• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Di susun Oleh :

Utari Ragil Sayekti

NIM : 069114050

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Di susun Oleh :

Utari Ragil Sayekti

NIM : 069114050

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

Di antara ciri-ciri kebahagiaan dan kemenangan

seorang hamba adalah :

Bila ilmu pengetahuan nya

bertambah, bertambah pula kerendahan hati dan

kasih sayang nya. Setiap bertambah amal -amal

sholih yang dilakukan, bertambah pula rasa takut

dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah

Allah. Semakin bertambah usianya, semakin

berkurang lah ambisi-ambisi keduniaannya. Ketika

bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan

dan pemberiannya kepada sesama. Jika bertambah

tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah

kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati

kepada mereka.

~Imam Ibnul Qayyim~

”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat

baik bagimu, dan boleh jadi

(pula) kamu me nyukai sesuatu padahal ia amat

buruk bagimu; Allah

(6)

v

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

ALLAH SWT

yang selalu memberikan rachmat dan nafas dalam

kehidupanku sampai saat ini..

Bapak, ibu, kakak-kakakku, saudara kembarku,

keponakanku, sepupuku

Dan segenap keluarga besar yang telah banyak memberikan

dukungan dan nasihat-nasihat

Serta sahabat-sahabatku

Dan kekasihku yang selalu menyediakan waktu untuk

(7)
(8)

vii

PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi Utari Ragil Sayekti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 84 yang terbagi dari 42 mahasiswadan 42 mahasiswi yang memiliki rentang usia 19 sampai 22 tahun yang sedang menempuh kuliah pada semester 7 sampai 9 atau mahasiswa maupun mahasiswi angkatan 2006 dan 2007 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian diungkap dengan menggunakan skala self regulated learning (SRL) dengan teknik likert. Validitas penelitian ini menggunakan validitas isi. Skala SRL memiliki Koefisien reliabilitas sebesar 0.945. Analisis data yang digunakan adalah uji T atau

independent sample t test. Hasil penelitian menunjukkan nilai p = 0.939 sedangkan p > 0.01 atau 0.939 > 0.01, maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam menggunakan kemampuan SRL.

(9)

viii

The Difference of Self Regulated Learning between Male Students and Female Students

Utari Ragil Sayekti

ABSTRACT

The aim of this study was to know the difference of self regulated learning between male and female students. Hyphotesis in this study was there any difference of self regulated learning between male and female students. Subject of this study were 84 students, separated into 42 male and 42 female students. In this study, researcher use purposive sampling technique. Age was 19-22 years old, which was studying at 7-9 semester or at 2006-2007 class of Sanata Dharma University, Yogyakarta. Data of study was showed using self regulated learning scale with likert technique. Validity of this study was content validity. Self regulated learning scale have coefficient of reliability 0,945. Data was analyzed using T-test or independent sample T-test. The result showed t = -0,077 and p = 0,939 where p > 0,01 or 0,939 > 0,01. This meant were no significant difference between male and female students on self regulated learning

(10)
(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

kesempatan yang telah diberikan selama mengerjakan skripsi yang berjudul

“Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa dan Mahasiswi.”

Dengan selesainya skripsi ini berarti saya telah berhasil menyelesaikan satu

tahap dari suatu rangkaian kehidupan yang panjang. Banyak bantuan dan

dukungan yang saya dapatkan selama proses penyelesaian skripsi ini

berlangsung. Atas terciptanya karya sederhana ini, dengan segala kerendahan

hati saya ingin mengucapkan terimakasih yang sangat dalam kepada :

1. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi untuk

segala bimbingan, nasihat, saran, kesabaran, waktu dan dukungan yang

telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.

2. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M. A & Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi.,

M.si. selaku dosen penguji skripsi atas segala masukan dan kritik yang

membangun selama proses pengujian skripsi.

3. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku dosen yang selalu bersedia

menyediakan waktu untuk memberikan beberapa masukan dan bimbingan

kilat.

4. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku dekan yang selalu mendorong

(12)

xi

5. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supraktiknya. selaku dosen pembimbing

akademik selama semester 1 sampai semester 6 untuk pendampingan dan

saran-sarannya.

6. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik untuk

semua saran-sarannya.

7. Semua dosen Fakultas Psikologi, Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah

memberikan pengetahuan dan ilmu yang berharga kepada penulis.

8. Mas Doni, Mas Muji, Mbak Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie yang telah

banyak membantu dan juga menjadi teman bagi para mahasiswa.

9. Seluruh mahasiswa KKN Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

terimakasih atas partisipasi dan bantuannya dalam proses pengumpulan

data.

10. Bapakku tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan serta nasihat

yang sangat berguna.

11. Ibuku tersayang yang selalu memberikan dukungan, kesabaran dan doa

disetiap shalatnya serta selalu menjadi teman berkeluh kesah.

12. Kakak-kakakku, Mas Jarot dan Mbak Yani dengan keponakanku

Anandya yang telah memberikan waktu untuk membantu proses skripsi

dan selalu memberikan canda tawa ditengah kejenuhan.

13. Saudara kembarku Toro, terimakasih atas semua bantuan dan dukungan

(13)

xii

14. Pakde, Bude, Om, Tante serta Sepupu-sepupuku yang memberikan

perhatian dan dukungan untuk penulis agar cepat menyelesaikan skripsi.

15. Sepupuku tersayang Tesa dan teman dekatnya Dia, yang banyak

membantu dalam segala situasi.

16. Asa Mawajekta, yang sampai saat ini masih menjadi seseorang yang

istimewa setelah keluarga yang selalu memberikan perhatian, dukungan

dan kesabaran serta kebersamaan.

17. Dimas selaku teman dan sahabat yang telah banyak membantu dalam

proses pengolahan data.

18. Sahabat-sahabatku tercinta dan tersayang Ayu, Liza, Dita, atas dukungan,

perhatian, kekompakan dan pengertian serta kebersamaan yang telah

diberikan sampai saat ini.

19. Teman-temanku Winda, Endy, Sasa, Ike, Sentya, Pipink atas semua

semangat dan kebaikan hatinya.

20. Christina Natasha (Sasa), atas bimbingannya dan bantuannya dalam

proses penyelesaian skripsi.

21. Teman-teman “Kineta”, Satria, Hayu, Yoga, Timo atas semua dukungan

dan dorongan untuk cepat menyelesaikan skripsi.

22. Mbak uwie yang selalu berbaik hati untuk menawarkan makanan,

minuman dan banyak membantu di rumah.

23. Teman-teman SMA yang selalu memotivasi untuk cepat lulus dan meraih

(14)

xiii

24. Gadih Nova Andarina, yang selalu memberikan dukungan dan setia

menjadi teman yang baik.

25. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

terima kasih untuk semangat kalian.

26. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan teman-teman yang

mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala

bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Yogyakarta, 22 Januari 2011

(15)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………... iii

HALAMAN MOTTO……….………... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi

ABSTRAK……….. vii

ABSTRACT………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………. ix

KATA PENGANTAR………... x

DAFTAR ISI………... xiv

DAFTAR TABEL……….. xviii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xix

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian………... 7

D. Manfaat Penelitian……….... 7

1. Manfaat Teoritis……….. 7

(16)

xv

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 8

A. Pengertian Mahasiswa dan Mahasiswi………. 8

B. Remaja………. 8

1. Pengertian Remaja……….. 8

2. Tugas Perkembangan Remaja………. 9

3. Aspek Perkembangan Remaja………. 11

C. Self Regulated Learning……… 14

1. PengertianSelf Regulated Learning……… 14

2. Aspek-aspekSelf Regulated Learning……… 15

3. Faktor-faktorSelf Regulated Learning……….... 17

D. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dari Segi Anatomi dan Kognitif……. 20

E. PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi…... 24

F. Hipotesis………... 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 31

A. Jenis Penelitian……….. 31

B. Identifikasi Variabel Penelitian………. 31

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 31

D. Subyek Penelitian……….. 33

E. Pelaksanaan Uji Coba Item………... 34

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data……… 34

1. Metode……… 34

(17)

xvi

G. Validitas dan Reabilitas Alat Ukur………... 40

1. Validitas……….. 40

2. Reabilitas………... 41

H. Analisis Data………... 45

1. Normalitas……….. 45

2. Homogenitas……….. 45

3. Uji Hipotesis………... 46

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 47

A. Deskripsi Subyek Penelitian……….. 47

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian………... 48

a. Persiapan Penelitian……… 48

b. Pelaksanaan Penelitian……… 49

C. Deskripsi Data Penelitian……….. 49

D. Hasil Penelitian ……… 50

1. Normalitas………... 51

2. Homogenitas………... 52

3. Uji Hipotesis……… 53

4. Analisis Tambahan……….. 54

(18)

xvii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 61

A. Kesimpulan……… 61

B. Saran……….. 61

DAFTAR PUSTAKA………. 63

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spesifikasi SkalaSRLSebelum Dilakukan Seleksi Item……… 39

Tabel 2. Skor SkalaSRL……… 40

Tabel 3. Tingkat Reabilitas Berdasar Nilai Koefisien Alpha……… 42

Tabel 4. Spesifikasi Item Gugur dariSRLSetelah Seleksi Item ………. 43

Tabel 5. Spesifikasi SkalaSRLSetelah Dilakukan Seleksi Item………. 44

Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian………... 48

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian………... 50

Tabel 8. Uji Normalitas KeseluruhanSRL……… 51

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Uji Coba……… 65

Lampiran 2. Data Uji CobaSelf Regulated Learning………. 71

Lampiran 3. Reliabilitas Uji Coba SkalaSelf Regulated Learning………. 77

Lampiran 4. Kuisioner Penelitian……… 83

Lampiran 5. Data PenelitianSelf Regulated Learning……… 89

Lampiran 6. Deskripsi Data, Normalitas, Homogenitas dan Uji hipotesis………. 95

Lampiran 7. Data Penelitian Aspek Metakognisi……… 98

Lampiran 8. Uji hipotesis Aspek Metakognisi………... 100

Lampiran 9. Data Penelitian Aspek Motivasi………... 101

Lampiran 10. Uji hipotesis Aspek Motivasi………. 105

Lampiran 11. Data Penelitian Aspek Perilaku……….. 106

Lampiran 12. Uji Hipotesis Aspek Perilaku………. 108

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perguruan tinggi berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan

terutama sumber daya manusia yakni mahasiswa. Secara tidak langsung

mahasiswa diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia yang handal

dan mampu menjawab tantangan zaman. Akan tetapi, permasalahan yang

menarik perhatian di dalam dunia pendidikan adalah persoalan hasil prestasi

belajar dan kualitas akademik yang dianggap penting karena dapat menjadi

tolak ukur berhasil atau tidaknya proses belajar. Apabila hasil prestasi belajar

mahasiswa tinggi, maka dapat diasumsikan bahwa kegiatan belajar tersebut

telah berhasil dilakukan dan sebaliknya, apabila hasil prestasi belajar

mahasiswa rendah, maka kegiatan belajar tersebut diasumsikan belum berhasil

(Narulita, 2005).

Gie (dalam Narulita, 2005) menyatakan bahwa mahasiswa hendaknya

melakukan belajar dengan penuh semangat dan menggunakan kesempatan

yang ada dengan sebaik-baiknya, barulah mahasiswa dapat memperoleh

keberhasilan atau kesuksesan dalam menempuh proses belajar di perguruan

tinggi. Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak diantara mahasiswa tidak

memiliki kemampuan belajar yang efektif. Mahasiswa pada umumnya belum

(22)

secara efektif dan mandiri. Kebanyakan mahasiswa melakukan aktivitas

belajar dengan santai, mahasiswa biasanya sibuk belajar ketika menjelang

ujian atau biasa disebut SKS (sistem kebut semalam). Selain itu, mahasiswa

juga biasa menggunakan waktu-waktu kuliah kosong dengan berkumpul dan

mengobrol dengan teman-temannya dan terlihat jarang untuk membaca buku.

Mahasiswa diharapkan mampu untuk menciptakan suasana belajar

yang kondusif agar proses belajar juga mampu berjalan dengan efektif.

Muhibbin (2008) menyatakan bahwa proses belajar dapat berjalan lancar

dengan didukung oleh beberapa faktor yakni faktor internal, faktor eksternal

dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri

mahasiswa itu sendiri seperti keadaan atau kondisi jasmani dan rohani yang

meliputi aspek fisiologis dan psikologis seseorang. Faktor yang kedua adalah

faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar mahasiswa, seperti

lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Faktor berikutnya yang juga

mampu mempengaruhi belajar mahasiswa adalah faktor pendekatan belajar

yaitu segala cara atau strategi yang digunakan mahasiswa dalam menunjang

efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.

Dalam membuat strategi belajar itu didukung oleh faktor internal lain

yakni kemampuan mahasiswa dalam meregulasi dirinya atau biasa disebutself regulated learning (SRL). Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) mengungkapkan bahwa tujuan dari setiap strategi difungsikan untuk untuk

(23)

lingkungan belajar. Strategi belajar sangat diperlukan, Sesuai penjelasan

Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) yang menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalamself regulation maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk.

Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) menjelaskan bahwa self-regulated learning penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulated learning dapat diajarkan, dipelajari dan dikontrol. Self regulated learning mampu mengatur kinerja dan prestasi akademis. Hal ini penting untuk dikaji, mengingat

mahasiswa harus mengatur diri supaya prestasi akademisnya sesuai dengan

yang diharapkan. Zimmerman dan schunk (dalam Ropp, 1998) menyatakan

bahwa self regulated learning merupakan suatu proses pengarahan dan instruksi diri untuk mentransformasikan kemampuan mental menjadi

keterampilan akademik.

Butler & Winne (dalam Narulita, 2005) mengemukakan bahwa

melalui strategi self regulated learning diasumsikan mahasiswa mampu menempuh proses pendidikan dan prestasi akademik dengan optimal,

mahasiswa juga memiliki kemampuan mengorganisasikan diri terhadap

tugas-tugas akademik yang dibebankan secara efektif sebagai upaya untuk

mengoptimalkan performansi akademiknya.

Setiap orang mempunyai cara yang berbeda untuk mengelola kegiatan

belajarnya. Perbedaan itu dapat di lihat dari segi usia, pendidikan maupun

(24)

dan proses belajar seseorang. Sebuah penelitian menyatakan bahwa secara

umum terdapat beberapa perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan

perempuan dalam berbagai hal. Gurian (2011) menjelaskan bahwa ternyata otak laki-laki dan perempuan memang berbeda sehingga mempengaruhi pola belajar dan kerja otak mereka sejak masa kanak-kanak.

