UNIVERSITAS INDONESIA KOMUNIKASI DAN EDUKASI DI MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN JAKARTA TESIS KUKUH PAMUJI

189  Download (0)

Full text
(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KOMUNIKASI DAN EDUKASI DI MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN JAKARTA

TESIS

KUKUH PAMUJI 0806435854

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI

DEPOK JULI 2010

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

KOMUNIKASI DAN EDUKASI DI MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN JAKARTA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

KUKUH PAMUJI 0806435854

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI

DEPOK JULI 2010

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Depok, 19 Juli 2010

Kukuh Pamuji

(4)

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Nama : Kukuh Pamuji

NPM : 0806435854

Tanda Tangan :

Tanggal : 19 Juli 2010

(5)

Tesis yang diajukan oleh :

Nama : Kukuh Pamuji

NPM : 0806435854

Program Studi : Magister Arkeologi

Judul : Komunikasi dan Edukasi di Museum

Istana Kepresidenan Jakarta

Ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Arkeologi pada Program Studi Magister Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Dr. Irmawati M.Johan (………..) Pembimbing : Prof. Dr. Noerhadi Magetsari (….……….) Ko-pembimbing : Dr. Wanny Rahardjo W (….……….) Penguji : Dr. Supratikno Rahardjo (….……….) Penguji : Dr. Kresno Yulianto S (….……….)

Ditetapkan di : Depok Tanggal : 19 Juli 2010 Oleh

Dekan

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Dr. Bambang Wibawarta, S.S., M.A.

NIP. 196510231990031002

(6)

sehingga tesis berjudul Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta dapat diselesaikan. Pemilihan topik ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk ikut menyumbangkan hasil pemikiran pada pengembangan Museum Istana Kepresidenan Jakarta dalam rangka pelaksanaan program edukasi dan komunikasi bagi masyarakat luas dengan tidak mengesampingkan kepentingan yang lain.

Penulisan tesis ini sudah pasti tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan, perhatian, pemahaman, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:

(1) Beasiswa Unggulan Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menempuh studi Magister Arkeologi di Universitas Indonesia.

(2) Prof. Dr. Noerhadi Magetsari selaku pembimbing mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya tesis ini. Banyak hal yang dapat penulis petik selama dalam bimbingan. Beliau selalu memacu dan memberikan dorongan agar tidak menunda-nunda penulisan tesis ini, dengan sabar beliau terus memberi semangat kepada penulis.

(3) Dr. Wanny Rahardjo selaku Ko-pembimbing, ditengah-tengah kesibukan beliau dengan sabar dan bijak membimbing penulis, sehingga pada akhirnya tesis ini layak untuk diujikan.

(4) Dr. Irmawati M. Johan dengan beberapa saran dan masukannya dapat memberikan makna dan upaya untuk mempertajam dan menyempurnakan penulisan tesis ini.

(5) Dr. Supratikno Rahardjo dengan beberapa kritik, pertanyaan dan masukannya membuat penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dan ketidaktelitian dalam menulis tesis ini.

(6) Dr. Kresno Yulianto dengan saran dan masukannya membuat penulis merasa banyak kekurangan dan berupaya dengan sekuat tenaga untuk memperbaiki tesis ini seoptimal mungkin.

(7)

rasakan.

(8) Bapak dan Ibu tercinta, sembah sujud penulis haturkan atas segala do’a dan pengorbanan yang tidak bisa dinilai dengan apapun untuk keberhasilan penulis dalam menempuh pendidikan ini, dengan ini penulis berdo’a semoga apa yang telah penulis lakukan ini dapat memenuhi harapan beliau.

(9) Yang selalu mendapat tempat di hati penulis yakni, Nunung Nurhasanah, S.Pd., Muhammad Reza Hanief, Nibras Muhammad Rashif, Saffana Khalish, dan Oryza Fauziah Azzahra, yang dengan penuh kesabaran dalam penantian yang panjang menjalani liku hidup dan tabah menghadapi segala persoalan sehingga penulis dapat memusatkan segenap perhatian pada penulisan tesis ini, penulis hanya dapat berharap semoga dengan selesainya pendidikan ini dapat sedikit membahagiakan mereka.

(10) Suripto, S.H., M.H. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekretariat Negara RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

(11) Teman-teman widyaiswara Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekretariat Negara RI yang selalu membantu dan mendukung serta tempat penulis untuk bertukar pikiran.

(12) Dra. Adek Wahyuni Saptantinah selaku Kepala Bagian Museum dan Sanggar Seni, Rumah Tangga Kepresidenan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menelusuri data inventarisasi koleksi benda seni Istana Krepresidenan.

(13) Teman-teman ”seperjuangan” museologi angkatan 2008 (Zahir, Daniel, Kartum, Judi Wahyudin, Sarjiyanto, Tampil, Salam, Unding, Windu, Gunawan, Rofik, Ayu, Andini dan Memey), kapan lagi ya...? kita bisa nongkrong, bercanda dan tertawa bersama. Sekarang semuanya sudah sangat lain dan berbeda.

(14) Adik-adikku tercinta yang dengan caranya sendiri-sendiri memperhatikan dan membantu penulis.

(8)

sirna sepanjang masa.

Sangat disadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari predikat sempurna dan memuaskan, untuk itu dengan senang hati dan sikap terbuka penulis menerima segala kritik dan saran untuk terciptanya hasil karya yang lebih baik di masa datang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Depok, 19 Juli 2010

Penulis

(9)

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kukuh Pamuji

NPM : 0806435854

Program Studi : Magister Arkeologi Departemen : Arkeologi

Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya : Tesis

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir serta selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 19 Juli 2010

Yang Menyatakan,

Kukuh Pamuji

(10)

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR FOTO ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

1. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Perumusan Masalah ... 8

1. 3 Tujuan penulisan ... 8

1. 4 Manfaat penelitian ... 9

1. 5 Batasan Penulisan ... 9

1. 6 Metode Penelitian ... 10

1. 7 Sistematika Penulisan ... 12

2. TINJAUAN TEORETIK ... 14

2. 1 Pengertian Museum ... 14

2. 2 Konteks Museologi... 16

2. 3 Konsep Komunikasi Museum ... 17

2. 4 Konsep Edukasi Museum ... 22

2. 5 Konsep Pembelajaran Konstruktivis ... 33

2.5.1 Strategi Belajar Konstruktivis ... 36

2.5.1.1 Proses atas-bawah (Top-down processing) ... 36

2.5.1.2 Pembelajaran Kerjasama (Cooperative Learning) ... 37

2.5.1.3 Pembelajaran Generatif (Generative Learning) ... 37

2.5.2 Model Pembelajaran Berdasarkan Prinsip-Prinsip Konstruktivis ... 42

2.5.3 Implikasi Konstruktivis dalam Proses Belajar ... 45

3. ISTANA KEPRESIDENAN RI ... 47

3. 1 Istana Kepresidenan di Indonesia ... 47

3. 1.1 Istana Bogor ... 47

3. 1.2 Istana Cipanas ... 48

3. 1.3 Istana Yogyakarta... 50

3. 1.4 Istana Tampaksiring ... 51

(11)

3.2.1.2. Ruang Kredensial ... 57

3.2.1.3 Ruang Koridor ... 59

3.2.1.4 Ruang Jepara ... 60

3.2.1.5 Ruang Terima Tamu Ibu Negara ... 61

3.2.1.6 Ruang Resepsi ... 63

3.2.1.7 Ruang Kerja Presiden ... 64

3.2.1.8 Ruang Bendera Pusaka ... 65

3.2.1.9 Ruang Serambi Belakang ... 66

3.3 Halaman Tengah ... 67

3.4 Kantor Presiden ... 69

3.5 Istana Negara ... 70

3.5.1 Tata Letak Ruang Istana Negara ... 72

3.5.1.1 Ruang Serambi Depan... 72

3.5.1.2 Ruang Tamu ... 73

3.5.1.3 Ruang Koridor ... 75

3.5.1.4 Ruang Jamuan ... 77

3.5.1.5 Ruang Upacara ... 78

3. 6 Wisma Negara ... 79

3. 7 Masjid Baiturrahim ... 81

3. 8 Benda Koleksi Istana Kepresidenan... 82

3.8.1 Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi... 82

3.8.2 Furnitur ... 84

3.8.3 Benda seni ... 85

3.8.3.1 Lukisan ... 87

3.8.3.2 Patung ... 88

3.8.3.3 Keramik ... 89

3.8.3.4 Benda Seni Kriya ... 94

3.9 Konsep Kunjungan Istana Kepresidenan Jakarta ... 95

3.9.1 Ketentuan Bagi Para Pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta ... 98

3.9.2 Larangan Bagi Para Pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta ... 98

3.10 Sarana dan Prasarana ... 99

3.11 Pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta ... 100

3.12 Kegiatan Edukatif Kultural ... 101

4. MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN JAKARTA ... 103

4. 1 Peran Museum Istana Kepresidenan Jakarta Sebagai Sarana Komunikasi 103 4. 2 Peran Museum Istana Kepresidenan Jakarta Sebagai Sarana Edukasi ... 110

4. 3 Konsep Pengembangan Museum Istana Kepresidenan Jakarta... 113

4.3.1 Acara Kenegaraan ... 113

4.3.1.1 Upacara Mengenang Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI... 113

4.3.1.2 Kunjungan Tamu Negara ... 115

(12)

