• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENYIRAMAN

DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

SKRIPSI

OLEH :

EMI VIDYA ARIFINA 150301141 AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(2)

ANALISIS KARAKTER FISIOLOGI DAN KUALITAS HASIL BEBERAPA GENOTIPE UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) PADA BERBAGAI TINGKAT PENYIRAMAN

DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

SKRIPSI

OLEH :

EMI VIDYA ARIFINA 150301141 AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

(3)
(4)

i ABSTRAK

EMI VIDYA ARIFINA : Analisis karakter fisiologi dan kualitas hasil beberapa genotipe ubi jalar (Ipomoea batatas L.) pada berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan. Toleransi ubi jalar terhadap kekeringan merupakan sifat fisiologis yang sangat kompleks. Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel. Upaya yang masih mungkin dapat dilakukan untuk meningkatan produksi ubi jalar antara lain dengan menggunakan bibit unggul maupun bibit lokal yang mampu mengatasi masalah pada lahan kering. Peningkatan produksi ubi jalar juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya ialah perluasan areal tanam baru. Perluasan areal tanam baru dilakukan dengan penggunaan lahan sawah. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Tandem Hilir I Deli Serdang dan analisis dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Maret-Juli 2019, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis karakter fisiologi (klorofil a, b dan total klorofil, enzim superoksida dismutase, hidrogen peroksida, kadar air relatif daun, kandungan betakaroten dan grading umbi segar) beberapa genotipe ubi jalar (Ipomoea batatas L.) (varietas Beta-1 warna umbi oranye, aksesi lokal Perbaungan warna umbi oranye, dan aksesi lokal Cengkeh Turi warna umbi kuning) pada berbagai tingkat penyiraman (P1 = penyiraman sangat terbatas (disiram sampai 1 bulan interval 10 hari), P2 = penyiraman terbatas (disiram sampai 2 bulan interval 10 hari) dan P3 = penyiraman optimum (disiram sampai 4 bulan interval 10 hari)). Parameter amatan diamati pada 1 bulan dan 2 bulan setelah tanam (BST). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa genotipe ubi jalar memiliki respons yang berbeda terhadap tingkat penyiraman. Genotipe ubi jalar menunjukkan perbedaan tidak nyata pada karakter fisiologi namun berpengauh nyata pada kualitas hasil umbi ubi jalar. Aksesi Cengkeh Turi memiliki produksi tertinggi untuk kategori grading umbi segar kelas A sedangkan aksesi Perbaungan memiliki produksi terendah pada grading umbi segar kelas C. Perlakuan tingkat penyiraman juga tidak memberikan pengaruh nyata pada karakter fisiologi dan kualitas hasil umbi.

Kata Kunci : karakter fisiologis, cekaman kekeringan, ubi jalar, lahan sawah.

.

(5)

ii ABSTRACT

EMI VIDYA ARIFINA: Analysis of the physiological characters and yields quality of several sweet potato genotypes (Ipomoea batatas L.) at various levels of watering in rainfed rice fields. The tolerance of sweet potato to drought is a complex physiology character. Lack of water in plants will affect cell turgor so that it will affect cell growth and development, protein synthesis, and cell wall synthesis. The Efforts that possible to increase production of sweet potato are using high-yielding seeds and local seeds that are able to overcome problems on dry land. Increasing sweet potato production can also be done in various ways, one of which is the expansion of new planting area. Expansion of the new planting area is done by using paddy fields. The research was conducted in the rice field of Tandem Hilir I Deli Serdang Village and the analysis was carried out at the Tissue Culture Laboratory of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in March to July 2019, using a Randomized Block Design (RBD) with 2 factors. This research aims was to analyze the physiological character is (chlorophyll a, b and total chlorophyll, superoxide dismutase enzyme, hydrogen peroxide, the relative water content of leaves, beta-carotene content in tubers and fresh tuber grading) of several sweet potatoes genotypes (Beta- varieties 1, local accession Orange, and local Cengkeh Turi accession) on various levels of watering (P1 = very limited watering (watered to 1 months with 10 days interval), P2 = limited watering (water drop to 2 months with 10 days interval) and P3 = optimum watering (watered to 4 months with 10 days interval)). The observation parameters were observed at one month and 2 months after planting. The results of this experiment indicate that sweet potato genotypes have different responses to watering rates. Sweet potato genotypes showed no significant difference in physiological characteristics but had a significant effect on the quality of sweet potato tuber yields. CengkehTuri Accession has the highest production in the class A fresh tuber grading category while Perbaungan accession has the lowest production in class C. Watering treatment also showed no significant effect on the physiological character and quality of tuber yields.

Keywords: physiological character, drought stress, sweet potato, paddy field

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidamanik pada tanggal 25 Juni 1997 anak ketiga dari 3 bersaudara dari ayahanda almarhum Misnan dan Ibunda Juriah.

Tahun 2015 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sidamanik dan pada tahun 2015 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis memilih minat Agronomi, Program Studi Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroteknologi), asisten praktikum di Laboratorium Agroklimatologi pada tahun 2017-2019, Laboratorium Dasar Agronomi pada tahun 2018, Laboratorium Perbanyakan Tanaman 2018, Laboratorium Teknologi Budidaya Tanaman Pangan pada tahun 2019, serta Laboratorium Fisiologi Adaptasi Tanaman Tropis pada tahun 2019.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Persero Nusantara III, Kebun Aek Nabara Utara, Bilah Hulu, Labuhan Batu pada Juli- Agustus tahun 2018. Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN-PPM) di Desa Baru Pasar 8,Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat pada Juli-Agustus 2019.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul skripsi ini adalah “Analisis Karakter Fisiologi dan Kualitas Hasil Beberapa Genotipe Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Berbagai Tingkat Penyiraman di Lahan Sawah Tadah Hujan” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nini Rahmawati, S.P, M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu

Ir. Ratna Rosanty Lahay, M.P., selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda almarhum Misnan, Ibunda Juriah, kakanda Dwi Indah Yani, abangda Pari Erjaka atas semangat, do’a dan dukungannya serta kepada teman-teman di Laboratorium Agroklimatologi, Agronomi, dan Teknologi Budidaya Tanaman Pangan.

Penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2019

Penulis

(8)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim... 5

Tanah ... 6

Genotipe Ubi Jalar ... 7

Tingkat Penyiraman ... 8

Penanaman Ubi Jalar di Lahan Sawah... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian... 15

Persiapan Lahan ... 15

Persiapan Bibit ... 15

Persiapan Media Tanam ... 15

Penanaman ... 15

Pemupukan Dasar ... 15

Penyiraman ... 16

Pemeliharaan ... 16

(9)

vi

Penyulaman ... 16

Pengangkatan Batang ... 16

Penyiangan dan Pembumbunan ... 16

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17

Panen ... 17

Analisis Karakter Fisiologi ... 17

Parameter Pengamatan... 17

Jumlah Klorofil a, b dan Total ... 17

Hidrogen Peroksida (H2O2) ... 18

Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase ... 19

KAR (Kadar Air Relatif) Daun ... 20

Kandungan Betakaroten pada Umbi ... 21

Grading Umbi Segar ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Pembahasan ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 46

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kandungan Klorofil a beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 1 BST ... 22 2. Kandungan Klorofil b beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 1 BST ... 22 3. Kandungan Total Klorofil beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 1 BST 23 4. Kandungan Klorofil a beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 2 BST 24 5. Kandungan Klorofil b beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 2 BST ... 25 6. Kandungan Total Klorofil beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 2 BST 25 7. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 1 BST ... 25 8. Hidrogen Peroksida beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 2 BST ... 26 9. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar

terhadap berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan

pada 1 BST ... 27 10. Enzim Superoksida Dismutase (SOD) beberapa genotipe ubi jalar

terhadap berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan

pada 2 BST ... 28 11. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 1 BST ... 28 12. Kandungan Air Relatif beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan pada 2 BST ... 29

(11)

viii

13. Kandungan Betakaroten beberapa genotipe ubi jalar terhadap berbagai

tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan ... 30 14. Grading umbi segar kelas A beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan ... 31 15. Grading umbi segar kelas B beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan ... 31 16. Grading umbi segar kelas C beberapa genotipe ubi jalar terhadap

berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan ... 31

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Bagan plot penelitian... 46

2. Bagan penanaman pada plot... 47

3. Deskripsi varietas ubi Jalar Beta-1 ... 48

4. Prosedur analisis Enzim Superoksida Dismutase (SOD) ... 50

5. Data Klorofil a pada 1 BST ... 51

6. Sidik ragam Klorofil a pada 1 BST ... 51

7. Data Klorofil a pada 1 BST BST setelah transformasi ... 52

8. Sidik ragam Klorofil a pada 1 BST BST setelah transformasi ... 52

9. Data Klorofil b pada 1 BST ... 53

10. Sidik ragam Klorofil b pada 1 BST... 53

11. Data Total Klorofil pada 1 BST ... 54

12. Sidik ragam Total Klorofil pada 1 BST ... 54

13. Data Klorofil a pada 2 BST ... 55

14. Sidik ragam Klorofil a pada 2 BST ... 55

15. Data Klorofil a pada 2 BST setelah transformasi ... 56

16. Sidik ragam Klorofil a pada 2 BST setelah transformasi ... 56

17. Data Klorofil b pada 2 BST ... 57

18. Sidik ragam Klorofil b pada 2 BST... 57

19. Data Klorofil b pada 2 BST setelah transformasi ... 58

20. Sidik ragam Klorofil b pada 2 BST setelah transformasi .. 58

21. Data Total Klorofil pada 2 BST ... 59

(13)

x

22. Sidik ragam Total Klorofil pada 2 BST ... 59

23. Data Total Klorofil pada 2 BST setelah transformasi ... 60

24. Sidik ragam Total Klorofil pada 2 BST setelah transformasi ... 60

25. Data Hidrogen Peroksida pada 1 BST ... 61

26. Sidik ragam Hidrogen Peroksida pada 1 BST... 61

27. Data Hidrogen Peroksida pada 1 BST setelah transformasi ... 62

28. Sidik ragam Hidrogen Peroksida pada 1 BST setelah transformasi ... 62

29. Data Hidrogen Peroksida pada 2 BST ... 63

30. Sidik ragam Hidrogen Peroksida pada 2 BST... 63

31. Data Hidrogen Peroksida pada 2 BST setelah transformasi ... 64

32. Sidik ragam Hidrogen Peroksida pada 2 BST setelah transformasi ... 64

33. Data Enzim SOD pada 1 BST ... 65

34. Sidik ragam Enzim SOD pada 1 BST ... 65

35. Data Enzim SOD pada 1 BST setelah transformasi ... 66

36. Sidik ragam Enzim SOD pada 1 BST setelah transformasi ... 66

37. Data Enzim SOD pada 2 BST ... 67

38. Sidik ragam Enzim SOD pada 2 BST ... 67

39. Data Enzim SOD pada 2 BST setelah transformasi ... 68

40. Sidik ragam Enzim SOD pada 2 BST setelah transformasi ... 68

(14)

xi

41. Data Kadar Air Relatif Daun pada 1 BST ... 69

42. Sidik ragam Kadar Air Relatif Daun pada 1 BST ... 69

43. Data Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST ... 70

44. Sidik ragam Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST ... 70

45. Data Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST setelah transformasi ... 71

46. Sidik ragam Kadar Air Relatif Daun pada 2 BST setelah transformasi ... 71

47. Data Kandungan Betakaroten Umbi ... 72

48. Sidik ragam Kandungan Betakaroten Umbi ... 72

49. Data Grading umbi segar kelas A ... 73

50. Sidik ragam Grading umbi segar kelas A ... 73

51. Data Grading umbi segar kelas A setelah transformasi ... 74

52. Sidik ragam Grading umbi segar kelas A setelah transformasi ... 74

53. Data Uji DMRT Grading umbi segar kelas A ... 75

54. Data Grading umbi segar kelas B... 76

55. Sidik ragam Grading umbi segar kelas B ... 76

56. Data Grading umbi segar kelas B setelah transformasi ... 77

57. Sidik ragam Grading umbi segar kelas B setelah transformasi ... 77

58. Data Grading umbi segar kelas C... 78

59. Sidik ragam Grading umbi segar kelas C ... 78

60. Data Grading umbi segar kelas C setelah transformasi ... 79

61. Sidik ragam Grading umbi segar kelas C setelah transformasi ... 79

(15)

xii

62. Data Uji DMRT Grading umbi segar kelas C ... 80 63. Foto kegiatan penelitian ... 80 64. Foto kegiatan analisis ... 81

(16)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) atau dikenal juga dengan istilah ketela rambat merupakan tanaman yang termasuk ke dalam jenis tanaman palawija, dapat berfungsi sebagai pengganti bahan makanan pokok dikarenakan tanaman ubi jalar merupakan sumber karbohidrat (Handawi, 2010).

Produksi ubi jalar nasional dari tahun 2014 sampai tahun 2018 mengalami penurunan yaitu sebesar 2.382.658 ton (2014) menjadi 1.914.244 ton (2018). Luas areal panen ubi jalar pada tahun 2014-2018 juga mengalami penurunan yaitu sebesar 156.758 ha (2014) menjadi 106.226 ha (2018) (BPS, 2018).

