• Tidak ada hasil yang ditemukan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA I. BAB I PENDAHULUAN. Urutan Negara Nilai Rata-Rata 1 Singapura 88,95. Brunei Darussalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA I. BAB I PENDAHULUAN. Urutan Negara Nilai Rata-Rata 1 Singapura 88,95. Brunei Darussalam"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

I. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pemerintahan yang buruk dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab utama kacaunya sistem birokrasi suatu negara. Hal tersebut diyakini lembaga-lembaga internasional untuk mendorong setiap negara melakukan pembangunan pada sektor publik dengan mengacu pada tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Khususnya pada negara-negara berkembang, perubahan tata kelola tersebut diharapkan dilaksanakan dengan sebenar- benanarnya untuk mencapai kemajuan1.

Indonesia sebagai negara dengan status negara berkembang pada saat ini masih belum dapat dikatakan baik dalam hal tata kelola pemerintahan. Bank Dunia melaluli program WorldWide Governance Indicators melakukan penelitian menggunakan enam indikator utama tata kelola meliputi kebebasan berpendapat dan akuntabilitas, stabilitas politik dan angka kekerasan, keefektifan pemerintah, kualitas kebijakan, penegakan hukum, and pengendalian korupsi. Nilai dalam tabel 1.1 merupakan rata-rata dari enam kriteria.

Tabel 1.1. Peringkat WorldWide Governance Indicators Asia Tenggara tahun 2017

Urutan Negara Nilai Rata-Rata

1 Singapura 88,95

2 Brunei

Darussalam 70,54

3 Malaysia 60,15

4 Indonesia 45,91

5 Thailand 44,04

6 Vietnam 41,21

7 Filipina 40,72

8 Laos 27,64

9 Kamboja 24,74

10 Myanmar 19,78

Sumber: WorldWide Governance Indicators (diolah)

1Sumaryadi, I. N. (2016). Reformasi Birokrasi Pemerintahan Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia, hlm. 19.

(2)

Sebagaimana tertuang dalam tabel diatas bahwa nilai Indonesia masih dibawah angka 50, meskipun berada pada posisi keempat diantara negara-negara Asia Tenggara lain namun nilai yang terpaut cukup jauh dengan Malaysia yang berada pada posisi ketiga. Masih rendahnya nilai Indonesia menggambarkan belum tertatanya penyelenggaraan pemerintahan yang dapat mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan negara. Buruknya tata kelola menyebabkan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki oleh negara akan terbengkalai dan tidak produktif.

Potensi-potensi yang dimiliki oleh negara tidak dapat dioptimalkan dengan semestinya.

Tata kelola pelayanan yang baik akan memberikan dampak yang luas kepada negara, termasuk untuk meningkatkan potensi kemajuan ekonomi suatu negara melalui peluang investasi. Menurut laporan Ease of Doing Business yang di lakukan oleh World Bank. Dimana data tersebut menunjukkan tingkat kemudahan melakukan bisnis pada suatu negara, pada tahun 2018-2020 Indonesia mendapatkan nilai yang stagnan yakni pada peringkat 72-73 di dunia. Hal tersebut menunjukkan kurang adanya perbaikan yang signifikan terhadap kemudahan melakukan usaha yang didalamnya juga terkait pelayanan izin yang berkaitan. Berikut adalah nilai dari kriteria kemudahan berusaha Indonesia dari tahun 2016-2020.

Tabel 1.2. Nilai kriteria Ease of Doing Business Indonesia tahun 2016-2020 Kriteria 2016 2017 2018 2019 2020

Memulai Bisnis 66 76.4 77.9 81.2 81.2

Izin Konstruksi 66.6 65.7 66 66.5 66.8

Akses Listrik 80 80 83.8 86.3 87.3

Mendaftarkan Aset/ Properti 52.4 55.7 59 61.6 60

Mendapatkan Kredit 55 60 65 70 70

Melindungi Investor Minoritas 53.3 56.6 63.3 63.3 70

Membayar Pajak 60.4 69.2 68 68 75.8

Perdagangan Lintas Batas 64.7 65.8 66.5 67.2 67.5

Menegakkkan Kontrak 35.3 38.1 47.2 47.2 49.1

Menyelesaikan Kebangkrutan 46.4 46.4 67.6 67.8 68.1

Sumber: World Bank (diolah)2.

2 The World Bank. (2020). Doing Business. Retrieved December 29, 2020, from

https://www.doingbusiness.org/content/dam/doingBusiness/country/i/indonesia/IDN.pdf.

(3)

Berdasarkan data diatas nilai kriteria izin kontruksi memiliki nilai yang cukup rendah dan tidak ada kenaikan signifikan dari tahun-ketahun yakni berkisar pada nilai 65-66. Sedangkan dari sisi kemudahan memulai bisnis/ berusaha, pada laporan tahun 2020, untuk memulai berbisnis di Indonesia harus menempuh 11 prosedur dengan estimasi penyelesaian selama sepuluh hari. Dari segi waktu penyelesaian sudah baik, namun dari segi prosedur masih terlalu panjang jika dibandingkan rata-rata negara Asia Pasifik yakni enam prosedur.

Merujuk pada data yang dilansir oleh World Economic Forum 2017 menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan bisnis di Indonesia. Pada gambar 1.1 nampak dua permasalahan terbesar adalah terkait dengan korupsi dan efisiensi birokrasi pemerintah. Dua permasalahan tersebut sangat terkait dengan tata kelola organisasi. Kurangnya kontrol atas penyelenggaraan pelayanan akan memunculkan peluang korupsi. Sedangkan panjangnya alur prosedur membuat birokrasi tidak efektif. Hal tersebut dalam hal pelayanan perizinan akan merugikan masyarakat karena kegiatan mereka akan terhambat atau tertunda akibat pelayanan yang belum selesai.

Gambar 1.1. Faktor paling bermasalah dalam menghambat bisnis di Indonesia 2017

Sumber: World Economic Forum (diolah)3.

3 World Economic Forum. (2018). The Global Competitiveness Index 2017-2018 edition.

Retrieved December 29, 2020, from www3.weforum.org › docs › WEF_GCI_2017_2018_Profile_Indonesia.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Poor public health Insufficient capacity to innovate Foreign currency regulation Crime and theft Restrictive labor regulation Inadequately educated workforce Inflation Tax regulation Poor work ethic in national labor…Tax rates

Government instability/coups Policy stability Inadequate supply of infrastucture Access to financing Inefficient government bureaucracy Corruption

(4)

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang padat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, luas Indonesia sebesar 1.916.862,2 Km2 serta jumlah penduduk sebanyak 261.890.900 jiwa. Hal tersebut memberikan konsekuensi terhadap kompleksnya kebutuhan masyarakat.

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan atas negara, berkewajiban memberikan pelayanan publik yang berkualitas untuk memenuhinya. Pelayanan publik nampak secara jelas sebagaiwajah dari kondisi pemerintahan. Pelayanan publik merupakan titik interaksi secara langsung antara masyarakat dan pemerintah sebagai pemberi layanan. Atas dasar tersebut perlu untuk memberikan prioritas lebih pada tata kelolapelayanan publik sebagai sarana membangun kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Pada era yang semakin modern seperti saat ini, pandangan dan cara pikir masyarakat sebagai pengguna layanan semakin luas sehingga pelayanan tidak dapat dianggap sebagai hal yang sederhana. Pelayanan publik dituntut untuk lebih berkembang. Bukan hanya sekedar terselenggaranya pelayanan, namun juga mengenai ketersediaan informasi, kemudahan memperoleh layanan, kecepatan layanan, serta adanya sarana pengaduan yang semuanya bermuara pada kepuasan masyarakat.