Kenegaraan di Istana Kepresidenan Jakarta ... 121

4.3.2.1 Koleksi Seragam Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) ... 121

4.3.2.2 Koleksi Seragam Pramusaji ... 124

4.3.2.3 Koleksi Peralatan Makan dalam Acara Jamuan Kenegaraan ... 126

4.3.2.4 Koleksi Benda Cetakan dalam Acara Jamuan Kenegaraan ... 127

4.3.3 Pameran ... 128

5. PENUTUP ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 136

LAMPIRAN ... 142

INDEKS ... 169

(13)

Tabel 2.1 Teori Belajar Konstruktivis 35 Tabel 3.1 Rekapitulasi Koleksi Benda Seni di Istana Kepresidenan

Jakarta Tahun 2008 86 Tabel 3.2 Tema Koleksi Benda seni di Istana kepresidenan Jakarta 86 Tabel 3.3 Lukisan di Istana Kepresidenan Jakarta Berdasarkan Bahan

Pembuatannya 87 Tabel 3.4 Patung di Istana Kepresidenan Jakarta Berdasarkan Bahan

Pembuatannya 88 Tabel 3.5 Seni Kriya di Istana Kepresidenan Jakarta 94 Tabel 3.6 Sarana Pendukung Wisata Istana Kepresidenan Jakarta

Tahun 2010 100 Tabel 3.7 Statistik Jumlah Pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta

Tahun 2008 - 2009 101 Tabel 4.1 Jenis Display Museum 129

(14)

Gambar 1.1 Bagan Struktur Organisasi Bagian Museum dan Sanggar Seni

Rumah Tangga Kepresidenan ... 6

Gambar 2.1 Proses Musealisasi ... 17

Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale ... 18

Gambar 2.3 Teori Pengetahuan ... 20

Gambar 2.4 Teori Belajar... 21

Gambar 2.5 Gabungan Teori Belajar dan Teori Pengetahuan ... 21

Gambar 2.6 Model Komunikasi Shannon dan Weaver... 28

Gambar 2.7 Model Komunikasi Sirkuler ... 29

Gambar 2.8 Model Komunikasi Knez dan Wright ... 31

Gambar 3.1 Denah kunjungan Istana Kepresidenan Jakarta ... 97

Gambar 4.1 Susunan Peralatan Makan Jamuan Kenegaraan ... 127

Gambar 4.2 Undangan Jamuan Kenegaraan ... 128

(15)

Foto 3.1 Istana Kepresidenan Bogor ... 48

Foto 3.2 Istana Kepresidenan Cipanas ... 50

Foto 3.3 Istana Kepresidenan Yogyakarta ... 51

Foto 3.4 Istana Kepresidenan Tampaksiring ... 53

Foto 3.5 Serambi Depan Istana Merdeka ... 57

Foto 3.6 Ruang Credential, Istana Merdeka ... 59

Foto 3.7 Ruang Koridor Istana Merdeka ... 60

Foto 3.8 Ruang Koridor Istana Merdeka ... 60

Foto 3.9 Ruang Jepara, Istana Merdeka ... 61

Foto 3.10 Ruang Terima Tamu Ibu Negara, Istana Merdeka ... 63

Foto 3.11 Ruang Resepsi, Istana Merdeka ... 64

Foto 3.12 Ruang Kerja Presiden, Istana Merdeka ... 65

Foto 3.13 Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka ... 66

Foto 3.14 Ruang Bendera Pusaka, Istana Merdeka ... 66

Foto 3.15 Serambi Belakang, Istana Merdeka ... 67

Foto 3.16 Halaman Tengah, Istana Kepresidenan Jakarta ... 68

Foto 3.17 Ruang Tamu Presiden, Kantor Presiden ... 70

Foto 3.18 Serambi Depan, Istana Negara ... 73

Foto 3.19 Ruang Tamu, Istana Negara ... 75

Foto 3.20 Kamar Ruang Tamu, Istana Negara ... 75

Foto 3.21 Ruang Koridor, Istana Negara... 76

Foto 3.22 Ruang Jamuan, Istana Negara ... 77

Foto 3.23 Ruang Jamuan, Istana Negara ... 77

Foto 3.24 Ruang Upacara, Istana Negara ... 79

Foto 3.25 Ruang Lobi Wisma Negara ... 81

Foto 3.26 Masjid Baiturrahim ... 82

Foto 3.27 Lukisan Penangkapan Diponegoro ... 87

Foto 3.28 Patung Penunggang Kuda ... 89

Foto 3.29 Patung Hulubalang ... 89

Foto 3.30 Vas Bunga(Mei-ping), Cina abad ke-13 ... 90

Foto 3.31 Piring Hias Celadon, Cina abad ke-15 ... 91

Foto 3.32 Piring Hias Biru Putih, Dinasti Ming ... 91

Foto 3.33 Jembangan Porselin Cina, Dinasti Ching ... 92

Foto 3.34 Piring Hias dari Annam, abad ke-15 ... 93

Foto 3.35 Piring Hias Biru Putih, Imari abad ke-17 ... 93

Foto 3.36 Ceret dari Perak ... 95

Foto 4.1 Upacara Mengenang Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI . 115

Foto 4.2 Upacara Mengenang Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI . 115

Foto 4.3 Rangkaian Acara Kunjungan Tamu Negara ... 117

Foto 4.4 Rangkaian Acara Kunjungan Tamu Negara ... 117

Foto 4.5 Rangkaian Upacara Kredensial ... 121

Foto 4.6 Rangkaian Upacara Kredensial ... 121

Foto 4.7 Seragam Paspampres Tahun 1966 ... 123

Foto 4.8 Seragam Paspampres Tahun 1966 ... 123

(16)

Foto 4.12 Seragam Pramusaji Masa Pemerintahan Presiden Soeharto ... 124

Foto 4.13 Seragam Pramusaji untuk Jamuan Kenegaraan ... 125

Foto 4.14 Seragam Pramusaji Masa pemerintahan Presiden Megawati... 125

Foto 4.15 Seragam Pramusaji Masa pemerintahan Presiden Megawati... 125

Foto 4.16 Seragam Pramusaji Masa pemerintahan Presiden SBY ... 126

Foto 4.16 Seragam Pramusaji untuk Jamuan kenegaraan ... 126

Foto 4.17 Display Karya yang dilengkapi dengan Label ... 130

Foto 4.18 Perangkat Teknologi layar Sentuh (Touch Screen) ... 130

Foto 4.19 Display Pasukan Keraton ... 131

Foto 4.20 Display Pasukan Keraton ... 131

Foto 4.21 Display Deskripsi Karya ... 132

Foto 4.22 Display Koleksi ... 132

(17)

ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

ADC : Aide-de-Camp

AMA : Asosiasi Museum Amerika CI : Corporate Identity

DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Dr. : Doktor

Drs. : Doktorandus

dr. : Dokter

ICOM : International Council Of Museums

ID : Identity

Ir. : Insinyur

KOWAD : Komando Wanita Angkatan Darat KOWAL : Komando Wanita Angkatan Laut KPN : Kepala Protokol Negara

KTP : Kartu Tanda Penduduk

MPR RI : Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Mr. : Mister

m² : Meter Persegi

PASPAMPRES : Pasukan Pengaman Presiden PATWAL : Patroli Pengawal

POLRI : Polisi Republik Indonesia POLWAN : Polisi Wanita

RI : Republik Indonesia

SBY : Susilo Bambang Yudhoyono SMA : Sekolah Menengah Atas TNI : Tentara Nasional Indonesia

UU : Undang-Undang

VVIP : Very Very Important Person WARA : Wanita Angkatan Udara

(18)

Lampiran 1 Daftar Lukisan di Istana Merdeka ... 142

Lampiran 2 Daftar Lukisan di Istana Negara ... 144

Lampiran 3 Daftar Lukisan di Kantor Presiden ... 145

Lampiran 4 Daftar Patung di Istana Merdeka ... 147

Lampiran 5 Daftar Patung di Istana Negara ... 150

Lampiran 6 Daftar Patung di Kantor Presiden ... 151

Lampiran 7 Daftar Patung di Halaman Tengah ... 153

Lampiran 8 Daftar Benda Seni Kriya di Istana Merdeka ... 155

Lampiran 9 Daftar Benda Seni Kriya di Istana Negara ... 167

Lampiran 10 Daftar Benda Seni Kriya di Kantor Presiden ... 169

(19)

Program Studi : Magister Arkeologi

Judul : Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta

Tesis ini membahas tentang Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa komunikasi dan program edukasi yang dilakukan di Istana Kepresidenan Jakarta belum optimal, mengingat Istana Kepresidenan Jakarta saat ini berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan sehingga perlu adanya sebuah museum khusus yang mengacu kepada konsep pendidikan konstruktivis yang memiliki karakteristik free choice learning, sehingga memungkinkan pengunjung dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang optimal tentang Istana Kepresidenan Jakarta.

Kata kunci :

Edukasi, komunikasi, konstruktivis

(20)

Study Program : Magister of Archaeology

Title : Communication and Education in the Presidential Palace Museum in Jakarta

This thesis discusses the communication and education at the Presidential Palace Museum in Jakarta. This study is a descriptive qualitative approach. The results of this study identified that communication and education programs are conducted at the Presidential Palace in Jakarta is not optimal, given the Presidential Palace in Jakarta now serves as the center of government activities so that the need for a special museum which refers to the concept of constructivist education that has the characteristics of free choice learning, allowing visitors can obtain an optimal knowledge and experience of the Presidential Palace in Jakarta.

