PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Di susun Oleh :
Utari Ragil Sayekti
NIM : 069114050
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Di susun Oleh :
Utari Ragil Sayekti
NIM : 069114050
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
MOTTO
Di antara ciri-ciri kebahagiaan dan kemenangan
seorang hamba adalah :
Bila ilmu pengetahuan nya
bertambah, bertambah pula kerendahan hati dan
kasih sayang nya. Setiap bertambah amal -amal
sholih yang dilakukan, bertambah pula rasa takut
dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah
Allah. Semakin bertambah usianya, semakin
berkurang lah ambisi-ambisi keduniaannya. Ketika
bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan
dan pemberiannya kepada sesama. Jika bertambah
tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah
kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati
kepada mereka.
~Imam Ibnul Qayyim~
”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi
(pula) kamu me nyukai sesuatu padahal ia amat
buruk bagimu; Allah
v
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
ALLAH SWT
yang selalu memberikan rachmat dan nafas dalam
kehidupanku sampai saat ini..
Bapak, ibu, kakak-kakakku, saudara kembarku,
keponakanku, sepupuku
Dan segenap keluarga besar yang telah banyak memberikan
dukungan dan nasihat-nasihat
Serta sahabat-sahabatku
Dan kekasihku yang selalu menyediakan waktu untuk
vii
PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi Utari Ragil Sayekti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 84 yang terbagi dari 42 mahasiswadan 42 mahasiswi yang memiliki rentang usia 19 sampai 22 tahun yang sedang menempuh kuliah pada semester 7 sampai 9 atau mahasiswa maupun mahasiswi angkatan 2006 dan 2007 di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Data penelitian diungkap dengan menggunakan skala self regulated learning (SRL) dengan teknik likert. Validitas penelitian ini menggunakan validitas isi. Skala SRL memiliki Koefisien reliabilitas sebesar 0.945. Analisis data yang digunakan adalah uji T atau
independent sample t test. Hasil penelitian menunjukkan nilai p = 0.939 sedangkan p > 0.01 atau 0.939 > 0.01, maka tidak ada perbedaan yang signifikan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam menggunakan kemampuan SRL.
viii
The Difference of Self Regulated Learning between Male Students and Female Students
Utari Ragil Sayekti
ABSTRACT
The aim of this study was to know the difference of self regulated learning between male and female students. Hyphotesis in this study was there any difference of self regulated learning between male and female students. Subject of this study were 84 students, separated into 42 male and 42 female students. In this study, researcher use purposive sampling technique. Age was 19-22 years old, which was studying at 7-9 semester or at 2006-2007 class of Sanata Dharma University, Yogyakarta. Data of study was showed using self regulated learning scale with likert technique. Validity of this study was content validity. Self regulated learning scale have coefficient of reliability 0,945. Data was analyzed using T-test or independent sample T-test. The result showed t = -0,077 and p = 0,939 where p > 0,01 or 0,939 > 0,01. This meant were no significant difference between male and female students on self regulated learning
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
kesempatan yang telah diberikan selama mengerjakan skripsi yang berjudul
“Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa dan Mahasiswi.”
Dengan selesainya skripsi ini berarti saya telah berhasil menyelesaikan satu
tahap dari suatu rangkaian kehidupan yang panjang. Banyak bantuan dan
dukungan yang saya dapatkan selama proses penyelesaian skripsi ini
berlangsung. Atas terciptanya karya sederhana ini, dengan segala kerendahan
hati saya ingin mengucapkan terimakasih yang sangat dalam kepada :
1. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi untuk
segala bimbingan, nasihat, saran, kesabaran, waktu dan dukungan yang
telah diberikan selama proses penyelesaian skripsi.
2. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M. A & Ibu Sylvia Carolina MYM, S.Psi.,
M.si. selaku dosen penguji skripsi atas segala masukan dan kritik yang
membangun selama proses pengujian skripsi.
3. Bapak Y. Heri Widodo, M. Psi. selaku dosen yang selalu bersedia
menyediakan waktu untuk memberikan beberapa masukan dan bimbingan
kilat.
4. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si. selaku dekan yang selalu mendorong
xi
5. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supraktiknya. selaku dosen pembimbing
akademik selama semester 1 sampai semester 6 untuk pendampingan dan
saran-sarannya.
6. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik untuk
semua saran-sarannya.
7. Semua dosen Fakultas Psikologi, Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah
memberikan pengetahuan dan ilmu yang berharga kepada penulis.
8. Mas Doni, Mas Muji, Mbak Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie yang telah
banyak membantu dan juga menjadi teman bagi para mahasiswa.
9. Seluruh mahasiswa KKN Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
terimakasih atas partisipasi dan bantuannya dalam proses pengumpulan
data.
10. Bapakku tercinta yang selalu memberikan doa, dukungan serta nasihat
yang sangat berguna.
11. Ibuku tersayang yang selalu memberikan dukungan, kesabaran dan doa
disetiap shalatnya serta selalu menjadi teman berkeluh kesah.
12. Kakak-kakakku, Mas Jarot dan Mbak Yani dengan keponakanku
Anandya yang telah memberikan waktu untuk membantu proses skripsi
dan selalu memberikan canda tawa ditengah kejenuhan.
13. Saudara kembarku Toro, terimakasih atas semua bantuan dan dukungan
xii
14. Pakde, Bude, Om, Tante serta Sepupu-sepupuku yang memberikan
perhatian dan dukungan untuk penulis agar cepat menyelesaikan skripsi.
15. Sepupuku tersayang Tesa dan teman dekatnya Dia, yang banyak
membantu dalam segala situasi.
16. Asa Mawajekta, yang sampai saat ini masih menjadi seseorang yang
istimewa setelah keluarga yang selalu memberikan perhatian, dukungan
dan kesabaran serta kebersamaan.
17. Dimas selaku teman dan sahabat yang telah banyak membantu dalam
proses pengolahan data.
18. Sahabat-sahabatku tercinta dan tersayang Ayu, Liza, Dita, atas dukungan,
perhatian, kekompakan dan pengertian serta kebersamaan yang telah
diberikan sampai saat ini.
19. Teman-temanku Winda, Endy, Sasa, Ike, Sentya, Pipink atas semua
semangat dan kebaikan hatinya.
20. Christina Natasha (Sasa), atas bimbingannya dan bantuannya dalam
proses penyelesaian skripsi.
21. Teman-teman “Kineta”, Satria, Hayu, Yoga, Timo atas semua dukungan
dan dorongan untuk cepat menyelesaikan skripsi.
22. Mbak uwie yang selalu berbaik hati untuk menawarkan makanan,
minuman dan banyak membantu di rumah.
23. Teman-teman SMA yang selalu memotivasi untuk cepat lulus dan meraih
xiii
24. Gadih Nova Andarina, yang selalu memberikan dukungan dan setia
menjadi teman yang baik.
25. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
terima kasih untuk semangat kalian.
26. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan teman-teman yang
mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala
bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Yogyakarta, 22 Januari 2011
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN……… ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………... iii
HALAMAN MOTTO……….………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. vi
ABSTRAK……….. vii
ABSTRACT………. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………. ix
KATA PENGANTAR………... x
DAFTAR ISI………... xiv
DAFTAR TABEL……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xix
BAB I. PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Rumusan Masalah………. 7
C. Tujuan Penelitian………... 7
D. Manfaat Penelitian……….... 7
1. Manfaat Teoritis……….. 7
xv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 8
A. Pengertian Mahasiswa dan Mahasiswi………. 8
B. Remaja………. 8
1. Pengertian Remaja……….. 8
2. Tugas Perkembangan Remaja………. 9
3. Aspek Perkembangan Remaja………. 11
C. Self Regulated Learning……… 14
1. PengertianSelf Regulated Learning……… 14
2. Aspek-aspekSelf Regulated Learning……… 15
3. Faktor-faktorSelf Regulated Learning……….... 17
D. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dari Segi Anatomi dan Kognitif……. 20
E. PerbedaanSelf Regulated Learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi…... 24
F. Hipotesis………... 30
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 31
A. Jenis Penelitian……….. 31
B. Identifikasi Variabel Penelitian………. 31
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian……….. 31
D. Subyek Penelitian……….. 33
E. Pelaksanaan Uji Coba Item………... 34
F. Metode dan Alat Pengumpulan Data……… 34
1. Metode……… 34
xvi
G. Validitas dan Reabilitas Alat Ukur………... 40
1. Validitas……….. 40
2. Reabilitas………... 41
H. Analisis Data………... 45
1. Normalitas……….. 45
2. Homogenitas……….. 45
3. Uji Hipotesis………... 46
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 47
A. Deskripsi Subyek Penelitian……….. 47
B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian………... 48
a. Persiapan Penelitian……… 48
b. Pelaksanaan Penelitian……… 49
C. Deskripsi Data Penelitian……….. 49
D. Hasil Penelitian ……… 50
1. Normalitas………... 51
2. Homogenitas………... 52
3. Uji Hipotesis……… 53
4. Analisis Tambahan……….. 54
xvii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 61
A. Kesimpulan……… 61
B. Saran……….. 61
DAFTAR PUSTAKA………. 63
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi SkalaSRLSebelum Dilakukan Seleksi Item……… 39
Tabel 2. Skor SkalaSRL……… 40
Tabel 3. Tingkat Reabilitas Berdasar Nilai Koefisien Alpha……… 42
Tabel 4. Spesifikasi Item Gugur dariSRLSetelah Seleksi Item ………. 43
Tabel 5. Spesifikasi SkalaSRLSetelah Dilakukan Seleksi Item………. 44
Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian………... 48
Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian………... 50
Tabel 8. Uji Normalitas KeseluruhanSRL……… 51
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Uji Coba……… 65
Lampiran 2. Data Uji CobaSelf Regulated Learning………. 71
Lampiran 3. Reliabilitas Uji Coba SkalaSelf Regulated Learning………. 77
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian……… 83
Lampiran 5. Data PenelitianSelf Regulated Learning……… 89
Lampiran 6. Deskripsi Data, Normalitas, Homogenitas dan Uji hipotesis………. 95
Lampiran 7. Data Penelitian Aspek Metakognisi……… 98
Lampiran 8. Uji hipotesis Aspek Metakognisi………... 100
Lampiran 9. Data Penelitian Aspek Motivasi………... 101
Lampiran 10. Uji hipotesis Aspek Motivasi………. 105
Lampiran 11. Data Penelitian Aspek Perilaku……….. 106
Lampiran 12. Uji Hipotesis Aspek Perilaku………. 108
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan tinggi berfungsi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
terutama sumber daya manusia yakni mahasiswa. Secara tidak langsung
mahasiswa diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia yang handal
dan mampu menjawab tantangan zaman. Akan tetapi, permasalahan yang
menarik perhatian di dalam dunia pendidikan adalah persoalan hasil prestasi
belajar dan kualitas akademik yang dianggap penting karena dapat menjadi
tolak ukur berhasil atau tidaknya proses belajar. Apabila hasil prestasi belajar
mahasiswa tinggi, maka dapat diasumsikan bahwa kegiatan belajar tersebut
telah berhasil dilakukan dan sebaliknya, apabila hasil prestasi belajar
mahasiswa rendah, maka kegiatan belajar tersebut diasumsikan belum berhasil
(Narulita, 2005).
Gie (dalam Narulita, 2005) menyatakan bahwa mahasiswa hendaknya
melakukan belajar dengan penuh semangat dan menggunakan kesempatan
yang ada dengan sebaik-baiknya, barulah mahasiswa dapat memperoleh
keberhasilan atau kesuksesan dalam menempuh proses belajar di perguruan
tinggi. Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak diantara mahasiswa tidak
memiliki kemampuan belajar yang efektif. Mahasiswa pada umumnya belum
secara efektif dan mandiri. Kebanyakan mahasiswa melakukan aktivitas
belajar dengan santai, mahasiswa biasanya sibuk belajar ketika menjelang
ujian atau biasa disebut SKS (sistem kebut semalam). Selain itu, mahasiswa
juga biasa menggunakan waktu-waktu kuliah kosong dengan berkumpul dan
mengobrol dengan teman-temannya dan terlihat jarang untuk membaca buku.
Mahasiswa diharapkan mampu untuk menciptakan suasana belajar
yang kondusif agar proses belajar juga mampu berjalan dengan efektif.
Muhibbin (2008) menyatakan bahwa proses belajar dapat berjalan lancar
dengan didukung oleh beberapa faktor yakni faktor internal, faktor eksternal
dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal berasal dari dalam diri
mahasiswa itu sendiri seperti keadaan atau kondisi jasmani dan rohani yang
meliputi aspek fisiologis dan psikologis seseorang. Faktor yang kedua adalah
faktor eksternal yakni kondisi lingkungan di sekitar mahasiswa, seperti
lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Faktor berikutnya yang juga
mampu mempengaruhi belajar mahasiswa adalah faktor pendekatan belajar
yaitu segala cara atau strategi yang digunakan mahasiswa dalam menunjang
efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Dalam membuat strategi belajar itu didukung oleh faktor internal lain
yakni kemampuan mahasiswa dalam meregulasi dirinya atau biasa disebutself regulated learning (SRL). Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) mengungkapkan bahwa tujuan dari setiap strategi difungsikan untuk untuk
lingkungan belajar. Strategi belajar sangat diperlukan, Sesuai penjelasan
Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) yang menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalamself regulation maka mengakibatkan proses belajar dan performa yang lebih buruk.
Zimmerman (dalam Pratiwi, 2009) menjelaskan bahwa self-regulated learning penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulated learning dapat diajarkan, dipelajari dan dikontrol. Self regulated learning mampu mengatur kinerja dan prestasi akademis. Hal ini penting untuk dikaji, mengingat
mahasiswa harus mengatur diri supaya prestasi akademisnya sesuai dengan
yang diharapkan. Zimmerman dan schunk (dalam Ropp, 1998) menyatakan
bahwa self regulated learning merupakan suatu proses pengarahan dan instruksi diri untuk mentransformasikan kemampuan mental menjadi
keterampilan akademik.
Butler & Winne (dalam Narulita, 2005) mengemukakan bahwa
melalui strategi self regulated learning diasumsikan mahasiswa mampu menempuh proses pendidikan dan prestasi akademik dengan optimal,
mahasiswa juga memiliki kemampuan mengorganisasikan diri terhadap
tugas-tugas akademik yang dibebankan secara efektif sebagai upaya untuk
mengoptimalkan performansi akademiknya.
Setiap orang mempunyai cara yang berbeda untuk mengelola kegiatan
belajarnya. Perbedaan itu dapat di lihat dari segi usia, pendidikan maupun
dan proses belajar seseorang. Sebuah penelitian menyatakan bahwa secara
umum terdapat beberapa perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan dalam berbagai hal. Gurian (2011) menjelaskan bahwa ternyata otak laki-laki dan perempuan memang berbeda sehingga mempengaruhi pola belajar dan kerja otak mereka sejak masa kanak-kanak.
