• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI KARYA TARI ORATORIUM SOMYA RUPA (BABAK I)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DESKRIPSI KARYA TARI ORATORIUM SOMYA RUPA (BABAK I)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI

KARYA TARI ORATORIUM

“SOMYA RUPA” (BABAK I)

Oleh :

I Gede Oka Surya Negara, SST.,M.Sn.

Produksi ISI Denpasar dipergelarkan dalam rangka Pembukaan Pesta Kesenian Bali XXX

Di Taman Budaya Denpasar 18 Juni 2008

JURUSAN SENI TARI

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

(2)

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa maka skrip Oratorium Tari Somya Rupa dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Oratorium Tari ini digarap dalam rangkaian Pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 30 tahun 2008.

Didalam mewujudkan garapan tari ini, sudah tentu banyak diperoleh bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai, S MA selaku Rektor ISI Denpasar, atas segala fasilitas dan tugas yang diberikan sehingga garapan ini bisa berjalan dengan lancar.

2. Para pendukung Oratorium Tari Somya Rupa atas tanggung jawabnya dengan penuh disiplin di dalam mengikuti latihan-latihan sampai kepada pementasan berlangsung dengan lancar.

Akhirnya, deskrip karya ini dipersembahkan semoga ada manfaatnya.

Denpasar, Juni 2008

Penata

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang Garapan:

Penggarapan “Somya Rupa” dilakukan melalui penyatuan konsep antara penggarap tari, pedalangan, dan karawitan. Setelah dilakukan kesepakatan ide, konsep, dan bentuk garapan, selanjutnya masing-masing penggarap melakukan penggarapan secara sektoral. Kerja sektoral ini dilakukan dengan tetap mengacu pada konsep dan bentuk yang telah disepakati bersama. Untuk garapan tari,geraknya masih berpijak pada gerak-gerak tradisi, meskipun kemudian gerak-gerak tradisi tersebut banyak yang dikembangkan dan dikreasikan. Pada tokoh-tokoh dan figur tertentu gerak lebih terbuka terhadap pembaharuan dan lebih berani, dikarenakan tuntutan karakter dan adegan yang diperlukan.

Setelah garapan tari dan karawitan terbentuk, meskipun masih kasar, selanjutnya digabungkan dengan garapan wayangnya. Dalam penggabungan ini ada penyesuaian antara garapan tari dan garapan wayang, karena dalam garapan wayang banyak digunakan setting dengan layer lebar, sehingga penggarap tari pun tidak bisa menuangkan gerak dan adegan dengan bebas, akan tetapi harus tetap menyesuaikan dengan garapan wayangnya. Selanjutnya setelah garapan tari, karawitan dan pedalangan terbentuk dengan pasti, barulah dimasukkan pengolahan tembang dan narasi.

Sinopsis

Dikisahkan Dewi Uma diiringi oleh para bidadari sedang mengasuh putranya yang bernama Sang Hyang Rare Kumara, didampingi oleh Sang Hyang Siwa di sorga (Siwaloka). Tiba-tiba Sang Hyang Rare Kumara terjatuh dari pangkuan ibundanya, yang mengakibatkan kepalanya pecah dan mengeluarkan darah segar. Seketika Dewi Uma merangkul kembali putranya yang masih bayi itu, namun anehnya darah Sang Hyang Rare Kumara berbau harum. Sertamerta dicicipinya darah tersebut oleh Dewi Uma.

Melihat gelagat tak wajar itu Sang Hyang Siwa marah, beliau mengutuk Dewi Uma

(4)

menjadi Dewi Durga, seorang raksasi yang sangat mengerikan, kemudian menyuruh Dewi Durga turun ke bumi menghuni kuburan (Setra Gandamayu).

Pada suatu saat Sang Hyang Siwa sangat merindukan Dewi Uma. Karena rindunya yang tak tertahankan, maka beliau merubah wujutnya menjadi Sang Hyang Kala Rudra, seorang raksasa yang besar yang menakutkan. Sang Hyang Kala Rudra kemudian turun ke Marcapada (dunia) menemui istrinya, Dewi Durga. Pertemuan antara Sang Hyang Kala Rudra dan Dewi Durga mengakibatkan guncangan yang sangat luar biasa.