Peningkatan produksi ubi jalar dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya ialah perluasan areal tanam baru. Perluasan areal tanam baru dilakukan dengan penggunaan lahan sawah. Di beberapa sentra produksi, ubi jalar ditanam di lahan sawah pada musim kemarau setelah panen padi. Penanaman ubi jalar di lahan sawah dapat memberikan keuntungan yang lebih baik dan juga penyedia bahan pangan fungsional (Andika et.al, 2018).

Upaya yang masih mungkin dapat dilakukan untuk meningkatan produksi ubi jalar antara lain dengan menggunakan bibit unggul maupun bibit lokal yang mampu mengatasi masalah pada lahan kering. Dengan menggunakan bibit unggul maupun bibit lokal diharapkan dapat mengetahui klon ubi jalar yang tahan terhadap kekeringan (Sasongko, 2009).

Senyawa betakaroten yang terkandung pada umbi ubi jalar kuning/orange dan antosianin pada ubi jalar ungu dapat bermanfaat bagi kesehatan. Betakaroten

(17)

2

memiliki aktivitas provitamin A dan antosianin dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga berperan positif terhadap pemeliharaan kesehatan tubuh. Senyawa fenol pada ubi jalar juga berfungsi sebagai antioksidan, kandungan serat pangan dan nilai glikemik indeks (GI) ubi jalar yang relatif rendah memberi nilai tambah bagi komoditas ini sebagai pangan fungsional (Ginting et.al, 2011).

Respons tanaman terhadap kekurangan air dapat dilihat berdasarkan aspek fisiologi, morfologi, tingkat pertumbuhan, dan juga produktivitas. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif terhadap kekurangan air. Kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi turgor sel sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel (Solichatun et.al, 2005). Sedangkan Trustinah (1994) menyebutkan bahwa air yang tak tercukupi pada tanaman ubi jalar dapat menurunkan bobot brangkasan atau bagian vegetatif tanaman sekitar 33% dan kehilangan hasil umbi pada kondisi terdera kekeringan 42,7% serta asosiasi kekeringan dan hama boleng mencapai 63.3%, jumlah cabang tidak terpengaruh cekaman kekeringan.

Toleransi ubi jalar terhadap kekeringan merupakan sifat fisiologis yang sangat kompleks (Ekanayake dan Colins, 2004). Hingga saat ini, walaupun perubahan fisiologis dan morfologis akibat cekaman kekeringan sudah banyak dilaporkan, namun tidak diperoleh hubungan yang konsisten antara sifat-sifat tersebut dengan hasil.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian terhadap beberapa genotipe ubi jalar untuk mengetahui pengaruh cekaman kekeringan dengan

(18)

3

mengatur berbagai tingkat penyiraman pada tanaman ubi jalar di lahan sawah tadah hujan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter fisiologi dan kualitas hasil beberapa genotipe ubi jalar pada berbagai tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan.

Hipotesis Penelitian

Adanya perbedaan karakter fisiologi dan kualitas hasil beberapa genotipe ubi jalar, tingkat penyiraman dan interaksi keduanya di lahan sawah tadah hujan.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh data dalam penyusunan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(19)

4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Sistematika tanaman ubi jalar adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Convolvulales, Famili: Convolvulaceae, Genus: Ipomoea, Spesies: Ipomoea batatas (L.) Lam (van Steenis, 2003).

Tanaman ubi jalar memiliki 2 tipe akar, yaitu akar penyerap hara disebut akar sejati dan akar penyimpanan energi hasil fotosintesis yang disebut umbi. Akar serabut dapat tumbuh di kedua sisi tiap ruas pada bagian batang yang bersinggungan dengan tanah (Sarwono, 2005).

Batang ubi jalar berbentuk silinder dan panjang, seperti hal nya pada ruas tergantung pada pertumbuhan kultivar dan ketersediaan air dalam tanah. Kultivar tegak memiliki panjang sekitar 1 meter, sedangkan yang menyebar dapat mencapai panjang lebih dari 5 meter. Beberapa kultivar memiliki batang dengan karakteristik melilit. Panjang ruas dapat bervariasi dari pendek sampai sangat panjang, dan diameter batang bisa tipis atau sangat tebal (Huaman, 1992).

Daun ubi jalar berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata, sedangkan bagian ujung daun meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun adapula yang bersifat menjari. Tangkai daun melekat pada buku- buku batang (Suparman, 2007).

Pada kelopak daun akan tumbuh bunga. Bunga ubi jalar berbentuk terompet, tersusun dari lima helaian daun mahkota, lima helaian daun bunga dan satu tungkai putik. Mahkota bunga berwarna putih atau putih keungu-unguan. Bunga ubi jalar

(20)

5

mekar pada pagi hari pukul 04.00-11.00. Apabila terjadi penyerbukan buatan bunga akan membentuk buah. buah ubi jalar tersebut akan berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras, dan berbiji (Rukmana, 1997).

Berdasarkan bentuk umbi, ubi jalar mempunyai 9 tipe umbi, yaitu bulat (round), bulat elips (round elliptic), elip (elliptic), oval dibawah (ovale), oval diatas (obote), bulat panjang ukuran kecil (oblong), bulat panjang ukuran besar (long oblong), elip ukuran panjang (long elip) dan panjang tak beraturan (long irregulaer).

Berdasarkan bentuk permukaan umbi, terdiri dari 4 tipe yaitu alligator like skin, vein, horizontal contriction dan longitudinal grooves. Berdasarkan warna kulit, terdiri dari 9 tipe, yaitu putih (white), krem (crem), kuning (yellow), jingga (orange), jingga kecoklatan (brown orange), merah muda (pink), merah tua (red), merah ungu (purple red), dan biru tua (dark purple) (Apriliyanti, 2010).

Syarat Tumbuh Iklim

Tanaman ubi jalar memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan tumbuh karena penyebaran terletak pada 30º LU dan 30º LS. Di Indonesia yang beriklim tropis, tanaman ubi jalar dapat ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Ubi jalar yang ditanam pada ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut akan memperpanjang masa panen dan menurunkan hasil umbi (Deputi Menegristek, 2008).

Tanaman ubi jalar membutuhkan intensitas sinar matahari yang sama dengan tanaman padi atau setara dengan tanaman jagung dalam ketahanannya terhadap kekeringan. Ubi jalar dapat ditanam pada kelembaban yang sama dengan kelembaban

(21)

6

yang dibutuhkan oleh jagung. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh subur apabila iklim panas dan lembab. Ubi jalar memerlukan paling sedikit empat bulan musim panas dan jumlah sinar yang cukup selama periode pertumbuhannya (Jedeng, 2011).

