PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN
AKSELERASI PADA MATA PELAJARAN
MATEMATIKA SMU UNTUK MENANGANI
PERBEDAAN INDIVIDUAL SISWA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Dalam Bidang Pengembangan Kurikulum
j*PASC4
*P. .H'V
/ ^
m\
Oleh
Atiyah Suharti
NIM. 019649
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
DiSETUJUl OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing
Prof. Dr. H. Mohammad AH. M.Pd.^MA. NIP. 1308049424
Pembimbing II
IA^ *
Prof. Dr. Utari Sumarmo
MENGETAHUI
Ketua program studi
Pengembangan Kurikulum
ABSTRAK
Akseler^plTXlZ ??** Pe^mbangan Model Pembelajaran
AKseierasi Pada Mata Pelajaran Matematika SMU Untuk Menanaani
Perbedaan Individual Siswa .
Penelitian ini di.atar belakangi oleh suatJ
pom.k,ran tentang pembaharuan model pembelajaran yanq daoat
mengoptimalisasikan kemampuan siswa yang beragam dan berbeda
b^dW
dari segi kemamgpuandminaterbgeayaa
oeiajar dll. Perbedaan individual siswa dalam setiap kelas Dasti ada
untuk meminimalkan perbedaan tersebut dan mengoptfmafkan
kemampuan siswa tentunya dibutuhkan model pembelajaan yaVd^a"
"s'bTdaoa3 ST ^ SatU
™*
"^^mengtaii per^aK
akseitrL? S d,lakukan den9an P^gembangan model pembelajaran
.embar?„L 9a" m!n89unakan "••««« prosesnya modul sebaga"
im^SL"
Ja
VSW*'
Peno,ltian in«' bertujuan untuk menemukan mode
maTema"!kaadilM^Ti
*?*«*<>*
dit°raPka"
™™
pembe.^n
™a'k d' S.MU> beserta dampak terhadap perbedaan indiv dual
JEWELS'
«"*
SlSWa ^
™*ku« mode,
Penelitian ini bersifat pengembangan dengan menaaunakan
pendekatan
research and development
(penelitian dan pengembangan)
Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen
anaket
t^ZZ^ST**
<""
**C ^"^
pen°°,ahan da" -allsis data
k
iL«f«H9
"•nggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan
5S^m«??a mt^da eksperimen de"9a" clesain counter balanced
pada uii^oba ,^^e,ajara:akSe,eraSi diband'"9kan dengan modeNafn
van«
?J£ a
.
,uas« fehmgga ditemukan model pembelajaran mana
^e^^J™™*™
matematika' *»• dapa<
~0«-beriaiana!i POn!,ltian menumukkan P^a uji coba terbatas 1 belum
terb3^
V
SpUaLde"gan y!"9 dlharaPka". ya"9 diperbaiki pada uji cob™
SS tah!' Porba,kannya da,ah Pada P~ses di setiap tahapan, te utama
labih
T,*
TntaS- da" Perbaikan modul. Selanjutnya pada uji co™
diba„dinat awU UJ' C°ba Utama' model Pembelajaran akselerasi
enam kan uii SffS m°de' pembe,a*an °ksP°sit™- Sete.ah dilakukan
model vinn J?.°J«*
^
^ m°de' t0rSebUt' t0,ah namPak bahwa
model yang dapat menangan, perbedaan indidividual siswa adalah
model pembelajaran akselerasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
sTw^eT^" ^l9- :erjad'" dari PrOS9S P^belajaran'aksererasi yakn
hLTIS
9' menjadl *9a' vaitu kelompok akselerasi, kelompok normal
dmhat d°a7Hk rfmediaL Adapu" jika dilihat dari hasi' belajar, dapat
nlmhlif
pembelajaran akselerasi lebih baik dari model pembelajaran ekspositori
V1
f°S *°S bahwa rata"rata ni,ai hasjl Pos tes mode
«uru PmodP:,rbedaaK t,idak ter'ampaU jauh' Dan dari Pendapat sisTa dan'
%%*SX2^^
,8bih —"-""l-n untuk
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ..
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
in
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL .
VI
DAFTAR BAGAN..
VII
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
2
B. Perumusan Masalah
10
C. Tujuan Penelitian
12
D. Manfaat Penelitian
13
BAB II LANDASAN TEORITIS
15
A. Pembelajaran Akselerasi
15
B. Pembelajaran pada Mata Pelajaran Matematika
26
C. Model Pembelajaran Akselerasi Pada Matematika di SMU
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
35
A. Metodologi Penelitian
35
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
39
C. Tehnik Pengumpulan Data
39
D. Penyusunan Instrumen Penelitian
40
BAB IV HASIL PENELITIAN
42
A. Studi Pendahuluan ..
42
B. Pengembangan Model Pembalajaran Akseelerasi
53
C. Analisis Data Hasil Uji Coba
85
D. Pembahasan Hasil Penelitian
BAB V Kesimpulan Dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
....97 ..113 .113
.119
.121
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel-1 Desain Penelitian Counter Balanced
38
2.
Tabel -2 Angket Rencana Pembelajaran
45
3. Tabel-3 Latar Belakang Pendidikan
4?
4.
Tabel - 4 Angket Aktualisasi Guru
48
5. Tabel-5 Minat Siswa Terhadap Matematika
50
6.
Tabel-6 Kemampuan Matematika Siswa
o u
7.
Tabel-7 Sarana dan Prasarana
52
8.
Tabel-8 Hasil Penilaian Modul
54
9. Tabel - 9 Hasil Perbandingan Dua Model Uji Coba utama -1
73
10. Tabel-10 Hasil Perbandingan Dua Model Uji Coba utama-2
79
11 • Tabel - 11 Hasil Perbandingan Dua Model Uji Coba utama -3
85
12. Tabel-12 Efektifitas Model
88
12. Tabel-13 Perbandungan Score Dua Model
89
13. Tabel - 13 Nilai Pos Tes Uji Coba Utama
92
14. Tabel-14 Desain Counter Balanced Penelitian
92
15. Tabel-15 Desain Dan Hasil Pengolahan Data
94
DAFTAR BAGAN
Halaman
1.
