• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang mengharuskan kita untuk menyelesaikan sesuatu. Dengan demikian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau yang mengharuskan kita untuk menyelesaikan sesuatu. Dengan demikian"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

15

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Urgensi

Urgensi berasal dari bahasa Latin “urgere” yaitu (kata kerja) yang berarti mendorong. Dalam versi bahasa Inggris bernama “urgent” (kata sifat) dan dalam versi bahasa Indonesia yaitu “urgensi” (kata benda). Dalam hal ini bisa di simpulkan bahwa urgensi menyeru pada sesuatu yang mendorong kita atau yang mengharuskan kita untuk menyelesaikan sesuatu. Dengan demikian mengandaikan terdapat masalah yang harus segera diselesaikan. Urgensi yaitu kata dasar dari “urgen” mendapat akhiran “i” yang berarti sesuatu yang jadi bagian atau yang memegang peran utama atau unsur yang sangat penting.1

B. Tinjauan Umum Pidana B.1 Pengertian Pidana

Kata Hukum Pidana berasal dari Bahasa Belanda yaitu Straafrecht, straaf artinya adalah sanksi, pidana, dan hukuman. Sedangkan recht artinya adalah Hukum. Menurut Pompe pakar hukum dari Eropa, mempunyai pendapat bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.

1 Maslina Daulay.2018. Urgensi Bimbingan Konseling Islam Dalam Membentuk Mental Yang Sehat.

Jurnal Hikmah. Vol. 12 No. 1. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. IAIN Padangsidimpuan

(2)

Sedangkan W.L.G Lemaire memberikan pengertian lain tentang hukum pidana yaitu hukum pidana memuat peraturan-peraturan yang berisi yang boleh dan tidak boleh dilakukan, yang (oleh pembuat undang- undang) disertai dengan hukuman berupa hukuman, yaitu penderitaan pribadi. Demikian juga dapat dikatakan bahwa hukum pidana adalah seperangkat aturan yang mengatur segala perbuatan (apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yang meliputi kewajiban berbuat sesuatu) dan juga keadaaan-keadaan yang bagaimana dapat dijatuhkan bagi segala tindakan tersebut.2

Prof Muladi setelah banyak memberikan pemahaman dengan berbagai definisi tentang konsep pidana maka sampailah kepada sebuah kesimpulan tentang ciri-ciri yang terkandung didalam hukum pidana, yaitu:

1. Pidana itu pada hakikatnya adalah suatu pengenaan nestapa atau penderitaan atau segala akibat lain yang tidak menyenangkan;

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh seseorang atau suatu badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);

3. Pidana itu diberikan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang yang berlaku.3

2 P.A.F. Lamintang, 1984, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, Hal 1-2

3 Failin.2017. Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.

Jurnal Cendekia Hukum. Vol. 3 No. 1. Ilmu Hukum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Payakumbuh

(3)

Ada kesamaan yang terdapat dalam berbagai pendapat yang dikemukakan oleh berbagai ahli yaitu dimana ada sebuah kesamaan yaitu pemberian nestapa atau sebuah penderitaan dengan sengaja terhadap pelaku yang talah melakukan sebuah tindak pidana tersebut. Ciri-ciri ini sangat erat kaitannya dengan sifat hukum pidana yang sengaja memberikan penderitaan dalam rangka mempertahankan segala norma- norma yang diakui di dalam hukum. Pengenaan nestapa atau penderitaan sengaja diberikan kepada pelaku yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana dimaksudkan agar menimbulkan efek jera kepada pelaku sehingga dimasa depan pelaku tidak akan mengulangi tindak pidana tersebut juga menjadi pelajaran bagi masyarakat pada umumnya agar tidak mengikuti tindak pidana tersebut.

C. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan C.1 Tujuan Pemidanaan

Dalam hal Tujuan akhir dari suatu pemidanaan para ahli hukum tidak memiliki kesamaan pendapat, Ada 3 ide utama terkait tujuan akhir dari suatu pemidanaan, yaitu : untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan- kejahatan, untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan kejahatan yang lain.

