• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang yang sampai saat ini masih terus melaksanakan peningkatan terhadap pembangunan perekonomian negara. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah ialah dengan membuka diri untuk perdagangan internasional. Hal tersebut mendorong masuknya barang atau jasa dari negara lain dan membanjiri pasar dalam negeri. Pelaku usaha dalam negeri harus berhadapan dengan pelaku usaha dari berbagai negara, dalam suasana persaingan tidak sempurna.

Pembangunan perekonomian tersebut harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan bahwa:

“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Persaingan ketat dan tidak sempurna yang terjadi antar pelaku usaha mendapat perhatian khusus dari pemerintah, maka nilai-nilai persaingan sehat dibutuhkan dalam sistem ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

(2)

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang juga sebagai perwujudan nyata dari Pasal 33 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.

Ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah :

“Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan.”

Menurut Ayudha D. Prayoga dalam artikel yang berjudul Peranan Komis Pengawas Persaingan Usaha dalam Menangani Perkara Persekongkolan Tender di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh Nugroho Prabowo, dkk, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Perrsaingan Tidak Sehat ini yang untuk selanjutnya di dalam skripsi ini disebut dengan Undang-Undang Persaingan Usaha memuat hal-hal yang cukup luas. Hal ini telah terlihat dari materi undang-undang itu sendiri yang memuat mengenai perbuatan dan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap persaingan usaha, termasuk perbuatan-perbuatan yang diatur bagi tindakan pelaku usaha berikut mengenai sanksi.1

1

http://jurnal.hukum.uns.ac.id/index.php/privatelaw/article/ , diakses pada tanggal 7 September 2015

(3)

Salah satu substansi yang merupakan bagian dari perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang Persaingan Usaha ini adalah ketentuan yang mengatur tentang Perjanjian Kartel.2 Dalam Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh Christopher Pass dan Bryan Lowes, cartel atau kartel diartikan sebagai suatu bentuk kolusi atau persengkongkolan antara suatu kelompok pemasok yang bertujuan untuk mencegah persaingan sesama mereka secara keseluruhan atau sebagian.3 Kartel bersifat anti persaingan walaupun dalam Undang-Undang Persaingan Usaha ditentukan, dapat dikatakan Praktek Kartel apabila menimbulkan persaingan usaha tidak sehat namun praktek kartel ini sendiri telah menuju pada keuntungan sendiri.

Kartel dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Bentuk yang lebih menyeluruh adalah penerapan bukan saja harga jual yang seragam dan pemasaran bersama, tetapi juga pembatasan jumlah produksi termasuk pemakaian sistem terhadap setiap pemasok, dan penyesuaian kapasitas yang terkoordinasi, baik menghilangkan kapasitas yang berlebihan atau perluasan kapasitas dengan berdasarkan koordinasi.4 Meskipun tidak ada definisi yang tegas tentang Kartel di dalam Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dari Pasal 11 ditentukan bahwa :

2Ibid, 59 3

Hermansyah, SH., M.HUM, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta: 33

(4)

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”

Ketentuan ini tentunya bertujuan untuk menghindari praktek-praktek kartel yang berpotensi akan dilakukan oleh pelaku usaha di Indonesia. Namun, walaupun Undang-Undang Anti Monopoli sudah mengatur mengenai larangan praktek kartel, hingga sekarang tetap saja praktek ini kerap dilakukan oleh para pelaku usaha dari pelaku usaha terkecil sampai yang terbesar sekalipun.

Praktek Kartel ada di setiap negara, tidak terkecuali Indonesia. Praktek seperti ini biasanya dilakukan dengan membentuk harga demi meraup untung sebanyak-banyaknya, yang dirugikan, tentu saja konsumen. Sayangnya, perangkat hukum yang ada di Indonesia belum mampu membendung, apalagi mengatasi kasus ini. Kondisi ini nampak pada banyaknya perkara kartel yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).5

Sepanjang diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia tidak sedikit kasus kartel yang telah ditangani oleh KPPU. Sebagai contoh, kasus praktek kartel Penetapan Layanan Tarif Short Message Service (SMS), akibat praktik kartel oleh enam operator yaitu PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telkomsel, PT Telkom, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Mobile-8 Telecom Tbk, PT