Kelembaban memiliki pengaruh yang menentukan pertumbuhan ubi dan produksi. Kadar air daun adalah (86%), batang (88,4%) dan umbi (70,6%).

Kelembaban penting untuk mencapai perkecambahan yang baik. Tanah juga harus tetap basah selama masa pertumbuhan (60-120 hari), meskipun pada panen kelembaban harus rendah untuk mencegah busuk umbi (Sartika, 2011).

Tanah

Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada tanah dengan kondisi pH 4,5 - 7,5 namun yang optimal untuk umbi pada pH 5,5 - 7,5 dan tanaman ubi jalar menghendaki tanah yang gembur agar hasil umbinya besar (Direktorat Budidaya Tanaman Kacang dan Umbi, 2013).

Ubi jalar dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun hasil terbaik akan didapat bila ditanam pada tanah lempung berpasir yang kaya akan bahan organik dengan drainase yang baik. Perkembangan umbi akan terhambat oleh struktur tanah bila ditanam pada tanah lempung berat sehingga dapat mengurangi hasil dan bentuk umbinya sering berbenjol-benjol dan kadar seratnya tinggi. Apabila ditanam pada lahan yang sangat subur akan banyak tumbuh daun tetapi hasil umbinya sangat sedikit (Jedeng, 2011).

Tanaman ubi jalar tidak tahan terhadap genangan air, tanah yang becek atau berdrainase buruk dan akan mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun menguning dan umbi membusuk. Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH)

(22)

7

4,5-7,5, tetapi yang optimal untuk pertumbuhan umbi pada pH 5,5-7. Sewaktu muda tanaman membutuhkan kelembaban tanah yang cukup (Sartika, 2011).

Genotipe Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, yang terdiri dari jenis-jenis 6 lokal dan beberapa varietas unggul. Jenis-jenis ubi jalar tersebut mempunyai perbedaan yaitu pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Yuliasri, 2012).

Genotip lokal ubi jalar umumnya memiliki sifat spesifik lokasi, apabila ditanam di daerah lain hasilnya tidak maksimal. Genotip yang beradaptasi luas memiliki keuntungan yaitu dapat memberikan hasil yang tinggi pada agroekosistem yang beragam, sedangkan kerugiannya yaitu umbi yang dihasilkan tidak sesuai dengan selera konsumen di daerah tersebut (Jusuf et.al, 2008).

Genotipe lokal Perbaungan dapat meningkatkan bobot rataan umbi dan indeks panen. Hal ini dikarenakan varietas lokal mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi dan adaptasi tanaman juga pertumbuhan yang sangat baik sehingga memperoleh umbi yang baik (Zulkadifta, 2018).

Genotip lokal Cengkeh Turi umbi orange nyata meningkatkan jumlah umbi kelas B, dan C. Pada genotip lokal Cengkeh Turi umbi orange menghasilkan umbi kelas B yang banyak. Walaupun fenotip genotip lokal Cengkeh Turi umbi orange merupakan respon genotip terhadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan Adrianus (2012) yang menyatakan bahwa perbedaan penampilan fenotip hasil umbi dari

(23)

8

berbagai jenis varietas merupakan akibat dari respon genetik terhadap lingkungan.

Gen-gen yang beragam dari masing-masing varietas tervisualisasikan dalam karakter yang beragam pula. (Andika et.al, 2018).

Senyawa betakaroten dan antosianin pada ubi jalar kuning yang bermanfaat bagi kesehatan perlu ditonjolkan untuk menghapus citra ubi jalar yang dianggap sebagai makanan inferior. Betakaroten memiliki 100% aktivitas provitamin A dan antosianin dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga berperan positif terhadap pemeliharaan kesehatan tubuh (Ginting, 2011).

Dengan tersedianya varietas unggul maupun genotype lokal yang memiliki toleransi yang baik terhadap kekeringan maka ubi jalar dapat diusahakan secara komersial dan kehilangan hasil serta biaya produksi dapat ditekan. Pemuliaan tanaman ubi jalar yang ditujukan untuk perbaikan toleransi terhadap kekeringan belum secara khusus dilakukan di Indonesia (Jusuf et.al, 2005).

Tingkat Penyiraman

Air merupakan komponen yang sangat vital bagi tanaman karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Kehilangan air pada jaringan tanaman dapat menurunkan turgor sel, meningkatkan konsentrasi makromolekul serta senyawa-senyawa berberat molekul rendah yang terakumulasi serta mempengaruhi membran sel dan potensial air sel tanaman. Karena air berperan penting bagi tanaman, maka secara langsung ataupun tidak langsung kekurangan air dapat mempengaruhi semua proses metabolisme tanaman yang selanjutnya menurunkan pertumbuhan tanaman (Ai dan Patricia, 2013).

(24)

9

Kelembaban tanah yang dibutuhkan ubi jalar pada awal pertumbuhan berkisar antara 60-70 %, pada pertengahan pertumbuhan 70-80%, dan akhir pertumbuhan memerlukan kelembaban 60%. Walaupun ubijalar termasuk tanaman yang toleran terhadap kekeringan namun kekeringan yang panjang akan menggangu pembentukan umbi (Flach and Rumawas, 1996). Deraan kekeringan pada ubi jalar dapat menurunkan hasil umbi segar 37-42,7% (Trustinah 1994; Rahayuningsih et.al, 2005).

Cekaman kekeringan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan vegetatif tanaman seperti bobot tajuk, luas daun, panjang sulur dan jumlah cabang juga menurun namun kepadatan stomata cenderung meningkat pada tanaman yang mendapat cekaman kekeringan (Rahayuningsih 2002). Prabawardani et.al, (2008) melaporkan pada kondisi stres air, biomass tanaman, luas dan berat daun serta bobot umbi menurun dan terdapat korelasi yang erat antara bagian vegetatif tanaman dan hasil umbi.

Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury dan Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.

Menurut Hapsari et.al (2011) menyatakan pengairan pada tanaman ubi jalar pada kekeringan yang terdiri atas tiga tingkatan pengairan yaitu: P0 (pengairan sangat terbatas) = pertanaman diairi sejak tanam hingga umur empat minggu dengan selang waktu 10 hari, P1 (pengairan terbatas) = pertanaman diairi sejak tanam hingga umur delapan minggu dengan selang waktu 10 hari, P2 (pengairan optimum) = pertanaman

(25)

10

diairi sejak tanam hingga panen dengan selang waktu 10 hari.

Hapsari dan Mejaya (2016) meneliti pengairan terbatas pada ubi jalar menyebabkan kehilangan hasil sebesar 5-30% dan varietas unggul Beta-2 mampu memberikan hasil umbi/plot 51,34 kg pada pengairan terbatas dan 61,93 kg pada pengairan normal. Kekeringan pada ubi jalar dapat menyebabkan penurunan panjang sulur sebesar 25% (60 hst) dan 29% (90 hst). Deraan kekeringan juga menyebabkan luas daun berkurang 30% dan bobot umbi kategori sangat besar (>300g) berkurang 33%.