Menurut Wirjono Prodjodikoro Tujuan Pemidanaan yaitu :4

4 Wirjono Prodjodikoro. 1980. Tindak Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Penerbit : P.T Eresco.

Jakarta. Hal. 3

(4)

a. Untuk menakuti individu agar tidak melakukan tindak pidana baik secara menakuti kelompok/organisasi maupun menakuti individu tertentu yang telah melaksanakan kejahatan dengan harapan dilain waktu tidak melakukan tiindak pidana lagi ; atau

b. Untuk mengedukasi individu maupun kelompok yang melakukan tindak pidana agar menjadi individu yang baik sifatnya agar memiliki manfaat ditengah masyarakat.

M. Sholehuddin mengatakan tujuan pemidanaan harus sesuai dengan hukum pidana, yaitu harus mengarah pada perlindungan manusia dari kesehatan dan keseimbangan sosial dan harmoni dalam kehidupan, termasuk kepentingan negara dan rakyat. M. Sholehuddin mengemukakan sifat dalam unsur pidana berdsarkan dengan tujuan pemidanaan tersebut, yaitu:5

a. Kemanusian, memiliki arti yaitu pemidanaan tersebut mementingkan harrkat dan martabat individu.

b. Edukasi, memiliki arti yaitu pemidanaan harus bisa membuat individu sadar penuh dengan tindakan yang dilakukannya dan menyebabkan individu tersebut memiliki sikap yang positif dan konstruktif bagi usaha mencegah kejahatan.

c. Keadilan, memiliki arti yaitu pemidanaan tersebut dirasakan adil (bagi terpidana atau korban maupun masyarakat).

5 M. Sholehuddin. 2004. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Doble Track System &

Implementasinya. Penerbit : Rajawali Pers. Hal. 59.

(5)

Tujuan pemidanaan dalam RKHUP 2019 dalam Pasal 51 juga menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan :

a. Mencegah perbuatan kejahatan dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayman masyarakat;

b. Memasyarakatkan warga binaan dengan mengadakan pembimbingan dan peembinaan agar menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan perkara yang timbul akibat kejahatan, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dan aman dalam masyarakat; dan

d. Menumbuhkan perasaan menyesal dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana

Dalam Pasal 52 juga dinyatakan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

C.2 Filsafat Pemidanaan

Filosofi pemidanaan tidak dapat dipisahkan dengan filsfat hukum, karena konsep pemidanaan terkandung dalam aturan-aturan tertulis, yaitu aturan-aturan hukum. Falsafah hukum adalah bagian dari falsafat publik karena menghadirkan refleksi filosofis tentang dasar-dasar peraturan public.6 Dari sini bisa ditarik kesimpulan bahwa peraturan terkait dengan aturan tingkah laku manusia. Falsafah hukum adalah cabang filsafat, filsafat perilaku, atau etika yang mengkaji hakikat hukum. Dengan maksud lain,

6 Joachim Friedrich. 2004. Filsafat Hukum : Perspektif Historis. Penerbit : PT Nuansa Media.

Bandung. Hal. 3

(6)

falsafah hukum adalah filsafat yang mengkaji hukum secara filosofi. Atas dasar ini dapat disimpulkan obyek falsafah hukum adalah hukum, dan subjek itu digali menjadi dasar yang disebut sebagai esensi..

M. Sholehuddin mengatakan bahwasannya hakikat falsafah pemidanana itu ada dua fungsi, yaitu:7

“Pertama, fungsi fundamental yaitu sebagai landasan dan asas normatif atau kaidah yang memberikan pedoman, kriteria, atau paradigma tentang masalah pidana dan pemidanaan. Cara ini secara formal dan instrinsik bersifat formal dan terkandung didalam setiap ajaran sistem filsafat. Maksudnya, setiap asas yang ditetapkan sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang diakui sebagai kebenaran atau norma yang wajib ditegakkan, dikembangkan, dan diaplikasikan. Kedua, fungsi teori dalam hal ini sebagai meta-teori. Maksudnya filsafat pemidanaan berfungsi sebagai teori yang mendasari dan melatarbelakangi setiap teoriteori pemidanaan.”