Pelayanan publik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Menurut undang-undang tersebut pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan penyelenggara pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan warga negara dalam hal barang, jasa, dan pelayanan administratif sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan hak bagi setiap individu tanpa terkecuali dengan menjunjung tinggi kesetaraan hak warga negara menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar yang mana pelaksanaannya harus dilakukan sesuai dengan aturan dan standar yang telah ditetapkan. Standar pelayanan memiliki fungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan. Standar pelayanan yang dibuat harus melalui proses yang melibatkan partisipasi dari masyarakat dan pihak terkait lainnya yang memiliki kompetensi serta dijalankan

(5)

dengan prinsip tidak diskriminatif. Sehingga pelayanan publik tidak merugikan atau mengesampingkan suatu pihak.

Selain itu, dijelaskan dalam undang-undang bahwa penyelenggara pelayanan harus membuat maklumat pelayanan. Maklumat pelayanan ini berisi tentang pernyataan kesanggupan penyelenggara dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar. Maklumat pelayanan dibuat sebagai bentuk janji pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pelayanannya. Isi dari maklumat ini harus dipublikasikan secara umum sehingga dapat dijadikan bukti tertulis yang berkekuatan hukum untuk melakukan pengaduan terhadap permasalahan yang terjadi.

Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia menilai kepatuhan pelayanan publik di Indonesia masih rendah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Pelayanan Publik pada tahun 2009, dalam praktiknya dilapangan masih banyak permasalahan pelayanan publik yang belum tuntas. Permasalahan tersebut tentunya dapat merugikan masyarakan seperti ketidakjelasan informasi, proses pelayanan yang terlalu lama, tidak transparan, adanya pungutan liar, serta adanya calo. Banyaknya permasalahan serta tidak adanya upaya perbaikan menimbulkan pandangan buruk atau melemahnya kepercayaan masyarakat pada pelayanan publik yang dilakukan pemerintah.

Berdasarkan survey Ombudsman RI tahun 2016 mengenai persepsi masyarakat dalam menggunakan pelayanan publik di Indonesia.

Gambar 1.2. Persepsi masyarakat dalam mengurus layanan Sumber: Ringkasan Eksekutif Ombudsman 20164

4 Ombudsman Republik Indonesia. (2016). Ringkasan Eksekutif Ombudsman Laporan Hasil Kepatuhan Standar Pelayanan dan Kompetensi Penyelenggara Pelayanan Sesuai Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 2016, hlm. 13.

6.78%

9.08%

4.10%

12.40%

Tidak Nyaman Tidak Sesuai Standar Ada Pungutan Liar Ada Calo

(6)

Berdasarkan data yang diambil dari pengguna layanan organisasi pemerintahan level pusat hingga daerah tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat masih menilai pelayanan publik Indonesia masih rendah terutama dengan adanya praktik percaloan. Sebagaimana adanya calo menempati angka tertinggi sebesar 12,4%. Dengan adanya percaloan saja dapat mengindikasikan bahwa sistem pelayanan masih sangat lemah, masyarakat enggan untuk mengurus sendiri karena fasilitas yang ada tidak nyaman atau lamanya proses pelayanan. Praktik percaloan mencerminkantata kelola pelayanan publik semakin memburuk. Dengan praktik tersebut akan timbul ketidakjujuran serta hilangnya asas kesamaan hak karena adanya calo memberikan jalan tersendiri pada orang yang mau membayar lebih atau memiliki hubungan dengan penyelenggara layanan agar diselesaikan lebih cepat daripada umumnya.

Dalam upaya peningkatan tata kelola pelayanan tentunya diperlukan adanya penilaian baik internal maupun eksternal guna melakukan perbaikan. Penilaian secara internal pelayanan diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Penilaian berupa survei kepuasan masyarakat ini dilakukan minimal satu tahun sekali dengan tujuan mengetahui sejauhmana masyarakat merasa puas terhadap kinerja pelayananpublik terkait5. Berikut data Ombudsman tentang penyelenggara layanan yangmelakukan survei kepuasan masyarakat.

5 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

(7)

Gambar 1.3. Penyelenggara layanan yang melakukan Survei Kepuasan Masyarakat

Sumber: Ringkasan Eksekutif Ombudsman 20166

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa banyak penyelenggara layanan dari level pusat hingga daerah banyak yang belum melakukan survei kepuasan masyarakat yaitu sebesar 61%. Hal tersebut tentu memprihatinkan, selain sifat dari survei kepuasan masyarakat atau SKM adalah wajib, disisi lain hal tersebut menimbulkan asumsi bahwa penyelenggara pelayanan menutup diri serta kurang peduli terhadap pengelolaan layanan mereka. Melalui hasil SKM tentunya penyelenggara layanan dapat mengetahui kelemahan/ kekurangan dari produk layanan mereka berdasarkan tanggapan langsung dari masyarakat. Pemerintah tidak selayaknya menutup diri terhadap masukan dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan berkualitas.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi dengan menganut asas otonomi daerah. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah pusat memberikan kewenangan, hak dan kewajiban kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahan dami kepentingan masyarakat. Otonomi daerah diberikan dengan porsi yang cukup besar untuk mengembangkan potensi masing-masing daerah, yang mana Indonesia memiliki karakteristik wilayah maupun penduduk yang beraneka-ragam.

6 Ibid, hlm. 11.

Melakukan Survei

38%

Tidak Melakukan

Survei 61%

Tidak Menjawab

1%

(8)

Desentralisasi memunculkan adanya pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah. Urusan pemerintahan ini pada dasarnya merupakan bentuk pelayanan kepada penduduk. Pemerintah daerah memiliki bagian untuk melaksanakan urusan pemerintahan wajib berupa pelayanan dasar dan non pelayanan dasar, serta urusan pilihan dalam lingkup daerah masing-masing.

Pemerintah provinsi sebagai pelaksana pelayanan publik tingkat daerah nampaknya juga belum menunjukkan pengelolaan layanan yang diharapkan.

Berdasarkan survei kepatuhan pelayanan Ombudsman RI terhadap 33 provinsi Indonesia tahun 2016 menggunakan traffic light system (merah, kuning, dan hijau) sebagai klasifikasi tingkat kepatuhan menunjukkan 39,39% daerah provinsi masuk kedalam zona hijau, 39,39% zona kuning, serta 21,21% masuk kedalam zona merah dengan kepatuhan rendah. Capaian angka tersebut nyatanya masih sangat jauh dari target capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019 di tahun 2016 yang mengharapkan kepatuhan pelayanan publik pemerintah provinsi dapat menyentuh angka 70% dizona hijau. Dalam laporannya, ombudsman menyatakan bahwa kurangnya keterbukaan informasi layanan dan prosedur pengaduan membuat masyarakat merasa bingung dan seperti tidak diperhatikan.

Disamping itu kurangnya upaya menepati janji pelayanan yang baik juga menjadi masalah utama.

Jawa Timur sebagai salah satu pemerintah daerah provinsi di Indonesia dapat dikatakan memiliki pengelolaan pelayanan publik yang baik. Berbagai penghargaan terkait dengan pelayanan publik diperoleh oleh pemerintah daerah ini.

Tahun 2016 bahkan memperoleh nilai tertinggi diantara 33 provinsi yang lain terhadap penilaian Ombudsman pada Survei Kepatuhan Pelayanan Publik.

