• Tidak ada hasil yang ditemukan

PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PURIFIKASI PROTEASE DARI EKSKRETORI/SEKRETORI

STADIUM L

3

Ascaridia galli

ABSTRAK

Enzim proteolitik yang disekresikan oleh parasit memainkan peran pada proses

penetrasi dan migrasi jaringan inang. Penelitian ini bertujuan untuk memurnikan

protease yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

. L

3

diperoleh

dari usus halus 100 ekor ayam petelur HySex Brown tujuh hari setelah pemberian dosis

6000 L

2

melalui oesofagus ayam. Sebanyak 5 – 10 ekor L

3

dikultur secara

in vitro

dalam setiap ml medium

Rosswell Park Memorial Institute (RPMI 1640)

, pH 6,8, tanpa

merah fenol dalam inkubator pada temperatur 37

o

C dan 5% CO

2

selama 3 hari.

Ekskretori/sekretori dipreparasi dari produk metabolisme L

3

yang dilepaskan ke dalam

medium kultur. Protease dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel matriks sephadex

G-100 dan

anion exchange

matriks DEAE sephadex A-50. Aktivitas protease diuji

terhadap kasein. Konsentrasi protein dihitung mengikuti metode Bradford. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim pada fraksi 31 kromatogram filtrasi gel

lebih tinggi dibandingkan dengan

anion exchange

. Protease yang disekresikan oleh

stadium L

3

A. galli

dapat dimurnikan berdasarkan berat molekulnya.

Kata kunci:

Ascaridia galli, nematoda, ekskretori/sekretori, protease, kromatografi

ABSTRACT

Proteolytic enzymes secreted by parasites are thought to play a key role in the

processes of penetration and migration trough the host tissue. The research was carried

out to purify protease from exretory/secretory of A. galli L3 stage. A. galli L3 were

recovered from intestines of 100 HySex Brown

heads chickens 7 days after oesophagus

inoculation with 6000 L2. L3 recovered in this manner were cultured (5 – 10 ml

-1

) in

flasks containing rosswell park memorial institute (RPMI) 1640 media, pH 6.8, without

phenol red. Cultures were incubated at 37

0

C in 5% CO

2

and culture fluid was collected

after 3 days in culture. Excretory/secretory was prepared from metabolic product of L3

released in culture medium. Protease purified using anion exchange matrix DEAE

sephadex A-50 and gel filtration matrix sephadex G-100 chromatography. The protease

activity was assayed against casein. Protein concentration were counted as described in

Bradford method. The result showed that enzyme activity on chromatography gel

filtration more highly compared anion exchange. These result indicate that the protease

secreted by A. galli L

3

stage could purify based on molecular weight.

(2)

PENDAHULUAN

Protease yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori dari berbagai stadium

kehidupan cacing parasitik telah menarik perhatian para ilmuan karena peranannya yang

penting dalam reaksi biologi, termasuk metabolisme protein, reaksi imun, nutrisi parasit,

penetrasi ke jaringan inang, dan patogenesis helmintosis. Telah dibuktikan bahwa

peningkatan konsentrasi protease yang dilepaskan cacing parasitik pada peristiwa invasi

ke jaringan inang definitif (Cock

et al

. 1993; Hadas dan Stankiewicz 1997; Todorova

2000; dan Iglesias

et al

. 2005).

Ascaridia galli

adalah cacing parasitik nematoda yang dapat menginfeksi

berbagai jenis unggas, termasuk ayam petelur. Siklus hidup

A. galli

secara lengkap telah

dijelaskan oleh Permin dan Hansen (1998), dimana telur yang dihasilkan oleh

A. galli

dewasa di dalam lumen inang definitif akan mengalami maturasi di lingkungan

manakala dikeluarkan bersama tinja. Siklus hidup sebagai parasit dimulai ketika inang

definitif menelan telur infektif (L

2

) sampai menjadi dewasa dan bereproduksi

menghasilkan telur. Sebelum menjadi dewasa,

A. galli

mengalami dua fase kehidupan di

dalam tubuh inang definitif, yaitu fase lumen dan fase jaringan. Mekanisme invasi ke

jaringan oleh L

3

A. galli

untuk menjalani fase histotrofik belum banyak diketahui.