7 Muhammad Erwin dan Amrullah Arpan. 2008. Filsafat Hukum. Mencari Hakikat Hukum. Penerbit : UNSRI. Palembang. Hal. 7

(7)

M. Sholehuddin menyebutkan 3 (tiga) perspektif filsafat tentang pemidanaan yaitu:8

a. Perspektif eksistensialisme tentang pemidanaan.

Para pendukung pemahaman ini menyatakan jika kehidupan manusia dicirikan dengan kebebasan. Salah satu penganut teori ini adalah Albert Camus, yang berpendapat bahwa kebebasan tidak ada dan bahwa kebebasan berperilaku harus diperhitungkan untuk perlindungan hak asasi manusia.

Hukum pidana adalah sistem yang mengatur dan mengevaluasi kebebasan pribadi dalam masyrakat. Hak untuk melindungi dan mempertahankan kebebasan ini dibebankan oleh negara.

b. Perspektif sosialisme dalam pemidanaan.

Menurut pemahaman ini, bertolak dari kepentingan negara bukan dari manusia. Konsep ini digunakan di negara-negara Soviet, di mana KUHP Soviet menetapkan kepentingan negara dan kepentingan konsep tersebut sebagai dasar kekuasaan kehakimannya, dan pengertian ini mengacu pada hal-hal negara daripada hal-hal individu masyarakat.

c. Perspektif Pancasila dalam pemidanaan.

Pemerintah Indonesia mengikuti falsafah ini, dan merupakan falsafah Pancasila Indonesia yang menghendaki adanya keselarasan dalam kepentingan individu, masyarakat dan pemerintah. Pertanggungjawaban pidana tidak serta merta dapat diketahui pada diri pelakunya, karena tindak

8 Marlina. 2011. Hukum Penitensier. Penerbit : Refika Aditama. Bandung. Hal. 35

(8)

pidana itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari realitas kehidupan sosial.

Menurut pandangan ini, pemidanaan atau hukum pidana di Indonesia harus menitikberatkan pada kepentingan individu (pelaku) dan kepentingan masyarakat, termasuk korban kejahatan.

C.3 Jenis-Jenis Pemidanaan

Dalam mendefinisikan kejahatan, perlu dipahami dengan baik pengertian kejahatan, baik pidana maupun pidana. Belumlah cukup untuk mengatakan bahwa hukuman wajib proporsional dengan berat dan sifat tindak pidana. Pada saat ini KUHP belum memuat pedoman pemberian pidana yang umum, Dalam pasal 10 KUHP, dijelaskan secara garis besar satu persatu jenis pidana ini, baik pidana pokok ataupun pidana tambahan yaitu: 9

a. Pidana Mati

Hukuman terburuk terhadap kehidupan individu/kelompok. Hukuman mati ini menempati urutan pertama pidana pokok sebagaimana disebutkan didalam pasal 10 KUHP.

b. Pidana Pemenjaraan

Pidana pemenjaraan merupakan pembatasan aktivitas bergerak atau perampasan kebebasan warga binaan. Pemenjaraan mempunyai arti yaitu membatasi kebebasan pelaku di Lapas. Pidana pemenjaraan dilakukan dengan menempatkan individu yang melakukan tindak pidana didalam

9 Erdianto Efendi.2011. Hukum Pidana Indonesia. Refika Aditama. Bandung. Hal. 149

(9)

Lapas, dengan wajib untuk mematuhi segala ketentuan disiplin yang diberlakukan didalam Lapas. Dengan adanya perampasan kemerdekaan ini akan meminimalisir warga binaan untuk mengulangi kejahatannya dan perampasan kemerdekaan warga binaan diharapkan untuk merenungkan kesalahan yang telah dilakukannya..

c. Pidana Kurungan

Pidana kurungan satu hari hingga satu tahun lebih ringan dari hukuman penjara dan dapat ditingkatkan menjadi satu tahun empat bulann jika pelanggaran tersebut dibersihkan. Pidana kurungan ini dilaksanakan jika keputusan hakim telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yang mana tidak ada upaya hukum dari warga binaan seperti banding atau kasasi.

