki-laki dan perempuan kelas VIII SMP N 3 Pedan.
Tabel 2. Kisi-kisi Skala Burnout Belajar
Tabel 3. Rangkuman Item Gugur dan Sahih
+7

Referensi

Dokumen terkait

dihadapi Bapak I Nyoman Besir yaitu yang pertama tentang perekonomian dari keluarga. Bapak Nyoman, pekerjaan bapak I Nyoman Besir dan Istri tidak tetap dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair vermikompos pada pertumbuhan dan produksi melon berbeda nyata pada 3 parameter yaitu parameter

Berdasarkan persamaan (4.5) diperoleh peluang pasien menderita penyakit glaukoma klasifikasi glaukoma absolut jika diketahui pasien tersebut berusia 31 tahun, tidak memiliki

It is thus timely to promote sustainable production of gaharu as an important strategy for conserving natural gaharu tree species, thus the forest habitats, and

Teori konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam setiap. masyarakat dalam setiap

[r]

uji reliabilitas instrumen menggunakan teknik Alpha Cronbach dengan nilai Alpha untuk skala self efficacy sebesar 0,928 dan nilai Alpha untuk skala motivasi berprestasi 0,872..

Begitu pula dengan perilaku hiperaktif yang dimiliki subjek, nampaknya setelah diberikan play therapy subjek mampu melakukan aktivitasnya dengan sedikit lebih tenang meskipun