Diduga bahwa L

3

melepaskan protease ekstraseluler untuk menembus pertahanan

mukosa saluran cerna inang definitif sehingga larva dapat

establish

di dalam jaringan.

Peneliti terdahulu melaporkan bahwa enzim proteolitik ditemukan pada ekstrak

somatis dan ekskretori/sekretori stadium L

3

, L

4

dan dewasa

Ostertagia ostertagi

(Cock

et al

. 1993). Hadas dan Stankiewicz (1997) menyatakan bahwa cacing nematoda

Trichostrongylus colubriformis

dan

Haemonchus contortus

melepaskan enzim

proteolitik pada stadium L

3

. Hasil penelitian Todorova (2000) merefeksikan bahwa

protease serin, sistein dan metal hadir pada kultur

in vitro

stadium L

1

Trichinella

spiralis

. Ford

et al

. (2005) membuktikan bahwa stadium L

3

Onchocerca volvulus

menghasilkan protease serin. Namun, informasi tentang keberadaan protease pada

stadium L

3

A. galli

belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah

memurnikan protease dari produk ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

. Tujuan

(3)

penelitian ini adalah untuk mendapatkan protease murni yang dilepaskan melalui

ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, Bagian Parasitologi dan

Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia

Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Waktu Penelitian berlangsung dari

bulan Mei 2005 sampai Mei 2006.

Rancangan Penelitian

Cacing

A. galli

betina dewasa diperoleh dari dalam lumen usus halus ayam

kampung yang terinfeksi secara alami. L

1

diambil langsung dari uterus

A. galli

betina

dewasa. L

1

diinkubasi secara

in vitro

selama 20 – 30 hari pada temperatur ruangan untuk

mendapatkan L

2

. L

2

dikultur secara

in vivo

untuk mendapatkan L

3

pada 100 ekor ayam

Isa Brown

umur 12 minggu yang telah diperiksa telur cacing dalam tiap gram tinjanya

(TTGT), dipelihara secara individual dalam kandang baterei, diberi pakan komersial dan

air minum secara

ad libitum

sebagai ayam donor (Tiuria

et al

. 2003). Ayam dinekropsi

tujuh hari setelah pemberian L

2

dan jumlah L

3

yang ditemukan dihitung. Larva

A. galli

diinkubasi dalam sumur

cell culture plate

, masing-masing sumur diisi 25 – 50 larva

dalam 5 ml medium Rosswell Park Memorial Institute (RPMI 1640, Sigma-Aldrich), pH

6,8, tanpa merah fenol yang ditambahkan 100 unit/ml penisilin G, 100

µ

g/ml

streptomisin, 5

µ

g/ml gentamisin, dan 0,25

µ

g/ml kanamisin dalam inkubator CO

2

selama 3 hari. Campuran medium dengan ekskretori/sekretori L

3

A. galli

disentrifus

pada 12.000 g dengan temperatur 4

o

C selama 5 menit. Protease yang dilepaskan melalui

ekskretori/sekretori L

3

A. galli

dipurifikasi dengan kromatografi filtrasi gel dan

anion

(4)

Preparasi Ekskretori/Sekretori Stadium L

3

A. galli

Telur cacing

A. galli

diambil dari uterus cacing betina dewasa. Telur cacing

tersebut diinkubasi dalam cawan petri plastik berisi aquadestilata steril hingga terbentuk

larva infektif (L

2

) selama 21 – 30 hari pada suhu kamar (Tiuria 1991; Athaillah 1999

Darmawi 2003; Balqis 2004; dan Balqis

et al

. 2005). L

2

A. galli

yang berkembang

diberikan secara oral kepada ayam petelur

HySex Brown

umur 12 minggu dengan dosis

6000 L

2

, dan 7 hari kemudian dipotong untuk diambil isi lumen dan kerokan mukosa

usus halus. Isi lumen dibersihkan dengan NaCl fisiologis dan disaring dengan saringan

larva. L

3

A. galli

dihitung di bawah mikroskop stereo (Bauer 2001; dan Balqis

et al

.

2005).