Pidana kurungan memiliki keringanan antara lain:

1) Para terpidana kurungan mempunyai hak pistole, yaitu mereka memiliki hak atau kemampuan untuk menyediakan makanan dan perabotan dengan biaya sendiri.

2) Warga binaan melakukan berbagai kerja yang wajib yang mana lebih ringan jika disbanding dengan para warga binaan di Lapas.

3) Maksimal hukuman pidana kurungan adalah satu tahun. Maksimal sampai satu tahun empat bulan jika terjadi pemberatan hukuman, karena perbarengan, pengulangan, atau karena pasal 52 atau 52 a (pasal 18).

4) Jika warga binaan kurungan dan warga binaan penjara melaksanakan hukuman didalam satu Lapas yang sama, maka para warga binaan kurungan diharuskan terpisah tempat dan tidak boleh disatukan.

(10)

5) Pidana kurungan dilakukan di daerah warga binaan itu sendiri.

d. Pidana Denda

Hukumannya yaitu membayarkan uang dalam jumlah tertentu yang sudah diputuskan oleh hakim karena melakukan suatu kejahatan. Denda ini pada hakikatnya dimaksudkan mengurangi harta kekayaan seseorang secara paksa. Jika denda yang dijatuhkan oleh hakim tidak dibayar, terpidana dapat dipidana penjara paling lama delapan bulan.

e. Pidana Tutupan

Cakupan ini diatur dalam Pasal 10 KUHP berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 yang juga tertuang dalam Keputusan Pemerintah Nomor 8 tentang Rumah Tutupan. Pidana tutupan diberikan kepada para terpidana jika terpidana tersebut melakukan suatu tindak pidana yang diancam dengan pidana pemenjaraan, karena didasari oleh maksud yang patut dihormati. Ciri-Ciri pelaksanaan pidana tutupan yaitu :

1) Warga binaan dapat memakaii pakaiannya sendiri

2) Makanan warga binaan tutupan harus lebih baik dari makanan warga binaan pemenjaraan dan warga binaan tutupan dapat menyiapkan makanan dengan biaya secara individu.

3) Dalam rumah tutupan diperbolehkan mengadakan hiburan yang pantas dan tidak berlebihan.

4) Jika memungkinkan, perpustakaan akan didirikan di penjara untuk para tahanan dan para tahanan dapat membawa buku bersama mereka,

(11)

apabila terpidana meninggal, jenazahnya sedapat-dapatnya diserahkan kepada keluarga.

f. Pidana Tambahan Pidana tambahan yaitu:

1. Kehilangan sebagian hak, 2. Perampasan harta benda, 3. Pengungkapan putusan hakim.

Peraturan terkait pidana tambahan ditulis dalam beberapa peraturan Undang-Undang yang lain. KUHP sendiri tidak mengerucutkan hukuman tambahan hanya dalam ketiga hal tersebut.

UU No. 31 Tahn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mana telah diubah oleh UU No. 20 Tahn 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam hal ini diatur terkait pidana tambahan selain dari 3 hal tersebut, yaitu:10

1. Penyitaan terhadap harta benda berwujud atau tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang digunakan atau diperoleh dalam tindak pidana korupsi, termasuk harta benda terpidana yang melakukan tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik

10 Trijata Ayu Pramesti. 2017. Arti Pidana Pokok dan Tambahan. Diakses melalui https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl194/arti-pidana-pokok-dan-pidana-tambahan/

pada tanggal 10 April 2021 .