5

http://jonaediefendi.blogspot.com/2012/10/5-kasus-kartel-terbesar-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 7 September 14.35 WIB

(5)

Smart Telecom, selama periode 2004 hingga 1 April 2008 tersebut, konsumen mengalami kerugian mencapai sekitar Rp.2.827.000.000.000,- (dua triliun delapan ratus dua puluh tujuh juta rupiah)6. Keenam operator secara sah dan terbukti melanggar persaingan usaha tidak sehat dengan melakukan kartel Penetapan Layanan Tarif Short Message Service (SMS). Berdasarkan Putusan Nomor: 26/KPPU-L/2007, KPPU menghukum sanksi denda operator XL dan Telkomsel masing-masing senilai Rp.25.000.000.000 (dua puluh miliar rupiah), Telkom senilai Rp.18.000.000.000 (delapan belas miliar rupiah), Bakrie Telecom senilai Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah), Mobile-8 Telecom senilai Rp.5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Total denda yang dikenakan hanya sekitar Rp.77.000.000.000 (tujuh puluh tujuh miliar rupiah).7

Contoh lain dari praktek kartel di Indonesia adalah kartel minyak goreng curah. Berdasarkan Putusan KPPU No 24/KPPU-I/2009 yang ditetapkan pada 4 Mei 2010, diputuskan ada price pararelism harga minyak goreng kemasan dan curah, dimana 20 produsen minyak goreng terlapor selama April-Desember 2008 melakukan kartel harga dan merugikan masyarakat setidak-tidaknya sebesar Rp.1.270.000.000.000 (satu triliun dua ratus tujuh puluh miliar rupiah) untuk produk minyak goreng kemasan bermerek dan Rp.374.300.000.000 (tiga ratus tujuh puluh empat miliar tiga ratus juta) untuk produk minyak goreng curah.

6 http://jonaediefendi.blogspot.com/2012/10/5-kasus-kartel-terbesar-di-indonesia.html, diakses

pada tanggal 1 September 2015, pukul 10.43 WIB

7

http://nasional.kompas.com/read/2008/06/18/20280013/kartel.sms.rugikan.konsumen.rp2827.trili un, diakses pada tanggal 1 September pukul 13.15 WIB

(6)

Namun keputusan KPPU tersebut kandas di tangan Mahkamah Agung (MA) yang menolak keputusan KPPU tersebut atas keberatan yang dilakukan 20 produsen minyak goreng yang menjadi terlapor.8

Kasus terbaru ialah mengenai adanya dugaan praktek kartel dalam kelangkaan daging sapi di Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan adanya unsur kesengajaan dari sejumlah pelaku usaha penggemukan sapi yang memicu permasalahan tersebut. Ketua KPPU mengatakan, dugaan tersebut didapat setelah komisinya memeriksa 24 pelaku usaha penggemukan sapi. Dari hasil pemeriksaan tersebut, KPPU menemukan bahwa para pelaku usaha penggemukan sapi telah sengaja menahan pasokan daging sapi ke pasaran.9 Menahan pasokan sapi bertujuan untuk mengurangi jumlah daging sapi dipasaran sehingga para pelaku usaha dapat mengatur harga diantara mereka.

Maraknya praktik kartel di Indonesia oleh pelaku usaha di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat, pelaku usaha terkesan leluasa melakukan praktek kartel yang dilarang oleh Undang-Undang Persaingan Usaha tersebut, beberapa faktor baik itu dari undang-undang persaingan usaha yang memberikan celah untuk terjadinya praktek kartel maupun dari lembaga penegak hukumnya yang tidak dapat menjangkau pelaku usaha yang melakukan kartel dengan dijerat oleh Undang-Undang Persaingan Usaha dapat menjadi alasan mengapa praktek kartel semakin menjamur di Indonesia. Hal ini menyebabkan

8

http://jonaediefendi.blogspot.com/2012/10/5-kasus-kartel-terbesar-di-indonesia.html, Op. Cit.,

(7)

tidak dapat tercapainya tujuan dari Undang-Undang Persaingan Usaha itu sendiri yakni untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia demi stabilisasi perekonomian indonesia. Tindakan ini juga sedikit banyak dapat merugikan konsumen yang tidak lain adalah masyarakat Indonesia. Berdasarkan ilustrasi kasus dan permasalahan seperti yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian normatif mengenai Analisis Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan masalah yang dikaji yaitu apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat efektif dalam membatasi praktek kartel di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah efektif dalam membatasi praktek kartel di Indonesia.