Sebanyak 25 – 50 ekor L

3

dikultur dalam cawan petri berisi 5 ml medium

RPMI-1640 pH 6,8 (tanpa phenol red). Media diberi suplemen 100 unit/ml penicillin G, 100

µ

g/ml streptomisin, 0,25

µ

g/ml amphotericin B, dan 5

µ

g/ml gentamisin. Larva dikultur

selama 3 hari pada temperatur 37

0

C dan tekanan CO

2

5%. Cairan kultur dikoleksi,

disentrifugasi (12.000 g) dan disaring dengan membran filter (0,2

µ

m), serta didialisa

dengan

phosphate-buffered saline

(PBS) untuk mendapatkan ekskretori/sekretori

A. galli

(Rhoads

et al

. 1997; dan Balqis

et al

. 2005).

Uji Konsentrasi Protein

Sepuluh mg

Bovine Serum Albumin

(BSA) dilarutkan dengan 10 ml aquadest dan

dibuat 10 tingkatan konsentrasi sebagai standar. Sebanyak 100

µ

l dari masing-masing

tingkatan ditempatkan dalam tabung reaksi steril lainnya dan ditambahkan dengan 5 ml

larutan Bradford. Sebagai blanko digunakan 3 tabung reaksi steril masing-masing diisi

dengan 100

µ

l aquadest dan ditambahkan dengan 5 ml larutan Bradford. Sebanyak 100

µ

l sampel substansi bioaktif asal larva stadium L

3

A. galli

diisikan ke dalam tabung

reaksi steril dan masing-masing ditambahkan dengan 5 ml larutan Bradford. Standar,

blanko, dan sampel masing-masing dimasukkan kedalam tabung kuvet untuk dilihat

hasil absorbansinya dengan menggunakan

Spectrophotometer

pada panjang gelombang

(

λ

) 578 nm (Rukayadi dan Suhartono 1999).

(5)

Uji Aktivitas Enzim

Aktivitas proteinase diuji terhadap casein. Campuran 250

µ

l 0,2% casein

Hamarstain dalam Tris mM (pH 7,0) dan 50

µ

l enzim diinkubasi selama 10 menit pada

temperatur 70

o

C. Reaksi dihentikan dengan penambahan 500

µ

l asam trichloroacetic 0,1

M dan diinkubasikan pada 37

o

C selama 10 menit. Setelah pemusingan, 375

µ

l

supernatan dicampur dengan 1,25 ml sodium carbonate dan 50

µ

l reagen Folin-Ciocalteu

dan diinkubasikan pada 37

o

C selama 20 menit. Jumlah degradasi ditentukan dari

absorbansi pada

λ

578 nm (Kong

et al

. 2000). Aktivitas 1 unit enzim ditetapkan sebagai

jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menguraikan 1

µ

g tyrosine dan casein di dalam 1

ml volume reaksi per menit (Chung

et al

. 1997).

Pemurnian Protease Stadium L

3

A. galli

Tahapan ekstraksi dan pemurnian protease

A. galli

meliputi pengendapan

protein, proses dialisis, penggunaan filtrasi gel dengan matriks sephadex G-100, dan

anion exchange

dengan matriks DEAE-Sephadex A-50. Untuk menggumpalkan protein,

sebanyak 500 ml supernatan hasil sentrifugasi yang mengandung enzim ekstrak kasar

ditambahkan dengan 40% (b/v) ammonium sulfat teknis, sedikit demi sedikit sambil

diaduk dengan

magnetik stirer

hingga larut dan dibiarkan selama satu malam pada suhu

rendah. Filtrat protease dipisahkan dengan sentrifugasi 12.000 g selama 40 menit lalu

dilarutkan dengan buffer Tris-HCl 10 mM pH 8. Setelah itu dilakukan pengujian

aktivitas dengan metode Walker (1984) pada substrat musin dan penentuan kadar protein

menurut metode Bradford (1976).

Ammonium sulfat yang ada dalam enzim dipisahkan dengan cara dialisis.

Kantong dialisis (

cut-off 12 kD

) dengan lebar 25 mm, diametar 16 mm dipotong

sepanjang 15 cm, disiapkan dengan cara berikut: kantong direndam dengan air mengalir

selama 3-4 jam guna menghilangkan glisin. Selanjutnya kantong dialisis diberi

perlakuan dengan 0,3% (w/v) larutan Na

2

S dengan suhu 80°C selama 1 menit untuk

menghilangkan sulfur. Kemudian dicuci dengan air panas (suhu 60°C) selama 2 menit.