Penanaman Ubi Jalar di Lahan Sawah

Lahan sawah adalah suatu tipe penggunaan lahan, yang untuk pengelolaannyaa memerlukan genangan air. Oleh karena itu, sawah selalu mempunyai permukaan datar atau yang didatarkan, dan dibatasi oleh pematang untuk menahan air genangan (Sofyan et.al, 2007)

Penggenangan juga menyebabkan terjadinya perubahan pH tanah. Pada tanah mineral masam mengakibatkan nilai pH tanah akan meningkat dan pada tanah basa akan mengakibatkan nilai pH tanah menurun mendekati netral. Pada saat penggenangan pH tanah akan menurun selama beberapa hari pertama, kemudian mencapai minimum dan beberapa hari kemudian pH akan meningkat kembali secara asimtot untuk mencapai nilai pH yang stabil sekitar 6,7-7,2 (Hartatik et.al, 2007).

Sementara bila tanah sawah digunakan untuk tanaman palawija, maka sifat tanah berubah kembali mendekati ke sifat tanah asalnya. Pada Vertisol, perubahan kembali ke sifat tanah asal lebih jelas terlihat. Setelah satu siklus pergiliran tanaman, padi-palawija-padi, terjadi proses pedoturbasi, yaitu proses perubahan kembali ke

(26)

11

sifat tanah asal karena sifat-sifat tanahnya sendiri, yang dalam hal ini sifat mengembang-mengkerut (Hardjowigeno et.al, 2004).

Ubijalar umumnya ditanam di lahan sawah sesudah padi dengan irigasi terbatas pada awal musim kemarau atau di lahan kering pada awal hingga pertengahan musim hujan (Widodo et.al, 2003).

Penanaman ubi jalar sebagian besar ditanam di lahan kering dan hanya sebagian kecil ditanam di lahan sawah dengan berbagai jenis tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol yang umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah rendah. Ubi jalar yang ditanam di lahan sawah biasanya dilakukan menjelang musim kemarau atau musim tanam ketiga setelah padi. Pada musim tersebut air tidak mencukupi untuk tanaman padi dan untuk memotong siklus hama dan penyakit pada tanaman padi (Putra dan Permadi, 2011).

(27)

12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Desa Tandem Hilir I Kec.

Hamparan Perak Kab. Deli Serdang, dan analisis karakter fisiologi dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan laut, mulai dari bulan Maret sampai dengan Juli 2019.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan yaitu bibit setek batang ubi jalar, varietas Beta 1, genotipe lokal perbaungan dan genotipe lokal Cengkeh Turi sebagai objek yang akan diamati, pupuk Urea, TSP, dan KCl untuk pemupukan dasar, air untuk menyiram tanaman, kertas saring, label, aluminium foil, aquadest, TCA (Asam Trikloroasetat), Monokalium fosfat (KH2PO4), KI (Kalium Iodida), Hidrogen Peroksida (H2O2) 30%, ethanol 96%, ethanol 80%, petroleum ether, EDTA, PVP (Polyvinylpyrrolidone), nitrogen cair, L. methionin, NBT, riboflavin, CBB G-250, asam posfor, dan bahan- bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan yaitu cangkul untuk mengolah lahan dan membersihkan gulma, pacak sampel sebagai penanda, meteran untuk mengukur lahan, timbangan analitik untuk menimbang bahan-bahan, gembor untuk menyiram tanaman, handsprayer, gelas ukur, tabung reaksi, oven, mortal dan alu, pH meter, spektrofotometer UV/VIS, kalkulator, sentrifuse, tube, tip pipet serta alat pendukung lainnya.

(28)

13

Metode Percobaan

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I : Genotipe ubi jalar (G) dengan 3 jenis yaitu:

G1 : Varietas Beta 1

G2 : Genotipe lokal Perbaungan G3 : Genotipe lokal Cengkeh Turi

Faktor II: Tingkat Penyiraman (P) dengan 3 taraf yaitu:

P1 = Penyiraman Sangat Terbatas (disiram sampai 1 bulan interval 10 hari) P2 = Penyiraman Terbatas (disiram sampai 2 bulan interval 10 hari)

P3 = Penyiraman Optimum (disiram sampai 4 bulan interval 10 hari) Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 9 kombinasi, yaitu : G1P1 G1P2 G1P3

G2P1 G2P2 G2P3

G3P1 G3P2 G3P3

Jumlah ulangan (blok) : 3 ulangan Jumlah guludan : 27 guludan Jarak antar guludan : 30 cm Jarak antar blok : 50 cm

Ukuran guludan : 200 cm x 100 cm

Jarak tanam : 30 cm x 100 cm

Jumlah tanaman/guludan : 6 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 162 tanaman

(29)

14

Jumlah sampel/guludan : 3 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 81 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i : 1,2,3 j : 1,2,3 k : 1,2,3 Dimana:

Yijk : Data hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan genotipe (G) taraf ke-i dan tingkat penyiraman (P) ke-j dan pada ulangan ke-k

µ : Nilai tengah ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan genotipe pada taraf ke-j

βk : Efek perlakuan tingkat penyiraman pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara perlakuan genotipe taraf ke-j dan tingkat penyiraman tara ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, perlakuan genotipe taraf ke-j dan tingkat penyiraman taraf ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1995).

(30)

15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal lahan dibersihkan dari gulma yang tumbuh dan sisa-sisa akar tanaman pada areal tersebut. Lalu dibuat plot percobaan dengan dengan ukuran panjang 200 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 30 cm dengan jarak antar blok 50 cm dan jarak antar guludan 30 cm pada sekeliling daerah dibuat parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari adanya genangan air di sekitar areal penelitian.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan adalah Varietas Beta 1, Genotipe lokal Perbaungan, dan Genotipe lokal Cengkeh Turi,. Panjang stek batang 25 cm dan ukuran bibit relatif sama.

Penanaman

Stek batang yang digunakan berukuran 25 cm seragam. Ditanam tegak lurus dengan pangkal stek dibenamkan (1/3 bagian stek) sehingga tinggi 2/3 bagian stek berada di atas permukaan tanah. Setiap lubang ditanami dengan 1 stek. Penanaman dilakukan pada tiap guludan.

Pemupukan Dasar

Pupuk dasar diberikan sesuai dengan dosis anjuran yaitu pupuk Urea sebanyak 200 kg/ha (setara 40 g/guludan) dan KCl sebanyak 100 kg/ha (setara 20 g/guludan) pada saat tanaman berumur 1 MST dan 6 MST, serta pupuk SP-36 diberikan seluruhnya sebanyak 100 kg/ha (setara 20 g/guludan) pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam. Aplikasi pupuk dasar dilakukan dengan cara ditugal

(31)

16

atau secara larikan di sekitar tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2012).

