• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA

SETELAH PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN

KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

SANDHI PRAKOSO NIM. E 0006220

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

iv

Nama : SANDHI PRAKOSO NIM : E 0006220

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN

AMERIKA SERIKAT adalah betul -betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan

karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 8 Maret 2011 yang membuat pernyataan

SANDHI PRAKOSO NIM. E 0006220

(5)

commit to user

v

Sandhi Prakoso. E0006220. 2011. PERBANDINGAN KEKUASAAN

PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN

KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT. Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat, dengan cara menganalisis menggunakan metode perbandingan yaitu dengan melihat konstitusi kedua negara. Dari perbandingan konstitusional itulah akan menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui kekuasaan yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat komparatif atau perbandingan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer berupa UUD 1945 dan juga Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum sekunder yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet yang berupa artikel-artikel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data sekunder yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik. Dari bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bukan berupa angka atau tidak diwujudkan dalam bentuk statistik, namun merupakan informasi naratif yang tidak mementingkan banyaknya data tetapi detail dan terperincinya data.

Berdasarkan hasil penelitian maka secara garis besar dapat ditarik kesimpulan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat yaitu secara konstitusional persamaan kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden adalah sama-sama memiliki kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang legislasi, kekuasaan di bidang yudisial, kekuasaan dalam hubungan luar negeri dan kekuasaan di bidang militer yaitu presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan bersenjata. Sedangkan perbedaannnya, di Amerika Serikat, presiden tidak mempunyai kekuasaan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Hal ini tentu saja berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki Presiden Indonesia, tecantum dalam pasal 12 UUD 1945 yang isinya Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Kata kunci: Perbandingan, kekuasaan presiden, perubahan undang-undang dasar

(6)

commit to user

vi

Sandhi Prakoso, E0006220. 2011. COMPARISON OF INDONESIAN PRESIDENT POWER AFTER CHANGING OF REPUBLIC OF INDONESIA CONSTITUTION YEAR 1945 WITH THE UNITED STATES PRESIDENT POWER. LAW FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY

The purpose of this study is to investigate deeper powers held by the Indonesian president and United States president, by analyzing the comparative method is by looking at both the state constitution. From the constitutional comparative that will be the basis for the writer to know the power is held and not owned by the Indonesian president and United States president.

This research is normative research that is comparative or comparison, study was conducted by analyzing secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. Primary legal materials in the form of the UUD 1945 and also the United States constitution, secondary legal materials such as books, text, as well as legal journals, while the tertiary legal materials that the writer use the ingredient of the internet media in the form of articles. Data collection technique was done by using secondary data collection is done by collecting material with the documents study or law materials from print or electronic media. From the legal material, then be analyzed and formulated as law material support in this research. Data collection techniques of law material called literary study. Data analyzing that be used are qualitative data analysis, because the data obtained is not a number or not realized in the form of statistics, however are narrative information that is not concerned with the wealth of data but detailed and elaborate data.

Based on research results, the outline can be drawn conclusions about the comparative power of the President of Indonesia and president of the United States is a constitutional equality of power held by both the president is both the organizer of government power, power in the field of legislation, in the field of judicial power, power in foreign relations, and military power in the presidency as the highest authority over the armed forces. While the difference, in the United States, the president has no authority stating the country in danger. This is of course different from the power and control the President of Indonesia, stated in Article 12 of UUD 1945 whose contents the President declared a state of danger. The terms and consequently of danger situation specified by law.

Key words: comparison, the president's powers, changing the constitution

(7)

commit to user

vii

Bacalah! Dan Tuhanmu sangat pemurah (Q. S. Al Alaq : 3)

Yang mengajarkan menggunakan pena (Q. S. Al Alaq : 4)

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam

barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang

(8)

commit to user

viii PERSEMBAHAN

Penulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :

Untuk Orang tua penulis yang tak kenal lelah mendidik, membimbing dan

memberikan pendidikan yang terbaik serta do’a yang tak pernah terputus

bagi penulis

Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis yang telah memberi kesan

mendalam bagi penulis akan berharganya hidup ini

Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul “PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN

UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT”.

Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Bapak Mohammad jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini.

2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi besar yang memberikan suri teladan yang sempurna bagi seluruh umat-nya

3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Ibu Aminah Surakarta.

4. Ibu Sasmini, S.H., L.L.M selaku Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(10)

commit to user

x

6. Bapak Suranto,S.H.,M.H, Ibu Aminah, S.H, M.H Ibu M. Madalina, S.H, M.H selaku penguji penulis dalam ujian skripsi yang telah penulis laksanakan 7. Segenap Pimpinan Fakultas hukum, Dosen dan seluruh Staff Administrasi

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Soehartono, S.H., M.Hum dan Ibu Sri Sumardiyanti. S.Pd. yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, mendoakan, mendidik, dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala hal yang terbaik bagi diri penulis dan juga seluruh kelurga penulis yang senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.

9. Teman-teman di Fakultas hukum (Eko, Agung, Ari, Harris, Mahendra, Ega Pratami, Reza dan teman-teman yang lain) yang membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi diri pribadi penulis maupun para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 8 Maret 2011

Penulis

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

1. Jenis Penelitian ... 9

2. Sifat Penelitian ... 9

3. Pendekatan Penelitian ... 10

4. Konsep Perundang-Undangan ... 11

5. Jenis Data ... 12

6. Teknik Pengumpulan Data ... 13

7. Teknik Analisis Data ... 13

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Kerangka Teori ... 16

(12)

commit to user

xii

2. Tinjauan umum mengenai lembaga kepresidenan ... 18

3. Tinjauan umum mengenai sejarah UUD 1945 ... 24

4. Tinjauan umum mengenai sistem Ketatanegaraan Indonesia ... 25

5. Tinjauan umum mengenai Demokrasi Konstitusional Amerika Serikat ... 26

6. Tinjauan umum mengenai Negara Hukum ... 31

7. Tinjauan tentang Demokrasi ... 33

B. Kerangka Pemikiran ... 35

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Persamaan dan Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 38

a. Kekuasaan Presiden RI Setelah Amandemen UUD 1945 .. 38

b. Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 42

1. Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 44

2. Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 47

B. Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 51

BAB IV: PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

(13)

commit to user

xiii DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 46

Tabel 2 : Perbedaan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ... 50 Tabel 3 : Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia

(14)

commit to user

xiv DAFTAR BAGAN

(15)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut tata bahasa, kata ” Presiden ” adalah derivative dari to preside

(verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari

bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang artinya menduduki. Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. pada awalnya, istilah ini digunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua), tetapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah bagi seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah ”Presiden” terutama digunakan untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tidak langsung. Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di eropa berasal dari negara Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua Perancis (1848-1851). Ketika itu yang menjabat sebagai presiden adalah Louis-Napoleon Bonaparte. Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat internasional adalah Presiden Amerika Serikat yaitu George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797.