Wabah penyakit menyebar ke mana-mana, banyak terjadi pembunuhan, kebakaran hutan, banjir, maupun gempa bumi.

Sang Hyang Tri Semaya, yaitu Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Wisnu, dan Sang Hyang Iswara, turun ke dunia untuk menetralisir keadaan tersebut dengan menyelenggarakan berbagai bentuk kesenian, yakni Sang Hyang Brahma menjadi Telek (peret), Sang Hyang Wisnu menjadi Topeng (tekes), Sang Hyang Iswara menjadi Barong (iswari) dan dalang (redep). Berkat peran Sang Hyang Trisemaya, maka keadaan dunia menjadiberangsur-angsur pulih kembali. Sang Hyang Kala Rudra dan Dewi Durga kembali ke wujud semula, yakni Sang Hyang Siwa dan Dewi Uma, yang berwajah lemah lembut (somya rupa). Selanjutnya kesenian dijadikan salah satu unsur tuntunan sekaligus tontonan.

Pada pementasan garapan ”Somya Rupa” ini dibagi dalam beberapa babak, masing- masing babak terdiri atas beberapa adegan, yaitu:

Babak I

Babak II

Babak III

:

:

:

- Adegan percintaan antara Sang Hyang Siwa dengan Dewi Uma - Adegan Dewi Uma sedang mengasuh putranya, Sang Hyang Rare

Kumara, bersama para bidadari.

- Adegan Rare Kumara jatuh dari gendongan Dewi Uma, sehingga mengeluarkan darah. Dewi Uma mencicipi darah Sang Hyang Rare Kumara.

- Sang Hyang Siwa Marah dan mengutuk Dewi Uma menjadi Dewi Durga, dan bidadari menjadi para raksasi.

- Adegan kerinduan Sang Hyang Siwa pada Dewi Uma, sehingga merubah wujudnya menjadi Sang Hyang Kala Rudra

- Adegan pertemuan antara Kala Rudra dan Dewi Durga, sehingga menyebabkan bencana, wabah penyakit, dan kerusakan alam.

- Adegan Sang Hyang Tri Semaya (Brahma, Wisnu, dan Iswara)

(5)

Babak IV :

berunding tentang cara menghentikan kekacuan dunia.

- Adegan Sang Hyang Tri Semaya turun ke dunia dengan mengubah wujudnya. Sang Hyang Brahma menjadi Telek (peret), Sang hyang Wisnu menjadi Topeng (tekes), dan Sang Hyang Iswara menjadi barong (iswari).

- Adegan Kala Rudra berubah wujud menjadi Sang Hyang Siwa, sedangkan Dewi Durga menjadi Dewi Uma. Para

- Dunia menjadi damai kembali

- Adegan Pesan Sang Hyang Siwa pada seluruh umat manusia ten- tang kedamaian dunia.

- Adegan penutup dengan arak-arakan gamelan Balaganjur dan pro- sesi seluruh penari

Adegan dan Narasi

№ Adegan Dialog & Narasi

1 Romantis:

“Siwa dan Dewi Uma”

Disuatu pagi yang bening nan cerah, diantara awan-awan tipis menggelayut di angkasa, petinggi dewata, Hyang Siwa sedang bercengkrama memadu kasih dengan istrinya Dewi Uma. Beliau berdua hanyut seiring indahnya hamparan samudra biru bertaburan buih ombak.

2 Riang:

“Dewi Uma dan Bidadari”

mengasuh anak

Mengasuh anak adalah kewajiban seorang ibu disamping upaya transformasi energi kasih kasang yang tulus. Ketika hati seorang pengasuh bermuara nafsu, ia akan menjadi virus membahayakan bagi kelangsungan generasi penerusnya… Sesungguhnya pendidikan dimulai sejak dini yang diawali dengan pendidikan budi pekerti….akar pendidikan memang pahit, akan tetapi terasa manis buahnya…..

