1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi
kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan
merancang kehidupan masa depannya yang lebih baik. Keadaan ini juga
memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi
alam, sehingga diyakini hanya manusia dengan kualitas unggul yang mampu
bertahan dari persaingan global yang begitu kompetitif. Oleh karena itu persiapan
dalam pembinaan generasi muda terdidik perlu ditingkatkan untuk dapat bertahan
dan bersaing di era globalisasi ini.
Dalam bidang pendidikan, paradigma belajar sepanjang hayat semakin
mengemuka dan menjadi penting. Diyakini tanpa belajar manusia cenderung akan
tertinggal. Dalam perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi yang begitu
cepat, matematika memegang peranan penting, karena matematika merupakan alat
yang efisien dan sangat diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan (Queen of
Science), tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan
yang berarti. Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa, “Kita harus menyadari bahwa
matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan),
Matematika bukan hanya sebagai alat untuk menghitung, tetapi lebih dari
itu, matematika harus terasa manfaatnya sehingga bisa benar-benar berarti untuk
kehidupan dan itu harus ditanamkan dalam benak siswa sejak awal. Siswa harus
diantarkan untuk melihat keindahan matematika itu sendiri. Sehingga, ke
depannya siswa tidak hanya sebatas untuk menghafal/mengingat rumus, tetapi
sampai pada memahami keindahan didalamnya (the beauty of mathematics), maka
dengan sendirinya siswa akan mencintai matematika.
Matematika dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang strategis yang
diajarkan setiap tingkatan kelas pada suatu pendidikan dasar dan menengah, dan
bertujuan untuk melatih siswa dalam: 1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah; 2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah BSNP (2006).
National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000) juga
3
kemampuan komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, koneksi dan
pembentukan sikap positif terhadap matematika. Kemampuan-kemampuan
tersebut menjadi rujukan utama dalam proses mengembangkan tingkat berfikir
anak dalam mempelajari matematika. Kemampuan-kemampuan di atas juga
menjadi rujukan bagi para peneliti dan para ahli untuk terus mengembangkan
penelitiannya di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika. Dalam hal
ini terdapat dua kemampuan yang menjadi fokus penelitian sebagai acuan untuk di
teliti yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
Beberapa pertimbangan untuk memfokuskan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis menjadi titik sentral yang perlu dibiasakan dalam cara
berpikir siswa juga sebagai kemampuan yang cenderung banyak diteliti oleh para
peneliti diantaranya merujuk terhadap pernyataan yang diungkapkan oleh
(Depdiknas, 2002: 6) yang menyatakan bahwa, “Materi matematika dan penalaran
matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi
matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dilatihkan melalui belajar
matematika”. Dapat dibayangkan jika para siswa tidak belajar matematika, apa
yang akan terjadi dengan keterampilan berpikir mereka? Pola berpikir inilah yang
perlu dikembangkan dalam cara berpikir siswa, seperti pentingnya menarik
kesimpulan dari beberapa fakta atau data yang mereka dapatkan ataupun mereka
ketahui di dalam maupun di luar konteks matematika itu sendiri. Dalam hal
kemampuan komunikasi, Turmudi (2008) (dalam Ishaq, 2010: 4) mengatakan
bahwa, para siswa harus diberikan kesempatan, dorongan, dukungan untuk
memiliki keuntungan ganda, yaitu mereka berkomunikasi untuk belajar
matematika dan mereka berkomunikasi secara matematika karena matematika
sering diberikan dalam komunikasi simbol, komunikasi tertulis, dan komunikasi
lisan yang berisi gagasan matematika yang tidak selalu dikenal sebagai bagian
penting dalam pendidikan matematika. Kemampuan siswa di sekolah menengah
tersebut menjadi indikator penting untuk diangkat dalam penelitian ini.
Keterangan yang diuraikan di atas secara umum bukan tanpa alasan jika
pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kualitas hidup
dan kesejahteraan suatu negara, salah satu kunci esensial dalam pendidikan justru
pendidikan matematika itu sendiri yang didalamnya terdapat pola berfikir
komunikatif dan logis untuk dibiasakan dalam proses berpikir siswa.
Di dalam pembelajaran matematika khususnya pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph, juga penting diduga bahwa kecenderungan
lemahnya kemampuan matematis secara umum disebabkan karena sikap dan
minat siswa itu sendiri terhadap matematika, disamping banyak faktor lain yang
juga ikut mempengaruhi seperti: faktor guru, faktor matematika itu sendiri yang
bersifat abstrak, dan lain-lain. Menurut Turmudi (2008:1) bertahun-tahun telah
diupayakan agar matematika dapat dikuasai siswa dengan baik oleh ahli
pendidikan dan ahli pendidikan matematika, namun hasilnya masih menunjukkan
bahwa tidak banyak siswa yang menyukai matematika dari setiap kelasnya. Hal
ini menunjukan perlunya mengangkat permasalahan tentang sikap dan minat
5
pembelajaran matematika dengan berbantuan program Autograph sebagai salah
satu fokus utama penelitian ini.