Menurut A. Hamid S. Attamimi kata ”Presiden” di Indonesia adalah gelar kepala negara dan kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan Amerika Serikat (Abdul Ghoffar, 2009 : 14).

(16)

yang diidealkan oleh pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 tentang sistem pemeritahan yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Dengan demikian, segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu atau mendahului perbuatan yang dilakukan.

Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelengaraan negara Republik Indonesia seperti diamanahkan dalam UUD 1945 yaitu dalam pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu presiden memiliki tanggung jawab penuh dalam hal sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden yang kemudian bertindak sebagai lembaga eksekutif negara. Pembagian kekuasaan di Indonesia menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah(DPD) sebagai lembaga legislatif dan menempatkan Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yudikatif. Pembagian kekuasaan negara tersebut bertujuan memenuhi mekanisme check and balance.

Mekanisme ini berwujud saling mengawasi satu sama lain sehingga pertanggungjawaban setiap lembaga negara kepada rakyat transparan.

(17)

No X oleh wakil presiden yang ditetapkan pada tanggal 16 Oktober 1945. Inti dari maklumat tersebut, presiden bersama-sama dengan komite nasional menjalankan kekuasaan legislatif dan berhak ikut serta dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara.

Pada 2 September 1945, presiden membentuk kabinet pertama berdasarkan usul Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kabinet ini tercatat dalam sejarah sebagai kabinet presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial, presiden memegang kekuasaan eksekutif. Namun, fungsi presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif tersebut menjadi goyah ketika ada usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang menghendaki adanya perubahan sistem pertanggungjawaban kepada parlemen. Usul tersebut diterima oleh pemerintah dengan keluarnya maklumat pemerintah pada 14 November 1945, yang berisikan perubahan sistem dari presidensial menjadi parlementer. Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, presiden tidak lagi berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945, melainkan hanya berkedudukan sebagai kepala negara (presiden konstitusional), hal ini berarti untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan presiden. Kekuasaan menjadi presiden menjadi besar kembali setelah mengambil alih kekuasaan eksekutif, pengambilalihan ini terjadi karena sehubungan dengan dinyatakannya negara dalam keadaan bahaya oleh Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin dan penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir.

(18)

undang-undang sebagaimana yang dimiliki oleh presiden RI, presiden AS hanya mempunyai kekuasaan untuk memveto suatu rancangan undang-undang.

Pada perkembangan selanjutnya, UUD 1945 mengalami perubahan setelah lengsernya presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 akibat protes yang bertubi-tubi dan terus menerus dari rakyat pada umumnya dan dari mahasiswa pada khususnya, ditengah merosotnya keadaan sosial dan ekonomi. Setelah Soeharto lengser dari kursi jabatan kepresidenan, atas desakan dari berbagai masyarakat, MPR untuk pertama kalinya dalam sejarah republik ini, melakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan dalam empat tahapan.

Pada perubahan tahap pertama pada tahun 1999, tepatnya tanggal 19 Oktober 1999 telah terjadi perubahan dalam sembilan pasal di UUD 1945. Hal-hal subtantif yang mengalami perubahan adalah sebagai berikut: pertama, terjadi pembatasan masa jabatan presiden. Sebelum dilakukan perubahan, ada peluang bagi presiden dapat menjabat terus-menerus sebagaimana yang dilakukan oleh Soekarno dan Soeharto, karena bunyi pasal tentang masa jabatan presiden sangat terbuka untuk dilakukan interprestasi. Sesudah dilakukan perubahan tahap pertama, seorang Presiden Indonesia paling lama menjabat sebagai presiden selama 10 tahun. Kedua, pembatasan kekuasaan presiden dalam bidang legislasi. Dalam perubahan tahap pertama ditegaskan bahwa kekuasaan legislasi ada ditangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sekalipun demikian presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Ketiga, adanya usaha untuk membangun meknisme cheks and balances. Dalam perubahan yang pertama ini, ada usaha untuk membangun mekanisme cheks and balances antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.

(19)

pemerintahan daerah yang terdapat pada pasal 18, dalam pasal ini ada penegasan yang kuat melalui konstitusi bahwa negara Indonesia menjamin dilaksanakannya pemberian otonomi yang luas kepada daerah. Kedua, mengenai HAM yang diatur dalam pasal 28, pasal ini mengalami penambahan jika dilihat dari jumlah ayatnya dan sekaligus juga mengalami penegasan.

Pada November 2001, tepatnya tanggal 9 November 2001 MPR melakukan perubahan UUD 1945 tahap ketiga, dalam perubahan tahap ketiga ini terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap UUD 1945 yaitu yang berkaitan dengan kedaulatan, perombakan parlemen, pemilihan presiden secara langsung, membentuk lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi (MK) dan mengatur prosedur perubahan UUD 1945.

Pada Agustus 2002, tepatnya tanggal 10 Agustus 2002 MPR kembali melakukan perubahan tahap keempat. perubahan tersebut memfokuskan pada persoalan susunan MPR, cara pemilihan presiden, penyelesaian jika presiden mangkat, berhenti atau diberhentikan atau tidak bisa menjalankan kewajibannya, pemberian hak kepada presiden untuk membentuk suatu Dewan Pertimbangan Presiden, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung, serta ketentuan mengenai independensi Bank Indonesia. Selain itu, pada perubahan tersebut juga menetapkan batas minimal untuk anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN, serta adanya ketentuan yang mengharamkan perubahan pada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah mengikuti sistem amandemen, sungguhpun secara material jumlah muatan materi lebih besar daripada naskah aslinya, akan tetapi dalam sistem amandemen yang utama adalah berlakunya konstitusi yang telah diubah itu tetap didasarkan pada saat berlakunya konstitusi asli (Taufiqurrahman Syahuri.2004:157).

(20)

persetujuan DPR. Selanjutnya pasal 20 ayat (1) juga menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, sehingga berdasarkan perubahan tahap pertama dan kedua UUD 1945, kekuasaan membentuk undang-undang itu dialihkan dari Presiden kepada DPR. Selain itu, beberapa hak mutlak (prerogatif) presiden yang tercantum dalam UUD 1945 setelah perubahan telah terjadi sedikit pengurangan. Pengurangan tersebut bisa dilihat dari adanya pelibatan DPR, baik harus mendapatkan persetujuan DPR atau sekedar minta pertimbangan saja.