Penyiraman

Penyiraman bibit dilakukan pada pagi dan sore hari sesuai perlakuan yang telah ditetapkan menurut Hapsari et.al (2011) yaitu, penyiraman sangat terbatas (penyiraman sejak tanam hingga umur empat minggu dengan selang waktu 10 hari), penyiraman terbatas (penyiraman sejak tanam hingga umur delapan minggu dengan selang waktu 10 hari), penyiraman optimum (penyiraman sejak tanam hingga panen dengan selang waktu 10 hari).

Pemeliharaan Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada saat 1 MST setelah penanaman di bertujuan untuk mengganti adanya setek yang rusak atau tidak tumbuh.

Pengangkatan Batang

Pengangkatan batang bertujuan mencegah terbentuknya umbi-umbi kecil.

Pengangkatan atau pembalikan batang dilakukan pada umur 50 HST atau pengangkatan batang dilakukan berdasarkan pengamatan adanya akar yang tumbuh pada ruas-ruas batang.

Penyiangan dan Pembumbunan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan

(32)

17

mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu. Pembumbunan dilakukan pada umur 4 MST hingga 8 MST dengan interval satu minggu.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan cara manual dengan mencabut tanaman yang terkena penyakit dan diganti dengan tanaman transplanting, sedangkan pada tanaman yang terkena penyakit menjelang tanaman panen tidak diganti dengan tanaman transplanting. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit.

Panen

Panen dilakukan pada saat ubi jalar berumur 16 MST. Panen dilakukan dengan cara mencabut dan mengangkat tanaman hingga terlihat bagian umbi di dalam tanah. Tanaman dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel. kemudian umbi dipotong dari pangkal batang tanaman.

Analisis Karakter Fisiologi

Analaisis karakter fisiologi dilaksanakan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam dan 2 bulan setelah tanam.

Parameter Pengamatan

Kandungan Klorofil a, b dan Total

Analisis klorofil dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam menghitung jumlah klorofil a, b dan total adalah metode Wintermans and De Mots (1965).

Klorofil diekstraksi dengan cara daun digerus menggunakan ethanol 96%. Setelah itu disaring menggunakan kertas saring, kemudian larutan dipindahkan ke dalam tabung

(33)

18

reaksi sehingga diperoleh ekstrak daun sebanyak 25 ml. Disiapkan alat spektrofotometer UV/VIS dan diatur panjang gelombangnya, dimasukkan larutan ethanol 96% (blanko) sebagai penetral, dikeluarkan larutan blanko tersebut kemudian secara bergantian dimasukkan larutan ekstrak tersebut ke dalam alat spektrofotometer UV/VIS. Larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Total klorofil, klorofil a, klorofil b dalam satuan g/mg dihitung dengan menggunakan rumus:

Klorofil a = {(13.7 x A665) – (5.76 x A649)} /10 Klorofil b = {(25.8 x A649) – (7.60 x A665)} / 10 Total klorofil = {(6.10 x A665) + (20.0 x A649)} / 10 A665 = absorbansi ekstrak klorofil pada 665 nm

A649 = absorbansi ekstrak klorofil pada 649 nm Hidrogen Peroksida (H2O2)

Analisis radikal bebas yaitu hidrogen peroksidase dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis diamati berdasarkan metode yang dilakukan oleh Sergiev et.al (1997). Analisis dilakukan dengan mencampurkan ekstrak enzim daun sebanyak 0,1 g dengan 1 ml TCA (Asam Trikloroasetat), lalu disentrifuse dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.

Supernatan yang diperoleh sebanyak 200 μL lalu ditambahkan dengan 0,5 ml buffer potasium fosfat 10 mM pH 7 dan 1 ml KI. Larutan blanko yang digunakan adalah H2O2. Pengukuran aktivitas hidrogen peroksida dihitung dengan spektrofotometer UV/VIS pada panjang gelombang 390 nm. Aktivitas hidrogen peroksida dinyatakan dalam satuan μmol/g.

(34)

19

Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase

Aktivitas enzim pada tanaman ubi jalar dapat diketahui dengan menganalisis enzim superoksida dismutase yang dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Analisis SOD diamati berdasarkan metode yang dilakukan oleh Beauchamp dan Fridovich (1971). Aktivitas SOD dinyatakan dalam satuan unit/mg protein. Selanjutnya dihitung dengan rumus:

Tangen kontrol – Tangen sampel 0.5 x Tangen kontrol

Aktivitas SOD =

mg protein Kandungan Air Relatif (KAR) Daun

Analisis kandungan air relatif daun dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kandungan air relatif daun dianalisis menggunakan metode Prochazkova et.al (2001). Kadar air relatif ditentukan dengan cara mengambil 10 potongan daun. Potongan daun tersebut ditimbang menggunakan neraca analitik untuk mengetahui bobot segar (BS).

Kemudian dilakukan hidrasi selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot jenuh (BJ). Untuk mengetahui bobot kering (BK) maka potongan daun tersebut dikeringovenkan pada suhu 800C selama 48 jam. Aktivitas kandungan air relatif dinyatakan dalam satuan %. Kandungan air relatif dihitung dengan rumus:

Bobot segar – Bobot kering

KAR = x 100%

Bobot jenuh – Bobot kering

(35)

20

Kandungan Betakaroten pada Umbi

Sampel berupa umbi dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 10 g. Setelah itu sampel dicampurkan dengan 50 ml etanol 95% dan ditempatkan ke dalam water bath dengan suhu 70-80ºC selama 20 menit sambil diaduk. Larutan dipindahkan dan dinginkan kemudian hitung volume awal. Larutan kemudian ditambah 15 ml aquadestilata dan didinginkan di dalam kontainer es batu selama 5 menit.

Larutan dipindahkan ke corong pisah dan kemudian ditambah 25 ml petroleum eter dan dituangkan etanol perlahan-lahan hingga terbentuk dua lapisan yang terpisah. Lapisan bawah dilepaskan ke dalam gelas kimia sementara lapisan atas dikumpulkan ke dalam erlemenyer 250 ml. Lapisan bawah dipindahkan ke corong dan diekstraksi kembali dengan 10 ml petroleum eter. Ekstraksi dilakukan 5-6 kali hingga diperoleh larutan dengan warna kuning muda.