Selanjutnya direndam dalam H

2

SO

4

0,2% (v/v). Terakhir dicuci dengan air panas sampai

(6)

bau asamnya hilang. Saat akan digunakan, salah satu ujung kantong diikat dengan

benang jahit, lalu dimasukkan 10 ml larutan enzim dan ujung yang lain diikat dengan

benang jahit pula. Kantong dimasukkan dalam larutan buffer Tris-Cl 20 mm, pH 8

dengan volume 100 kali volume filtrat dan diagitasi secara perlahan pada suhu 4°C

selama 4 jam.

Larutan Protease dimasukkan dengan menggunakan pipet dengan volume

sebesar 5 % dari 27,5 (void volume) yaitu 1,375 ml. Setelah semua sampel dimasukkan

dalam kolom, gradien pengelusi dan

fraction colector

(Pharmacia, Biotech)

dioperasikan. Buffer yang digunakan untuk elusi ialah Tris-HCl 10 mM pH 8,0. Ukuran

fraksi yang digunakan sebesar 2 ml per tabung, seluruhnya ada 20 fraksi. Setiap fraksi

diukur aktivitasnya pada substrat musin menurut Metode Walter (1984) dan

penghitungan kadar proteinnya menggunakan metode Bradford (1976).

Kromatografi

Sebelum aktivitas enzim diuji, terlebih dahulu dilakukan optimasi pada buffer

boraks, buffer universal, dan buffer Tris-HCl (pH 6 - 10), asam fosfat (pH 6 - 8), dan

asam asetat (pH 5 - 10). Protease yang dilepaskan melalui ekskretori/sekretori L

3

A. galli

dipurifikasi dengan kromatografi filtrasi gel dan

anion exchange

. Supernatan kultur

diendapkan dengan ammonium sulfat 40% selama 1 malam pada temperatur 4

o

C dan

disentrifus pada 10.000 rpm selama 10 menit. Pellet dilarutkan ke dalam buffer Tris-HCl

(pH 7) dan didialisa dengan buffer yang sama pada 4

o

C selama 24 jam. Larutan

terdialisa digunakan pada kolom gel filtrasi matriks Sephadex G-100 (Sigma, USA) dan

anion exchange

matriks DEAE-Sephadex A-50 (Sigma, USA), disetimbangkan dengan

buffer HCl (pH 7) dan dielusi pada gradien NaCl 0 – 0,1 M dalam 0,01 mM

Tris-HCL (pH 7) pada nilai volume fraksi 0,5 ml/min dan 3 ml. Masing-masing fraksi diuji

konsentrasi protein dan aktivitas enzimatisnya (Kong

et al

. 2000; dan Balqis

et al

.

2006).

(7)

HASIL PENELITIAN

Pengaruh beberapa jenis dan pH buffer dilakukan dengan memberikan perlakuan

0,1 M Tris-HCl (pH 6 - 10), 0,05 M asam fosfat (pH 6 - 8), dan 0.05 M asam asetat (pH

5 - 10) disajikan pada Gambar 1. Aktivitas enzim diuji pada

crude

ekskretori/sekretori

stadium L

3

A. galli

. Hasil optimasi diketahui bahwa buffer Tris mempunyai aktivitas

enzim yang tinggi dibandingkan dengan kedua jenis buffer lainnya, dimana aktivitas

enzim mulai terlihat pada pH 6 yang mencapai optimum pada pH 7 tetapi aktivitas

enzim rendah pada pH 8 dan semakin menurun pada suasana basa. Aktivitas enzim pada

buffer fosfat mulai terlihat pada pH 5 yang dapat dipertahankan pada pH 6, tetapi

aktivitasnya menurun pada pH 7 dan 8. Aktivitas enzim meningkat pH 9 dan

dipertahankan sampai pH 10. Aktivitas enzim juga terlihat dalam buffer asetat pada pH

6 dan aktivitasnya semakin meningkat sampai pada pH 8. Namun, nilai aktivitas enzim

yang dicapai pada buffer fosfat atau asetat masih berada di bawah nilai aktivitas enzim

pada buffer HCl. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa buffer

Tris-HCl adalah buffer yang paling sesuai untuk optimasi aktivitas enzim dari

ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

sehingga untuk pengujian selanjutnya pada

penelitian ini digunakan buffer 0,1 M Tris-HCl pada pH 7.