Dari uraian diatas, jelas sekali terjadi pasang surut kekuasaan presiden yang terjadi di Indonesia, mulai zaman kemerdekaan sampai sekarang. Meskipun kekuasaan presiden Indonesia sekarang dinilai banyak kalangan kekuasaanya lebih kecil daripada sebelum perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, namun tidak menutup kemungkinan di lain waktu, akan dilakukan perubahan lagi yang menambah kekuasaan presiden, atau bahkan akan kembali kepada UUD 1945 sebelum perubahan, sebagaimana yang dituntut oleh banyak kalangan beberapa tahun terakhir ini. Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam sebagaimana kekuasaan presiden sebelum dan sesudah perubahan, apakah memang telah terjadi pengurangan atau tidak. Jika dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, apakah kekuasaan Presiden Indonesia lebih kecil atau masih lebih besar. Untuk itu, diperlukan kajian mendalam dengan cara membandingkan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat agar diperoleh pengetahuan yang mendalam.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ”PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN

AMERIKA SERIKAT”.

B. Rumusan Masalah

(21)

menyangkut perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat adalah sebagai berikut:

1. Apa persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan Presiden Amerika Serikat?

2. Apa kelebihan dan kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat?

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan sejarah ketatanegaraan dan kekuasaan Presiden Indonesia sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945.

b. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat.

2. Tujuan Subyektif:

a. Untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuan penulis di bidang Hukum Tata Negara khususnya terkait dengan perbandingan kekuasaan presiden yaitu kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat sebagai negara yang disebut sebagai negara pertama kali menggunakan sistem pemerintahan kepresidenan.

b. Guna memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar akademik sarjana strata satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

(22)

penelitian tersebut. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh penulis dalam bangku perkuliahan;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pengetahuan semua pihak yang bersedia menerima dan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta bermanfaat bagi para pihak yang berminat bagi permasalahan yang sama.

2. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata negara pada khususnya;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum tata negara berkaitan dengan kajian mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia setelah perubahan UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat;

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

E. Metode Penelitian

(23)

adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan kata lain, penelitian merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, karena melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini banyak yang kita tidak ketahui dari apa yang coba kita cari, temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak, oleh karena itu, masih perlu diuji kembali. Dengan demikian, pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesis. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah: .

1. Jenis Penelitian

Sebelum saya hendak membandingkan kekuasaan presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat, maka perlu diketahui jenis penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) atau doktrinal. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam hal ini bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1985 :15).

Menurut Hutchinson sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut, “Doctrinal

Research:Research wich provides a systematic exposition of rules governing a

particular legal category, analyses the relationship between rules, explain

areas of difficulty and perhaps, predict future development” (Peter Mahmud

Marzuki, 2008:32). 2. Sifat Penelitian

(24)

tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam ilmu empiris. Perbandingan merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum lain.

Dari perbandingan itu dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan antara lembaga hukum tersebut. Persamaan-persamaan akan menunjukkan inti dari lembaga hukum yang diselidiki, sedangkan perbedaan-perbedaan disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan iklim, suasana dan sejarah masing-masing bangsa yang bersangkutan dengan system hukum yang berbeda. Menurut Sunaryati Hartono, dengan melakukan perbandingan hukum akan ditarik kesimpulan bahwa (Dr. Jonny Ibrahim, 2005:313-314):

a. Kebutuhan-kebutuhan yang universal (sama) akan menimbulkan cara-cara pengaturan yang sama pula;

b. Kebutuhan-kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan suasana dan sejarah itu menimbulkan cara-cara yang berbeda pula.

Berdasarkan penjelasan diatas dikaitkan dengan upaya penulis untuk menemukan jawaban mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat maka pendekatan perbandingan ini menurut saya tepat digunakan dalam penelitian ini.

3. Pendekatan Penelitian

Didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan menggunakan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan historis (Historical Approach), pendekatan perbandingan

(Comparative Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach)

(Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93).

(25)

dihadapi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan historis (Historical Approach), Pendekatan perbandingan

(Comparative Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan

menelaah undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang ditangani(Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93-95). . Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang yang dipelajari dari perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Selanjutnya, pendekatan perbandingan yaitu salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normative

untuk membandingkan suatu lembaga negara dari suatu sistem hukum yang satu dengan lembaga negara yang lain. Dari perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan antara kedua lembaga negara dari dua sistem hukum yang berbeda tersebut.

Digunakannya pendekatan perundang-undangan oleh penulis dengan dasar bahwa permasalahan penelitian berawal dari pengaturan yang mengenai persamaan dan perbedaan pengaturan di dalam pasal dalam undang-undang dasar yang mengatur mengenai kekuasaan presiden antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah) penulis akan temukan bagaimana sejarah dari kedua negara dan bagaimana perkembangan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat dimasa lalu sampai masa sekarang, hal itu juga merujuk kepada berbagai usaha untuk mencermati masalah dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan teori hukum yang terkait dengan konsep demokrasi yang dianut oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Sedangkan dengan pendekatan perbandingan, penulis akan mampu menguraikan perbandingan kekuasaan presiden, dengan meneliti persamaan dan perbedaan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat (Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93-95).

4. Konsep Perundang-Undangan

(26)

perundang-undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto.

Konsep Perundang-Undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto antara lain (Bambang Sunggono, 1997: 68-69):

a. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai asas keadilan dalam sistem moral menurut doktrin aliran hukum alam;

b. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah perundang-undangan menurut doktrin aliran positivisme dalam ilmu hukum;

c. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai keputusan hakim in concreto menurut doktrin fungsionalisme kaum realis dalam ilmu hukum.

5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berwujud laporan, buku-buku harian dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dikaji oleh penulis. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder mencakup tiga hal yaitu:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan;

b. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, hasil penelitian dan jurnal-jurnal hukum;

(27)

misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2001:13).

Dalam hal ini penulis menggunakan semua bahan baik bahan hukum primer yang berupa UUD 1945 dan Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum sekunder yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet yang berupa artikel-artikel (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141).

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah teknik pengumpulan data sekunder yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik. Dari bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka.

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis untuk mengolah hasil penelitian menjadi laporan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan secara bersama dengan mengumpulkan data, kemudian setelah data terkumpul,maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada varifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan.