Perbedaan itu terdapat pada beberapa bagian otak yaitu Cerebral cortex, Corpus callosum, Gray matter dan White matter, Amygdala dan

Estrogens. Cerebral cortex ini meningkatkan proses kecepatan pada otak perempuan sehingga membantu wanita untuk lebih cepat merespon informasi atau materi yang diperoleh di kelas dan mampu membuat berbagai tugas lebih cepat dibandingkan laki-laki. Gurian juga menyatakan bahwa bagian otak lain yaituCorpus callosummemiliki pengaruh yang besar pada perempuan karena

Corpus callosum menghubungkan hemispheres kanan dan kiri dari otak sehingga otak perempuan lebih cepat dalam memproses informasi diantara dua hemisphere tersebut dan menghubungkan bahasa serta proses emosi dengan efisien dibandingkan laki-laki.

Berbeda dengan Corpus callosum, Gray matter dan White matter

(25)

membuat laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan serta Estrogens

yang membuat perempuan kurang agresif dan kompetitif.

Penelitian lain yang ditulis oleh Bregman & Scott ; Lewin, Davis & Hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya perbedaan bentuk perilaku sosial. Pada beberapa kejadian, menunjukkan bahwa perilaku belajar anak perempuan lebih terencana dan berhati-hati sedangkan anak laki-laki lebih berfokus pada pola perilaku belajar yang bebas dan kurang terkontrol. Selain itu, menurut Bregman & Scott ; Lewin, Davis & Hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) pada umumnya wanita lebih mampu mencapai prestasi dalam bidang akademis dibandingkan laki-laki.

Beberapa penelitian lain mengatakan bahwa dibandingkan laki-laki,

perempuan cenderung lebih baik dalam dalam menangani materi-materi

akademis, memberikan perhatian terhadap pelajaran di kelas, berusaha lebih

keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartisipasi di kelas

(Santrock, 2007). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Zimmerman dan

Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004) melakukan studi tentang

perbedaan strategi self regulated learning pada siswa yang berasal dari sekolah umum dan siswa yang berasal dari sekolah anak berbakat. Dalam

penelitiannya, Zimmerman dan Pons menemukan ada perbedaan antara siswa

(26)

tujuan dan rencana belajar, perempuan juga memonitor dan mengevaluasi

strategi belajarnya.

Sebagai data tambahan, Peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan

singkat mengenai self regulated learning pada beberapa mahasiswa laki-laki dan perempuan. Proses tanya jawab ini dilakukan untuk mengetahui pola

belajar pada laki-laki maupun perempuan dan bagaimana mereka menyikapi

aktivitas belajar yang mereka miliki. Peneliti memberikan lima pertanyaan

yang mewakili aspekself regulated learning.

Pertanyaan yang diberikan merupakan gambaran dari aspek kognisi

yaitu kemampuan subyek dalam merencanakan kegiatan belajarnya. Aspek

lainnya adalah aspek motivasi dan perilaku seperti hal mendasar yang

membuat mereka berusaha optimal dalam belajar dan bagaimana mereka

menciptakan lingkungan belajar agar proses belajar menjadi kondusif.

Hasilnya menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki pola belajar

yang berbeda. Perempuan lebih memiliki pola belajar yang teratur seperti

merencanakan aktivitas belajarnya. Perempuan juga cenderung memiliki

tempat khusus untuk mendukung kondusifitas dari kegiatan belajarnya

dibandingkan laki-laki.

Berangkat dari beberapa perbedaan tersebut dan melihat pentingnya

self regulated learning terhadap proses belajar dan pencapaian hasil prestasi siswa membuat peneliti ingin menambah kajian penelitian baru guna

(27)

dilakukan. Peneliti ingin membuktikan dan mengukur apakah ada perbedaan

self regulated learningantara mahasiswa dan mahasiswi.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self regulated learningantara mahasiswa dan mahasiswi.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritik, penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan. Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan infomasi mengenai perbedaan self regulated learningantara laki-laki dan perempuan.

2. Secara praktis

Bagi mahasiswa, penelitian ini bisa menjadi sebuah informasi agar mahasiswa mengetahui dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan

(28)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Mahasiswa atau Mahasiswi

Susantoro (dalam Rahmawati, 2006) mengatakan bahwa mahasiswa

ataupun mahasiswi adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun

yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap

remaja ke dewasa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini banyak menggunakan

teori tentang remaja, dimana mahasiswa maupun mahasiswi masuk dalam

kategori remaja akhir.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Hurlock (1999) mengatakan istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah Adolsecense, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional,

spasial dan fisik. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa

anak-anak ke masa dewasa, dimulai saat anak-anak secara seksual matang dan

berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja awal

dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu

(29)

Menurut Steinberg (2002) remaja akhir merupakan perlihan antara masa

anak dan masa dewasa yakni antara usia 19-22 tahun. Selain itu, Hall

(dalam Santrock, 2001) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa

yang penuh goncangan (topan dan tekanan) yang ditandai dengan konflik

dan perubahan suasana hati.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis

masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang

yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,

sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 19-22 tahun

yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa

dewasa dimana masa tersebut ditandai dengan adanya konflik dan

perubahan suasana hati.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havinghurst ( dalam Dariyo, 2004 ) menyatakan terdapat

lima tugas perkembangan yang harus dilalui pada seorang remaja, yaitu :

a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis

Diketahui bahwa perubahan fisiologis yang dialami oleh individu,

(30)

kebutuhan dorongan biologis, namun bila dipenuhi hal itu pasti akan

melanggar norma-norma sosial. Padahal dari penampilan fisik, remaja

sudah seperti orang dewasa. Dengan demikian, dirinya dituntun untuk

dapat menyesuaikan diri dengan baik.

b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita

Pergaulan dengan lawan jenis ini adalah suatu hal yang sangat penting,

karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna

memasuki kehidupan pernikahan nanti.

c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang

dewasa lainnya

Ketika sudah menginjak dewasa, individu memiliki hubungan

pergaulan yang lebih luas dibandingkan dengan masa kanak-kanak

sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa individu tidak lagi

bergantung pada orang tua. Bahkan mereka menghabiskan sebagian

besar waktunya untuk bergaul bersama teman-temannya dibandingkan

dengan keluarganya.

d. Remaja bertugas untuk menjadi warga Negara yang bertanggungjawab

Menurut Schaie (dalam Dariyo, 2004), masa tersebut di istilahkan

sebagai masa aquisitif, yaitu masa dimana remaja berusaha untuk

mencari bekal pengetahuan dan keterampilan atau keahlian guna

mewujudkan cita-citanya, agar menjadi seorang ahli yang profesional

(31)

e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis

Melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian agar

dapat bekerja dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat

menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti. Sebab keinginan

terbesar seorang individu (remaja) adalah menjadi orang yang mandiri

dan tak bergantung pada orang tua secara psikis maupun ekonomis.

3. Aspek Perkembangan Remaja

Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang

kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara

kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh dan kualitatif,

misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia

dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada

aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang

dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik secara signifikan membawa perubahan

khususnya pada otak dan keterampilan motorik. Perubahan pada

tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,

pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan

fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh

(32)

yang cirinya adalah kematangan. Adanya perubahan fisik otak

sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan

kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

b. Perkembangan Kepribadian dan Sosial

Perkembangan kepribadian dan sosial juga berperan dalam

perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan

emosi secara unik sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan

dalam berhubungan dengan orang lain.

c. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental

seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam

Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja

terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang

telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk

eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget

menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi

formal (dalam Papalia & Olds, 2001).

Tahap operasi formal adalah suatu tahap dimana seseorang

sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi

terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar

terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal, remaja dapat berpikir

(33)

alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Remaja sudah

mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau

suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa

tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa

yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu

memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya

kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.