Bagan 1.1. Konsep Dasar Pembelajaran
7
2.
Bagan 1.2. Kegiatan Pembelajaran
8
3.
Bagan 1.3. Sistematika Rumusan Permasalahan
14
4.
Bagan 2.1. Mekanisme Pembelajaran Akselerasi
32
5.
Bagan 3.1. Langkah-langkah Penelitian
35
6.
Bagan 3.2. Kerangka Pelaksanaan Penelitian
37
7.
Bagan 4.1. Draf Awal Model Pembelajaran Akselerasi
55
8.
Bagan 4.2. Format Uji Coba terbatas 1
57
9.
Bagan 4.3. Proses dan Hasil Uji Coba Terbatas 1
60
10. Bagan 4.4. Format Uji Coba Terbatas 2
62
11. Bagan 4.5. Proses dan Hasil Uji Coba Terbatas 2
65
12. Bagan 4.6. Format Uji Coba 1Model Pembelajaran Akselerasi
67
13. Bagan 4.7. Format Uji Coba 1Model Pembelajaran ekspositori
69
14. Bagan 4.8. Proses dan Hasil Uji Coba utama 1
72
15. Bagan 4.9. Format Uji Coba 2Model Pembelajaran ekspositori
74
16. Bagan 4.10. Format Uji Coba 2Model Pembelajaran Akselerasi
75
17. Bagan 4.11. Proses dan Hasil Uji Coba Utama 2
78
18. Bagan 4.12. Format Uji Coba 3Model Pembelajaran Akselerasi
80
19. Bagan 4.13. Format Uji Coba 3Model Pembelajaran ekspositori
81
20. Bagan 4.14. Proses dan Hasil Uji Coba 3
84
21. Bagan 4.15. Angket Perbandingan Dua Model Dari Siswa
89
22. Bagan 4.16. Bentuk Akhir Model Pembelajaran Akselerasi
90
23. Bagan 4-15 Model Pembelajaran Akselerasi
107
24. Bagan 4.16. Bentuk Akhir Model Pembelajaran Akselerasi
108
25. Gambar - 2 Perbandingan Minat Matematika siswa
99
26. Gambar - 3Nilai Matematika UAN SLTP
99
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranan di masa
yang akan datang (UUSPN No.20/2003, Ps.1). Dalam RUU SISDIKNAS
dinyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar agar peserta didik aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak dan budi pekerti, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mendukung
hal tersebut maka kurikulum dan pembelajarannya akan menempati posisi
yang strategis sebagai bagian dalam sistem pendidikan. Di Indonesia sistem
pendidikan terdiri dari pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan
menengah (SLTA) dan pendidikan tinggi.
Sekolah menengah adalah pendidikan lanjutan yang diselenggarakan
bagi lulusan pendidikan dasar. Pendidikan menengah berfungsi menyiapkan
siswa untuk dapat melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi atau
hidup di masyarakat. Dalam RPP pendidikan menengah 2002 dijelaskan
bahwa Pendidikan menengah bertujuan:
1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
2. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk bekerja di
3. Menghasilkan lulusan sebagai anggota masyarakat yang mampu
berintegrasi dengan sosial budaya dan alam sekitamya.
Melihat tujuan sekolah menengah sebagaimana diuraikan di atas, maka
kurikulum yang digunakan haruslah dapat mencapai tujuan tersebut. Dan
kurikulum apapun yang digunakan,
pada implementasinya model
pembelajaran apa yang digunakan cukup berpengaruh pada pencapaian
tujuan pendidikan. Karena itu menurut penulis pengembangan suatu model
pembelajaran sangatlah dibutuhkan.
Proses pembelajaran yang lebih mengutamakan kegiatan individual,
di Indonesia masih begitu langka. Salah satu penyebabnya adalah karena
pengembangan kurikulum yang dilakukan bersifat sentralistik, sehingga
model pembelajaran yang dikembangkanpun terbatas dan tidak dapat
melayani keragaman individual. Disamping itu penyebab lainnya adalah
perbandingan antara jumlah siswa dengan fasilitas belajar terutama
ruangan, bangku sekolah, dan jumlah guru yang belum memadai, serta
faktor pembiayaan yang cukup tinggi, Hal ini menyebabkan kebanyakan
sekolah di Indonesia lebih cenderung dilaksanakan secara klasikal, dimana
rata-rata satu kelas terdiri dari 40 - 50 orang siswa. Kondisi seperti ini
menjadi tantangan bagi pengembangan suatu model pembelajaran.
Proses pembelajaran yang mengutamakan kegiatan individual
adalah proses pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual
siswa . Secara umum perbedaan individual siswa digambarkan dalam tugas
perkembangan sesuai dengan usianya, tetapi secara khusus masing-masing
individu sebenarnya mempunyai kekhasannya sendiri-sendiri. Hal tersebut
yang persis sama, hal tersebut karena adanya keragaman dimensi yang
ada dalam diri anak. Perbedaan tersebut menurut Frandsen, dalam bentuk
kematangan mental, kemapuan yang dimiliki, prestasi yang dicapai, minat,
penyesuaian sosial dan emosional, dan kebutuhan yang diinginkan anak.
Jadi perbedaan individual siswa secara khusus diantaranya kemampuan,
minat dan motivasi berprestasi. Berkenaan dengan perbedaan individual
tersebut lebih spesifiknya penulis akan memfokuskannya pada karakteristik
perbedaan individual pada siswa SMU.
Karakteristik siswa SMU identik dengan karakteristik remaja pada
umum yang
mempunyai tugas
perkembangan tertentu.
Tugas
perkembangan remaja antara lain seperti dikemukakan dalam Psikologi
Network
(http://psikologi.net/main/modules)
yang memberikan salah satu
landasan bagi pendidikan yang berorientasi pada perkembangan siswa.
