• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pengalaman traumatik dalam pembentukan konsep diri remaja adopsi sebuah studi kasus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak pengalaman traumatik dalam pembentukan konsep diri remaja adopsi sebuah studi kasus"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAMPAK PENGALAMAN TRAUMATIK

DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA ADOPSI

(SEBUAH STUDI KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Stanislaus Murdisantana NIM: 081114026

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,

maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok,

karena hari besok mempunyai kesusahan sendiri.

Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”

(Mat. 6:33-34)

PERSEMBAHAN

Bersama dengan Tuhan Yesus yang telah memampukanku dan selalu

membimbingku dengan segala macam cara-Nya, memberikan petunjuk jalan

untuk ku lalui, dan segala anugerah dalam hidupku untuk mengingatkanku

juga akan doa,

Maka kupersembahkan skripsi ini untuk yang tercinta:

Ayah, Ibu, dan Kakakku yang Terkasih, Penuh Kesabaran,

Kasih Sayang, dan Dukungan Doa.

Lucia Sumiyati, teman-teman keluarga besar BK Sanata Dharma, dan

saudara-saudara yang telah banyak membantu dengan segala doa,

dukungan, kerjasama, dan perhatiannya.

(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

DAMPAK PENGALAMAN TRAUMATIK

DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI REMAJA ADOPSI (SEBUAH STUDI KASUS)

Penelitian ini bermaksud untuk memahami permasalahan yang dihadapi subyek dan memperoleh gambaran tentang perkembangan sosial yang mengalami hambatan karena tekanan yang dipengaruhi oleh adanya penolakan dan tuntutan dari masyarakat dengan harapan untuk diterima dan pengalaman nyata yang berdampakpada pembentukan konsep diri. Hal tersebut di latar belakangi oleh status subyek saat ini sebagai remaja adopsi.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, kunjungan rumah, dan wawancara konseling sebagai suatu usaha untuk membantu subyek mengatasi masalah. Data atau informasi yang diperoleh peneliti manfaatkan untuk menggambarkan keadaan serta permasalahan subyek saat ini. Data peneliti peroleh dari subyek dan beberapa sumber informasi lainnya, sehingga peneliti dapat menentukan pendekatan konseling yang tepat san sesuai dalam memberikan pendampingan. Subyek penelitian ini adalah seorang mahasiswa dari universitas swasta di Yogyakarta, berusia 21 tahun. Saat penelitian berlangsung, subyek duduk di semester sembilan.

(8)

viii

ABSTRACT

THE IMPACT OF TRAUMATIC EXPERIENCE IN FORMING THE SELF-CONCEPT IN ADOPTED ADOLESCENT

(A CASE STUDY)

This study intends to understand the problems faced by the subject and to gain an overview of social development. The obstacles appear due to the pressure that is affected by the rejection and the demands of the society. The subjects expect to be accepted around the community, as well as real experiences that have an impact on the formation of the subject’s self-concept. The condition happened due to the current subject status as an adopted teenager.

The type of this research is descriptive-qualitative research with case study research design. The methods of data collection in this study are observation, home visits, and counseling interviews in an effort to help the subject overcome the problem. The data or information obtained is used to describe the current situation as well as the subject’s problems. The researchers obtained the data from the subject and other resources, so that the researcher can determine the appropriate approach for counseling in providing assistance. The subject of this study is a student of a private university in Yogyakarta, aged 21 years. During the research, the subject was in semester 9.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan dan memampukan penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat selesai tentu pula karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Bantuan berupa bimbingan, kritik, saran, dukungan maupun doa, maka dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang setulus-tulusnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling, serta selaku pembimbing yang dengan sabar dan penuh perhatian mendengarkan keluh kesah penulis, memberikan kesempatan pada penulis untuk menulis skripsi dengan model studi kasus pada Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah banyak memberikan bekal dan bantuan kepada penulis, selama menjalani studi di Universitas Sanata Dharma.

3. Isan (bukan nama yang sebenarnya), atas kesediaannya menjadi subyek penelitian dalam skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.

(10)
(11)

xi

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Batasan Istilah ... 9

F. Rencana Terapi bagi Kasus ... 10

BAB II... 11

KAJIAN TEORITIS ... 11

A. Hakekat Remaja ... 11

1. Pengertian Remaja ... 11

2. Ciri-ciri Masa Remaja... 12

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 15

B. Konsep Diri ... 17

1. Pengertian Konsep Diri... 17

2. Terbentuknya Konsep Diri... 18

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 19

4. Penggolongan Konsep Diri... 21

5. Konsep Diri pada Anak atau Remaja Adopsi ... 22

C. Pengalaman Trauma ... 22

(12)

xii

BAB III... 27

METODE PENELITIAN... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Subyek Penelitian ... 28

C. Setting Penelitian ... 28

D. Instrumen Penelitian... 29

E. Validasi Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV... 35

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Deskripsi Umum Kasus... 35

B. Analisis Lingkungan Keluarga, Sosial, dan Suasana Akademik... 36

C. Sintesis... 46

D. Diagnosis ... 49

E. Prognosis ... 50

F. Pengobatan/Treatment... 50

G. Evaluasi dan Tindak Lanjut... 63

BAB V... 64

KESIMPULAN DAN SARAN... 64

A. Kesimpulan... 64

B. Saran ... 69

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Panduan Pertanyaan Wawancara ... 31

Tabel 2

Panduan Observasi ………... 32

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini disajikan latar belakang masalah, fokus dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan rencana terapi bagi kasus.

A. Latar Belakang Masalah

(15)

Kehadiran anak sebagai anggota baru di dalam keluarga menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pasangan suami istri. Dengan hadirnya anak dalam keluarga, peran pasangan tunggal berubah bukan sekedar peran sebagai suami istri, melainkan peran suami istri menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Orang tua bertanggung jawab untuk mengasuh anak hingga tumbuh dewasa. Untuk melengkapi keluarga agar menjadi “Keluarga Ideal”, terdapat pilihan

mempunyai anak kandung atau mengadopsi anak dari orang lain. Adopsi biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau pasangan suami istri yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak yang mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan, namun ingin memiliki anak, mereka dapat mengadopsi anak sesuai dengan prosedur yang ada. Keluarga adalah lingkungan sosial bagi anak untuk mulai tumbuh dan berkembang. Anak mulai belajar bersosialisasi dengan anggota keluarganya. Setiap anggota keluarga penting pula untuk memberikan kasih sayang bagi anak tersebut dan bagi setiap anggota lainnya.

(16)

orang lain terhadapnya, namun pada saat beranjak remaja atau dewasa, pengalaman masa kanak-kanak dapat diingat kembali dan dapat memicu timbulnya suatu masalah. Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, anak akan mengalami berbagai kejadian, entah itu kejadian yang menyenangkan atau kejadian yang dianggapnya tidak menyenangkan. Kejadian yang tidak menyenangkan akan dipendam dan direkam dalam ingatan karena ketidakmampuan anak menyelesaikan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak menyenangkan saat itu. Pada saat kejadian yang tidak menyenangkan yang mirip dengan kejadian sebelumnya terjadi kembali, hal tersebut akan menjadi beban dan seringkali menimbulkan perasaan tersinggung, marah, sakit hati, tidak dihargai atau perasaan negatif lainnya. Apabila anak berada di dalam lingkungan yang tidak mendukung baginya, anak akan merasa tidak nyaman dan tidak tenang, sehingga muncullah pikiran

dan perilaku untuk “membentengi diri”. Perilaku “membentengi diri” dapat

berupa kurangnya bersosialisasi dengan orang sekitar, menjadi pendiam, bersikap acuh tak acuh, atau menjadi seorang yang suka memberontak. Perilaku tersebut muncul karena kejadian yang tidak menyenangkan yang pernah dialami yaitu, perasaan tidak dihargai kehadirannya di lingkungan tempat ia berada.

(17)

suatu waktu dapat muncul kembali dan mempengaruhi pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan seseorang terhadap dirinya. Burns (1993) menjelaskan konsep diri merupakan pusat dunia seseorang dan kerangka referensi dalam membuat pengamanan terhadap dirinya. Tiga hal yang berpengaruh pada pembentukan konsep diri. Pertama, pengalaman masa lalu. Kedua, kelompok di mana subyek mengidentifikasikan dirinya. Ketiga, peran dalam kehidupan, yaitu peran yang dicapai oleh subyek seperti kecerdasan dan keterampilan serta peran sosial yang diberikan oleh masyarakat seperti peran menurut umur maupun menurut jenis kelamin. Terbentuknya konsep diri subyek tidak dapat dilepaskan dari pengalamannya selama hidup.