Hal yang paling penting adalah berkembangnya kemampuan

kognitif seorang remaja dimana menurut Piaget (dalam Santrock,

2001) remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide

yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga

menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja

mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja

mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu

ide baru. Hal ini pula yang mendorong remaja untuk melakukan tugas

perkembangannya sebagai individu yang mampu membekali dirinya

dengan ilmu dan keterampilan serta mencapai prestasi yang

(34)

C. Self Regulated Learning (SRL)

1. PengertianSelf Regulated Leraning

Menurut Purwanto (2000) Self regulated learning secara harafiah disusun dari dua komponen yaitu self regulated yang berarti mengelola diri dan learning berarti belajar. Self regulated learning sendiri secara keseluruhan dapat diartikan sebagai belajar dengan cara mengelola diri

atau dengan kata lain belajar yang bertumpu pada pengelolaan diri.

Pintrich (dalam Jessie, chang, & Tan, 2004) mengatakan bahwa

Self regulated learning dapat didefinisikan sebagai proses dimana pelajar menggunakan strategi belajar yang berbeda dengan meregulasi kognisi,

motivasi, tingkah laku, dan konteks. Berbeda dengan Pintrich, menurut

Winne (dalam Mujidin, 2008) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara aktif pengalaman belajarnya sendiri

dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.

Zimmerman & Pons (dalam Jessie, chang, & Tan, 2004)

mengemukakan bahwa self regulated learning bukan semacam kemampuan mental atau keterampilan akademik, tetapi semacam proses

pengarahan diri atau instruksi diri dimana pelajar menstranformasikan

kemampuan mental menjadi keterampilan akademik. Selain itu, Menurut

Zimmerman (1989), self regulated learning terdiri atas pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi dan

(35)

Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan

bahwa self regulated learning merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengontrol dirinya secara aktif dalam kegiatan belajar

dengan mengikut sertakan kemampuan kognisi, motivasi dan perilaku.

2. Aspek-aspekSelf regulated learning

Menurut Zimmerman (1989) self regulated learning mencakup tiga aspek yaitu :

a. Kognisi

Kognisi adalah kemampuan individu dalam merencanakan,

mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri serta

memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajarnya.

b. Motivasi

Motivasi dalam self regulated learning ini merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar.

Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan

berkaitan erat dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap

(36)

c. Perilaku

Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi,

dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang

mendukung aktivitas belajar.

Sesuai aspek di atas, selanjutnya (Wolters dkk, 2003) menjelaskan

secara rinci penerapan strategi dalam setiap aspek self-regulated learning

sebagai berikut. Pertama, strategi untuk mengontrol atau meregulasi

kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan metakognitif yang

mengharuskan individu terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah

kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization) dapat digunakan individu untuk mengontrol kognisi dan proses belajarnya.

Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi melibatkan aktivitas

yang penuh tujuan dalam memulai, mengatur atau menambah kemauan

untuk memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan

aktivitas tertentu atau sesuai tujuan. Regulasi motivasi adalah semua

pemikiran, tindakan atau perilaku dimana siswa berusaha mempengaruhi

pilihan, usaha, dan ketekunan tugas akademisnya. Regulasi motivasi

(37)

Ketiga, strategi untuk meregulasi perilaku merupakan usaha

individu untuk mengontrol sendiri perilaku yang nampak. Sesuai

penjelasan Bandura (dalam Zimmerman, 1989) bahwa perilaku adalah

aspek dari pribadi (person), walaupun bukan “self” internal yang direpresentasikan oleh kognisi, motivasi dan afeksi. Meskipun begitu,

individu dapat melakukan observasi, memonitor, dan berusaha mengontrol

dan meregulasinya dan seperti pada umumnya aktivitas tersebut dapat

dianggap sebagai self-regulatorybagi individu. Regulasi perilaku meliputi regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/ study environment),dan pencarian bantuan (help-seeking).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukanself regulated learning

Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 1989) memaparkan

dari perspektif sosial-kognitif, bahwa keberadaan self-regulated learning

ditentukan oleh tiga wilayah yakni wilayah person, wilayah perilaku, dan wilayah lingkungan :

a. Faktor pribadi (Person). Persepsi self-efficacy siswa tergantung pada masing-masing empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang:

(38)

(conditional knowledge). Pengetahuan prosedural mengarah pada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan

pengetahuan bersyarat merujuk pada pengetahuan kapan dan mengapa

strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self-regulated learning

tidak hanya tergantung pada pengetahuan siswa, melainkan juga poses

metakognitif pada pengambilan keputusan dan performa yang

dihasilkan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan atau analisis

tugas yang berfungsi mengarahkan usaha pengontrolan belajar dan

mempengaruhi timbal balik dari usaha tersebut. Pengambilan

keputusan metakognitif tergantung juga pada tujuan (goals) jangka panjang siswa untuk belajar. Tujuan dan pemakaian proses kontrol

metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self-efficacy dan afeksi (affect).

b. Faktor perilaku (Behavior), faktor perilaku mengacu pada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Semakin besar dan

optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur dan

(39)

a) Self-observation, yaitu berkaitan dengan respon individu, yaitu tahap individu melihat ke dalam dirinya dan performansinya

b) Self-judgmentmerupakan tahap individu membandingkan informasi standar yang telah dilakukannya dengan standar atau tujuan yang

sudah dibuat dan ditetapkan individu. Melalui upaya

membandingkan performansi dengan standar atau tujuan yang

ditetapkan, individu dapat melakukan evaluasi atas performansi

yang telah dilakukan dengan mengetahui letak kelemahan atau

kekurangan performansinya.

c) Self-reaction merupakan tahap yang mencakup proses individu dalam menyesuaikan diri dan rencana untuk mencapai tujuan atau

standar yang telah dibuat dan ditetapkan.

c. Faktor lingkungan (Environment). Setiap gambaran faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor pribadi dan

perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi

digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan lingkungan

belajar dengan segera. Individu diperkirakan memahami dampak

lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara

mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang

bervariasi. Individu yang menerapkan self regulation biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan

(40)

D. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dilihat dari Segi Anatomi otak dan Kognitif

Gurian (2011) berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan memiliki

pola belajar yang bertolak belakang. Hal ini dikarenakan secara fisik, anatomi

otak perempuan dan laki-laki memang berbeda. Beberapa bagian otak yang

disebutkan oleh Gurian antara lain Cerebral cortex, Corpus callosum, Gray

matterdan White matter, AmygdaladanEstrogens. Berikut penjelasannya : 1. Cerebral cortex, mengandung neuron-neuron yang mendukung fungsi

memori dan intelektual yang tinggi. Otak perempuan cenderung lebih

menghubungkan antara neuron-neuron dan meningkatkan darah di area

ini. Hal ini berdampak pada meningkatnya kecepatan proses pada otak

perempuan yang membantu perempuan dalam merespon informasi lebih

cepat ketika berada di kelas dibandingkan laki-laki.

2. Corpus callosum,bagian ini menghubungkan kanan dan kirihemispheres

dalam otak. Memiliki kecenderungan menjadi padat pada otak wanita,

mengandung lebih banyak syaraf yang menghubungkan antar

hemispheres. Hal ini mempengaruhi otak perempuan memproses informasi lebih cepat diantara dua hemispheres, menghubungkan pusat proses emosi dan berbahasa dengan lebih efisien.