Beberapa tugas perkembangan yang harus dilalui para remaja antara lain
a Mampu menerima keadaan fisiknya
• Mencapai kemandirian secara emosi
• Memperluas hubungan dengan tingkah laku sosial yang lebih dewasa
dlmilfci
S6rta menerima kelebihan maupun kekurangan yang
• Membentuk nilai moral sebagai dasar untuk berprilaku sesuai dengan
tugas perkembangan masa remaja
Masa remaja dikenal dengan masa
storm and stress
di mana terjadi
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Menurut Monks 1985 (Mu'tadin,
2002) mengemukakan bahwa
Pada masa remaja usia 12 sampai dengan 21 tahun terdapat
beberapa fase: a) fase remaja awal yaitu usia 12 tahun sampai dengan
15 tahun, b) remaja pertengahan usia 15 tahun sampai dengan 18
tahun dan c) masa remaja akhir usia 18 sampai dengan 21 tahun dan
sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja
dalam menghadapinya.
Apa yang dikemukakan Mu'tadin tersebut di atas menunjukkan
bahwa fase-fase pada masa remaja menunjukkan karakteristik yang
memiliki kekhususan masing-masing. Tetapi yang paling terdapat muncul
masalah adalah pada masa pubertas. Dan pada masa inilah pada umumnya
duduk di bangku SMU. Pada masa ini perubahan secara fisik dan emosi
sangat drastis, dan sering keseimbangannya terganggu sehingga kurang
stabil. Baik dari pengendalian secara fisik maupun secara emosional. Hal
tersebut ditegaskan oleh Hurlock 1992 (Mu'tadin, 2002):
fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan
16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas
sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase itu remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini memberi dampak baik pada
bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi.
Dari karakteristik perkembangan siswa SMU tersebut di atas dapat
dilihat bahwa siswa SMU adalah siswa remaja yang sedang mengalami
perubahan yang besar baik secara fisik maupun psikis. Sehingga dari segi
kemampuan, minat dan motivasi berprestasipun akan bervariasi dari
masing-masing siswa. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan proses
pembelajaran yang dapat menanganinya.
Proses pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual
siswa harus beracuan pada program yang disusun untuk penanganan
perbedaan individual tersebut Progran tersebut harus dapat mengakomodir
perbedaan kemampuan, minat dan motivasi berprestasi dari siswa.
normal mendapatkan program normal, dan siswa yang kurang mendapatkan
progran remedial. Proses dan program tersebut harus terangkum dalam
suatu model pembelajaran secara utuh.
Berkaitan dengan program percepatan/program akselerasi di
Indonesia secara De jure telah disadari sejak tahun 1983. Hal tersebut
ditunjukkan dalam ketetapan GBHN bahwa diantara seluruh peserta didik
terdapat sekitar 2-3 %adalah siswa berbakat yang harus dilayani secara
khusus. Adapun secara de facto ditunjukkan dalam Undang-undang
pemerintah no. 2tahun 1989 pasal 24 ayat 6yang berbunyi:
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak
menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan
dalam bentuk program percepatan belajar atau program akselerasi.
'
Ketetapan di atas menunjukkan bahwa program percepatan/program
akselerasi di Indonesia masih terbatas pada tipe telescoping kurikulum,
yaitu siswa yang dapat menyelesaikan suatu program lebih cepat dari waktu
yang ditentukan. Sebagaimana yang disampaikan
Akbar dan Hawadi
(2002):
Program Percepatan Belajar atau Program Akselerasi Program
percepatan belajar yang diselenggarakan pemerintah saat ini masih
terbatas pada tipe telescoping curiculum, yaitu siswa yanq
menggunakan waktu yang kurang daripada waktu yang biasanya
digunakan untuk menyelesaikan studi. Sementara di negara-neqara
lain, seperti Amerika Serikat, Australia dan Singapura, tipe akselerasi
yang dipilih adalah subject acceleration, yaitu siswa memperoleh
percepatan bahan ajar yang secara kualitas lebih memperhatikan pada
adanya keunggulan proses berpikir tinggi yang dimiliki anak
berbakat.namun jangka waktu belajar siswa sama dengan siswa
dikelas reguler.
Program akselerasi tersebut secara implementasi disajikan dengan
pembelajaran akselerasi. Pembelajaran akselerasi yang dimaksud mengacu
berarti bahwa pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan siswa, di
samping memperhatikan irama dan tugas-tugas perkembangan, perlu
memandang siswa sebagai kesatuan yang utuh. Lahimya konsep otak kiri
dan otak kanan, teori tentang otak triune (Bobbi De Porter &Mike Hemacki,
1992) dan percepatan belajar (Colin Rose & Malcolm J. Nicholl, 1997).
Sehingga program dan pembelajarannya menjadi suatu kesatuan yang baik
yang dirumuskan menjadi sebuah model pembelajaran.
Karakteristik perkembangan remaja seperti diuraikan di atas, akan
sangat berpengaruh pada pengajaran yang harus diberikan kepada siswa
remaja. Sehingga model pembelajaran yang disajikan benar-benar
membantu tugas perkembangan siswa secara optimal. Model pembelajaran
tersebut sebagai model yang memperhatikan perbedaan individual siswa
akan dapat membantu tugas perkembangan siswa dan keberhasilan siswa
dalam belajar
Suatu program dalam pembelajaran yang benar haruslah didasarkan
pada hakikat pembelajaran dan konsep dasar pembelajaran. Hakikat
pembelajaran sebagaimana dituliskan dalam Kurikulum dan pembelajaran
(UPI,.2002:48):
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi
transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Jadi hakikat pembelajaran kaitannya dengan suatu program pembelajaran
adalah bagaimana program tersebut terkomunikasikan sehingga siswa
program yang dimaksud adalah program akselerasi yang telah ditetapkan
secara matang.
Dan konsep dasar pembelajaran diuraikan dengan bagan sebagai berikut
(UPI. 2002:49): m-KSSiiSSSSSS <_ mmmi ;p:-p:TO;;f '. Menyampaikan universal Memotivasi nasionai Membina instisusional Memonitor kurikuler <- -Mengevaluasi merehabilitasi instruksional 1 * i i I j PERUBAHAN PERILAKU: Kognitif V Afektif Psikomotor ir lii«lisi|li|:lllllllli ^wiSM^MJ
BAGAN 1.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
Konsep pembelajaran di atas menunjukan bagaimana seluruh
komponen dalam proses belajar mengajar saling berkaitan, termasuk
didalamnya program sebagai uraian dari tujuan pembelajaran yang akan
diajarkan kepada siswa. Dalam program akselerasi, program pembelajaran
disesuaikan dengan kapasitas dan kecepatan siswa dalam belajar
Program akselerasi tersebut akan menjadi
bagian dari
model
pembelajaran yang akan dikembangkan dan diteliti.