Menurut HB. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah: a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis, yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari data fieldnote;

b. Penyajian Data

(28)

sistematis,sehingga mudah dipahami. Sajian dapat meliputi berbagai jenis matriks,gambar/skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga table;  c. Kesimpulan dan Verifikasi

Merupakan sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan ini diambil dari penyajian data yang telah diuraikan sebelumnya. Peneliti sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan dalam pengumpulan data, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin serta arahan sebab akibat dan berbagai presepsi kesimpulan dan verifikasi . (HB. Sutopo.2002:8).

Ketiga komponen tersebut (proses analisis interaktif) dimulai pada waktu pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dansajian data. Tahap selanjutnya peneliti mulai menarik kesimpulan dengan memverifikasikan berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktivitas yang dilakukan dengan suatu siklus antara komponen-komponen tersebutakan didapatkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan masalah yang diteliti.

Di sini penulis juga menggunakan teknik interpretasi, teknik ini merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Interpretasi yang digunakan penulis antara lain, interpretasi sistematis yaitu dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan cara menghubungkannya dengan undang-undang lain. Interpretasi historis yaitu makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan jalan menelusuri sejarah yang terjadi.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan hukumdalam penelitian ini meliputi :

(29)

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai tinjauan mengenai kekuasaan, kepresidenan, sistem ketatanegaraan Indonesia, demokrasi konstitusional Amerika Serikat, perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat. BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presden Amerika Serikat.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, serta saran –saran yang dapat penulis kemukakan terhadap beberapa kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu diperbaiki dalam penelitian.

(30)

commit to user

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Mengenai Kekuasaan

a. Teori sumber kekuasaan

Banyak teori yang mencoba menjelaskan darimana kekuasaan berasal. Menurut teori teokrasi, asal atau sumber kekuasaan adalah dari Tuhan. Teori ini berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu dari sejak abad V sampai pada abad XV. Penganut teori ini adalah Augustinus, Aquinas, dan Marsilius.

Sementara itu menurut teori hukum alam, kekuasaan itu berasal dari rakyat. Pendapat seperti itu dimulai dari aliran monarkomaken yang dipelopori oleh Johannes Althusius yang mengatakan kekuasaan itu berasal dari rakyat dan asal kekuasaan yang ada pada rakyat tersebut tidak lagi dianggap dari Tuhan, melainkan dari alam kodrat, kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang yang disebut raja, untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan penyerahan tersebut dalam teori hukum alam ada perbedaan pendapat, menurut J.J. Rousseau yang mengatakan bahwa kekuasaan tersebut ada pada masyarakat, kemudian melalui perjanjian kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja, mekanisme penyerahan kekuasaan tersebut dimulai dari penyerahan masing-masing orang kepada masyarakat sebagai suatu kesatuan, kemudian melalui perjanjian masyarakat kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja, penyerahan kekuasaan disini sifatnya bertingkat. Sedangkan menurut Thomas Hobbes, penyerahan kekuasaan tersebut dilakukan langsung dari masing-masing orang langsung diserahkan kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat. b. Teori Pemisahan Kekuasaan

(31)

L’esprit des Loi”. Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah pernah dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan oleh Jhon Locke. Dengan demikian ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi Montesquieu. Secara garis besar ajaran Montesquieu sebagai berikut:

Pertama, terciptanya masyarakat yang bebas, keinginan seperti ini muncul

karena Montesquieu hidup dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan di bawah kekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut.

Kedua, jalan untuk mencapai masyarakat yang bebas adalah pemisahan

antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan eksekutif, Montesquieu tidak membenarkan jika kedua fungsi berada di satu orang atau badan karena dikhawatirkan akan melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga, kekuasaan yudisial harus dipisahkan dengan fungsi legislatif, hal ini dimaksudkan agar hakim dapat bertindak secara bebas dalam memeriksa dan memutuskan perkara. Ketiga kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, harus terpisah satu sama lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya. Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif harus berdiri sendiri karena kekuasaan tersebut dianggapnya sangat penting. Sebaliknya oleh Montesquieu kekuasaan hubungan luar negeri dimasukkannya ke dalam kekuasaan eksekutif.

c. Teori Kekuasaan Negara

(32)

Pada zaman pertengahan, dalam bentuk yang sedikit berlainan pemikiran ini muncul kembali. Para pemikir pada saat itu menyatakan bahwa negara harus tunduk kepada gereja (Katolik). Negara adalah wakil gereja di dunia, karena itu sudah sepatutnya kalau negara mempunyai kekuasaan yang mutlak

Ada juga pemikiran yang memisahkan antara negara dengan gereja. Para pemikir baru ini lebih menjelaskan kekuasaan negara secara rasional dan pragmatis. Misalnya Thomas Hobbes yang menekankan pentingnya kekuasaan pada negara, karena kalau tidak para warga negara akan saling berkelahi dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Di sini mulai muncul hipotesis bahwa negara adalah wakil daripada kepentingan umum, sedangkan masyarakat hanya mewakili kepentingan pribadi atau kelompok secara terpecah-pecah. Pendapat ini memperoleh penguatan dari Hegel ketika mengembangkan filsafatnya tentang dialektika dari yang ideal dan yang real. Karl Marx memiliki tafsiran yang baru mengenai negara dan kekuasaan, dia memakai teori Hegel tetapi teori ini diubahnya dengan menyatakan bahwa tujuan sejarah adalah terciptanya masyarakat sosialis, bukan masyarakat demokratis, dia menunjukkan bahwa perjuangan kelas adalah motor penggerak sejarah. Negara setelah diambil oleh kelas buruh, memiliki kekuasaan yang besar untuk merealisasikan masyarakat sosialis ini. Teori ini kemudian dihidupkan lagi di zaman modern melalui teori negara organis.

2. Tinjauan Umum Mengenai Lembaga Kepresidenan

a. Jabatan Presiden

Menurut tata bahasa, kata ”Presiden” adalah derivative dari to preside

(verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan dan dicermati dari

(33)

Kusnardi dan Bintan Siragih, 2000:24). Lembaga negara atau bisa disebut sebagai alat-alat kelengkapan negara menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan negara. Keberadaan alat kelengkapan negara menjadi keniscayaan untuk mengisi dan menjalankan negara. Lembaga negara sendiri merupakan manifestasi dari mekanisme perwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan, tapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya istilah ”Presiden” terutama untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tidak langsung.

Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di Eropa berasal dari negara Perancis yang di bentuk pada era Republik Kedua Perancis (1848-1851), ketika itu yang menjabat sebagai presiden adalah Louis Napoleon Bonaparte, tetapi masa jabatan ini hanya bertahan setahun kemudian diubah statusnya menjadi Kaisar Napoleon III (1852), jabatan presiden baru kembali muncul pada era Republik Ketiga Perancis. Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat internasional adalah Presiden Amerika Serikat sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797. Sementara di Asia, jabatan ”ditularkan” oleh Amerika Serikat ketika memberikan kemerdekaan yang terbatas kepada Filipina pada 1935. Sedangkan di Afrika, Presiden Liberia yang hadir pada 1848 adalah presiden pertama yang diakui dunia internasional.