(18)

tugas-tugas yang disyaratkan, dan penolakan terhadap standar keluarga atau komunitas.

Pengalaman anak adopsi tidak dihargai kehadirannya yang timbul saat kanak-kanak dengan adanya cemoohan dan perilaku negatif lainnya, menimbulkan perasaan-perasaan negatif dan konflik batin yang dapat memicu timbulnya suatu masalah khususnya pembentukan konsep diri anak pada masa remaja. Dilihat dari sikap orangtua yang memutuskan untuk melakukan adopsi, terdapat dua kemungkinan, yakni:

Pertama, tidak dapat menerima kenyataan, di dalam hati pasangan suami istri ada perasaan memberontak, karena mereka beranggapan adalah suatu aib apabila mereka tidak dapat melahirkan anak-anak sendiri. Masing-masing pihak melemparkan kesalahan kepada pihak lain.

Kedua, menerima kenyataan ini dengan rela dan wajar, tidak menganggap hal ini sebagai suatu kelemahan. Suami istri semacam ini beranggapan bahwa kebahagiaan suatu keluarga tidak hanya ditentukan oleh ada tidaknya anak kandung dalam suatu keluarga.

Pasangan itu menganggap adopsi sebagai suatu hal yang wajar dan tidak perlu ditutup-tutupi, tetapi tidak berarti juga untuk diceritakan kepada sembarang orang tanpa alasan-alasan tertentu. Sikap anak-anak adopsi merupakan pantulan dari sikap orangtua yang mengadopsi mereka. Hal inilah

yang menjadi alasan ketertarikan peneliti untuk mengambil judul “Dampak Pengalaman Traumatik dalam Pembentukkan Konsep Diri Remaja Adopsi”.

(19)

genap di sebuah perguruan tinggi swasta Yogyakarta. Subyek menceritakan adanya hambatan-hambatan yang terasa saat mulai menjalani masa remaja. Adanya ketakutan, kecemasan, kekhawatir, dan perasaan-perasaan lainnya dalam diri yang mengganggu akibat tanggapan negatif lingkungan sekitar yang mengetahui akan statusnya sebagai anak adopsi hingga saat ini. Perasaan-perasaan yang ditangkap tersebut, mempengaruhi pola pikir yang beragam serta mempengaruhi sikap yang nampak seperti tertutup untuk menceritakan masalah yang dihadapi dan berani cerita hanya pada orang-orang tertentu yang dia percayai. Selain itu, menurut beberapa teman-teman subyek, subyek dianggap sebagai orang yang sombong, pendiam dan juga egois, namun selain pendapat negatif terhadap subyek, terdapat pula pendapat bahwa subyek adalah orang yang sederhana, perhatian, dan juga jujur.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Fokus penelitian ini adalah menggali, memahami, mendiskripsikan sejauh mana pengalaman traumatik bagi anak adopsi dalam membentuk konsep diri seorang remaja. Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan akan dirinya sebagai anak adopsi?

2. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan keluarga asuhnya? 3. Bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan lingkungan di luar

(20)

4. Apakah dampak pengalaman traumatik sebagai anak adopsi melukai konsep diri subyek?

5. Bagaimana subyek mampu menumbuhkan rasa aman dalam dirinya? 6. Bagaimana subyek memenuhi kebutuhan rasa dicintai dan dimiliki dalam

dirinya?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian dan menjawab pertanyaan penelitian tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan akan dirinya sendiri sebagai anak adopsi.

2. Mengetahui bagaimana subyek memaknai penerimaan/penolakan keluarga asuhnya.

3. Mengetahui bagaimana cara subyek memaknai penerimaan/penolakan lingkungan di luar keluarga asuhnya.

4. Mengetahui dampak pengalaman traumatik subyek sebagai anak adopsi melukai konsep diri subyek.

5. Mendiskripsikan kemampuan subyek dalam menumbuhkan rasa aman dalam dirinya.

(21)

D. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. Manfaat teoritik:

Penelitian ini dapat mendiskripsikan kepada pembaca mengenai pengalaman traumatik anak adopsi dalam membentuk konsep diri sebagai remaja, sehingga pembaca dapat mengetahui bagaimana berempati, memberlakukan dan bersikap terhadap individu yang merupakan anak adopsi.

2. Manfaat praktis: a. Bagi subyek

Membantu individu sebagai subyek penelitian untuk memiliki pemahaman yang kian baik tentang konsep dirinya sebagai anak adopsi, sehingga dapat mengaktualisasikan potensinya sebagai makhluk individual, sosial, spiritual, menuju kepada keseimbangan hidup yang lebih sejahtera.

b. Bagi orangtua

(22)

c. Bagi masyarakat umum

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan untuk mengetahui lebih dalam tentang anak adopsi dalam membentuk konsep diri, serta memperluas wawasan masyarakat awam sebagai bahan pertimbangan dalam memahami dan memberlakukan anak adopsi. d. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai pengalaman traumatik anak adopsi dalam membentuk konsep diri pada subyek penelitian. Selain itu peneliti juga dapat berlatih dalam menggunakan teori yang diperoleh dalam perkuliahan dan mengaktualisasikan kemampuan yang dimiliki dalam bidang penelitian.

E. Batasan Istilah

1. Pengalaman traumatik adalah suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas yang bersifat negatif.

2. Anak adopsi adalah anak yang diangkat dalam suatu keluarga untuk menjadi anggota keluarga tersebut yang bukan merupakan keluarga biologisnya.

3. Konsep diri adalah keseluruhan gambaran, pandangan, keyakinan dan penghargaan, penilaian seseorang tentang dirinya.

(23)

memahami keberadaan dirinya dengan lebih baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya.

F. Rencana Terapi bagi Kasus

(24)

11

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Dalam bab ini disajikan pengertian pengalaman, trauma, adopsi, konsep diri, hakekat remaja, dan konsep diri remaja anak adopsi.

A. Hakekat Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja sering disebut sebagai masa adolesen, yang berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.

Kedewasaan atau kematangan ini mencakup kematangan fisik, mental, emosional, dan sosial (Sudirman, 1995:121).

Sarlito (1989:14) menjelaskan bahwa untuk masyarakat Indonesia, masa remaja berlangsung pada usia antara 11-14 tahun, sedangkan menurut WHO tahun 1974 (dalam Sarlito, 1989:9) remaja adalah suatu masa di mana:

a. Individu berkembang dari saat pertama ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Indvidu mengalami perkembagan psikologi pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

(25)

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Adapun ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock, (1980:207): a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

Bagi sebagian besar anak muda antara 12-16 tahun, masa remaja merupakan tahun yang penuh kejadian yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan fisik merupakan hal yang penting karena perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja. Perkembangan fisik pada remaja mengakibatkan seorang remaja perlu melakukan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat yang baru dalam melakukan kegiatannya.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Peralihan tidak berarti lepas dari kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelumnya, melainkan berkembang dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Artinya, pengalaman terhadap kejadian yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada masa sekarang dan yang akan datang. Kadang perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi pada masa anak akan meninggalkan bekas dan mempengaruhi masa remaja.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

(26)

1) Meningginya emosi yang intesitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, menimbulkan masalah baru.

3) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit di atasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan karena:

1) Sepanjang masa kanak-kanak masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

2) Para remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

(27)

f. Anggapan stereotip budaya.

Bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus memimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang remaja membuat peralihan remaja ke masa dewasa menjadi sulit. Hal di atas menimbulkan pertentangan antara remaja dengan orang tua, sehingga orang tua dan remaja terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua apabila menemui masalah.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaiman adanya terlebih daam cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi remaja. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

(28)

dilakukan orang dewasa, remaja akan dianggap dewasa dan dapat diterima oleh lingkungan tempat tinggalnya.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Pada setiap tahap perkembangan dalam kehidupan manusia ada sejumlah tugas perkembangan yang harus dilalui. Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut adanya perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Havighurt (Willis, 1981:8) mendefinisikan tugas perkembangan adalah suatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan individu, jika tugas perkembangan itu berhasil akan menimbulkan kebahagiaan individu, sebaliknya jika tugas itu gagal akan menimbulkan kesulitan baginya pada masa mendatang.