3 Tegang/kutuk an “Siwa mengutuk Dewi Uma jadi Durga”

Demikian halnya, ketika emosi dan egois serentak ditebarkan terlebih bagi seorang penguasa, maka muaranya absolut. Penguasa sorga, Hyang Siwa marah besar menyaksikan Dewi Uma, selain teledor bahkan berperilaku ganjil yakni mengisap darah dagingnya.

Kutukan dilontarkan.. dan seketika Dewi Uma berubah wujud menjadi raksasi dengan raut muka yang menyeramkan. Sungguh malang nasib Dewi Uma, tak hanya fisiknya berubah mengerikan, iapun diusir ke marcapada bahkan statusnya turun mendiami setragandamayu dengan sebutan Dewi Durga. Kata-kata yang dalam makna, jauh lebih tajam dari sebuah pisau yang hanya melukai kulit dan daging.

(6)

4 Seram:

“Siwa juga mengutuk Bidadari”

menjadi Bhuta-bhuti

Dewi Uma dengan raut muka seram semakin mengeram. Para bidadari juga dikutuk Siwa, bertambah bingar memekakkan teliga dengan auman nan garang. Langitpun bagaikan ladang hitam nan kelam karena bulan sabit berbinar seram. Durga memimpin bidadari yang sudah jadi bhuta-bhuti menyeruak alam bhumi menyusup kepada orang-orang yang rendah iman untuk ikut menciptakan kerusuhan. Manusia-manusia yang berhati raksasa berteriak bagai halilintar yang memekakkan telinga. Nyanyian mereka adalah badai yang mengerikan…. tertawa mereka meremukkan kepala, lalu mereka haus akan darah dan lintah darat.

Ringkikan bhuta-bhuti bagaikan letusan gunung merapi memuntahkan lahar panasnya. Penghuni jagat raya amat resah, karena bhuta-bhuti merasuk ke jiwa manusia tanpa disadarinya membuat hara-huru. Jadilah orang-orang terjerat di lembah daun- daun maksiat yang meluluh-lantakkan daya nalar. Bicaranya sudah ngawur, sehingga pikirannya penuh dengan kedengkian, dendam, sirik, dan segala bentuk kejahatan.

5 Tenang:

Sanghyang Trisemaya

“Brahma, Wisnu, Iswara”

Di sorgaloka, Sanghyang Trisemaya, tiga elit petinggi sorga yang mencipta dan mengatur rotasi abadi kehidupan bumi, nampak gerah dan kebingungan. Gerah menyaksikan penderitaan dan kesengsaraan mahkluk jagat raya…bingung, karena disharmoni jagat raya bersumber dari penguasa sorga yakni Dewa Siwa dan Dewi Uma turun ke bumi menjadi Kalarudra dan Durga.

Sanghyang Trisemaya sepakat turun ke bumi hendak menyadarkan keangkara-murkaan beliau berdua. Siwa sebagai Kalarudra memiliki sifat angkara, bengis dan tiran, sebenarnya adalah aspek angkara yang ada pada diri manusia sendiri, ketika manusia dalam kondisi kacau, kotor, tidak suci, yaitu kondisi mental yang kalut.

Dalam kondisi mental (seseorang) yang sedang kacau/kotor itulah sebenar-nya bhuta kala berkuasa. Pada gilirannya apabila seseorang sedang dalam kondisi seperti itu berarti ia potensi untuk melakukan tindakan atau perbuatan yang jahat atau tidak baik.

(7)

6 Riang:

Sanghyang Trisemaya menggelar kesenian

Mengembalikan wujud Kalarudra dan Durga menjadi Siwa dan Uma ke lemah lembut (somya rupa), Sanghyang Trisemaya menggelar pertunjukan kesenian yakni, Bhatara Iswara menggelar wayang (ringgit) dan barong (swari), Bhatara Brahma menjadi penari telek (peret), dan Bhatara Wisnu menjadi topeng (tekes).