Keywords:

Education, communication, constructivist

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi, maka dalam perkembangannya aktivitas permuseuman dipusatkan pada masyarakat. Museum bukan sekedar menjadi tempat penyimpanan benda langka dan mahal, melainkan sebagai sebuah lembaga kebudayaan yang melayani masyarakat (Magetsari,2008:3). Dengan demikian, museum mulai mengembangkan dirinya menjadi institusi yang terbuka bagi masyarakat.

Dewasa ini museum tidak lagi ingin disebut sebagai ‘gudang’ tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan masyarakat pada umumnya, tetapi museum berupaya menjadi tempat dimana pengunjung dapat merasakan suasana dan pengalaman yang berbeda. Perubahan ini sekaligus juga mengubah peran museum yang semula menekankan pada koleksi, yaitu mengumpulkan, merawat, dan memamerkan koleksi, berkembang menjadi tempat preservasi, penelitian, dan komunikasi, yang bertujuan untuk menyampaikan misi edukasi sekaligus rekreasi kepada masyarakat (Weil, 1990; Greenhill, 1994;140).

Perubahan tersebut juga membuat misi edukasi museum mengalami pergeseran. Apabila selama ini edukasi museum berperan untuk menyampaikan pendidikan kepada anak-anak, namun dengan perkembangan paradigma yang ada, museum juga harus dapat menyampaikan misi edukasinya kepada semua lapisan masyarakat. Museum tidak hanya sekedar menjadi tempat untuk mendidik masyarakat, tetapi menjadi tempat pembelajaran, yang termasuk di dalamnya tempat di mana pengunjung dapat memperoleh pengalaman (Ambrose dan Paine, 2006:46-48).

Dalam melaksanakan tanggung jawab di bidang pendidikan, menurut Van Mensch (1992), museum memiliki tanggung jawab etis untuk mengaplikasikan koleksi dan sumber daya lain yang dimilikinya untuk pengembangan pengetahuan publiknya. Kaidah umum yang harus diupayakan adalah membuat museum dan

(22)

koleksinya dapat diakses secara fisik, emosional dan intelektual oleh publik sebanyak mungkin. Museum harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menambah pengetahuan dan pengalamannya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya itu, museum harus meningkatkan perannya sebagai sumber pembelajaran yang dapat digunakan oleh seluruh komponen masyarakat atau kelompok-kelompok khusus yang harus dilayaninya (Edson dan Dean, 1996:192).

Sementara itu, berbagai macam informasi dan pengalaman yang ingin disampaikan oleh museum kepada masyarakat atau pengunjung museum dilakukan melalui komunikasi museum. Komunikasi di museum meliputi semua aktivitas untuk menarik pengunjung (publikasi dan pemasaran), mencari kebutuhan mereka (penelitian dan evaluasi), dan menyediakan kebutuhan intelektual pengunjung (pendidikan dan hiburan) (Greenhill,1996:140).

Sehubungan dengan kegiatan komunikasi dan edukasi yang akan diuraikan, selama ini informasi mengenai Istana Kepresidenan masih sangat terbatas, terpilah-pilah dan bahkan terkesan tersembunyi. Padahal, istana-istana tersebut adalah bagian penting dari sebuah perjalanan bangsa. Istana Kepresidenan sesungguhnya adalah milik dan simbol bagi bangsa Indonesia.

Istana bukan saja sekedar gedung besar dan klasik, tetapi tempat dimana sejarah dibuat oleh para tokoh. Dari istana-istana Kepresidenan inilah kebijakan- kebijakan pemerintah dilahirkan, karena istana merupakan pusat kegiatan pemerintahan.

Istana Kepresidenan merupakan lambang dari perjalanan sejarah bangsa kita dengan keberagamannya. Bangunan ini layak dipertahankan dan harus dipahami karena merupakan simbol keberagaman dan kebersatuan. Istana Kepresidenan merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia (Kleinsteuber dan Rusdi, 2008:iv). Istana dibangun dalam lingkungan budaya tertentu, dan dikelilingi oleh kebudayaan dan tradisi masyarakat setempat. Terjalinnya hubungan dengan lingkungan sekitar menjadi cermin bahwa Istana Kepresidenan tak terpisahkan dari sejarah dan budaya kita. Dengan mengenalnya lebih baik maka akan menimbulkan perasaan memiliki, sehingga timbul rasa tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan wibawa dan kharismanya (Kleinsteuber dan Rusdi, 2008:vi).

(23)

Sejak pertama kalinya resmi dibuka untuk masyarakat umum pada 24 Mei 2008, antusiasme masyarakat untuk melakukan kunjungan wisata ke dalam kompleks Istana sangat terlihat jelas. Antusiasme ini dibuktikan dengan jumlah pengunjung yang begitu banyak yang datang bukan hanya dari wilayah Jakarta, tetapi juga dari luar kota barbagai daerah di Indonesia. Wisata Istana yang hanya dibuka pada hari Sabtu dan Minggu, mulai pukul 09.00 WIB sampai 16.00 WIB ini diserbu oleh pengunjung baik dewasa maupun anak-anak. Sebelum loket pendaftaran dibuka para pengunjung telah berkerumun dan rela mengantri disekitar loket pendaftaran. Pendaftaran pengunjung akan ditutup pukul 15.00 WIB pada setiap waktu kunjungan. Jumlah pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta sejak bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Februari 2009 (atau 76 hari kunjungan yang dibuka pada hari Sabtu dan Minggu) berjumlah 112.592 orang atau rata-rata kunjungan per-harinya berjumlah 1.481 orang.

Program Wisata Istana ini sengaja dibuat dalam rangka merayakan 100 tahun Kebangkitan Nasional dan Visit Indonesia Year 2008. Program ini juga mengacu pada konsep tur istana atau kerajaan seperti yang dilakukan oleh Istana Gedung Putih (White House) di Amerika dan Gedung Buckingham Palace di Inggris. Dua tempat yang disebutkan tersebut telah memiliki program tur Istana dengan konsep yang jelas, terjadwal, dan birokrasi yang mudah. Dari data yang penulis peroleh, tercatat Lebih dari 50.000 orang setiap tahunnya mengunjungi Istana Buckingham sebagai para tamu pada perjamuan-perjamuan, makan siang, makan malam, dan pesta-pesta resmi keluarga kerajaan ( Wikipedia, ensiklopedia bebas).

Karena Istana Kepresidenan Jakarta merupakan living monument, yaitu bangunan bersejarah yang masih digunakan untuk kepentingan Pemerintahan Republik Indonesia, dan pemanfaatannya sebagai ruang publik diatur secara ketat, berimplikasi langsung kepada pengunjung yang tidak dapat secara leluasa untuk memilih dan mengapresiasi koleksi dalam waktu yang cukup lama, seperti halnya kalau mereka mengunjungi museum yang lain. Disamping itu pengunjung tidak dapat secara leluasa untuk mengamati koleksi benda seni yang ada di dalamnya karena waktu kunjungan dan alur kunjungan sudah diatur sedemikian rupa.

Dengan demikian para pengunjung tidak dapat secara leluasa mengakses

(24)

informasi yang diperlukannya berkaitan dengan Istana Kepresidenan Jakarta ketika mereka melakukan kunjungan Wisata Istana Kepresidenan.

Secara ideal sebelum masyarakat berkunjung ke Istana Kepresidenan Jakarta mereka perlu diberikan pengetahuan yang memadai tentang seluk-beluk Istana Kepresidenan Jakarta. Pembekalan pengetahuan kepada masyarakat ini hanya dapat dilakukan apabila Istana Kepresidenan ditata sebagai museum, tetapi masalahnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang tepat untuk dapat melaksanakan kegiatan komunikasi dan edukasi kepada para pengunjung, sehingga mereka mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang Istana Kepresidenan Jakarta setelah mereka melakukan kunjungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk museum yang lokasinya berada dilingkungan kompleks Istana Kepresidenan Jakarta. Dengan demikian proses komunikasi dan edukasi yang dilakukan oleh pengelola Istana Kepresidenan Jakarta dapat berjalan dengan lebih optimal.

Ide pembentukan museum di Istana Kepresidenan Jakarta yang dapat dikunjungi secara leluasa ini mengacu pada Museum Istana Kepresidenan Yogyakarta yang saat ini sudah dibuka secara resmi bagi masyarakat umum.

Museum di Istana Kepresidenan Yogyakarta ini dapat terwujud karena apabila ditinjau dari aspek kesiapan secara fisik, Istana Kepresidenan Yogyakarta lebih siap dibandingkan dengan Istana Kepresidenan yang lain. Di Istana Kepresidenan Yogyakarta, bangunan yang dibutuhkan untuk difungsikan sebagai museum sudah tersedia. Di samping itu, faktor pendukung lainnya adalah dari sisi protokoler, kegiatan Presiden relatif jarang dilaksanakan di Istana Yogyakarta, maka kunjungan masyarakat tidak akan mengganggu jalannya kegiatan pemerintahan.

Kehadiran Museum Istana Yogyakarta ini merupakan jendela untuk dapat melihat bangunan istana yang menyimpan banyak cerita tentang benda-benda seni dan benda-benda bersejarah yang merupakan sumber ilmu pengetahuan bagi generasi muda dan masyarakat pada umumnya. Museum istana yang telah berdiri ini merupakan salah satu andil dari Istana Kepresidenan Republik Indonesia dalam rangka membantu kegiatan pendidikan kepada masyarakat.