Pengembangan model pembelajaran pada kegiatan pembelajaran
BAGAN 1.2.
KEGIATAN PEMBELAJARAN
(UPI. 2002:54)
Program yang akan peneliti ambil adalah program pada mata
pelajaran matematika.
Mata pelajaran metematika adalah mata pelajaran yang dianggap
sulit dan tidak disukai oleh siswa, sebagaimana dikemukakan Ruseffendi
(1984:15) yang menyatakan bahwa: "Matematika (ilmu pasti) bagi
anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau
pukan mata pelajaran yang dibenci". Model pembelajaran untuk mata
pelajaran matematika akan memfasilitasi siswa untuk memberdayakan apa
yang dimiliki sebagai potensi dirinya secara alamiah, tanpa tekanan dan
paksaan serta sesuai dengan kemapuan dirinya. Karena pada model
pembelajaran ini lebih menekankan pada pelayanan individual siswa.
Sehingga siswa yang memiliki kemampuan matematikanya kurang dapat
matematikanya lebih dapat lebih cepat dan lebih banyak menyelesaikan
program.
Implementasi suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi
perbedaan individual siswa pada matematika, digunakan alat proses berupa
modul yang akan menjadi aktivitas siswa dalam menyelesaikan suatu pokok
bahasan dalam mata pelajaran matematika. Modul tersebut sebagai suatu
panduan yang komunikatif baik bagi guru maupum siswa, sehingga proses
belajar mengajar dapat berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Russel (Ali, 1996:110) menjelaskan pengertian modul adalah:
Amodule is an instructional package dealing with a single conceptual
unit of subject matter. It is an attempt to individual learning by enabling
the student to
master one unit of content before moving another. A
multy media learning experiences are often presented in a self instructional format. The student controles the rate and intensity of his study...".
Modul yang akan diterapkan pada model pembelajaran tersebut haruslah
dikerangkai oleh prinsip-prinsip pembelajaran akselerasi, sehingga modul
tersebut menjadi bagian dari pengembangan suatu model.
Seiring dengan ketetapan pemerintah no.2 tahun 1989 pasal 24 ayat
6, maka program akselerasi tersebut harus di susun. Penyusunan program
disusun berbentuk modul. Karena modul akan memberikan kesempatan
pada siswa untuk bekerja dan belajar sesuai dengan kecepatannya
(Suryosubroto:14). Hal ini ditunjukkan pula oleh Nasution (1997:205) yang
menyatakan bahwa setiap siswa dianggap tidak akan mendapatkan hasil
yang sama dalam waktu yang sama. Adanya modul akan memberikan
kesempatan pada siswa untuk mencapai taraf tuntas dengan waktu yang
Sistem pengajaran modul telah dicobakan di Proyek Pel
Pembangunan (PPSP), Institut Keguruan dan llmu Penc^
buah IKIP Negeri sejak tahun 1972. Tujuan utama dikX1^J8auyflxui:
sistem modul ini adalah untuk meningkatkan efektifitas danel^iensi
pengajaran di sekolah, karena dengan modul disamping siswa dapat
belajar ke taraf tuntas juga mengaktifkan siswa belajar melalui kegiatan
membaca atau memecahkan soal dengan bahan tertulis (Ali:10).
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa pengembangan suatu model
pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pelajaran
matematika ada beberapa kompetensi dasar yang harus dicapai, yaitu:
pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi
matematika. Hal tersebut seiring dengan yang dikemukakan Utari (2003:11)
bahwa "Kompetensi dasar matematika (SD-SMU) memuat materi pokok dan
kemampuan dasar matematika: pemahaman, pemecahan masalah,
penalaran, koneksi, dan komunikasi matematika". Dan modul yang dibuat
harus dapat mencapai kompetensi dasar tersebut.
B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas di atas dapat dilihat bahwa fokus penelitian adalah
pada pengembangan model akselerasi pada mata pelajaran matematika
untuk penanganan perbedaan individual siswa. Fokus penelitian yang
merupakan rumusan masalah yang akan diteliti sebagaimana dituliskan
pada persoalan secara umum di atas yakni:
model pembelajaran
akselerasi yang bagaimana yang dapat menangani perbedaan
individual siswa pada mata pelajaran matematika SMU?
Beberapa istilah dalam focus penelitian ini dirasa perlu untuk
11
a. Model pembelajaran akselerasi adalah pola pembelajaran yang
berupa seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan
suatu proses pembelajaran dengan menggunakan modul sebagai
media pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas siswa.
b. Perbedaan individual siswa adalah perbedaan individual siswa dalam
kecepatan menyelesaikan modul secara tuntas dan kemampuan
matematikanya. Dan kemampuan matematika adalah hasil belajar
yang merupakan dampak pengajaran meliputi kemampuan siswa
memahami materi yang diajarkan.
Fokus penelitian di atas menuntun saya pada pertanyaan penelitian
yang harus dijawab manakala penelitian telah dilaksanakan
Maka rumusan yang telah diuraikan di atas akan lebih jelas
masalahnya jika diturunkan dalam pertanyaan penelitian.
Pertanyaan penelitian tersebut adalah:
1. Bagaimanakah kondisi pembelajaran matematika sekarang?
1.1. Bagaimanakah desain dan pembelajaran matematika yang ada
sebelum model pembelajaran akselerasi dikembangkan?
1.2. Bagaimanakah kemampuan dan kinerja guru matematika dalam
penanganan perbedaan individual siswa?
1.3. Bagaimana perbedaan individual siswa dalam pembelajaran
matematika?