Menurut A. Hamid S. Attamimi, kata ”Presiden” di Indonesia adalah gelar bagi kepala negara. Selain itu, presiden juga sebagai kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan Amerika Serikat (A. Hamid. S. Attamimi, 1990 : 139-140).

(34)

republik, monarki, federasi, persekutuan atau bentuk-bentuk lainnya. Negara dengan sistem presidentil biasanya berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara merupakan pemimpin dari perangkat negara pada kementerian-kementerian pada negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan merupakan pemimpin dari perangkat pemerintahan yang direpresentasi pada bagian dari kementerian negara kepada kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Di sini, presiden mempunyai hak yang lebih luas sebagai kepala birokrasi/ aparatur negara, mewakili negara ke luar negeri dan kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana diatur berdasarkan konstitusi negara dan perundang-undangan negara menjalankan kebijakan dalam negeri. Namun tentunya ada pengecualian bagi beberapa negara berbentuk monarki absolut seperti Arab Saudi, di mana raja biasanya merangkap sebagai kepala pemerintahan (http://id.wikipedia.org).

b. Peran Utama Seorang Presiden

Dalam kaitannya dengan peran utama seorang presiden, penulis mencoba untuk melihat bagaimana peran utama seorang presiden di Amerika Serikat, sebuah negara yang pertama kali memperkenalkan jabatan presiden kepada dunia. Clinton Rossiter mencatat sedikitnya ada empat peran utama presiden di Amerika Serikat yang dalam perkembangannya diadopsi oleh negara-negara yang memiliki jabatan presiden di negaranya. Pertama, presiden adalah kepala negara. posisi kepala negara adalah lambang dari sebuah negara. Kedua, posisi presiden sebagai kepala pemerintahan atau eksekutif. Dia memegang mahkota, akan tetapi dia juga memerintah. Dia menjadi lambang rakyat, tetapi dia juga memimpin pemerintahan rakyat. Hanya presiden yang berhak mengangkat dan memberhentikan jutaan pegawai pemerintah, kekuasaan ini adalah lambang dari kekuasaan tertinggi dari kedudukannya sebagai kepala pemerintahan.

Ketiga, presiden sebagai diplomat utama. Peran ini sebagai wujud dari

(35)

dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara asing. Biasanya presiden menjalankan fungsi ini dengan dibantu oleh menteri luar negeri, namun dalam hal-hal tertentu presiden mengambil peranan ini sendiri. Keempat, presiden sebagai legislator utama, peranan seorang presiden yang selalu mengesahkan sebuah undang-undang. Dalam praktiknya di Amerika Serikat, seorang presiden dianggap sebagai pemimpin kongres dalam pembuatan sebuah undang-undang. Kelima, presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, dalam masa damai maupun masa perang seorang presiden adalah panglima tertinggi angkatan perang, ini adalah merupakan jaminan yang hidup dari kepercayaan Amerika Serikat dalam keutamaan kekuasaan sipil atas kekuasaan militer. Selain kelima peran utama tersebut, Clinton Rossiter juga mencatat ada beberapa peran lagi yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Pertama, presiden sebagai pemimpin partai politik.

Kedua, presiden sebagai ”suara rakyat” yang menjelaskan pendapat umum

di Amerika Serikat. Ketiga, presiden bertindak atas dasar kemauan umum.

Keempat, presiden berperan sebagai pelindung perdamaian, dan Kelima,

presiden berperan sebagai manajer kemakmuran(Abdul Ghoffar, 2009: 14-15).

Dalam hal ini yaitu peran utama seorang presiden, setelah melihat peran utama Presiden Amerika diatas, maka penulis juga melihat peran presiden di Indonesia khususnya setelah amandemen UUD 1945, kalau diteliti hasil amandemen UUD 1945 maka dapat dikatakan bahwa MPR hasil pemilu tahun 1999 sudah berhasil memperkuat sistem pemerintahan presidensial di dalam UUD 1945, hal ini dapat dilihat dari dihapusnya beberapa ketentuan-ketentuan UUD 1945 lama yang memuat prinsip-prinsip sistem pemerintahan parlementer, dipertegasnya lima prinsip-prinsip sistem pemerintahan presidensial seperti yang dibuat oleh Jimly Asshiddiqie diatas diantaranya (Jimly Asshiddiqie, 2006: 60):

(36)

(2) UUD 1945 dapat dilihat bahwa presiden dan wakil presiden merupakan institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah UUD 1945, karena apabila presiden berhalangan, baik berhalangan tetap maupun sementara, maka kekuasaan presiden dijalankan oleh wakil presiden;

b. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dalam pemilu oleh rakyat ini menurut Jimly Asshiddiqie sesuai dengan prinsip presidensial, karena itu secara politik presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada pemilihnya; c. Presiden dan/atau wakil presiden tidak dapat diberhentikan dalam

masa jabatannya.Presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum dalam masa jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela dan mengalami perubahan sehingga tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden;

d. Para menteri merupakan pembantu presiden, menteri diangkat dan diberhentkan oleh presiden, oleh karena itu menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan bertanggung jawab kepada parlemen;

e. Ditentukannya masa jabatan presiden selama lima tahun, dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Dengan demikian, sistem pemerintahan Indonesia dibawah UUD 1945 hasil amandemen dapat disebut dengan sistem pemerintahan presidensial.

Selanjutnya kalau kita teliti hasil sidang panitia Ad Hod MPR dan risalah sidang tahunan MPR, maka kita tidak akan menemukan mengapa MPR lebih cenderung memilih memperkuat sistem pemerintahan presidensial hal ini menurut penulis sudah tepat dan benar karena:

Pertama, Masyarakat Indonesia menganut paham politik aliran sehingga

(37)

kemudian setelah diadakan pemilu maka terbentuklah parlemen berdasarkan aliran politik yang ada dalam masyarakat, konsekuensinya tidak ada partai politik yang dominan bisa mengusai kursi parlemen.