Dewasa ini para profesional museum mulai mengeksplorasi pendidikan dengan cara yang baru. Pendidikan sudah digambarkan kembali di dalam

(25)

masyarakat, dan konsepnya diperluas lebih dari sekedar ketetapan di dalam lembaga formal seperti sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Pendidikan di museum muncul untuk suatu cakupan yang sangat luas. Pendidikan di dalam museum kini dipahami sebagai suatu cakupan dari pameran-pameran, workshop dan publikasi, karena suatu cakupan yang sangat meningkat dari jenis para pengunjung, termasuk sekolah-sekolah, pelajar-pelajar, keluarga-keluarga, dan orang dewasa. Pendidikan museum dapat berlangsung baik dalam museum maupun di dalam masyarakat (Greenhill, 1996:142).

Istana Kepresidenan Jakarta yang dijadikan model dalam penelitian ini dikelola oleh Rumah Tangga Kepresidenan, yaitu organisasi yang berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden dan secara administratif dikoordinasikan oleh Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia. Dasar hukum organisasi Rumah Tangga Kepresidenan yang membawahi pengelolaan kegiatan Wisata Istana Kepresidenan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2005 tanggal 19 April 2005 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Negara Republik Indonesia dan Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, dimana Rumah Tangga Kepresidenan yang sebelumnya bernama Sekretariat Presiden berada di bawah organisasi Sekretariat Negara Republik Indonesia. Dasar hukum lainnya adalah Peraturan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 tanggal 12 Agustus 2005 tentang Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Negara Republik Indonesia termasuk didalamnya Organisasi Rumah Tangga Kepresidenan.

Unit kerja yang bertanggung jawab mengurus kegiatan permuseuman selanjutnya diemban oleh Subbagian Pengelolaan dan Perawatan Koleksi, Bagian Museum dan Sanggar seni Biro Istana-Istana, yang secara struktural berada di bawah Deputi Kepala Rumah Tangga Kepresidenan Bidang Kerumahtanggaan dan Pengelolaan Istana, di bawah Kepala Rumah Tangga Kepresidenan sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 Pasal 79 yang berbunyi: Bagian Museum dan Sanggar Seni mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan koleksi benda-benda seni, benda-benda bersejarah dan pengurusan cinderamata, dekorasi, dan kesenian di lingkungan Istana Kepresidenan.

(26)

Selanjutnya dalam Pasal 80 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, Bagian Museum dan Sanggar Seni menyelenggarakan fungsi:

a. Pengelolaan koleksi yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pengadaan, pencatatan, display benda-benda museum/seni dan benda- benda koleksi Rumah Tangga Kepresidenan;

b. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan dan penyimpanan benda-benda museum/seni dan benda-benda koleksi Rumah Tangga Kepresidenan;

c. Penerimaan, pencatatan dan penyimpanan cinderamata yang diterima di lingkungan Istana Kepresidenan;

d. Perencanaan dan pelaksanaan penyiapan dekorasi, tata keindahan dan aspek estetika lainnya di lingkungan Rumah Tangga Kepresidenan;

e. Perencanaan dan pelaksanaan penyiapan desain-desain kebutuhan Rumah Tangga Kepresidenan;

f. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kesenian dan pengelolaan sarana pendukungnua di lingkungan Rumah Tangga Kepresidenan.

Sementara itu, dalam pasal berikutnya yaitu Pasal 81, susunan organisasi Bagian Museum dan Sanggar Seni terdiri dari:

a. Subbagian Pengelolaan dan Perawatan Koleksi;

b. Subbagian Dekorasi;

c. Subbagian Kesenian.

Berdasarkan susunan organisasi tersebut, maka Bagan Organisasi Bagian Museum dan Sanggar Seni secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.1

Bagan Struktur Organisasi Bagian Museum dan Sanggar Seni Rumah Tangga Kepresidenan

Kepala Bagian Museum dan Sanggar Seni

Kepala Sub Bagian Dekorasi Kepala Sub Bagian

Pengelolaan dan Perawatan Koleksi

Kepala Sub Bagian Kesenian

(27)

Sementara itu, tugas masing-masing struktur tersebut sebagaimana diuraikan dalam Pasal 82 adalah:

(1) Subbagian Pengelolaan dan Perawatan Koleksi, Bagian Museum dan Sanggar seni Biro Istana-Istana adalah melaksanakan pengelolaan dan perawatan koleksi yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan serta pelaporan pengadaan, pencatatan, display, serta pemeliharaan dan perawatan benda- benda museum/seni dan benda-benda koleksi Rumah Tangga Kepresidenan.

(2) Subbagian Dekorasi mempunyai tugas melaksanakan dekorasi tata ruang dalam dan luar serta dekorasi bunga, taman dan unsur dekorasi lainnya, menyiapkan pola dan desain dekorasi serta administrasi dekorasi di lingkungan Rumah Tangga Kepresidenan.

(3) Subbagian Kesenian mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan kesenian dan pengelolaan sarana pendukungnya, pembinaan koordinasi kerjasama dengan seniman dan organisasi kesenian serta pihak-pihak lain, penyiapan desain produk cetak dan cinderamata serta administrasi kesenian di lingkungan Rumah Tangga Kepresidenan (Peraturan Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005 : 31).

Dalam rangka memberikan pelayanan dan menyampaikan misi edukasi kepada para pengunjungnya, berbagai upaya telah dilakukan oleh Istana Kepresidenan Jakarta, walaupun tentu saja masih banyak hal yang perlu disempurnakan. mengingat saat ini banyak hambatan yang ditemui kaitannya dengan fungsi Istana Kepresidenan sebagai tempat yang masih digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Penelitian ini dibatasi pada pengkajian tentang edukasi dan komunikasi yang terkait dengan obyek yang berupa benda-benda koleksi Istana Kepresidenan dan aktivitas-aktivitas yang berlangsung dalam Istana Kepresidenan yang akan disajikan dalam bentuk eksebisi Istana Kepresidenan RI.

Penelitian ini menjadi menarik karena belum ada penelitian mengenai studi komunikasi dan edukasi di museum yang dilakukan oleh Istana Kepresidenan RI.

Dengan penelitian tentang komunikasi dan edukasi di museum yang mengambil model Museum Istana Kepresidenan Jakarta ini, diharapkan dapat memperbaiki kegiatan permuseuman yang sudah ada pada saat ini sehingga para pengunjung

(28)

akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang lebih mendalam tentang Istana Kepresidenan RI.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995, museum merupakan lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda bukti materiil hasil budaya manusia, alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa untuk kepentingan generasi yang akan datang (Peraturan Pemerintah RI No.19, 1995:3). Dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tersebut di atas, maka museum harus dikelola berdasarkan fungsi penting sebagai lembaga kebudayaan, yang berguna untuk penelitian, pendidikan dan sarana tempat hiburan masyarakat luas. Untuk tercapainya tujuan tersebut maka pengelolaan museum harus mendapat perhatian yang lebih besar dan serius dari berbagai pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun para pengelola museum.

1.2 Perumusan Masalah

Penulisan tesis ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman secara menyeluruh tentang Museum Istana Kepresidenan Jakarta dalam melaksanakan kegiatan komunikasi dan edukasi kepada para pengunjungnya. Oleh karena itu, masalah penulisan tesis ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

Dengan mengacu pada hal-hal seperti yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini adalah:

a. Bagaimana agar koleksi benda seni dan acara kenegaraan yang dilaksanakan di Istana Kepresidenan Republik Indonesia dapat dipahami oleh pengunjung?

b. Bagaimana cara menyajikan koleksi benda seni dan acara kenegaraan dalam eksebisi Istana Kepresidenan Jakarta?

c. Bagaimana model komunikasi dan edukasi yang efektif dalam menyajikan koleksi benda seni dan acara kenegaraan di Istana Kepresidenan Jakarta?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penulisan tesis ini adalah:

(29)

1. Memberikan penjelasan tentang koleksi benda seni dan acara kenegaraan yang dilaksanakan di Istana Kepresidenan Jakarta.

2. Memberikan gambaran bahwa kegiatan komunikasi dan edukasi yang dilaksanakan di Istana Kepresidenan Jakarta saat ini masih perlu disempurnakan dan ditingkatkan.

3. Memberikan masukan kepada pengelola Istana Kepresidenan Jakarta tantang perlunya sebuah museum Istana Kepresidenan Jakarta yang dapat menerapkan model komunikasi dan edukasi museum berdasarkan konsep konstruktivis dengan menerapkan proses pembelajaran aktif (active learning).

1.4 Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian yang ditetapkan, manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menyumbangkan pemikiran tentang landasan teoretik yang dapat dijadikan model dalam menentukan konsep eksebisi museum.

2. Menyumbangkan pemikiran kepada pengelola Istana Kepresidenan Jakarta tentang konsep eksebisi yang memungkinkan pengunjung dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman dengan melakukan pembelajaran aktif di museum.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar/pijakan dalam upaya membangun dan mengembangkan Museum Istana Kepresidenan Jakarta.