(12)

terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu juga dari barang yang menggantikan barang tersebut;

2. Penggantian uang yang nilainya setara dengan benda atau harta yang terkorupsi;

3. Menutup semua perusahaan atau setengah operasi selama maksimal 1 tahun; dan

4. Pelepasan sebagian atau semua hak atau pelepasan setengah atau seluruhnya atas sebagian manfaat yang telah atau mungkin diberikan oleh pemerintah kepada terpidana..

D. Tahap Pembinaan Warga Binaan

Proses pembinaan warga binaan adalah sebuah proses yang dimulai dengan seorang warga binaan didakwa penjara hingga ia dibebaskan kemudian dikembalikan ke masyarakat. Tahap tersebut dimulai saat orang tersebut berstatus tersangka hingga menjadi warga binaan. Proses pemasyaratakatan terdiri dari empat langkah. Empat langkah tersebut antara lain:11

1. Tahap Admisi dan Orientasi (Maximum Security)

Tahap pengenlan lingkungan dilakukan ketika warga binaan ditangkap dan jadi warga binaan. Tahap pengenaalan lingkungan dilaksanakan untuk memberikan arahan warga binaan supaya dapat melaksanakan hak, tugas, dan kewenangannya di dalam Lapas. Warga binaan akan diberitahu tentang

11 Asisah, Skripsi: “Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2015), Hal. 63-66.

(13)

fasilitas pemasyarakatan, blok penjara, lokasinya dan peraturan yang berlaku..

Semua ini memastikan bahwa para warga binaan dapat beradaptasi dengan lingkungan baru mereka. Sehingga tidak ada perbuatan/hukuman yang merugikan mereka. Akibatnya, warga binaan dapat merenungkan kejahatan dan tindak pidana yang telah warga binaan lakukan dalam skala besar. Hal itu cocok dengan UU No. 12 pasall 16 ayat 2 Tahn 1995 tentang Pemasyrakatan yaitu ”ketentuan mengenai syarat-syart dan tata cara pemindahan yang dimaksud dalam ayat(1) diatur lebih lanjuty dengan peraturan pemerintah”.

2. Pembinaan Kepribadian Lanjutan (Minimum Security)

Pada fase ini adalah pembinaan tahap lanjut dari tahap pembinaan orientasi/admisi. Setidaknya warga binaan melalui fase ini satu pertiga sampai satu perdua dari waktu hukuman yang dijatuhkan. Pada tahap ini ada kelonggaran dalam pengawasan dan pemantauan dari pada saat masa orientasi / admisi. Pembinaan yang dilakukan yaitu; pembinaan individu (mental dan spiritual), keterampilan untuk berwirausaha, keterampilan untuk melakukan UMKM, keterampilan dengan pengembangan sejalan dengan bakat individu dan keterampilan untuk mengembangkan perkebunan dan tani menggunakan IPTEK.

(14)

3. Asimilasi (Medium Security)

Binaan pada fase ini diterapkan mulai waktu dijatuhkan hukuman sampai dua pertiga dari waktu hukuman yang dijatuhkan. Hal ini juga harus didukung oleh penilaian tim pembinaan pemasyarakatan apakah tahanan benar-benar bertindak secara mental, fisik, dan terampil. Saat ini pengawasan relatif sedikit longgar. Dari hal tersebut asimilasi dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi sosial yang dilakukan antara pelaku yang telah melakukan pelanggaran hukum dengan kelompok sosial dalam masyarakat dan tujuannya agar para pelanggar dan kelompok sosial tersebut dapat melebur dan menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari.12

Kegiatan asimilasi menurut PerMenKumHam No. 21 Tahn 2013 tentang Syrat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Menjelang Bebas, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyrat Dan Cuti Bersyarat menyebutkan bahwa kegiatan asimilasi dapat dilakukan dalam bentuk:

a. Kegiatan Edukasi b. Latiham Terampil c. Kegiatan Kerja Sosial

d. Pembinaan Lain Berada di Lingkungan Masyrakat

12 Andi Nirmala, Skripsi: “Efektivitas Pembimbingan Dan Pengawasanyang Dilakukan Bapas Kelas I Makassar terhadap Narapidana Yang Menjalani Asimilasi Rumah” (Makassar: Universitas