Kedua, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia multi partai tidak pernah

menghasilkan pemenang mayoritas yang dapat menguasai kursi parlemen, karena tidak ada satupun partai yang dapat menguasai mayoritas kursi parlemen, jika tidak ada koalisi yang kuat ditambah pemerintahan yang kuat maka instabilitas pemerintahan akan terjadi seperti pada tahun 50-an dan 2001. Koalisi antar partai tampaknya merupakan sesuatu hal yang rapuh karena masing-masing partai politik mempunyai ideologi dan

platform yang berbeda-beda antara satu sama lain. Ketiga, untuk kondisi

seperti di atas sistem pemerintahan presidential lebih tepat karena ada jaminan masa jabatan presiden sehingga stabilitas pemerintahan lebih terjamin.

(38)

UUD 1945 dan sekarang sudah empat kali dilaksanakan amandemen UUD 1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.

3. Tinjauan Umum Mengenai Sejarah Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar yang dibuat pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak pelaksanaannya juga mengalami pasang surut.

Secara garis besar gerak pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kurun waktu, yaitu:

a. Kurun waktu antara tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1948;

b. Kurun waktu antara tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang. Kurun waktu yang kedua ini dibagi menjadi dua sub kurun waktu, yakni masa 5 Juli 1959-11 Maret 1966 dan masa 11 Maret 1966 sampai sekarang.

Dari dua kurun waktu tersebut ada kurun waktu dimana UUD 1945 tidak berlaku, yaitu antara tanggal 27 Desember 1949 sampai 5 Juli 1959. Dalam kurun waktu tersebut, UUD 1945 secara resmi dinyatakan tidak berlaku di Negara Kesatuan RI, hal ini dikarenakan terjadi pergantian bentuk negara serta UUD negara. Dalam kurun waktu itu berlaku dua macam UUD sebagai pengganti UUD 1945, masing-masing berlaku pada kurun waktu yang berbeda, yaitu:

a. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950 Negara Kesatuan RI berubah bentuk menjadi Negara Serikat, sehingga Indonesia terpecah-pecah menjadi beberapa negara bagian. UUD yang berlaku sebagai UUD Republik Indonesia Serikat adalah KRIS 1949 sedangkan UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI;

(39)

Itulah gambaran sekilas tentang perjalanan berbagai Undang-Undang Dasar di Negara Republik Indonesia. Dari gambaran itu dapat dijabarkan kurun-kurun waktu berlakunya UUD tersebut, sebagai berikut:

a. Tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 17 Desember 1949 berlaku Undang-Undang Dasar 1945;

b. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949;

c. Tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara 1950;

d. Tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang berlaku kembali Undang-Undang Dasar 1945.

4. Tinjauan Umum Mengenai Sistem Ketatanegaraan Indonesia.

Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dengan menjalankan sistem pemerintahan presidensiil. Penegasan mengenai bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tersebut tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (3), dan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945. Konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia saat ini adalah UUD 1945 yang merupakan hasil amandemen tahun 1999-2002.

(40)

Menurut Daniel Lev unsur fundamental pertama dalam republik yaitu kerangka-kerangka dasar republik yang terdiri dari pranata-pranata sebagai berikut:

1. Pemisahan antara pemerintah dengan masyarakat dengan pengertian bahwa masyarakat primer dan pemerintah didirikan untuk melayani keperluan masyarakat;

2. Lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi terbatas dan ditetapkan oleh hukum dan antara satu sama lain saling mengawasi; 3. Lembaga pemilihan dan kepartaian politik untuk menyalurkan pendapat

umum;

4. Pers yang berfungsi baik sebagai sumber penerangan dan pengawasan lembaga negara (Robertus Robert, 2008: 14).

5. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi Konstitusional Amerika Serikat.

a. Sistem Checks and Balances Dalam Ketatanegaraan Amerika Serikat.

Amerika Serikat (United States of America) merupakan negara federasi yang terdiri dari 50 negara bagian didalamnya, masing-masing negara bagian memiliki kekuasaan ke dalam untuk mengatur mereka sendiri dengan tidak melepaskan kontrol dari pemerintahan pusat, masing-masing negara bagian dipimpin oleh seorang Gubernur (Governoor) yang dipilih langsung secara demokratis oleh penduduk negara bagian. Konstitusi Amerika Serikat article I (legislative) Section I (Legislative Power Vested)

All legislative powers herein granted shall be vested in a Congress of the

United States, which shall consist of a Senate and House of Representative

“. Konsep demokratisasi Amerika Serikat sebagaimana tertuang dalam kutipan di atas melahirkan sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar

(bicameral) yang terdiri dari Senate (senat) sebagai majelis rendah (lower

house) dan House of Representative sebagai majelis tinggi (upper house).

Sistem bicameral Amerika Serikat merupakan hasil kompromi dari negara bagian yang berpenduduk sedikit dengan negara bagian yang berpenduduk banyak, setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk. House of

(41)

setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk sedangkan Senat sebagai kamar kedua mewakili negara bagian yang didalamnya terdiri dari senator-senator dari negara bagian dan disini setiap negara bagian diwakili oleh dua orang senator tanpa membedakan jumlah penduduk dinegara bagian. Apabila Senat dan House of Representative bergabung untuk menyelenggarakan sidang maka berubah fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan bernama Kongres (Congress).

Amerika Serikat sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil menempatkan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sesuai dengan pembagian kekuasaan yang diatur secara eksplisit didalam United States of America’s Constitution, kekuasaan yudikatif dipegang oleh Supreme Court yang bertindak sebagai puncak pengadilan konvensional sekaligus pengadilan Judicial Review. Masing-masing lembaga negara baik executive power, judicial power, dan

legislative power memiliki wewenang terpisah antara satu dengan yang

lainnya dalam mewujudkan checks and balances yang artinya saling mengawasi sehingga tercipta keseimbangan kekuasaan. Dari penjelasan mengenai keseimbangan kekuasaan negara itu diketengahkan batasan-batasan lembaga negara dalam menjalankan wewenangnya. presiden sebagai lembaga eksekutif negara memiliki otoritas menolak rancangan peraturan perundang-undangan yang diusulkan oleh Senat dan House of

Representative, namun presiden tidak bisa mengintervensi kongres ketika

bersidang mengesahkan peraturan perundang-undangan. Dalam hal tertentu, kongres dapat mengajukan judicial review atas tindakan presiden yang melebihi batas kewenangannya kepada Supreme Court, bahkan dimungkinkan adanya amandemen konstitusi apabila pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga negara belum terdapat yurisdiksi yang mengaturnya.

b. Konsep Demokrasi Dalam Konstitusi Amerika Serikat.