1.5 Batasan Penulisan

Pembahasan mengenai konsep komunikasi dan edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta belum pernah dilakukan sebelumnya, oleh karena itu penulisan tesis ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk mendapatkan pengetahuan tentang berbagai konsep yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran di museum dan model eksebisi yang interaktif sesuai dengan konsep pembelajaran aktif. Eksebisi yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah bagaimana menyajikan koleksi yang dipamerkan di Museum Istana Kepresidenan Jakarta.

(30)

Batasan yang perlu mendapatkan perhatian dalam penulisan tesis ini adalah pemilihan model komunikasi dan edukasi yang efektif dalam menyajikan koleksi benda seni dan acara kenegaraan di Istana Kepresidenan Jakarta.

Mengingat acara kenegaraan di Istana kepresidenan Jakarta jumlahnya cukup banyak, maka yang akan ditampilkan dalam pembahasan tesis ini adalah acara kenegaraan yang berupa: Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dan Jamuan Kenegaraan bagi Tamu Negara. Semantara itu, lokasi yang menjadi obyek pembahasan tesis ini adalah Istana Kepresidenan Jakarta yang beralamat di Jalan veteran No.16 Jakarta.

1.6 Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang disampaikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini akan banyak menggunakan konsep-konsep yang terdapat dalam teori komunikasi, teori pendidikan, dan teori pembelajaran.

Konsep-konsep tersebut digunakan sebagai rujukan untuk dapat memberikan gambaran tentang penyajian koleksi dan informasi dalam kegiatan eksebisi dan proses belajar yang berlangsung di museum. Sifat penelitian yang diterapkan dalam tesis ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan berbagai kondisi data sebagaimana adanya.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,2004:6).

Untuk mendapatkan hasil analisis yang memadai, maka penelitian ini dilakukan memalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Tahap pengumpulan data

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: pengumpulan literatur dan pengamatan (observasi). Pengumpulan literatur dilakukan untuk mendapatkan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, metode, dan teknik penelitian, baik dalam pengumpulan atau menganalisa data yang pernah digunakan para

(31)

peneliti terdahulu (Nazir, 1998:111). Teori yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah teori komunikasi dan edukasi di museum. Disamping itu peneliti mengumpulkan data internal Istana Kepresidenan RI berupa data pengunjung, laporan studi pengembangan sarana fisik dan non fisik.

Data yang berkaitan dengan kegiatan kunjungan Istana Kepresidenan dikumpulkan melalui pengamatan (observasi). Dalam melakukan pengamatan terdapat beberapa tipe yang dapat dipilih, yaitu pengamatan yang tidak berstruktur dan pengamatan berstruktur (Sevilla, 1993:198). Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan tidak berstruktur. Pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengamatan tidak berstruktur dianggap lebih fleksibel dan terbuka. Situasi terbuka yang dimaksudkan di sini adalah pengamat melihat kejadian secara langsung pada tujuan (Sevilla, 1993:198).

Untuk itu semua komponen yang ada dalam kegiatan kunjungan Istana Kepresidenan direkam pada saat pengamatan berlangsung.

2. Tahap pengolahan data

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, maka untuk menjawab permasalahan penelitian yang telah diajukan sebelumnya, dilakukan analisis dan pengolahan data terhadap literatur dan hasil pengamatan. Dalam mengolah data yang telah terkumpul, teori komunikasi dan edukasi di museum dan data hasil pengamatan dijadikan sebagai kerangka pembahasan. Selanjutnya kerangka pembahasan tersebut digunakan untuk menguji kebijakan eksebisi dan program edukasi yang digunakan oleh Istana Kepresidenan Jakarta dalam rangka menentukan kegiatan komunikasi dan edukasi yang lebih baik.

3. Tahap penyimpulan data

Tahap penyimpulan dilakukan pada tahap akhir dari penelitian ini. Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif, peneliti menyampaikan teori komunikasi dan edukasi yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan kunjungan Wisata Istana Kepresidenan Jakarta. Teori ini juga diaplikasikan untuk mengembangkan disain eksebisi museum Istana Kepresidenan Jakarta.

(32)

1.7 Sistematka Penulisan

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi tesis ini, maka sistematika penulisan disusun dengan urutan sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, batasan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : TINJAUAN TEORETIK

Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep dan teori yang berkaitan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yaitu pengertian museum, konteks museologi, konsep komunikasi museum, konsep edukasi museum, dan konsep pembelajaran konstruktivis.

BAB 3 : ISTANA KEPRESIDENAN RI

Pada bab ini dibahas tentang Istana Kepresidenan di Indonesia (yang meliputi Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Yogyakarta, Istana Tampaksiring dan Istana Jakarta). Selanjutnya secara khusus dibahas tentang Istana Merdeka, halaman tengah, Kantor Presiden, Istana Negara, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, benda koleksi Istana Kepresidenan, konsep kunjungan Istana Kepresidenan Jakarta, sarana dan prasarana, pengunjung Istana Kepresidenan Jakarta, dan kegiatan edukatif kultural.

BAB 4 : MUSEUM ISTANA KEPRESIDENAN JAKARTA

Pada bab ini dibahas tentang peran Museum Istana Kepresidenan Jakarta sebagai sarana komunikasi, Peran Museum Istana Kepresidenan Jakarta sebagai sarana edukasi, dan konsep pengembangan Museum Istana Kepresidenan.

(33)

BAB 5 : PENUTUP

Pada bab ini akan dibahas tentang kesimpulan dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak pengelola museum Istana Kepresidenan Jakarta berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya.

(34)

BAB 2

TINJUAN TEORETIK

2.1 Pengertian Museum

Menurut asal katanya, museum berasal dari bahasa Yunani “Mouseion”, yaitu kuil untuk Sembilan Dewi Muze, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur (Direktorat Museum, 2008:15). Kesembilan gadis angkasa yang merupakan keturunan dari Mnemosyne dengan Zeus, dewa tertinggi Yunani sebagaimana yang terdapat dalam mitologi Yunani itu adalah para penguasa cabang-cabang seni dan ilmu pengetahuan, seperti Calliope, Cleio, Erato, Euterpe, Melpomene, Polyhymnia, Terpsichore, Thaleia, dan Urania.

Mereka bersemayam di Pegunungan Olympus (http://id.wikipedia.org/wiki/Mito logi_Yunani).

Dalam bahasa Latin museum adalah nama yang digunakan untuk bangunan universitas di jaman Alexandria tahun 1615, kemudian istilah mouseion digunakan sebagai tempat untuk studi dan perpustakaan, sedangkan di Inggris adalah sebagai bangunan untuk menyajikan atau memamerkan (display) obyek, tercatat pertama kali 1683.1

Pengertian museum di Indonesia tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1995 tentang Pemeliharaan dahn Pemanfaatan Benda cagar Budaya di museum. Dalam peraturan pemerintah tersebut dijelaskan bahwa museum adalah lembaga tempat menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan benda-benda bukti material hasil budaya manusia serta alam

Asosiasi Museum Amerika (AMA) mendefinisikan museum sebagai suatu lembaga (institusi) “yang dikelola seperti halnya sebuah institusi sosial dan swasta nirlaba, yang berada pada suatu dasar permanen untuk tujuan-tujuan pendidikan dan estetis secara esensial” yang “memelihara dan memiliki atau memanfatkan obyek-obyek nyata, yang bergerak maupun tak bergerak dan memamerkannya secara teratur “yang” memiliki paling sedikit satu anggota staf profesional atau pegawai yang bekerja penuh waktu, “dan dibuka untuk masyarakat secara teratur sedikitnya 120 hari per tahun” (Kotler dan Kotler, 1998: 6).

1

(35)

lingkungannya, guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa untuk kepentingan generasi yang akan datang (PP RI No.19, 1995:3).

Atas dasar berbagai macam definisi tentang museum seperti yang telah disebutkan di atas, salah satu definisi yang paling dapat dipertanggungjawabkan dan dikeluarkan oleh institusi resmi yang berkaitan dengan museum adalah definisi museum berdasarkan konferensi umum ICOM (International Council Of Museums ) yang ke-11 di Kopenhagen pada tahun 1974 yakni:

“ A Museum is a non profit making, permanent institution in the service of society and of its development and open to the public, which acquires, conserves, communicates and exhibits for purposes of study, education and enjoyment, material evidence of man and environment”.

Museum adalah sebagai sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan- tujuan studi, pendidikan, dan kesenangan, barang pembuktian manusia dan lingkungannya (Direktorat Museum,2008:15).

Kedalam pengertian museum tersebut, lembaga-lembaga lainnya, seperti:

lembaga konservasi dan tempat-tempat pameran yang diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan, monumen peninggalan alam, kepurbakalaan dan etnografi, monumen sejarah dan kegiatan-kegiatannya dalam hal pengadaan, konservasi, dan komunikasi, lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup-pembuktian sejarah perkembangan alam-seperti kebun binatang atau taman botani dan zoologi, aquarium vivaria, cagar alam pusat-pusat ilmu pengetahuan(science-centres) dan planetaria oleh ICOM dianggap sebagai yang terangkum oleh definisi tentang museum di atas (Sutaarga, 2000:31).