Menurut Wattenberg (Mappiare, 1982:106) tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Memiliki kemampuan mengontrol diri sendiri seperti orang dewasa. Ketika memasuki masa remaja seorang remaja diharapkan dapat mengontrol dirinya sendiri. Tugas perkembangan ini timbul karena remaja sudah dianggap seperti orang dewasa yang umumnya mampu mengontrol dirinya. Kemampuan dalam mengontrol dirinya membuat dia diterima oleh lingkungannya.

b. Memperoleh kebebasan.

(29)

belajar dan berlatih membuat rencana, bebas membuat alternatif pilihan, dan bebas melaksanakan pilihan-pilihannya itu dengan bertanggung jawab. Remaja diharapkan dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang tua atau orang dewasa lainnya secara berangsur-angsur.

c. Bergaul dengan teman lawan jenis.

Di dalam hati remaja mulai muncul rasa tertarik dengan lawan jenisnya. Pada mulanya mereka merasa ragu dan malu untuk bergaul lebih dekat dengan lawan jenisnya, tetapi lama-kelamaan mereka terbiasa bahkan ada yang lebih banyak bergaul dengan lawan jenisnya.

d. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan baru.

(30)

e. Memiliki citra diri yang realistis.

Remaja diharapkan dapat memberi penilaian terhadap dirinya secara apa adanya. Mereka diharapkan dapat mengukur kelebihan dan kekurangannya dan dapat menerima diri apa adanya, memelihara dan memanfaatkannya secara positif. Remaja juga diharapkan memiliki gambaran diri secara realistis dan bukan lagi berdasarkan fantasi seperti yang pernah mereka alami semasa anak-anak.

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Noesjirwan (1979:13), konsep diri adalah seluruh pandangan seseorang tentang dirinya. Pandangan itu adalah hasil dari bagaimana seseorang melihat dirinya, bagaimana pemikiran atau pendapatnya tentang dirinya sendiri, bagaimana sikapnya terhadap dirinya.

Menurut Rogers (Takiuddin, 1999) konsep diri adalah suatu bentuk konseptual yang tetap, teratur dan koheren yang dibentuk oleh persepsi-persepsi individu tentang kekhasan dirinya yang berhubungan dengan orang lain. Lebih lanjut ia mengatakan konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya yang meliputi pengamatan, penilaian dan sikap-sikap yang dianggap sebagai miliknya sendiri.

(31)

merupakan gambaran dari kenyataan yang dimiliki tentang dirinya sendiri yang mencakup citra fisik diri dan citra psikologis diri. Terbentuknya citra fisik berkaitan dengan penampilan fisik seseorang, daya tariknya, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan jenis kelaminnya, dan berbagai bagian tubuh untuk berperilaku, dan harga diri orang tua di mata yang lain. Dasar psikologis diri adalah pikiran, perasaan, dan emosi yang terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi penyesuaian pada kehidupan seperti kejujuran, keberanian, kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri (self-concept) adalah keseluruhan gambaran, pandangan, keyakinan, dan penghargaan, perasaan seseorang tentang dirinya sendiri yang diperoleh dari bagaimana individu itu melihat dirinya, dan perhatian individu terhadap lingkungan atau orang lain kepadanya yang meliputi dimensi fisik, moral, sosial, dan psikologis.

2. Terbentuknya Konsep Diri

(32)

Rogers (dalam Burns, 1993) mengemukakan bahwa gambaran diri yang sudah tertanam dengan baik di masa kecil akan berkembang dan mengambil cara khusus untuk mengungkapkannya. Salah satu alasan mengapa rasa hormat dan penghargaan terhadap diri seseorang sangat penting adalah ketika orang melepaskan sikap kekanak-kanakkannya dan memperluas pandangannya di masa dewasa, dia tetap mempertahankan gambaran dirinya yang sudah terbentuk dan akan memilih tujuan-tujuan serta mengerjakan apa yang dirasa tepat untuk orang sepertinya. Apabila gambaran baik mengenai diri sendiri dicemoohkan oleh orang lain, pengalaman ini merupakan pengalaman yang menyakitkan bagi dirinya.

Jadi, konsep diri merupakan hasil dari pengalaman belajar, bukan pembawaan sejak lahir, berkembang secara bertahap sebagai hasil dari pemahaman tentang dirinya dan orang lain yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Hurlock (1980:235) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada remaja:

a. Usia kematangan

(33)

salah mengerti dan bernasib kurang baik sehingga kurang dapat menyesuaikan diri.

b. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tari fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri, sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

c. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

d. Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.

e. Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka memberikan julukan yang bernada cemoohan.

f. Teman-teman sebaya

(34)

tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang sejak kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam mengerjakan tugas-tugas akan mengembangkan perasaan dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep diri. h. Cita-cita

Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan, ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.

4. Penggolongan Konsep Diri

Konsep diri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Konsep diri positif

(35)

;kekurangan maupun kelebihannya, dan mampu mengembangkan kemampuannya secara baik.

b. Konsep diri negatif

Menurut Burns (1993:72) konsep diri negatif sinonim dengan harga diri rendah. Konsep diri rendah menunjukkan pada orang-orang yang umumnya memiliki perasaan rendah diri, ragu-ragu tentang nilai yang dimiliki, merasa diri tidak berharga, tidak merasa puas dengan keunikan dirinya. Konsep diri negatif diartikan sebagai evaluasi diri yang negatif dan membenci diri. Orang yang memiliki konsep diri negatif merasa tidak diperhatikan, merasa tidak disenangi, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. Orang yang memiliki konsep diri negatif peka terhadap kritikan dan cenderung menyalahkan dirinya atas pengalaman buruk yang menimpanya.

5. Konsep Diri pada Anak atau Remaja Adopsi

Adopsi mencakup tindakan mengadopsi dan diadopsi. Mengadopsi adalah untuk mengambil ke dalam keluarga seseorang (anak dari orang tua lain), terutama akibat perbuatan hukum formal. Hal ini juga dapat berarti tindakan hukum mengasumsikan orangtua seorang anak yang bukan milik sendiri (Wikipedia, 2011).

C. Pengalaman Trauma

(36)

memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan (Vardiansyah, 2008).

Trauma berasal dari bahasa Yunani yang berarti luka. Kata tersebut digunakan untuk menggambarkan situasi akibat peristiwa yang dialami seseorang. Para Psikolog menyatakan trauma dalam istilah psikologi berarti suatu benturan atau suatu kejadian yang dialami seseorang dan meninggalkan bekas. Biasanya bersifat negatif, dalam istilah psikologi disebut post-traumatic syndrome disorder. Trauma (psikologis) adalah

pengalaman-pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga diri, sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya (Supratiknya, 1995).

Pengalaman trauma berarti kejadian yang menjadikan seseorang tahu akan peristiwa yang meninggalkan bekas dan menjadi suatu benturan jika kejadian terulang kembali dan sifat kejadian negatif. Selain trauma, hubungan-hubungan yang patogenik terhadap orangtua atau masyarakat sekitar pun mempengaruhi pembentukan konsep diri. Patogenik adalah hubungan tidak serasi yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada individu. Coleman, Butcher dan Carson (1980), ada tujuh macam pola hubungan yang bersifat patogenik:

a. Penolakan

(37)

prestasi, tidak meluangkan waktu, menghukum secara kejam dan sewenang-wenang, tidak menghargai hak dan perasaan.

b. Overproteksi dan sikap serba mengekang

Bentuknya antara lain mengawasi secara berlebihan, menyediakan berbagai kemudahan hidup secara berlebihan, menerapkan aturan-aturan yang ketat sehingga membatasi otonomi dan kebebasan individu.

c. Menuntut secara tidak realistik

Memaksa individu agar memenuhi standar yang sangat tinggi dalam segala hal, sehingga menimbulkan rasa tidak mampu pada individu.

d. Bersikap terlalu memanjakan

Perlakuan yang seperti ini akan menjadikan individu egois, serba menuntut, dan sebagainya.

e. Disiplin yang salah

Penanaman disiplin yang terlalu keras atau terlalu longgar oleh orang tua dan masyarakat sekitar. Yang penting adalah memberikan rambu-rambu dan bimbingan sehingga individu tahu apa yang dianggap baik atau buruk serta apa yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.

f. Komunikasi yang kurang atau yang irasional

(38)

g. Teladan buruk dari orang

Orang memberikan teladan yang tidak baik kepada individu. Teladan buruk dari orang dapat menjadi persemaian bagus untuk melahirkan individu yang bermasalah.