(8)

Manfaat hasil penelitian meliputi :

1. Manfaat Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan di bidang ekonomi bisnis secara khusus, terutama dalam Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam membatasi praktek kartel di Indonesia

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah, bermanfaat memberikan masukan dalam menilai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku saat ini agar disesuaikan dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Saran dan penilaian terhadap isi Peraturan Perundang-undangan tersebut selanjutnya dapat dijadikan masukan apabila akan dilakukan revisi Peraturan Perundang-undangan.

b. Bagi pelaku usaha, sebagai acuan atau pedoman pelaku usaha mikro maupun makro dalam menjalankan usahanya.

c. Bagi penulis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan penelitian ini juga sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

(9)

E. Keaslian Penelitian

Penulisan dengan judul Analisis Efektifitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia dijamin keasliannya dan bukan hasil plagiat dari karya tulis orang lain. Berikut beberapa penelitian yang membahas mengenai hukum persaingan usaha dan praktek kartel:

1. Rifki Putra Kapindo, Nomor Induk Mahasiswa 10380031, Program Studi Ilmu Hukum Islam, Program Kekhususan Hukum Ekonomi, kuliah di Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta, menulis skripsi dengan judul Praktik Kartel Menurut Maqasid Asy-syari’ah (Studi Analisis Pasal 50 huruf b UU Nomor 5 Tahun 199 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat), letak kekhususannya yaitu untuk mengetahui pandangan maqasid asy-syari’ah terhadap perjanjian kartel yang diperbolehkan, yang diatur dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan hasil penelitian pemberian pengecualian yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, salah satunya dalam Pasal 50 huruf b. Dalam pasal tersebut terdapat dua ketentuan, yaitu dalam hal perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan yang berkaitan dengan perjanjian waralaba. Maqasid asy-syari’ah melihat

(10)

kedua ketentuan pengecualian terhadap perjanjian kartel tersebut sebagai upaya untuk mencapai kemaslahatan. Hifz al-‘aql merupakan kemaslahatan yang pertama, dimana kedua hal tersebut dijadikan sebagai suatu hal yang dikecualikan dikarenakan bertujuan untuk terselenggaranya perlindungan atas hasil karya pemikiran seseorang. Pemeliharaan bertujuan untuk memberikan stimulan agar menjadikan seseorang menjadi lebih kreatif dan inovatif. Sehingga pemeliharaan akal tidak lagi sebatas menjaga akal untuk dapat berpikir, namun juga harus dipahami sebagai upaya perlindungan kekayaan atas karya akal itu sendiri. Hifz al-mal, dalam upaya pemeliharaan harta, tidak hanya berorientasi individualistik seperti perlindungan pada harta individu, namun juga harus dipahami dengan jangkauan yang lebih luas yaitu pemeliharaan efisiensi ekonomi secara nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan pengecualian yang berkaitan dengan perlindungan HAKI dan bisnis waralaba dalam perjanjian kartel agar dapat terlindunginya iklim persaingan usaha yang fair sehingga terselenggaranya persaingan usaha yang sehat. Maka konsep pemeliharaan harta ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan mempertahankan bahkan menambah kekayaan nasional.

2. Christina Aryani, Nomor Induk Mahasiswa 1006736476, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Kekhususan Hukum Ekonomi, kuliah di

(11)