Pemprov Jawa Timur memperoleh nilai hampir sempurna 99,76, mengungguli Kalimantan Timur diurutan kedua dengan nilai 95,47, serta Sulawesi Selatan di urutan ketiga dengan nilai 94,53.

Meskipun Provinsi Jawa Timur menjadi peraih nilai tertinggi kepatuhan pelayanan publik, hal tersebut belum diikuti oleh semua kabupaten/ kota di wilayah

(9)

provinsi ini. Hal yang cukup mengejutkan pada survei tahun 2017 bahkan terdapat tiga kabupaten yang masuk dalam zona merah yang memiliki kepatuhan rendah.

Tabel 1.3. Penilaian kepatuhan pemerintah kabupaten/ kota di Jawa Timur 2017

Sumber: Laporan Hasil Inisiatif Ombudsman 2017 (diolah)7

Dari data diatas dapat dilihat kepatuhan pelayanan pemerintah kabupaten/

kota di wilayah Jawa Timur masih rendah. Dari enam kabupaten dan kota di Jawa Timur yang disurvei oleh Ombudsman RI tahun 2017 terlihat tiga kabupaten berada di zona merah. Dalam sistem penilaian yang digunakan Ombudsman RI memiliki rentang nilai 0-55 untuk zona merah, 56-88 zona kuning, 89-110 zona hijau. Tiga Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kediri dengan nilai 50,88, Kabupaten Tulungagung 41,92, serta yang terbawah adalah Kabupaten Lumajang dengan nilai 22,04. Nilai dari Kabupaten Lumajang ini menempati peringkat 98 dari 107 pemerintah Kabupaten, yang mana termasuk dalam peringkat sepuluh terbawah dalam penilaian kepatuhan pelayanan publik.

Kabupaten Lumajang yang wilayahnya teretak di sisi selatan Jawa Timur ini, termasuk dalam zona merah kepatuhan pemerintah kabupaten terhadap undang- undang pelayanan publik. Sebagaimana merujuk penilaian Ombudsman yang

7 Ombudsman Republik Indonesia. (2017). Laporan Hasil Inisiatif Ombudsman Kepatuhan Penyelenggara terhadap Pemenuhan Komponen Standar Pelayanan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik 2017, hlm. 55.

Zona Kabupaten/

Kota Nilai

Hijau Kota Blitar 80,04 Kuning

Kota Malang 60,29 Kab.

Bojonegoro 57,77

Merah

Kab. Kediri 50,88 Kab.

Tulungagung 41,92 Kab. Lumajang 22,04

(10)

dilakukan pada organisasi perangkat daerah (OPD) diwilayah kerja pemerintah Kabupaten Lumajang. Dengan melihat standar pelayanan publik yang telah diatur dalam undang-undang.

Gambar 1.4. Penilaian kepatuhan pemerintah Kabupaten Lumajang 2017 Sumber: Laporan Hasil Inisiatif Ombudsman 20178

Dilihat dari data tersebut terlihat dua unsur sangat kentara yakni mengenai tersedianya layanan pengaduan serta fasilitas khusus bagi pengguna. Terkait penyediaan layanan dan sarana bagi masyrakat yang berkebutuhan khusus tidak tersedia sama sekali. Padahal secara jelas asas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, pelayanan publik harus memberikan fasilitas khusus bagi kelompok rentan.Artinya penyelenggara pelayanan harus memperhatikan lebih kepada masyarakat yang membutuhkan perlakuan khusus seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, wanita hamil, dan anak-anak. Sehingga perlu sarana seperti rambatan, kursi roda, toilet khusus, ruang menyusui dan lain-lain.

8Ibid, hlm. 101.

100%

100%

98.25%

91.23%

52.63%

52.63%

19.30%

15.79%

12.28%

10.53%

10.53%

10.53%

8.77%

5.26%

1.75%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

1.75%

8.77%

47.37%

47.37%

80.70%

84.21%

87.72%

89.47%

89.47%

89.47%

91.23%

94.74%

98.25%

100%

100%

100%

100%

A d a r u a n g t u n g g u A d a t o i l e t u n t u k p e n g g u n a l a y a n a n A d a l o k e t / m e j a p e l a y a n a n A d a p e t u g a s p e n y e l e n g g a r a a n

P e r s y a r a t a n S i s t e m , m e k a n i s m e , d a n p r o s e d u r A d a v i s i d a n m i s i p e l a y a n a n A d a m o t t o p e l a y a n a n B i a y a / t a r i f P r o d u k p e l a y a n a n A d a p e l a y a n a n p u b l i k e l e k t r o n i k A d a s a r a n a p e n g a d u a n A d a s a r a n a p e n g u k u r a n k e p u a s a n

J a n g k a w a k t u p e n y e l e s a i a n A d a i n f o r m a s i d a n p r o s e d u r p e n g a d u a n A d a M a k l u m a t L a y a n a n A d a s a r a n a k h u s u s d a r i p e n g g u n a l a y a n a n A d a p e j a b a t / p e t u g a s p e n g e l o l a p e n g a d u a n

A d a p e l a y a n a n k h u s u s b a g i p e n g g u n a

Ya Tidak

(11)

Terkait dengan layanan pengaduan dinyatakan sepenuhnya tidak ada petugas/pejabat pelayanan, meskipun ada sarana pengaduan sebesar 10,15% dan indormasi pengaduan 1,75%. Angka yang sangat kecil, mengingat pengaduan merupakan komunikasi yang dilakukan secara utuh untuk mengungkapkan sebuah ketidakpuasan sehingga adanya petugas pelayanan sangatlah perlu untuk mendukung unsur ini. Layanan pengaduan terhadap sebuah produk layanan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan oleh penyelenggara layanan, karena hasil aduan dari masyarakat tersebut memberikan nilai yang amat besar terhadap perbaikan produk layanan. Layanan pengaduan sangat dibutuhkan untuk meminimalisir potensi kerugian kepada masyrakat maupun pemerintah sendiri akibat kesalahan layanan. Penyampaian pengaduan telah diatur dalam pasal 8 undang-undang pelayanan publik, yang mana setiap penyelenggara layanan diharuskan memiliki unit pengelolaan pengaduan masyarakat, juga diperjelas melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Dengan kurangnya perhatian mengenai pengelolaan pengaduan dapat mencerminkan sikap yang acuh pengelola pelayanan terhadap masyarakat.

Hal tersebut secara tidak langsung akan menuurunkan sikap partisipatif masyrakat.

Dampaknya akan menurunkan akuntabilitas pemerintah.Selain itu proses pelayanan juga masih rendah seperti kejelasan tarif hanya dinilai 12,58%, jangka waktu penyelesaian juga sangat rendah dengan nilai 5,6%, ketersediaan informasi pelayanan elektronik serta produk layanan hanya ada sebesar 10,53%.

Menurut catatan ombudsman dari laman berita Tempo.com9, dari 57 produk layanan oleh 11 OPD Kabupaten Lumajang, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tercatat sebagai dinas dengan jumlah produk layanan terbanyak yang memiliki predikat kepatuhan rendah.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang dapat dikatakan telah memiliki sistem pelayanan online, melalui website

9 Tempo.co. (2018). Pemkab Lumajang Dikabarkan Dapat Rapor Merah Ombudsman RI.

Retrieved November 11, 2018, from https://nasional.tempo.co/read/1067665/pemkab-lumajang- dikabarkan-dapat-rapor-merah-ombudsman-ri

(12)

resminya http://www.dpmptsp-lumajang.id atau dalam SIRAMA (Sistem Informasi Investasi untuk Lumajang yang Sejahtera dan Bermartabat) melalui https://sirama.dpmptsp-lumajang.id. Laman website tersebut memiliki fitur proses pelayanan perizinan diantaranya Perizinan Online, Antrean Online, Monitoring Berkas, Pengaduan dan sebagainya. Namun fitur-fitur tersebut banyak yang tidak dapat diakses. Disamping itu juga dalam website ada sebagian informasi mengenai lama penanganan dan biaya pelayanan.