D. Dampak Pengalaman Traumatik Anak Adopsi terhadap Pembentukan

Konsep Diri

Salah satu kebutuhan anak adopsi adalah penerimaan dirinya, baik secara fisik dan juga psikologis, selain itu adanya penghargaan dan juga kepercayaan akan apa yang dikerjakan sebagai sebuah rasa aman anak. Saat anak masih kecil, anak belum mengerti akan apa yang dilontarkan orang lain terhadap dirinya. Anak cenderung mengerti akan keberadaannya pada suatu lingkungan, namun belum paham akan aura atau perasaan-perasaan yang terlontar dari orang lain pada dirinya. Perasaan-perasaan negatif yang terlontar pada diri anak, baru dapat diolah pada saat anak masuk usia remaja dengan berbagai anggapan yang menjadikan mempengaruhi pembentukan konsep diri.

(39)

itu pun yang menjadi salah satu sumbangan orang tua dalam membentuk konsep diri anak, khususnya bagi anak adopsi dalam mewujudkan tuntutan dari pihak luar dirinya.

Pada masa pertumbuhannya seorang anak membutuhkan lingkungan yang mampu menyediakan figur yang lengkap. Yang paling penting adalah figur ayah dan figur ibu, lebih beruntung lagi jika ia mampu menemukan figur seorang kakak dan adik. Figur kakak dan adik akan membantu perkembangan relasi sosialnya, yakni suatu kesediaan untuk berbagi dan peka akan kebutuhan orang lain. Figur ayah dan ibu akan membantu membentuk norma-norma dasar hidupnya. Figur seorang ayah akan memenuhi perkembangan rasionalitasnya: cara berpikir logis, sikap tegas, pengambilan keputusan. Sedangkan figur seorang ibu akan memenuhi perkembangan afeksinya: nilai rasa, kepekaan, sikap sosial, emosi, dan perasaannya.

Keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan akan figur-figur yang lengkap akan terasa sama seperti keadaan panti asuhan ataupun model single parent bagi si anak. Sisi-sisi perkembangannya tidak sempurna. Baik

(40)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti menyajikan hal-hal yang terkait dengan metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu: desain penelitian, subyek penelitian, setting penelitian, instrumen penelitian, validasi data, teknik analisis data. Furchan (1982) mengatakan bahwa dengan metodologi inilah kita menentukan strategi yang harus dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Menurut Furchan (1982) studi kasus adalah penyelidikan intensif tentang seorang individu. Studi kasus ini merupakan suatu studi kasus yang mendalam tentang individu dan berjangka waktu relatif lama, terus menerus, mendalam dengan menggunakan subyek tunggal yang artinya kasus yang dialami satu orang.

Studi kasus ini bertujuan untuk mempertahankan keutuhan dari suatu obyek. Hal ini berarti data dan informasi yang diperoleh, baik melalui wawancara, observasi, dan bentuk lainnya dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi.

(41)

(discovery oriented). Penelitian ini secara sengaja membiarkan kondisi yang diteliti berada dalam keadaan yang sesungguhnya.

Penelitian ini merupakan suatu studi kasus dimana peneliti berusaha menggali, memahami, mendiskripsikan sejauh mana dampak pengalaman traumatik dalam pembentukan konsep diri remaja adopsi. Subyek penelitian di sini adalah Isan (nama samaran) seorang mahasiswa universitas swasta di Yogyakarta berumur 21 tahun.

B. Subyek Penelitian

Poerwandari (Dinoto, 2004) menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian. Subyek penelitian adalah seorang mahasiswa dari salah satu unversitas swasta di Yogyakarta. Subyek berusia 21 tahun, subyek lahir dan dibesarkan di Yogyakarta. Penampilan psikis nampak pendiam, kurang terbuka, berwajah muram, kurang perhatian, tampak sombong. Subyek memiliki pikiran yang irasional dalam menanggapi berbagai pendapat dari masyarakat sekitar mengenai statusnya sebagai anak adopsi.

C. Setting Penelitian

(42)

secara mendalam dilakukan di kampus, tempat makan, ataupun di tempat lain yang kiranya mendukung proses penelitian.

D. Instrumen Penelitian

Menurut Winkel (1997) pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan pengertian yang luas, lebih lengkap dan lebih mendalam tentang subyek yang hendak diteliti, serta membantunya untuk memperoleh pemahaman akan diri sendiri. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi.

Teknik pencatatan data dalam penelitian ini adalah narrative recording yaitu dengan cara menceriterakan kembali suatu kejadian, keadaan

lingkungan yang bertujuan untuk memperoleh data yang luas dan komprehensif tentang tingkah laku, kehidupan sosial serta lingkungan sosial subyek. Metode pencatatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasikan konsep diri dalam perilaku yang akan diamati, dan mengidentifikasi pengalaman traumatik.

Peneliti menggunakan beberapa metode dalam usaha untuk memperoleh data dan informasi tersebut, antara lain:

1. Wawancara

(43)

yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu atau makna subyektif yang muncul.

Wawancara informasi menurut Winkel (1997) adalah teknik pengumpulan data untuk memperoleh informasi secara lisan mengenai subyek. Dalam wawancara informasi ini, penulis melengkapi informasi yang telah terkumpul dan mengecek kebenaran informasi yang telah penulis peroleh. Wawancara ini dilakukan terhadap subyek sendiri dan teman akrab subyek.

(44)

Tabel 1

(45)

2. Observasi

Poerwandari (Dinoto, 2004) menyatakan metode observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antaraspek dalam fenomena tersebut. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Alat yang digunakan sebagai panduan adalah panduan observasi (observation guide).

(46)

E. Validasi Data

Validasi data menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah pengamatan dalam suatu konteks yang harus dicek dengan membandingkannya dengan pengamatan lain yang situasinya setara (J. Nisbet & J. Watt, 1994). Dalam pengumpulan data untuk sebuah studi kasus triangulasi dilakukan dengan mengecek data yang diperoleh dari hasil penggunaan teknik utama dengan berbagai metode dan berbagai sumber lainnya. Sumber yang dimaksud di sini orang-orang yang terdekat dengan subyek penelitian, misalkan orang tua, teman-teman, sahabat dekat, dll. Peneliti menggunakan Triangulasi Peneliti, yaitu hasil penelitian baik data maupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji validitasinya dari beberapa peneliti atau evaluator yang berbeda (Patton, 2006).

F. Teknik Analisis Data

Poerwandari (Dinoto, 2004) menyatakan, setelah melakukan observasi dan wawancara terhadap subyek, peneliti melakukan pengolahan data dengan cara:

1. Peneliti menuliskan transkrip dari hasil wawancara yang telah dilakukan. 2. Peneliti membaca transkrip dari hasil wawancara yang telah dilakukan. 3. Mengidentifikasi tema-tema yang muncul (coding). Peneliti mengenali dan

(47)
(48)

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil pelaksanaan penelitian sebagaimana diugkapkan pada bab sebelumnya, bahwa data yang sudah diperoleh dianalisis dengan menggunakan Prosedur Laporan Studi Kasus.

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menggunakan agenda untuk wawancara informasi dengan sumber informasi yaitu dengan beberapa teman akrab subyek, beberapa teman yang mengenal subyek, ibu dan kakak angkat subyek dan dengan subyek penelitian sendiri.

A. Deskripsi Umum Kasus

1. Nama : Isan (samaran)

2. Usia : 21 tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Sekolah : universitas swasta Yogyakarta

5. Penampilan fisik : Tinggi badan 160 cm, berat badan ± 47 kg, kulit bewarna hitam keciklatan, rambut pendek rapi, cara berpakaian rapi dan sederhana.