Seluruh larutan hasil ektraksi petroleum eter ditempatkan ke dalam erlemenyer 250 ml dan dipindahkan ke corong pisah untuk diekstraksi kembali dengan etanol 80% sebanyak 50 ml. Ekstrak terakhir ini diukur dan dimasukkan ke dalam botol sampel dan di tempatkan ke dalam spektrofotometer untuk diukur kadar betakaroten yang terkandung dalam sampel yang telah dibuat.

Ekstrak absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 436 nm. Sebuah cuvette berisi petroleum ether (blanko) digunakan untuk mengkalibrasi spektrofotometer sampai titik nol. Sampel masing- masing ekstrak ditempatkan di cuvette. Perhitungan diulang 5-6 kali untuk setiap sampel dan dicatat pembacaan rata-rata. Konsentrasi betakaroten dihitung dengan

(36)

21

menggunakan Hukum Bear-Lamberts, yang menyatakan bahwa absorbansi (A) sebanding dengan konsentrasi (C) pigmen, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan:

A ∞L (jika konsentrasi (C) konstan).

A=ECL; C=A/EL Keterangan:

C = konsentrasi pigmen (μg/l) A = absorbansi

E = koefisien betakaroten = 1,25 x 104 μg/l L = ketebalan cuvette (panjang lintasan) = 1 cm (AOAC, 1980).

Grading Umbi Segar

Umbi di setiap plot perlakuan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik kemudian dilakukan grading umbi segar berdasarkan SNI 01-4493-1998 dengan kriteria sebagai berikut :

Kelas A : Bobot umbi > 200 g/umbi Kelas B : Bobot umbi 100 - 200 g/umbi Kelas C : Bobot umbi 75 – 100 g/umbi

(37)

40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Respon beberapa genotipe ubi jalar di lahan sawah tadah hujan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada karakter fisiologi yang diamati tetapi memberikan pengaruh nyata pada kualitas umbi kelas A (Bobot umbi >200 g/umbi) dan kelas C (Bobot umbi 75-100 g/umbi).

2. Pengaruh tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada karakter fisiologi dan kualitas umbi.

3. Interaksi antara beberapa genotipe ubi jalar dan tingkat penyiraman di lahan sawah tadah hujan memberikan pengaruh tidak nyata pada karakter fisiologi dan kualitas umbi.

Saran

Dilakukan penanaman beberapa genotipe ubi jalar di lahan sawah tadah hujan dengan rekomendasi penyiraman terbaik adalah pada penyiraman terbatas yaitu disiram selama 2 bulan dengan interval 10 hari.

(38)

41

DAFTAR PUSTAKA

Ai, N.S. dan Patricia, T. 2013. Karakter Morfologi Akar sebagai Indikator Kekurangan Air pada Tanaman. Biologi FMIPA. Universitas Sam Ratulangi.

Manado.

Adrianus. 2012. Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Tinggi Petakan Yang Berbeda. J. Agricola (1) : 49-69.

Andika, M Y., Rahmawati, N., Sitepu, F. E. T. 2019. Growth and Production Responses of Local Sweet Potatoes (Ipomoea batatas L.) Genotypes on Paddy Straw Biochar Application in The Paddy Fields. IOP Conf. Earth and Environmental Science 260 (2019) 012152

Apriliyanti. T, 2010. Kajian Sifat Fisikokimia dan Sensori Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) dengan Variasi Pengeringan. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Skripsi.

Badan Pusat Statistik. 2018. Data Produksi Tanaman Ubi Jalar 2014-2018. Sumatera Utara. Medan.

Beauchamp, C. and Fridovich, I. 1971. Superoxide Dismutase: Improved Assays and An Assay Applicable to Acrylamide Gels. Anal. Biochem. Review 44:276-287.

Chipungu, F., Changadeya, Ambali, W., Saka, A., Mahungu, J., Mkumbira, N. 2018.

Adaptation of Sweet Potato (Ipomoea batatas) (L.) Lam Genotypes in Various Agro-Ecological Zones of Malawi. African J. Biotechnol. Vol 17(16) pp. 531- 540.

Deputi Menegristek. 2008. Ubi Jalar / Ketela Rambat (Ipomoea batatas L.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http://www.ristek.go.id/ [26 Januari 2018].

Direktorat Budidaya Tanaman Kacang Dan Umbi. 2013. Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Hijau. Direktorat Budidaya Aneka Kacang Dan Umbi.

Jakarta.

Ekanayake, I. J. dan Collins, W. 2004. Effect of Irrigation on Sweet Potato Root Carbohydrates and Nitrogenous Compounds Food, Agriculture &

Environment 2(1): 243–248. 2004. Sci and Tech.

Farooq, Wahid, M. A., N Kobayashi, Fujita, D. S. M. A. Basra, 2009. Plantdrought Stress: Effects, Mechanisms and Management. Agron.Sustain. Dev., 29 : 185–

212.

(39)

42

Fitri, M. Z dan Abdus Salam, 2017. Deteksi Kandungan Air Relatif pada Daun Sebagai Acuan Induksi Pembangunan Jeruk Siam Jember. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Jember. Jember.

Fitter, A.H dan Hay, R. K. M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.

Diterjemahkan oleh Andani, S. dan Purbayanti. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Ginting, E.,Utomo, J., Yulifianti, R., Jusuf, M. 2011. Potensi Ubi jalar Ungu sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 – 2011.

Ginting, E. 2011. Potensi Ubi Jalar Ungu Sebagai Pangan Fungsional. IPTEK Tanaman Pangan. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Malang.

Handawi, P. S. 2010. Kajian Keterkaitan Produksi, Perdagangan dan Konsumsi Ubi Jalar untuk Meningkatkan 30% Partisipasi Konsumsi Mendukung Proses Keanekaragaman Pangan dan Gizi. Seminar Nasional. http//www anneahira.com/Artikel Umum/Agribisnis.htm. Kantor Deputi Menegristek.

Ubi Jalar/Ketela rambat (Ipomoea batatas L).

Hapsari, R. T., I. M. J. Mejaya., Sulistyo, A. 2011. Uji Toleransi Beberapa Klon Ubijalar Terhadap Kekeringan Berdasarkan Karakter Agronomik Tanaman.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.

Hapsari, R. T., dan I. M. J. Mejaya. 2016. Pengaruh Frekuensi Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar. Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016. Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang.

Malang.

Hardjowigeno S., Subagjo, H., dan Rayes, M. L. 2004. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. dalam Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya, halaman 1-38. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Hartatik, Agus, F., dan Setyorini, D. 2007. Monitoring Kualitas Tanah dalam Sistem Budidaya Sayuran Organik. Balai Penetitian Tanah. Bogor.

Hendriyani, I. S. dan Setiari, N. 2009. Kandungan Klorofil dan Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. J. Sains dan Mat. 17 (3) : 145-150.

(40)

43

Huaman, Z. 1992. Systemic Bothany and Morphology of the Sweetpotato Plant.