Tabel 1.4. Informasi waktu penyelesaian dan biaya pelayanan perizinan DPMPTSP Kabupaten Lumajang

No Nama Izin Waktu

Penyelesaian Retribusi 1 Surat Izin Usaha Perdagangan

(SIUP) 3 hari Non

Retribusi 2 Izin Usaha Toko Modern

(IUTM) 3 hari Non

Retribusi

3 Izin Lokasi 7 hari Non

Retribusi 4 Izin Mendirikan Bangunan

(IMB) 7 hari Retribusi

5 Izin Penyelenggaraan Reklame

(IPR) 5 hari Non

Retribusi Sumber: https://sirama.dpmptsp-lumajang.id(diolah)

Tabel diatas merupakan lima pelayanan perizinan dari total 31 layanan pada bidang perizinan terpadu satu pintu yang ada di DPMPTSP Kabupaten Lumajang berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa telah ada informasi lama pelayanan serta adanya retribusi. Namun hal tersebut perlu dilihat lebih mendalam karena informasi yang ditampilkan masih kurang detail.

Atas dasar bahwa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tercatat sebagai dinas dengan jumlah produk layanan terbanyak yang memiliki predikat kepatuhan rendah maka DPMPTSP Kabupaten Lumajang dipilih sebagai lokasi penelitian.

(13)

Alasan penggunaan perspektif good governance dikarenakan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dijelaskan bahwa Indonesia bertekad menerapkan secara utuh prinsip-prinsip dasar good governance sebagai jalan memberikan pelayanan prima pada masyarakat10.

Beberapa penelitian sejenis tentang tata kelola pemerintahan yang baik telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Diantaranya adalah penelitian oleh Susanto dkk. dengan judul Pengaruh Good Governance terhadap Kualitas Pemberian Layanan Publik11. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan model analisis regresi linear yang mana mengukur kualitas pemberian layanan publik menggunakan data Indeks Pembangunan Manusia. Hasilnya adalah good governance berpengaruh positif terhadap kualitas pemberian layanan publik.

Penelitian oleh Khalid dkk. berjudul Empirical Assessment of Good Governance in the Public Sector of Malaysia12. Penelitian tersebut menggunakan metode survey dan analisis secara deskriptif. Peneliti menilai status praktik good governance sektor publik di Malaysia menggunakan sembilan indikator yaitu kerjasama strategis, perencanaan strategis, manajemen risiko, audit, kontrol kecurangan, kualitas kinerja, sumberdaya keuangan, manajemen sumberdaya manusia, serta fasilitas dan infrastruktur. Hasil penelitian menemukan bahwa manajemen resiko memiliki skor yang tinggi, paling banyak dipraktikkan oleh pejabat publik, sedangkan indikator kontrol kecurangan memiliki skor terendah atau kurang diterapkan oleh para pejabat. Hal tersebut memberikan arti bahwa praktik korupsi dikalangan pejabat publik sangat marak terjadi karena sedikitnya sistem kontrol pengawasan yang diterapkan.

Penelitian oleh M. Amir dari Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur dengan judul Efektivitas Tata Kelola dan Prosedur Pelayanan Perizinan

10 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010- 2025

11 Susanto, D., Yusuf, D. A., & Rachmawati, Y. (2015). Pengaruh Good Governance Terhadap Kualitas Pemberian Layanan Publik. Jurnal Paradigma, 12(02), hlm. 73.

12 Khalid, M. A., Alam, Md. M., Said, J. (2016). Empirical Assessment of Good Governance in the Public Sector of Malaysia. Economics and Sociologi, 9(4), hlm. 300.

(14)

Investasi yang Efisien, Transparan dan Terpadu di Provinsi Jawa Timur13. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilakukan di Kabupaten Malang dan Kabupaten Madiun sebagai lokasi penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa efektivitas dan efisiensi tata kelola dan prosedur pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kabupaten Malang belum memenuhi harapan, sebab masih belum ada integrasi antar OPD teknis sehingga waktu pelayanan cenderung lebih lama, sedangkan untuk Kabupaten Madiun cukup efektif dan efisien dikarenakan OPD teknis telah terintegrasi melalui struktur organisasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Madiun. Dari segi transparansi kedua kota telah berjalan dengan baiksesuai dengan SOP yang telah ditetapkan pada Perda masing-masing.

Penelitian oleh Titi Darmi dengan judul Penerapan Prinsip Good Governance untuk Layanan Publik14. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Peneliti menggunakan lima dari delapan prinsip good governance menurut UNDP meliputi Partisipasi, transparansi, akuntabilitas, daya tanggap, serta efektif dan efisien untuk mengetahui pelayanan pembuatan KTP, SIUP dan IMB di lingkup Pemerintah Kota Bengkulu. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa tiga prinsip belum diterapkan yaitu prinsip partisipasi, akuntabilitas, serta efektif dan efisien.

Penelitian oleh Rosyada berjudul Analisis Penerapan Prinsip Good Governance dalam Rangka Pelayanan Publik Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda15. Penelitian tersebut menggunakan metode deskriptif kualitatif. Peneliti mencari tahu bagaimana enam prinsip good governance diterapkan dalam pelayanan publik pada dinas tersebut. Enam prinsip good governance tersebut meliputi partisipasi, penegakan hukum, transparansi,

13 Amir, M. (2016). Efektivitas Tata Kelola dan Prosedur Pelayanan Perizinan Investasi yang Efisien, Transparan dan Terpadu di Provinsi Jawa Timur. Cakrawala, 10(2), hlm. 125.

14 Darmi, T. (2016). Penerapan Prinsip Good Governance untuk Layanan Publik. Jurnal Administrasi Pembangunan, 4(2), hlm. 97.

15 Rosyada, A. A. (2016). Analisis Penerapan Prinsip Good Governance Dalam Rangka Pelayanan Publik di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kota Samarinda. EJournal Ilmu Pemerintahan, 4(1), hlm. 102.

(15)

akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, serta daya tanggap. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan prinsip good governance sudah berjalan cukup baik.

Penelitian oleh Latjuba berjudul Analisis Pelayanan Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tengah16. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan teori dari Zethaml, Parasuraman dan Berry yang terdiri dari tangibles, realibility, responsiveness, assurance, dan emphaty. Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah sebagian besar aspek telah baik, terkecuali aspek tangibles dikarenakan fasilitas yang tersedia pada kantor dinas kurang memadai khususnya berkaitan dengan teknologi dan ruang pelayanan.

Penelitian Aulia dan Sari yang berjudul Simplifikasi Administrasi Perizinan dalam Meningkatkan Kemudahan Memulai Usaha di Indonesia17. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pemerintah telah melakukan deregulasi dan debirokratisasi perizinan usaha melalui paket kebijakan ekonomi untuk memangkas prosedur, waktu dan biaya.

Namun masih ditemuii tumpang tindih kebijakan, efektivitas PTSP dan profesionalisme SDM penyelenggara pelayanan.