Kemampuan siswa mengilustrasikan dan menginterpretasikan berbagai
masalah dalam bahasa dan pertanyaan-pertanyaan matematika serta
menyelesaikan masalah tersebut menurut kaedah matematika merupakan
karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematis.
Sumarmo (2005 : 7) merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematis
dalam beberapa indikator sebagai berikut: 1) menghubungkan benda nyata,
gambar dan diagram ke dalam ide matematika; 2) menjelaskan ide, situasi dan
relasi matematika secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar grafik
dan aljabar; 3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa simbol
matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika,
membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; 5) membuat
konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, dan 6)
menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Disamping kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika
kemampuan penalaran juga sangat penting. NCTM (2000) juga menggariskan
secara rinci keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematis yang dapat
dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bagian integral dari
kurikulum matematika. Keterampilan-keterampilan kunci penalaran matematis
tersebut adalah mengenal dan mengaplikasikan penalaran deduktif dan induktif;
memahami dan menerapkan proses penalaran dengan perhatian yang khusus
mengevaluasi konjektur-konjektur dan argument-argumen secara logis; menilai
daya serap dan kekuatan penalaran sebagai bagian dari matematika.
Selanjutnya Sumarmo (2005 : 7) merinci karakteristik kemampuan
penalaran matematis dalam beberapa indikator sebagai berikut:
1. Menarik kesimpulan logis;
2. Memberi penjelasan terhadap model, gambar, fakta, sifat, hubungan,
atau pola yang ada;
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;
4. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisa situasi, atau
membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur;
5. Mengajukan lawan contoh;
6. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument,
membuktikan, dan menyusun argumen yang valid; dan
7. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan
pembuktian dengan induksi.
Dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dan penalaran siswa diperlukan pendekatan yang sekiranya dapat mendukung
untuk mengoptimalkan kemampuan tersebut. Ada banyak pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan dalam upaya menumbuhkembangakan kedua
kemampuan tersebut, salah satu pendekatan yang diduga sejalan dengan
karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah
pendekatan kontekstual yang biasanya disebut juga dengan (Contextual Teaching
7
Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru
mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Selain itu juga
memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dan
penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga
masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya (US Department of Education and
the National School-to-Work Office, 2001).
Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan
mengembangkan ketujuh komponen utamanya, sebagai langkah penerapan dalam
pembelajaran (Depdiknas, 2003: 10) yaitu: 1) Mengembangkan pemikiran bahwa
siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menentukan
sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
(constructivism); 2) Melaksanakan sebisa mungkin kegiatan penemuan dalam
proses pembelajarannya (inquiry); 3) Mengembangakan sikap ingin tahu siswa
melalui pertanyaan (questioning); 4) Menciptakan suasana “masyarakat belajar”
dengan melakukan kegiatan belajara dalam kelompok (learning community); 5)
Menghadirkan “model” sebagai alat bantu dan contoh dalam pembelajaran
(modeling); 6) Melakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection); 7) Melakukan
penilaian yang sebenarnya dengan mempertimbangkan setiap aspek kegiatan yang
dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung (authentic assessment).
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang memiliki
beberapa strategi dalam proses pembelajarannya. Center for Occupational
Research and Development (CORD) menyampaikan 5 (lima) strategi bagi
disingkat REACT (dalam Setiawan, 2001) sebagai berikut: a) Relating : belajar
dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupannya; b) Experiencing: belajar
ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan
(invention); c) Applying: belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam
konteks pemanfaatan; d) Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi
interpersonal, dan pemakaian bersama, dan sebagainya; e) Transferring: belajar
melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
Pengaitan antara informasi baru dan pengalaman hidup atau pengetahuan
awal siswa terkadang tidak dapat dilakukan, karena siswa tidak memiliki
pengalaman tersebut sebelumnya. Situasi ini dapat dimanipulasi oleh guru dengan
membuat siswa mengkonstruk pengetahuan baru tersebut dengan menggunakan
pemanipulasian. Proses pemanipulasian dapat dilakukan dengan menggunakan
objek sederhana yang ada di sekitar siswa untuk mewujudkan konsep yang abstrak
menjadi konkret. Sebagai contoh, dalam matematika misalnya dengan
menggunakan program komputer yang bersifat Dynamic Geometry Software,
seperti Autograph.
Sejalan dengan pemahaman di atas salah satu contoh program yang sangat
cocok untuk pembelajaran matematika khususnya Geometri adalah dengan
menggunakan software yang bersifat Dynamic Geometry Software seperti
program Autograph atau variansnya. Autograph dirancang dan dikembangkan
untuk membantu guru dan siswa dalam pembelajaran, yaitu untuk mendalami
geometri sehingga pemakai dengan mudah menggambar atau mengkontruksi
9
dibuatnya baik pada dimensi dua atau bahkan dimensi tiga sehingga pemakai
dapat melakukan eksplorasi terhadap bangun-bangun yang dikontruksikan.