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 4 5 6 7 8 9 10 11 pH A k ti v it a s e n z im ( u /m l)

0,1 M tris HCl 0,05 M fosfat 0,05 M asetat

Gambar 1. Aktivitas enzim

crude

ekskretori/sekretori stadium L

3

(8)

Untuk mendapatkan enzim protease yang bebas dari molekul lainnya, dilakukan

pengendapan protein dengan menggunakan ammunium sulfat pada konsentrasi 20-70%.

Hasil optimasi aktivitas enzim dengan ammunium sulfat disajikan pada Gambar 2.

Aktivitas enzim terdeteksi pada konsentrasi 20% dan menurun pada konsentrasi 30%.

Aktivitas enzim meningkat sebesar 14 kali pada konsentrasi 40%, tetapi aktivitas enzim

menurun pada konsentrasi 50% dan terus menurun pada konsentrasi 60%, sedangkan

pada konsentrasi 70% aktivitasnya terlihat sedikit meningkat. Berdasarkan hasil yang

diperoleh diketahui bahwa konsentrasi ammunium sulfat yang paling sesuai untuk

pengendapan protein dari ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

adalah ammunium

sulfat dengan konsentrasi 40%.

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Konsentrasi (%) A k ti v it a s e n z im ( U /m l)

Gambar 2. Optimasi aktivitas enzim

crude

ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

dengan pengendapan ammunium sulfat

Aktivitas enzim pada pengendapan protein dan dialisis terjadi peningkatan

masing-masing sebesar 359,20% dan 362,05% dibandingkan dengan

crude

. Protein

total yang merupakan perkalian antara kadar protein dan volume pada pengendapan

protein dan dialisis terjadi penurunan sebesar 3,09% dan 3,51% dibandingkan dengan

crude

. Aktivitas total yang merupakan perkalian antara aktivitas enzim dan volume pada

pengendapan protein dan dialisis terjadi penurunan sebesar 78,16% dan 65,84%

(9)

dibandingkan dengan

crude

. Aktivitas spesifik yang merupakan pembagian antara

aktivitas enzim dan kadar protein pada pengendapan protein dan dialisis terjadi

peningkatan sebesar 2666,67% dan 1960,67% dibandingkan dengan

crude

. Tingkat

kemurnian pada pengendapan protein dan dialisis meningkat sebesar 2524% dan 1868%

dibandingkan dengan

crude

. Hasil yang merupakan pembagian antara aktivitas total dan

volume pada pengendapan protein dan dialisis terjadi penurunan sebesar 78,9% dan

65,59% dibandingkan dengan

crude

. Hasil uji konsentrasi protein, aktivitas enzim,

aktivitas spesifik enzim, tingkat kemurnian dan hasil dari ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

pada tiap-tiap tahap purifikasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1.Tahapan purifikasi protease dari ekskretori/sekretori L

3

A. galli

Protein

Aktivitas

Akt. Spe-

Tingkat Hasil

Tahap

Total (mg)

Total (U)

sifik(U/mg)

Kemurnian

(%)

Crude

(supernatan)

4485

2,84

0,0006

1,0

100,0

Pengendapan-

Am. sulfat 40%

138,75

2,22

0,0160

25,24 78,9

Dialisis

157,5

1,87

0,0118

18,68 65,59

Aktivitas enzim terlihat pada dua

peak

(puncak) yang dielusi dari gel filtrasi

yaitu fraksi 8 dan 31 dengan aktivitas enzim masing-masing 0,10 U/ml dan 0.625 U/ml.