Technical Information Bulletin 25. International Potato Center, Lima, Peru. 22 pp.

Jedeng, I. W. 2011. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Varietas Lokal Ungu. Tesis Program Studi Pertanian Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Jusuf, M., Rahayuningsih, S. A., Tinuk, S.W., Joko, R., Gatot, S. dan Ginting, E.

2008. Ubi jalar Varietas Beta-1. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.

Kemal, N.N., Karim, A., Asmawati, dan Seniwati. 2012. Analisis Kandungan Βeta- Karoten dan Vitamin C dari Berbagai Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas).

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin. Makassar.

Khalili M. H., Heidaro S. A., Nourmohammadi, Darvish, G. F., Islam, M. H., Valizadegan, E. 2011. Effect of Superabsorbent Polymer (Tarawat A200) on Forage Yield and Qualitative Characters in Corn Under Deficit Irrigation Condition in Khoy Zone (Northwest of Iran).Environ Biol. 5:2579-2587.

Lin, J. dan Wang, G. 2002. Doubled CO2 Could Improve The Drought Tolerance Better In Sensitive Cultivars Than In Tolerant Cultivars In Spring Wheat.

Plant Science 163 627-/637.

Namira, S. 2019. Analisis Karakter Fisiologi Beberapa Genotipe Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Berbagai Tingkat Penyiraman. Skripsi. USU. Medan.

Prabawardani,S. A. Sarungallo, Y. Mustamu, dan Luhulima, F. 2008. Tanggap Klon Lokal Ubi Jalar Papua Terhadap Cekaman Kekeringan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol. 27(2) pp. 113-119.

Pratama, A. J dan Laily, A. N. 2015. Analisis Kandungan Klorofil Gandasuli (Hedychium gardnerium Shepard ex Ker-Gawl) Pada Tiga Daerah Perkembangan Daun Yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Pendidikan Biologi. Pendidikan Geografi. Pendidikan Sains. PKLH-FKIP UNS 2015: 216-219.

Prochazkova, D., Sairam, R. K., Srivastava, G. C. dan Singh, D. V. 2001. Oxidative Stress and Antioxidant Activity As The Basis of Senescence In Maize Leaves.

Plant Sci. 161:765-771.

(41)

44

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Umum PTT Ubi Jalar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Putra, S. dan Permadi, K. 2011. Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Peningkatan Hasil Ubi Jalar Varietas Narutokintoki di Lahan Sawah. Agrin 15(2): 133-142.

Rahayuningsih S. A. 2002. Pengaruh Selang Waktu Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan Beberapa Varietas Ubi Jalar Pp 401-412 dalam Tekologi Inovatif Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Mendukung Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman. Bogor.

Rahayuningsih St. A., Wahyuni, T. S. dan Noerwijati, K. 2005. Penampilan Karakter Utama 20 Klon Harapan Ubijalar pada Dua Tingkat Pengairan yang Berbeda.

dalam Proc. Pemuliaan sebagai Pendukung Kemandirian dan Ketahanan Pangan. Hlm 608–615. Peripi. Bogor. 608–615.

Rukmana, R. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta Press, Yogyakarta.

Salisbury, Frank, B dan Ross C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. ITB. Bandung.

Sarawa. 2009. Fisiologi Tanaman. Pendekatan Praktis. Unhalu Press.

Sartika, D. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Anorganik. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Sarwono, 2005. Ubi Jalar. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Sasongko, L. A., 2009. Perkembangan Ubi Jalar Dan Peluang Pengembangannya Untuk Mendukung Program Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan Di Jawa Tengah. Mediaagro. Vol 5 No.1, 2009.

Sergiev, I., Alexieva, V. dan Karanov, E. 1997. Effect of Spermine, Atrazine and Combination Between them on Some Endogenous Protective Systems and Stress Markers In Plants. Comptes Rendus de L’Academie Bulgare des Sciences 51:121-124.

Sofyan R, Wahyunto, Agus, F., dan Hidayat, H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry.

Solichatun, Endang, A. Widya, M. 2005. Pengaruh Ketersediaan Air terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Bahan Aktif Saponin Tanaman Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.). Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

(42)

45

Steel, R. G. D. dan Torrie, J. H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Suparman, 2007. Bercocok Tanam Ubi Jalar. Azka Press. Bandung.

Trustinah. 1994. Toleransi klon ubi jalar (Ipomoea batatas L) terhadap cekaman kekeringan dan hama boleng (Cylas formicarius sp). [Thesis] Univ Brawijaya 92p.

van Steenis, C. G. G. J. 2003. Flora, Untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Widodo Y, Sutrisno, Isgiyanto, Slamet P. 2003. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Input pada Sistem Budidaya Ubi Jalar di Lahan Sawah. Laporan Teknik Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian 2003. 20 p.

Widowati, L. R.,Widati, S., Jaenudin, U., dan Hartatik, W. 2005. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya Dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik.

Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis, Balai Penelitian Tanah.

Wintermans, J. F. G. M. and De Mots, A. 1965. Spectrophotometric Characteristics of Chlorophyll a and b and Their Pheophytin in Ethanol. Biochim. Biophys.

Acta 109:448-453.

Yuliasri. 2012. Kajian Potensi Prebiotik Beberapa Jenis Ubi Jalar dan Pengembangan Formulasi Minuman Prebiotik. Balai Besar Industri Agro. Bogor.

Zulkadifta, T. A. 2018. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terhadap Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU. Medan.

Referensi

Dokumen terkait

Špiranec, Sonja, Banek Zorica, Mihaela, Informacijska pismenost: teorijski okvir i polazišta , Zavod za informacijske studije Odsjeka za informacijske znanosti

Padi varietas Superwin menunjukkan respons yang cepat terhadap cekaman kekeringan pada hari ke-3 perlakuan dengan rata-rata skor kelayuan 1,0 lebih tinggi dibandingkan

yang berbahan baku dari kalakai adalah keripik daun kalakai. Keripik kalakai imur merupakan salah satu produk oleh-oleh khas Kota Palangka Raya yang banyak digemari

Pada permasalahan konsep diri yang negatif yaitu pada aspek diri sosial, konseling kelompok realita berusaha membantu konseli memberikan pemahaman terhadap

kreatif. Generasi muda Maluku sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki semangat kuat daiam mendptakan karya dan mengembang^annya dengan berbasis karya mandiri dan

polyphenol phlorotannin, hal lain yang mungkin dapat menyebabkan tidak tercernanya NDF dan ADF rumput laut jenis A ( Padina australis ) dan B ( Turbinaria

[r]

seperti yang dipaparkan diatas bahwa keberadaan kantin sangat penting, sebelum ada kantin kondisi siswa sulit untuk dikendalikan agar tetap