(42)

dengan konstitusi tertulis sebagaimana ditetapkan tanggal 17 September 1787 dan mulai berlaku kemudian secara efektif pada tanggal 4 Maret 1789 yang terdiri dari Preambule dan batang tubuh yang telah beberapa kali diamandemen, konstitusi tersebut antara lain mengatur tentang pengakuan dan jaminan tentang hak-hak dan kebebasan dasar manusia sebagaimana tertuang dalam Konstitusi Amerika Serikat adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2009:33-36):

1) Undang-undang tidak boleh mengatur tentang membatasi perkembangan agama, larangan untuk menjalankan perintah agama, membatasi kebebasan berbicara, membatasi kebebasan pers, membatasi hak untuk berkumpul, membatasi hak rakyat untuk mendapatkan ganti rugi dari pemerintah (Amandemen ke-1, tahun 1791);

2) Hak anggota masyarakat untuk memiliki senjata api tidak boleh dibatasi (Amandemen ke-2, tahun 1791);

3) Di masa damai, tentara tidak boleh mendirikan pos di tempat-tempat milik pribadi kecuali atas persetujuan dengan yang punya tempat. Dalam masa perang, mendirikan pos di tempet-tempat milik pribadi hanya sebatas yang telah diatur oleh undang-undang (Amandemen ke-3, tahun 1791);

4) Hak rakyat untuk hidup secara aman terhadap pribadinya, kediaman, dokumen dan surat-surat berharga, tidak boleh dilanggar dengan jalan melakukan penggeledahan, penyitaan atau penangkapan secara tidak rasional (Amandemen ke-4, tahun 1791);

(43)

yang sama. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk menjadi saksi untuk dirinya sendiri yang berhubungan dengan kejahatan yang diduga telah dilakukannya. Seseorang tidak bisa digrogoti kehidupan, kemerdekaan atau kepemilikan tanpa suatu proses hukum yang adil (due process of law). Hak milik pribadi seseorang tidak boleh diambil untuk kepentingan umum tanpa ganti rugi yang layak (just compensation). (Amandemen ke-5, tahun 1791);

6) Hak-hak tersangka yang harus dipenuhi oleh pengadilan dalam proses acara pidana yaitu Pertama, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk menjalani proses peradilan yang cepat dan terbuka untuk umum.

Kedua, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diperiksa oleh

jury di tempat kejahatan yang disangka telah dilakukan. Ketiga, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diinformasikan tentang hakekat dari kejahatan yang disangka kepadanya. Keempat, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk dapat dikonfrontir dengan saksi yang memberatkannya. Kelima, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk memperoleh suatu upaya paksa untuk membawa saksi yang meringankannya. Keenam, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk mendapatkan pembelaan dari advokat dalam rangka

membela diri (self defense). (Amandemen ke-6, tahun 1791); 7) Hak tersangka untuk diperiksa oleh sistem peradilan jury untuk

kasus-kasus yang melibatkan uang lebih dari 20 $ US. Pemeriksaan oleh jury

ini tidak dapat diperiksa ulang lagi oleh pengadilan yang lain (Amandemen ke-7, tahun 1791);

8) Besarnya uang denda dan besarnya uang jaminan untuk melepaskan seorang tersangka tidak boleh berlebih-lebihan. Demikian juga diberlakukan hukuman yang lazim. (Amandemen ke-8, tahun 1791); 9) Jaminan hak-hak tertentu bagi seorang warga tidak boleh melanggar

hak-hak masyarakat lainnya. (Amandemen ke-9, tahun 1791);

(44)

menjadi milik negara bagian atau masyarakat. (Amandemen ke-10, tahun 1791);

11) Kerja paksa dan perbudakan dilarang, kecuali terhadap seseorang yang telah dihukum pidana. (Amandemen ke-13, tahun 1865);

12) Semua orang yang lahir atau naturalisasi di USA menjadi warga negara USA dan warga negara setempat. Tidak boleh ada aturan hukum yang dapat menggrogoti hak-hak dan kekebalan (previleges

and immunities) dari warga negara. Tidak boleh menggrogoti

kehidupan, kemerdekaan, dan kepemilikan tanpa suatu proses hukum yang adil. Tidak boleh menggrogoti pelaksanaan hak untuk dilindungi secara sama oleh hukum (equal protection of the laws). (Amandemen ke-14, tahun 1868);

13) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan yang berkenaan dengan ras, warna kulit, atau kondisi perbudakan. (Amandemen ke-15, tahun 1870);

14) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan jenis kelamin (gender). (Amandemen ke-19, tahun 1920);

15) Hak rakyat untuk memilih atau dipilih sebagai presiden/wakil presiden atau sebagai senator/representatif, tidak dapat dihilangkan karena alasan yang bersangkutan telah lalai membayar pajak poll atau pajak lainnya. (Amandemen ke-24, tahun 1964);

16) Setiap orang yang sudah berumur 18 tahun berhak untuk memilih dalam pemilihan umum. (Amandemen ke-26, tahun 1971);

17) Persamaan hak menurut hukum tidak dapat digrogoti karena jenis kelamin (gender). (Amandemen ke-27, diajukan tahun 1972);

18) Hak-hak istimewa dari Habeas Corpus tidak dapat digrogoti kecuali jika dilakukan untuk kepentingan umum. (Pasal 1, bagian 9 dari Konstitusi Negara Amerika Serikat);

19) Bill of attainder tidak boleh dijatuhkan lagi. (Pasal 1, bagian 9 dan 10

(45)

20) Undang-undang tidak boleh berlaku surut. (Pasal 1, bagian 9 dan 10 Konstitui Negara Amerika Serikat);

21) Tidak boleh ada hukum yang dapat membatasi kewajiban-kewajiban berdasarkan kontrak. (Pasal 1, bagian 10 Konstitui Negara Amerika Serikat);

22) Kecuali dalam kasus impeachment, semua kasus pidana harus diperiksa oleh jury. (Pasal 3, bagian 2 dari Konstitui Negara Amerika Serikat);

23) Tidak boleh ada tes yang bersifat agama yang boleh dilakukan sebagai kualifikasi terhadap kantor-kantor pemerintahan atau jabatan politik. (Pasal 6, angka 3 dari Konstitui Negara Amerika Serikat).

Melihat amandemen –amandemen di atas, maka menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap materi tertentu dengan menetapkan naskah amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD dan dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat, materi yang diubah biasanya selalu menyangkut satu ”issue” tertentu, bahkan Amandemen I sampai dengan Amandemen X pada pokoknya menyangkut ”issue” Hak Asasi Manusia.

6. Tinjauan Umum Mengenai Negara Hukum.

a. Pengertian Negara Hukum

Istilah Rule of law atau Rechtsstaat yang dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum

(supremacy of law) dengan pemerintahan yang berdasarkan atas hukum

(government by law). Kekuasaan negara dan politik dalam negara hukum

jelas memiliki batasan-batasan untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak penguasa. Dengan kata lain , hukum memiliki peranan sangat penting yang berada diatas kekuasaan negara dan politik (Munir Fuady, 2009 : 2) .