“Autograph adalah suatu software untuk membantu siswa bisa mengatasi
prinsip-prinsip dasar probabilitas, statistik, dan koordinat geometri baik 2D dan 3D.
Autograph berkembang di kelas matematika Sekolah (Inggris), dan versi 3 telah
datang untuk merangkul semua kemungkinan yang ditawarkan dengan
menggunakan proyektor data, papan tulis interaktif dan laptop.” Butler dan
Hatsell (2005: 4).
Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan Dynamic Geometry
Software seperti Autograph dalam pembelajaran matematika, khususnya
geometri. Menurut Becta ICT Advise (Hernadi, 2010: 8) bahwa dengan
menggunakan Dynamic Geometry Software siswa dapat menggunakan komputer
untuk memanipulasi diagram atau gambar secara dinamis, khususnya visualisasi
bangun geometri yang dapat membangkitkan mental bangun geometri, selain
mental aritmetika.
Bagaimanakah kaitan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan
berbantuan program Autograph? Pembelajaran berbantuan program Autograph
haruslah konsisten dengan prinsip kontruksivisme, yaitu: 1) Konstruktivisme
Endogen. Pembelajaran dengan program Autograph yang dikembangkan sesuai
dengan pandangan ini memuat lingkungan microword untuk melakukan
eksplorasi dan konstruksi; 2) Konstruktivisme Eksogen. Pembelajaran dengan
program Autograph yang dikembangkan sesuai pandangan ini memberikan
Konstruktivisme Dialektik. Menekankan pembelajaran pada peran interaksi sosial
dalam proses pengkonstruksian pengetahuan siswa (Sudarman, 2002).
Dari uraian di atas, maka diduga pendekatan kontekstual dengan
berbantuan program Autograph dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa, yang melibatkan cara berfikir dan bernalar,
melakukan kegiatan konstruksi, eksplorasi dan penemuan serta melibatkan
penyampaian informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Pendekatan
pembelajaran kontekstual dengan berbantuan program Autograph diperkirakan
dapat memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa. Mungkinkah pendekatan pembelajaran kontekstual
dengan berbantuan program Autograph ini mampu memberi solusi terhadap
pentingnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa? Hal inilah
yang menarik perhatian penulis untuk meneliti apakah pendekatan pembelajaran
kontekstual dengan berbantuan program Autograph dapat meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa? Oleh karena itu penulis
tertarik dan ingin mencoba untuk mengajukan sebuah studi dengan judul:
“Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA
melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Autograph .
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
11
1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph lebih baik daripada siswa yang belajar
dengan pembelajaran biasa (konvensional)?
2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph lebih baik daripada pembelajaran biasa
(konvensional)?
3. Apakah ada kaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa?
4. Bagaimana sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran
kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang belajar
dengan pembelajaran biasa (Konvensional).
2. Membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan pendekatan pembelajaran
kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang belajar
3. Mengetahui kaitan antara kemampuan penalaran dan matematis siswa.
4. Mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan Autograph .
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Penelitian ini dapat memberikan motivasi kepada guru matematika dalam
memanfaatkan teknologi dan sarana pembelajaran yang telah tersedia
dalam bentuk pembelajaran berbasis komputer berupa program Autograph .
2. Penelitian ini dapat menjadikan suatu alternatif pembelajaran untuk
digunakan di kelas, dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa melalui pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph .
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa
yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan
program Autograph dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
(konvensional).
2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan
13
lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
(konvensional).
3. Terdapat perbedaan pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa
yang belajar dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan
program Autograph dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa
(konvensional).
4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar
dengan pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program
Autograph lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran
biasa (konvensional).
5. Terdapat kaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa.
F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman tentang istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah perlu didefinisikan secara
operasional guna meluruskan pemahaman tentang definisi secara umum.
1. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan dalam menarik
kesimpulan umum dari suatu pola yang diberikan (generalisasi); menarik
kesimpulan berdasarkan aturan inferensi; serta menggunakan pola
hubungan dalam menganalisis situasi untuk membuat analogi.
2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menjelaskan suatu
suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematika (ekspresi
matematika); serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu
gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan
(menulis).