Asosiasi Museum Inggris juga memberikan definisi yang memberikan penekanan pada tujuan utama museum yang mengarah kepada masyarakat, yaitu:

“A museum is an institution which collect documents, preserves and interprets material evidence and associated information for the public benefit” (Museum Association, 1984).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat suatu persamaan yang dimiliki oleh semua museum, yaitu sebagai

(36)

tempat preservasi dan meneliti koleksi yang mereka miliki untuk kemudian diinformasikan kepada masyarakat. Dengan demikian, dalam pengelolaan museum ada misi edukasi yang mereka bawa, dan saat ini pengelolaan museum tidak hanya sebatas menjalani peran tersebut tetapi penting juga museum menyadari perannya di tengah masyarakat.

Peran museologi baru kemudian mendasari peran museum sebagai suatu lembaga yang melayani masyarakat dengan memusatkan perhatian pada pengembangan hubungan timbal balik antara museum dengan masyarakat (Magetsari, 2008:9). Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembelajaran tentang hal yang berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya, dan lingkungannya.

Museum merupakan wahana untuk mengabadikan dan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan maupun peristiwa-peristiwa dan benda-benda bersejarah.

2.2 Konteks Museologi

Pada awalnya suatu benda digunakan sesuai dengan fungsi aslinya, Dalam kondisi seperti ini maka suatu benda berada pada konteks primer (primary context). Pada saat itu suatu benda memiliki nilai ekonomi (economic value), karena berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dalam berbagai bidang. Selanjutnya setelah benda tersebut dipilih menjadi koleksi museum, maka benda tersebut mengalami proses musealisasi (musealisation) dan akan menempati konteks yang baru, yaitu konteks museologi (museological context).

Dalam konteks museologi, suatu benda mengalami pemberian makna dan informasi. Proses ini dikenal dengan museality. Pada saat ini suatu benda tidak lagi berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan, melainkan menjadi benda yang memiliki nilai sebagai dokumen yang dapat merekam kehidupan suatu masyarakat. Proses musealisasi ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

(37)

Gambar 2.1 Proses Musealisasi

(Sumber: van Mensch, 2003 dalam Magetsari, 2008:5)

Konteks menjadi suatu hal yang penting dalam sebuah pameran museum.

Konteks diperlukan agar makna yang terkandung dalam suatu benda dapat dipahami oleh pengunjung museum. Selanjutnya museum memiliki otoritas untuk memilih, menginterpretasi, dan menampilkan sesuatu yang menurut museum dipandang memiliki nilai. Konteks makna yang tercipta melalui interpretasi dari obyek yang dipamerkan dapat membantu pengunjung memahami masa lampau serta pentingnya pelestarian bagi kepentingan generasi mendatang (Magetsari,2008:9).

2.3 Konsep Komunikasi Museum

Salah satu perbedaan antara museum tradisional dengan museum baru adalah bahwa pada museum tradisional terjadi proses komunikasi searah (proses transmisi), sedangkan pada museum baru lebih menekankan terjadinya proses komunikasi timbal balik. Apabila perbedaan itu kita telusuri, maka paling tidak kita dapat melihat dua ciri yang terdapat pada museum tradisional, yaitu:

1. Penyajian koleksinya masih secara transmisi searah, bukan komunikasi dua arah.

2. Perubahan konsentrasi dari yang awalnya berkonsentrasi kepada koleksi menjadi konsentrasi pada masyarakat.

(38)

Proses komunikasi pada museum tradisional tersebut sejalan dengan model komunikasi yang diperkenalkan oleh Shannon dan Weaver yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.6 Model Komunikasi Shannon dan Weaver (Sumber: Eilean Hooper-Greenhill,1996:40)

Dari gambar tersebut kita dapat melihat bahwa sebuah pesan berasal dari sumber yang dikirimkan oleh pemancar (transmitter) kepada penerima (receiver) melalui sebuah saluran (channel), sehingga pesan itu sampai pada tujuan akhir (destination). Dalam penyampaian pesan tersebut terdapat gangguan yang dapat mempengaruhi penyampaian pesan yang disebut “noise”. Dalam proses komunikasi tersebut penerima pesan hanya menjadi tujuan akhir. Apabila model komunikasi ini diterapkan dalam pameran museum, maka pengunjung sebagai penerima pesan tidak mempunyai peran yang aktif dalam proses komunikasi.

Dalam perkembangan selanjutnya muncul konsep yang disebut umpan balik.

Dengan adanya umpan balik ini maka akan dapat diketahui apakah suatu pesan dapat tersampaikan atau sebaliknya. Komunikasi dapat dilakukan berulang kali, sehingga terjadi suatu proses komunikasi yang bersifat sirkuler. Apabila terjadi hambatan komunikasi, maka proses komunikasi dapat diulang dengan mengubah pesan (message) atau saluran yang digunakan (channel), sehingga kalau digambarkan proses komunikasi akan berlangsung sebagai berikut:

(39)

Gambar 2.7 Model Komunikasi Sirkuler (Sumber: Eilean Hooper – Greenhill, 1996:47)

Berdasarkan gambar tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa penerima pesan berperan lebih aktif. Makna pesan ditentukan oleh baik pengirim pesan maupun penerima pesan. Oleh karena itu, kedua belah pihak (pengirim pesan dan penerima pesan) akan menentukan pemaknaan suatu pesan. Komunikasi ini dikatakan efektif apabila proses komunikasi yang dilakukan bersama tersebut semakin besar. Untuk dapat membantu pemahaman kita tentang komunikasi, ada beberapa definisi komunikasi yang dapat disampaikan. Hybels dan Weafer dalam Liliweri menyatakan bahwa komunikasi adalah:

Proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu dsekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan (Liliweri, 2002:3).

Sejalan dengan hal tersebut, Billie J. Wlhstrom mengungkapkan bahwa komunikasi adalah:

(a) Pernyataan diri yang efektif, (b) pertukaran pesan-pesan yang tertulis, pesan-pesan dalam percakapan, bahkan melalui imajinasi, (c) pertukaran informasi atau hiburan dengan kata-kata melalui percakapan atau dengan metode lain, (d) pengalihan informasi dari seseorang kepada orang lain, (e) pertukaran makna antarpribadi dengan sistem simbol, (f) proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan efek tertentu (Walhstrom, 1992:9).

(40)

Model komunikasi sederhana mulai diperkenalkan pada dunia museum di Amerika Utara oleh Cameron pada akhir tahun 1960 yang memicu suatu perdebatan (Cameron,1968; Knez dan Wright,1970; Miles,1989 dalam Greenhill,1996:46). Fokus dari debat itu adalah apakah sebuah obyek merupakan aspek yang paling penting dalam suatu sistem komunikasi museum, atau hanyalah salah satu bagian dari komuniksai. Debat ini terlihat kecil, tetapi mengundang pelajaran untuk mencatat penggunaan-penggunaan dan mengambil model komunikasi sederhana untuk mengenali media, dan bagaimana menyampaikan suatu pesan. Selanjutnya Knez dan Wright mengusulkan modifikasi model komunikasi museum sebagai berikut:

Gambar 2.8 Model Komunikasi Knez dan Wright (Sumber: Eilean Hooper-Greenhill,1996:47)

Selain itu, konsep mengenai komunkasi museum dapat juga dikemukakan sebagai berikut:

Communication is defined as “the presentation of the collections to the public through education, exhibition, information and public services. It is also the outreach of the museum to the community” (Walden, 1991:27 dalam Greenhill, 1996:28).

(41)

Menurut Amir Sutaarga ada tiga aspek yang perlu diperhatikan kaitannya dengan komunikasi museum, yaitu:

(a) Museumnya sendiri dan “evidence of man and environment” sebagai wadah dan isi yang dapat dianggap sebagai komunikator, (b)”communicates and exhibits” yang dianggap sebagai perlunya komunikasi, dan (c) “for purpose of study, education and enjoyment” dari pengunjung museum yang dapat dianggap sebagai komunikannya (Sutaarga,1996).

Menurut Greenhill, komunikasi museum dapat dilakukan melalui banyak metoda dari banyak jenis pameran yang berbeda, fungsi, ukuran dan pendekatan untuk interpretasi. Sebagai contoh, suatu pameran besar yang mahal, dengan jangka waktu yang pendek populer untuk menarik para wisatawan yang diharapkan untuk mengumpulkan uang, dan pameran dalam skala kecil yang memungkinkan dari suatu kelompok pendidikan orang dewasa lokal, memerlukan pertimbangan yang cermat. Pengunjung yang berbeda memerlukan ketentuan yang berbeda pula, dan harus dipikirkan bagaimana jenis pameran yang berbeda atau display yang dapat digunakan untuk menarik publik yang berbeda (Greenhill,1996 :41).

Interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan museum merupakan kegiatan komunikasi yang mengandung tiga aspek penting dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Ketiga aspek tersebut adalah: museum dan koleksinya, program edukasi museum, dan masyarakat pengunjung (Suriaman, 2000:55).

Untuk berkomunikasi dengan para pengunjungnya, museum dapat menggunakan berbagai macam cara, termasuk dalam menetapkan hubungan dengan media lokal dan nasional, membangun jaringan pendukung lokal dan nasional, bisnis, pendidikan dan komunikasi budaya, dan pemakaian bermacam teknik pemasaran, seperti riset, surat dan iklan. Beberapa museum mempunyai program-program menyeluruh dan melampaui target program-program, di mana aktivitas diorganisir oleh museum tetapi dilaksanakan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan, sekolah, atau rumah sakit (Beevers et al, 1988; O'Neill 1990,1991; Hemmings, 1992; Plant,1992). Beberapa museum sudah mendirikan unit-unit mobil yang membawa koleksi-koleksi dan kegiatan ke perusahaan perumahan, tempat bermain di sekolah, bazar, atau konser. Beberapa museum mempunyai koleksi-

(42)

koleksi pinjaman yang tersedia dari sekolah-sekolah dan lembaga lain (Greenhill,1996 :41).