Penelitian yang dilakukan Sawaya dan Bhero dengan judul Effect of Simplified Licensing on Registration and Formalizing of Start-Ups in Mozambique18. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.

Penelitian tersebut berusaha menjawab pertanyaan apakah pelayanan perizinan telah mendorong pengusaha kecil untuk mendaftar sebagai perusahaan formal dengan dianalisis melalui empat aspek yakni kemudahan memperoleh informasi, kemudahan melengkapi persyaratan, kemampuan perusahaan untuk membayar biaya pendaftaran, serta kemampuan perusahaan untuk mentaati aturan pajak.

16 Latjuba, A. M. (2017). Analisis Pelayanan Perizinan pada Dinas Penanaman Modal Provinsi Sulawesi Tengah. EJurnal Katalogis, 5(11), hlm. 78.

17 Aulia, N. S., & Sari, M. D. P. (2017). Simplifikasi Administrasi Perizinan dalam Meningkatkan Kemudahan Memulai Usaha di Indonesia. Reconstructing Public Administration Reform to Build World Class Government, 252. Lembaga Administrasi Negara.

18 Sawaya, A., & Bhero, S. (2018). Effect of Simplified Licensing on Registration and Formalizing of Start-Ups in Mozambique. African Journal of Business Management, 12(17), hlm. 542.

(16)

Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun upaya perbaikan dan penyederhanaan pelayanan perizinan telah dilakukan, namun belum cukup untuk menarik perusahaan-perusahaan kecil yang beroperasi secara informal agar mau mendaftarkan diri sebagai perusahan yang memiliki status formal.

Penelitian ini memiliki perbedaan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam beberapa penelitian yang telah disebut diatas, mayoritas membahas good governance dari sebuah pelayanan perizinan secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti menjabarkan tata kelola pelayanan perizinan dari empat unsur yakni permohonan, penyelesaian produk, penanganan pengaduan, serta sistem informasi yang mana akan dilihat melalui sudut pandang sembilan prinsip good governance yakni partisipasi, aturan hukum, transparansi, daya tanggap, berorientasi konsensus, berkeadilan, keefektifan dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.

Penyelenggaraan pelayanan terpadu yang sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1997 dengan model satu atap dan berkembang sejak tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 dengan konsep satu pintu (one stop service) untuk mendukung paket kebijakan ekonomi19. Pembentukan PTSP secara umum telah dibentuk diberbagai daerah dalam level yang berbeda- beda mulai dari kantor hingga level dinas. Namun hingga kini masih banyak pemerintah daerah yang belum sepenuhnya menjalankan pelayanan sesuai dengan ketentuannya, terutama terkait model pelayanan terpadu satu pintu. Berdasarkan berbagai pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Tata Kelola Pelayanan Perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang Ditinjau dari Perspektif Good Governance.

19 Ginting, L. M., Susanti, E., & Sumaryana, A. (2018). Implementasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Non-Perizinan Diukur dari Kepuasan Masyarakat Menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat. Responsive, 1(2), hlm. 45.

(17)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah yang diambil dari penelitian ini ialah: “Bagaimana gambaran tata kelola pelayanan perizinan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang jika ditinjau dari perspektif good governance?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini ialah memberikan gambaran tata kelola pelayanan perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang secara detail yang ditinjau dari perspektif good governance sehingga dapat menemukan penyebab permasalahan yang dialami oleh penyelenggara pelayanan.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu mengisi kekosongan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang mayoritas membahas good governance dari sebuah pelayanan perizinan secara umum. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan secara rinci tata kelola pelayanan perizinan dari empat unsur yakni permohonan, penyelesaian produk, penanganan pengaduan, serta sistem informasi yang mana akan dilihat melalui sudut pandang good governance. Terdapat sembilan prinsip good governance yang digunakan dalam penelitian ini, yakni partisipasi, aturan hukum, transparansi, daya tanggap, berorientasi konsensus, berkeadilan, keefektifan dan efisiensi, akuntabilitas, dan visi strategis.

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah, khususnya Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang mengenai tata kelola pelayanan perizinan berdasarkan prinsip good governance. Melalui permasalahan dan kendala atas tata kelola pelayanan perizinan yang diperoleh selama proses penelitian, selanjutnya akan memberi bahan untuk memperbaiki tata kelola pelayanan perizinan sehingga nantinya dapat memperbaiki persepsi masyarakat tentang pelayanan pelayanan publik yang selama ini dianggap buruk. Perbaikan-perbaikan tata kelola pelayanan

(18)

perizinan juga akan mempermudah masyarakat untuk memiliki izin yang wajib mereka miliki sehingga kegiatan masyarakat dapat berjalan lancar secara legal tanpa terkendala izin.

1.5. Tinjauan Teori 1.5.1. Tata Kelola

1.5.1.1.Pengertian Tata Kelola

Tata kelola atau dalam bahasa Inggris disebut dengan “governance”. Dalam kamus Oxford Learner’s Dictionary, govern merupakan cara di mana suatu negara, perusahaan, atau lembaga diatur atau dikendalikan. Dalam penerjemahan Bahasa Indonesiakata “tata” pada KBBI memiliki arti sebuah aturan, kaidah, sistem, atau cara menyusun, sedangkan kelola merujuk pada serangkaian proses pengelolaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Pierre, governance atau tata kelola memiliki makna ganda.

Pertama governance mengacu pada wujud adaptasi negara terhadap lingkungan eksternalnya. Kedua, governance juga menunjukkan sebuah konsep koordinasi sistem sosial dimana negara memiliki peran dalam proses tersebut. Pada makna kedua tersebut dapat dibedakan lagi menjadi dua kategori, yang pertama adalah tata kelola yang “state-centric” dimana posisi negara sangat dominan untuk mengarahkan mayarakat melalui perantara politik untuk menentukan tujuan dan prioritas. Sedangkan pada kategori kedua, tata kelola yang perpusat kepada masyarakat, dimana masyarakat dilibatkan secara aktif melalui mekanisme koordinasi dan kemitraan20.

Sejalan dengan pendapat Pierre. Kooiman cenderung kepada pengertian governance merupakan tata kelola yang berpusat pada masyarakat. Governance yang diartikan Kooiman merupakan proses interaksi antara aktor publik dan privat dengan tujuan menyelesaikan permasalahan sosial atau menciptakan peluang sosial, yang mana setiap lembaga pemerintah terbuka atas partisipasi aktor privat

20 Pierre, J. (Ed.). (2000). Debating Governance: Authority, Steering, and Democracy. New York:

Oxford University Press, hlm. 3.

(19)

untuk bersama-sama membentuk dasar dan rencana kegiatan untuk mencapai tujuan bersama21. Pengertian yang dijelaskan oleh Kooiman ini menitikberatkan proses tata kelola pemerintahan pada pola interaksi yang melibatkan tiga kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dalam proses interkasi diharapkan dapat menempuh sebuah kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan antara ketiga aktor. Sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa tata kelola menyangkut aturan atau tata cara untuk mempengaruhi sebuah proses. Dalam penelitian ini pengertian tata kelola merupakan proses yang melekat dalam aktivitas pemerintahan sebagaimana keterlibatan pemerintah dalam interaksi dengan masyarakat, dan swasta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian tata kelola dalam penelitian ini merupakan serangkaian proses penyelenggaraan pemerintahan dalam menyelesaikan permasalahan dan memenuhi kebutuhan publik.