3. Program Autograph adalah suatu program yang memungkinkan siswa
untuk mengkonstruksi objek-objek geometri dalam bentuk dua atau tiga
dimensi, melakukan eksporasi ide-ide dan mengembangkan konjektur,
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain “Kelompok
Kontrol Non- Ekivalen” yang merupakan bagian dari bentuk “Kuasi-Eksperimen”
(Ruseffendi, 2005: 50). Di mana subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi
peneliti menerima keadaan subjek apa adanya. Penelitian dilakukan pada dua
kelas dengan pendekatan yang berbeda. Kelompok pertama (kelompok
eksperimen) diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual berbantuan Program Autograph dan kelompok kedua
(kelompok kontrol) diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran biasa
(konvensional) dengan desain penelitian sebagai berikut:
Kelompok Eksperimen : O X O
Kelompok Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pretes dan postes (tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis)
X : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual berbantuan Program Autograph
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA pada salah satu
sekolah di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. Dipilih siswa kelas X dengan
diteliti. Sampel yang diambil terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas X-1 sebagai kelas
eksperimen dengan jumlah 35 orang dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol yaitu 35
orang yang di pilih dari kelas yang ada. Teknik sampel yang dipakai dalam
penelitian ini adalah menggunakan teknik “Purposive Sampling” yaitu teknik
sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai
pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel
untuk tujuan tertentu (Akdon, 2008: 105). Sebagai “expert” yang menjadi
pengambil pertimbangan adalah kepala sekolah, wali kelas, dan guru bidang studi
matematika yang mengajar, di lihat dari penyebaran siswa tiap kelasnya merata
ditinjau dari aspek kemampuan akademiknya.
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 teknik yang dipakai yaitu teknik tes dan
teknik non tes. Teknik tes merupakan soal tes matematika dengan tujuan untuk
melihat aspek kognitif siswa, sedangkan teknik non tes terdiri dari skala sikap
mengenai pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan
kontekstual berbantuan Program Autograph, keduanya bertujuan untuk melihat
aspek afektif siswa. aturan pemberian skor untuk setiap jawaban siswa ditentukan
berdasarkan pedoman penskoran seperti ditampilkan dalam tabel 3.1 dan Tabel
55
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Skor Indikator
0
Tidak ada jawaban / menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan / tidak
ada yang benar.
1
Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti
argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
2
Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen logis,
dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan benar.
3
Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan
hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen
logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan lengkap/ jelas
dan benar.
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Skor Menulis (written teks) Menggambar (drawing)
Ekspresi Matematika (mathematics
expressions)
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
1
Hanya sedikit dari
penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik, yang benar
Hanya ada sedikit dari gambar, diagram, atau tabel yang benar.
Hanya sedikit dari model matematika yang benar.
2
Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal, namun hanya sebagian yang benar
Melukiskan diagram atau tabel namun kurang lengkap dan benar.
Membuat model matematika dengan benar namun salah dalam mendapatkan solusi
3
Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan diagram, gambar atau tabel secara lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar kemudian melakukan perhitungan dan mendapat solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan, konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis
- -
57
Dalam teknik tes untuk mendapatkan soal tes yang baik, maka soal tes
tersebut harus diujicobakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengukur tingkat
validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya.
Penjelasan tentang analisis dipaparkan sebagai berikut.
a. Analisis Validitas Tes
Rumus untuk menguji validitas tes pada penelitian ini menggunakan rumus
Pearson Product Moment (Arikunto, 2002: 72), yaitu:
2 2
2 2
(
) (
) (
)
(
)
(
)
xy
n
xy
x
y
r
n
x
x
n
y
y
Dengan : r xy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
n = Banyaknya sampel
x = Skor item
y = Skor total
Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi koefisien korelasi menurut Arikunto (2002: 75) yang dapat dilihat
pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < rxy sangat tinggi
Dari tabel harga kritis r product moment, dapat di lihat jika harga rxy
kurang dari harga kritis dalam tabel (rtabel ), maka korelasi tersebut tidak
signifikan. jika harga rxy lebih dari harga kritis dalam tabel (rtabel), maka korelasi
tersebut signifikan. Besarnya signifikansi validitas korelasi juga dihitung dengan
menggunakan uji-t. Rumus yang digunakan adalah rumus yang sudah diketahui
koefisien korelasinya berdasarkan hipotesis berikut:
H0: tidak ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total
H1: ada korelasi setiap butir soal terhadap skor total
Untuk taraf signifikansi = 5%, daerah penerimaannya adalah
1 1
(1 ) (1 )
2 2
-t t t
.
Hasil perhitungan koefisien korelasi dan signifikansi validitas butir soal
ditampilkan dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4
Hasil perhitungan Koefisien Korelasi dan Signifikansi serta Validitas Soal Hasil Uji Coba.
Jenis Tes No. Soal rxy
rtabel (= 5%)
Interpretasi Koefisien
Korelasi
Signifikansi thitung
ttabel (a= 5%) Validitas Kemampuan Penalaran Matematis
1a 0,726
0,334
Validitas
tinggi signifikan 6,070
2,035
ada korelasi
1b 0,694 Validitas
tinggi signifikan 5,533 ada korelasi
2 0,621 Validitas
tinggi signifikan 4,556 ada korelasi
3 0,736 Validitas
tinggi signifikan 6,242 ada korelasi
Kemampuan Komunikasi Matematis
1a 0,601
0,334
Validitas
tinggi signifikan 4,318
2,035
ada korelasi
1b 0,634 Validitas
tinggi signifikan 4,704 ada korelasi
2 0,733 Validitas
tinggi signifikan 6,191 ada korelasi
3 0,760 Validitas
59
b. Analisis Reliabilitas
Rumus untuk menguji reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan
rumus Cronbach’s Alpha, yaitu:
2
11
1
21
i
t
s
n
r
n
s
Dengan : r 11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
n = Banyaknya butir soal
2 i
s = Varians skor setiap item
2 t
s = Varians skor total yang diperoleh siswa
Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan dengan
menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139)
seperti tabel berikut.