6. Penampilan psikis : Pendiam, kurang terbuka, berwajah muram, perhatian, tampak sombong.

7. Gejala yang ditampakkan :

(49)

b. Isan juga dipandang sebagai orang yang agak sombong dengan sikap pendiam dan tidak terlalu merespon lingkungan sekitar.

c. Lebih suka menyendiri atau menyibukkan diri sendiri dengan mendengarkan musik melalui headset atau dengan aktivitas lainnya. 8. Sumber Informasi :

a. Ibu Ana (ibu angkat) b. Tini (kakak angkat) c. Yati (pacar subyek)

d. Anto dan Rena (teman akrab) e. Isan (subyek sendiri)

Hari/tanggal Waktu Sumber Informasi Tempat

Senin, 21-10-2012 13.00 WIB Anto (teman akrab) Kamar kos Anto Senin, 29-10-2012 16.00 WIB Rena (teman akrab) Taman kampus Sabtu, 31-10- 2012 15.00 WIB Yati (pacar) Tempat makan Kamis, 21-11-2012 13.00 WIB Ibu Ana (Ibu angkat) Rumah subyek Sabtu, 21-12- 2012 15.00 WIB Tini (Kakak angkat) Rumah subyek

B. Analisis Lingkungan Keluarga, Sosial, dan Suasana Akademik

1. Lingkungan Sosial a. Suasana di rumah

(50)

b. Hubungan Isan dengan keluarga

Secara pribadi, Isan mengakui bahwa Ia pernah mengenal, orang yang telah memperjuangkannya masuk ke dalam keluarganya saat ini. Namun saat Isan berumur ± 8 tahun, ayah angkatnya telah meninggal dunia, belum banyak yang dikenal atau didapat dari sosok ayah tersevut. Hal itu yang membuat Isan kurang paham bagaimana sebaiknya sebagai seorang anak laki-laki di keluarga atau di masyarakat.

Hubungan Isan dengan ibunya pun baik, namun Isan mengakui bahwa tidak setiap masalah yang Ia hadapi mampu Ia ceritakan kepada ibunya, karena ketidakinginan Isan menjadikan beban bagi ibunya atau keterikatan yang berlebihan antara Isan dan ibunya. Mengingat Isan adalah anak adopsi dan pernah kehilangan ayah asuhnya, layaknya anak yang haus akan figur peran ayah.

(51)

c. Suasana di kampus

Mahasiswa/mahasiswi yang studi di kampus tempat Isan kuliah mayoritas dari keluarga yang mampu dengan tingkat ekonomi menengah atau menengah ke atas, karena Isan kuliah di salah satu universitas ternama di Yogyakarta. Namun teman-teman Isan menilai penampilan Isan nampak sederhana dibandingkan dengan mahasiswa lainnya.

Menurut Anto, Isan merupakan mahasiswa yang tidak terlalu mencolok dalam berpenampilan daripada teman-teman di sekitarnya. Dalam memutuskan sesuatu hal yang menjadi masalah atau kendala dalam beraktivitas Ia selalu memberikan pertimbangan dan juga pilihan-pilihan yang memudahkan teman-teman menangkap inti masalahnya, walaupun terkadang dengan bahasa yang singkat dan

“kurang enak” bagi teman-teman yang belum mengenal dekat Isan. Isan sendiri menanggapi memang dirinya tidak pintar dalam merangkai bahasa, terlebih bahasa yang ingin dia katakan terkadang rumit dalam merangkai kata yang dimaksud.

(52)

studinya menyelenggarakan acara seandainya Isan cocok dengan acara itu.

Menurut beberapa teman Isan sesaat setelah bekerjasama atau pun sekilas memandang gaya Isan bekerja, mereka menilai bahwa Isan tidak terlalu banyak bicara saat bekerja dan lebih banyak beraktivitas yang bermanfaat saat bekerja. Cara itu banyak membantu dan memuaskan dalam hasil kerjanya.

d. Hubungan Isan dengan teman-teman di kampus

Isan cenderung mendekati teman-teman yang dianggap kurang terkenal di program studinya, karena Ia berpendapat bahwa:

“teman-teman yang pintar atau sudah terpandang, sudah banyak yang memperhatikan dibanding teman-teman yang biasa-biasa saja dengan potensi yang melebihi teman-teman yang

terpandang”.

Hal itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa Isan enggan untuk banyak bergaul dengan teman-teman yang terpandang dan hal itulah yang menjadikan Isan dianggap sebagai mahasiswa yang pendiam.

(53)

Namun, terdapat juga beberapa teman yang menganggap Isan adalah orang yang pendiam dan keras kepala. Pendapat itu yang cenderung muncul dari teman-teman yang tidak terlalu dekat dengan Isan dan beberapa teman yang dianggap terpandang dalam satu program studi dengan Isan. Isan sendiri tidak begitu mempedulikan pendapat/penilaian negatif yang diberikan oleh teman-teman di kampus terhadap dirinya terlebih pendapat yang kurang baik kepada Isan, Isan mengatakan:

“Mereka tidak mengenal saya dan apa yang telah saya alami, karena mereka hanya sebatas tahu dan kenal saya, mereka mempunyai hak untuk menilai/berpendapat tentang saya, jika memang menerima saya, ok, tetapi jika tidak ya maaf. Saya tidak mau memaksakan, jika mau belajar bersama ya ayo, karena saya tidak mau mereka mengenal sebatas kasihan terhadap saya dan tidak banyak pula yang mengetahui masalah saya sebenarnya”

Isan terkadang memilih untuk diam dan menyingkir jika dituntut untuk menonjolkan masalah apa yang sedang Ia hadapi. Ia Nampak ingin berusaha sendiri dan mungkin hanya beberapa orang saja yang Ia perkenankan mengetahui masalah apa yang Ia hadapi dan mengganggunya.

e. Hubungan Isan dengan lingkungan masyarakat Menurut Ana (Ibu subyek):

(54)

Hal itu nampak saat seperti saat masyarakat sekitar mengadakan acara gotong royong atau acara nikahan, Isan sudah diakui dan diajak untuk ikut serta dalam acara atau kegiatan tersebut. Orang-orang sudah tidak banyak yang menyindir Isan, walaupun masih tetap ada beberapa orang yang terkadang menganggap Isan sebagai anak adopsi.

Menurut Isan sendiri, saat masih kecil memang dia sering kali diejek mengenai posisinya sebagai anak adopsi oleh banyak masyarakat sekitar atau pun oleh teman-temannya saat Isan kecil. Menurut Isan:

“Pada saat itu aku belum mengetahui maksud dari apa yang dikatakan orang kepadaku, aku tidak terlalu menanggapinya karena ibuku sudah sering mengatakan dan menjelaskan hal itu kepadaku, dimana posisiku sebagai seorang anak adopsi, tetapi ibuku memperlakukanku selayaknya anak kandungnya”

Walaupun terkadang perkataan orang itu sangat mengganggu, tetapi tidak setiap saat, hanya pada saat Isan menyendiri atau pada saat Isan mengalami masalah yang tak tahu harus bagaimana sebaikya menanggapi.

2. Kelompok sosial

a. Teman perempuan yang dekat dengan Isan

(55)

telah dialaminya, Ia ceritakan pada Yati hingga hal-hal yang pernah mengganggu Isan.

Isan mengatakan:

“walaupun aku punya kenalan cewek, tetapi aku hanya sebatas

berteman dengan mereka. Aku enggan untuk menceritakan apa yang aku alami kepada setiap orang, aku hanya menceritakan pada Yati karna aku memiliki impian bersamanya, sehingga aku ingin dia mengenal aku yang sebenarnya dan dia tidak mempermasalahkan itu”.

Hal itulah yang menjadikan Isan tidak sembarangan menceritakan apa yang Ia alami termasuk dengan lawan jenis, namun Ia tetap mau berkomunikasi dan bergaul dengan mereka.

b. Teman laki-laki yang dekat dengan Isan

Isan mengakui bahwa Ia punya teman laki-laki, namun sekedar mereka mengenal Isan, tidak sampai mereka mengetahui masalah-masalah yang Isan alami. Anto pun mengungkapkan bahwa Isan bukanlah seorang yang suka akan kebiasaan banyak anak laki-laki saat ini lakukan yaitu, suka merokok, minum-minuman beralkohol ataupun free sex. Terkadang teman-teman yang mengajak Isan kumpul-kumpul tidak enak sendiri atau menghormati dengan sikap yang dimiliki oleh Isan.