3. Gray matter and White matter,Otak pada dasarnya terbentuk terdiri dari dua jenis jaringan yakni jaringan abu-abu dan jaringan putih. Laki-laki

(41)

perempuan lebih menggunakan jaringan putih saat berpikir. Dalam otak

manusia, zat abu-abu bertugas sebagai pusat penyampaian informasi.

Sedangkan zat putih berkerja sebagai jaringan dari pusat informasi

tersebut. Hal ini yang mengarahkan pada pembagian tugas pada anak

laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki-laki-laki lebih fokus pada tugas yang bermain

logika dan fokusnya terbatas seperti matematika, sedangkan perempuan

lebih baik dalam mengintegrasikan dan menyampurkan berbagai macam

informasi yang didistribusikan jaringan abu-abu dalam otak, seperti

kemampuan berbahasa.

4. Amygdala, bagian dari sistem limbik yang meliputi proses emosi khususnya rasa marah dan takut. Bagian otak ini cenderung lebih besar

berpengaruh pada laki-laki yang membuat laki-laki menjadi lebih agresif.

Hal ini berpengaruh pada laki-laki ketika di kelas yaitu suka membuat

keributan sehingga laki-laki butuh perhatian yang lebih dari para pengajar.

5. Estrogens, bagian ini lebih besar dialami oleh perempuan. Hal ini berpengaruh pada rendahnya agresi dan kompetitif. Sedangkan laki-laki

memiliki bagian otak yang disebut testosterone yang berindikasi sebaliknya dari perempuan.

Gurian (2001) juga mengatakan bahwa beberapa pengaruh perbedaan

otak menyebabkan beberapa indikasi yang terjadi pada laki-laki yang

(42)

1. Laki-laki lebih mudah atau cepat bosan ketika melakukan sesuatu

dibandingkan perempuan

2. Laki-laki memiliki sifat impulsif atau lebih sering melakukan sesuatu

tanpa berpikir panjang

3. Laki-laki kurang mampu menjadi pendengar yang baik dibandingkan

perempuan

4. Laki-laki juga kurang tekun dan teliti dalam memenuhi tugasnya

sedangkan perempuan lebih teliti dan tekun.

Penelitian lain tentang pengasuhan, orientasi tujuan, perilaku di kelas

dan kesuksesan di sekolah pada masa remaja awal yang ditulis oleh Bregman

& Scott ; Lewin, Davis & hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003)

menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya perbedaan

perilaku belajar yakni :

1. Perempuan memiliki pola belajar yang terencana dan berhati-hati

sedangkan laki-laki lebih pada pola belajar yang bebas dan tidak

terencana.

2. Dengan pola belajar yang terencana, perempuan lebih mampu

(43)

Dalam sebuah studi nasional lain yang dilakukan baru-baru ini

tentang perbedaan laki-laki dan perempuan terkait kemampuan kognitif

menunjukkan bahwa (Santrock, 2007) :

1. Perempuan memperlihatkan prestasi membaca dan menulis yang

lebih baik dibandingkan laki-laki. Akan tetapi,laki-laki juga mampu

menunjukkan performa belajar yang cukup tinggi. Perbedaan ini

cenderung meningkat seiring meningkatnya mereka kejenjang kelas

yang lebih tinggi (Coley dalam Santrock, 2007).

2. Dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung lebih baik dalam

menangani materi-materi akademis, berusaha lebih keras dalam

menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartisipasi dikelas

(Dezolt & Hull dalam Santrock, 2007).

3. Dibandingkan perempuan, laki-laki cenderung lebih sering

memperoleh ranking rendah dan tinggal kelas. Namun dibanding

laki-laki, perempuan cenderung kurang yakin bahwa mereka akan

berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas kampus (Dezolt & Hull

dalam Santrock, 2007).

Zimmerman dan Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004)

melakukan studi tentang perbedaan strategiself regulated learningpada siswa yang berasal dari sekolah umum dan siswa yang berasal dari sekolah anak

berbakat. Dalam penelitiannya, Zimmerman dan Pons menemukan ada

(44)

self regulated learning, yakni dibandingkan laki-laki, perempuan lebih menunjukkan adanya tujuan dan rencana belajar, perempuan juga memonitor

dan mengevaluasi strategi belajarnya.

Giddens (dalam Martono dkk, 2006) menyatakan bahwa perempuan

seringkali lebih baik dalam melakukan organisasi dan memiliki motivasi yang

lebih tinggi daripada laki-laki. Mitsos dan Browne (dalam Martono dkk,

2006) menjelaskan bahwa perempuan memiliki tingkat prestasi belajar yang

lebih baik daripada laki-laki. Menurut mereka perempuan lebih termotivasi

dan bekerja lebih rajin daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan

sekolah.

E. PerbedaanSelf regulated learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi

Mahasiswa maupun mahasiswi memiliki cara yang berbeda untuk

menyikapi kegiatan belajarnya. Hal ini didukung oleh beberapa fakta dan

penelitian yang menunjukan bahwa perbedaan itu dapat terlihat berdasarkan

jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut terkait dengan

sistem anatomi otak yang ada pada laki-laki dan juga perempuan, selain itu

perbedaan itu dapat dilihat dari segi kognitif sehingga banyak hal yang

membedakan kedua jenis kelamin tersebut khususnya dalam hal belajar atau

dalam bidang akademis.

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa otak laki-laki dan otak

(45)

sebagai mahasiswi. Menurut Gurian (2011), mahasiswa memiliki beberapa

keunggulan dan juga kelemahan dalam belajar. Beberapa bagian otak dari

mahasiswa membuat mereka tampak lebih unggul ketika di kelas

dibandingkan mahasiswi. Bagian otaktestosterone,gray matterdanamygdala

merupakan bagian yang menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki hal yang

dominan dibandingkan mahasiswi. bagian-bagian tersebut memberikan

pengaruh pada mahasiswa ketika di kelas antara lain, mahasiswa menjadi

lebih agresif dan kompetitif di kelas. Mahasiswa mampu menunjukan

keyakinan dan kemampuannya dalam bersaing di kelas. Mahasiswa mampu

menunjukkan performa belajar yang tinggi ketika dikelas. Mahasiswa

memiliki keyakinan akan prestasi yang mampu mereka peroleh dibandingkan

mahasiswi.

Gurian (2011) mengatakan bahwa mahasiswa sebagai laki-laki juga

memiliki kemampuan yang lebih unggul daripada mahasiswi terutama dalam

bidang eksakta atau pelajaran yang memiliki fokus terbatas. Oleh karena itu,

mahasiswa gemar mengerjakan tugas atau pelajaran seperti matematika atau

IPA. Akan tetapi, mahasiswa juga memiliki kelemahan yang akhirnya

berpengaruh pada pola belajar mereka di kelas. Sifat agresif pada mahasiswa

membuat mahasiswa menjadi mudah bosan dan mahasiswa suka membuat

keributan di kelas. Mahasiswa juga kurang bisa menjadi pendengar yang baik

dan memiliki sifat impulsif, yakni mahasiswa bertindak atau mengerjakan

(46)

belajar yang kurang terencana atau pola belajar yang bebas. Mahasiswa

kurang memiliki rencana pada tugas-tugas yang akan dijalaninya. Selain itu

mahasiswa juga kurang teliti dan tekun dalam memehuni tugas-tugasnya.