Tabel 3.5
Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas
Koefisien Korelasi Interpretasi
0,90 ≤ r11≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi
0,70 ≤ r11< 0,90 reliabilitas tinggi
0,40 ≤ r11< 0,70 reliabilitas sedang
0,20 ≤ r < 0,40 11 reliabilitas rendah
r < 0,20 11 reliabilitas sangat rendah
Dari pemeriksaan uji coba instrumen diperoleh reliabilitas tes kemampuan
kemampuan komunikasi matematis sebesar r = 0,418 (kategori reliabilitas 11
sedang). Secara umum, tes ini tergolong tidak terlalu baik tetapi juga tidak terlalu
buruk. Cara perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran.
c. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda dihitung dengan membagi testee ke dalam dua kelompok
yaitu kelompok atas (the higher group) sebesar 27% yaitu kelompok testee yang
tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) 27% yaitu kelompok
testee yang tergolong rendah.
Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:
keterangan: DP = indeks daya pembeda suatu butir soal
A
S
= jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahB
S
= jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahA
J
= jumlah skor ideal kelompok atas pada butir soal yang diolahHasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi menurut Suherman (2003: 161) seperti tabel berikut.
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 sangat rendah
0,00 < DP ≤ 0,20 rendah
0,20 < DP ≤ 0,40 cukup / sedang
0,40 < DP ≤ 0,70 baik
0,70 < DP ≤1,00 sangat baik
A B A
J S S
61
Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda dari tiap butir soal seperti
pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Hasil perhitungan Daya Pembeda Soal Hasil Uji Coba
Jenis Tes No.
Soal Daya Pembeda Interpretasi
Kemampuan Penalaran Matematis
1a 0,567 Baik
1b 0,500 Baik
2 0,400 Cukup
3 0,567 Baik
Kemampuan Komunikasi Matematis
1a 0,400 Cukup
1b 0,300 Cukup
2 0,533 Baik
3 0,367 Cukup
d. Analisis Tingkat Kesukaran
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran adalah:
T T
S
IK
I
Dengan : IK = Tingkat kesukaran.
ST = Jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir
soal yang diolah.
IT = Jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu
butir soal itu
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan
kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan oleh Suherman (2003: 70)
Tabel 3.8
Kriteria Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi IK = 0,00 terlalu sukar 0,00 < IK ≤ 0,30 sukar 0,30 < IK ≤ 0,70 sedang 0,70 < IK < 1,00 mudah
IK = 1,00 terlalu mudah
Dari hasil perhitungan, diperoleh tingkat kesukaran dari tiap butir soal
seperti pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Hasil perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba
Jenis Tes No.
Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
Kemampuan Penalaran Matematis
1a 0,429 Sedang
1b 0,714 Sukar
2 0,410 Sedang
3 0,743 Sukar
Kemampuan Komunikasi Matematis
1a 0,552 Sedang
1b 0,552 Sedang
2 0,524 Sedang
3 0,533 Sedang
D. Skala Sikap
Dalam teknik non tes, skala sikap yang digunakan peneliti adalah skala
likert dengan jawaban SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS
(Sangat Tidak Setuju). Pilihan jawaban N (Netral) tidak digunakan untuk
menghindari keraguan siswa. Aspek afektif yang ingin diungkap peneliti dalam
hal ini adalah sikap dan minat siswa. Menurut (tim Peneliti PPS, UNY, 2004)
63
adalah keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu objek. Sikap dan minat
yang diukur dalam penelitian ini adalah aspek sikap dan minat siswa terhadap
pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph, aspek
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.
E. Pengembangan Bahan Pengajaran
Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual berbantuan program Autograph terhadap kelas
eksperimen dan konvensional terhadap kelas kontrol. Proses pengajaran dilakukan
dengan memperhatikan cakupan materi yang disesuaikan dengan kurikulum yang
berlaku berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yaitu tentang
Dimensi Tiga. Pembelajaran dikembangkan melalui lembar kerja siswa (LKS)
yang terintegrasi dengan rencan pembelajaran. Penugasan yang diberikan dalam
LKS secara terbimbing dapat memfasilitasi kemampuan siswa untuk menemukan,
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan melakukan proses tanya jawab
sehingga dapat menciptakan suasana masyarakat belajar di dalam kelas.