1.4. Bagaimana kondisi dan pemanfaatan sarana, fasilitas dan
12
2. Apakah model pembelajaran akselerasi yang dikembangkan cocok
untuk penanganan individual siswa?
2.1. Apa yang dibutuhkan siswa dalam pembelajaran dengan
penanganan individual siswa?
2.2. Bagaimana model pembelajaran akselerasi yang dikembangkan
yang sesuai untuk mengatasi kebutuhan tersebut?
2.3. Bagaimana kelayakan model pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan tersebut?
3.
Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan?
3.1.
Bagaimana
kinerja
guru
dalam
melaksanakan
model
pembelajaran akselerasi yang dikembangkan?
3.2.
Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan tersebut?
4.
Bagaimana efektifitas model
pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan ditinjau dari:
4.1.
Penanganan individual siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran ekspositori
4.2.
Kemampuan matematika siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran ekspositori.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
(1) Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika yang digunakan
13
(2) Untuk menemukan rancangan model pembelajaran akselerasi untuk
penanganan individual kemampuan matematik siswa SMU
(3) Untuk mengetahui pelaksanaan model pembelajaran akselerasi yang
dikembangkan.
(4) Untuk dapat mengetahui efektifitas penggunaan model pembelajaran
akselerasi yang dikembangkan dalam penanganan individual
kemampuan matematika siswa SMU dibandinkan dengan model
pembelajaran ekspositori.
D. Manfaat Penelitian.
1. Bagi Pakar: Penelitian ini merupakan pembuktian pengembangan
model pembelajaran akselerasi dan hasil pembuktian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan terhadap landasan konsep, prosedur
dan
pembelajaran
akselerasi
itu
sendiri.
Sehingga
hasil
pengembangan model akselerasi tersebut dapat dijadikan salah satu
altematif pilihan strategi mengajar oleh penyusun dan pengembang
kurikulum. Hal tersebut sabgat erat kaitannya dengan pengembangan
kurukum berdifersifikasi yang tengah dikembangkan saat ini. Dan
pengembangan model pembelajaran ini benar-benar dapat
menangani perbedaan individual siswa.
2. Bagi praktisi: Penelitian ini memberikan pengalaman kepada guru
sebagai
pengembang kurikulum di lapangan, tentang cara
mengembangkan model pembelajaran akselerasi pada mata
pelajaran matematika khususnya. Mulai dari cara menyusun
14
Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
acuan bagi guru-guru yang laindalam meningkatkan kualitas dan
mengembangkan model pembelajaran akselerasi untuk mata
pelajaran matematika di SMU
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodoloqj penelitian
a Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
kuantitatif
a Metode penelitian yang digunakan adalah research and ri^^,
karena penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan model
teknologi instruksional (pembelajaran)
• Langkah-langkah penelitiannya
Bagan 3.1 LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
(Modifikasi dari tulisan Borg &Gall, 1979 )
36
Penjelasam langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
a) Studi pendahuluan:
Kegiatatan yang dilakukan dalam studi pendahuluan adalah :
• Mengkaji beberapa literatur untuk mendapatkan gambaran
model pembelajaran akselerasi
a Melakukan pra-survei ke lapangan untuk mendapatkan
gambaran
kondisi
pengajaran
pada
mata
pelajaran
matematika dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti
kurikulum, guru, siswa, PBM, dan sarana/fasilitas yang
tersedia.
b). Perencanaan dan penyusunan model
Kegiatan yang dilakukan pada perencanaan dan penyusunan model
adalah:
• Menyusun desain model pembelajaran akselerasi yang
meliputi: materi, tujuan, metode mangajar, strategi pengajaran,
media pengajaran dan alat evaluasi.
• Merencanakan uji coba lapangan yang meliputi : bentuk
kegiatan, tempat kegiatan, dan waktu
a Menyusun draft awal model yang meliputi : tujuan, tema,
materi, urutan kegiatan dan alat evaluasi
a Mendiskusikan
kepada
para
ahli
kurikulum
(dosen
pembimbing) untuk memperbaiki draft awal model yang di uji
cobakan.
37
c). Uji Coba model
Kegiatan yang dilakukan pada uji coba adalah uji coba terbatas dan
uji coba yang lebih luas. Kegiatan yang dilakukan dalam uji coba terbatas
adalah implementasi desain model pada satu kelas, mengevaluasi, dan
mengadakan revisi untuk penyempumaannya. Sedangkan kegiatan yang
dilakukan pada uji coba luas dalah mengadakan pre-test, implementasi
desain model. Mengevaluasi, mangadkan post test, dan pada akhirnya
mengadakan revisi untuk penyempumaan, sehingga memperoleh model
pembelajaran akselerasi yang terbaik.
Bedasarkan langkah-langkah penelitian di atas, dapat dirumuskan kerangka
pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
PERKEMBANGAN SISWA SESUAI AZASEMANSIPASI
MENUJU KEUTUHAN DAN KEMANDIRIAN
•-'^'•l""*^**^*—Tff|| IMil Ml lllll
!UIWIUtMUil»»Mli8IBWmJL--Bagan 3.2.
KERANGKA PELAKSANAAN PENELITIAN
Pada uji coba terbatas difokuskan pada evaluasi proses di suatu
sedangkan pada uji coba lebih luas selain difokuskan kep^Sggj^!
proses, juga difokuskan kepada evaluasi hasil yang melibka^SP
matematika kelas Idi beberapa sekolah yang telah ditentukan
Pada uji coba terbatas difokuskan kepada evaluasi proses, sehingga
tidak memerlukan model pembanding untuk mengujinya. Sedangkan pada
uji coba lebih luas, selain untuk evaluasi proses, difokuskan pula kepada
evaluasi hasil, sehingga harus ada model pembanding yang dalam hal ini
model ekspositori. Oleh sebab itu pada uji coba lebih luas tersebut
menggunakan
desain counter balanced experiment,
sebagai berikut:
Group 1 R X, OX20
Group 2 R X2OX, O
Pada kelompok pertama diberikan periakuan X, (model pembelajaran
akselerasi) selanjutnya diberikan periakuan X2 (model pembelajaran
ekspositori). Selanjutnya pada kelompok ke dua diberikan periakuan
X2 (model pembelajaran ekspositori) terlebih dahulu, baru kemidian
periakuan X, (model pembelajaran akselerasi). Jika disistematikakan dengan
pagan sebagai berikut:
Kelompok Periakuan Pos tes j Periakuan
Pos tes
I x,
0 ! ^ 2X 0
II
x2
o
| X]
0
Tabel. 1
I
39
Keterangan:
X, = model pembelajaran akselerasi
X2 = model pemnelajaran konstructif
O = post tes
B. Lokasi dan Subfek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMU Bina Darma 2, SMUN 23
Bandung, SMU Plus Muthahari, dan SMUN 1 Cileunyi. Alasan dipilihnya
lokasi penelitian adalah:
q Di SMU ini masih sangat sedikit penelitian tentang pengembangan
model pembelajaran.