Universitas Indonesia, menulis skripsi dengan judul Studi Komparatif

Leniency Program untuk Pembuktian Kartel dalam Antitrust Law di Amerika Serikat dan Antimonopoly Law di Jepang, letak kekhususannya yaitu untuk menjelaskan dan menguraikan pengaturan dan implementasi

leniency program dalam rezim hukum antitrust di Amerika Serikat dan dalam rezim hukum antimonopoly di Jepang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun norma yang ada dalam teori maupun praktik, untuk menjelaskan dan menganalis kemungkinan penerapan

leniency program dalam rezim hukum persaingan usaha di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian kebijakan leniency di Amerika Serikat dan di atur dalam Corporate Leniency Policy dan Leniency Policy for Individuals yang pemberiannya menjadi kewenangan United States Departement of Justice, Antitrust Division (DOJ-AD). Walaupun tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan khusus, pemberian Leniency

di Amerika Serikat sepenuhnya diakui oleh undang-undang maupun oleh institusi pengadilan. Sedangkan Jepang mengatur kebijakan Leniency-nya dalam amandemen Antimonopoly Law yang mulai berlaku tahun 2006. Amerika Serikat hanya mengenal satu jenis leniency berupa amnesti dan pembebasan sanksi pidana, sementara itu di Jepang memberikan pembebasan (imunitas) sanksi administratif bagi pelaku usaha yang merupakan pemohon leniency pertama, selanjutnya pengurangan denda administratif bagi pemohon kedua sampai dengan kelima. Penegakan

(12)

hukum kartel di Amerika Serikat mengacu pada perspektif penanganan hukum pidana, sementara Jepang menekankan pada proses administratif.

3. Fikri Hamdani, Nomor Induk Mahasiswa 0706163956, Program Studi Ilmu Hukum, Program Kekhususan Praktisi Hukum, kuliah di Universitas Indonesia, menulis skripsi dengan judul Upaya Keberatan dan Pemeriksaan Tambahan di dalam Proses Penyelesaian Perkara Persaingan Usaha menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Putusan Perkara Kartel Minyak Goreng Nomor 3/kppu/2010/PN.JKT.PST), letak kekhususannya yaitu untuk menegetahui upaya keberatan atas putusan KPPU, mengetahui mengenai pemeriksaan tambahan oleh KPPU, serta mengetahui proses beracara pengajuan Upaya Hukum Keberatan atas putusan KPPU sebagaimana bentuk dari upaya hukum yang telah diatur secara khusus dalam Perma Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Berdasarkan hasil penelitian bahwa upaya keberatan atas KPPU adalah Upaya Hukum yang dapat dilakaukan oleh pelaku usaha yang tidak menerima putusan yang dijatuhkan oleh KPPU. Pemeriksaan tambahan dilakukan demi jelasnya permasalahan dan hal tersebut dipandang perlu oleh majelis hakim setelah mempelajari putusan dan berkas perkara dari KPPU. Majelis hakim dapat

(13)

memerintahkan termohon keberatan (KPPU) untuk melakukan pemeriksaan tambahan melalui putusan sela, hal tersebut didasarkan pada alasan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Perma Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Penerapan hukum terhadapa upaya keberatan atas putusan KPPU yang diajukan oleh kedua puluh pelaku usaha industri minyak goreng dalam Putusan Nomor 03/KPPU/2010/PN.JKT.PST sudah sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, pengajuan yang dilakukan oleh para pelaku usaha terlapor telah didasarkan pada pengaturan Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU.

F. Batasan Konsep

Batasan konsep sangat diperlukan untuk memberikan batasan dari berbagai pendapat yang ada mengenai Analisis Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persainagan Usaha Tidak Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia.

(14)

Menurut Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur jumlah produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2. Berdasarkan Pengertian Pelaku Usaha

Menurut Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

3. Berdasarkan Pengertian Efektivitas

Menurut Bruggink, efektivitas merupakan keberlakuan. Keberlakuan tersebut dibagi dalam tiga pengertian yakni keberlakuan empiris, keberlakuan normatif dan keberlakuan empiris. Dalam skripsi

(15)

ini, efektivitas yang dimaksud peneliti adalah efektivitas normatif atau keberlakuan normatif suatu peraturan perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peneliti mengambil atau meneliti dari sisi peraturan perundang-undangan atau dari sisi normatif suatu kaidah hukum, apakah peraturan perundang-undangan tersebut dalam penerapan nya sudah efektif atau tidak, kaitannya dengan pembatasan praktek kartel di Indonesia.