1.5.1.2.Tata Kelola di Kabupaten Lumajang

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lumajang melaksanakan tata kelola pelayanan publik yang tertuang dalam Peraturan Bupati Lumajang Nomor 81 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu22. Lebih khusus mengenai tata kelola pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh Bidang Pelayanan Terpadu dijelaskan pada bagian kedua pasal 9, yang mana tata kelola pelayanan perizinan berupa permohonan, penyelesaian produk, pengaduan, dan sistem informasi. Berikut penjabaran tata kelola perizinan tersebut:

21 Kooiman, J. (2003). Governing as Governance. London: Sage Publications, hlm. 4.

22 Peraturan Bupati Lumajang Nomor 81 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Uraian Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

(20)

a. Permohonan

Tahap awal dalam proses pelayanan perizinan adalah tahap pengajuan permohonan. Permohonan adalah proses pengajuan berkas persyaratan perizinanuntuk memperoleh kepastian hukum atau legalitas. Pada tahapan permohonan, pemohon mengajukan permohonan pada loket atau front office, dilanjutkan dengan pemeriksaan kelengkapan berkas persyaratan, jika belum lengkap akan dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. Apabila telah dinyatakan lengkap, pemohon akan diberikan surat tanda terima berkas.

Dalam melaksanakan tahapan permohonan penyelenggara pelayanan perlu untuk mempertimbangkan beberapa unsur kesiapan pelayanan terkait informasi, sumberdaya manusia yang diperlukan, serta sarana dan praarana atau fasilitas yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pelayanan. Penyelenggara wajib memberikan informasi pokok yang harus diketahui oleh masyarakatuntuk mengajukan permohonan. Informasi pokok pelayanan perizinan tersebut terkait produk pelayanan, persyaratan yang diperlukan, prosedur pelayanan, jangka waktu penyelesaian, serta besaran biaya/ tarif pelayanan.

Terkait dengan sumberdaya manusia, penyelenggara wajib memperhatikan kompetensi dan jumlah pelaksana sesuai dengan kebutuhan. Sumberdaya manusia haruslah memiliki kompetensi dibidang pelayanan publik, antara lainmencakup:

komitmen, integritas,tanggung jawab,kecakapan dan keramahan, mengerti kebutuhan masyaraka, daya tanggap dan empati,serta mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selain itu, penyelenggara pelayanan perlu untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang mumpuni dan sesuai dengan kebutuhan seperti loket atau meja pelayanan, ruang tunggu,serta toilet. Selain sarana dan prasarana umum tersebut, perlu memperhatikan penyediaan fasilitas yang dapat mengakomodir masyarakat dengan kebutuhan khusus sebagaimana diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain dalam Pasal 105 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 30 PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif.

(21)

b. Penyelesaian Produk Pelayanan

Penyelesian produk pelayanan merupakan kegiatan untuk memproses berkas permohonan melalui sebuah prosedur baku yang telah ditetapkan untuk nantinya dikeluarkannya keputusan tentang diterima atau ditolaknya permohonan izin.

Penyelesaian produk pelayanan dilaksanakan oleh petugas yang bekerja di kantor belakang/ back office. Penyelesaian produk pelayanan perizinan dilakukan dengan verifikasi berkas permohonan dansurvei lapangan apabila diperlukan.

Untuk menunjang hal tersebut Bidang Pelayanan Terpadu membentuk Tim Teknis yang terdiri dari anggota perangkat daerah lain yang terkait. Fungsi dibentuknya Tim Teknis ini adalah untuk pemeriksaan lapangan, memberikan pertimbangan dan rekomendasi. Setelah berkas telah verifikasi maka penerbitan dokumen izin dilakukan di kantor PTSP dengan ditembuskan kepada perangkat daerah terkait.Dengan dikeluarkannya dokumen tersebut maka bentuk aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang bersangkutan telah dinyatakan legal oleh pemerintah.

Proses penyelesaian produk perizinan membutuhkan adanya aparatur yang memiliki pengetahuan luas dari segi konsepsional, teknis, maupun aspek legal formal dari proses perizinan tersebut. Penyelesaian produk pelayanan harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan umum PTSP yaitu mewujudkan proses pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau. Untuk itu komponen pelayanan publik dalam Maklumat Pelayanan atau Standar Pelayanan yang telah diinformasikan sebelumnya harus sesuai dengan kenyataannya.

Terutama terkait dengan kesesuaian prosedur, jangka waktu penyesaian dan biaya.

Prosedur dan alur pelayanan harus jelas dan sesuai dengan informasi yang diberikan. Terkait jangka waktu penyelesaian, dalam Peraturan Presiden tentang penyelenggaraan PTSP secara umum paling lambat diselesaikan secara lengkap dan benar dalam tujuh hari, kecuali yang diatur khusus dalam peraturan perundang- undangan lain. Sedangkan untuk biaya pelayanan adalah gratis, kecuali yang telah ditetapkan terkena biaya retribusi daerah terkait. Mengenai besaran biaya harus dicantumkan secara jelas dasar hukum penarikan retribusi tersebut.

(22)

c. Penanganan Pengaduan

Pengaduan adalah penyampaian keluhan atas ketidaksesuaian pelayanan terhadap standar pelayanan, pengabaian kewajiban,maupun pelanggaran terhadap peraturan penyelenggaraan. Seiring berjalannya proses pelayanan perizinan maupun setelah diterbitkannya dokumen perizinan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan teknis, ketidakpuasan masyarakat, maupun penyimpangan- penyimpangan terhadap aturan hukum yang berlaku. Untuk itu penyelenggara pelayanan harus menyediakan pelayanan pengaduan. Dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional, mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk memiliki mekanisme penanganan pengaduan. Penerimaan pengaduan dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang bertugas menerima pengaduan, memberikan tanggapan kepada pengadu dan kepada pimpinan penyelenggara pelayanan sebagai tindak lanjut dari pengaduan tersebut23.

Penerimaan pengaduan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengaduan langsung merupakan pengaduan yang disampaikan pengadu secara lisan, sedangkanpengaduan tidak langsungdisampaikan melalui sarana yang disediakan oleh penyelenggara. Untuk menunjang hal tersebut penyelenggara wajib menyediakan sarana berupa tempat atau ruangan, kotak pengaduan, formulir pengaduan, serta perangkat teknologi informasi seperti telepon, website, surat elektronik, media sosial dan sebagainya. Dalam menerima pengaduan, petugas wajib mencatat substansi aduan serta merespon dengan cepat. Catatan atas pengaduan memuat identitas berupa nama dan alamat lengkap, nomor pengadu, uraian keluhan atas pelayanan. Khusus untuk pengaduan tidak langsung apabila pengadu tidak menyebut identitas dan nomor kontak yang dapat dihubungi, maka dapat diabaikan, disamping itu petugas pengaduan memberikan respon atas pengaduan tidak langsung paling lambat tiga hari kerja sejaak diterimanya laporan.

23 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional.

(23)

Setelah melakukan penerimaan pengaduan, petugas wajib memeriksa substansi aduan dari aspek kewenangan. Apabila pengaduan berada diluar kewenangan, maka petugas meneruskan kepada penyelenggara yang berwenang dan menginformasikannya kepada pengadu.

Penanganan pengaduan terhadap pelayanan publik harus diproses secara benar.