Pola belajar tersebut menunjukkan beberapa indikasi yang dapat

digolongkan secara kognisi, motivasi dan perilaku. Secara kognisi mahasiswa

kurang mampu dalam merencanakan, mengorganisasikan dan mengatur

aktivitas belajarnya. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan

Zimmerman dan Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004) yang

mengatakan bahwa mahasiswa kurang memiliki rencana dan tujuan dalam

belajar serta belum melakukan evaluasi dan monitor pada aktivitas belajarnya

tersebut. Selain itu, mahasiswa juga kurang mampu menangani tugas-tugas

akademisnya dan kurang aktif berpartisipasi di kelas (Dezolt & Hull dalam

Santrock, 2007).

Secara motivasi, mahasiswa dikatakan cukup memiliki keyakinan diri

untuk bisa bersaing dalam belajar. Hal tersebut didukung oleh salah satu sifat

mahasiswa yang kompetitif, mahasiswa pun mampu menunjukkan performa

yang cukup tinggi dibandingkan mahasiswi. Secara perilaku, mahasiswa

kurang mampu untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif karena

mahasiswa masih kurang mampu mengatur aktivitas belajarnya (Gurian,

2011). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mahasiswa masih belum

(47)

Berbeda dengan mahasiswa, beberapa penelitian di atas menjelaskan

secara rinci bahwa mahasiswi banyak memiliki keunggulan dibandingkan

mahasiswa. Berdasarkan anatomi otak, Bagian otak cerebral cortex, corpus callosum dan white matter, berpengaruh pada kemampuan mahasiswi yang unggul dalam hal berbahasa dan mengintegrasikan informasi dengan cepat

serta efisien (Gurian, 2011). Mahasiswi juga memperlihatkan prestasi

membaca dan menulis yang lebih baik dibanding mahasiswa. Selain itu, pola

belajar mahasiswi yang terencana dan terkontrol dan berhati-hati membuat

mahasiswi terlihat lebih tekun dan teliti dalam memenuhi tugas-tugasnya.

Mahasiswi juga memiliki kelemahan yaitu rendahnya agresifitas dan

rasa kompetitif, dimana kedua hal tersebut digerakkan oleh bagian otak

amygdala dantestosterone. Perempuan menunjukkan sikap yang lebih tenang saat belajar dan kurang memiliki keyakinan akan persaingan dalam belajar.

Hal ini diduga mempengaruhi perempuan yang cenderung kurang yakin akan

keberhasilan yang bisa mereka capai dalam menyelesaikan tugas-tugasnya

(Dezolt & Hull dalam Santrock, 2007). Akan tetapi, mahasiswi tetap berusaha

keras menangani materi-materi akademis dan berusaha lebih keras untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya.

Keseluruhan pola tersebut mendeskripsikan bahwa secara kognisi,

mahasiswi mampu merencanakan, mengontrol, mengorganisasikan dan

memonitor aktivitas belajarnya. Hal ini terlihat dari adanya tujuan dan rencana

(48)

semua aktivitas kegiatan belajarnya (Zimmerman dan Pons dalam dalam

Jessie, Chang, & Tan, 2004). Mahasiswi juga dikatakan lebih baik dalam

melakukan organisasi ketika belajar. Secara motivasi, mahasiswi dilihat

kurang memiliki keyakinan untuk keberhasilan dalam kegiatan belajarnya.

Akan tetapi, menurut Bregman & Scott ; Lewin, Davis & hops (dalam de

Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) pola belajar mahasiswi yang terencana

mampu membuat mahasiswi mencapai prestasi akademis yang maksimal.

Selain itu, mahasiswi lebih memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar,

mahasiswi juga rajin dan bekerja keras untuk mngerjakan tugas atau pekerjaan

sekolahnya.

Berdasarkan karakteristik tersebut, mahasiswi digolongkan memiliki

kemampuan self regulated learning yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa. Keseluruhan pemamparan tersebut dapat disimpulkan bahwa

perbedaan self regulated learning cukup memberikan kontribusi terhadap hasil belajar atau prestasi akademis mahasiswa maupun mahasiswi. Adapun

(49)

Mempengaruhi sifat dan pola belajar mahasiswa dan mahasiswi

Dalam penggunaanself regulated learning

Perempuan memiliki kemampuanself regulated learningyang lebih tinggi dibandingkan laki-laki

Berdasarkan Perbedaan Anatomi otak Laki-laki dan Perempuan

Cerebral cortexCorpus callosum

Gray matterdan White matterAmygdala

Estrogens

Laki-laki :

Lebih agresif dan kompetitif Impulsif

Mudah bosan

Kurang tekun dan teliti dalam mengerjakan tugas

Perempuan :

Kurang agresif dan kompetitif Tidak impulsif

Teliti dan tekun dalam memenuhi tugas

Tidak mudah bosan

Laki-laki :

 Kurang memiliki rencana dan pengontrolan pada aktivitas belajar

 Kurang memiliki motivasi pada kegiatan belajarnya

 Belum memonitor dan

mengevaluasi strategi belajar

Perempuan :

 Memiliki rencana dan control terhadap aktivitas belajarnya

 Memiliki organisasi dan motivasi

 Mampu mengevaluasi dan memonitor kegiatan belajarnya

 Bekerja lebih rajin

(50)

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

(51)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian inferensial

kuantitatif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi di Universitas Sanata Dharma.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas : Jenis kelamin

Variabel tergantung : Self regulated learning

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel jenis kelamin dan self regulated learning:

1. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah ciri fisik yang dimiliki seseorang yang akan

mengelompokkan individu dalam kelompok laki-laki atau perempuan.

Pengelompokan jenis kelamin diperoleh dari identitas subyek penelitian

(52)

2. Self regulated learning

Self regulated learningmerupakan kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengontrol dirinya secara aktif dalam kegiatan belajar dengan

mengikutsertakan kemampuan kognisi, motivasi dan perilaku.

Menurut Schunk & Zimmerman (dalam Mujidin, 2008) self regulated learningmemeiliki tiga aspek yaitu:

a. Kognisi

Metakognisi yaitu kemampuan individu dalam merencanakan,

mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri serta

memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajarnya.

b. Motivasi

Motivasi dalam self regulated learning ini merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar.

c. Perilaku

Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi,

dan memanfaatkan linhkungan maupun menciptakan lingkungan yang

mendukung aktivitas belajar.

Self regulated learning ini diukur dengan menggunakan skala

(53)

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang

memiliki data mengenai variabel yang diteliti. Subyek penelitian pada

dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2005).

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi di Universitas

Sanata Dharma. Alasan pemilihan Universitas Sanata Dharma, secara teoritis

Sanata Dharma merupakan salah satu Universitas yang memiliki jadwal studi

yang tepat waktu atau relatif cepat. Teknik pengambilan subyek menggunakan

metode purposive sampling yaitu mengambil subyek dengan kriteria tertentu (Winarsunu, 2002). Adapun kriteria pemilihan subyek dalam penelitian ini

berdasarkan usia dan tingkat pendidikan :

1. Subyek adalah individu dengan usia 19 sampai 22 tahun karena peneliti

berasumsi bahwa usia tersebut berada pada usia remaja akhir menuju

dewasa, mahasiswa maupun mahasiswi sudah mampu beradaptasi dengan

kondisi perkuliahan dan memiliki kestabilan dan kemandirian dalam

menyikapi aktivitas belajar di perguruan tinggi yang sangat berbeda

dengan sekolah menengah.

2. Menempuh kuliah pada semester 6 sampai 9, karena pada semester ini

mahasiswa dan mahasiswi memiliki jadwal kuliah atau beban SKS yang

cukup padat sehingga dapat diasumsikan bahwa mahasiswa dan

mahasiswi pada semester tersebut sudah mampu beradaptasi dengan

(54)

prestasi yang baik dan telah mengetahui tentang cara-cara atau strategi

belajar diperguruan tinggi.