Perbedaan itu terdapat pada beberapa bagian otak yaitu Cerebral cortex, Corpus callosum, Gray matter dan White matter, Amygdala dan
Estrogens. Cerebral cortex ini meningkatkan proses kecepatan pada otak perempuan sehingga membantu wanita untuk lebih cepat merespon informasi atau materi yang diperoleh di kelas dan mampu membuat berbagai tugas lebih cepat dibandingkan laki-laki. Gurian juga menyatakan bahwa bagian otak lain yaituCorpus callosummemiliki pengaruh yang besar pada perempuan karena
Corpus callosum menghubungkan hemispheres kanan dan kiri dari otak sehingga otak perempuan lebih cepat dalam memproses informasi diantara dua hemisphere tersebut dan menghubungkan bahasa serta proses emosi dengan efisien dibandingkan laki-laki.
Berbeda dengan Corpus callosum, Gray matter dan White matter
membuat laki-laki lebih agresif dibandingkan perempuan serta Estrogens
yang membuat perempuan kurang agresif dan kompetitif.
Penelitian lain yang ditulis oleh Bregman & Scott ; Lewin, Davis & Hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya perbedaan bentuk perilaku sosial. Pada beberapa kejadian, menunjukkan bahwa perilaku belajar anak perempuan lebih terencana dan berhati-hati sedangkan anak laki-laki lebih berfokus pada pola perilaku belajar yang bebas dan kurang terkontrol. Selain itu, menurut Bregman & Scott ; Lewin, Davis & Hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) pada umumnya wanita lebih mampu mencapai prestasi dalam bidang akademis dibandingkan laki-laki.
Beberapa penelitian lain mengatakan bahwa dibandingkan laki-laki,
perempuan cenderung lebih baik dalam dalam menangani materi-materi
akademis, memberikan perhatian terhadap pelajaran di kelas, berusaha lebih
keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartisipasi di kelas
(Santrock, 2007). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, Zimmerman dan
Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004) melakukan studi tentang
perbedaan strategi self regulated learning pada siswa yang berasal dari sekolah umum dan siswa yang berasal dari sekolah anak berbakat. Dalam
penelitiannya, Zimmerman dan Pons menemukan ada perbedaan antara siswa
tujuan dan rencana belajar, perempuan juga memonitor dan mengevaluasi
strategi belajarnya.
Sebagai data tambahan, Peneliti juga mengajukan beberapa pertanyaan
singkat mengenai self regulated learning pada beberapa mahasiswa laki-laki dan perempuan. Proses tanya jawab ini dilakukan untuk mengetahui pola
belajar pada laki-laki maupun perempuan dan bagaimana mereka menyikapi
aktivitas belajar yang mereka miliki. Peneliti memberikan lima pertanyaan
yang mewakili aspekself regulated learning.
Pertanyaan yang diberikan merupakan gambaran dari aspek kognisi
yaitu kemampuan subyek dalam merencanakan kegiatan belajarnya. Aspek
lainnya adalah aspek motivasi dan perilaku seperti hal mendasar yang
membuat mereka berusaha optimal dalam belajar dan bagaimana mereka
menciptakan lingkungan belajar agar proses belajar menjadi kondusif.
Hasilnya menyebutkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki pola belajar
yang berbeda. Perempuan lebih memiliki pola belajar yang teratur seperti
merencanakan aktivitas belajarnya. Perempuan juga cenderung memiliki
tempat khusus untuk mendukung kondusifitas dari kegiatan belajarnya
dibandingkan laki-laki.
Berangkat dari beberapa perbedaan tersebut dan melihat pentingnya
self regulated learning terhadap proses belajar dan pencapaian hasil prestasi siswa membuat peneliti ingin menambah kajian penelitian baru guna
dilakukan. Peneliti ingin membuktikan dan mengukur apakah ada perbedaan
self regulated learningantara mahasiswa dan mahasiswi.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan self regulated learningantara mahasiswa dan mahasiswi.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritik, penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan. Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan infomasi mengenai perbedaan self regulated learningantara laki-laki dan perempuan.
2. Secara praktis
Bagi mahasiswa, penelitian ini bisa menjadi sebuah informasi agar mahasiswa mengetahui dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mahasiswa atau Mahasiswi
Susantoro (dalam Rahmawati, 2006) mengatakan bahwa mahasiswa
ataupun mahasiswi adalah kalangan muda yang berumur antara 19-28 tahun
yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap
remaja ke dewasa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini banyak menggunakan
teori tentang remaja, dimana mahasiswa maupun mahasiswi masuk dalam
kategori remaja akhir.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Hurlock (1999) mengatakan istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah Adolsecense, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional,
spasial dan fisik. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa
anak-anak ke masa dewasa, dimulai saat anak-anak secara seksual matang dan
berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja awal
dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu
Menurut Steinberg (2002) remaja akhir merupakan perlihan antara masa
anak dan masa dewasa yakni antara usia 19-22 tahun. Selain itu, Hall
(dalam Santrock, 2001) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
yang penuh goncangan (topan dan tekanan) yang ditandai dengan konflik
dan perubahan suasana hati.
Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis
masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang
yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,
sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang berusia antara 19-22 tahun
yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa dimana masa tersebut ditandai dengan adanya konflik dan
perubahan suasana hati.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havinghurst ( dalam Dariyo, 2004 ) menyatakan terdapat
lima tugas perkembangan yang harus dilalui pada seorang remaja, yaitu :
a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis
Diketahui bahwa perubahan fisiologis yang dialami oleh individu,
kebutuhan dorongan biologis, namun bila dipenuhi hal itu pasti akan
melanggar norma-norma sosial. Padahal dari penampilan fisik, remaja
sudah seperti orang dewasa. Dengan demikian, dirinya dituntun untuk
dapat menyesuaikan diri dengan baik.
b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun wanita
Pergaulan dengan lawan jenis ini adalah suatu hal yang sangat penting,
karena dianggap sebagai upaya untuk mempersiapkan diri guna
memasuki kehidupan pernikahan nanti.
c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang
dewasa lainnya
Ketika sudah menginjak dewasa, individu memiliki hubungan
pergaulan yang lebih luas dibandingkan dengan masa kanak-kanak
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa individu tidak lagi
bergantung pada orang tua. Bahkan mereka menghabiskan sebagian
besar waktunya untuk bergaul bersama teman-temannya dibandingkan
dengan keluarganya.
d. Remaja bertugas untuk menjadi warga Negara yang bertanggungjawab
Menurut Schaie (dalam Dariyo, 2004), masa tersebut di istilahkan
sebagai masa aquisitif, yaitu masa dimana remaja berusaha untuk
mencari bekal pengetahuan dan keterampilan atau keahlian guna
mewujudkan cita-citanya, agar menjadi seorang ahli yang profesional
e. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis
Melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian agar
dapat bekerja dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat
menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti. Sebab keinginan
terbesar seorang individu (remaja) adalah menjadi orang yang mandiri
dan tak bergantung pada orang tua secara psikis maupun ekonomis.
3. Aspek Perkembangan Remaja
Perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang
kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara
kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh dan kualitatif,
misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia
dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada
aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang
dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik secara signifikan membawa perubahan
khususnya pada otak dan keterampilan motorik. Perubahan pada
tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh,
pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan
fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh
yang cirinya adalah kematangan. Adanya perubahan fisik otak
sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan
kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
b. Perkembangan Kepribadian dan Sosial
Perkembangan kepribadian dan sosial juga berperan dalam
perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan
emosi secara unik sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan
dalam berhubungan dengan orang lain.
c. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental
seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam
Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa pada masa remaja
terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang
telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk
eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget
menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi
formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap operasi formal adalah suatu tahap dimana seseorang
sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi
terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar
terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal, remaja dapat berpikir
alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Remaja sudah
mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau
suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa
tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa
yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu
memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya
kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Hal yang paling penting adalah berkembangnya kemampuan
kognitif seorang remaja dimana menurut Piaget (dalam Santrock,
2001) remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide
yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja
mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja
mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu
ide baru. Hal ini pula yang mendorong remaja untuk melakukan tugas
perkembangannya sebagai individu yang mampu membekali dirinya
dengan ilmu dan keterampilan serta mencapai prestasi yang
C. Self Regulated Learning (SRL)
1. PengertianSelf Regulated Leraning
Menurut Purwanto (2000) Self regulated learning secara harafiah disusun dari dua komponen yaitu self regulated yang berarti mengelola diri dan learning berarti belajar. Self regulated learning sendiri secara keseluruhan dapat diartikan sebagai belajar dengan cara mengelola diri
atau dengan kata lain belajar yang bertumpu pada pengelolaan diri.
Pintrich (dalam Jessie, chang, & Tan, 2004) mengatakan bahwa
Self regulated learning dapat didefinisikan sebagai proses dimana pelajar menggunakan strategi belajar yang berbeda dengan meregulasi kognisi,
motivasi, tingkah laku, dan konteks. Berbeda dengan Pintrich, menurut
Winne (dalam Mujidin, 2008) self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara aktif pengalaman belajarnya sendiri
dalam berbagai cara sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
Zimmerman & Pons (dalam Jessie, chang, & Tan, 2004)
mengemukakan bahwa self regulated learning bukan semacam kemampuan mental atau keterampilan akademik, tetapi semacam proses
pengarahan diri atau instruksi diri dimana pelajar menstranformasikan
kemampuan mental menjadi keterampilan akademik. Selain itu, Menurut
Zimmerman (1989), self regulated learning terdiri atas pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi, motivasi dan
Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa self regulated learning merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengontrol dirinya secara aktif dalam kegiatan belajar
dengan mengikut sertakan kemampuan kognisi, motivasi dan perilaku.
2. Aspek-aspekSelf regulated learning
Menurut Zimmerman (1989) self regulated learning mencakup tiga aspek yaitu :
a. Kognisi
Kognisi adalah kemampuan individu dalam merencanakan,
mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri serta
memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajarnya.
b. Motivasi
Motivasi dalam self regulated learning ini merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar.
Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan
berkaitan erat dengan perasaan kompetensi yang dimiliki setiap
c. Perilaku
Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi,
dan memanfaatkan lingkungan maupun menciptakan lingkungan yang
mendukung aktivitas belajar.
Sesuai aspek di atas, selanjutnya (Wolters dkk, 2003) menjelaskan
secara rinci penerapan strategi dalam setiap aspek self-regulated learning
sebagai berikut. Pertama, strategi untuk mengontrol atau meregulasi
kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan metakognitif yang
mengharuskan individu terlibat untuk mengadaptasi dan mengubah
kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi (elaboration), dan organisasi (organization) dapat digunakan individu untuk mengontrol kognisi dan proses belajarnya.
Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi melibatkan aktivitas
yang penuh tujuan dalam memulai, mengatur atau menambah kemauan
untuk memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan
aktivitas tertentu atau sesuai tujuan. Regulasi motivasi adalah semua
pemikiran, tindakan atau perilaku dimana siswa berusaha mempengaruhi
pilihan, usaha, dan ketekunan tugas akademisnya. Regulasi motivasi
Ketiga, strategi untuk meregulasi perilaku merupakan usaha
individu untuk mengontrol sendiri perilaku yang nampak. Sesuai
penjelasan Bandura (dalam Zimmerman, 1989) bahwa perilaku adalah
aspek dari pribadi (person), walaupun bukan “self” internal yang direpresentasikan oleh kognisi, motivasi dan afeksi. Meskipun begitu,
individu dapat melakukan observasi, memonitor, dan berusaha mengontrol
dan meregulasinya dan seperti pada umumnya aktivitas tersebut dapat
dianggap sebagai self-regulatorybagi individu. Regulasi perilaku meliputi regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/ study environment),dan pencarian bantuan (help-seeking).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang melakukanself regulated learning
Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 1989) memaparkan
dari perspektif sosial-kognitif, bahwa keberadaan self-regulated learning
ditentukan oleh tiga wilayah yakni wilayah person, wilayah perilaku, dan wilayah lingkungan :
a. Faktor pribadi (Person). Persepsi self-efficacy siswa tergantung pada masing-masing empat tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang:
(conditional knowledge). Pengetahuan prosedural mengarah pada pengetahuan bagaimana menggunakan strategi, sedangkan
pengetahuan bersyarat merujuk pada pengetahuan kapan dan mengapa
strategi tersebut berjalan efektif. Pengetahuan self-regulated learning
tidak hanya tergantung pada pengetahuan siswa, melainkan juga poses
metakognitif pada pengambilan keputusan dan performa yang
dihasilkan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan atau analisis
tugas yang berfungsi mengarahkan usaha pengontrolan belajar dan
mempengaruhi timbal balik dari usaha tersebut. Pengambilan
keputusan metakognitif tergantung juga pada tujuan (goals) jangka panjang siswa untuk belajar. Tujuan dan pemakaian proses kontrol
metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self-efficacy dan afeksi (affect).
b. Faktor perilaku (Behavior), faktor perilaku mengacu pada upaya individu menggunakan kemampuan yang dimiliki. Semakin besar dan
optimal upaya yang dilakukan individu dalam mengatur dan
a) Self-observation, yaitu berkaitan dengan respon individu, yaitu tahap individu melihat ke dalam dirinya dan performansinya
b) Self-judgmentmerupakan tahap individu membandingkan informasi standar yang telah dilakukannya dengan standar atau tujuan yang
sudah dibuat dan ditetapkan individu. Melalui upaya
membandingkan performansi dengan standar atau tujuan yang
ditetapkan, individu dapat melakukan evaluasi atas performansi
yang telah dilakukan dengan mengetahui letak kelemahan atau
kekurangan performansinya.
c) Self-reaction merupakan tahap yang mencakup proses individu dalam menyesuaikan diri dan rencana untuk mencapai tujuan atau
standar yang telah dibuat dan ditetapkan.
c. Faktor lingkungan (Environment). Setiap gambaran faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor pribadi dan
perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi
digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan lingkungan
belajar dengan segera. Individu diperkirakan memahami dampak
lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara
mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang
bervariasi. Individu yang menerapkan self regulation biasanya menggunakan strategi untuk menyusun lingkungan, mencari bantuan
D. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan dilihat dari Segi Anatomi otak dan Kognitif
Gurian (2011) berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
pola belajar yang bertolak belakang. Hal ini dikarenakan secara fisik, anatomi
otak perempuan dan laki-laki memang berbeda. Beberapa bagian otak yang
disebutkan oleh Gurian antara lain Cerebral cortex, Corpus callosum, Gray
matterdan White matter, AmygdaladanEstrogens. Berikut penjelasannya : 1. Cerebral cortex, mengandung neuron-neuron yang mendukung fungsi
memori dan intelektual yang tinggi. Otak perempuan cenderung lebih
menghubungkan antara neuron-neuron dan meningkatkan darah di area
ini. Hal ini berdampak pada meningkatnya kecepatan proses pada otak
perempuan yang membantu perempuan dalam merespon informasi lebih
cepat ketika berada di kelas dibandingkan laki-laki.
2. Corpus callosum,bagian ini menghubungkan kanan dan kirihemispheres
dalam otak. Memiliki kecenderungan menjadi padat pada otak wanita,
mengandung lebih banyak syaraf yang menghubungkan antar
hemispheres. Hal ini mempengaruhi otak perempuan memproses informasi lebih cepat diantara dua hemispheres, menghubungkan pusat proses emosi dan berbahasa dengan lebih efisien.
3. Gray matter and White matter,Otak pada dasarnya terbentuk terdiri dari dua jenis jaringan yakni jaringan abu-abu dan jaringan putih. Laki-laki
perempuan lebih menggunakan jaringan putih saat berpikir. Dalam otak
manusia, zat abu-abu bertugas sebagai pusat penyampaian informasi.
Sedangkan zat putih berkerja sebagai jaringan dari pusat informasi
tersebut. Hal ini yang mengarahkan pada pembagian tugas pada anak
laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki-laki-laki lebih fokus pada tugas yang bermain
logika dan fokusnya terbatas seperti matematika, sedangkan perempuan
lebih baik dalam mengintegrasikan dan menyampurkan berbagai macam
informasi yang didistribusikan jaringan abu-abu dalam otak, seperti
kemampuan berbahasa.
4. Amygdala, bagian dari sistem limbik yang meliputi proses emosi khususnya rasa marah dan takut. Bagian otak ini cenderung lebih besar
berpengaruh pada laki-laki yang membuat laki-laki menjadi lebih agresif.
Hal ini berpengaruh pada laki-laki ketika di kelas yaitu suka membuat
keributan sehingga laki-laki butuh perhatian yang lebih dari para pengajar.
5. Estrogens, bagian ini lebih besar dialami oleh perempuan. Hal ini berpengaruh pada rendahnya agresi dan kompetitif. Sedangkan laki-laki
memiliki bagian otak yang disebut testosterone yang berindikasi sebaliknya dari perempuan.
Gurian (2001) juga mengatakan bahwa beberapa pengaruh perbedaan
otak menyebabkan beberapa indikasi yang terjadi pada laki-laki yang
1. Laki-laki lebih mudah atau cepat bosan ketika melakukan sesuatu
dibandingkan perempuan
2. Laki-laki memiliki sifat impulsif atau lebih sering melakukan sesuatu
tanpa berpikir panjang
3. Laki-laki kurang mampu menjadi pendengar yang baik dibandingkan
perempuan
4. Laki-laki juga kurang tekun dan teliti dalam memenuhi tugasnya
sedangkan perempuan lebih teliti dan tekun.
Penelitian lain tentang pengasuhan, orientasi tujuan, perilaku di kelas
dan kesuksesan di sekolah pada masa remaja awal yang ditulis oleh Bregman
& Scott ; Lewin, Davis & hops (dalam de Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003)
menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki menunjukkan adanya perbedaan
perilaku belajar yakni :
1. Perempuan memiliki pola belajar yang terencana dan berhati-hati
sedangkan laki-laki lebih pada pola belajar yang bebas dan tidak
terencana.
2. Dengan pola belajar yang terencana, perempuan lebih mampu
Dalam sebuah studi nasional lain yang dilakukan baru-baru ini
tentang perbedaan laki-laki dan perempuan terkait kemampuan kognitif
menunjukkan bahwa (Santrock, 2007) :
1. Perempuan memperlihatkan prestasi membaca dan menulis yang
lebih baik dibandingkan laki-laki. Akan tetapi,laki-laki juga mampu
menunjukkan performa belajar yang cukup tinggi. Perbedaan ini
cenderung meningkat seiring meningkatnya mereka kejenjang kelas
yang lebih tinggi (Coley dalam Santrock, 2007).
2. Dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung lebih baik dalam
menangani materi-materi akademis, berusaha lebih keras dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademis dan berpartisipasi dikelas
(Dezolt & Hull dalam Santrock, 2007).
3. Dibandingkan perempuan, laki-laki cenderung lebih sering
memperoleh ranking rendah dan tinggal kelas. Namun dibanding
laki-laki, perempuan cenderung kurang yakin bahwa mereka akan
berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas kampus (Dezolt & Hull
dalam Santrock, 2007).
Zimmerman dan Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004)
melakukan studi tentang perbedaan strategiself regulated learningpada siswa yang berasal dari sekolah umum dan siswa yang berasal dari sekolah anak
berbakat. Dalam penelitiannya, Zimmerman dan Pons menemukan ada
self regulated learning, yakni dibandingkan laki-laki, perempuan lebih menunjukkan adanya tujuan dan rencana belajar, perempuan juga memonitor
dan mengevaluasi strategi belajarnya.
Giddens (dalam Martono dkk, 2006) menyatakan bahwa perempuan
seringkali lebih baik dalam melakukan organisasi dan memiliki motivasi yang
lebih tinggi daripada laki-laki. Mitsos dan Browne (dalam Martono dkk,
2006) menjelaskan bahwa perempuan memiliki tingkat prestasi belajar yang
lebih baik daripada laki-laki. Menurut mereka perempuan lebih termotivasi
dan bekerja lebih rajin daripada laki-laki dalam mengerjakan pekerjaan
sekolah.
E. PerbedaanSelf regulated learningantara Mahasiswa dan Mahasiswi
Mahasiswa maupun mahasiswi memiliki cara yang berbeda untuk
menyikapi kegiatan belajarnya. Hal ini didukung oleh beberapa fakta dan
penelitian yang menunjukan bahwa perbedaan itu dapat terlihat berdasarkan
jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan tersebut terkait dengan
sistem anatomi otak yang ada pada laki-laki dan juga perempuan, selain itu
perbedaan itu dapat dilihat dari segi kognitif sehingga banyak hal yang
membedakan kedua jenis kelamin tersebut khususnya dalam hal belajar atau
dalam bidang akademis.
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa otak laki-laki dan otak
sebagai mahasiswi. Menurut Gurian (2011), mahasiswa memiliki beberapa
keunggulan dan juga kelemahan dalam belajar. Beberapa bagian otak dari
mahasiswa membuat mereka tampak lebih unggul ketika di kelas
dibandingkan mahasiswi. Bagian otaktestosterone,gray matterdanamygdala
merupakan bagian yang menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki hal yang
dominan dibandingkan mahasiswi. bagian-bagian tersebut memberikan
pengaruh pada mahasiswa ketika di kelas antara lain, mahasiswa menjadi
lebih agresif dan kompetitif di kelas. Mahasiswa mampu menunjukan
keyakinan dan kemampuannya dalam bersaing di kelas. Mahasiswa mampu
menunjukkan performa belajar yang tinggi ketika dikelas. Mahasiswa
memiliki keyakinan akan prestasi yang mampu mereka peroleh dibandingkan
mahasiswi.
Gurian (2011) mengatakan bahwa mahasiswa sebagai laki-laki juga
memiliki kemampuan yang lebih unggul daripada mahasiswi terutama dalam
bidang eksakta atau pelajaran yang memiliki fokus terbatas. Oleh karena itu,
mahasiswa gemar mengerjakan tugas atau pelajaran seperti matematika atau
IPA. Akan tetapi, mahasiswa juga memiliki kelemahan yang akhirnya
berpengaruh pada pola belajar mereka di kelas. Sifat agresif pada mahasiswa
membuat mahasiswa menjadi mudah bosan dan mahasiswa suka membuat
keributan di kelas. Mahasiswa juga kurang bisa menjadi pendengar yang baik
dan memiliki sifat impulsif, yakni mahasiswa bertindak atau mengerjakan
belajar yang kurang terencana atau pola belajar yang bebas. Mahasiswa
kurang memiliki rencana pada tugas-tugas yang akan dijalaninya. Selain itu
mahasiswa juga kurang teliti dan tekun dalam memehuni tugas-tugasnya.
Pola belajar tersebut menunjukkan beberapa indikasi yang dapat
digolongkan secara kognisi, motivasi dan perilaku. Secara kognisi mahasiswa
kurang mampu dalam merencanakan, mengorganisasikan dan mengatur
aktivitas belajarnya. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan
Zimmerman dan Pons (dalam dalam Jessie, Chang, & Tan, 2004) yang
mengatakan bahwa mahasiswa kurang memiliki rencana dan tujuan dalam
belajar serta belum melakukan evaluasi dan monitor pada aktivitas belajarnya
tersebut. Selain itu, mahasiswa juga kurang mampu menangani tugas-tugas
akademisnya dan kurang aktif berpartisipasi di kelas (Dezolt & Hull dalam
Santrock, 2007).
Secara motivasi, mahasiswa dikatakan cukup memiliki keyakinan diri
untuk bisa bersaing dalam belajar. Hal tersebut didukung oleh salah satu sifat
mahasiswa yang kompetitif, mahasiswa pun mampu menunjukkan performa
yang cukup tinggi dibandingkan mahasiswi. Secara perilaku, mahasiswa
kurang mampu untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif karena
mahasiswa masih kurang mampu mengatur aktivitas belajarnya (Gurian,
2011). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mahasiswa masih belum
Berbeda dengan mahasiswa, beberapa penelitian di atas menjelaskan
secara rinci bahwa mahasiswi banyak memiliki keunggulan dibandingkan
mahasiswa. Berdasarkan anatomi otak, Bagian otak cerebral cortex, corpus callosum dan white matter, berpengaruh pada kemampuan mahasiswi yang unggul dalam hal berbahasa dan mengintegrasikan informasi dengan cepat
serta efisien (Gurian, 2011). Mahasiswi juga memperlihatkan prestasi
membaca dan menulis yang lebih baik dibanding mahasiswa. Selain itu, pola
belajar mahasiswi yang terencana dan terkontrol dan berhati-hati membuat
mahasiswi terlihat lebih tekun dan teliti dalam memenuhi tugas-tugasnya.
Mahasiswi juga memiliki kelemahan yaitu rendahnya agresifitas dan
rasa kompetitif, dimana kedua hal tersebut digerakkan oleh bagian otak
amygdala dantestosterone. Perempuan menunjukkan sikap yang lebih tenang saat belajar dan kurang memiliki keyakinan akan persaingan dalam belajar.
Hal ini diduga mempengaruhi perempuan yang cenderung kurang yakin akan
keberhasilan yang bisa mereka capai dalam menyelesaikan tugas-tugasnya
(Dezolt & Hull dalam Santrock, 2007). Akan tetapi, mahasiswi tetap berusaha
keras menangani materi-materi akademis dan berusaha lebih keras untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya.
Keseluruhan pola tersebut mendeskripsikan bahwa secara kognisi,
mahasiswi mampu merencanakan, mengontrol, mengorganisasikan dan
memonitor aktivitas belajarnya. Hal ini terlihat dari adanya tujuan dan rencana
semua aktivitas kegiatan belajarnya (Zimmerman dan Pons dalam dalam
Jessie, Chang, & Tan, 2004). Mahasiswi juga dikatakan lebih baik dalam
melakukan organisasi ketika belajar. Secara motivasi, mahasiswi dilihat
kurang memiliki keyakinan untuk keberhasilan dalam kegiatan belajarnya.
Akan tetapi, menurut Bregman & Scott ; Lewin, Davis & hops (dalam de
Bruyn, Dekociv, & Meijnen, 2003) pola belajar mahasiswi yang terencana
mampu membuat mahasiswi mencapai prestasi akademis yang maksimal.
Selain itu, mahasiswi lebih memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar,
mahasiswi juga rajin dan bekerja keras untuk mngerjakan tugas atau pekerjaan
sekolahnya.
Berdasarkan karakteristik tersebut, mahasiswi digolongkan memiliki
kemampuan self regulated learning yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa. Keseluruhan pemamparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
perbedaan self regulated learning cukup memberikan kontribusi terhadap hasil belajar atau prestasi akademis mahasiswa maupun mahasiswi. Adapun
Mempengaruhi sifat dan pola belajar mahasiswa dan mahasiswi
Dalam penggunaanself regulated learning
Perempuan memiliki kemampuanself regulated learningyang lebih tinggi dibandingkan laki-laki
Berdasarkan Perbedaan Anatomi otak Laki-laki dan Perempuan
Cerebral cortex Corpus callosum
Gray matterdan White matter Amygdala
Estrogens
Laki-laki :
Lebih agresif dan kompetitif Impulsif
Mudah bosan
Kurang tekun dan teliti dalam mengerjakan tugas
Perempuan :
Kurang agresif dan kompetitif Tidak impulsif
Teliti dan tekun dalam memenuhi tugas
Tidak mudah bosan
Laki-laki :
Kurang memiliki rencana dan pengontrolan pada aktivitas belajar
Kurang memiliki motivasi pada kegiatan belajarnya
Belum memonitor dan
mengevaluasi strategi belajar
Perempuan :
Memiliki rencana dan control terhadap aktivitas belajarnya
Memiliki organisasi dan motivasi
Mampu mengevaluasi dan memonitor kegiatan belajarnya
Bekerja lebih rajin
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian inferensial
kuantitatif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan self regulated learning antara mahasiswa dan mahasiswi di Universitas Sanata Dharma.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas : Jenis kelamin
Variabel tergantung : Self regulated learning
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel jenis kelamin dan self regulated learning:
1. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah ciri fisik yang dimiliki seseorang yang akan
mengelompokkan individu dalam kelompok laki-laki atau perempuan.
Pengelompokan jenis kelamin diperoleh dari identitas subyek penelitian
2. Self regulated learning
Self regulated learningmerupakan kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengontrol dirinya secara aktif dalam kegiatan belajar dengan
mengikutsertakan kemampuan kognisi, motivasi dan perilaku.
Menurut Schunk & Zimmerman (dalam Mujidin, 2008) self regulated learningmemeiliki tiga aspek yaitu:
a. Kognisi
Metakognisi yaitu kemampuan individu dalam merencanakan,
mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri serta
memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajarnya.
b. Motivasi
Motivasi dalam self regulated learning ini merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar.
c. Perilaku
Perilaku merupakan upaya individu untuk mengatur diri, menyeleksi,
dan memanfaatkan linhkungan maupun menciptakan lingkungan yang
mendukung aktivitas belajar.
Self regulated learning ini diukur dengan menggunakan skala
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang
memiliki data mengenai variabel yang diteliti. Subyek penelitian pada
dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2005).
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi di Universitas
Sanata Dharma. Alasan pemilihan Universitas Sanata Dharma, secara teoritis
Sanata Dharma merupakan salah satu Universitas yang memiliki jadwal studi
yang tepat waktu atau relatif cepat. Teknik pengambilan subyek menggunakan
metode purposive sampling yaitu mengambil subyek dengan kriteria tertentu (Winarsunu, 2002). Adapun kriteria pemilihan subyek dalam penelitian ini
berdasarkan usia dan tingkat pendidikan :
1. Subyek adalah individu dengan usia 19 sampai 22 tahun karena peneliti
berasumsi bahwa usia tersebut berada pada usia remaja akhir menuju
dewasa, mahasiswa maupun mahasiswi sudah mampu beradaptasi dengan
kondisi perkuliahan dan memiliki kestabilan dan kemandirian dalam
menyikapi aktivitas belajar di perguruan tinggi yang sangat berbeda
dengan sekolah menengah.
2. Menempuh kuliah pada semester 6 sampai 9, karena pada semester ini
mahasiswa dan mahasiswi memiliki jadwal kuliah atau beban SKS yang
cukup padat sehingga dapat diasumsikan bahwa mahasiswa dan
mahasiswi pada semester tersebut sudah mampu beradaptasi dengan
prestasi yang baik dan telah mengetahui tentang cara-cara atau strategi
belajar diperguruan tinggi.
E. Pelaksanaan Uji Coba Item
Uji coba item dilakukan pada akhir bulan Juni. Skala yang diberikan
adalah skala self regulated learning yang berisi 77 item dan diperbanyak menjadi 60 eksemplar. Skala diberikan pada mahasiwa yang masih aktif atau
masih terdaftar di Universitas Sanata Dharma yang bersal dari berbagai
Fakultas. Proses uji coba item berlangsung selama 2 hari, dari 60 eksemplar
hanya 54 yang memenuhi syarat untuk selanjutnya diikut sertakan dalam
proses seleksi item.
F. Metode dan Alat pengumpulan Data
1. Metode
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah alat ukur yang berupa pengisian skala psikologis. Skala psikologis
merupakan alat ukur psikologis yang stimulusnya berupa pernyataan atau
pertanyaan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur,
melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah skala Likert. Skala ini hanya menggunakan empat alternatif pilihan
jawaban yakni Tidak Pernah (TP), Jarang (JR), Sering (S), dan Sangat
Sering (SS). Peneliti hnya menggunakan empat pilihan jawaban dengan
tujuan agar responden tidak berkecenderungan untuk memilih jawaban
antara atau jawaban yang berada di tengah-tengah. Selain itu, menurut
Azwar (1999) alternatif pilihan jawaban tengah yakni Kadang-kadang (K)
diwujudkan sebagai N (netral) atau “tidak menentukan pendapat”. Skala
dalam penelitian disusun oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek
self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman (1989) yaitu aspek kognisi, motivasi, dan perilaku. Pada penelitian yang dilakukan,
skalaself-regulated learningyang digunakan telah mengadaptasi dari skala yang dikembangkan Wolters dkk. (2003) dengan blue print sebagai berikut:
a. Strategi meregulasi kognisi yang meliputi rehearsal, elaborasi,
organisasi, regulasi metakognisi.
a) Strategi pengulangan (rehearsal) termasuk usaha untuk mengingat materi dengan cara mengulang terus-menerus.
c) Strategi organisasi (organization) termasuk ”deep process” dalam melalui penggunaan taktik mencatat, menggambar diagram atau
bagan untuk mengorganisasi materi pelajaran.
d) Strategi meregulasi metakognitif (metacognition regulation) melibatkan perencanaan, monitoring dan strategi meregulasi belajar
seperti, menentukan tujuan dari kegiatan membaca atau membuat
perubahan supaya tugas yang dikerjakan mengalami kemajuan.
b. Strategi meregulasi motivasi melibatkan mastery self-talk, extrinsic selftalk, relative ability self-talk, peningkatan yang relevan (relevance enhancement), peningkatan minat yang situasional (situational interest enhancement), pemberian konsekuensi diri (self-consequating) dan
penyusunan lingkungan (environment structuring).
a) Mastery self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada tujuan seperti, memuaskan keingintahuan,
menjadi lebih kompeten atau meningkatkan perasaan otonomi.
b) Extrinsic self-talk adalah ketika siswa dihadapkan pada kondisi untuk menyudahi proses belajar, siswa akan berpikir untuk
memperoleh prestasi yang lebih tinggi atau berusaha sebaik
mungkin di kelas sebagai cara meyakinkan diri untuk terus
melanjutkan kegiatan belajar.
diwujudkan dengan cara melakukan usaha yang lebih baik
daripada orang lain supaya tetap berusaha keras.
d) Strategi peningkatan yang relevan (relevance enhancement) melibatkan usaha siswa meningkatkan keterhubungan atau
keberartian tugas dengan kehidupan atau minat personal yang
dimiliki.
e) Strategi peningkatan minat situasional (situasional interest enhancement) menggambarkan aktivitas siswa ketika berusaha meningkatkan motivasi intrinsik dalam mengerjakan tugas melalui
salah satu situasi atau minat pribadi.
f) Self-consequating adalah menentukan dan menyediakan konsekuensi intrinsik supaya konsisten dalam aktivitas belajar.
Siswa menggunakanrewarddanpunishmentsecara verbal sebagai wujud konsekuensi.
g) Strategi penyusunan lingkungan (environment structuring) mengindikasikan siswa berusaha berkonsentrasi penuh untuk
mengurangi gangguan di sekitar tempat belajar dan mengatur
kesiapan fisik dan mental untuk menyelesaikan tugas akademis.
a) Effort regulationadalah meregulasi usaha.
b) Time/study environment adalah siswa mengatur waktu dan tempat dengan membuat jadwal belajar untuk mempermudah proses
belajar.
c) Help-seeking adalah mencoba mendapatkan bantuan dari teman sebaya, guru, dan orang dewasa.
Tabel 1
Tabel Spesifikasi SkalaSelf regulated learningsebelum dilakukan Uji Coba atau Seleksi Item
No. Aspek Favorabel Unfavorabel Total
1. Kognitif
a. Strategi Mengulang b. Eksploratif Strategi c. Strategi
Mengorganisasi d. Regulasi diri secara
Metakognitif
e. Kondisi dari luar
yang dapat b. Regulasi waktu dan
Skala self regulated learning tersebut terdiri dari pernyataan yang
favorable dan unfavorable dengan empat alternatif jawaban, yaitu: sangat sering (SS), sering (S), jarang (JR), dan tidak pernah (TP). Pemberian skor
skala self regulated learningdimulai dari angka 1 sampai 4 untuk item yang
favorable. Sedangkan untuk item yang unfavorable, pemberian skor dimulai dari angka 4 sampai 1. Di bawah ini adalah tabel 2 yaitu tabel pemberian skor
skalaself regulated learning:
Tabel 2
Pemberian Skor Skalaself regulated learning
Jawaban Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat sering 4 1
Sering 3 2
Jarang 2 3
Tidak pernah 1 4
(Azwar, 1999)
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena
melakukan fungsi ukurnya. Ukuran itu harus memenuhi beberapa kriteria
yakni: 1). seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap dengan jitu
gejala-gejala atau bagian gejala-gejala yang akan diukur. 2). seberapa jauh alat ukur
dapat mengungkap keadaaan gejala-gejala atau bagian gejala-gejala dengan
teliti. Pada penelitian ini, validitas yang diuji adalah validitas isi. Uji
validitas isi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana isi dalam penelitian
ini dapat mengukur apa yang akan diukur (Azwar, 2000). Peneliti
menerapkan profesional judgement untuk mempertanggung jawabkan validitas alat ukur tersebut dengan cara membuat item-item sesuai dengan
blue print yang sekiranya memuat keseluruhan cakupan isi yang hendak diukur dan memberikan item-item skala pengukuran kepada dosen
pembimbing, kemudian diseleksi kembali hingga layak untuk digunakan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur
yang mengandung kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel
akan menghasilkan skor yang tidak dapat dipercaya karena perbedaan skor
yang terjadi antar individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan)
daripada faktor yang sesungguhnya (Azwar, 2000). Uji reliabilitas
dilakukan untuk mengukur keajegan hasil pengukuran. Dengan kata lain,
memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran kembali
dengan alat ukur yang sama.
Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang
angkanya berada dalam rentang 0 – 1,00. Semakin koefisien reliabilitas
mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin
mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2000).
Di bawah ini disajikan tabel 3 nilai koefisien berdasarkan nilai alpha yang
dikelompokkan menjadi lima kelas:
Tabel 3
Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Koefisien Alpha
Koefisien Alpha Tingkat Reliabilitas
0,800 - 1,00 Sangat tinggi
0,600 - 0,799 Tinggi
0,400 - 0,599 Cukup
0,200 - 0,399 Rendah
kurang dari 0,200 Sangat rendah
(Jogiyanto, 2008)
Hasil analisis pada 77 item menggunakan analisis Cronbach’s
Alpha yaitu item dinyatakan gugur apabila nilai item total > 0.945.
dan item yang gugur sebanyak 4 item. Hasil uji coba skala self regulated learningdapat dilihat dari tabel 4 di bawah.
Tabel 4
Tabel Spesifikasi Item Gugur dari SkalaSelf Regulated Learningsetelah dilakukan uji coba
Aspek Butir Favorable Butir Unfavorable
Baik Gugur Baik Gugur
Kognitif
a. Strategi Mengulang
b. Eksploratif Strategi
c. Strategi Mengorganisasi d. Regulasi diri secara
Metakognitif
e. Kondisi dari luar yang dapat memotivasi diri b. Regulasi waktu dan
Tabel 5
Tabel Spesifikasi SkalaSelf regulated learningsetelah dilakukan Uji Coba atau Seleksi Item
No. Aspek Favorabel Unfavorabel Total
1. Kognitif
b. Strategi Mengulang c. Eksploratif Strategi d. Strategi
Mengorganisasi
e. Regulasi diri secara Metakognitif
e. Kondisi dari luar yang dapat memotivasi diri b. Regulasi waktu dan
lingkungan belajar c. Keinginan secara umum
H. Analisis Data
1. Normalitas
Uji normalitas diperlukan agar dapat diketahui apakah sebaran
untuk suatu variabel yang diteliti normal atau tidak. Karena hal ini sangat
terkait dengan jenis statistik yang akan digunakan, parametrik atau
non-parametrik. Pengujian normalitas mempergunakan Kolmogorof-Smirnov
(K-S) dua ekor. Kriteria yang digunakan : p > 0,05 maka sebaran item
dikatakan normal.
2. Homogenitas
Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari
sampel yang akan diuji tersebut sama. Cara melihat homogenitas yaitu
dengan melihat nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya lebih
besar dari 0,05 (p > 0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varian
yang sama. Begitu pula sebaliknya, jika probabilitasnya kurang dari 0,05
(p < 0,05) maka kedua kelompok sampel memiliki varian yang tidak
3. Uji Hipotesis
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuatitatif, karena itu
untuk menganalisis data digunakan uji statistika yang mengukur hipotesis.
Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji-t (Independent Sample t-test) Untuk memudahkan penghitungan, analisis uji-t pada penelitian ini
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang
memiliki data mengenai variabel yang diteliti. Subyek penelitian pada
dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2005).
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi di Universitas
Sanata Dharma dari beberapa Fakultas.
Teknik pengambilan subyek menggunakan metodepurposive sampling
yaitu mengambil subyek dengan kriteria tertentu (Winarsunu, 2002). Adapun kriteria pemilihan subyek dalam penelitian ini berdasarkan usia dan tingkat
pendidikan. Subyek adalah individu dengan usia 19 sampai 22 tahun yang
sedang menempuh kuliah pada semester 6 sampai 9. Subjek pada semester
tersebut mayoritas sedang menempuh mata Kuliah Kerja Nyata (KKN)
sehingga peneliti mengambil data penelitian di lokasi mahasiswa dan
mahasiswi yang sedang melaksanakan kegiatan KKN yaitu di Kabupaten
Bantul, Yogyakarta. Subjek yang diteliti berjumlah 84 orang dengan rincian
42 mahasiswa dan 42 mahasiswi. Berikut merupakan gambaran umum tentang
Tabel 6
Deskripsi Subjek Penelitian Karakteristik
Jenis kelamin Usia Semester Fakultas
Laki-laki = 42
B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan
Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini
meliputi persiapan administrasi, persiapan peneliti untuk mencari
informasi subjek. Persiapan administrasi berupa permohonan ijin untuk
pengambilan data. Permohonan ijin diperoleh dari subjek yang
bersangkutan. Subjek dipilih sesuai dengan kriteria yang telah dibuat
dilakukan bertepatan dengan adanya program kuliah kerja nyata (KKN)
yang dilakukan oleh sebagian mahasiswa dan mahasiswi sehingga peneliti
melakukan penelitian dibeberapa Dusun yang ada di Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Dalam hal ini Peneliti berupaya untuk mengetahui jadwal
kegiatan program kerja dan lokasi KKN mahasiswa USD serta meminta
izin untuk proses pengambilan data di lokasi KKN. Peneliti meminta izin
secara langsung kepada subjek yang bersangkutan, sehingga penelitian
dapat dilakukan sesuai dengan kondisi subjek.
2. Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada akhir Juli 2010 dengan memberikan
skala self regulated learning pada subyek penelitian sebanyak 84 eksemplar yang berisi 73 pernyataan dan diinstruksikan secara individual
yakni peneliti membagikan dan menjelaskan skala kepada masing-masing
subjek. Setelah pengambilan data, data yang diperoleh diperiksa
kelengkapannya untuk melihat apakah data telah memenuhi syarat.
Semua skala memenuhi kriteria sehingga semua skala dapat
diikutsertakan dalam analisis data.
C. Deskripsi Data Penelitian
Tabel 7
Deskripsi Data Penelitian
Variable Hipotetik SD Empirik SD
Xmax Xmin Mean Xmax Xmin Mean
SRL 292 73 182,5 36.5 273 132 201.62 25.444
Rerata Hipotetik dan Empiris SkalaSelf Regulated Learning
Respon jawaban terendah dan tertinggi dalam skala self regulated learning secara berurutan adalah 1 dan 4, dengan jumlah item sebanyak 73. Kemungkinan skor tetinggi adalah 292, dengan rerata hipotetik
sebesar µ=182,5 dan satuan deviasi α=203,652. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa skor terendah skala self regulated learning adalah sebesar 132 dan tertinggi sebesar 273, dengan rerata empirik M=201,62.
Data tersebut menunjukkan bahwa rerata empirik lebih besar daripada
rerata hipotetik.
D. Hasil Penelitian
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas dan homogenitas. Uji asumsi ini dilakukan untuk