4. Berdasarkan Pengertian Analisis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).10

5. Berdasarkan Pengertian Pembatasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pembatasan adalah proses, cara, dan perbuatan membatasi.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, melalui http://kbbi.web.id/analisis, diakses pada tanggal 21 September 2015, pukul 15.17

(16)

Penulisan ini menggunakan jenis Penelitian Hukum Normatif. Penelitian hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.11 Penelitian ini berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia.12 Dalam jenis penelitian hukum ini, dilakukan abstraksi melalui proses deduksi dengan melakukan lima tugas ilmu hukum dogmatik yaitu melalui proses deskripsi, sistematisasi, analisis, interpretasi, dan menilai hukum positif.

2. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum dalam penelitian hukum digunakan untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan persepsi mengenai apa yang seyogyanya.13 Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif sehingga memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah

11 Amirudin dan H.Zainal Asikin,2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta: 118

12

Johnny Ibrahim, 2012, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Malang: 443.

(17)

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 14 Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang berkaitan dengan obyek yang diteliti meliputi:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

4) Peraturan KPPU Nomor 03 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penerapan Pasal 1 Angka 10 Tentang Pasar Bersangkutan.

5) Peraturan KPPU Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara.

6) Peraturan KPPU Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum berupa pendapat hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berkaitan dengan analisis efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

(18)

Sehat terhadap pembatasan praktek monopoli di Indonesia yang diperoleh dari buku, karya ilmiah, artikel hasil penelitian yang berkaitan dengan materi penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan hukum untuk memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan hukum diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mempelajari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku literatur, karya ilmiah, artikel hasil penelitian, dan bentuk karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan Analisis Efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia.

4. Analisis Bahan Hukum

Penelitian hukum dimulai dengan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap kasus-kasus hukum yang konkrit.15 Seluruh bahan hukum yang diperoleh dikumpulkan secara lengkap, selanjutnya disistematisasikan untuk dilakukan analisis. Analisis bahan hukum dilakukan dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

(19)

ditangani.16 Pendekatan perundang-undangan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari dan meneliti kesesuaian antar peraturan perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan isu hukum. Hasil telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi.17

5. Proses Berfikir

Data yang diperoleh dari bahan hukum sekunder dianalisis dengan mendeskripsikan dan memperbandingkan pendapat hukum yang diperoleh dari narasumber dengan bahan hukum primer sehingga berdasarkan analisis tersebut ditarik kesimpulan, dengan mempergunakan metode berpikir deduktif yaitu metode berpikir yang berangkat dari proposisi umum yang kebenarannya telah diakui (diyakini/diasiomatik) yang berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus, dalam hal ini untuk mengetahui, menganalisis dan mengkaji bagaimana efektivitas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Pembatasan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia.

H. Sistematika Skripsi

Dalam penulisan hukum ini, disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

16

Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., 133

(20)

Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Skripsi.

BAB II PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang : Hasil penelitian tentang Analisis Efektivitas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Pembatasan Praktek Kartel di Indonesia.

BAB III PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan. Bab ini juga berisikan beberapa saran berdasarkan persoalan-persoalan hukum yang ditemukan dalam penelitian hukum ini serta diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukan: 1) Adanya pengaruh penguasaan kosakata dan penguasaan kalimat secara bersama-sama terhadap kemampuan menulis narasi; 2)

Jauharoti Alfin, Op.cit, h.4-13.. pesan secara lengkap meskipun belum sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan kata semakin tepat, kalimat-kalimatnya

Pemberian kredit berdasarkan total aset mempunyai pengaruh sebesar 14,9% terhadap kenaikan jumlah pegawai usaha mitra binaan, total aset ≤ Rp 100 juta

Apabila dibandingkan dengan prevalensi anemi ibu hamil pada kontrol intervensi pangan fortifikasi kelompok perlakuan 42,9%, dan kontrol memberikan peningkatan kadar Hb

Perbaikan dalam prioritas yang lebih rendah dapat dilakukan pada titik kepuasan terhadap gaji yang diterima terkait dengan tanggung jawab yang diemban dan

Pertama: matan hadis di atas sama sekali tidak bertentangan dengan Alquran, bahkan di dalam Alquran tidak ditemukan penyebutan aurat laki-laki secara

ASI mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan otak karena gula dan lemak yang dikandungannya. Penelitian perbandingan terhadap bayi yang diberi ASI

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Bagaimana pengaruh produksi, harga