Proses konstruksi bangun-bangun geometri yang dilakukan siswa
difasilitasi dengan menggunakan komputer yang di dalamnya telah terinstal
program Autograph dengan langkah-langkah konstruksi yang diberikan dalam
LKS.
Pembelajaran konvensional yang diberikan kepada kelas kontrol dilakukan
melalui proses pembelajaran ekspositori. Proses pembelajaran diawali dengan
menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan ketrampilan mengenai
pola/aturan/rumus/ tentang materi, kemudian melalui kegiatan tanya jawab guru
memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum. Setelah itu diberikan
contoh-contoh soal yang berkaitan dan meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal di
papan tulis atau mejanya masing-masing.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan dan alur kerja sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi masalah dan tujuan penelitian.
2. Penyusunan instrumen dan bahan ajar.
3. Melakukan uji coba instrumen.
4. Menganalisis hasil uji instrumen.
5. Melakukan perbaikan instrumen.
6. Melakukan observasi sekolah tempat penelitian dilaksanakan untuk
menentukan kelas yang mempunyai kemampuan setara untuk dijadikan kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
7. Melakukan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui
kemampuan awal siswa terhadap materi yang akan diberikan sebelum
perlakuan dilaksanakan.
8. Melakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbantuan program
Autograph di kelas eksperimen dan pembelajaran biasa (konvensional) di
kelas kontrol.
65
10.Memberikan angket siswa sesudah pembelajaran selesai pada kelas
eksperimen.
11.Menganalisa data dan membuat kesimpulan.
Selanjutnya prosedur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Diagram 3.1 Prosedur Penelitian Identifikasi masalah dan
tujuan penelitian
Penyusunan instrumen dan bahan ajar
Uji coba instrumen
Analisis hasil uji coba
Perbaikan instrumen Pretes
Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual berbantuan program Autograph
Pembelajaran biasa (Konvensional)
Postes
Pengolahan Data
Analisis data
Kesimpulan
G. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis pertama dan kedua dilakukan analisis data
dengan menggunakan rumus statistik perbedaan dua rata-rata terhadap gain kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menguji hipotesis yang ketiga dilakukan uji
korelasi. Jika sebaran data berdistribusi normal maka perhitungan dilakukan
dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson, sedangkan jika
sebaran data tidak normal maka perhitungan menggunakan uji statistik non
parametrik. Untuk memperjelas hubungan antara dua aspek tersebut dilakukan
pengujian asosiasi kontingensi.
Tahapan-tahapan pengolahan data secara statistik dalam menguji hipotesis
diuraikan sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata skor tes, dengan menggunakan rumus:
1
1
Ruseffendi (1993: 103)
,
n i i i n i ix f
x
f
2. Menghitung deviasi standar skor hasil tes, dengan menggunakan rumus:
2 1Ruseffendi (1993: 164)
,
1
n
i i i
x
x
f
s
n
3. Menghitung indeks gain ternormalisasi. Indeks gain ternormalisasi dilakukan
berdasarkan kriteria indeks gain (Meltzer, 2002) dengan rumus:
- -
Gain ternormalisasi ( ) =
skor postes skor pretes67
Dengan kriteria gain seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.10
Kriteria Skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang g ≤ 0,3 Rendah
Hake (1999: 1)
4. Menguji normalitas data dengan uji Chi Kuadrat.
22 1
n
i i i i
O
E
E
Keterangan: n = banyaknya subjek
i
O = frekuensi observasi
i
E = frekuensi ekspektasi
(Nurgana, 1993: 5)
Pengujian normalitas didasarkan pada hipotesis berikut:
H0 : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian:
Untuk taraf signifikansi = 0,01 , H0 diterima jika 2hitung 2tabel dengan
2 2
(1 )
,
Ruseffendi (1998: 293)tabel dk
.Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian statistik
5. Menguji homogenitas varians, dengan menggunakan rumus
2
2
,
Ruseffendi (1998: 295) besarbesar
S S F
Penerimaan homogenitas varians didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
2 2
0 1 2
2 2
1 1 2
:
:
H
H
Untuk taraf signifikansi = 0,01, H0 diterima jika Fhitung < Ftabel.
Dengan Ftabel = F(1-)(dk1/dk2), dk1=(n1-1) dan dk2 = (n2-1) (Ruseffendi, 1998:
295).
6. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan
dengan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t satu pihak).
Penerimaan nilai t didasarkan pada hipotesis statistik berikut:
H0 : μg-eksperimen = μg-kontrol
H1 : μg-eksperimen > μg-kontrol
Untuk taraf signifikansi = 0,01 dan dk = (ne + nk – 2), H0 diterima jiaka
thitung < ttabel (Ruseffendi, 1998: 273).