E. Pelaksanaan Uji Coba Item

Uji coba item dilakukan pada akhir bulan Juni. Skala yang diberikan

adalah skala self regulated learning yang berisi 77 item dan diperbanyak menjadi 60 eksemplar. Skala diberikan pada mahasiwa yang masih aktif atau

masih terdaftar di Universitas Sanata Dharma yang bersal dari berbagai

Fakultas. Proses uji coba item berlangsung selama 2 hari, dari 60 eksemplar

hanya 54 yang memenuhi syarat untuk selanjutnya diikut sertakan dalam

proses seleksi item.

F. Metode dan Alat pengumpulan Data

1. Metode

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah alat ukur yang berupa pengisian skala psikologis. Skala psikologis

merupakan alat ukur psikologis yang stimulusnya berupa pernyataan atau

pertanyaan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur,

melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan

(55)

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala Likert. Skala ini hanya menggunakan empat alternatif pilihan

jawaban yakni Tidak Pernah (TP), Jarang (JR), Sering (S), dan Sangat

Sering (SS). Peneliti hnya menggunakan empat pilihan jawaban dengan

tujuan agar responden tidak berkecenderungan untuk memilih jawaban

antara atau jawaban yang berada di tengah-tengah. Selain itu, menurut

Azwar (1999) alternatif pilihan jawaban tengah yakni Kadang-kadang (K)

diwujudkan sebagai N (netral) atau “tidak menentukan pendapat”. Skala

dalam penelitian disusun oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek

self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (1989) yaitu aspek kognisi, motivasi, dan perilaku. Pada penelitian yang dilakukan,

skalaself-regulated learningyang digunakan telah mengadaptasi dari skala yang dikembangkan Wolters dkk. (2003) dengan blue print sebagai berikut:

a. Strategi meregulasi kognisi yang meliputi rehearsal, elaborasi,

organisasi, regulasi metakognisi.

a) Strategi pengulangan (rehearsal) termasuk usaha untuk mengingat materi dengan cara mengulang terus-menerus.

(56)

c) Strategi organisasi (organization) termasuk ”deep process” dalam melalui penggunaan taktik mencatat, menggambar diagram atau

bagan untuk mengorganisasi materi pelajaran.

d) Strategi meregulasi metakognitif (metacognition regulation) melibatkan perencanaan, monitoring dan strategi meregulasi belajar

seperti, menentukan tujuan dari kegiatan membaca atau membuat

perubahan supaya tugas yang dikerjakan mengalami kemajuan.

b. Strategi meregulasi motivasi melibatkan mastery self-talk, extrinsic selftalk, relative ability self-talk, peningkatan yang relevan (relevance enhancement), peningkatan minat yang situasional (situational interest enhancement), pemberian konsekuensi diri (self-consequating) dan

penyusunan lingkungan (environment structuring).

a) Mastery self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada tujuan seperti, memuaskan keingintahuan,

menjadi lebih kompeten atau meningkatkan perasaan otonomi.

b) Extrinsic self-talk adalah ketika siswa dihadapkan pada kondisi untuk menyudahi proses belajar, siswa akan berpikir untuk

memperoleh prestasi yang lebih tinggi atau berusaha sebaik

mungkin di kelas sebagai cara meyakinkan diri untuk terus

melanjutkan kegiatan belajar.

(57)

diwujudkan dengan cara melakukan usaha yang lebih baik

daripada orang lain supaya tetap berusaha keras.

d) Strategi peningkatan yang relevan (relevance enhancement) melibatkan usaha siswa meningkatkan keterhubungan atau

keberartian tugas dengan kehidupan atau minat personal yang

dimiliki.

e) Strategi peningkatan minat situasional (situasional interest enhancement) menggambarkan aktivitas siswa ketika berusaha meningkatkan motivasi intrinsik dalam mengerjakan tugas melalui

salah satu situasi atau minat pribadi.

f) Self-consequating adalah menentukan dan menyediakan konsekuensi intrinsik supaya konsisten dalam aktivitas belajar.

Siswa menggunakanrewarddanpunishmentsecara verbal sebagai wujud konsekuensi.

g) Strategi penyusunan lingkungan (environment structuring) mengindikasikan siswa berusaha berkonsentrasi penuh untuk

mengurangi gangguan di sekitar tempat belajar dan mengatur

kesiapan fisik dan mental untuk menyelesaikan tugas akademis.

(58)

a) Effort regulationadalah meregulasi usaha.

b) Time/study environment adalah siswa mengatur waktu dan tempat dengan membuat jadwal belajar untuk mempermudah proses

belajar.

c) Help-seeking adalah mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya, guru, dan orang dewasa.

(59)

Tabel 1

Tabel Spesifikasi SkalaSelf regulated learningsebelum dilakukan Uji Coba atau Seleksi Item

No. Aspek Favorabel Unfavorabel Total

1. Kognitif

a. Strategi Mengulang b. Eksploratif Strategi c. Strategi

Mengorganisasi d. Regulasi diri secara

Metakognitif

e. Kondisi dari luar

yang dapat b. Regulasi waktu dan

(60)

Skala self regulated learning tersebut terdiri dari pernyataan yang

favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban, yaitu: sangat sering (SS), sering (S), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Pemberian skor

skala self regulated learningdimulai dari angka 1 sampai 4 untuk item yang

favorable. Sedangkan untuk item yang unfavorable, pemberian skor dimulai dari angka 4 sampai 1. Di bawah ini adalah tabel 2 yaitu tabel pemberian skor

skalaself regulated learning:

Tabel 2

Pemberian Skor Skalaself regulated learning

Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat sering 4 1

Sering 3 2

Jarang 2 3

Tidak pernah 1 4

(Azwar, 1999)

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena

(61)

melakukan fungsi ukurnya. Ukuran itu harus memenuhi beberapa kriteria

yakni: 1). seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan jitu

gejala-gejala atau bagian gejala-gejala yang akan diukur. 2). seberapa jauh alat ukur

dapat mengungkap keadaaan gejala-gejala atau bagian gejala-gejala dengan

teliti. Pada penelitian ini, validitas yang diuji adalah validitas isi. Uji

validitas isi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana isi dalam penelitian

ini dapat mengukur apa yang akan diukur (Azwar, 2000). Peneliti

menerapkan profesional judgement untuk mempertanggung jawabkan validitas alat ukur tersebut dengan cara membuat item-item sesuai dengan

blue print yang sekiranya memuat keseluruhan cakupan isi yang hendak diukur dan memberikan item-item skala pengukuran kepada dosen

pembimbing, kemudian diseleksi kembali hingga layak untuk digunakan.

2. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur

yang mengandung kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel

akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor

yang terjadi antar individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan)

daripada faktor yang sesungguhnya (Azwar, 2000). Uji reliabilitas

dilakukan untuk mengukur keajegan hasil pengukuran. Dengan kata lain,

(62)

memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran kembali

dengan alat ukur yang sama.

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang

angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. Semakin koefisien reliabilitas

mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin

mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2000).

Di bawah ini disajikan tabel 3 nilai koefisien berdasarkan nilai alpha yang

dikelompokkan menjadi lima kelas:

Tabel 3

Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Koefisien Alpha

Koefisien Alpha Tingkat Reliabilitas

0,800 - 1,00 Sangat tinggi

0,600 - 0,799 Tinggi

0,400 - 0,599 Cukup

0,200 - 0,399 Rendah

kurang dari 0,200 Sangat rendah

(Jogiyanto, 2008)

Hasil analisis pada 77 item menggunakan analisis Cronbach’s

Alpha yaitu item dinyatakan gugur apabila nilai item total > 0.945.

(63)

dan item yang gugur sebanyak 4 item. Hasil uji coba skala self regulated learningdapat dilihat dari tabel 4 di bawah.

Tabel 4

Tabel Spesifikasi Item Gugur dari SkalaSelf Regulated Learningsetelah dilakukan uji coba

Aspek Butir Favorable Butir Unfavorable

Baik Gugur Baik Gugur

Kognitif

a. Strategi Mengulang

b. Eksploratif Strategi

c. Strategi Mengorganisasi d. Regulasi diri secara

Metakognitif

e. Kondisi dari luar yang dapat memotivasi diri b. Regulasi waktu dan

(64)

Tabel 5

Tabel Spesifikasi SkalaSelf regulated learningsetelah dilakukan Uji Coba atau Seleksi Item

No. Aspek Favorabel Unfavorabel Total

1. Kognitif

b. Strategi Mengulang c. Eksploratif Strategi d. Strategi

Mengorganisasi

e. Regulasi diri secara Metakognitif

e. Kondisi dari luar yang dapat memotivasi diri b. Regulasi waktu dan

lingkungan belajar c. Keinginan secara umum

(65)

H. Analisis Data

1. Normalitas

Uji normalitas diperlukan agar dapat diketahui apakah sebaran

untuk suatu variabel yang diteliti normal atau tidak. Karena hal ini sangat

terkait dengan jenis statistik yang akan digunakan, parametrik atau

non-parametrik. Pengujian normalitas mempergunakan Kolmogorof-Smirnov

(K-S) dua ekor. Kriteria yang digunakan : p > 0,05 maka sebaran item

dikatakan normal.

2. Homogenitas

Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari

sampel yang akan diuji tersebut sama. Cara melihat homogenitas yaitu

dengan melihat nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya lebih

besar dari 0,05 (p > 0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varian

yang sama. Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya kurang dari 0,05

(p < 0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varian yang tidak

(66)

3. Uji Hipotesis

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuatitatif, karena itu

untuk menganalisis data digunakan uji statistika yang mengukur hipotesis.

Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji-t (Independent Sample t-test) Untuk memudahkan penghitungan, analisis uji-t pada penelitian ini

(67)

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang

memiliki data mengenai variabel yang diteliti. Subyek penelitian pada

dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2005).

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi di Universitas

Sanata Dharma dari beberapa Fakultas.

Teknik pengambilan subyek menggunakan metodepurposive sampling

yaitu mengambil subyek dengan kriteria tertentu (Winarsunu, 2002). Adapun kriteria pemilihan subyek dalam penelitian ini berdasarkan usia dan tingkat

pendidikan. Subyek adalah individu dengan usia 19 sampai 22 tahun yang

sedang menempuh kuliah pada semester 6 sampai 9. Subjek pada semester

tersebut mayoritas sedang menempuh mata Kuliah Kerja Nyata (KKN)

sehingga peneliti mengambil data penelitian di lokasi mahasiswa dan

mahasiswi yang sedang melaksanakan kegiatan KKN yaitu di Kabupaten

Bantul, Yogyakarta. Subjek yang diteliti berjumlah 84 orang dengan rincian

42 mahasiswa dan 42 mahasiswi. Berikut merupakan gambaran umum tentang

(68)

Tabel 6

Deskripsi Subjek Penelitian Karakteristik

Jenis kelamin Usia Semester Fakultas

Laki-laki = 42

B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini

meliputi persiapan administrasi, persiapan peneliti untuk mencari

informasi subjek. Persiapan administrasi berupa permohonan ijin untuk

pengambilan data. Permohonan ijin diperoleh dari subjek yang

bersangkutan. Subjek dipilih sesuai dengan kriteria yang telah dibuat

(69)

dilakukan bertepatan dengan adanya program kuliah kerja nyata (KKN)

yang dilakukan oleh sebagian mahasiswa dan mahasiswi sehingga peneliti

melakukan penelitian dibeberapa Dusun yang ada di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Dalam hal ini Peneliti berupaya untuk mengetahui jadwal

kegiatan program kerja dan lokasi KKN mahasiswa USD serta meminta

izin untuk proses pengambilan data di lokasi KKN. Peneliti meminta izin

secara langsung kepada subjek yang bersangkutan, sehingga penelitian

dapat dilakukan sesuai dengan kondisi subjek.

2. Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada akhir Juli 2010 dengan memberikan

skala self regulated learning pada subyek penelitian sebanyak 84 eksemplar yang berisi 73 pernyataan dan diinstruksikan secara individual

yakni peneliti membagikan dan menjelaskan skala kepada masing-masing

subjek. Setelah pengambilan data, data yang diperoleh diperiksa

kelengkapannya untuk melihat apakah data telah memenuhi syarat.

Semua skala memenuhi kriteria sehingga semua skala dapat

diikutsertakan dalam analisis data.

C. Deskripsi Data Penelitian

(70)

Tabel 7

Deskripsi Data Penelitian

Variable Hipotetik SD Empirik SD

Xmax Xmin Mean Xmax Xmin Mean

SRL 292 73 182,5 36.5 273 132 201.62 25.444

Rerata Hipotetik dan Empiris SkalaSelf Regulated Learning

Respon jawaban terendah dan tertinggi dalam skala self regulated learning secara berurutan adalah 1 dan 4, dengan jumlah item sebanyak 73. Kemungkinan skor tetinggi adalah 292, dengan rerata hipotetik

sebesar µ=182,5 dan satuan deviasi α=203,652. Data hasil penelitian

menunjukkan bahwa skor terendah skala self regulated learning adalah sebesar 132 dan tertinggi sebesar 273, dengan rerata empirik M=201,62.

Data tersebut menunjukkan bahwa rerata empirik lebih besar daripada

rerata hipotetik.

D. Hasil Penelitian

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi

yang meliputi uji normalitas dan homogenitas. Uji asumsi ini dilakukan untuk

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Skala SRL Sebelum Dilakukan Seleksi Item………………… 39
Tabel Spesifikasi SkalaTabel 1 Self regulated learning sebelum dilakukan Uji
Pemberian Skor SkalaTabel 2 self regulated learning
Tabel 3Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Koefisien Alpha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini dengan demikian adalah deskriptif-kuantitatif yang bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai kecenderungan

Dengan memberikan pelayanan yang baik, maka perusahaan tidak akan mengalami kerugian yang besar sejauh pelanggan masih nyaman dan senang menggunakan jasa pelayaran kami..

Berdasarkan paparan sebelumnya definisi bullying dalam penelitian ini adalah fenomena pemaparan aksi-aksi negatif berupa aksi-aksi fisik, verbal atau aksi tidak

Ibu Susana juga menambahkan bahwa di sekolah, anak-anak yang mengikuti terlalu banyak kursus tersebut menunjukkan gejala-gejala anak yang tertekan dan memiliki tingkat stres

Menurut Herbert (1978) tingkah laku agresif merupakan suatu bentuk tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial yang menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain

Hal ini dapat diberi pengertian bahwa karyawan yang melanggar peraturan-peraturan yang telah ditetapkan organisasi atau tidak menyesaikan tugas dan tanggung jawab yang diembannya

1) Seeking social support for emotional reasons atau mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, ditandai dengan adanya.. usaha individu untuk mencari dukungan

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif fenomenologi dengan analisis interpretatif (AFI). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara semi