• Di SMU ini kompetensi dasar siswa dalam memahami mata pelajaran
matematika masih rendah
a Di SMU ini perbedaan individual siswa data pembelajaran matematika
cukup signifikan.
Adapun sebagai subjek penelitian untuk uji coba terbatas adalah:
• Gum Matematika di SMU Bina Darma 2dan SMUN 23 Bandung
a Siswa Kelas Idi SMU bina darma 2 dan SMUN 23 Bandung
Dan sebagai subjek penelitian ubtuk uji coba lebih luas:
• Siswa dan guru matematika kelas ISMUN 1 Cileunyi
• Siswa dan guru matematika kelas ISMU plus Muthahari
C. Tehnik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
40
(1) Observasi, digunakan untuk menggali kemampuan gum, kondisi
lingkungan serta sarana dan fasilitas yang ada. Serta data tentang
perolehan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran akselerasi.
Untuk pendalaman data yang diperoleh dari tes.
(2) Studi Dokumenter, digunakan untuk mengumpulkan data tentang
kurikulum dan model pembelajaran akselerasi serta data tertulis
lainnya.
(3) Wawancara dilakukan terhadap ahli kurikulum, ahli mata pelajaran
matematika, kepala sekolah, guru dan siswa untuk mendapatkan data
tentang tanggapan serta berbagai masalah yang dihadapi dalam
implementasi kurikulum.
(4) Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru
tentang model pembelajaran akselerasi
(5) Test digunakan untuk mendapatkan data tentang perolehan hasil
belajar siswa.
P. Penyusunan Instrumen Penelitian
Instrumen penalitian disusun sesuai dengan alat pengumpilan
data sesuai dengan alat pengumpulan data seperti yang telah dikemukakan
di atas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan instrumen
penelitian adalah:
1. Menyusun kisi-kisi penelitian untuk memudahkan dalam menentukan
dan menyusun alat pengumpulan data, sesuai dengan jenis data
41
2. Membuat kerangka pertanyaan setiap alat pengumpul data yang
telah ditentukan beserta kemungkinan jawabannya
3. Memvalidasi instrumen.
4. merevisi instrumen.
5. memperbanyak instrumen sebanyak subjek penelitian
E. Analisis Data
Data studi pendahuluan yang telah dikumpulkan melalui alat
pengumpulan data akan dilakukan pengolahan dan dianalisa dengan
pengkajian secara mendalam dan melihat kecendemngan, sehingga
diperoleh gambaran tentang desain kurikulum dan kegiatan belajar
mengajar matematika, kemampuan gum, dan problem yang dihadapinya
dalam implementasi kurikulum, aktivitas siswa dalam KBM, serta
[pemanfaatan sarana dan lingkungan.
Dalam uji coba terbatas, analisa data dilakukakan dengan
pendekatan kualitatif dalam rangka evaluasi proses pelaksanaan,
sedangkan uji coba yang lebih luas dilakukan analisis perbandingan pos tes
dari dua model, yakni model pembelajaran akselerasi dan model
pembelajaran ekspositori sebagai pembanding.
Hasil uji coba digunakan bagi revisi model, sehingga ditemukan
model pembelajaran akselerasi yang cocok dalam pembelajaran matematika
di SMU. Dan perbandingan model-model untuk mengetahui model mana
yang lebih baik untuk penanganan individual, serta efektifitas model tersebut
113
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan.
Berdasarkan temuan di lapangan terhadap pengembangan model
pembelajaran akselerasi untuk menangani perbedaan individual dan
kemampuan matematika siswa SMU, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Pengajaran matematika sebelum model pembelajaran akselerasi
dikembangkan ini kurang memperhatikan perbedaan individual siswa
dalam hal kemampuan dan minat siswa, sehingga pencapaian tujuan
pembelajaran matematika tidak optimal dan tidak merata.
2.
Salah satu model yang dapat dikembangkan untuk mengatasi
perbedaan individual siswa serta meningkatkan kemampuan siswa
adalah model pembelajaran akselerasi dengan medianya adalah
modul, sebagai media untuk mengetahui perbedaan individual siswa.
Desain model pembelajaran akselerasi disusun berdasarkan
kurikulum, GBPP/silabus yang telah dimodifikasi yang mencakup
materi, tujuan, metode dan strategi pembelajaran, serta evaluasi.
Adapun pokok bahasan matematika yang diuji cobakan adala pangkat
rasional dan bentuk akar, perbandingan trigonometri dan fungsi
trigonometri, serta logaritma. Sehingga modul yang disusun adalah
pokok bahasan tersebut. Selain modul, disusun pula latihan dan
latihan pengayaan, Desain akhir model pempelajaran akselerasi
114
BENTUK AKHIR MODEL PEMBELAJARAN AKSELERASI
DESAIN I Perencanaan Mata Pelajaran Pokok Bahasan Waktu TPK KBM
Media & sumber Evaluasi
: Matematika
: Disesuaikan dengan poko bahasan yang terdapatdalaGBPP
matematika kelas I SMU
: Disesuaikan dengan waktu yang dialokasikan dalam silabus Matematika kelas I semester 1 SMU
: Diturunkan dari TPU atau kompetensi dasar dim GBPP : Tahap orientasi, tahap belajar mandiri, tahap penanganan
Individual dan tahap transfer.