Penanganan atas pengaduan menghasilkan solusi yang dapat berupa penyelesaian masalah pengaduan atau rencana perbaikan pelayanan. Petugas pengaduan wajib memberikan akses masyarakat untuk dapat melihat status penyelesaian pengaduannya. Hasil atau solusi atas pengaduan wajib disampaikan kepada pengadu paling lama 60 hari kalender setelah penyelesaian pengaduan.

d. Sistem Informasi

Sistem Informasi sebagaimana pendapat O’Brien adalah suatu kombinasi terartur apapun dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan database yang berkerja untuk mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam organisasi24. Hal tersebut sejalan dengan Sutabri yang mengartikan sistem informasi sebagai suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan25. Sehingga dapat diartikan bahwa sistem informasi dalam penelitian ini adalah kegiatan penyelenggara pelayanan dalam mengumpulkan, memproses, serta mempublikasikan data dan informasi sesuai dengan kebutuhan guna kepentingan penyelenggara maupun masyarakat.

Kegiatan dalam sistem informasi dalam pelayanan publik meliputi pengumpulan, pengelompokan, penyimpanan data dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari penyelenggara kepada masyarakat yang dapat dilakukan dalam bentuk lisan maupun tulisan serta dihadirkan secara manual

24 O’Brian, J. A., & Maarakas, G. M. (2011). Management Information System (10th ed.). New York: McGraw-Hill/Irwin, hlm. 5.

25Sutabri, T. (2001). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi, hlm. 42.

(24)

maupun elektronik. Kesanggupan sebuah instansi pemerintah dalam mengelola informasi akan mendorong terwujudnya good governance. Sistem informasi akan memudahan penyelenggara untuk menusun laporan-laporan yang dibutuhkansecara komprehensif dengan kesalahan yang minimum. Hal tersebut akan dapat meningkatkan nilai pertanggungjawaban pemerintah serta dapat memberikan transparansi dengan mempublikasikan informasi-informasi yang telah diperoleh.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional terdapat dua aktivitas inti dari sistem informasi yaitu penyediaan informasi dan berita pelayanan publik. Informasi Pelayanan Publik yang dimaksud meliputi profil penyelenggara, profil pelaksana, Standar Pelayanan, Maklumat Pelayanan, serta dokumen hasil kegiatan program kerja instansi pemerintah yang memiliki unit pelayanan. Disamping informasi pokok tersebut penyelenggara pelayanan wajib menyediakan informasi dalam bentuk pemberitaan mengenai kejadian aktual yang berkaitan dengan pelayanan publik masing-masing dan dikemas secara menarik26.

Penyelenggaraan sistem informasi dapat dilakukan secara manual dan elektronik. Secara manual, sistem informasi dikelola melalui lisan tulisan atau media-media media cetak. Selain itu, sistem informasi juga dapat dilakukan melalui sarana elektronik. Diera serba teknologi seperti saat ini, sistem informasi semua diarakan untuk mengedepankan media online seperti website. Melalui website tersebut seluruh informasi dapet disebarkan dan diperbarui secara mudah.

Sistem Informasi dalam pelayanan publik mendukung kemudahan tata kelola pelayanan publik. Sistem informasi memberikan informasi yang akurat melalui berbagai media sehingga akan memudahkan akses masyarakat dalam menerima informasi yang mereka butuhkan secara terpercaya. Disisi lain sistem informasi

26 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Informasi Pelayanan Publik Nasional.

(25)

akan memudahkan pengawasan oleh berbagai pihak terkait untuk meminimalisir penyalahgunaan wewenang.

1.5.2. Pelayanan Perizinan

1.5.2.1.Pengertian Pelayanan Publik

Setiap orang memiliki kebutuhaan, dan kebutuhan tersebut belum tentu dapat dipenuhi oleh dirinya sendiri. Sehingga ada saatnya seseorang membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal tersebut dapat disebut dengan melayani. Menurut Moenir Pelayanan publik atau disebutnya sebagai pelayanan umum merupakan sebuah rangkaian aktivitas seseorang yang berusaha memenuhi kepetingan atau hak orang lain yang berlandaskan faktor materiel melalui sistem dan cara tertentu27.

Menurut Ratminto dan Atik dalam Hardiansyah menerangkan pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan badan usaha milik pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan28.

Pelayanan publik dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, Pasal 1, didefinisikan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Ruang lingkup pelayanan publik dibagi dalam tiga kategori yaitu pelayanan barang publik, pelayanan jasa publik, dan pelayanan administratif yang mana mencakup pelayanan dalam bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan, komunikasi

27 Moenir, H. A. S. (2010). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 26.

28 Hardiansyah. (2011). Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator, dan Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media, hlm. 11.

(26)

dan informasi, lingkungan hidup, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, keamanan, serta sektor strategis lainnya.

Berdasarkan pendapat beberapa pakar diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik yaitu pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.5.2.2.Asas Pelayanan Publik

Pelayanan publik sebagai kegiatan wajib pemerintah haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai yang dikehendaki. Berkenaan hal tersebut penyelenggara pelayanan juga harus memperhatikan asas atau prinsip dasar dari pelayanan publik. Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003. Asas pelayanan Pubik meliputi29:

a) Transparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b) Akuntabilitas

Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang perundangan.

c) Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas.

d) Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e) Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif,tidakmembedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

29 Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

(27)

f) Keseimbangan hak dan kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1.5.2.3.Jenis Pelayanan Publik

Jenis pelayanan publik sebagaimana dijelaskan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu meliputi:

a) Pelayanan barang, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen. Contohnya pengadaan jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dan sebagainya.

b) Pelayanan jasa, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan sarana dan prasarana serta penunjangnya, produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Contohnya jasa pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.

c) Pelayanan administratif, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, surat perizinan, rekomendasi dan sebagainya.

1.5.2.4.Pengertian perizinan

Dalam pandangan hukum administrasi negara, definisi izin dalam kamus hukum yaitu pemberian izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya

(28)

memerlukan pengawasan khusus, yang mana perbuatan tersebut telah dianggap tidak melanggar aturan30.

N.M. Spelt dan Berge dalam Ridwan menerangkan izin dalam arti luas maupun sempit. Izin dalam arti luas yaitu pemberian wewenang dari penguasa kepada suatu pihak untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang31. Hal tersebut diberikan apabila menyangkut kepentingan umum serta tetap dilakukan pengawasan khusus didalamnya. Sedangkan dalam arti sempit, izin merupakan sebuah ikatan pada suatu peraturan perizinan yang telah ditetapkan oleh pembuat undang-undang untuk membentuk tatanan yang diinginkan atau menghindari keadaan yang buruk.

Dalam Permendagri nomor 138 tahun 2017 menerangkan arti perizinan yaitu pemberian dokumen dan bukti legalitas persetujuan dari pemerintah kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan32.

Izin memiliki fungsi untuk menertibkan masyarakat. Melalui perizinan pemerintah mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti tata cara serta batasan- batasan yang tidak boleh dilaukan. Tujuan perizinan bermacam-macam tergantung peristiwa atau kenyataan kongkret yang dihadapi. Berikut tujuan perizinan secara umum: a) keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, seperti izin mendirikan bangunan; b) izin mencegah bahaya lingkungan, seperti AMDAL; c) melindungi objek-objek tertentu, seperti izin pelestarian situs-situs bersejarah; d) izin membagi benda-benda yang sedikit atau pemberian hak yang terbatas, seperti izin wisata pada turis asing; izin meberikan memberikan pengarahan mengadakan kegiatan, seperti izin mendirikan sekolah swasta33.

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perizinan adalah pemberian legalitas kepada pihak tertentu untuk melaksanakan suatu kegiatan

30 Ridwan, H. (2006). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm. 206.

31 Ibid, hlm. 208.

32 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah.