7. Untuk mengetahui tingkat hubungan antara kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa digunakan Uji Korelasi. Jika sebaran data
berdistribusi normal, maka uji asumsi dilakukan dengan menggunakan rumus
korelasi product moment Pearson, sedangkan uji statistiknya digunakan uji
69
2 Ruseffendi (1998: 376)
2
,
1
n
t
r
r
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek
Untuk taraf signifikansi = 1%, daerah menerimaannya adalah
1 1
(1 ) (1 )
2 2
-t t t
.
Uji ini dilakukan untuk menguji hipotesis yang ketiga. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pembelajaran kontekstual berbantuan Autograph dapat
memberikan pengaruh positif tentang adanya korelasi (hubungan) antara
kedua kemampuan yang diteliti.
Sedangkan untuk mengetahui tingkat asosiasi antara kedua kemampuan yaitu
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, dihitung dengan
menggunakan rumus Chi Kuadrat (χ2) sebagai berikut:
�2 = 0− 2
=1
Keterangan:
= banyak subyek
0 = frekuensi observasi (yang diamati)
= frekuensi ekspektasi (yang diharapkan)
Setelah dilakukan perhitungan, selanjutnya membandingkan antara �2
m-1, dengan m adalah jumlah maksimum dari kolom dan baris. Dengan
kriteria asosiasi jika �2 ≤ �2 , maka dapat dinyatakan bahwa
terdapat asosiasi antara kedua data tersebut.
Untuk menentukan tingkat asosiasi, digunakan rumus koefisien kontingensi
yaitu:
�= �
2
�2+ , Furqon (2004: 256)
Dengan tingkat asosiasi berdasarkan koefisien kontingensi seperti pada
[image:32.595.130.507.238.606.2]berikut:
Tabel 3.11
Tingkat Asosiasi Berdasarkan Koefisien Kontingensi
Koefisien kontingensi Interpretasi
C = 0 tidak mempunyai asosiasi
0 < C < 0,20 Cmaks asosiasi sangat rendah
0,20 Cmaks ≤ C < 0,40 Cmaks asosiasi rendah 0,40 Cmaks≤ C < 0,70 Cmaks asosiasi cukup 0,70 Cmaks ≤ C < 0,90 Cmaks asosiasi tinggi
0,90 Cmaks ≤ C < Cmaks asosiasi sangat tinggi C = Cmaks asosiasi sempurna
Sedangkan � � = −1 , dengan m adalah maksimum jumlah kolom dan
baris.
8. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistika uji-t
jika sebaran data tidak normal maka uji statistik yang digunakan adalah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan temuan yang diperoleh dalam
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
1. Siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran
kontekstual berbantuan program Autograph mengalami peningkatan
kemampuan penalaran matematis lebih baik daripada siswa yang belajar
melalui pembelajaran biasa (konvensional). Kategori yang diperoleh untuk
peningkatan kemampuan penalaran relatif sama yaitu tergolong sedang.
Pencapaian siswa yang diperlihatkan pada skor postes untuk kemampuan
ini lebih dari setengahnya, atau secara umum juga berkategori sedang.
2. Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pendekatan
pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph dan siswa yang
mendapat pembelajaran biasa (konvensional). Kategori yang diproleh
untuk peningkatan kemampuan komunikasi yaitu tergolong sedang.
Pencapaian siswa yang diperlihatkan pada skor postes untuk kemampuan
ini lebih dari setengahnya, atau secara umum berkategori sedang.
3. Terdapat asosiasi yang signifikan antara kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pendekatan kontekstual
97
menyatakan bahwa siswa yang berkemampuan sedang dalam aspek
kemampuan penalaran matematis cenderung sedang pula pada
kemampuan komunikasinya.
4. Sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran kontekstual berbantuan
program Autograph, terhadap pelajaran matematika, dan soal-soal aspek
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis adalah positif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Bagi para guru matematika, pendekatan pembelajaran kontekstual
berbantuan program Autograph dapat dijadikan salah satu alternatif
pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan penalaran
matematis. Kedala yang penulis hadapi diantaranya adalah sulitnya para
siswa memahami suatu program pembelajaran seperti program Autograph
karena memiliki fitur-fitur yang tidak mudah untuk dipelajari. Oleh karena
itu dalam pembelajaran berbasis teknologi hendaknya dipersiapkan sebaik
mungkin agar hasilnya dapat tercapai dengan maksimal.
2. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tingkat yang
berbeda terkait dengan hasil penelitian yang menyebabkan tertolaknya
pendekatan pembelajaran kontekstual berbantuan program Autograph
dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. Beberapa
serta soal-soal untuk aspek kemampuan komunikasi yang diujikan harus
lebih bersifat eksploratif.
3. Program Autograph adalah program yang sangat sesuai dengan
karakteristik matematika khususnya geometri. Selayaknya program ini
dapat dikembangkan secara mandiri di sekolah-sekolah melalui
pelatihan-pelatihan intensif bagi para guru untuk memaksimalkan proses
pembelajaran.
99
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian (edisi kelima). Jakarta: Rineka Cipta.
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen (setakan ke 2). Bandung: Dewa Ruci.