Banyak museum-museum yang mempunyai toko-toko yang diorganisir dengan baik di mana banyak barang yang dapat dijual dan dapat dijadikan sebagai alat untuk menghubungkan pengunjung kepada koleksi museum. Banyak museum yang telah mengambil peluang untuk mengembangkan toko khusus yang selaras dengan misi mereka; Science Museum, London, misalnya, mempunyai satu toko buku ilmu pengetahuan spesialis yang sempurna. Toko itu merupakan satu peluang untuk membuat pekerjaan museum dengan menyediakan katalog-katalog dari koleksi-koleksi permanen, katalog-katalog pameran sementara, buku dan monografi-monografi. Kartupos, kemasan informasi, kalender-kalender, buku catatan, pensil-pensil dan bentuk benda kecil lain yang sering kali dapat ditemukan sebagai replika dari koleksi tertentu. Ironbridge George Museum misalnya, sudah mengembangkan sistem pemesanan yang sangat sukses melalui email. Aktivitas dan program-program pendidikan secara umum dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengunjung tertentu, dan mencakup banyak pendekatan yang dapat ditemukan di dalam museum-museum dan galeri-galeri, termasuk pemakaian para aktor peraga; ceramah, kuliah dan tur keliling; film-film atau konser; kesempatan untuk menangani koleksi; mencoba ketrampilan- ketrampilan praktis seperti menari, menggambar, atau menenun; mengundang pengunjung untuk melihat gudang penyimpanan (storage) atau laboratorium- laboratorium konservasi; dan seterusnya.

2.4 Konsep Edukasi Museum

Secara teoritis pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan budi pekerti. Tujuan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat Jasmani dan Rokhani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab ( UU No. 20 Tahun 2003 Ps.3).

(43)

Untuk mencapai tujuan pendidikan, museum merupakan salah satu sarana penunjang, karena benda-benda koleksi yang dimilikinya dapat menambah pengetahuan, dan berbicara langsung dengan pengunjung melalui keterangan pada dokumentasi dan laporan hasil penelitian. Di sisi lain museum merupakan alat untuk berkomunikasi antara pengunjung dengan benda itu sendiri (Asiarto, 1980:2-3). Koleksi yang dimiliki museum mampu menjadi media pendidikan dalam bentuk pengalaman langsung yang tidak didapatkan di tempat lain.

Dalam memanfatkan media sebagai alat bantu untuk pengalaman belajar tertentu, Edgar Dale mengemukakan teorinya yang dikenal dengan kerucut pengalaman belajar sebagai berikut:

Verbal Simbol

Visual Radio Film

TV Wisata Demonstrasi

Partisipasi Observasi Pengalaman Langsung

Gambar 2.2 Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale, dalam Sadiman,dkk, (1986:8)

Gambar 2.2 tersebut di atas memberikan informasi kepada kita bahwa terdapat media alat bantu untuk memperoleh pengalaman belajar tertentu yang memiliki karakteristik yang berbeda. Kita dapat menggolongkannya dalam dua kelompok yang berbeda. Kelompok pertama, yang terdiri dari: verbal, simbol, visual, radio, film dan TV dapat digolongkan pada media yang cenderung kurang

Aktif Pasif

Pasif

(44)

mengundang peran aktif dari siswa. Sebaliknya, kelompok yang kedua, yang terdiri dari wisata, demonstrasi, partisipasi, observasi, dan pengalaman langsung merupakan media yang dapat mengundang peran aktif siswa.

Belajar di museum merupakan salah satu cara belajar yang memberikan pengalaman langsung kepada pengunjung, karena di museum pengunjung dapat belajar pada obyek dan informasi yang ada. Benda-benda yang ada di museum merupakan benda yang dapat dilihat dan sebagian diantaranya mungkin dapat dipegang atau diraba. Dengan demikian pengunjung dapat mengerti secara tepat tentang apa yang dipelajarinya, tidak hanya membayangkan bagaimana wujud dan karakteristik benda dimaksud.

Berdasarkan gambaran tersebut di atas, museum seharusnya mampu menjadi sarana pengembangan media dan sumber belajar. Dengan kekayaan dan variasi yang dimilikinya, museum mampu menyajikan media belajar dalam bentuk pengalaman langsung.

Sejalan dengan itu, Beer mengutip Ames menyatakan bahwa edukasi merupakan salah satu tujuan utama museum, selain mengumpulkan koleksi, konservasi dan penelitian. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa kontribusi unik yang diberikan oleh museum dalam fungsi edukasi adalah menyediakan kesempatan bagi pengunjung untuk belajar langsung dari obyek, menstimulasi rasa keingintahuan dan ketertarikan mereka, mengenalkan cara belajar dengan menggunakan indera dan persepsi melalui pengalaman hands-on, serta mendukung belajar secara independen (Beer, 1994:2). Ambrose dan Paine menyatakan bahwa saat ini museum memiliki peranan yang penting dalam memberikan layanan edukasi bagi semua penggunanya, baik itu anak-anak atau orang dewasa (Ambrose dan Paine, 2006:21). Dengan demikian museum dapat menjadi tempat yang ideal mulai dari anak-anak usia prasekolah hingga para pensiunan. Setiap orang yang datang ke museum memiliki kesempatan secara terbuka untuk berkunjung dan berkomunikasi dengan orang lain.

Selanjutnya Hooper-Greenhill (1996:140) berpandangan bahwa dalam karakternya yang fundamental di bidang pendidikan, maka museum harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menambah pengetahuan dan pengalamannya. Untuk memenuhi tanggungjawabnya itu, museum harus

(45)

meningkatkan perannya sebagai sumber pembelajaran yang dapat digunakan oleh seluruh komponen masyarakat atau kelompok-kelompok khusus yang harus dilayaninya (Edson dan Dean, 1996:192).

Sebagai institusi pendidikan informal museum dapat memberikan nilai tambah bagi pendidikan formal di sekolah. Hein dalam bukunya yang berjudul Learning in the Museum menjelaskan bahwa teori edukasi terdiri dari teori belajar (learning theories) dan teori pengetahuan (theory of knowledge) (Hein,1998:16).

Dalam teori pengetahuan terdapat dua pendapat berbeda, yaitu yang pertama menyatakan bahwa pengetahuan terpisah dari yang belajar (pandangan realisme) dan yang kedua menyatakan bahwa pengetahuan berada dalam pikiran dan dibangun oleh yang belajar (Hein,1998:17-18). Dua pendapat tersebut bila digambarkan dalam sebuah rangkaian kesatuan (kontinum) akan tampak seperti gambar berikut:

Gambar 2.3 Teori Pengetahuan (Sumber: George E.Hein, 1998:18)

Selanjutnya teori belajar yang mendasari pemikiran tentang bagaimana seorang belajar terdiri atas dua pandangan yang berbeda, yaitu: (1) behaviorisme yang berasumsi bahwa belajar terdiri atas asimilasi incremental dari berbagai informasi, fakta, dan pengalaman, hingga akhirnya menghasilkan pengetahuan;

dan (2) kontruktivisme yang memandang bahwa belajar terdiri atas seleksi dan organisasi data yang relevan dari pengalaman, dalam hal ini mereka meyakini bahwa orang belajar dengan membentuk pengetahuannya (Hein, 1998:21-23;

1994:74; Hooper-Greenhill, 1994:21). Teori belajar ini dapat ditampilkan dalam kontimun sebagai berikut:

(46)

Gambar 2.4 Teori Belajar (Sumber: George E.Hein, 1998:23)

Dua dimensi dari teori pendidikan (edukasi) tersebut dapat dikombinasikan untuk menghasilkan suatu diagram yang dapat menguraikan kombinasi dari teori pengetahuan dan teori belajar yang masing-masing kwadrannya memberikan suatu pendekatan berbeda mengenai pendidikan.

Kombinasi tersebut dapat dijelaskan dalam gambar di bawah ini:

Gambar 2.5 Gabungan Teori Belajar dan Teori Pengetahuan (Sumber: George E.Hein, 1998:25)

Diagram yang memperlihatkan empat kwadran tersebut dan masing-masing memiliki konsep yang berbeda mengenai pendidikan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:

(47)

Didaktik Ekspositori

Berdasarkan gambar di atas kita mendapatkan gambaran tentang teori belajar didaktik ekspositori yang merupakan representasi dari pembelajaran tradisional (traditional lecture and tex) di sekolah sudah dipraktekkan secara luas dalam dunia pendidika. Dengan teori pendidikan dikdaktik ekspositori tersebut seseorang dapat belajar subyek, akademis, bahasa, dan ketrampilan. Dalam pandangan didaktik ekspositori guru memiliki dua tanggung jawab. Pertama, dia harus memahami struktur dari pokok pengetahuan yang akan diajarkan dan tanggung jawab guru yang kedua adalah menyajikan pengetahuan untuk diajarkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar dan memahami materi yang diajarkan. Pada umumnya pembelajaran didasarkan pada struktur subjek, dan informasi yang diberikan oleh guru kepada siswa dilakukan setahap demi setahap.