33 Ibid, hlm. 218.

(29)

dengan syarat serta memperhatikan batasan-batasan dalam peraturan perundang- undangan agar tetap dalam tatanan yang tidak melanggar hak-hak publik lainnya.

1.5.2.5.Unsur Perizinan

Perizinan mengandung beberapa unsur yang melekat dengannya mengacu pada tindakan-tindakan pemerintah dalam memproses perizinan tersebut. Berikut unsur-unsur perizinan yang dikemukakan Ridwan34:

a) Instrumen yuridis

Negara memiliki tugas untuk memelihara ketertiban dan keamanan. Sebagai bentuk pelaksanaannya pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan.

Kewenangan untuk mengatur ini membutuhkan beberapa instrumen yurudis dalam bentuk ketetapan. Izin merupakan salah satu jenis ketetapan yang bersifat konstitutif, yang mana izin tersebut dapat memberikan hak baru atau memperkenankan hal yang sebelumnya tidak diperbolehkan.

b) Peraturan perundang-undangan

Prinsip yang dianut dalam negara hukum salah satunya adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Artinya segala tindakan hukum pemerintah dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus merujuk pada wewenang yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pembuatan ketetapan perizinan merupakan salah satu tindakan hukum pemerintah, sehingga harus sesuai dengan wewenang yang telah ditetapkan. Pada praktiknya, kewenangan dalam perizinan tersebut bersifat bebas. Pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut pembuatan izin tersebut, misalnya pertimbangan tentang: 1) pertimbangn atas kondisi seperti apa yang harus dipenuhi untuk memperoleh perizinan; 2) konsekuensi yuridis yang berpotensi timbul akibat pemberian atau penolakan izin berkaitan dengan pembatasan dari peraturan yang berlaku; 3) prosedur selama proses pemberian atau penolakan izin.

34 Ibid, hlm. 210-216.

(30)

c) Organ pemerintah

Organ pemerintah merupakan pihak yang menjalankan wewenang dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Diantara tingkat pusat hingga daerah tersebut terdapat keterkaitan dalam ketentuannya, yang mana peraturan daerah harus bersesuaian dengan peraturan diatasnya. Hal tersebut menggambarkan alur yang cukup panjang yang seringkali mempengaruhi proses lamanya pembuatan dokumen perizinan.

d) Peristiwa konkret

Peristiwa konkret mengandung arti terjadinya peristiwa dalam waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Kondisi keberagaman yang demikian memunculkan berbagai macam izin sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga untuk penyesuaian proses serta cara pembuatan izin tergantung kewenangan instansi yang telah ditunjuk sebagai pemberi izin.

e) Prosedur dan persyaratan

Panjangnya prosedur dan banyaknya persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung tujuan izin, jenis izin, serta lembaga pemberi izin. Penentuan prosedur perizinan dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, namun tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang. Pemerintah harus mengacu pada peraturan perundang- undangan yang berlaku, dalam arti tidak diperbolehkan melampaui batas-batas pencapaian tujuan yang akan dicapai oleh peraturan hukum terkait.

Sedangkan untuk persyaratan dalam perizinan bersifat konstitutif dan kondisional. Konstitutif memiliki makna bahwa pihak pemohon izin harus telah memenuhi kondisi tertentu untuk dapat diizinkan, apabila tidak akan dikenai sanksi. Kondisional memiliki makna penilaian atas persyarataan baru dapat dilakukan setelah perbuatan yang disyaratkan tersebut terjadi.

1.5.2.6.Pengertian Pelayanan Perizinan

Pelayanan perizinan terbentuk dari dua konsep yaitu konsep pelayanan publik serta konsep perizinan. Pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat atas barang, jasa, dan pelayanan

(31)

administratif yang disediakan oleh pemerintah. Sedangkan perizinan adalah pemberian legalitas kepada pihak tertentu untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan syarat serta memperhatikan batasan-batasan dalam peraturan perundang- undangan agar tetap dalam tatanan yang tidak melanggar hak-hak publik lainnya.

Antara kedua konsep tersebut menggambarkan bahwa perizinan merupakan bagian dari pelayanan administrasi. Sehingga dapat dipahami bahwa pelayanan perizinan adalah proses pemenuhan kebutuhan pelayanan administrasi kepada masyarakat dalam bentuk pemberian legalitas untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan syarat serta memperhatikan batasan-batasan dalam peraturan perundang-undangan.

1.5.3. Pelayanan Terpadu Satu Pintu

1.5.3.1.Pengertian Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau menurut Kubicek dan Hagen disebut dengan One Stop Service atau One Stop Government adalah pengintegrasian pelayanan publik yang disediakan oleh tiap-tiap instansi dari sudut pandang masyarakat35. Melalui model pelayanan publik ini, semua urusan masyarakat dapat dilayani pada satu tempat, dimana pelanggan dapat melakukan kontak langsung, baik secara langsung maupun menggunakan media seperti telepon, fax, internet dan media lainnya. Sehingga masyarakat tidak perlu berulang untuk melakukan pelayanan.

Sedangkan menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu36.

35Kubicek, H., & Hagen, M. (2001). One Stop Government in Europe: An Overview. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/253447324_One-stop-

government_in_Europe_An_Overview, hlm. 7.

36 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Gambar

Tabel 1.1. Peringkat WorldWide Governance Indicators Asia Tenggara tahun  2017
Tabel 1.2. Nilai kriteria Ease of Doing Business Indonesia tahun 2016-2020  Kriteria  2016  2017  2018  2019  2020
Gambar 1.1. Faktor paling bermasalah dalam menghambat bisnis di  Indonesia 2017
Gambar 1.2. Persepsi masyarakat dalam mengurus layanan  Sumber: Ringkasan Eksekutif Ombudsman 2016 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daftar PTS Pembinaan yang Didelete dari Daftar 243 (Nama tidak bisa ditelusuri/tidak ada lagi di menu hapus, Jumlah Dosen Tetap=0, Mhs=0, Rasio 1:0) per 20 Februari 2016 pukul

Jadi, hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis kedua yang menyatakan bahwa pengungkapan sukarela berpengaruh lebih besar terhadap biaya modal pada perusahaan

LEBIH BIJAK DALAM MENSIKAPI PEMINDAHAN PEDAGANG SAYUR DAN BUAH / YANG ADA DI SEKITAR PASAR BRINGHARJO KE TERMINAL GIWANGAN//DALAM DEMONTRASI INI /. MENGAKIBATKAN KEMCETAN

Tabel 4.10 Perbandingan Penguasaan Konsep Mahasiswa Secara Keseluruhan antara Kelas Kontrol dan Eksperimen pada Materi Spektrometri dan

If Stage I results in a positive probability of a social loss and the potentially affected parties are many and / or difficult to identify ex ante, the OA should implement ex

Seperti dalam kasus Billy yang ingin belajar balet, namun dilarang ayahnya karena nilai-nilai dalam tari balet (lembut, gemulai, halus) tidak sesuai dengan

Oceanografi/ Geograil (Remote Sensing /Kartografi/Geografi danllmu Lingkungan)/ Teknik Elektro Arus Lemah (Elektronika)/ Fisika/ Geologi/ Statistika/ Matematika/ Fisika Aeronotika

Note: Consideration of OASIS ebRS 3.0 is consistent with the CSW-ebRIM specification because it is ebRS (e.g. ebXML Registry Service specification) which defines the service