: Modul, lembar latihan, buku paket, dll.
: 1. tertulis : ketunyasan modul & latihan, tes.
2. lisan (tidak terstruktur)
II Implementasi
5. TAHAP ORIENTASI
• Menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai • Menjelaskan mekanisme akselerasi
• Memberikan motivasi pada siswa agar dapat belajar mandiri
• Mengelompokan siswa ataupun individual
• Memberitahukan letak lembaran-lembaran yang harus dikerjakan siswa
6. TAHAP BELAJAR MANDIRI
• Memberikan modul sebagai media proses belajar mandiri siswa
• Bersama-sama memahami dan menyelesaikan modul, dengan diskusi, melihat
referensi lain, bertanya, dll 7. TAHAP PENANGANAN INDIVIDUAL
• Penanganan gurui terhadap individual siswa sesuai dengan kecepatan siswa
dalam menyelesaikan modul, untuk pemeriksaan modul harus dilakukan
dengan cepat dan tepat.
• Memberikan layanan terhadap siswa yang sulit menyelesaikan modul, atau
memberikan modul yang berisi prasyarat materi yang sedang dibahas.
8. TAHAP TRANSFER
• Memberikan atau siswa mengambil modul yang baru jika siswa telah menyelesaikan modul, latihan, dan latihan pengayaan sebelumnya
• Siswa memahami mekanisme akselerasi.
• Terjadi pengelompokan siswa, yang alselerasi, normal dan remedial. Mekanismenya: w LATIHAN Muuul w LATIHAN PENGAYAAts i r dst nya ^
LATIHAN ^ MODUL
^
^
Evaluasi/Penilaian
a Tertulis : modul, latihan dan tes (essay atau pilihan ganda)
a Lisan (tak terstruktur)
Bagan 5.1.
115
3.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran akselerasi pada
mata pelajaran matematika meliputi:
(a) tahap orientasi, pada tahap ini siswa benar-benar harus
memahami mekanisme akselerasi dan cara menggunakan modul.
Sedangkan guru pada tahap ini harus menjelaskan mekanisme
akselerasi secara tuntas
(b) tahap belajar mandiri, pada tahap ini siswa mengerjakan modul
matematika yang disediakan, jika tetah selesai tuntas dilanjutkan
dengan latihan dan selanjutnya latihan pengayaan.
(c) tahap penanganan individual, pada tahap ini bagi siswa harus
aktif untuk bertanya, atau melanjutkan ke latihan yang
disediakan, dan seterusnya.yang cepat dapat mengikuti
akselerasi kendatipun jumlahnya sedikit. Pada tahap ini guru
harus proaktif dalam memotivasi siswa untuk aktif, sehingga
mengetahui kualifikasi siswa dalam ketuntasan belajar mandiri.
(d) tahap transfer, pada tahap ini baik siswa maupun guru telah
memahami tujuan dan proses pembelajaran akselerasi dengan
saling memahami antar kualifikasi yang terjadi pada pertemuan
KBM saat itu.
Pada setiap tahapan tersebut, pada pelaksanaannya guru cukup
kooperatif dalam memahami dan melaksanakan model pembelajaran
akselerasi yang dikembangkan. Sehimgga model pembelajaran ini
116
Adapun proses pengembangan model dilakukan sebagai berikut:
Penilaian model pembelajaran akselerasi dalam penelitian ini
dilakukan melalui penilaian desain, proses pelaksanaan , hasil belajar
dan efektifitas model.
• Penilaian desain dilakukan dengan mengajukan desain model kepada
ahli kurikulum dan ahli bidang matematik, hasil penilaiannya adalah
bahwa model pembelajaran akselerasi yang dibuat cukup memadai
dan untuk meihat layak atau tidaknya dilaksanakan guru mata
pelajaran
matematika
menilai
bahwa
model
tersebut dapat
dilaksanakan/layak untuk dilaksanakan.
a Penilaian proses pelaksanaan dilakukan melalui pengamatan peneliti,
participanr observer, serta tanggapan siswa,. Dalam penilaian proses
baik peneliti, pengamat lain maupun siswa berpendapat bahwa model
ini baik untuk dilaksanakan, dengan catatan ada beberapa hal yang
harus diperbaiki, diantanya modul.
• Hasil belajar efektifitas model dilakukan melalui Proses yang berjalan
dan pos tes dengan membandingkan dengan model pembelajaran lain
yang setara. Efektifitas model dalam hal prosesnya model
pembelajaran akselerasi dapat dengan cepat mengkualifikasikan
siswa, sehingga treatment yang harus dilakukan guru kepada siswa
jelas sesuai dengan kualifikasinya. Dalam hal ini terutama siswa yang
kualifikasi atas dan bawah tertangani dengan baik.
• Perubahan yang terjadi antara model awal dan akhir terlihat dalam
117
dalam langkah-langkah pembelajaran. Hal itu didapat dari hasil uji coba
terbatas maupun uji cuba lenih luas
4.
Efektifitas model pembelajaran akselerasi dibanding dengan model
pembelajaran ekspositori dapat ditinjau dari:
a Penanganan individual siswa: pada model pembelajaran
akselerasi penanganan individual siswa sangat efektif terjadi
dibanding model pembelajaran ekspositori yang secara realitas
tidak dapat menangani perbedaan individual siswa dalam
kemampuan matematikanya.
p Kemampuan matematika siswa: kemampuan siswa yang didapat
dari hasil pos tes setelah pembelajaran, antara model
pembelajaran akselerasi dan model pembelajaran ekspositori
berbeda. Rata-rata nilai dari model pembelajaran akselerasi lebih
tinggi, meskipun tidak terlampau jauh perbedaannya dengan
model pembelajaran ekspositori.
• Respon dari siswa pada tahap belajar mandiri cukup antusias
dalam mengerjakan modul matematika, bahkan bagi siswa yang
kualifikasi rendah dalam kemampuan matematikpun cukup
respon dalam mengerjakan modul. Bagi siswa yang lambat
memehami modul ada berbagai sebab, antara lain karena
pemahaman terhadap bahasa modul, atau konsep prasyaratnya
yang belum terstruktur, untuk mengatasi ini dalam pengajaran
118
disediakan berbagai referensi untuk menggali lagi konsep
yang tedahulu.