Guru menjelaskan prinsip-prinsip belajar, memberikan contoh-contoh untuk mengilustrasikan prinsip-prinsip, dan melakukan pengulangan-pengulangan pada bagian yang penting agar dapat tertanam dalam pikiran siswa (Hein, 1998:25-26).

Urutan logis belajar dimulai dengan unsur-unsur paling sederhana hingga kepada hal yang paling rumit.

Berdasarkan paham pendidikan didaktik ekspositori, apabila diaplikasikan dalam pembelajaran museum dapat disusun sebagai berikut:

a. Pameran dijadikan sebagai contoh dengan susunan yang jelas;

b. Komponen didaktik (label, panel) menjelaskan apa yang dipelajari dalam pameran;

c. Subyek ditata secara hirarkis, mulai yang simpel menuju kepada yang kompleks;

d. Program untuk sekolah menggunakan kurikulum tradisional dan disusun secara hirarkis, dari sederhana menuju kompleks;

e. Isi pembelajaran memiliki tujuan yang spesifik (Hein, 1998:27-28).

Stimulus-Respon

Pendidikan stimulus-respon mempunyai perspektif yang mirip dengan teori didaktik ekspositori, hanya saja dalam perspektif stimulus respon menolak pandangan bahwa setiap bagian dari materi harus dikuasai (Hein dan Alexander,

(48)

1998:33). Stimulus-respon lebih menekankan pada metode belajar daripada isi (materi) yang diajarkan. Formulasi belajar seperti ini merupakan awal dari pendekatan psikologi behavioris. Teori ini kemudian dijadikan pendekatan yang dominan digunakan dalam pendidikan formal (Macdonald ed., 2006:345). Secara teoritis stimulus-respon lebih banyak membahas kemajuan pembelajaran di sekolah yang diukur dengan mengunakan evaluasi tertulis atau hafalan.

Karakteristik museum yang menggunakan teori stimulus-respon hampir sama dengan museum yang menggunakan teori didaktik ekspositori, yaitu: (a) label dan panel menjelaskan apa yang dipelajari; (b) pameran disusun berdasarkan tujuan pedagogi, dimana bagian awal dan akhirnya tersusun jelas (Hein, 1998:29).

Diskoveri

Dalam pandangan teori discovery learning, belajar merupakan proses yang aktif. Belajar aktif sering diterjemahkan sebagai aktivitas fisik yang berasosiasi dengan belajar. Proses yang penting dalam kegiatan belajar aktif adalah terjadinya aktivitas mental yang terangsang oleh aktivitas fisik yang dilakukan. Interaksi fisik dapat berkaitan dengan berbagai hal seperti: menyusun sesuatu dari komponen-komponen lepas, menyusun puzzle, atau menggunakan berbagai benda yang dapat kita jumpai. Proses belajar aktif dapat diaplikasikan pada semua bentuk pendidikan, termasuk pendidikan di museum. Oleh karena itu para pendukung teori ini berpendapat bahwa kombinasi berbagai benda yang disajikan akan membuat siswa mau untuk belajar (Hein, 1998).

Karakter museum yang menggunakan teori belajar diskoveri adalah:

a. Pameran dapat dieksplorasi;

b. Lebih banyak menggunakan cara belajar aktif.

c. Komponen didaktik yang menyediakan jawaban atas pertanyaan diserahkan kepada pengunjung untuk melakukannya sendiri;

d. Pengunjung dapat memilki pengertian sendiri tentang kebenaran yang bertentangan dengan interpretasi pameran;

e. Program untuk sekolah memungkinkan murid untuk aktif;

f. Workshop disediakan bagi pengunjung dewasa yang memerlukan keterangan dari pakar dan berbagai bentuk bukti lainnya untuk melengkapi pikiran

Figure

Tabel 2.1  Teori Belajar Konstruktivis                                                                 35  Tabel 3.1  Rekapitulasi Koleksi Benda Seni di Istana Kepresidenan

Tabel 2.1

Teori Belajar Konstruktivis 35 Tabel 3.1 Rekapitulasi Koleksi Benda Seni di Istana Kepresidenan p.13
Gambar 2.4 Teori Belajar  (Sumber: George E.Hein, 1998:23)

Gambar 2.4

Teori Belajar (Sumber: George E.Hein, 1998:23) p.46
Tabel 2.1 Teori Belajar Konstruktivis

Tabel 2.1

Teori Belajar Konstruktivis p.55
Foto 3.1 Istana Kepresidenan Bogor

Foto 3.1

Istana Kepresidenan Bogor p.68
Foto 3.3 Istana Kepresidenan Yogyakarta

Foto 3.3

Istana Kepresidenan Yogyakarta p.71
Foto 3.6 Ruang Credential, Istana Merdeka   Sumber: Asti Kleinsteuber

Foto 3.6

Ruang Credential, Istana Merdeka Sumber: Asti Kleinsteuber p.79
Foto 3.7dan 3.8 Ruang Koridor, Istana Merdeka   (Sumber: Asti Kleinsteuber)

Foto 3.7dan

3.8 Ruang Koridor, Istana Merdeka (Sumber: Asti Kleinsteuber) p.80
Foto 3.11 Ruang Resepsi, Istana Merdeka   (Sumber: Asti Kleinsteuber )

Foto 3.11

Ruang Resepsi, Istana Merdeka (Sumber: Asti Kleinsteuber ) p.84
Foto 3.12 Ruang Kerja Presiden, Istana Merdeka   (Sumber: Asti Kleinsteuber)

Foto 3.12

Ruang Kerja Presiden, Istana Merdeka (Sumber: Asti Kleinsteuber) p.85
Foto 3.16  Halaman Tengah, Istana Jakarta

Foto 3.16

Halaman Tengah, Istana Jakarta p.88
Foto 3.19 Ruang Tamu, Istana Negara   (Sumber: Asti Kleinsteuber )

Foto 3.19

Ruang Tamu, Istana Negara (Sumber: Asti Kleinsteuber ) p.95
Foto 3.21 Koridor, Istana Negara   (Sumber: Asti Kleinsteuber)

Foto 3.21

Koridor, Istana Negara (Sumber: Asti Kleinsteuber) p.96
Foto 3.22 dan 3.23 Ruang Jamuan, Istana Negara   (Sumber: Asti Kleinsteuber)

Foto 3.22

dan 3.23 Ruang Jamuan, Istana Negara (Sumber: Asti Kleinsteuber) p.97
Foto 3.26 Masjid Baiturrahim

Foto 3.26

Masjid Baiturrahim p.102
Tabel 3.1 Rekapitulasi Koleksi Benda Seni di Istana Kepresidenan Jakarta  Tahun 2008

Tabel 3.1

Rekapitulasi Koleksi Benda Seni di Istana Kepresidenan Jakarta Tahun 2008 p.106
Tabel 3.3 Lukisan di Istana Kepresidenan Jakarta

Tabel 3.3

Lukisan di Istana Kepresidenan Jakarta p.107
Foto 3.31 Piring Hias Celadon, Cina abad ke -15

Foto 3.31

Piring Hias Celadon, Cina abad ke -15 p.111
Foto 3.33 Jembangan Porselin Cina, Dinasti Ching

Foto 3.33

Jembangan Porselin Cina, Dinasti Ching p.112
Foto 3.34 Piring Hias dari Annam, abad ke-15

Foto 3.34

Piring Hias dari Annam, abad ke-15 p.113
Gambar 3.1 Denah Kunjungan Istana Kepresidenan Jakarta

Gambar 3.1

Denah Kunjungan Istana Kepresidenan Jakarta p.117
Foto 4.1 Upacara Mengenang Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI  (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan)

Foto 4.1

Upacara Mengenang Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan) p.135
Foto 4.3 dan 4.4 Rangkaian Acara Kunjungan Tamu Negara  (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan)

Foto 4.3

dan 4.4 Rangkaian Acara Kunjungan Tamu Negara (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan) p.137
Foto 4.7 dan 4.8 Seragam Paspampres Tahun 1966  (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan)

Foto 4.7

dan 4.8 Seragam Paspampres Tahun 1966 (Sumber: Biro Pers dan Media Rumah Tangga Kepresidenan) p.143
Foto 4.11 dan 4.12 Seragam Pramusaji Masa Pemerintahan Presiden Soeharto  (Sumber: Dok

Foto 4.11

dan 4.12 Seragam Pramusaji Masa Pemerintahan Presiden Soeharto (Sumber: Dok p.144
Foto 4.13 Seragam Pramusaji untuk Jamuan Kenegaraan  (Sumber: Dok. Pribadi)

Foto 4.13

Seragam Pramusaji untuk Jamuan Kenegaraan (Sumber: Dok. Pribadi) p.145
Gambar 4.2 Undangan Jamuan Kenegaraan  (Sumber: Biro Protokol Rumah Tangga Kepresidenan)

Gambar 4.2

Undangan Jamuan Kenegaraan (Sumber: Biro Protokol Rumah Tangga Kepresidenan) p.148
Tabel 4.1 Jenis Display Museum

Tabel 4.1

Jenis Display Museum p.149
Foto 4.17 Displai Karya yang dilengkapi dengan Label

Foto 4.17

Displai Karya yang dilengkapi dengan Label p.150
Foto 4.19 Display Pasukan Keraton

Foto 4.19

Display Pasukan Keraton p.151
Foto 4.21 Display Deskripsi Karya

Foto 4.21

Display Deskripsi Karya p.152

References

Related subjects :

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in