(56)

selesaikan sendiri, karena Isan merasa tidak ingin terlalu menggantungkan diri dengan orang lain dan ingin menjadi orang yang mandiri.

d. Apa perasaan Isan saat mengalami permasalahan yang sedang Ia hadapi?

Isan mengakui perasaan yang dialaminya saat menghadapi permasalahan yang dianggapnya berat adalah kesepian, bersalah, marah, kecewa, dan putus asa. Secara sadar Isan merasakan perasaan-perasaan tersebut dikarenakan campur aduk dan ketidak fokusan dalam mencari pemecahan masalahnya. Isan ingin berbagi dengan orang lain, tetapi enggan jika mendapatkan respon yang sekedar setengah-setangah atau tidak memuaskan hasratnya untuk diperhatikan dan keinginan mendapat solusi dalam usaha menyelesaikan masalahnya.

e. Apakah Isan berusaha mengatasi masalah-masalahnya dan bagaimana caranya?

Menurut Isan, Ia berusaha untuk mengatasi permasalahannya dengan cara meminta pertimbangan dari teman yang menurutnya Ia percayai dan memiliki respon yang cukup baik terhadap apa yang Ia ceritakan, walaupun Isan tidak sepenuhnya menceritakan permasalahannya. Isan enggan untuk menceritakan sepenuhnya karena Isan tidak mau orang yang meresponnya hanya karena belas kasihan

(57)

disebar-sebarkan kepada orang lain. Maka Isan hanyalah menceritakan permasalahannya kepada orang yang dikiranya Ia percayai.

3. Pengalaman Stres

Stres yang dialami Isan dikarenakan adanya perbedaan antara konsep diri sebagai diri yang ideal menurut orang di sekitar dan diri nyata yang dilatarbelakangi oleh konsep anak kandung dengan anak adopsi, sehingga menyebabkan setiap permasalahan berat diarahkan oleh Isan kepada kenyataan diri sebagai anak adopsi, ditambah lingkungan sekitar yang masih/pernah menganggap dirinya sebagai anak adopsi dengan sebutan yang bermacam-macam.

(58)

4. Perkembangan Konsep Diri a. Sifat dan sikap positif Isan

Menurut Ibu Ana, Isan adalah anak yang telaten dalam bekerja, tahu akan pekerjaan rumah yang perlu dikerjakan (menyapu, mengepel, dll). Makanannya pun tidak terlalu menntut, apa yang dimasak Ibu Ana untuk Isan, ia mau memakannya. Maka Ibu Ana memiliki pengharapan yang besar kepada Isan untuk menjadi orang yang sukses terlebih dahulu dan tidak menjadi bahan cemoohan orang. Menurut Yati, Isan adalah orang yang totalitas dalam mengerjakan peran yang dtanggungnya, orangnya humor, memiliki perhatian saat teman membutuhkan bantuan, dan tepat waktu dalam berjanji. Yati menambahkah, beberapa hal tersebut menjadi beberapa alasan untuk nyaman berhubungan dengannya.

b. Sifat dan sikap negatif Isan

Menurut Rena, terkadang sikap Isan dalam berbicara terkadang mengungkit-ngungkit masalah yang pernah terjadi, walaupun untuk yang sudah cukup mengenal Isan itu adalah konteks bercandaannya, namun bagi yang lainnya mungkin dapat sakit hati atau marah.

(59)

Isan merasa mendapatkan tekanan pada saat dituntut atau didesak dalam mengerjakan pekerjaan yang memilik tanggung jawab besar.

C. Sintesis

Isan diadopsi oleh orangtua angkatnya ketika masih bayi di sebuah rumah sakit. Saat berumur sekitar 5-6 tahun, Isan seringkali diberitahu oleh Ana ibunya untuk tidak terlalu mendengarkan perkataan orang di sekitarnya saat bermain, khususnya warga sekitar tempat tinggal Isan. Isan hanya mengiyakan apa yang dikatakan ibunya tersebut yang ternyata adalah ibu angkatnya. Seringkali orang sekitar mengejek Isan saat itu dengan perkataan

bocah le nemu” atau “bocah le tuku” (“anak dari hasil menemukan” atau

“anak dari hasil beli”).

Isan tidak memahami apa kata orang saat itu, bahkan tetap saja bermain dengan anak-anak lainnya layaknya anak kecil di masa itu. Hingga ketika berumur sekitar 6-7 tahun, Ibu Ana (ibu angkatnya) memberitahukan dengan perlahan dan menjelaskan terhadap Isan status sebenarnya dalam keluarga tersebut. Isan saat itu sedikit demi sedikit mulai memahami, namun tetap beranggapan bahwa keluarga yang ada di sekelilingnya adalah keluarga sesungguhnya, dikarenakan Isan tidak pernah bertemu dengan orangtua kandungnya dan tidak pernah tahu alasan pasti kenapa Isan ditinggalkan oleh orangtua kandungnya.

(60)

Isan tidak mengetahui keadaan apa yang sebenarnya terjadi, ia hanya mengetahui saat itu ramai di rumahnya dan banyak teman yang mengajaknya bermain. Ia pun terhanyut dalam waktu bermain bersama teman-temannya, namun saat acara pemberangkatan jenazah selesai, orang-orang mulai berbubaran dan teman-temannya pun akhirnya pulang meninggalkannya. Isan merasa kesepian, namun larut dalam keletihan setelah selesai asyik bermain dengan teman-temannya.

Semasa SMP, Isan sering kali dijadikan sebagai bahan cemoohan oleh teman kelompoknya, terlebih mengenai ayahnya, karena saat itu di sekolahnya terdapat guru laki-laki yang sudah tua dan tidak menikah. Teman-teman Isan pun menganggap guru tersebut sebagai ayahnya. Isan pun tidak berani melawan banyak teman yang mencemoohinya dan ia terkesan sekedar diam, walaupun perasaannya marah dan ingin memukuli anak-anak yang seenaknya mencemoohinya. Isan pun dikenal pendiam saat SMP, teman-teman yang sering diajaknya bermain hanyalah beberapa saja. Ketika Isan menyendiri di kamar, sempat menyalahkan diri karna dia adalah anak adopsi dan karna ayahnya telah meninggal.

(61)

temannya hingga saat Isan sendiri di kamar, ia menangis dan seolah-olah hal itu terjadi karna ia adalah anak adopsi.

Bidang akademik Isan tergolong anak yang biasa, bahkan saat SMP ia pernah hampir tidak naik kelas. Saat SMA, ia lebih tertarik masuk di kelas IPS, karena ia beranggap tidak sekedar mempelajari ilmu sosial, namun ia sendiri juga ingin menjadi orang yang bersikap sosial.

Bidang sosial, Isan lebih memilih-milih dalam bergaul. Saat berada dalam kelompok besar, ia cenderung berada di belakang dan banyak diam. Namun saat beranjak di universitas, ia lebih menikmati saat ada teman yang membutuhkan bantuannya dan ia dapat membantu teman. Isan merasa dianggap ada dan diterima dalam situasinya tersebut. Saat dituntut bertemu dengan orang tertentu yang mengenal keluarganya, Isan merasa malas jika orang tersebut menanyakan “Kamu adalah anak adopsi itu ya ?”. Seolah ada

yang salah dengan anak adopsi dan ia beranggap orang belum menerima keadaannya sebagai anak adopsi. Saat ia merasa belum diterima di lingkungan tempat ia berada, ia lebih memilih untuk menutup diri dengan cara tidak banyak berbicara.

(62)

terhadap diri Isan. Apakah karena Isan adalah anak adopsi, sehingga tidak diterima dan seolah ada yang salah dengan kenyataannya sebagai remaja adopsi.

Pernyataan Isan tersebut di atas merupakan pandangan irasional yang perlu dicari penyelesaiannya, sehingga Isan lebih mampu berpikir dan menyikapi secara rasional dalam melihat dan menyikapi kenyataan dirinya sebagai remaja adopsi yang positif.

D. Diagnosis

Masalah yang dialami oleh Isan termasuk dalam ragam bimbingan pribadi sosial. Dalam kasus ini, Isan bersikap menutup diri dan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di mana ia berada. Hal itu dilatar belakangi karena pertama, kenyataan Isan sebagai remaja adopsi dan kedua, kehilangan figur ayah yang telah lama meninggal.