Hasanuddin, 2021)

(15)

Kemudian pada pasal 34 ayat 2 disebutkan bahwa lembaga sosial yang menaungi kerja sosial tersebut merupakan lembaga pemerintah atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat yang bergerak di bidang:

a. Agama;

b. Pertanian;

c. Pendidikan dan kebudayaan;

d. Kesehatan;

e. Kemanusiaan;

f. Kebersihan; dan

g. Berorientasi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Asimilasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu luar Lembaga pemsyarakatan terbuka (open camp) dan asimilasi di lingkungan Lapas.

Warga binaan yang menjalani tahap ini melakukan pekerjaan administrasi Lapas dan warga binaan yang mengajar di Lapas. Kemudian untuk asimilasi penempatan warga binaan di LP terbuka seperti bakti sosial, kerjasama dengan masyarakat sekitar, wirausaha, dll. Fase ini memberikan pembinaan yang komprehensif tidak hanya di lingkungan penjara, tetapi juga antara warga binaan dan beberapa komunitas. 13

Program ini dilakukan secara bertahap yang dimulai dari kegiatan kecil dan berlanjut ke kegiatan sosial yang lebih luas tergantung pada bakat dan kemampuan warga binaan. Warga binaan harus dipilih dengan hati-hati dan

13 Asisah, Skripsi: “Program Reintegrasi Sosial Pada Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lapas Klas II A Narkotika Cipinang Jakarta” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2015), Hal. 63-66.

(16)

direncanakan dengan hati-hati oleh petugas penjara saat menerapkan program pencocokan. Hal ini dimaksudkan meminimalisir aktifitas warga binaan yang bersifat merusak warga binaan lainnya dan masyarakat sekitar contohnya kaburnya warga binaan dari tempat asimilasi, dll.

Hal ini untuk mencegah kegiatan-kegiatan yang merugikan warga binaan dan masyarakat, seperti kaburnya warga binaan di lokasi yang ditetapkan dan sebagainya. Tetapi ada syarat yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan asimilasi. Syarat tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M.2PK.04-10 Tahun 2007 pada bab kedua dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 7.

Pasal 5 menyatakan: Narapidana atau anak didik Pemasyarakatan dapat diberi asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelas bebas dan cuti bersyarat, jika telah memenuhi berbagai pesyaratan subtantif dan administrative.

Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayang harus dipenuhi oleh Warga binaan dan anak pidana adalah:

1. Kesadaran dan penyesalann atas kesalahan warga binaan sehingga dijatuhi hukuman

2. Memperlihatkan kepribadian dn pertumbuhan moral yang positive.

3. Ikut berpartisipasi dalam program pelatihan dengan semangat dan antusiasme.

4. Masyarakat dapat menerima progrm kegiatan pembinaan warga binaan dan anak pidana.

(17)

5. Perilaku yang baik selama pelaksanaan hukuman dan tidak mendapat pendisiplinan hukum untuk:

a. Asimilasi minimum dalam 6 (enam) bulan terakhir;

b. Cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat paling kurang selama 9 (sembilan) bulan terakhir, dan

c. Cuti bersyarat minimal 6 (enam) bulan terakhir, 6. Masa pidana yang sudah dijalani untuk:

a. Asimilasi setengah dari masa hukumannya;

b. Pembebasan bersyarat dengan dua pertiga (dua pertiga) penjara paling sedikit dan sembilan bulan;

c. Cuti menjelang bebas, dua pertiga dari hukuman dan durasi hukumannya yang sesuai dengan remisi terakhir, paling lama enam bulan;

d. Cuti bersyarat, 2/3 (dua pertiga) dari masa hukuman dan cuti paling lama tiga bulan, dengan ketentuan bahwa kejahatan baru yang dilakukan di luar Lapas selama cuti yang tidak dianggap sebagai masa menjalani hukuman.