Kesenian memiliki arti dan makna sebagai, penggugah ras indah dan kesenangan, pemberi hiburan sehat, media komunikasi, persembahan simbolis, penyelenggaraan keserasian norma- norma masyarakat, pengukuhan institusi sosial dan upacara keagamaan, kontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas kebudayaan, dan pencipta integritas masyarakat.

Seni memberi pengalaman estetis yakni kesenangan, kepuasan, ketentraman (kalangwan) bahkan rasa penyerahan diri. Padanya tidak hanya terkandung unsur indah yang dinikmati secara visual dan auditif dengan mendekati persoalan-persoalan dari luar, akan tetapi peninjauan ke dalam, berkesenian merupakan kegiatan intelek, budi, spiritual, dan rokhani.

Bahkan seni bisa dijadikan sarana pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang hakiki sebagai bekal hidup untuk mencapai ketentraman, keselamatan, kesejahteraan, dan kebahagian lahir maupun bhatin. Sebagai manusia berbudaya, seharusnya kita bersikap ver-tanggungjawab untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dengan jalan memelihara hubungan dengan lingkungan dunia sekitar, membina kerukunan dalam hidup bermasyarakat dan menjalani kehidupan sesuai dengam hukum adi kodrati yang berlaku bagi setiap makhluk Tuhan.

Rasanya sulit bagi kita hidup tanpa kesenian terlebih bagi orang Bali yang meng-anggap kesenian bagian integral dari hidup dan kehidupannya, sehingga seni itu mengalir dan mengisi samudra hidup keseharian masyarakat Bali. Seni merupakan ungkapan estetik untuk konsumsi bathin, ia mampu memberikan kearifan bagi yang inten menggaulinya, dan memanusiakan manusia.

7 Happy ending:

somya rupa

“Kalarudra

Atas prakarsa Sanghyang Trisemaya, Kalarudra dan Durga menjadi Dewa Siwa dan Dewi Uma akhirnya beliau berdua kembali ke sorga.

(8)

dan Durga menjadi Siwa dan Uma”

Keangkaramurkaan dan tirani tak harus dihadapi dengan kekerasan, apalagi dengan kekuatan perang. “suradira jayaningrat lebur dening pangastuti” kuasa angkaramurka bisa dihadapi dengan pendekatan hati yang jernih, suci nan bijaksana.

8 Perang:

“Chaos”

Atas berjalannya waktu, hati manusia mulai dihinggapi oleh kejahatan. Sekali kejahatan masuk ke dalam hati, pikiran akan tertutupi dan sesuatu yang salah atau benar menjadi samar.

Manusia dibayangi oleh rasa takut, sebab setiap kekerasan, manusia yang lemahlah paling menderita, mereka bagaikan tertusuk panas panah-panah matahari yang membakar akar- akar rumput.

Ketamakan adalah sifat yang pertama yang akan menghinggapi diri manusia. Ketika ketamakan datang, manusia mulai menginginkan sesuatu yang bukan milik mereka. Sifat kedua adalah nafsu. Nafsu tidak akan pernah bisa berdiri sendiri. Nafsu ini pastilah memiliki sahabat dan kamarahanlah mulai muncul. Ketika nafsu yang menakutkan ada di hati manusia, bersamaan dengan kebingungan, terjadilah malapetaka.

9 Damai:

“Hutan, binatang bercumbu”

Selagi langit bagai berdetak, bintang-bintang meneteskan gerimis air matanya, malam yang dingin mengajak bulan keluar dari lubuk kegelapan, musim-musim harapan sedang merekah dipucuk-pucuk daun, serta ranumnya kembang- kembang setaman. Sekelompok binatang melangkah gontai disisi pohon yang enggan untuk tumbuh. Binatang-binatang itu seolah menatap alam dengan kepasrahan hatinya, mencoba menyelami rimba raya dengan kejujurannya. Hutan yang rindang sesungguhnya menjadi nafas yang tenang dalam keheningan budinya.

(9)

ADEGAN, POLA LANTAI, DAN SUASANA

(10)
(11)
(12)

Referensi

Dokumen terkait

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,