Perkiraan masalah yang dialami Isan yang pertama, disebabkan karena kenyataannya sebagai remaja adopsi, sehingga Isan merasa ada yang salah dengan “anak adopsi” dengan penerimaan orang di sekitar saat Isan

masih kecil dan mempengaruhi pikirannya saat beranjak remaja, khususnya saat Isan menghadapi permasalahan. Selain itu, Isan bersikap menutup diri dan

(63)

maka orang akan merasa tidak puas dan tidak dapat menyesuaikan diri, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan dalam kesejahteraan hidup. Pendapat tersebut terbukti pada diri Isan, sehingga Isan menjadi menilai negatif pada dirinya, memliki keyakinan bahwa tekanan yang dialaminya disebabkan karena kenyataannya sebagai remaja adopsi tidak sesuai dengan harapan yang tidak terwujud dari orang-orang yang tidak menerimanya, sehingga Isan merasa tidak puas dan tidak bahagia dalam menghadapi kenyataan dirinya.

E. Prognosis

Berdasarkan pikiran/anggapan yang irrasional, maka peneliti menggunakan pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) yang dipelopori oleh Ellis, sebagai jalan untuk dapat membantu Isan dalam menyelesaikan masalahnya. Peneliti mencoba menggunakan teknik REBT untuk mengubah pikiran/anggapan Isan yang irrasional, sehingga terjadi perubahan yang berarti dalam pikiran/anggapan, perasaan, kemauan, perilaku menjadi rasional.

F. Pengobatan/Treatment

(64)

angkat, kakak angkat, dan teman dekat subyek sekaligus melakukan observasi. Rincian wawancara konseling dengan Isan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara Konseling

Hari/tanggal Waktu Durasi Tempat

Jumat, 16-11-2012 13.00 WIB 45 menit Taman kampus Selasa, 25-11-2012 11.00 WIB 60 menit Kedai makan

Rabu, 12-12-2012 14.00 WIB 45 menit Taman kampus

Minggu, 16-12-2012 15.00 WIB 90 menit Tempat ziarah gua Lawangsih Kamis, 20-12-2012 10.00 WIB 60 menit Taman kampus

2. Skema Kasus Wawancara Konseling Pikiran/anggapan irasional :

Isan beranggapan bahwa masalah-masalah yang ia hadapi adalah karena Isan seorang anak adopsi, banyak yang belum menerima kenyataan akan dirinya sebagai anak adopsi dan seolah ada yang salah dengan kenyataannya tersebut. Pikiran akan dirinya sebagai anak adopsi yang membuat Isan bersikap menutup diri, lebih suka menyendiri, tidak banyak berbicara, dan memilih-milih dalam berteman. Isan juga merasa tertekan akan harapan atau tuntutan orang di sekitarnya yang tahu akan diri Isan yang sebenarnya, sehingga ia beranggapan bahwa dirinya tidak sesuai tuntutan orang di sekitar dengan keadaan diri yang sebenarnya.

Pertemuan I

Hari/tanggal : Jumat, 16-11-2012 Waktu : 13.00 WIB

(65)

Durasi : 45 menit

Fase I : 1. Menyambut konseli

2. Mengajak konseli berbasa-basi

3. Mempersilahkan konseli untuk mengemukakan masalah yang ingin disampaikan

Fase II : 1. Isan selalu memandang masalah yang dialaminya adalah karena dampak dari dirinya sebagai anak adopsi. Bahkan orang yang dekat dengan dirinya, yaitu teman dekatnya pun sempat mengecewakannya. Isan pun menjadi kehilangan kepercayaan diri dan menyalahkan diri sendiri terhadap masalah yang dialami teman dekatnya, sehngga subyek menganggap dirinya tidak seberuntung seperti teman-teman lainnya.

Pertemuan II

Hari/tanggal : Jumat, 25-11-2012 Waktu : 11.00 WIB

Tempat : Kedai makan Durasi : 60 menit

(66)

menganggapnya sebagai anak yang tidak berguna dan tidak diakui dalam masyarakat. Isan juga beranggapan rahasia atau

lukanya tersebut dapat menjadi “senjata” bagi orang-orang bahkan teman-teman di sekitar untuk menyerang dirinya. Sedangkan harapan atau tuntutan orang-orang di sekitar yang mengetahui kenyataan dari diri Isan pun sudah cukup membebani diri Isan. Isan enggan pula untuk menceritakan masalah atau kejadian yang ia alami kepada keluaganya, karena ia beranggapan tidak ingin menjadikan masalahnya menambah beban bagi keluarga. Hal itu pula yang menjadikan Isan lebih menutup dirinya kepada banyak orang.

Pertemuan III

Hari/tanggal : Rabu, 12-12-2012 Waktu : 14.00 WIB

Tempat : Taman kampus Durasi : 45 menit

Fase III: Analisis masalah

A. Kejadian yang dialami baru-baru ini

1. Isan terlihat sering tidak banyak bicara dan menyendiri saat berkumpul dengan teman-temannya.

(67)

3. Sulit tidur pada malam hari, bahkan sering menyebabkan pusing saat beraktivitas di hari berikutnya.

4. Pola makannya pun menjadi tidak teratur, menyebabkan gangguan maag pada lambungnya.

B. Tanggapan Kognitif (r-kognitif yang irrasional) terhadap kejadian yang dialami Isan (A)

1. Isan beranggapan bahwa apabila teman-temannya mengetahui masalah yang sedang dialami, mereka akan mengejek, dan menganggap rendah dirinya.

2. Isan beranggapan bahwa dirinya orang gagal dan tidak sempurna, karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orang di sekitar. C. Akibat dari tanggapan kognitif yang irrasional baik dalam perasaan

(r-afektif) maupun dalam perilaku nyata. 1. r-afektif

a. Isan merasa takut identitas yang sebenarnya diketahui sebagai anak adopsi, sehingga ia selalu merasa khawatir dan cemas jika berkumpul dengan teman-teman di kampus. b. Isan merasa sedih dan tertekan, karena belum dapat

memenuhi harapan, serta tuntutan orang-orang di sekitar yang menganggap dirinya sekedar anak pengganggu di keluarga.

(68)

sehngga ia merasa bingung untuk memenuhi gambaran figur seorang ayah yang sebenarnya.

2. perilaku nyata

a. Memilih untuk tidak banyak bicara dan menyendiri saat bergaul dengan teman-teman.

b. Bersikap sinis atau menyinggung dalam berkata dengan teman.

c. Cenderung tidak peduli terhadap masukan atau penilaian orang lain terhadapnya dengan cara diam.

Pertemuan IV

Hari/tanggal : Minggu, 16-12-2012 Waktu : 15.00 WIB

Tempat : tempat ziarah Gua Lawangsih Durasi : 90 menit

Fase IV Penyelesaian Masalah

D. 1. Peneliti menjelaskan alasan Isan mengalami masalah, yaitu keyakinan atau interpretasi (B) irrasional terhadap kejadian yang dialami Isan (A).

(69)

b. Isan beranggapan bahwa masalah yang ia alami, disebabkan oleh kenyataannya sebagai anak adopsi yang masih dianggap salah atau belum diterima oleh masyarakat sekitar.

c. Isan beranggapan bahwa tekanan yang ia alami, disebabkan karena tuntutan orang-orang di sekitar yang bertentangan dengan kehidupan nyata Isan dibanding kehidupan menurut masyarakat pada umumnya.

2. Peneliti memberikan pertanyaan menantang kepada Isan.

a. Seandainya temanmulah yang mengalami masalah seperti ini, akankah kamu peduli dan akan tetap bergaul tanpa memandang status sebagai anak adopsi atau anak kandung ?

b. Tidakkah kamu mensyukuri akan nasibmu saat ini, diadopsi oleh keluarga yang bertanggung jawab dibandingkan anak-anak yang tidak sepenuhnya terpenuhi kebutuhannya di panti asuhan atau bahkan ada yang dibuang, sehingga mati dan tidak terurusi ?

c. Apakah kamu menyadari bahwa kegagalan yang kamu alami berasal dari dalam dirimu sendiri dalam berpikir, berperasaan, dan bersikap ?