Kadar protein terlihat pada 2 puncak, yaitu fraksi gabungan 4 dan 5, dan fraksi 11

dengan konsentrasi protein 0,88 mg/ml dan 0,46 mg/ml. Hasil kromatografi gel filtrasi

disajikan dalam Gambar 3. Aktivitas enzimatik terlihat pada empat puncak yang dielusi

dari

anion exchange

yaitu fraksi gabungan 25 dan 30, fraksi 45, fraksi gabungan 55, 60,

65, dan 70, dan fraksi 95. Konsentrasi protein terlihat pada lima puncak, yaitu fraksi

gabungan 20, 25,30,dan 35, fraksi 45, fraksi gabungan 60 dan 65, 75 dan 80, dan fraksi

90. Fraksi 45 merupakan puncak

gabungan antara aktivitas enzim dan konsentrasi

protein tertinggi yaitu 0.003 U/ml dan 37,33 mg/ml (Gambar 4). Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari kromatografi

anion exchange

dan gel filtrasi terlihat fraksi 31 mempunyai

aktivitas enzim tertinggi, sehingga fraksi 31 akan dipakai untuk imunisasi ayam petelur.

(10)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 Nomor fraksi K o n s e n tr a s i p ro te in (m g /m l) 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 A k ti v it a s e n z im e ( U /m l) Protein Enzim

Gambar 3. Kromatogram gel filtrasi matriks sephadex G-100

0

5

10

15

20

25

30

35

40

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95

Nomor Fraksi

K o n s e n tr a s i p ro te in ( m g /m l)

0

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

0.003

0.0035

A

k

ti

v

it

a

s

E

n

z

im

e

(

U

/m

l)

Protein Enzim

(11)

Protein total, aktivitas total aktivitas spesifik tingkat kemurnian dan haril dari

kromatografi gel filtrasi lebih tinggi dibandingkan dengan kromatografi

anion exchange.

Masing-masing uji terjadi peningkatan sebesar 1,07 kali, 19 kali, 18,83 kali, 18,81 kali

dan 19,97 kali (Tabel 2). Berdasarkan hasil yang diperoleh terlahat bahwa hasil

kromatografi gel filtrasi matriks sephadeks G-100 lebih baik bila dibandingkan dengan

kromatografi

anion exchange

matriks DEAE sephadeks A-50.

Tabel 2. Purifikasi protease dari ekskretori/sekretori L

3

A. galli

dengan kromatografi

Protein

Aktivitas

Akt. Spe-

Tingkat Hasil

Kromatografi

Total (mg)

Total (U)

sifik(U/mg)

Kemurnian

(%)

Gel filtrasi

1,2

0.19

0,1563

246,42 6,59

Anion exchange

1.12

0.01

0,0083

13,10 0,33

PEMBAHASAN

Optimasi enzim dilakukan dengan memberikan perlakuan larutan penyangga

buffer Tris-HCl (pH 6 - 10), asam fosfat (pH 6 - 8), dan asam asetat (pH 5 - 10) pada

reaksi hidrolisis. Aktivitas enzim tertinggi pada penyangga asam fosfat adalah 0,003

U/ml, pada penyangga asam asetat adalah 0,006 U/ml, sedangkan pada penyangga

Tris-HCl adalah 0,012 U/ml. Hasil optimasi jenis larutan penyangga dengan beberapa pH

menunjukkan bahwa larutan penyangga Tris-HCl pH 7 memberikan aktivitas terbaik

bagi aktivitas enzim (Gambar 1). Aktivitas enzim meningkat sebesar 14 kali pada

konsentrasi 40% ammunium sulfat (Gambar 2). Suhartono (1989) menyatakan bahwa

optimasi buffer pada purifikasi protein diperlukan untuk menjaga konsentrasi ion

hidrogen pada larutan protein. Pemilihan buffer yang sesuai sangat penting untuk

menjaga protein pada pH yang diinginkan dan untuk memastikan hasil penelitian yang

konstan. Buffer anion mempengaruhi konformasi enzim dan efek tidak langsung pada

muatan sisi aktif enzim.

(12)

Pengendapan (pemekatan) protein dengan amonium sulfat adalah metode yang

sering digunakan karena memiliki daya larut tinggi di dalam air, relatif murah, dan

kestabilan protein di dalam larutan amonium sulfat (2 M – 3 M) tahan bertahun-tahun.