(46)

dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya dengan warga negara tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

b. Prinsip-Prinsip Negara Hukum

Konsep negara hukum atau Rule of law menurut A. V. Dicey memiliki arti sebagai berikut:

1) Supremasi absolute ada pada hukum, bukan pada tindakan kebijaksanaan atau prerogative penguasa;

2) Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), dimana semua orang harus tunduk kepada hukum dan tidak seorang pun di atas hukum (above the law);

3) Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus melarang setiap pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan rakyat (Munir Fuady, 2009 : 4).

Menurut Jimmly Assiddiqie terdapat 12 prinsip pokok negara hukum dizaman modern sekarang ini. Kedua belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sebenarnya. Kedua belas prinsip pokok negara hukum tersebut antara lain (Jimmly Asshiddiqie, 2006: 122-128):

1. Supremasi Hukum.

2. Persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law). 3. Asas Legalitas.

4. Pembatasan Kekuasaan. 5. Organ Eksekutif Independen.

6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (Independent and Impartiality). 7. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.

(47)

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia. 10. Bersifat Demokratis.

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara. 12. Adanya Transparasi dan kontrol sosial.

Secara garis besar ada 2 (dua) konsep negara hukum. Konsep yang pertama adalah konsep negara hukum formal, konsep negara hukum formal ini muncul bersamaan dengan negara ”modern” sekitar abad ke 18, diketahui bahwa negara modern muncul sebagai sebuah konfigurasi kekuasaan yang bersifat hegemonistik, artinya kekuasaan yang ada sebelumnya ada di dalam masyarakat ditarik dan dimasukkan ke dalam kekuasaan negara. Kemudian, negara dengan kekuasaan yang dimilikinya itu membuat peraturan untuk melindungi hak-hak warganya. Karena itu, dalam kehidupan masyarakat timbul kecemasan yang luar biasa sehingga muncul lagi ebuah konsep negara hukum yang terkenal dengan

”Government of Law, Not of Men” atau konsep ” Rule of Law”. Tetapi di

dalam praktiknya kemudian, negara hukum seperti itu kurang bermanfaat, sehingga munculah konsep negara hukum yang kedua, yaitu konsep negara hukum substansial. Pada dasarnya konsep negara hukum substansial ini adalah sebuah konsep negara hukum yang berintikan dan mencerminkan keadilan dan kebenaran obyektif. Negara hukum substansial ini bertujuan tidak saja melindungi masyarakat terhadap kekuasaan negara, tetapi aktif meningkatkan martabat warga dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik.

Dari sejumlah pandangan di atas, dapat dianalisis bahwa

konstitusionalisme merupakan pemikiran untuk menghendaki pembatasan

kekuasaan negara, terutama melalui konstitusi, yang berorientasi untuk menentukan batas penggunaan kekuasaan politik.

7. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi

a. Arti Demokrasi

(48)

Yunani tersebut ditafsirkan oleh R. Kranenburg yang maknanya adalah pemerintahan oleh rakyat. Menurut Durverger, demokrasi itu termasuk cara pemerintahan di mana golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya suatu sistem pemerintahan negara yang dalam pokoknya rakyat berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah, (Ni’matul Huda, 2006: 242).

b. Negara Hukum yang Demokratis

Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato dalam bukunya ”the statesman” dan

the law” menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling baik

kedua guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep negara hukum modern di Amerika Serikat masih menggunakan tradisi Anglo Saxon, konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan ”The Rule of Law” yang dipelopori oleh A. V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi yang berarti bahwa penemu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum, (Jimmly Asshiddiqie, 2005:154-162) .

(49)

B. Kerangka Pemikiran

Perbandingan Kekuasaan

Keterangan:

Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung berarti bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu obyek atau masalah yang outentik ( Barda Nawawi 2002; 4). Dalam hal ini penulis tidak secara langsung membandingkan hukum kedua negara yang menjadi obyek penulisan yaitu negara Indonesia dan Amerika Serikat, tetapi penulis membandingkan kekuasaan presiden dalam hal-hal yang penulis tetapkan sebagai kriteria untuk membandingkan kekuasaan presiden kedua negara tersebut.

Amerika serikat sebagai negara yang pertama kali memperkenalkan jabatan presiden kepada dunia, yaitu sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington yang menjabat pada tanggal 30 April 1789 s/d 3 maret 1797. Menurut A. Hamid S. Attamimi kata ”presiden” di Indonesia adalah gelar diganti kepala negara dan

Indonesia Amerika Serikat

Presiden

Kekuasaan

Persamaan/perbedaan

Kelebihan/kelemahan

Gambar

Tabel 2 : Perbedaan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan
tabel yang di dalamnya berisi persamaan dan perbedaan kekuasaan
Tabel 3.2 Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan
Tabel 3.3 Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Leuwih écésna Modul Diklat Guru Pembelajar Basa Sunda Kelompok Kompeténsi Gngawengku 10matéri poko, nu ngawengku 4 (opat) matéri poko kompeténsi pédagogik, jeung 6

Berdasarkan strata diperoleh bahwa nilai rata-rata sikap sebelum diberikan promosi kesehatan dengan media power point yaitu 40,3 termasuk dalam katagori sikap PHBS

Bahkan pada kelas eksperimen guru menganggap siswa tidak serius ketika proses KBM berjalan (indikator pertama yang mendapat respon negatif di kelas eksperimen

Pada pretest kelompok kontrol didapatkan nilai Q1 atau posisi bawah data sebesar 9,75 yang berarti sebanyak 75 % responden memperoleh skor tersebut dan nilai Q3 atau posisi

Berdasar hasil survey dan wawancara alasan mengapa para pelanggan berbelanja di Indomaret adalah harga yang lebih murah dari pada Alfamart, pelayanan yang lebih

Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masa kerja petani lama ( > 1 tahun) mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk mengalami keracunan pestisida bila dibandingkan

KAJIAN SOSIOLOGI PEMERINTAHAN Masalah pemerintahan Masalah Masyarakat Structure Pemerintah Struktur Sosial Masyarakat Fungsi Masyarakat Fungsi pemerintahan

Wakil dari Angkutan Laut, yang ditunjuk oleh Kepala Staf Angkatan Laut, sebagai Wakil Ketua I merangkap anggota;.. Wakil dari Angkatan Darat, yang ditunjuk oleh Kepala