Persyaratan administrasi Pasal 5 yang harus dipenuhi warga binaan atau anak didik lapas yaitu :

a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis);

(18)

b. Laporan evaluasi kemasyarakatan yang dievaluasi oleh pembimbing kemasyarakatan atau laporan evaluasi pembinaan warga binaan dan anak didik Lapas yang dibuat oleh wali pemasyarakatan;

c. Surat pemberitahuan ke Kejari terkait rencana pemberian asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang bersangkutan;

d. Salinan registerr f (daftar yang berisi tentang pelanggaran disiplin yang dilakukan warga binaan dan anak didik pemasyarakatan selama menjalani masa pidana) dari kepala lapas atau kepala rutan;

e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala lapas atau kepala rutan;

f. Surat pernyataan kesiapan dari pihak yang akan menerima warga binaan dan anak didik pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh pemerintah daerah setempat setidak-tidaknya kepal desa;

g. Bagi warga binaan atau anak pidana WNA diperlukan penambahan syarat yaitu:

1. Surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan bahwa warga binaan dan Anak Didik Lapas tidak melarikan diri atau mentaati syarat-syarat selama menjalani Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat;

(19)

2. Surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian yang bersangkutan.

4. Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat (Minimum Security)

Fase ini adalah tahap terakhir dari tahap pembinaan yang dilakukan kepada warga binaan. Jika pembinaan dari tahap orientasi sampai asimilasi berlangsung dengan optimal dan waktu hukuman yang dilakukan telah 2/3 dijalani atau sedikitnya 9 bulan dilalui, kemudian warga binaan diberikan pembebasan bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas (CMB). Dalam tahap ini pembinaan dilakukan dalam lingkungan sosial masyarakat. Dan tingkat pengawasan pada fase ini sangat longgar. Dasar hukum untuk Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 ayat 1 (satu) KUHP: "Orang yang dipidana penjara dapat dilepaskan dengan syarat, apabila telah lalu dua pertiga dari masa pidananya yang sebenarnya dan juga sekurang-kurangnya sembilan bulan daripada itu.

Kalau orang yang dipidana itu harus menjalani beberapa kali pidana penjara berturut- turut maka dalam hal itu semua pidana dijumlahkan jadi satu".

Penerapan pembebasan bersyart dan cuti menjelang bebas dilaksanakan didalam pengawasan langsung oleh Bapas bukan lagi pihak Lapas. Warga binaan dapat menghabiskan sisa hukumannya atau sepertiga (sepertiga) di rumah, dan warga binaan harus melapor ke

(20)

lembaga pemasyarakatan. Jika seorang warga binaan melakukan pelanggaran lain selama fase integrasi, narapidana harus kembali ke Lapas dan ditambah masa hukumannya dengan tindak pidana yang baru.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk meneliti efek perbandingan dari teh hijau dan teh hitam terhadap efek hemostasis pada luka potong ekor mencit

Bentoel Internasional Investama Tbk dapat dilihat bahwa ROA telah menunjukkan hasil yang baik sedangkan EVA pada kedua perusahaan tersebut menunjukkan hasil

Metode Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linear Berganda berdasarkan 38 kuesioner yang dapat dikumpulkan dengan Hasil penelitian menunjukan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pengembangan media pembelajaran berbasis website interaktif sehingga menghasilkan produk berupa media

Kampanye digital merupakan perwujudan dari kegelisahan penulis yang berawal dari banyaknya media baik elektronik maupun cetak yang memaparkan kasus kurangnya disiplin

Dari kumulatif inflasi Jawa Timur tahun 2012 sebesar 4,50 persen, kelompok yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,32 persen, dikuti

Pada tabel simulasi Epanet menunjukkan Junc dedepan nama tempat, misalnya Junc UKM berarti titik yang berada pada gedung UKM dengan elevasi 117,88 m memiliki tekanan 43,12

6. PLTU menghasilkan limbah yang dapat mencemari perairan di sekitar pembangkit.. 8) PLTU adalah pembangkit yang menggunakan uap untuk memutar turbinnya yang akan menggerakkan