Pemilihan amonium sulfat didasarkan pada kelarutan protein yang berinteraksi polar

dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam dan daya tolak menolak

protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein (pada pH dan temperatur tertentu)

meningkat pada kenaikan konsentrasi garam (

salting in

). Kenaikan kelarutan protein

akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada penambahan garam dengan konsentrasi

tertentu kelarutan protein menurun (

salting out

). Molekul air yang berikatan dengan

ion-ion garam semakin banyak yang menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi

permukaan protein sehingga mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan

kemudian mengendap (Harris 1989).

Pada tahap dialisis, garam yang berlebih di dalam sampel dapat dihilangkan

dengan cara menempatkan sampel di dalam kantung (membran) dialisis semipermeabel

yang direndam di dalam larutan buffer. Molekul yang berukuran kecil akan keluar

melalui membran sedangkan molekul yang besar akan tertahan di dalam membran

dialisis. Ukuran pori kantung dialisis yang terbuat dari bahan selulosa asetat ini

berdiameter 1 – 20 nm yang menunjukkan berat molekul minimum yang dapat tertahan

di dalam membran (Harris 1989).

Pemurnian protease yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan

kromatografi kolom. Ada beberapa cara kromatografi kolom, diantaranya adalah

kromatografi gel filtrasi dan kromatografi

anion exchange

. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dari kromatografi gel filtrasi (Gambar 3) dan

anion exchange

(Gambar 4)

terlihat fraksi 31 mempunyai aktivitas enzim tertinggi. Kromatografi gel filtrasi

merupakan teknik pemisahan protein dan makromolekul biologi lain berdasarkan ukuran

molekul. Matriks gel filtrasi merupakan gel berpori yang dikemas di dalam kolom dan

dielusi dengan fase cair-mobil. Pori-pori matriks dapat menampung molekul yang

berukuran lebih kecil dan memisahkannya dari molekul yang berukuran molekul tinggi.

Kromatografi gel filtrasi dapat pula digunakan untuk estimasi berat molekul.

Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan

(13)

di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai

pengisi kolom. Permukaan protein terdiri dari muatan positif dan negatif tergantung dari

rantai samping asam amino asam dan basa (Amersham 2003).

Konsentrasi protein ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

pada tiap-tiap

tahapan purifikasi mulai dari tahap

crude

sampai pada tahap kromatografi menunjukkan

penurunan seperti disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hal ini menunjukkan bahwa

senyawa-senyawa pengotor dan protein-protein lain sudah terpisahkan. Penelitian

tentang konsentrasi protein yang dilepaskan oleh cacing dilaporkan Satrija

et al

. (2004)

bahwa kadar protein antigen cacing pita

Raillietina echinobothrida

sebelum dipekatkan

berkisar antara 0,286 – 0,361 mg/ml, sedangkan setelah dipekatkan dengan vivaspin

mengandung protein antigen 0,691 mg/ml. Darmawi

et al

. (2006

b

) membuktikan bahwa

keberadaan protein L

3

cacing nematoda

A. galli

dapat dimonitor melalui

spektrofotometer setelah tiga hari dikultur dalam medium RPMI 1640.

Ekskretori/sekretori cacing nematoda seperti

Ascaris suum, Toxocara canis,

Brugia malayi, Loa loa, Dictyocaulus viviparus, Dirofilaria immitis

, dan

Ostertagia

ostertagi

mengandung enzim. Enzim yang dilepaskan cacing selama

establish

dapat

berperan sebagai substansi biologik aktif untuk perkembangan parasit. Protease dapat

dideteksi keberadaannya pada ekstrak tubuh dan ekskretori/sekretori larva (L

3

) dan (L

4

)

cacing nematoda

O. ostertagi

pada sapi. Aktivitas proteolitik terlihat pada produk

ekskretori/sekretori L

4

(Cock

et al

. 1993). Cacing

Clonorchis sinensis

dilaporkan

Nagano

et al

. (2004) secara molekular mengekspresikan protease sistein. Protease sistein

juga diekspresikan oleh cacing dewasa

Paragonimus westermani

(Kim

et al

. 2000), dan

H. contortus

(Ruiz

et al

. 2004). Darmawi

et al

. (2006

a

) membuktikan bahwa cairan

kultur larva

A. galli

memiliki aktivitas enzimatis yang ditandai dengan sifatnya yang

mampu mendegradasi casein. Cacing nematoda gastrointestinal ruminansia juga

mengandung enzim proteolitik (Knox dan Jones 1990).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

memiliki aktivitas protease dan berhasil dipurifikasi melalui kromatografi filtrasi gel.