(70)

e. Tidakkah kamu menyadari dampak dari sikap dirimu dengan bertindak diam dan menyendiri saat bergaul dengan teman tidak akan menyelesaikan masalah yang kamu alami ?

f. Sadarkah dirimu akan masalah yang kamu miliki saat ini bukan hanya dirimu yang mengalaminya ?

g. Apakah kamu menyadari bahwa perubahan sikapmu dalam menghadapi masalah akan menimbulkan rasa curiga bahkan membebani keluarga, terlebih ibu dan kakakmu ?

3. Peneliti memberikan pandangan-pandangan atau contoh-contoh untuk mengajak Isan agar berpikir lebih rasional.

a. Agar dirimu dapat bergaul dengan baik, diperlukan sikap penerimaan dan keterbukaan yang baik. Tindakanmu yang diam dan menyendiri akan membuat teman-temanmu menilai dirimu secara negatif. Hal itu terjadi karena dirimu tidak memberikan kesempatan membuka diri untuk orang di sekitarmu bahkan untuk dirimu sendiri, sehngga pemahamanmu terhadap penilaian orang kepadamu sangatlah terbatas dan sebaliknya.

(71)

mereka kepadamu. Sempatkanlah dirimu merencanakan sesuatu yang positif dan nyata dengan maksud membela diri, bahwa dirimu tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan padamu. Misalkan, jika dirimu tidak dapat bergaul dengan teman-teman, sempatkanlah waktu untuk berkumpul dan secara aktif hadir dalam komunikasi itu, perbanyaklah untuk ikut berbicara dan berkegiatan, selayaknya kegiatan yang akan kamu lakukan adalah kegiatan yang positif. Hal yang positif dan nyata akan lebih baik dibandingkan jika dirimu membela dengan perkataan yang belum ada buktinya atau punsekedar diam. Selain itu akan memberikan kepuasan dibanding dirimu terlalu memikirkan dan akan menjadikan tekanan dalam beraktivitas.

(72)

berstatus sepertimu atau yang berada di panti asuhan, mereka harus bekerja keras terlebih dahulu dengan cara mengamen atau menjadi pedagang asongan atau yang lainnya, demi biaya sekolah, bahkan tidak sampai sekolah, hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti lapar dan lainnya. Menurut apa yang pernah kamu ceritakan pun, dirimu tidak mengalami hal macam itukan. d. Berhasil tidaknya pencapaian hidup yang baik,

bergantung pada pengalaman dan proses, baik dalam merencanakan, melaksanakan, dan dalam mengevaluasi hidupnya.

Pertemuan V

Hari/tanggal : Kamis, 20-12-2012

Waktu : 10.00 WIB

Tempat : taman kampus

Durasi : 60 menit

E. 1. r-kognitif yang rasional

(73)

dengan sikap tidak membela diri, bahkan tidak memberikan kesempatan orang untuk mengenal dan Isan pun tidak mengenal orang lain. Membuat orang semakin leluasa menilai negatif dirinya dan ia pun selalu berpendapat buruk terhadap penilaian orang. Isan pun akan dan telah sedikit demi sedikit ikut berkumpul dengan teman-temannya, walaupun ia tetap tidak ingin setiap orang mengetahui kenyataan status Isan sebagai anak adopsi. Isan berpendapat, selain ia tidak ingin hal tersebut dijadikan sebagai suatu ejekan, ia juga ingin menghargai apa yang telah diperjuangkan keluarga angkat sebagai anak kandung/sendiri.

(74)

c. Isan mensyukuri dan menyadari akan pengorbanan yang telah dilakukan keluarga angkatnya, yakni ibu, kakak, dan ayahnya yang telah almarhum. Ia beranggapan, kini tidak ada lagi keluarga angkat, merekalah yang ia anggap sebagai keluarga yang ia miliki satu-satunya sebagai keluarga kandung. Isan bertekad segera menyelesaikan studinya, bekerja, dan menjadi salah satu bagian kebanggaan keluarga.

d. Isan juga menyadari, bahwa apa yang ia lakukan selama ini dalam cara berpikir, berperasaan, menanggapi, dan merefleksikan masa lalu merupakan kesalahan, karena ia selalu berpatok kepada statusnya sebagai anak adopsi. Bukan masa lalu yang akan ia bawa hingga sekarang, namun kenyataan saat ini secara positif, dan masa depan

secara “mengalir”, tidak dijadikan sebuah tekanan.

Biarlah orang lain masih mengingat dan mengungkit status Isan sebagai anak adopsi, namun keluarga dan dirinya tetap menganggap sebagai anak kandung dan sama seperti yang lainnya.

(75)

a. Isan terlihat mulai menumbuhkan rasa percaya diri, menerima diri, dan kenyataan yang sesungguhnya sebagai statusnya yang merupakan anak adopsi.

b. Isan tidak lagi merasa sedih dan marah pada dirinya sebagai anak adopsi.

c. Isan tidak lagi merasa takut dan khawatir akan apa yang orang nllai, serta sedikit demi sedikit mulai membuka diri untuk bergaul dengan teman-temannya.

d. Isan tidak lagi menilai dirinya negatif, yaitu dengan tidak merasa bahwa dirinya seorang yang tidak berguna atau seorang yang gagal dan tidak diinginkan.

3. Perilaku yang sesuai dan realistis

a. Isan tidak lagi cenderung menyendiri dan mulai ikut berkomunikasi saat berkumpul dengan teman-temannya. b. Isan mulai menyempatkan waktu untuk berkumpul

dengan teman-temannya.

c. Isan mulai fokus untuk memperhatikan dan segera menyelesaikan studinya, hingga kelak dapat bekerja dan mencapai harapan untuk membanggakan diri danorang tuanya.

(76)

Fase V Penutup

1. Menegaskan kembali keputusan yang telah diambil. 2. Memberikan semangat/bombongan.

3. Menawarkan bantuan, seandainya ada hal yang ingin dibicarakan.

4. Berpisah dengan Isan.

G. Evaluasi dan Tindak Lanjut

Wawancara konseling yang dilaksanakan selama bulan November dan Desember 2012, telah terlaksana dengan baik hingga pada fase ke-5. Tujuan atau target yang diharapkan pada setiap pertemuan telah tercapai. Perubahan-perubahan yang tampak pada diri Isan, yaitu Isan mampu berpikir lebih rasional sehingga cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku mampu ia refleksikan hingga menjadikan perubahan yang lebih baik pada diri Isan.

(77)

64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman yang diperoleh peneliti selama penelitian.

A. Kesimpulan

Penolakan masyarakat terhadap anak adopsi dalam keluarga akan memberikan pengaruh negatif dalam pembentukkan konsep diri anak, seakan anak adopsi diadili keberadaannya dalam masyarakat, baik tidak secara langsung atau pun langsung kepada anak. Sedangkan penerimaan masyarakat akan keberadaan anak adopsi dalam keluarga, memberikan pengaruh positif dalam pembentukan konsep diri anak, seakan anak adopsi diberikan hadiah atau penghargaan dan diakui dengan baik keberadaannya dalam masyarakat, secara langsung atau pun tidak langsung kepada anak. Hal inilah yang terjadi pada diri Isan (subyek):

Gambar

Tabel 2
Tabel 1Panduan Pertanyaan Wawancara
Tabel 2Panduan Observasi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian bahwa hanya variabel motivasi dan variabel pembelajaran yang berpengaruh terhadap keputusan nasabah dalam memilh produk, maka Bank Syariah Mandiri

Adanya implementasi Sistem Informasi Keuangan Daerah akan membantu menghasilkan informasi laporan keuangan yang berkualitas, informasi laporan

Selain data mengenai kegagalan pertumbuhan, Indrawati (2008) mengemukakan dalam Skripsinya tentang pengetahuan keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang bayi dari

Menurut UU No 23 Tahun 2011 Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat

Potensi pendanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya pada APBD Kabupaten Klungkung dan. Provinsi lima tahun terakhir menunjukan fluktuasi perkembangan baik

Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, kami selalu mengirimkan para guru secara bergiliran dan yang sesuai dengan bidang studinya untuk mengikuti pelatihan,

Kinerja yang dimaksud adalah kualitas kerja dari seorang Pamong Belajar yang diserahkan tanggung jawab untuk melaksanakan tupoksinya dalam semua kegiatan

Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi terjemahan Bahasa Indonesia ke Bahasa Banjar disertai Analisis sintaksis, yang digunakan untuk membantu para pendatang di Banjar