Butler dan Hatsell. (2005). Getting Going with Autograph 3. iCT Training Centre Oundle School, Peterborough, UK.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications, Waco, Texas.
Crawford, M.L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing. Inc. [online].
http://www.cord.org/contextual-teaching. [6 oktober 2005]
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta : Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Depdiknas.
Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in Education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.
Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.
Ishaq. (2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Geometri Sketchpad. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Jonassen, D. (2003). Designing Constructivist Learning Environments (CLEs). Retrieved January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu / ~ jonassen/ courses/ CLE/
Kariadinata, R. (2009). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 2.
Kusumah, Y.(2003). Pemanfaatan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam dalam Seminar Nasional Matematika IV Pendidikan Matematika, Matematika, dan Tantangannya dalam menghadapi Perubahan Kurikulum. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang.
Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning Dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI Bandung.
Komalasari. K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.
Maltin, M. W. (1994). Cognition (Third Edition). State University of New York, Geneseo. Harcourt Brace Jovanovich. Orlando-Florida.
Nurgana, E. (1993). Statistika Penelitian. C.V. Permadi. Bandung.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online].Tersedia: http:// www. nctm. org/ standards/ content. aspx? id=270 [6 Februari 2012].
Raharjo, Marsudi. (2006). Peluang Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA pada LPMP Binaan. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press.
101
Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.
Shadiq, F. (2006). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung. Wijayakusumah.
Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.
Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik Matematics Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32: Universitas Indonesia.
Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
103
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
BERBANTUAN PROGRAM AUTOGRAPH
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika
oleh Ucu Koswara NPM 1007348
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA (S-2)
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian (edisi kelima). Jakarta: Rineka Cipta.
Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen (cetakan ke 2). Bandung: Dewa Ruci.
Butler dan Hatsell. (2005). Getting Going with Autograph 3. iCT Training Centre Oundle School, Peterborough, UK.
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually (The Cornerstone of Tech Prep), CORD Communications, Waco, Texas.
Crawford, M.L. (2001). Teaching Contextually. Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing. Inc. [online]. http://www.cord.org/contextual-teaching. [6 oktober 2005]
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Depdiknas.
Ernest, P. (1995). The one and the many. In L. Steffe & J. Gale (Eds.). Constructivism in Education (pp.459-486). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.
Furqon. (2004). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta.
Hernadi, J. (2010). Survei Kesiapan Guru untuk Penggunakan TIK dalam Pembelajaran Matematika di Kelas. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 1.
Ishaq. (2010). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematik Siswa melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Program Geometri Sketchpad. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Retrieved January 28, 2004, from http://tiger.coe.missouri.edu / ~ jonassen/ courses/ CLE/
Kariadinata, R. (2009). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Yogyakarta: Jurnal EDUMAT PPPPTK volume 2.
Kusumah, Y.(2003). Pemanfaatan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam dalam Seminar Nasional Matematika IV Pendidikan Matematika, Matematika, dan Tantangannya dalam menghadapi Perubahan Kurikulum. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang.
Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning Dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI Bandung.
Komalasari. K. (2011). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.
Maltin, M. W. (1994). Cognition (Third Edition). State University of New York, Geneseo. Harcourt Brace Jovanovich. Orlando-Florida.
Nurgana, E. (1993). Statistika Penelitian. C.V. Permadi. Bandung.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. [Online].Tersedia: http:// www. nctm. org/ standards/ content. aspx? id=270 [6 Februari 2012].
Raharjo, Marsudi. (2006). Peluang Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA pada LPMP Binaan. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Ruseffendi, E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung:Tarsito.
Ruseffendi, E.T.(1991). Pengantar kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito
Rusmini, (2008). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMP melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Cabri Geometry II. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Setiawan, W. (2006). Strategi Pembelajaran Matematika di SMA.Yogyakarta: PPPG Matematika.
Shadiq, F. (2006). Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika. Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi
Revisi).FMIPA-JICA UPI Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (1990). Petunjuk Teknis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung. Wijayakusumah.
Sugiono. (2004). Statistika Non Parametris untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sudjana. (1992). Metoda Statistika, Edisi ke 5. Bandung: Tarsito.
Sumarmo, U. (2004). Pengukuran dan Evaluasi dalam pendidikan. Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Negeri Gorontalo Tanggal 7 Agustus 2005. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sabandar, J. (2001).Aspek Kontekstual dalam Soal Matematika dalamRealistik Matematics Education. Bahan Seminar Sehari tentang RME. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology-Theory and Practice. Fourth Edition. Boston, Allyn and Bacon.
Tambunan, M. T. (2006). Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Prestasi Belajar Siswa. Makalah, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 27-32: Universitas Indonesia.
TIMSS, (2003). International Students Achievement In Mathematics. [Online]. Tersedia:
http://timss.bc.edu/PDF/t03_download/T03_M_Chap1.pdf. [9 Juli 2012]
Yonandi, (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Desertasi SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan