• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1994 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 3 TAHUN 1994 TENTANG"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

NOMOR 3 TAHUN 1994

TENTANG

PAJAK ATAS PERTUNJUKAN DAN KERAMAIAN UMUM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II BADUNG,

Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah berbagai sarana

pertunjukan Keramaian Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Badung maka pengawasan, pembinaan dan pengendalian terhadap berbagai sarana tersebut perlu ditingkatkan;

b. bahwa guna memenuhi maksud tersebut diatas dalam rangka

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dibidang pertunjukan dan keramaian umum serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah sendiri dari sektor pajak, maka dipandang perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 7/PERDA/1976 tanggal 27 Januari 1976 tentang Pajak Pertunjukan dan Keramaian di Daerah Tingkat II Badung dengan suatu Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037);

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655).

(2)

3. Undang-Undang Nomor 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1287);

4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 1983 tentang Penerbitan Peredaran Film dan Perbioskopan di Daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Daerah;

5. Keputusan Menteri Penerangan Nomor 2020/Kep/Menpan/1983 tentang Cara Peredaran Rekaman Video Junto Keputusan Direktur Jenderal Radio Televisi dan Film Departemen Penerangan Nomor

05/Kep./Dirjen/RTF/1984 tentang Ketentuan-ketentuan

Pelaksanaan Pembinaan Rekaman Video;

6. Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan telekomunikasi Nomor KM.70/PW.105/MPPT-85 tentang Peraturan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum;

7. Surat Departemen Penerangan Republik Indonesia Nomor 9640/K/1985 tanggal 30 Juli 1985 perihal Pajak Tontonan atas persewaan kaset video.

8. Surat Mendagri Nomor 973/1707/PUOD tanggal 4 April 1974 perihal Usaha Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Cq. Pajak Tontonan;

9. Surat Mendagri Nomor 973/3965/PUOD tanggal 1 Nopember 1988 perihal Pajak Tontonan atas Persewaan Video Cassete;

10. Surat Ka. Dopenda Tk. I Bali Nomor 973/2316/ Dipenda tanggal 4 Maret 1991 perihal Pajak Tontonan atas Persewaan Video Cassete.

(3)

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II

BADUNG TENTANG PAJAK ATAS PERTUNJUKAN DAN KERAMAIAN UMUM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud :

a. Daerah adalah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung;

b. Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Badung;

c. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah

Tingkat II Badung.

d. Dewan Perwakilan Rakyat adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.

e. Dinas pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan/Pasedahan

Agung Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.

f. Pajak Pertunjukan dan Keramaian Umum adalah Pajak yang dipungut

atas penyelenggaraan pertunjukan dan keramaian umum yang dipungut bayaran.

(4)

g. Pertunjukan dan keramaian umum adalah semua macam/jenis pertunjukan, permaian, ketangkasan, hiburan atau segala bentuk usaha yang dapat dinikmati, serta menimbulkan kesenangan bagi orang dengan nama dan bentuk apapun, dimana untuk menonton menggunakan atau menikmatinya, dipungut bayaran. Termasuk pengertian pertunjukan dan keramaian umum adalah persewaan Video Cassete dan sejenisnya.

h. Penyelenggara adalah orang atau Badan Hukum, Perkumpulan atau Panitia yang bertindak untuk atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya, yang menyelenggarakan dan bertanggungjawab atas

pertunjukan dan keramaian umum. Termasuk pengertian

penyelenggara adalah pengusaha jasa persewaan video cassete dan sejenisnya.

i. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan

bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati pertunjukan dan keramaian umum.

j. Harga tanda masuk yang selanjutnya disingkat HTM adalah Harga atau nilai nominal yang digunakan sebagai pembayaran untuk menonton, menggunakan atau menikmati pertunjukan dan keramaian umum.

k. Penonton adalah Setiap orang yang menghadiri sesuatu pertunjukan dan keramaian umum dengan melihat dan atau mendengar terkecuali penyelenggara, pegawai –pegawainya, para pemain dan petugas lainnya yang hadir untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya demi terselenggaranya pertunjukan dan keramaian umum.

l. Pengunjung adalah Setiap orang yang menghadiri dan

mempergunakan fasilitas serta menikmati pertunjukan dan keramaian umum.

m. Surat pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah Surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan data obyek dan wajib pajak sebagai dasar perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)

n. Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP adalah Surat Keputusan yang menetapkan besarnya pajak terhutang.

o. Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPT adalah Surat Keputusan yang menambah jumlah pajak yang telah ditetapkan.

p. Surat Tagihan Pajak yang selanjutnya disingkat STP adalah Surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau saksi berupa denda administrasi.

BAB II

OBJEK PAJAK

Pasal 2

(1) Obyek Pajak adalah setiap pertunjukan dan keramaian umum yang memungut bayaran di Daerah yang bersangkutan.

(2) Obyek Pajak sebagai dimaksud ayat (1) terdiri dari :

a. Penyelenggaraan pertunjukan film.

b. Penyelenggaraan olah raga termasuk gelanggang renang.

c. Pertunjukan kesenian.

d. Penyelenggaraan Pasar Malam dan sejenisnya.

e. Penyelenggaraan Usaha Jasa Kesegaran Jasmani, Panti Pijat dan sejenisnya.

f. Persewaan Video Cassete dan sejenisnya.

(6)

h. Tman Rekreasi, Kolan memancing dan sejenisnya.

i. Persewaan sarana Olah Raga.

j. Gelanggang permainan dan ketangkasan.

k. Pertunjukan dan keramaian umum lainnya.

BAB III

WAJIB PAJAK

Pasal 3

Wajib Pajak adalah penonton/pengunjung pertunjukan dan keramaian umum.

Pasal 4

Yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak adalah

penyelenggara/pemegang ijin :

a. Untuk perorangan adalah orang yang bersangkutan atau kuasanya.

b. Untuk Badan Hukum/Panitia adalah pengurus atau kuasanya.

BAB IV PERIJINAN

Pasal 5

(1) Setiap penyelenggaraan pertunjukan dan keramaian umum harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Kepala Daerah.

(7)

(2) Untuk mendapat ijin sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, penyelenggara harus mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah dengan mengisi formulir yang telah disediakan.

(3) Tata cara dan persyaratan permohonan ijin ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB V TANDA MASUK

Pasal 6

(1) Penyelenggara wajib memberikan tanda masuk kepada setiap penonton/pengujung pada setiap penyelenggaraan pertunjukan dan keramaian umum.

(2) Tanda masuk sebagai dimaksud ayat (1) pasal ini dilegalisir oleh Dinas Pendapatan Daerah.

(3) Bentuk, ukuran dan warna tanda masuk ditentukan oleh Kepala Daerah.

Pasal 7

(1) Tanda masuk sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) dapat berbentuk

buku atau lembaran lepas dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Kepala Daerah.

(2) Legalisasi tanda masuk sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) dilakukan dengan pembubuhan cap atau perporasi oleh Dinas Pendapatan Daerah.

(8)

BAB VI

Tarif pajak

Pasal 8

(1) Kepala Daerah menetapkan klasemen bioskop yang berada dalam wilayah Daerah.

(2) Klasemen Bioskop terdiri dari :

a. A II b. A I c. B II d. B I e. C f. D g. Keliling

(3) Harga Tanda Masuk ditetapkan oleh Kepala Daerah Atas Usul penyelenggara bioskop dengan berpedoman kepada :

a. Kemampuan daya beli masyarakat.

b. Nilai komersial dari pada film yang akan diputar.

c. Klasemen bioskop yang terdapat dalam kota tersebut.

d. Perbedaan harga Tanda Masuk dari Bioskop yang tinggi terhadap

klasemen yang lebih rendah tidak boleh kurang dari 60%.

(4) Harga Tanda Masuk untuk pertunjukan khusus besarnya ditetapkan tersendiri oleh Kepala Daerah.

(9)

Pasal 9

Besarnya pajak atas pertunjukan dan keramaian umum ditetapkan dari Harga Tanda Masuk setinggi-tingginya sebagai berikut :

Klasemen Bioskop Tarif Pajak

A II A I B II B I C D Keliling 28 % 26% 24% 20% 17% 13% 10%

Besarnya Pajak Pertunjukan dan Keramaian Umum untuk jenis lainnya ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk penyelenggaraan olah raga termasuk gelanggang renang

sebesar 10% dari HTM.

b. Pertunjukan kesenian sebesar 20% dari HTM.

Pertunjukan Kesenian yang Tradisonal yaitu jenis kesenian yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai luhur dan kesenian kreasi baru yang bersumber dari kesenian tradisional dipungut pajak 10% dari HTM.

c. Penyelenggaraan Pasar Malam, dan sejenisnya sebesar 10% dari

HTM.

d. Penyelenggaraan usaha jasa kesegaran jasmani, senam kebugaran,

Panti Pijat sejenisnya, sebesar 15% HTM.

e. Persewaan Video Cassete dan sejenisnya sebesar 10% dari harga

sewa.

(10)

g. Taman Rekreasi Pantai/Sungai, dan sejenisnya sebesar 10% dari HTM (Harga sewa).

h. Persewaan Sarana Olah Raga ditetapkan sesuai dengan kondisi

Daerah.

i. Gelanggang permainan dan ketangkasan ditetapkan prasarana

disesuaikan dengan kondisi Daerah.

j. Pertunjukan sirkus baik yang menggunakan binatang maupun hanya dilakukan oleh orang dipungut pajak 20% dari HTM.

k. Pertunjukan dan keramaian umum yang menggunakan elektronik

dipungut pajak setiap bulan per-unit sebagai berikut :

1. Per Coin Rp. 100,- = Rp. 5.000,- (Lima ribu rupiah).

2. Per coin Rp. 150,- = Rp. 7.500,- (Tujuh ribu lima ratus rupiah).

3. Per coin Rp. 200,- = Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).

4. Per coin Rp. 300,- = Rp. 15.000,- (Lima belas ribu rupiah)

5. Per coin Rp. 400,- = Rp. 20.000,- (Dua puluh ribu rupiah).

6. Per coin Rp. 500,- = Rp. 25.000,- (Dua puluh lima ribu rupiah).

l. Usaha kolam mancing dipungut pajak sebesar 10% dari Pendapatan

kotor.

m. Pertunjukan dan keramaian umum yang ada hubungannya dengan

Upacara Agama atau perayaan Hari-hari Nasional bersejarah dan tidak dipungut bayaran dari penonton/pengunjung, tidak dipungut pajak.

(11)

BAB VII

MASA PAJAK DAN SURAT PEMBERITAHUAN

Pasal 10

Masa Pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang.

Pasal 11

(1) Setiap penyelenggara, wajib mengisi SPT.

(2) SPT sebagaimana ayat (1) pasal ini, harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani serta disampaikan tepat pada waktunya.

Pasal 12

(1) SPT sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1) harus memuat antara lain :

a. Nama dan alamat penyelenggara.

b. Jenis pertunjukan dan keramaian umum yang akan

diselenggarakan.

c. Jumlah dan harga tanda masuk yang akan dijual.

d. Jumlah sarana untuk menyelenggarakan pertunjukan dan

keramaian umum.

(2) Bentuk dan isi SPT sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

(12)

BAB VII

KETENTUAN PAJAK

Pasal 13

(1) Berdasarkan SPT sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat (1), pajak ditetapkan dengan menerbitkan SKP.

(2) Dalam hal SPT tidak disampaikan sebagaimana mestinya pada pasal 11 ayat (2) maka diterbitkan SKP secara jabatan.

(3) Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini dikenakan tambahan pajak sebesar 25% dari pokok pajak.

(4) Bentuk dan isi nota pajak, SKP dan SKP Tambahan ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Pasal 14

(1) Jika ternyata pajak kurang dibayar sebagai akibat pengisian SPT yang salah, maka pajak yang kurang dibayar ditagih dengan menerbitkan SKPT sebelum lewat 3 (tiga) tahun dari awal masa pajak yang terhutang.

(2) Ketetapan pajak yang ditetapkan menurut ayat (1) pasal ini, dikenakan tambahan sebesar 100% (Seratus per seratus) dari pajak yang kurang dibayar.

(3) Kepala Daerah berwenang mengurangkan atau membatalkan baik untuk seluruhnya maupun sebagian tambahan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini dan pasal 13 ayat (3) berdasarkan kekhilafan atau kelalaian yang tidak sengaja.

(13)

BAB IX

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN

Pasal 15

(1) Pembayaran Pajak dilakukan dimuka.

(2) Kepala Daerah dapat memberikan ijin kepada penyelenggara untuk membayar pajak seluruhnya dimuka.

Dengan ketentuan bahwa pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya setelah penyelenggaraan pertunjukan dan keramaian umum selesai dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Nota Pajak.

(3) Pembayaran Pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud ayat

(2), dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah

penyelenggaraan pertunjukan dan keramain umum selesai

dilaksanakan .

(4) Khusus bagi penyelenggaraan pertunjukan dan keramaian umum yang tidak menggunakan tanda masuk perhitungan pajak dilakukan setiap bulan dan harus disetor sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

(5) Keterlambatan pembayaran pajak yang melampaui masa jatuh tempo pembayaran sebagaimana yang ditetapkan dalam SKP dikenakan denda sebesar 2% (Dua perseratus) sebulan dari pokok pajak untuk setiap keterlambatan, untuk selama-lamanya 24 (Dua puluh empat) bulan dengan menerbitkan STP.

Pasal 16

(1) Surat Tagihan Pajak dikeluarkan apabila :

a. Pajak tidak atau kurang dibayar.

b. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda

(14)

c. Dari hasil pemeriksaan Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.

(2) Bentuk dan isi STP ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Pasal 17

Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditentukan oleh Kepala Daerah.

Pasal 18

(1) SPT, SKP, SKP Tambahan dan STP merupakan dasar penagihan pajak.

(2) Tata cara pelaksanaan penagihan pajak diatur oleh Kepala Daerah.

Pasal 19

Tata cara penghapusan piutang dan penetapan besarnya penghapusan pajak diatur oleh Kepala Daerah atas persetujuan DPRD.

Pasal 20

Jumlah pajak dan denda yang dicantum dalam SKP, SKP Tambahan dan STP dapat ditagih dengan Surat Paksa.

BAB X

KEBERATAN DAN BANDING Pasal 21

(1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Kepala Daerah atas SKP, SKP Tambahan dan STP dalam waktu 3 (tiga) bulan.

(15)

(2) Kepala Daerah dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan tidak ada jawaban atau keputusan dari Kepala Daerah, maka keberatan pajak dianggap diterima.

(4) Kewajiban untuk membayar pajak tidak tertunda dengan diajukannya surat keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini.

Pasal 22

Apabila Kepala Daerah menolak keberatan pajak yang diajukan wajib pajak sebagaimana pasal 21 ayat (2) wajib pajak dapat mohon banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah keputusan tersebut diterima menurut cara yang ditentukan dalam Peraturan Majelis Pertimbangan Pajak.

BAB XI

KERINGANAN DAN PEMBEBASAN

Pasal 23

(1) Kepala Daerah dapat memberikan keringanan dan pembebasan terhadap pembayaran Pajak Pertunjukan dan Keramaian Umum.

(2) Tata cara pemberian keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diatur oleh Kepala Daerah.

(16)

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 24

(1) Barang siapa melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini, dapat diancam pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (Lima puluh ribu rupiah).

(2) Tindak Pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pidana pelanggaran.

BAB XIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 25

Selain oleh Pejabat Penyidik Umum, Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 24 Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik pegawai Negeri sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26

Dalam melaksanakan tugas penyidikan para pejabat sebagaimana dimaksud pada pasal 25 Peraturan Daerah ini, berwenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

(17)

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat.

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 7/PERDA/1976 tanggal 27 Januari 1976 tentang Pajak Pertunjukan dan Keramaian di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung dinyatakan tidak berlaku lagi

Pasal 28

Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Daerah ini dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Daerah.

(18)

Pasal 29

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.

Denpasar, 21 Januari 1994

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH BUPATI KEPALA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG TINGKAT II BADUNG KETUA,

TTD

TTD

I KETUT GARGA I G.B. ALIT PUTRA

Disahkan

Dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri 973/435.61-742 Tgl : 26 Oktober 1994

Direktorat Jenderal

Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Direktur Pembinaan Pemerintahan Daerah

T.T.D

Drs. H. OMAN SACHRONI NIP. 010054135

Diundangkan Dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.

Nomor : 11 Tanggal : 4-11-1994

Seri : a Nomor : 2

Sekretaris Wilayah/Daerah Tingkat II Badung T.T.D

Drs. Ida Bagus Yudara Pidada Pembina Tk. I

(19)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

NOMOR 3 TAHUN 1994 TENTANG

PAJAK PERTUNJUKAN DAN KERAMAIAN UMUM KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG

I. UMUM

Sebagaimana dimaklumi bahwa perkembangan pembangunan di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung semakin pesat, demikian juga seiring dengan hal tersebut, maka berbagai sarana pertunjukan dan keramaian umum jumlahnya juga semakin meningkat pula.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung memandang perlu untuk lebih meningkatkan pengawasan, pembinaan penyuluhan serta pembinaan dan pengendalian terhadap berbagai sarana dimaksud.

Demikian pula dalam rangka usaha dan upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dibidang pertunjukan dan keramaian umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung serta dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sendiri khususnya yang bersumber dari sektor pajak pertunjukan dan keramaian umum, maka dipandang perlu meninjau kembali Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 7/PERDA/1976 tanggal 27 Januari 1976 tentang pajak Pertunjukan dan Keramaian di Kabupaten Daerah Daerah Tingkat II Badung dimana sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang dan oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung sudah saatnya mengambil langkah-langkah dengan menyesuaikan dan mengatur kembali ketentuan mengenai berbagai sarana pertunjukan dan keramaian umum tersebut dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 huruf a s/d h : Cukup Jelas

huruf j : Tidak semua pertunjukan dan keramaian umum disini

(20)

permainan anak-anak yang menggunakan coin demikian juga tanda anggota atau suatu perkumpulan (Club) olah raga yang menggunakan fasilitas olah raga dikomersilkan.

huruf j s/d g : Cukup Jelas

Pasal 2 s/d pasal 8 : Cukup Jelas.

Pasal 9 point a : Cukup Jelas.

point b : Pertunjukan kesenian yang tradisional yaitu jenis kesenian yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai luhur dan kesenian kreasi baru yang bersumber dari kesenian tradisional dipungut pajak 10% dari HTM. Adapun pertunjukan tersebut meliputi antara lain : Drama, Kecak, Legong, Balet, Wayang Kulit, Sendratari, Arja, Topeng, Sanghyang, Tari Lepas, Kreasi Baru, Joged, Prembon, Gambun, Janger dan yang sejenis yang disamakan dengan itu.

point c s/d m : Cukup Jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan desain akhir berupa Pusat Perawatan Kecantikan Herbal di Tawangmangu, metode yang digunakan mengacu pada konsep Ekologi Arsitektur yang diaplikasikan

Anda diundang untuk berpartisipasi dalam penelitian berjudul Hubungan tingkat pengetahuan, kelengkapan imunisasi, pendidikan, pemberian ASI ekslusif , status ekonomi,

Anak menggunakan metode mencontoh dalam membuat relief plastisin yaitu dengan melihat contoh karya yang dibuat oleh peneliti, kemudian diharapkan anak dapat mengembangkan

penggunaan dari bagian-bagian tertentu dari aset tersebut yang cukup besar. 2) Reparasi besar yang menambah umur manfaat aset tetap Pengeluaran untuk. reparasi ini adalah

Kodon UAA,UAG, dan UGA tidak mengkode asam amino apapun dan merupakan agen pemotong gen (tidak dapat bersambung lagi dengan double helix asam amino) disebut kodon terminasi/

(3) BP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c merupakan keturunan pertama dari BD atau BS yang memenuhi standar mutu kelas BP dan harus diproduksi sesuai

Manfaat integrasi yaitu untuk memudahkan administrator dalam mengelola sistem dengan mudah dalam 1 wadah yang mempunyai fungsi berbeda-beda tetapi mempunyai makna