Hal ini membuktikan bahwa stadium L

3

A. galli

membutuhkan enzim ekstraseluler

untuk

survive

menjalani fase histotrofik. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian

(14)

peneliti terdahulu bahwa aminopeptidase yang ditemukan oleh Rhoads

et al

. (1997) pada

stadium L

3

– L

4

nematoda

A. suum

berkenaan dengan proses

molting

. Rhoads

et al

.

(2001) membuktikan juga bahwa pada stadium L

3

– L

4

A. suum

pada babi melepaskan

hyaluronidase dengan kadar tertinggi hyaluronidase ditemukan pada hari keempat dan

keenam di dalam medium kultur. Proses perkembangan L

3

menjadi L

4

dan proses

migrasi larva

A. suum

ke jaringan difasilitasi dan tergantung pada hyaluronidase. Ford

et

al

. (2005) melaporkan bahwa protease yang disekresikan melalui ekskretori/sekretori

Onchocerca volvulus

berperan multifungsi untuk perkembangan parasit, termasuk

molting

,

establishment

, embriogenesis, dan reproduksi.

Berdasarkan temuan para peneliti terdahulu (Cock

et al

. 1993; Rhoads

et al

.

1997; Harnett

et al

. 1997; Kim

et al

. 2000; Todorova 2000; Rhoads

et al

. 2001; Satrija

et

al.

2004; Nagano

et al

. 2004; Ford

et al

. 2005; dan Darmawi

et al

. 2006

ab

) maka

protease yang telah berhasil dipurifikasi dari ekskretori/sekretori stadium L

3

A. galli

pada penelitian ini sangat mungkin berperan multifungsi bagi kelangsungan hidup

parasit dan sebagai perantara interaksi parasit dengan inang definitifnya.

KESIMPULAN

1.

Stadium L

3

A. galli

melepaskan protease yang mempunyai aktivitas enzim 0,19

U/ml dengan aktivitas spesifik 0,15 U/mg.

2.

Aktivitas enzim yang terdapat pada fraksi 31 kromatogram filtrasi gel lebih

tinggi dibandingkan dengan aktivitas enzim pada

anion exchange

.

Saran

Dari hasil penelitian disarankan bahwa perlu dilakukan penelitian selanjutnya

untuk mengetahui karakter dan jenis enzim yang dilepaskan oleh stadium L

3

A. galli

.

Gambar

Gambar 1. Aktivitas enzim crude ekskretori/sekretori stadium L 3
Gambar 2. Optimasi aktivitas enzim  crude ekskretori/sekretori stadium L 3
Tabel 1.Tahapan purifikasi protease dari ekskretori/sekretori L 3  A. galli
Gambar 4. Kromatogram anion exchange matriks DEAE sephadex A-50
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan gugus fosforil yang merupakan ikatan antara oksigen dan fosfor dalam TBF maupun TEF, berfungsi sebagai basa lewis, adalah merupakan ekstrakstan yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan ekspor Indonesia dan Malaysia ke China dan tingkat pengangguran di kedua Negara tersebut selama periode tahun 1993

pengembangan, Ibu Niskha Sandriana selaku Staf Sub Bagian Umum mengatakan sebagai berikut: “Pada faktor permodalan yang Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang lakukan

Metode yang digunakan Aidh al-Qarni dalam menafsirkan Al-Qur‟an adalah metode Ijmali (suatu penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an, di mana penjelasan yang dilakukan

Kartu ATM adalah alat pembayaran dalam bentuk kartu yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan atau pemindahan dana dimana kewajiban pemegang atau

 Proses pembuatan Proses pembuatan obyek obyek Siswa Dapat Siswa Dapat   Memahami Memahami Pengertian tweening Pengertian tweening   Memahami Memahami Penentuan

III.. Sebelu- -ela#u#an analisa terhada data enelitian3 terlebih dahulu  erlu dila#u#an ui asu-si terhada data enelitian. ,ilai sinifi#ansi ini lebih besar

Begitupun tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap produksi bahan kering sejalan pula dengan produksi hijauan segar, karena diduga tanaman rami masih berada dalam