• Dengan perhitungan ANAVA terhadap dua model pembelajaran
yang di uji cobakan menunjukan bahwa ada perbedaan antara
kedua
model
pembelajaran
tersebut
dalam
mencapai
kemampuan matematika siswa, Dalam hal ini model
pembelajaran akselerasi lebih efektif dari pada model
pembelajaran ekspositori. Model pembelajaran akselerasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan modul
sebagai media, dalam hal ini tentunya membutuhkan tingkat daya
baca siswa yang tinggi. Pada penelitian ini siswa yang tingkat
kemampuan membaca biasa sudah menunjukkan peningkatan
kemampuan matematikanya, apa lagi jika didukung kemampuan
daya baca matematika siswa yang tinggi.
Dengan demikian secara umum penelitian dapat disimpulkan bahwa
pengembangan model pembelajaran akselerasi untuk penanganan individual
dan kemampuan matematika siswa SMU cukup efektif dan baik untuk
dilaksanakan dan dikembangkan lebih lanjut. Dari mulai draf awal, uji coba dan
model akhir pembelajaran akselerasi, hasil pengembangan model ini efektif
untuk penanganan individual siswa dan cukup baik untuk meningkatkan
kemampuan matematika siswa SMU. Meskipun demikian ada beberapa hal
yang masih harus diperbaiki dan dilengkapi, yang masih kurang dalam
B. Rekomendasi
\\ |ffcfr^ffi>,
Dari temuan peneliti ini dapat diajukan beberapa rekomend^foj|E££Svr*'
bahan pertimbangan dalam pengembangan model pembelajaran akselerasi
adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika untuk menanganani perbedaan individual
siswa hendaknya dilaksanakan dengan pengembangan model
pembelajaran akselerasi dengan media prosesnya modul yang
disusun secara tencana dan berkualitas.
2. Sebelum mengembangkan model pembelajaran akselerasi dalam
matematika perlu mempersiapkan rancangan modul dalam model
yang akan dikembangkan beserta prosedur pelaksanaan dan
penilaiannya.
3.
Dalam rancangan model hendaknya media proses, baik berupa
modul, LKS, ataupun lainnya telah tersedia lengkap untuk minimal
satu semester KBM.
4. Dalam pengembangan model pembelajaran akselerasi perlu
dikembangkan strategi pembelajaran yang dapat memotivasi siswa
untuk belajar mandiri, tuntas dan percaya diri akan kemampuan
masing-masing.
5. Penilaian pembelajaran akselerasi hendaknya dilakukan secara
menyeluruh, mulai dari desain, pelaksanaan model, hasil prestasi
siswa dan efektifitas model.
6. Kemampuan efektif membaca siswa secara umum, dan kemampuan
120
efektifitas pelaksanaan model pembelajaran akselerasi, sehingga usaha
meningkatkan kemampuan membaca siswa sangat dibutuhkan dalam
121
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.(1996).
Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru
Blank, W.E. (1982;.
Handbook For Developing Competency Based
Educational ang Training. New Jersey: Engle Wood Clifft
Bloom; James H. (1982)
Human Characteristics And School Learning.
USA;
Holt Rinehart and Wnnston Inc.
Borg, WR &Gail, MD. (1979). Educational Reseach An Introduction. New York
: Longman Inc.
Dembo, Myron H.(1977).
Teaching for Learning: Applying Educational
Psychology in Classroom.USA:Goodyear
Pulishing Company.
Depdiknas. (2001).
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matetika.
Jakarta : Puskur Depdiknas.
Departemen Agama. (2001).
Usulan Rancangan Undang-Undang Pendidikan.
Jakarta: Depag
Depdikbud.
(1993).
Kurikulum
1994,
Landasan
Progran
dan
Pengembangan.Pusat Pengembangan Kurikulun dan Sarana
Pendidikan
Depdikbud. (1995;.
Petunjuk Teknis Mata Pelajaran Matematika.
Jakarta :
Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Frandsen, Arden N. (1957).
How Children Learn: An Educational Psychology.
USA ; The McGraw-Hill Book Company.
Fenstermacher, Gary Dand Goodlad, John 1.(1983). Individual Differences And
The Common Curriculum; Eighty Second Yearbook on The
National Society for The Study of Education. Illionis: The
University of Chicago Press.
Hamid Hasan, S. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta : P2LPTK
Joice, B. &Weil, M. (1980).
Models Of Teaching.
Second Edition. Engle Wood
Cliffs N.J.: Prentice Hall International, Inc.
Meier, Dave. (1999). The Accelerated Learning Handbook, Indonesian Edition
Mu'tadin, Z. (2002). Mengenai Kecerdasan Emosional Remaja. Ja
psikologi com.
Nana Syaodih, S. (1997). Pengembangan Kurikulum Teori dan
Pra/cte/cBandung: Rosdakarya.
Nasution S. (1988). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Hamalik O. (1990). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Psikologi Network. (2003). http://Dsikoloqi.net/main/ modules
Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika. Bandung :
Tarsito
Romiszowski, A.J. (1981). Designing Instructional System, Decision Making
In Course Planning and Curriculun Design. New York : Kogan
Page, Nichols Publishing.
Rose Colin & Malcolm, J.N. (1997). Accelerated Learning For 21 Century,
Indosian Edition. Jakarta : Penerbit Nuansa.
Seels, B.B. & Richey, R.C. (1994). Instructional Technology : The Definition
And Domain of The Field. Assosiation for Educational
Communication and Technology. Woshington D.C.
Taba, Hilda. (1962). Curriculum Development: Theory ang Practice Foundation,
process, stratigy for planning both primary ang secondary
curricula. USA: Harcourt, Brace & World.
Tim Pengembang MKDK. (2002). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung
:Universitas Pendidikan Indonesia.
Utari, S. (2003). Pembelajaran Matematika Untuk mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Makalah). Bandung. UPI.
Zeis, R.S. (1976). Curricullum Principles And Foundation . New York: Harper &